Manajemen Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi

(1)

(PROS)

PROVINSI JAMBI

CONNIE LYDIANA SIBARANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

(PROS)

PROVINSI JAMBI

CONNIE LYDIANA SIBARANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(3)

(Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan ANI MARDIASTUTI.

Salah satu upaya untuk melestarikan populasi orangutan ke habitat alaminya dilakukan dengan reintroduksi. Dalam tahapan reintroduksi, orangutan akan tinggal sementara di dalam kandang sosialisasi untuk mendapatkan pakan. Keberhasilan orangutan agar dapat hidup di alam (survive) dapat tercapai jika dilakukan dengan manajemen yang baik seperti manajemen pakan orangutan. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan penelitian untuk mengidentifikasi manajemen pakan yang dilakukan pengelola dalam kegiatan reintroduksi, mempelajari durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan dan mempelajari kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi terhadap manajemen pakan.

Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga September 2011 di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera yang bertempat pada dua stasiun yakni Stasiun Sumatran Orangutan Reintroduction Centre (SORC) Sungai Pengian, Kabupaten Tebo dan Stasiun Open Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Data yang dikumpulkan seperti data primer dan data sekunder meliputi manajemen pakan, durasi makan, kebiasaan makan (habit) orangutan, manajemen kandang dan manajemen kesehatan orangutan. Metode Focal Animal Sampling dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan (habit) orangutan. Adapun data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sebanyak 6 individu orangutan diambil menjadi sampel menurut jenis kelamin dan struktur umur.

Manajemen pakan orangutan selama berada di kandang sosialisasi terdiri dari pembagian pakan berdasarkan jenis pakan yang diberikan, waktu pemberian, penyediaan pakan dan pemberian pakan. Ada 4 jenis pakan yang diberikan yaitu pakan utama, pakan pengayaan (enrichment), pakan hutan dan pakan tambahan. Pakan utama diberikan dengan frekuensi 5 (lima) kali dalam sehari. Jenis pakan dan waktu pemberian pakan utama disusun berdasarkan pengaturan pakan dengan memperhatikan diet menu pakan orangutan.

Durasi rata-rata makan orangutan yang paling cepat yakni pada orangutan Frangkie (betina, remaja) selama 3 menit 52 detik dan paling lama pada orangutan Mirriam (betina, anak) selama 20 menit 12 detik. Implementasi terhadap pengelolaan didukung dengan adanya pelepasliaran ke habitat alam, Unit Pendidikan Keliling, Unit Perlindungan Hidupan Liar dan Pengembangan Masyarakat. Durasi makan orangutan dipengaruhi oleh jenis pakan, cara penyediaan, cara pemberian pakan dan kebiasaan makan orangutan. Manajemen pakan di pusat reintroduksi perlu memperbanyak pakan pengayaan dan pakan hutan, perlunya penelitian lebih lanjut mengenai analisis proksimat dan sebaiknya perlu merubah wadah pemberian pakan.


(4)

Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Sumatran Orangutan Reintroduction Center (SORC) Jambi Province. Under Supervision of DONES RINALDI and ANI MARDIASTUTI.

One effort to conserve orangutans population in their natural habitat was by reintroduction. In reintroduction stage, orangutans temporarily live in socialization cage and feed as necessary for introduction to ensure their survival in the wild. Success of orangutan survival in nature could be reached through good management, including orangutan’s food management. Research is needed to identify food and feeding management in a reintroduction activity, to study the feeding duration of orangutan based on feeding frequency, and to study feeding habit of orangutan in socialization cage.

Data was collected in June to September 2011 in Sumatran Orangutan Reintroduction Center (SORC) located in two stations: SORC Sungai Pengian Station (Tebo District, Jambi Province) and Open Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo Station (West Tanjung Jabung District, Jambi Province). Data collection was including primary and secondary data that consist of feeding management, feeding duration, orangutan’s feeding habit, cage management and orangutan’s health management. Focal Animal Sampling methods was used to know orangutan’s feeding habit. Data was analyzed descriptively and qualitative. There were 6 orangutans used as samples, representing different sexes and age structures.

Orangutan’s food management in socialization cage was categorized based on food type, feeding time, food preparation, and feed presentation. There were 4 types of food: main food, enrichment food, natural food, and additional food. The main food was given 5 times a day. Food type and main feeding time was arranged based on food management by considering diet of orangutan’s food.

The fastest average feeding time was by orangutan named Frangkie (sub adult, female; averaging 3 minutes 52 seconds), while the longest was in orangutan named Mirriam (juvenile, female; 20 minutes 12 seconds). Management implementation was supported by reintroduction to natural habitat, Mobile Educational Unit, Wildlife Protection Unit and Community Development. Feeding duration of orangutan was affected by food type, method of food provision, method of feed preparation and feeding habit of orangutan. Feeding management in reintroduction centre was needed to increase enrichment food and natural food. In addition, further research about proximate analysis is needed, as well as changing food container.


(5)

Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Connie Lydiana Sibarani E34070057


(6)

Provinsi Jambi

Nama : Connie Lydiana Sibarani

NIM : E34070057

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Dones Rinaldi, M.ScF Prof. Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. NIP. 19610518 198803 1 002 NIP. 19590925 198303 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih karunia, berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah yang berjudul

“Manajemen Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi” dengan pembimbing Ir.Dones Rinaldi, M.ScF dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sebagai bagian akhir dalam menempuh masa perkuliahan, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tidak lupa, penulis juga mengapresiasi semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun selama ini.

Bogor, Maret 2012

Penulis


(8)

Penulis dilahirkan di Sitangkola, Sumatera Utara pada tanggal 2 Juni 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan dari Drs. Manihar Sibarani dan Dra. Nurmawan Sihombing. Penulis mulai menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 173123 Tarutung pada tahun 1995-2001 kemudian pada tahun 2001 penulis melanjutkan ke SMP Negeri 3 Tarutung hingga tahun 2004. Setelah itu pada tahun yang sama melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tarutung dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan, diantaranya menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Ekologi Satwaliar (tahun 2010-2012). Penulis adalah anggota HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata), Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) “Tarsius” dan pada tahun 2010 pernah menjabat sebagai sekertaris EXPO HIMAKOVA 2010.

Pengalaman lapangan penulis meliputi Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Rawa Danau Banten pada tahun 2009, RAFFLESIA di Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta pada tahun 2010, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru Nusa Tenggara Timur pada tahun 2009, SURILI di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah pada tahun 2010. Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) bertempat di Taman Wisata Alam Kamojang-Cagar Alam Leuweung Sancang Barat pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2010 dan penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat Provinsi Jambi pada tahun 2011.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Manajemen Pakan Orangutan Sumatera


(9)

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih setia dan kebaikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Ungkapan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, kepada keluarga, teman dan sahabat serta para pihak yang telah membantu penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orangtuaku tercinta, Bapak Drs. Manihar Sibarani dan Ibu Dra. Nurmawan Sihombing atas doa, kasih sayang, dukungan serta motivasi selama kegiatan penelitian ini.

2. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.ScF. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan telah memberikan motivasi, nasehat serta bimbingannya.

3. Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si yang telah menjadi moderator saat seminar skripsi, bapak Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc yang telah bersedia sebagai penguji pada ujian komprehensif serta Ibu Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc yang telah bersedia menjadi ketua sidang dalam ujian komprehensif penulis. 4. Saudara-saudaraku Ganda Sibarani, S.T (abang), Palti Zainal (adik), Johannes

Blitz (adik), Ruhut Sibarani, Bsc (bapa uda), Masta Marpaung, S.Pd (inang uda) yang telah memberikan dukungan, perhatian dan saran untuk menyelesaikan skripsi.

5. Panji Ahmad Fauzan, S.Hut dan Agnes Ferisa, S.Hut atas perkenalan singkat namun bermakna dan yang telah memberikan arahan, rekomendasi serta masukan untuk melakukan penelitian.

6. Julius Paolo Siregar, S.Hut selaku manajer operasional Frankfurt Zoological Society di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi atas pertemuan yang indah, memberikan izin penelitian dan yang telah memberikan waktu, bantuan, semangat, sharing, motivasi dan perhatian selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

7. Dr. Peter H. Pratje selaku direktur Frankfurt Zoological Society di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS), Krismanko Padang, S.H selaku


(11)

untuk penelitian dan telah memberikan masukan pada pengambilan data di lapangan.

8. Theresia Widiawati K, S.Hut, Lita Sinaga, S.E, Dian Anggriasari, S.Si, Oktafa Rini Puspita, S.Si, Paska Iswandi, S.Si, drh. Winny Pramesywari, Nurhariyanto, S.Si, Padmaseputra Purba, S.Hut, pak Cahyo, bang Parianak, bang Adi ojek dan seluruh staf di pusat reintroduksi (Roni Sinaga, Bobby, Rayon, Arik, mas Puji Amin, bang Baharudin, Evan, Nasrul, mas Yudi, ibu Ratno dan ibu Asia) yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian di lapangan.

9. Diena Nurul Fatimah, S.Hut, Aditya WTA S.Hut, Hadi Surono, S.Hut, Fadhilah Iqra Mansyur, S.Hut dan Lina K Dewi S.Hut atas masukan, diskusi, saran, dukungan serta kritik selama penyusunan skripsi ini.

10. KPM Tarsius 44 atas dukungan dan harapan kelak menjadi peneliti konservasi mamalia serta pengalaman berharga yang sangat berguna dalam penelitian ini.

11. Irham Fauzi atas bantuannya dalam pemilihan dan cara penggunaan alat-alat untuk penelitian.

12. Keluarga Besar KSHE 44 “KOAK” terima kasih atas dorongan moril hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

13. Keluarga besar HIMAKOVA, terima kasih atas pengalaman berharga dalam berorganisasi.

14. Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Ratna serta segenap staf tata usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu persiapan administrasi dari awal penelitian hingga proses ujian komprehensif. 15. Gembala Sidang, rekan-rekan pelayan dan staf pengerja Gereja Pentakosta Di

Indonesia (GPDI) Eternal, Tarutung dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas, Duta Berlian atas segala doa, harapan, tangisan baik suka dan duka, bantuan moril, semangat, perjuangan dan perhatian sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.


(12)

penyelesaian skripsi.

