Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara

(1)

TORU BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai Gelar

Sarjana Sains

RAHMAD ZUBEIR HARAHAP

090805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Judul : Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Rahmad Zubeir Harahap

Nomor Induk Mahasiswa : 090805034

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Desember 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing1

Panut Hadisiswoyo, M.Sc Drs. Arlen Hanel John, M.Si Founding Director YOSL-OIC NIP. 19581018 199003 1 001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(3)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827) DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BATANG

TORU BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2013

Rahmad Zubeir Harahap 090805034


(4)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nya pula setelah melalui berbagai rintangan akhirnya skripsi ini dapat selesai. Skripsi

dengan judul “PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongoo

abelii Lesson, 1827) DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BATANG TORU

BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA” didedikasikan untuk Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendukung dan berkorban demi pendidikan dan masa depan penulis. Skripsi ini mungkin tidak bisa menggantikan pengorbanan yang sudah Ayah dan Ibu lakukan, namun dengan skripsi ini penulis ingin menunjukkan betapa pengorbanan Ayah dan Ibu sangat berarti.

Penyusunan skripsi ini tentunya melibatkan dari bantuan banyak pihak, dan untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayah dan Ibu Tercinta serta keluarga yang selalu mendukung dan memberikan bantuan selama penyusunan skripsi ini.

2. Abangda Sanusi dan Nurmila yang telah membiayai perkuliahan penulis sampai selesai.

3. Dekan FMIPA USU Dr. Sutarman, M.Sc yang selalu menyemangati dan memberi arahan yang baik agar terciptanya suasana kampus yang kondusif serta selalu mendengarkan suara mahasiswa.

4. Drs. Arlen Hanel John, M.Si dan Panut Hadisiswoyo, M.Sc sebagai pembimbing skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan sejak penulis memulai proposal penelitian sampai dengan skripsi ini selesai.

5. Dr. Erni Jumilawaty, M.Si dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS sebagai penguji I dan Penguji II, yang telah memberikan banyak saran dan masukan serta keluangan waktu untuk mengkoreksi skripsi ini sehingga lebih baik lagi. 6. Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center

(YOSL-OIC) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis memiliki kesempatan untuk meneliti orangutan Sumatera.

7. Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) terutama YEL Pandan di Tapanuli Tengah sebagai salah satu sponsor penelitian ini, yang telah memberikan materi dan dukungan yang luar biasa. Ibu Gabriela Frederickson yang telah memberikan begitu banyak bantuan baik materi dan moril selama penulis berada di lapangan. Kepada Mathew Nowak terimakasih atas keluangan waktu yang diberikan untuk berdiskusi.

8. Abangda Ronald Andreas S.Hut sebagai manager lapangan Stasiun Penelitian Batang Toru dan Abangda Koko Yustian S.Si, Jimmy Hutagaol S.Hut, Nardi, Etty, Dosman Sitompul, Ulil Amri, Alamsyah Nasution sebagai asisten


(5)

9. Staf YEL Pandan Tapanuli Tengah kak Rita, Lina, Friska dan bang Eben juga kepada Bapak Siti yang luar biasa pengorbanannya mengantarkan bahan makanan setiap minggu ke hutan. Kedatanganmu bapak sangat kami harapkan di setiap hari Jum’at.

10. Spesial thank’s to: Arfah Nasution dan Siska Handayani sebagai partner penelitian. Terimakasih telah memberikan semangat dan menjadi keluarga sekaligus sahabat selama penulis berada di Kawasan Hutan Batang Toru. 11. Nurasiah Harahap, Ummi Saudah Harahap dan juga ponakanku yang

lucu-lucu dan imut-imut (Ririn, Afgan, Rizka dan Dahyar) senyuman, tawa dan tangisan kalian sungguh enak didengar.

12. Rekan-rekan mahasiswa Biologi FMIPA USU (Zulfan, Afni, Nurul, Fauziah, Fivin, Fika, Wulan, Icip, Putri, Rita, Esy dkk). Rekan-rekan dari ALKAMIL MEDAN, UKMI AL FALAK, Inkubator Sains USU, Biopalas, PEMA, IPKB, Paguyuban KSE USU yang telah memberikan warna bagi kehidupan penulis selama di Kampus USU.

13. Sahabat-sahabat terbaik penulis Andrean, Ansor, Ambosa, Sufyan, Parwis, Marwan, Hakim, Nagan, Mamat, Hasry, Nurul, Anwar, Amrun, Ontang, Fery, Alfian, Syarif, Daud, Malik, Isnan, Yasman, Saddam, Ricky, Faisal, Abduh, Mustofa, Taqwa. Sahabatku, semoga kita tetap bisa berkumpul lagi walau sesaat untuk bercerita tentang mimpi-mimpi konyol yang pernah ada sewaktu

di Asrama Nurul „Ilmi. Penghuni setia wisma Ar-Rijal Sufyan, Ramlan,

Parwis, Iskandar, Abdurrahman Pebe, Fenda, Martua, Marwan besi dan bang Marwan. Terimakasih atas canda tawa dan presser-presser yang luar biasa. Semangat.