Bogor, Maret 2012


(13)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI . ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Orangutan... 3

2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi ... 3

2.1.2 Morfologi dan anatomi ... 3

2.2 Habitat dan Penyebaran Orangutan ... 5

2.3 Jenis Pakan Orangutan... 6

2.4 Manajemen Pakan Orangutan ... 7

2.5 Kegiatan Reintroduksi Orangutan ... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.3 Jenis Data ... 10

3.3.1 Data primer ... 10

3.3.2 Data sekunder ... 11

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 11

3.4.1 Studi pustaka ... 11

3.4.2 Observasi lapang ... 11

3.4.3 Wawancara ... 12

3.4.4 Analisis data ... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Stasiun Sungai Pengian ... 14


(14)

iii

4.1.3 Kondisi fisik ... 15

4.1.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas ... 15

4.1.3.2 Iklim ... 17

4.1.3.3 Topografi ... 17

4.1.4 Kondisi biotik ... 17

4.1.4.1 Flora ... 17

4.1.4.2 Fauna ... 18

4.1.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat ... 19

4.2 Stasiun Danau Alo ... 20

4.2.1 Sejarah kawasan ... 20

4.2.2 Letak geografis dan batas administratif ... 20

4.2.3 Kondisi fisik ... 21

4.2.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas ... 21

4.2.3.2 Iklim ... 22

4.2.3.3 Topografi ... 23

4.2.4 Kondisi biotik ... 23

4.2.4.1 Flora ... 23

4.2.4.2 Fauna ... 23

4.2.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 25

5.1.1 Keadaan orangutan di kandang sosialisasi ... 25

5.1.2 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi 34 5.1.2.1 Pembagian pakan orangutan ... 34

5.1.2.2 Karakteristik pakan orangutan ... 37

5.1.2.3 Sumber pakan orangutan ... 41

5.1.2.4 Jumlah pemberian pakan ... 41

5.1.2.5 Waktu pemberian pakan... 42

5.1.2.6 Penyediaan pakan orangutan ... 42


(15)

iv

5.1.5 Durasi makan orangutan ... 50

5.1.5.1 Durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan ... 51

5.1.6 Kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi ... 54

5.1.6.1 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan sebelum makan ... 54

5.1.6.2 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan saat makan ... 54

5.1.6.3 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan setelah makan ... 55

5.2 Pembahasan ... 55

5.2.1 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi 55 5.2.2 Kebiasaan makan orangutan di kandang sosialisasi terhadap manajemen pakan ... 64

5.2.3 Implementasi terhadap pengelolaan pakan orangutan 65 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(16)

v

 

No Halaman 1 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Sungai Pengian ... 16 2 Data iklim di Stasiun Sungai Pengian, Jambi ... 17 3 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Danau Alo ... 22 4 Kondisi orangutan pada kandang sosialisasi di Pusat

Reintroduksi Orangutan Sumatera ... 26 5 Data individu orangutan yang diamati di Pusat

Reintroduksi Orangutan Sumatera ... 28 6 Jenis-jenis dan kelompok pakan utama orangutan di Pusat

Reintroduksi Orangutan Sumatera ... 35 7 Jenis pakan hutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan

Sumatera ... 36 8 Jadwal pemberian pakan utama orangutan di Pusat

Reintroduksi Orangutan Sumatera ... 38 9 Jadwal pemberian pakan pengayaan orangutan ... 38


(17)

vi

 

No Halaman

1 Orangutan sumatera (Pongo abelii) (A) dan orangutan kalimantan

(Pongo pygmaeus) (B) ... 4 2 Peta lokasi penelitian di Stasiun Sungai Pengian ... 15 3 Kondisi jalan (A) dan kendaraan yang harus melewati sungai menuju Stasiun Sungai Pengian (B) ... 16 4 Jenis pakan yang dijual sebagian masyarakat untuk orangutan (A) dan pisang sebagai pakan yang dijual ke Stasiun Sungai Pengian (B) .... 20 5 Peta lokasi penelitian di Stasiun Danau Alo ... 21 6 Kondisi jalan (A) dan jembatan menuju Stasiun Danau Alo (B) ... 22 7 Keenam individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi

Orangutan Sumatera ... 30 8 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian (B) .. 31 9 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Danau Alo (B) ... 32 10 Kong sebagai wadah pakan pengayaan (A) dan pakan yang

dimanipulasi dalam karung (B) ... 36 11 Penyediaan pakan dalam kelompok pakan buah-buahan (A) dan

pakan disediakan dengan menimbang berdasarkan pengaturan

pakan (B) ... 43 12 Wadah pemberian pakan (A) dan teknisi memberikan pakan dari

wadah pemberian pakan (B) ... 45 13 Upaya mengobati penyakit orangutan (A) dan persediaan obat-

obatan untuk orangutan (B) ... 49 14 Himbauan untuk memakai masker (A) dan pembersihan kandang

sosialisasi (B) ... 50 15 Durasi makan keenam individu orangutan di Pusat Reintroduksi

Orangutan Sumatera ... 51 16 Durasi makan (A,B,C,D dan E) berdasarkan frekuensi makan ... 53


(18)

vii 

 

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Suhu harian di Stasiun Sungai Pengian, Jambi ... 74

2 Daftar jenis-jenis pohon pakan orangutan di Stasiun Sungai Pengian 75 3 Suhu harian di Stasiun Danau Alo ... 75

4 Struktur organisasi di Frankfurt Zoological Society ... 76

5 Durasi makan orangutan ... 77

6 Panduan wawancara kepada teknisi ... 80

7 Panduan wawancara kepada masyarakat ... 81

8 Daftar nama-nama informan (pengelola dan teknisi) yang diwawancarai ... 82


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orangutan sumatera sebagai salah satu jenis primata langka dengan keberadaan populasi saat ini terus mengalami penurunan begitu juga dengan habitatnya. Dengan keberadaan tersebut maka salah satu upaya untuk melestarikan populasi orangutan di alam liar dilakukan dengan kegiatan reintroduksi. Reintroduksi merupakan pelepasan/pemindahan satwa ke areal baru yang sesuai untuk habitat yang lebih baik dan masih berada dalam penyebaran geografis dimana populasi satwa tersebut mengalami penurunan yang berat,

menghilang karena bencana alam atau pun gangguan manusia (Konstan et al.

1982, diacu dalam Sukiman 2002).

Program reintroduksi orangutan bertujuan untuk membentuk kantong-kantong populasi orangutan yang baru dalam upaya melestarikan populasi orangutan pada habitat alaminya. Kegiatan reintroduksi memiliki beberapa tahapan yang merupakan proses bagi orangutan sebelum dilepasliarkan di habitat alaminya. Tahapan-tahapan tersebut terdiri atas karantina, sosialisasi, adaptasi dan pelepasliaran. Selama berada dalam tahapan reintroduksi, orangutan akan tinggal di dalam kandang yang telah dibuat khusus dimana mereka akan dirawat. Selanjutnya selama perawatan di dalam kandang, orangutan mendapatkan makanan dan pengenalan kembali cara bertahan di alam. Keberhasilan orangutan

agar dapat bertahan hidup di alam (survive) dapat tercapai jika dilakukan dengan

manajemen yang baik selama orangutan berada dalam tahapan reintroduksi.

Salah satu manajemen pada upaya reintroduksi yang harus diperhatikan adalah manajemen pakan. Manajemen pakan orangutan diartikan sebagai kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola di pusat reintroduksi dengan memperhatikan kebutuhan pakan orangutan, kesehatan dan kesejahteraan setiap individu orangutan selama berada dalam tahapan reintroduksi. Aspek manajemen pakan orangutan sangat perlu diperhatikan. Hal ini sangat penting untuk menjaga kondisi kesehatan dan kesejahteraan orangutan sebelum mereka dilepasliarkan ke habitatnya. Oleh sebab itu, manajemen pakan orangutan menjadi suatu alasan


(20)

perlunya dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengkaji tingkat

kesejahteraan (animal welfare) orangutan sebelum mereka dilepasliarkan ke

habitat alaminya. 1.2 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi manajemen pakan orangutan yang dilakukan oleh pengelola dalam kegiatan reintroduksi khususnya bagi orangutan yang berada pada kandang sosialisasi.

2. Mempelajari durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan terhadap manajemen pakan.

3. Mempelajari kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi

terhadap manajemen pakan. 1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian merupakan data dasar dalam pengelolaan pakan orangutan pada kandang sosialisasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan pengelolaan kesejahteraan dan adaptasi orangutan di pusat-pusat reintroduksi orangutan dalam upaya pelestarian orangutan di habitat alaminya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Orangutan 2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi

Orangutan merupakan salah satu anggota suku Pongidae yang mencakup

tiga kera besar lainnya: bonobo Afrika (Pan paniscus), simpanse (Pan

troglodytes) dan gorilla (Gorilla gorilla) (Meijaard et al. 2001). Hanya orangutan berasal dari Asia sedangkan kera besar lainnya berasal dari Afrika. Orangutan

terdiri dari dua spesies yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan

kalimantan (Pongo pygmaeus). Kedua jenis ini telah terisolasi secara geografis

sekitar 10.000 tahun yang lalu pada saat permukaan laut antara Sumatera dan

Kalimantan mengalami kenaikan permukaan laut (Meijaard et al. 2001).

Warren et al. (2001) menyatakan bahwa beberapa subspesies orangutan

dapat dibedakan berdasarkan warna rambut dan kulit mereka. Orangutan sumatera umumnya memiliki warna rambut yang lebih cerah dibandingkan dengan spesies

orangutan kalimantan yang memiliki warna lebih gelap. Selain hal tersebut,

pemeriksaan genetik juga dapat membedakan antar spesies. Adapun klasifikasi taksonomi orangutan sumatera (Gambar 1 A) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Famili : Pongidae

Genus : Pongo

Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827

2.1.2 Morfologi dan anatomi

Orangutan memiliki postur tubuh mirip dengan keluarga kera besar lainnya. Orangutan memiliki lengan yang panjang dan kuat, kaki lebih pendek daripada tangan, tidak memiliki ekor serta rambut berwarna cokelat kemerahan. Beberapa peneliti mengatakan bahwa rambut orangutan dapat dijadikan acuan untuk


(22)

mengidentifikasi dan membedakan satu individu dengan individu lainnya berdasarkan warna dan alur tumbuhnya rambut (Rodman 1973, diacu dalam Maple 1980).

(A) (B)

Gambar 1 Orangutan sumatera (Pongo abelii) (A) dan orangutan kalimantan

(Pongo pygmaeus) (B).

Orangutan sumatera memiliki ukuran tubuh yang besar dengan berat berkisar antara 50-90 kg. Ukuran tubuh jantan memiliki ukuran tubuh dua kali lebih besar daripada betina. Orangutan jantan dewasa memiliki tinggi badan yaitu 1,4 m sedangkan orangutan betina dewasa memiliki tinggi badan mencapai

1-1,2 m (Warren et al. 2001). Perbedaan kontras dari morfologi orangutan ialah

posisi ibu jari kakinya yang berseberangan dengan posisi keempat jari lainnya sehingga orangutan dapat memegang benda dengan posisi yang tepat.

Orangutan jantan dewasa memiliki kantung suara (air sack), janggut dan

bantalan pipi. Bantalan ini merupakan deposit dari lemak subkutan yang dibatasi oleh jaringan ikat. Selanjutnya, pada orangutan betina memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan tidak memiliki janggut. Orangutan betina akan memiliki bayi pertama pada usia antara 12 hingga 15 tahun dan hanya melahirkan setiap 7 sampai 8 tahun setelah itu. Tingkat reproduksi yang rendah tersebut membuat populasi orangutan adalah lebih sedikit dan juga populasi yang rendah sebagai akibat dari kerusakan habitat yang telah menyebabkan penurunan populasi secara drastis dalam dua dekade terakhir (Rowe 1996).


(23)

2.2 Habitat dan Penyebaran Orangutan

Berdasarkan hasil temuan fosil, sekitar 10.000 tahun yang lalu orangutan tersebar hampir di seluruh daratan Asia Tenggara dan sebagian dari daratan Cina bagian Selatan. Pada saat ini, populasi orangutan hanya dapat ditemui di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Habitat orangutan berada pada daerah pegunungan, rawa-rawa dataran rendah dan delta aliran sungai yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus, perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah bahkan sampai ke hutan pegunungan (Dephut 2009).

Sebagian besar populasi orangutan dijumpai jauh di bawah ketinggian, yaitu

berada di hutan rawa dan dataran rendah. Pada kondisi tanah yang selalu basah

(berawa), habitat tersebut memiliki paling sedikit 40 jenis pohon penghasil makanan, dan paling sedikit 60 jenis jika dalam kondisi alluvial kering. Habitat optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering yang saling berdekatan. Tepi sungai merupakan dataran banjir, rawa atau lemah alluvial dan dataran tinggi biasanya adalah berupa kaki bukit.

Kedua tipe habitat bagi orangutan harus cukup luas dan berada dalam jarak yang dapat dijangkau. Habitat orangutan yang baik biasanya berupa mosaik petak-petak hutan kecil dengan tingkat tumbuhan berkayu berbeda dan beberapa diantaranya mempunyai kerapatan jenis pohon buah yang sangat tinggi (> 20% dari semua pohon). Pada komunitas hutan yang telah mencapai klimaks maka hutan tersebut akan mampu untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim.

Distribusi orangutan lebih ditentukan oleh faktor pakan yang disukai daripada faktor iklim. Daerah inti hutan yang menjadi habitat orangutan memiliki ciri khas banyak ditumbuhi adalah liana. Populasi orangutan yang terdapat di

pulau Sumatera terdapat sebanyak 13 wilayah. Meijaard et al. (2001) menjelaskan

bahwa orangutan ternyata berada di petak-petak habitat dengan luasan antara 35% berupa lahan kering dan 50% berupa rawa.

Selanjutnya, Siregar (2007) menyatakan bahwa kisaran distribusi spesies orangutan sumatera yang berada di pulau Sumatera terbatas di utara khatulistiwa


(24)

atau di utara Danau Toba terutama di Taman Nasional Gunung Leuser. Populasi orangutan terpecah menjadi empat subpopulasi utama, yaitu: (1). Subpopulasi wilayah sekitar Aceh yaitu di sebelah barat Sungai Alas dan Sungai Wampu; (2). Subpopulasi di Hutan Lindung Dolok Sembelin dan Batu Ardan di Kabupaten Dairi dan kawasan hutan yang bersambung di sebelah Timur Sungai Alas yang membentang di sepanjang kaki-kaki bukit pesisir barat dan Menurus sampai ke pantai Sibolga; (3). Subpopulasi Tapanuli bagian tenggara di antara Sungai Asahan dan Sungai Barumun dan sub populasi di Anggolia, Angkola dan Pasaman, semua daerah yang berada di sepanjang bagian barat kaki Bukit Barisan, dari hilir Sungai Batang Toru yang membentang ke arah Selatan di antara Padang Sidempuan dan daerah sekitar Pariaman di Provinsi Sumatera Barat, sekitar 50 km di sebelah utara Padang.

2.3 Jenis Pakan Orangutan

Orangutan memakan lebih dari 200 jenis tumbuhan yang berbeda di alam liar. Jenis pakan orangutan pada umumnya sangat bervariasi hingga 60% dimana jenis pakan paling banyak adalah berupa buah-buahan (Rijksen 2001). Oleh sebab itu, orangutan disebut sebagai satwa frugivora yang artinya satwa pemakan buah-buahan. Walaupun demikian, orangutan juga memakan bagian-bagian lain dari tumbuhan (daun muda, bunga, kulit kayu, biji, kambium dan getah), liana, serangga seperti rayap, vertebrata kecil dan tanah untuk memenuhi kebutuhan mineralnya. Orangutan lebih menyukai buah segar dan buah-buahan besar dengan kulit keras yang dapat dimakan (Rowe 1996).

Orangutan juga merupakan jenis satwa tipe pengumpul atau pencari makan yang bersifat oportunis yaitu jenis satwa yang akan memakan jenis apa saja yang dapat diperolehnya. Pada aktivitas makannya, orangutan umumnya memilih jenis pakan yang paling disukai. Hal ini sering disebut dengan jenis pakan palatabel.

Meijaard et al. (2001) menyatakan bahwa pada hutan alam, saat musim buah

orangutan dapat memilih makanan yang paling disukai untuk dimakan tetapi pada saat tidak musim buah maka orangutan akan memakan apa saja jenis yang dijumpainya. Oleh sebab itu, kepadatan orangutan di habitatnya bervariasi sesuai dengan ketersediaan pakan. Densitas paling tinggi terdapat di daerah dataran


(25)

2.4 Manajemen Pakan Orangutan

Maple (1980) menyatakan orangutan yang hidup di penangkaran memiliki waktu aktif yang berkorelasi positif dengan waktu pemberian pakan. Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh bahwa jenis pakan orangutan di habitat aslinya adalah buah-buahan (60%), bunga dan daun muda (25%), kulit kayu (15%), akar alang-alang air, serangga (rayap, ulat, semut, belalang-alang, jangkrik, kutu), jamur, telur dalam sarang burung, vertebrata kecil (tupai, tokek, kukang), madu, pangkal, batang tunas rotan muda, tanaman jalar, pakis dan palma kecil dan terkadang orangutan memakan kepompong untuk menambah bobot badan mereka (Rijksen 2001). Sinaga (1992) juga menyatakan bahwa keaktifan harian orangutan dari hari ke hari terutama digunakan untuk makan dan beristirahat, menyusul berjalan dan keaktifan lainnya.

Pada umumnya, keaktifan makan orangutan yang tertinggi terjadi pada pagi hari dan sore hari sedangkan pada siang hari menurun dengan keadaan cuaca semakin panas. Apabila dalam satu hari dibagi ke dalam 3 bagian yaitu antara pukul 6-10, pukul 10-14 dan pukul 14-18 maka pada periode pukul 6-10 dan pukul 14-18, orangutan sedang aktif untuk makan sedangkan pada periode pukul 10-14 kegiatan orangutan tersebut mengalami penurunan. Pola makan orangutan sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis dan cara hidupnya. Oleh karena itu, distribusi jumlah dan kualitas makanannya menurut waktu dan tempat tertentu merupakan faktor penentu adanya perilaku pergerakan, kepadatan populasi yang akhirnya menentukan organisasi sosialnya.

2.5 Kegiatan Reintroduksi Orangutan

Keberadaan orangutan di habitat alaminya saat ini mengalami permasalahan keterancaman. Penyebab utama penurunan populasi orangutan di alam adalah hilangnya hutan alam sebagai habitat orangutan akibat perubahan fungsi hutan dan penyebaran orangutan terbatas. Dengan keadaan tersebut, berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah dan pihak swasta bekerjasama untuk memberikan perhatiannya dalam mendukung upaya konservasi orangutan khususnya bagi orangutan sumatera.

Salah satu lokasi baru bagi reintroduksi orangutan yang menjadi pilihan adalah Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Hasil pilihan itu diperoleh dengan


(26)

pertimbangan bahwa tipe ekosistem yang berada di Taman Nasional Bukit Tigapuluh sangat mirip dengan tipe ekosistem Leuser. Hal lainnya juga adalah diperolehnya berbagai jenis vegetasi yang menghasilkan buah sebagai sumber pakan orangutan yang dapat mempertahankan kehidupannya. Kegiatan reintroduksi orangutan merupakan kegiatan rehabilitasi modern dengan melepasliarkan kembali beberapa individu satwa ke kondisi liar atau juga mempersiapkan satwa hasil sitaan (peliharaan) menjadi jenis feral ke suatu kawasan hutan konservasi sebagai habitat barunya yang sesuai di mana satwa jenis ini tidak ada di kawasan tersebut (Siregar 2007).

Kegiatan reintroduksi orangutan sumatera ini sepenuhnya dilaksanakan oleh

LSM-NGO Frankfurt Zoological Society (FZS) yang berada di bawah naungan

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Kegiatan reintroduksi orangutan sumatera adalah salah satu kegiatan dari Program Konservasi Orangutan Sumatera (PKOS) yang memiliki tujuan untuk mencegah dari kepunahan serta membuat suatu populasi baru orangutan sumatera. Secara umum, tujuan dari kegiatan reintroduksi orangutan adalah untuk membuat kantong-kantong populasi orangutan yang baru dalam upaya mencegah dari kepunahan spesies orangutan di alam liar. Kegiatan reintroduksi orangutan sumatera dilakukan di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan ekosistemnya.

Beberapa prinsip mengenai pelaksanaan reintroduksi tersebut dinyatakan

oleh Meijaard et al. (2001) sebagai berikut :

1. Orangutan harus diperiksa secara profesional dalam hal penyakit yang menular, diobati dan dikarantina tidak lebih dari enam bulan untuk direhabilitasi dan termasuk sosialisasi setelah karantina selesai;

2. Karantina dipisahkan dari reintroduksi (sosialisasi);

3. Reintroduksi orangutan bekas tangkapan dilakukan di kawasan hutan yang telah diteliti dengan cermat kelestarian habitatnya;

4. Beberapa spesimen dipelihara bersama sebagai sebuah kelompok hingga 20 individu dan kemudian dilepaskan ke dalam kondisi liar;


(27)

5. Seluruh kelompok dibiarkan di lokasi di mana kelompok ini direintroduksi, yaitu lokasi reintroduksi itu sendiri dibiarkan dan karena banyak orangutan baru maka lokasi baru akan didirikan di lokasi lain;

6. Kehadiran pengunjung tidak diizinkan pada tahap apapun sebelum orangutan mampu mandiri sepenuhnya dan berhasil hidup di kawasan liar;

7. Staf penjaga yang bertugas untuk menyediakan dan memantau harus terbukti bebas dari penyakit menular dan melakukan tugasnya berdasarkan kerangka acuan tugas yang ketat dalam hal kontak dekat dengan orangutan dan perilakunya terhadap kelompok umur orangutan yang berbeda;

8. Proses reintroduksi dievaluasi teratur oleh suatu badan yang mandiri.

Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan utama Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera - Provinsi Jambi adalah : a. Membentuk populasi-populasi baru orangutan untuk melestarikan

keberlangsungan populasi dan habitatnya;

b. Memfasilitasi penegakan hukum terhadap satwa yang dilindungi secara efektif; c. Menegakkan prosedur formal karantina dan rehabilitasi;

d. Mengaplikasikan program reintroduksi dalam rangka memperluas area network

yang dilindungi;

e. Mendorong kesadaran terhadap isu nyata dalam konservasi orangutan dan habitatnya.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera yang

bertempat pada dua stasiun yakni Stasiun Sumatran Orangutan Reintroduction

Center (SORC) Sungai Pengian, Kabupaten Tebo dan Stasiun Open Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Penelitian berlangsung pada bulan Juni hingga September 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tally sheet

pengamatan pakan orangutan, tally sheet durasi makan orangutan, handycam,

kamera digital, tripod, jam tangan sebagai penunjuk waktu, panduan wawancara,

kalkulator, komputer dan alat tulis menulis. Adapun objek yang menjadi penelitian adalah individu orangutan sumatera.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. 3.3.1 Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa pengamatan manajemen pakan, pengamatan durasi makan orangutan, manajemen kandang, manajemen kesehatan orangutan, wawancara yang ditujukan kepada pengelola

maupun kepada teknisi (keeper) dan wawancara kepada informan. Adapun

parameter dan variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Parameter dalam penelitian berupa kegiatan pengelolaan pakan orangutan,

kebiasaan makan (habit) orangutan, manajemen kandang dan manajemen

kesehatan orangutan dan pengetahuan teknisi dalam pemberian makan orangutan.

b. Variabel yang diamati ialah berupa frekuensi makan orangutan, durasi makan,


(29)

pakan, cara pemberian pakan, perawatan kandang, perawatan kesehatan orangutan dan upaya penanggulangan terhadap penyakit orangutan.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, jurnal ilmiah, skripsi, tesis dan berbagai karya ilmiah lainnya. Data sekunder yang diambil meliputi kondisi umum lokasi pusat reintroduksi orangutan sumatera yang terdiri dari letak, luas, flora, fauna, sejarah dan dasar hukum pelaksanaan kegiatan di pusat reintroduksi, jumlah tenaga kerja dan perkembangan mengenai keberadaan populasi orangutan yang berada di pusat reintroduksi.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui aspek-aspek kegiatan di pusat reintroduksi secara umum agar penajaman dan keabsahan analisis semakin kuat. Pada studi pustaka juga dilakukan penelusuran informasi sekunder mengenai adaptasi orangutan yang akan dilepasliarkan ke habitat alam. Data ini berfungsi sebagai pelengkap dalam analisis data mengenai adaptasi orangutan terhadap habitat sebelum masa pelepasliaran ke alam di pusat reintroduksi orangutan sumatera.