Tentunya masih banyak pihak yang membantu penyusunan skripsi ini dan mohon maaf apabila penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu. Penulis juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Yayasan Ekositem Lestari-Pandan apabila ada kesalahan selama penulis berada di Lapangan. Dengan selesainya skripsi ini, penulis berharap pembaca akan lebih memperhatikan kelestarian satwa liar Indonesia. Semoga apa yang disajikan dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan kelestarian orangutan di Indonesia.

Medan, November 2013


(6)

Rahmad Zubeir Harahap lahir di Kota Padangsidimpuan 28 April 1991 tepatnya di Desa Ujunggurap. Menempuh pendidikan Sekolah Dasar 200305 Padangsidimpuan, SMPN 10 Padangsidempuan, SMA Swasta Nurul „Ilmi Padangsidimpuan dan pendidikan S1 di Departemen Biologi Univesitas Sumatera Utara pada tahun 2009 melalui Jalur UMB dan lulus pada tahun 2013.

Selama menempuh pendidikan di Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara, aktif di berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), seperti Inkubator Sains USU, UKMI AL-Falak, Pemerintahan Mahasiswa, Biopalas, IPKB Biologi dan Paguyuban KSE USU. Pada tahun 2010 memperoleh Beasiswa peduli orangutan dari YOSL-OIC untuk meneliti orangutan Sumatera. Berpartisipasi dalam Young Leader Summit Indonesia (YLS) 2011 di Cisarua Bogor. Memperoleh Beasiswa Indofood Sukses Makmur Tbk dari Karya Salemba Empat (KSE) dan mengikuti Indofood Leadership Camp 1 dan 2 di Akademi Militer Magelang dan Indofood Leadership Camp 3 di Bandung pada tahun 2012 sebagai perwakilan USU. Pada tahun yang sama finalis dalam kompetisi Kewirausahaan di Universitas Andalas oleh M. Runo Foundation. Tahun 2012 lulus Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Perilaku Makan dan Kandungan Nutrien Makanan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Dalam Konservasi Ex Situ di Kebun Binatang Medan” didanai pada tahun 2013 di bawah bimbingan Drs. Arlen Hanel Jhon, M.Si. Semasa kuliah juga aktif sebagai Koordinator dan Asisten di Laboratorium Sistematika Hewan. Tenaga pengajar di Kampung Belajar (KABEL USU) dengan mempersiapkan anak-anak yang tidak mampu mengikuti bimbingan belajar untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) secara suka rela. Anak-anak tersebut dikumpulkan dari berbagai sekolah di Kota Medan untuk diajari dan dipersiapkan untuk masuk PTN.


(7)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii

Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat-Tapanuli Utara” telah dilakukan. Pengumpulan data mulai dari bulan Februari hingga April 2013. Pengamatan perilaku makan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling-Instantaneous-Ad Libitum Sampling. Obeservasi dilakukan selama 339,31 jam. Persentase jenis makanan orangutan jantan remaja yaitu: buah 69,8%, daun 16,2%, umbut 10,1%, bunga 2,4% dan serangga 1,5%. Persentase jenis makanan orangutan betina dewasa yaitu: buah 65,5%, daun 15,51%, umbut 8,6%, kulit kayu 6,6%, bunga 2,1% dan serangga 2,1%. Persentase jenis makanan orangutan betina remaja yaitu: buah 57,3%, daun 15,53%, umbut 13%, bunga 12,3%, kulit kayu 1,2% dan serangga 0,9%. Perilaku makan orangutan Batang Toru adalah menggunakan buah sebagai makanan utama dan selanjutnya berupa makanan alternatif yaitu daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga. Makanan yang diperoleh terdiri dari 63 spesies tumbuhan dan dua spesies serangga. Penggunaan alat tidak ditemukan pada orangutan Batang Toru dalam memproses makanan. Penggunaan kanopi pohon pada saat makan oleh orangutan betina dewasa yaitu: kanopi bawah 10,19%, kanopi tengah 63,82% dan kanopi atas 25,97%. Orangutan betina remaja yaitu: kanopi bawah 3,81%, kanopi tengah 62,45% dan kanopi atas 33,72%. Orangutan jantan remaja yaitu: kanopi bawah 5,61%, kanopi tengah 78,06% dan kanopi atas 16,31%.