3.4.2 Observasi lapang

Pengamatan langsung mengenai manajemen pakan orangutan sumatera pada kandang sosialisasi dilakukan terhadap aspek-aspek pemeliharaan orangutan di dalam kandang, teknis penyediaan dan pemberian pakan orangutan, manajemen kandang dan manajemen kesehatan orangutan. Aspek teknis mengenai manajemen pakan orangutan diamati pada kandang sosialisai, kegiatan yang dilakukan orangutan di pusat reintroduksi dan kegiatan lainnya yang menunjang pengamatan terhadap manajemen pakan orangutan. Data hasil pengamatan baik

mengenai manajemen pakan orangutan terhadap kebiasaan (habit) makan

orangutan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menjelaskan secara rinci mengenai pengamatan yang dilakukan. Pengambilan data di lapangan dilakukan


(30)

Pengamatan ini merupakan pengamatan yang dilakukan pada orangutan

yang menjadi fokus (focal animal) meliputi semua kebiasaan makan (habit)

orangutan terhadap durasi yang terjadi dan terfokus pada individu target tanpa menghiraukan individu lain yang berada di sekitar target. Jumlah orangutan yang diamati sebanyak 6 individu yang terdiri dari 3 (tiga) individu betina dan 3 (tiga) individu jantan. Orangutan yang diamati berasal dari struktur umur anak, remaja dan dewasa muda. Hal ini dilakukan dengan kriteria bahwa struktur umur orangutan dari umur anak, remaja dan dewasa muda memiliki kebiasaan makan, cara makan yang lebih aktif, mandiri dan berpotensi baik untuk diamati terhadap manajemen pakan. Pada penelitian, untuk mempermudah dalam penginterpretasian data, maka diperlukan penyajian data dalam bentuk gambar, grafik dan tabel.

Adapun data hasil wawancara dan data sekunder dianalisis secara deskriptif kualitatif sesuai dengan pengelompokan data, meringkas, dan memasukkannya ke dalam gambar dan tabel untuk mempermudah penyajian data. Data yang digali dari penelitian ini mencakup pengelolaan orangutan yang meliputi:

a. Kandang sosialisasi orangutan (jenis, konstruksi, jumlah dan ukuran, luas, peralatan dan perlengkapan dalam kandang, suhu, daya tampung kandang, dan perawatan kandang).

b. Manajemen pakan orangutan yang meliputi jenis pakan utama orangutan, pakan

pengayaan (enrichment), pakan tambahan, pakan hutan, sumber pakan,

karakteristik pakan, jumlah pemberian pakan, waktu pemberian pakan, frekuensi pemberian pakan, cara penyediaan dan cara pemberian pakan.

c. Perawatan kesehatan dan penyakit meliputi jenis penyakit per umur orangutan, bentuk pencegahan, upaya pengobatan dan alat yang digunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit orangutan.

3.4.3 Wawancara

Wawancara dilakukan kepada para pengelola, informan dan kepada teknisi (animal keeper) di pusat reintroduksi orangutan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman pertanyaan. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada masyarakat sekitar mengenai dampak positif (aspek reintroduksi dan upaya pelepasliaran) dan dampak negatif dari kegiatan reintroduksi. Wawancara ini


(31)

dilakukan kepada 25 orang untuk mengetahui penilaian mereka terhadap

kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi.

Wawancara dilakukan secara mendalam, santai, terbuka dan tidak baku. Data deskriptif yang diperoleh berupa kutipan langsung dalam kalimat atau dalam bentuk tulisan dari informan yang memungkinkan untuk digunakan.

3.5 Analisis data

Analisis data yang digunakan untuk manajemen pakan orangutan sumatera ini adalah berupa analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

1. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif ini merupakan penguraian dan penjelasan secara umum

mengenai parameter-parameter manajemen pakan beserta kebiasaan (habit)

makan yang diamati pada kandang sosialisasi. Salah satu hal yang diamati dalam analisis deskriptif adalah kelas umur orangutan yang diperoleh berdasarkan hasil observasi terutama pada aspek manajemen pakan. Hal yang digunakan untuk memudahkan pembacaan dan penafsiran data maka data disajikan ke dalam bentuk gambar, grafik dan tabel.

2. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif yang berhubungan dengan manajemen pakan yakni frekuensi makan dan durasi makan. Frekuensi merupakan jumlah waktu orangutan untuk makan yang dihitung berdasarkan per menit waktu dan durasi makan merupakan lama waktu yang digunakan untuk makan.


(32)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Stasiun Sungai Pengian 4.1.1 Sejarah kawasan

Stasiun pusat reintroduksi orangutan sumatera di Sungai Pengian merupakan lokasi yang telah disepakati bersama sebagai stasiun adaptasi dan pelepasliaran kembali orangutan sumatera. Lokasi Stasiun Sungai Pengian dipilih sesuai dengan perjanjian kerjasama dengan pihak pemerintah. Perjanjian kerjasama tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan melalui unit Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jambi

dan Riau dengan Frankfurt Zoological Society (FZS) mengenai Program

Konservasi Orangutan Sumatera No:520/DJ-V/PA/2001. Lokasi stasiun adaptasi dan pelepasliaran ini berada pada bekas konsesi HPH Dalek Hutani Esa yang sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1996. Kawasan bekas konsesi ini merupakan kawasan hutan penyangga dari kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang berada di Provinsi Jambi.

4.1.2 Letak geografis dan batas administratif

Stasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian terletak di sebelah selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh pada posisi 228503 mT dan

9871695 mU (102033’36” BT dan 109’36” LS) (Gambar 2). Secara administratif,

Stasiun Sungai Pengian terletak di Dusun Semerantihan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Luas areal stasiun reintroduksi orangutan yang telah disepakati ialah seluas 2 Ha untuk pembangunan seluruh fasilitas reintroduksi dan seluas 200 Ha untuk areal adaptasi orangutan. Stasiun reintroduksi merupakan pertemuan antara kaki Bukit Tigapuluh dengan dataran rendah dan dilalui oleh dua buah sungai yaitu sungai Pengian dan sungai Pao-pao.


(33)

Sumber : Frankfurt Zoological Society (2012)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Stasiun Sungai Pengian. 4.1.3 Kondisi fisik

4.1.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas

Stasiun Sungai Pengian terletak kurang lebih 245 km dari ibukota Provinsi Jambi. Aksesibilitas yang dapat digunakan untuk menuju ke lokasi stasiun adalah melalui jalan darat yaitu dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Lama perjalanan yang dapat ditempuh dari Provinsi Jambi menuju lokasi stasiun kurang lebih 7 (tujuh) jam perjalanan. Perjalanan menuju stasiun dibagi dalam dua perjalanan yaitu perjalanan dari ibukota Jambi menuju kota Kabupaten Tebo dan dilanjutkan dari Kabupaten Tebo menuju lokasi stasiun (Gambar 3). Lokasi stasiun juga dapat ditempuh melalui udara dengan menggunakan helikopter dengan waktu tempuh selama 1 (satu) jam perjalanan dari kota Jambi.

Fasilitas yang terdapat di stasiun reintroduksi dalam rangka mendukung kegiatan program antara lain: kandang sosialisasi satu unit bangunan, kandang karantina satu unit, klinik satu unit, gudang pakan orangutan dan peralatan satu unit, gudang mesin satu unit, bangunan administrasi kantor satu unit, dapur satu


(34)

unit, tempat tinggal staf dan peneliti/tamu program (base camp) sebanyak 6 unit, tower antena satu unit dan tower penampungan air satu unit (Tabel 1). Selain itu, stasiun reintroduksi juga memiliki areal hutan adaptasi.

(A) (B)

Gambar 3 Kondisi jalan (A) dan kendaraan yang harus melewati sungai menuju Stasiun Sungai Pengian (B).

Tabel 1 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Sungai Pengian No. Fasilitas Jumlah

(unit) Fungsi Kondisi

1 Kandang 2 Kandang sosialisasi dan karantina orangutan

Kurang baik dan dalam perbaikan 2 Klinik 1 Penyimpanan obat-obatan dan

kegiatan medis

Perlu perbaikan atap 3 Gudang pakan dan

peralatan

1 Penyimpanan makanan dan peralatan kebersihan

Perlu perbaikan atap 4 Gudang mesin

generator

1 Penyimpanan mesin generator dan bahan bakar

Baik 5 Kantor administrasi 1 Penyimpanan data, tempat

pertemuan staf dan kegiatan lain

Baik 6 Dapur 1 Tempat memasak bagi staf, peneliti

dan tamu program

Baik 7 Mess tinggal 6 Tempat tinggal teknisi lapangan

dan tamu-tamu program/peneliti

Baik 8 Tower antena 1 Tempat antena telepon Baik 9 Tower

penampungan air

2 Tempat penampungan air untuk keperluan stasiun

Baik

Hutan adaptasi ini memiliki jalur-jalur pengamatan yang telah ditandai dengan plat seng dan diberi tanda berupa cat merah pada batang pohon. Penandaan pada jalur-jalur pengamatan untuk membantu teknisi maupun peneliti pada saat melakukan pengamatan aktivitas harian orangutan selama adaptasi sehingga tidak kehilangan arah di dalam hutan.


(35)

4.1.3.2 Iklim

Stasiun reintroduksi orangutan yang berada di Sungai Pengian menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson termasuk ke dalam tipe A (selalu basah) (Tabel 2). Adapun suhu harian rata-rata yang diamati selama penelitian di Stasiun Sungai Pengian sebesar 22,3° C (Lampiran 1).

Tabel 2 Data iklim di Stasiun Sungai Pengian, Jambi No. Bulan Curah hujan

(mm)

Hari hujan

(hari) Kelembaban udara (%)

1 Januari 177 12 89

2 Februari 269 16 84

3 Maret 251 13 85

4 April 169 12,5 85

5 Mei 149 8 84

6 Juni 105 7 83

7 Juli 122 9 82

8 Agustus 139 9 83

9 September 207 13 84

10 Oktober 193 13,25 85

11 November 302 13 86

12 Desember 361 18 87

Sumber : Data sekunder dokumen AMDAL PT. Dalek Hutani Esa (Ginting 2006)

4.1.3.3 Topografi

Stasiun Sungai Pengian berada pada zona ekofloristik Jambi Block South of Kwantan dengan elevasi tempat kurang dari 150 m dpl. Stasiun Pengian memiliki topografi yang relatif datar hingga landai. Wilayah ini memiliki tekstur tanah yang agak halus hingga halus dengan komposisi batuan induknya terdiri dari quartzite, filit, skis, batu pasir dan shale (RePPPROT 2009, diacu dalam FZS 2011). Jenis tanah didominasi oleh podsolik merah kuning dari batuan endapan dan batuan beku dengan fisiografi pegunungan lipatan (Siregar 2007).

4.1.4 Kondisi biotik 4.1.4.1 Flora

Tipe ekosistem hutan yang berada di sekitar Stasiun Sungai Pengian dikategorikan ke dalam hutan tropika dataran rendah. Hal ini dikarenakan iklim yang selalu basah, tanah yang kering dan ketinggian di bawah 1000 m dpl. Berdasarkan daerah penyebaran, jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Stasiun


(36)

Sungai Pengian termasuk pada zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan pohon-pohon yang didominasi oleh famili dipterocarpaceae. Selain itu, berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya, ekosistem kawasan reintroduksi tersebut terdiri dari empat tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan alam primer, ekosistem hutan sekunder, ekosistem bekas ladang berpindah dan ekosistem tegakan karet yang dikelola oleh penduduk setempat.

Kawasan hutan di sekitar Stasiun Sungai Pengian dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) tipe vegetasi yaitu hutan sekunder, hutan bekas ladang dan hutan primer. Hal ini terjadi karena dahulunya merupakan areal bekas konsesi PT. Dalek Hutani Esa (Eks-HPH). Selain itu juga, terdapat hutan bekas perladangan masyarakat lokal. Beberapa jenis tumbuhan komersil yang dapat ditemukan diantaranya

adalah bulian (Eusideroxylon zwageri), trembesi (Fragrae fragrans), kulim

(Scorodocarpus borneensis), keranji (Dialium laurinum), jelutung (Dyera costulata), meranti batu (Parashorea lusida), meranti tupai (Shorea macroptera),

balam putih (Palaquium gutta), balam tarung (Palaquium cryptocarifolium),

mersawa (Anisoptera marginata), mendarahan (Knema cinerea) dan sebagainya.

Terdapat pula jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai pohon-pohon hutan

yang dimakan oleh orangutan. Jenis-jenis tersebut adalah aro (Ficus variegata),

balam sawo (Palaquium rostatum), balam tenginai (Manilkara kanescens), durian

(Durio zibethinus), jambu (Eugenia polyantha), mahang (Macaranga triloba),

meranti rambai (Shorea acuminata), tempening (Quercus argentea), terap

(Arthocarpus elaticus), ludai (Sapium bacatium), kayu batu (Dacryodes incurvata) dan lain sebagainya (Lampiran 2).

4.1.4.2 Fauna

Beberapa jenis satwaliar terdapat di sekitar stasiun dan merupakan satwa-satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Konservasi No. 5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan flora dan fauna. Satwa-satwa

tersebut ialah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu

(Helarctos malayanus), pelanduk kecil (Tragulus javanicus), rusa sambar (Cervus unicolor), pelanduk napu (Tragulus napu), rangkong (Buceros sp), gajah


(37)

melalophos), tapir (Tapirus indicus), beo (Gracula religiosa) dan kuau raja (Argusianus argus).

4.1.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

Stasiun Sungai Pengian memiliki jarak kurang lebih 4 km dari pemukiman masyarakat yaitu Dusun Semerantihan. Dusun Semerantihan dihuni oleh dua suku yakni Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam. Adapun mata pencaharian utama mereka adalah memanfaatkan hasil getah jernang, damar mata kucing dan berburu binatang. Saat ini masyarakat tersebut sudah mulai mengenal sistem pertanian ladang berpindah dengan sistem pengerjaan gotong-royong (Fauzan 2010).

Pada awalnya masyarakat menanam padi dan kemudian melakukan tumpang sari dengan tanaman palawija lain seperti ubi dan jagung. Setelah hasil pertanian diperoleh maka akan dilanjutkan dengan penanaman tanaman karet (Hevea brasiliensis). Berdasarkan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berdampak langsung pada orangutan adalah kegiatan ladang berpindah. Dampak yang terjadi secara langsung adalah karena kegiatan ini dilakukan dengan pembersihan terhadap vegetasi dan hanya membiarkan beberapa jenis tumbuhan

seperti durian (Durio zibethinus) dan jernang (Daemonorops draco). Terbukanya

lahan tersebut mempengaruhi suksesi dari hutan. Suku Talang Mamak sering masuk ke hutan untuk mengambil jernang yang akan diambil getahnya. Dengan demikian maka, tidak jarang apabila saat penduduk tersebut memasuki hutan orangutan akan mengikuti mereka (Siregar 2007).

Selain mencari dan mengumpulkan hasil hutan sebagai mata pencaharian, penduduk lokal juga menjual atau menukar hasil pertanian mereka ke stasiun. Mereka berasal dari dusun Semerantihan dan masyarakat desa Suo-Suo. Hampir semua dari mereka yang datang ke Stasiun Sungai Pengian yakni untuk menjual hasil kebun seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan umbi-umbian (Gambar 4). Cara penjualan dilakukan dengan barter. Penjualan barter ini dilakukan dengan menukarkan hasil pertanian dengan bahan makanan persediaan stasiun yang didatangkan dari pasar tradisional kota Jambi.


(38)

(A) (B) Gambar 4 Jenis pakan yang dijual sebagian masyarakat untuk orangutan (A) dan

pisang sebagai pakan yang dijual ke Sungai Pengian (B).

4.2 Stasiun Danau Alo 4.2.1 Sejarah kawasan

Stasiun Danau Alo mulai beroperasi pada tahun 2009. Stasiun ini dibangun dengan tujuan sebagai tempat adaptasi bagi orangutan jinak dan orangutan pada struktur umur anak dimana diperkirakan orangutan tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih lama beradaptasi hingga orangutan akan dapat hidup mandiri. Pembangunan Stasiun Danau Alo merupakan kelanjutan dari Program Konservasi Orangutan Sumatera. Stasiun Danau Alo merupakan kawasan hutan bekas konsesi HPH Hatma Hutani yang sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1998. Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan penyangga bagi Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang berada di bagian tenggara taman nasional tersebut.

4.2.2 Letak geografis dan batas administratif

Stasiun Danau Alo merupakan stasiun adaptasi orangutan yang berada di wilayah datar yang dikelilingi oleh perbukitan dengan kelerengan terjal. Stasiun Danau Alo terletak pada elevasi kurang dari 150 m dpl yang merupakan bagian dari zona ekofloristik Jambi Block South of Kwantan (FZS 2011). Posisi stasiun berada di sebelah tenggara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan posisi

253174 mT dan 9862233 mU (102046’48” dan 1015’00”). Curah hujan di wilayah

ini berkisar antara 2500-3000 m dpl (Gambar 5). Secara administratif, Stasiun Danau Alo berada di Dusun Muara Danau, Desa Lubuk Kambing Kecamatan Renah Mendaluh Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.


(39)

Sumber : Frankfurt Zoological Society (2012)

Gambar 5 Peta lokasi penelitian di Stasiun Danau Alo. 4.2.3 Kondisi fisik

4.2.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas

Aksesibilitas menuju ke Stasiun Danau Alo via jalan darat dapat ditempuh kurang lebih 5 (lima) jam perjalanan (Gambar 6). Perjalanan menuju lokasi dapat dibagi ke dalam dua bagian perjalanan. Perjalanan dari kota Jambi menuju Desa Lubuk Kambing di Kecamatan Renah Mendaluh dan kemudian dilanjutkan dari desa menuju ke lokasi Stasiun Danau Alo. Adapun fasilitas yang terdapat di stasiun Danau Alo dalam rangka mendukung kegiatan program antara lain: kandang sosialisasi dua unit, gudang pakan orangutan dan peralatan satu unit, gudang mesin satu unit, bangunan administrasi kantor satu unit, dapur satu unit

dan tempat tinggal staf dan peneliti/tamu program empat unit (base camp) dan

tower penampungan air satu unit (Tabel 3). Stasiun OOS atau Suaka Orangutan Terbuka, Danau Alo ini juga memiliki hutan adaptasi yang telah dilengkapi dengan jalur-jalur pengamatan. Jalur-jalur pengamatan tersebut telah ditandai dengan cat pada pepohonan dan plat seng yang telah diberi nomor. Hal ini


(40)

dilakukan untuk mempermudah teknisi maupun peneliti saat melakukan kegiatan pemantauan orangutan pada saat adaptasi.

Tabel 3 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Danau Alo No. Fasilitas Jumlah

(unit) Fungsi Kondisi

1 Kandang 2 Kandang sosialisasi Baik 2 Gudang pakan dan

peralatan

1 Penyimpanan makanan dan peralatan kebersihan

Baik 3 Gudang mesin

generator

1 Penyimpanan mesin generator dan bahan bakar

Baik 4 Kantor administrasi 1 Penyimpanan data, tempat pertemuan

staf dan kegiatan lain

Baik 5 Dapur 1 Tempat memasak bagi staf, peneliti

dan tamu program

Baik 6 Mess tinggal 4 Tempat tinggal teknisi lapangan dan

tamu-tamu program/peneliti

Baik 7 Tower

penampungan air

1 Tempat penampungan air untuk keperluan stasiun

Baik

(A) (B) Gambar 6 Kondisi jalan (A) dan jembatan menuju Stasiun Danau Alo (B).

4.2.3.2 Iklim

Jumlah curah hujan menurut bulan yang terdapat di Stasiun Danau Alo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang diperoleh berdasarkan data pada tahun 2009 ialah 2238,5 mm/tahun dengan rata-rata sebesar 186,54 mm. Adapun jumlah hari hujan yang diperoleh dari data tahun 2009 sebanyak 105 hari dengan rata-rata hari hujan sebesar 8,75 hari (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2010). Selama pengamatan, diperolah suhu rata-rata harian di Stasiun Danau Alo sebesar 25° C (Lampiran 3).


(41)

4.2.3.3 Topografi

Stasiun Danau Alo berada pada wilayah datar yang dikelilingi oleh lereng terjal. Stasiun ini terletak pada elevasi kurang dari 150 m dpl yang merupakan bagian dari zona ekofloristic Jambi Block South of Kwantan. Posisi stasiun berada di sebelah tenggara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan posisi 253174 mT

dan 9862233 mU (102046’48” dan 1015’00”) (FZS 2011). Kawasan Stasiun

Danau Alo berada di dalam satu gugusan perbukitan yang membentang dari timur ke barat. Adapun kondisi lahan tertinggi yang berada di dalam kawasan sebagai areal yang berbukit-bukit. Kemiringan areal tersebut pada umumnya sangat curam (> 40%) yang mempunyai arti penting dalam fungsinya sebagai pengatur tata air (KKI Warsi 2008). Jenis tanah yang terdapat di daerah ini adalah berupa tanah podsolik dan memiliki tekstur tanah halus (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2010).

4.2.4 Kondisi biotik 4.2.4.1 Flora

Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar Stasiun Danau Alo pada umumnya tidak berbeda jauh dengan jenis flora di Stasiun Sungai Pengian. Beberapa jenis vegetasi dari tingkat pohon yang ada diantaranya yaitu kuduk

biawak (Xerospermum wallichi), aro (Ficus variegata), semantung (Ficus

trichocarpa), mahang (Macaranga triloba), meranti rambai (Shorea acuminata),

tempening (Quercus argentea), terap (Arthocarpus elaticus), ludai (Sapium

bacatium), kayu batu (Dacryodes incurvata), sangkuang (Dracontomelon dao),

simpur (Dillenia spp.) dan lain sebagainya.

4.2.4.2 Fauna

Jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar Stasiun Danau Alo pada umumnya juga tidak jauh berbeda dengan jenis fauna di sekitar Stasiun Sungai Pengian. Beberapa jenis satwa-satwa dilindungi di dalam Undang-Undang dan Peraturan

Pemerintah tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae),

beruang madu (Helarctos malayanus), pelanduk kecil (Tragulus javanicus), rusa

sambar (Cervus unicolor), pelanduk napu (Tragulus napu), rangkong (Buceros

sp), ungko (Hylobates agilis), simpai (Presbytis melalophos), tapir (Tapirus


(42)

(Muntiacus muntjak). Selain itu, ditemukan juga mamalia primata seperti simpai (Presbytis melalophos), ungko (Hylobathes agilis), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Pada kawasan ini ditemukan juga jenis reptil yaitu biawak (Varanus salvator).

4.2.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

Secara umum, kepadatan penduduk per km2 dari jumlah penduduk yang

terdapat di Kecamatan Renah Mendaluh yakni sebanyak 22,8 jiwa/km2 dengan

penyebaran penduduk sebesar 4,21 % (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2010). Umumnya mata pencaharian penduduk di sekitar Stasiun Danau Alo yaitu di Desa Lubuk Kambing adalah dengan bertani dan berladang. Selain pekerjaan utama, terdapat pekerjaan tambahan yang dilakukan seperti memancing dan menangkap ikan di sungai. Adapun masyarakat yang tinggal di Kecamatan Renah Mendaluh khususnya pada masyarakat sekitar stasiun berasal dari Suku Melayu yang menjalankan kehidupan tradisionalnya sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Melayu.

Masyarakat desa Lubuk Kambing telah melakukan sistem persawahan dalam pertanian mereka. Hasil pertanian dari sawah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup keluarga dan ada juga yang dijual ke pasar untuk membeli keperluan lainnya. Selain hasil dari sawah, masyarakat juga memiliki sumber mata pencaharian dari ladang. Tanaman pokok dari ladang masyarakat berupa karet dan sawit. Hasil ladang tersebut dijual kepada para pengusaha yang berada di lingkungan masyarakat.


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Keadaan orangutan di kandang sosialisasi

Orangutan yang terdapat pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi orangutan sumatera di Stasiun Sungai Pengian dan di Stasiun Danau Alo seluruhnya berjumlah 15 (lima belas) individu dimana 9 (sembilan) individu berada di Stasiun Sungai Pengian dan sebanyak 6 (enam) individu berada di Stasiun Danau Alo (Tabel 4). Seluruh individu orangutan yang berada pada kandang sosialisasi berasal dari hasil sitaan, hasil penyerahan dari masyarakat dan negara (hibah), individu yang lahir di kandang Pusat Karantina Medan dan yang lahir di hutan adaptasi Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera. Individu-individu orangutan terlebih dahulu berada dalam tahapan karantina yang terdapat di Pusat Karantina Orangutan Sumatera di Batu Mbeliin, Sumatera Utara.

Setelah melalui tahapan karantina, maka orangutan akan dikirim ke Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera di Jambi untuk kemudian diberikan tahapan sosialisasi. Data-data mengenai keadaan individu orangutan yang didatangkan ke pusat reintroduksi orangutan ialah seperti nomor individu, tahun datangnya orangutan ke pusat karantina, estimasi umur, nomor ID, dan daerah asal orangutan tersebut. Adapun pemberian nomor individu orangutan adalah berdasarkan nomor orangutan yang dikirimkan oleh Pusat Karantina Batu Mbeliin di Sibolangit, Sumatera Utara kepada Pusat Reintroduksi Orangutan di Jambi.

Pemberian nomor chip orangutan bertujuan untuk tanda pengenal. Chip

orangutan ditanam (implant) pada bagian tubuh orangutan sehingga apabila

terdapat suatu situasi orangutan hilang atau apabila terdapat orangutan yang dijual maka orangutan akan dapat dideteksi dengan adanya pemberian nomor chip. Selain pemberian nomor chip, terdapat pula pemberian nomor ID. Nomor ID ini diberikan dengan penandaan tato yang dicat pada orangutan. Nomor ID merupakan nomor orangutan yang masuk ke pusat karantina.


(44)

Tabel 4 Kondisi orangutan pada kandang sosialisasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera No. No.

individu

Tahun

datang Nama individu

Jenis kelamin

Estimasi umur (tahun)

Nomor ID Nomor chip Daerah asal Lokasi kandang 1 66 24/6/2006 Lita Betina 14 OU 90 000689D0C1 Malaysia (hibah) SSP

2 84 26/11/2006 Nyoman Bagus Fo Jantan 11 OU 103 ** Bali SSP

3 92 9/10/2007 Masita Betina 18 OU 98 00066D67E4 Raisun, NAD SSP

4 94 10/9/2007 Bobo Jantan 13 OU 106 000682FBE5 Medan SSP

5 121 6/4/2009 Barcelona Betina 14 OU 136 00066D6341 Binjai, Medan SSP 6 128 16/12/2009 Alex Jantan 8 OU 177 0006 B9871E Simalingkar, Medan SSP 7 129 12/16/2009 Frangkie Betina 8 OU 163 0006 B8F8B5 Tanjung Pura, Medan SSP

8 141 28/2/2011 Morgan Jantan 2 * ** Lahir di kandang SSP

9 140 28/2/2011 Meutia Betina 18 OU 143 0006831AFC Binjai, Medan SSP 10 142 28/2/2011 Jarot Pakpahan Jantan 4 OU 125 ** Padang Sidempuan, Medan SDA 11 125 16/12/2009 Ayu Betina 5 OU 109 000688343D8 Blangkejeren, NAD SDA 12 143 28/2/2011 Mambo Jantan 4 OU 193 0006 B967B2 Sibolangit, Medan SDA 13 90 2006 Mirriam Betina 4 OU 004 00066D7AF4 Lahir di kandang SDA 14 144 28/2/2011 Veni Betina 5 OU 196 0006E47A81 Langkat, Medan SDA 15 145 28/2/2011 Sun Gho Kong Jantan 7 OU 194 0006B95F1F Simalingkar, Medan SDA Keterangan :

SSP : Stasiun Sungai Pengian * : Belum diberikan nomor ID SDA : Stasiun Danau Alo ** : Belum diberikan nomor chip


(45)

Orangutan yang datang ke pusat reintroduksi pada masa awal kedatangan akan mendapatkan perawatan di sekitar kompleks kandang beberapa waktu hingga orangutan mendapatkan pelatihan adaptasi lanjutan. Beberapa waktu kegiatan tersebut digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (kandang sosialisasi, bunyi-bunyian dan kondisi sekeliling lingkungan baru), waktu untuk membiasakan diri terhadap makanan yang baru dan berbeda (buah hutan yang mungkin belum pernah didapatkan sebelumnya), waktu untuk terbiasa dan percaya kepada teknisi yang baru, waktu untuk terbiasa dengan jadwal pemberian makanan rutin yang baru dan waktu untuk mempelajari berbagai teknik pemberian pakan baru (memanfaatkan pakan hutan, pakan pengayaan dan pakan tambahan). Orangutan yang berada pada kandang sosialisasi akan diatur pemeliharaannya dengan mengelola kesehatan dan kesejahteraan orangutan (Pratje 2006).

Individu-individu ini terdiri dari estimasi umur mulai dari 2 tahun hingga 18 tahun. Seluruh individu orangutan selama penelitian masih berada pada kandang sosialisasi. Orangutan yang dikirim ke stasiun reintroduksi pada umumnya berasal dari Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Orangutan yang berada di pusat reintroduksi secara bersama-sama dikelola oleh pihak manajemen. Pihak manajemen terdiri dari teknisi/staf, dokter hewan, manajer stasiun, manajer reintroduksi dan direktur oleh LSM-FZS di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (Lampiran 4).

Secara khusus, bagi orangutan yang terdapat pada kandang sosialisasi maka kegiatan manajemen dilaksanakan oleh staf/teknisi, dokter hewan dan manajer stasiun. Jumlah staf yang mengurusi kegiatan reintroduksi di Stasiun Sungai Pengian berjumlah sebanyak 6 (enam) orang dan jumlah staf yang mengurusi kegiatan reintroduksi di Stasiun Danau Alo berjumlah 6 (enam) orang. Terdapat juga seorang dokter hewan yang bertugas untuk merawat dan memberikan pengobatan bagi orangutan di Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo.

Staf/teknisi bertugas untuk mengurus, membersihkan, merawat kandang dan lokasi sekitar stasiun, memberikan makanan bagi orangutan yang telah diatur

dalam jadwal pemberian pakan, menyekolahkan orangutan (jungle school) yang

masih memiliki sifat jinak (khususnya bagi orangutan pada struktur umur anak), pemeliharaan trail, melakukan plot fenologi tumbuhan pakan orangutan di hutan


(46)

yang berada pada sekitar kandang sosialisasi, melakukan pemantauan kembali orangutan (bagi orangutan yang sudah dilepasliarkan) dengan penggunaan protokol harian. Selanjutnya dokter hewan melakukan perawatan kesehatan bagi orangutan dalam hal pencegahan penyakit dan mengecek kesehatan orangutan pada kandang serta terdapat pula program telemetri untuk memantau orangutan pada habitat alam yang sudah dilepasliarkan. Berdasarkan hal tersebut, pengamatan yang dilakukan terhadap manajemen pakan orangutan yang diamati pada kandang sosialisasi ada sebanyak 6 (enam) individu masing-masing menurut kelas umur dan jenis kelamin (Tabel 5).

Tabel 5 Data individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera

No Nomor ID

Nama individu

Keadaan fisik

orangutan Nomor chip Lokasi stasiun 1 OU 106 Bobo Jantan, dewasa muda 000682FBE5 Sungai Pengian 2 OU 98 Masita Betina, dewasa muda 00066D67E4 Sungai Pengian 3 OU 177 Alex Jantan, remaja 0006 B9871E Sungai Pengian 4 OU 163 Frangkie Betina, remaja 0006 B8F8B5 Sungai Pengian 5 OU 193 Mambo Jantan, anak 0006 B967B2 Danau Alo 6 OU 004 Mirriam Betina, anak 00066D7AF4 Danau Alo

Individu orangutan yang menjadi sampel penelitian diambil dari kelas umur anak, remaja dan dewasa muda. Ada 4 (empat) individu orangutan yang diamati pada kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian yaitu Bobo, Masita, Frangkie dan Alex. Selanjutnya, 2 (dua) individu yang diamati pada kandang sosialisasi di Stasiun Danau Alo yaitu Mambo dan Mirriam. Terdapat dua jenis kandang bagi orangutan selama berada di pusat reintroduksi yaitu kandang sosialisasi dan kandang karantina. Pada penelitian yang dilakukan, pengamatan terhadap manajemen pakan diamati pada kandang sosialisasi (Gambar 8 dan 9).

Kandang sosialisasi dirancang dengan membuat blok-blok kandang sesuai dengan ukuran luas masing-masing. Kondisi kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian dirancang sedemikian rupa oleh pengelola dengan pemilihan alasan bahwa orangutan sumatera merupakan spesies arboreal (hidup di pohon) yang menghabiskan waktunya hampir 99 % dari hidupnya berada di atas pohon. Dengan demikian agar nantinya dapat merangsang habitat orangutan arboreal seperti yang terdapat di alam maka desain ukuran kandang dibuat setinggi


(47)

mungkin untuk dapat membangkitkan kemampuan orangutan memanjat dan bergerak jauh dari tanah.

Hal lain yang juga dipertimbangkan dalam merancang kandang adalah agar individu orangutan dapat mengurangi kontak langsung dengan staf/teknisi serta pertimbangan bahwa kesehatan dan kesejahteraan orangutan di dalam kandang dapat terpelihara yang sesuai dengan tuntutan ekologi dalam pemeliharaan satwa dalam kandang. Pada kandang sosialisasi dibuat pengaturan ruangan dan fasilitas untuk kenyamanan orangutan. Pengaturan kompleks kandang didesain setinggi 2,5 meter dari permukaan tanah agar orangutan yang ditempatkan di kompleks kandang tidak pernah menyentuh permukaan tanah dan dapat merasakan hidup sebagai satwa arboreal. Desain kandang yang dibuat harus dapat mencegah kotoran dan kulit-kulit buah tidak tinggal di dalam kandang. Lantai kandang dibuat berjeruji dengan maksud agar kotoran dan kulit-kulit buah dapat jatuh ke lantai dasar.

Selanjutnya, fasilitas yang disediakan berupa ayunan, tali-tali, tali ban (bungee) dan platform harus dipasang untuk dapat menghubungkan setiap sisi dan sudut kandang sehingga apabila orangutan berjalan di bawah maka tidak perlu

pindah dari satu tempat menuju tempat lain. Pemasangan tali ban (bungee) di

dalam kandang dibuat agar dapat merangsang orangutan mencoba memanjat pada material yang bersifat elastis. Pemasangan cabang-cabang pohon juga ditempatkan pada setiap sudut kandang sebagai peralatan alami yang mendorong orangutan melakukan pengendusan, merasakan dan menggerogoti dibandingkan hanya memberikan peralatan-peralatan buatan saja. Dengan demikian, cabang-cabang pohon tersebut pada suatu waktu akan membusuk dan patah sehingga orangutan akan dapat merasakan bahwa fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang tidak stabil seperti yang terdapat sama dengan saat berada di dalam hutan.

Fasilitas yang terdapat di dalam kandang juga menyediakan kebutuhan orangutan saat melakukan aktivitas tidur dan istirahat dengan menyediakan sarang buatan. Sarang buatan dibuat dari besi dan bersifat permanen berbentuk keranjang. Pada pembuatan fasilitas peralatan makanan tidak dipasang secara permanen di kompleks kandang. Hal ini dilakukan dengan alasan karena akan dapat mengurangi perebutan makanan oleh orangutan ketika waktu makan tiba.


(48)

(A) Bobo, jantan dewasa (B) Masita, betina dewasa

(C) Frangkie, betina remaja (D) Alex, jantan remaja

(E) Mambo, jantan anak (F) Mirriam, betina anak

Gambar 7 Keenam individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera.


(49)

 (A)

(B) Keterangan ukuran kandang :

1. Kandang I (Kandang perangkap)

2. Blok kandang II (Kandang sosialisasi pisah) 3. Blok kandang III dan VI (Blok sosialisasi) 4. Blok kandang IV (Blok sosialisasi pisah) 5. Blok kandang V (Lorong antar blok)

Gambar 8 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian (B).

Tangga

Lantai kandang atas

VI

(Masita, Frangkie dan Alex) IV

III

(Masita, Frangkie dan Alex)

V II

(Bobo)

I

U


(50)

(A)

(B)

Gambar 9 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Danau Alo (B).

Selain itu dapat pula memberikan keleluasaan kepada teknisi untuk memberikan makanan yang cukup kepada setiap individu orangutan dimana kuantitas makanan yang diberikan harus sesuai dengan ukuran yang telah disesuaikan dengan pengaturan makanan, kondisi dan situasi orangutan. Adapun fasilitas penyediaan pipa-pipa tempat air minum dipasang pada jeruji bagian luar kompleks kandang untuk memberikan suplai air minum kepada orangutan. Semua fasilitas tersebut dipasang dengan jarak sedemikian rupa sehingga antara satu individu orangutan dengan orangutan lainnya tidak terganggu. Pada desain

  III

  II

IV (Miriam, Mambo)  

 

I

U

4 m 4 m

3 m


(51)

kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian terdapat kandang I (kandang perangkap) yang berukuran 1,5 m x 2 m dan blok kandang V (lorong antar blok) yang berukuran 3 m x 1 m. Kandang perangkap berfungsi untuk memindahkan orangutan atau memisahkan orangutan yang satu dengan lainnya sebagai contoh

saat akan diberikan pembiusan (treatment) orangutan sehingga diperlukan ruang

yang lebih kecil untuk membantu proses pembiusan orangutan.

Pada blok kandang II dan IV (kandang sosialisasi pisah) dengan ukuran 4 m x 4 m, biasanya kandang sosialisasi pisah diperuntukkan untuk 1 (satu) orangutan besar yang tidak boleh digabung dengan orangutan lainnya. Blok kandang III dan VI (blok sosialisasi) yang berukuran 6 m x 6 m diperuntukkan untuk kandang orangutan yang biasa digabungkan dengan individu lainnya. Adapun daya tampung dengan jumlah maksimum orangutan yang berada di blok sosialisasi yaitu sebanyak 6-7 individu (jika struktur umur anak), struktur umur remaja hingga dewasa muda dengan jumlah maksimum 4-5 individu.

Manajemen perkandangan pada kedua stasiun dirancang agar orangutan dapat dirawat di dalam kandang sebelum pelepasliaran dan memberikan kenyamanan bagi orangutan seideal mungkin. Sozer (2005) diacu dalam Pramesywari (2008) menyatakan bahwa kandang dapat dikatakan ideal apabila memiliki luasan yang cukup bagi pergerakan satwa dimana kandang yang semakin luas akan semakin baik dan sedapat mungkin lingkungan kandang harus mirip dengan habitat alaminya. Pada kandang sosialisasi yang berada di Stasiun Danau Alo, kandang tersebut dirancang untuk orangutan yang kecil/remaja yang masih memiliki sifat jinak dan akan berada di kandang dalam waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dan bersosialisasi.

Dengan demikian ukuran kandang di Stasiun Danau Alo dirancang tidak

terlalu besar agar dapat lebih mudah untuk melakukan treatment pengadaptasian

orangutan. Kandang sosialisasi ini berukuran 3 x 4 m. Kandang sosialisasi pada Stasiun Danau Alo dirancang dalam 1 (satu) blok dengan jumlah maksimum sebanyak 3-4 individu orangutan. Kedua kandang sosialisasi yang diamati baik di Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo di dalamnya disediakan dan dilengkapi beberapa manipulasi seperti keadaan di hutan alam. Adapun bentuk


(52)

manipulasi yang disediakan yaitu seperti tali dan ayunan karet yang dimanipulasi dari akar-akar liana yang terdapat juga di hutan.

Oleh sebab itu, orangutan dapat belajar untuk memanjat, berayun ataupun dapat menggelayut dengan karet seperti halnya orangutan menggunakan liana di hutan. Pada kandang sosialisasi terdapat juga sarang buatan permanen yang terbuat dari besi dengan tujuan agar orangutan dapat membangun dan membentuk sarang mereka sendiri dari dahan dan ranting-ranting pohon. Selain hal itu, terdapat batang kayu yang diikat dengan karet di dalam kandang. Batang kayu ini diperuntukkan agar orangutan juga dapat mulai membiasakan berpegangan, bergerak atau pun berjalan pada batang pohon apabila nantinya orangutan dilepasliarkan di habitat alam.

Kandang sosialisasi tersebut dirancang dengan blok-blok sesuai dengan ukuran kandang. Kandang sosialisasi memiliki tujuan sebagai tempat orangutan untuk dapat bersosialisasi dengan individu lainnya, sebagai tempat untuk memperkenalkan jenis-jenis pakan seperti pakan utama, pakan pengayaan (enrichment), pakan hutan maupun pakan tambahan sebelum orangutan dilepaskan ke habitat alam.

5.1.2 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi 5.1.2.1 Pembagian pakan orangutan

Pusat reintroduksi orangutan sumatera memiliki beberapa pembagian pakan orangutan. Pakan ini dapat dibedakan atas 4 (empat) bagian yaitu pakan utama,

pakan pengayaan (enrichment), pakan hutan dan pakan tambahan (suplemen).

Pakan diberikan sesuai dengan jadwal pemberian pakan orangutan yang telah

diatur di dalam waktu makan (time schedule) oleh pengelola di pusat reintroduksi

orangutan. Pakan utama orangutan adalah pakan harian yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan hidup orangutan selama pemeliharaan di kandang sosialisasi. Pakan utama diberikan sebanyak 5 (lima) kali dimana waktu pemberian dilakukan setiap 2 (dua) jam sekali yang dimulai pada pukul 08.00 WIB (setelah pembersihan kandang pagi hari) dan terakhir pada pukul 16.00 WIB (setelah pembersihan kandang sore hari).

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh bahwa terdapat sebanyak 24 (dua puluh empat) jenis pakan utama yang diberikan kepada


(53)

orangutan di kandang sosialisasi (Tabel 6). Aneka jenis pakan ini diberikan pada kedua stasiun yaitu Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo. Adapun pemberian pakan nasi pada orangutan tersebut diberikan apabila kondisi orangutan sakit dan saat terjadinya kondisi ekstrim yaitu kekurangan pakan (seperti buah-buahan) di dalam stasiun.

Tabel 6 Jenis-jenis dan kelompok pakan utama orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera

No. Jenis-jenis pakan Kelompok pakan

Bentuk dan bagian pakan yang diberikan

Kondisi kematangan pakan 1 Jagung, pisang,

tomat, kedondong, pepaya, nangka, nanas, kundur

Buah-buahan Utuh, potongan (buah)

Matang dan setengah matang

2 Labu siam, kacang panjang, kembang kol, wortel, terung, mentimun, buncis, kubis, *daun

singkong, pakis, labu

Sayur-sayuran Utuh, potongan (buah, daun, umbi

akar)

Matang

3 Ubi jalar, bengkoang,*kentang

Umbi-umbian Utuh, potongan (umbi akar)

Matang 4 Tebu, rebung Lain-lain Utuh, potongan

(batang, biji, batang muda)

Matang

Keterangan :

* : Jenis pakan yang diberikan dengan cara direbus

Pakan pengayaan (enrichment) diberikan oleh pengelola sebagai

stimulator/pemacu orangutan agar memiliki aktivitas selama berada di dalam kandang sosialisasi. Pakan pengayaan sama halnya dengan semua pakan utama tetapi pakan pengayaan disajikan berbeda sesuai dengan jenis pengayaan perilaku yang diberikan. Pengayaan perilaku diberikan untuk mengurangi kebosanan orangutan dan memacu orangutan untuk menumbuhkan kembali perilaku alaminya. Pakan pengayaan diperoleh oleh orangutan setelah melakukan manipulasi-manipulasi alat pengayaan yang dibuat oleh pengelola. Beberapa jenis

pengayaan (enrichment) yang diberikan adalah buah yang diambil dengan

tongkat/kayu (stick), buah di dalam wadah bola hijau/selang api, buah di dalam

wadah kong dan karung (Gambar 10).

Bagian pakan berikutnya adalah pakan hutan. Tujuan pemberian pakan hutan adalah pengenalan bagi orangutan terhadap pakan-pakan yang akan diperoleh ketika orangutan dilepasliarkan di dalam hutan. Pemberian pakan hutan


(54)

diharapkan dapat membantu adaptasi orangutan untuk mengenal kembali pakan hutan yang sudah lama tidak mereka konsumsi.

(A) (B) Gambar 10 Kong sebagai wadah pakan pengayaan (A) dan pakan yang

dimanipulasi dalam karung (B).

Ada sebanyak 9 (sembilan) jenis pakan hutan yang diperkenalkan selama penelitian dilakukan di pusat reintroduksi (Tabel 7).

Tabel 7 Jenis pakan hutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera

No. Jenis pakan Nama ilmiah Bagian yang diberikan 1 Kayu batu Dacryodes incurvata Buah

2 Kedondong hutan Santiria rubiginosa Buah

3 Pisang hutan Musa malaccensis Buah, stem, daun muda

4 Sebekal Fordia johorensis Daun muda, daun tua, batang muda 5 Semantum Ficus trichocarpa Buah, daun muda

6 Bambu Bambusa sp Batang muda, pucuk daun 7 Tepus Etlingera solaris Stem

8 Rotan Callamus spp. Buah, umbut

9 Rayap pohon Neotermes dalbergiae Sarang dan rayap (serangga)

Keterangan :

Stem : Bagian tengah batang

Adapun pemberian pakan hutan yang hanya tersedia sebanyak 9 (sembilan) macam. Hal ini terjadi karena pada waktu penelitian dilakukan adalah saat dimana sedang musim kering (miskin buah) di hutan sekitar pusat reintroduksi orangutan. Oleh sebab itu, macam-macam pakan yang diberikan kepada orangutan hanya terdiri dari buah dari pohon yang memiliki buah pada waktu musim kering. Pengelola stasiun reintroduksi orangutan juga memberikan pakan tambahan bagi


(1)

   

Lampiran 5 Durasi makan orangutan

Frekuensimakan 1

Namaindividu

Waktumakan (WIB)

Ulangan Durasimakan I II III IV V VI VII menit:detik

Masita 08.00 6:13 13:17 7:43 0:25:27 18:03 0:30:06 10:11 15:52

Bobo 08.00 3:05 4:42 1:41 4:05 7:46 5:01 5:08 4:35

Alex 08.00 10:33 8:28 10:30 14:34 8:14 5:46 6:42 9:15

Frangkie 08.00 10:44 8:00 9:48 2:58 0:58 7:18 2:36 6:03

Mambo 08.00 8:07 5:55 8:00 15:14 7:45 8:31 4:56 8:21

Mirriam 08.00 15:29 16:46 16:22 14:26 15:27 17:43 15:33 15:58

Frekuensimakan 2

Namaindividu

Waktumakan (WIB)

Ulangan Durasimakan I II III IV V VI VII menit:detik

Masita 10.00 13:46 10:35 15:01 5:39 7:29 5:30 10:11 9:44

Bobo 10.00 0:06 4:11 1:41 7:12 6:53 8:34 6:30 5:01

Alex 10.00 1:42 2:31 3:11 5:06 4:14 9:19 2:35 4:05

Frangkie 10.00 5:06 4:32 4:48 3:26 8:17 7:03 14:42 6:50

Mambo 10.00 6:34 6:47 9:38 4:09 6:06 9:04 7:42 7:08

Mirriam 10.00 21:02 8:52 16:53 7:55 14:35 9:24 11:06 12:50


(2)

   

Lampiran 5 lanjutan

Frekuensimakan 3

Namaindividu

Waktumakan (WIB)

Ulangan Durasimakan I II III IV V VI VII menit:detik

Masita 12.00 12:01 2:31 9:57 0:57 10:12 7:43 12:28 7:58

Bobo 12.00 5:47 7:35 5:16 9:17 8:42 6:56 5:01 6:56

Alex 12.00 1:42 9:37 10:49 6:46 8:55 9:45 7:54 7:55

Frangkie 12.00 7:19 11:27 3:34 5:47 8:09 3:54 3:19 6:12

Mambo 12.00 10:59 7:02 7:31 11:16 7:37 13:23 6:00 9:06

Mirriam 12.00 16:40 9:07 6:01 12:58 10:08 9:57 10:28 10:45

Frekuensimakan 4

Namaindividu

Waktumakan (WIB)

Ulangan Durasimakan I II III IV V VI VII menit:detik

Masita 14.00 5:56 8:15 9:46 6:05 9:01 4:40 5:01 6:57

Bobo 14.00 8:21 9:27 3:44 0:27:20 5:10 4:09 7:40 9:24

Alex 14.00 7:30 7:18 11:36 7:29 5:32 7:20 5:09 7:25

Frangkie 14.00 4:07 6:19 1:40 5:55 2:31 4:32 2:02 3:52

Mambo 14.00 8:11 6:03 7:42 6:03 8:00 8:13 6:00 7:10

Mirriam 14.00 8:00 11:39 6:47 16:47 7:56 15:07 11:34 11:07


(3)

   

Lampiran 5 lanjutan

Frekuensimakan 5

Namaindividu

Waktumakan (WIB)

Ulangan Durasimakan I II III IV V VI VII menit:detik

Masita 16.00 14:27 10:41 14:38 12:06 13:42 9:17 6:24 11:36

Bobo 16.00 7:34 6:37 8:00 6:22 8:51 8:29 5:15 7:18

Alex 16.00 6:37 4:31 6:28 8:58 5:43 8:49 8:49 7:07

Frangkie 16.00 10:35 12:08 14:00 1:52 8:39 7:50 7:21 8:55

Mambo 16.00 14:28 9:30 11:39 8:47 8:58 13:38 14:38 11:39

Mirriam 16.00 18:50 16:22 20:02 18:21 0:24:44 0:24:50 18:20 20:12


(4)

80   

Lampiran 6 Panduan wawancara kepada teknisi

Pedoman wawancara mendalam

Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Informan : Teknisi (Animal keeper)

Hari/tgl wawancara :

Lokasi wawancara :

Nama dan umur informan :

Jabatan :

1. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai teknisi di Pusat Reintroduksi

Orangutan?

2. Apa alasan anda mau bekerja di Pusat Reintroduksi ini?

3. Bagaimana kesan pengelolaan yang anda dapatkan selama anda bekerja?

4. Bagaimana sajakah kegiatan yang Anda lakukan pada orangutan tersebut?

5. Bagaimanakah kegiatan pembersihan dan perawatan yang Anda lakukan

khususnya pada kandang sosialisasi tersebut?

6. Adakah perawatan kesehatan yang diberikan pada orangutan di kandang

sosialisasi tersebut? Jika ada, apa saja?

7. Menurut Anda berapakah luasan ideal yang dipergunakan untuk kandang

sosialisasi ini?

8. Menurut Anda, apakah luasan areal sudah sesuai dengan jumlah orangutan

yang berada pada setiap kandang tersebut?

9. Kendala apa saja yang ditemukan selama anda bekerja? 10.Berapa ekor orangutan yang mati selama anda mengelolanya? 11.Perlakuan apa saja yang anda berikan pada orangutan tersebut?

12.Apakah ada upaya dari pengelola reintroduksi atau pemerintah untuk

meningkatkan keterampilan dan keahlian para teknisi di tempat ini? 13.Bagaimana harapan anda mengenai pengelolaan di Pusat Reintroduksi ini?


(5)

81   

Lampiran 7 Panduan wawancara kepada masyarakat

Pedoman Wawancara Mendalam Mengenai Pusat Reintroduksi Orangutan Informan : Masyarakat

Hari/tgl wawancara :

Lokasi wawancara :

Nama dan usia informan :

1. Apakah anda mengetahui mengenai adanya orangutan di daerah ini?

2. Apakah anda mengetahui ada Pusat Reintroduksi di daerah anda?

Apakah anda mengenal para teknisi atau pengelola Pusat Reintroduksi tersebut?

3. Sudah berapa lama anda tinggal di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan?

4. Bagaimanakah menurut Anda pengaruh keberadaan adanya Pusat

Reintroduksi Orangutan ini?

5. Apakah Anda merasakan ada dampak positif dengan adanya orangutan di

daerah ini? Jika ada, apa saja?

6. Apakah ada kerugian yang anda rasakan dengan adanya orangutan di

daerah ini? Jika ada, kerugian seperti apa?

7. Pernahkah anda memberitahukan hal tersebut (kerugian yang anda

rasakan) kepada pengelola reintroduksi? 8. Bagaimana respon dari pihak pengelola?

9. Bagaimana menurut Anda jenis pakan yang diberikan untuk orangutan

tersebut? Apakah sudah sesuai dengan pakan alaminya?

10.Pernahkah anda masuk ke dalam lokasi reintroduksi orangutan?

11.Bagaimana menurut anda pengelolaan orangutan pada kandang sosialisasi

tersebut?


(6)

82   

Lampiran 8 Daftar nama-nama informan (pengelola dan teknisi) yang diwawancarai

1. JPS (29 tahun) 2. Ark (23 tahun) 3. RS (26 tahun) 4. PA (40 tahun) 5. Evn (21 tahun) 6. Ryn (23 tahun) 7. Nsrl (22 tahun)

Lampiran 9 Daftar nama-nama informan (masyarakat) yang diwawancarai 1. Hrmn (24 tahun)

2. Bhki (28 tahun) 3. Sndi (32 tahun) 4. Ftm E (35 tahun) 5. M. Srf (35 tahun) 6. M. Sykr (37 tahun) 7. Bpk. Htt (40 tahun) 8. Zjmn (40 tahun) 9. Bpk. Sdrmn (45 tahun) 10. Ksng (45 tahun) 11. Ibu. Tss (46 tahun) 12. Tbi (49 tahun) 13. Bpk. Usm (50 tahun) 14. Msra (50 tahun) 15. Bkh (53 tahun) 16. M. Nr (59 tahun) 17. Ahmh (66 tahun) 18. Dmri (66 tahun)