Kata Kunci: Perilaku Makan, Pongo abelii, Stasiun Penelitian Batang Toru, Kanopi Pohon


(8)

ABSTRACT

The study of "Feeding Behaviour Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) at Batang Toru Forest Research Station West Block-North Tapanuli" was conducted from February to April 2013. Observation of feeding behaviour was performed using Focal Animal Sampling - Instantaneous - Ad Libitum method. The observation was done for 339,31 hours in total. Percentage of food consumed by adolescent male orangutan was comprised of 69,8% fruits, 16,2% leaves, 10,1% pith, 2,4% flowers, and 1,5% insects. Percentage of food consumed by adult female orangutan was comprised of 65,5% fruits, 15,51% leaves, 8,6% pith, 6,6% bark, 2,1% flowers, and 2,1% insects. Percentage of food consumed by juvenile female orangutan was comprised of 57,3% fruits, 15,53% leaves, 13% pith, 12,3% flowers, 1,2% bark and 0,9% insects. It was observed that Batang Toru orangutans in the study area mainly feed on fruits as the main food and alternative foods include leaves, pith, flowers, bark and insects. Foods consumed by the orangutans in the study area consists of 63 species of plant and two species of insect. The use of tool was not found in Batang Toru orangutan for extracting food. The use of tree’s canopy for feeding by adult female orangutan is 10,19% in lower canopy, 63,82% in middle canopy and 25,97% at the top of canopy. For juvenile female orangutan, 3,81% spend in lower canopy for feeding, 62,45% in middle canopy and 33.72% in the top canopy. While adolescent male orangutan spend 5,61% in lower canopy for feeding, 78,06 % in middle canopy and 16,31% in top canopy

Keywords : Feeding Behavior , Pongo abelii , Batang Toru Research Station , Tree Canopy


(9)

Halaman

Persetujuan Komisi Pembimbing i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Biodata Penulis v

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Daftar Tabel xii

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Taksonomi Orangutan 4

2.2 Morfologi Orangutan 5

2.3 Perilaku Makan Orangutan 6

2.4 Daya Dukung Habitat 10

2.5 Kondisi dan Penurunan Habitat 12

2.6 Fragmentasi habitat 13

BAB 3 Bahan dan Metode 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 16

3.2 Deskripsi Area 17

3.3 Alat dan Bahan 18

3.4 Objek Penelitian 18

3.5 Metode penelitian 19

3.5.1 Pengamatan Perilaku Makan 20

3.5.2 Teknik Makan Orangutan 20

3.5.3 Penggunaan Kanopi Pohon 20

3.6 Lama Pengamatan 20

3.7 Pencarian 21


(10)

4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan 23

4.2 Perilaku Makan Orangutan 29

4.3 Penggunaan kanopi Oleh Orangutan Pada Saat Makan 37

4.4 Perilaku Harian Orangutan Sumatera 41

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49


(11)

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Foto Orangutan 6

2.2 Lokasi Penemuan Sarang Orangutan dan Individu di DAS Batang Toru

12 2.3 Kondisi Perubahan Peningkatan Kerusakan

Habitat Alamiah Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan Batang Toru Barat Tahun 2001 Dibandingkan Pada Tahun 2003

14

2.4 Kerusakan Habitat Alamiah Berupa Penebangan Kayu Liar Adalah Ancaman Bagi Habitat dan Populasi Orangutan di DAS Batang Toru

15

3.1 Peta Lokasi Penelitian di Hutan Batang Toru Bagian Barat

16 4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan

Sumatera di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

25

4.2 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Sedang Melakukan Aktifitas Buah Liana

30 4.3 Orangutan Betina Remaja (Beti) Sedang

Melakukan Aktifitas Makan Daun Muda Gironera sp.

31

4.4 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Sedang Memakan Akar Pandan Duri (Pandanus helicorpus)

32

4.5 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Sedang Memakan Kulit Kayu

33

4.6 Penggunaan Kanopi Pohon Untuk Aktifitas Makan Oleh Sasaran di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat

37

4.7 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Berada Pada Ketinggian di Atas 15 m saat Makan Buah Pandanus artocarpus

39

4.8 Perilaku Harian Orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

42

4.9 Rata-Rata Perilaku Harian di Stasiun Penelitian Orangutan Sumatera Kawasan Hutan Batang Toru

44

4.10 Aktifitas Harian Orangutan Sumatera dan Kalimantan


(12)

Nomor Lampiran Judul Halaman 1 Peta Jalur Penelitian di Stasiun

Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

56

2 Tabulasi Data Penelitian 57

3 Foto-Foto Orangutan di Stasiun Penelitian Batang Toru Blok Barat

59

4 Foto Pakan Orangutan 61

5 Daftar Pakan Orangutan 62

6 Uji Statistik 64


(13)

Nomor Tabel Judul Halaman

3.1 Biodata Singkat Orangutan Target di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat

19 4.1 Pakan Orangutan di Stasiun Penelitian Hutan

Batang Toru Bagian Barat

23 4.2 Analisis Statistik Perilaku Makan Orangutan

Batang Toru

35 4.3 Analisis Statistik Penggunaan Kanopi Pohon

Pada Saat Makan Oleh Orangutan Batang Toru

40 4.4 Analisis Statistik Perilaku Harian Orangutan

Batang Toru


(14)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii

Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat-Tapanuli Utara” telah dilakukan. Pengumpulan data mulai dari bulan Februari hingga April 2013. Pengamatan perilaku makan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling-Instantaneous-Ad Libitum Sampling. Obeservasi dilakukan selama 339,31 jam. Persentase jenis makanan orangutan jantan remaja yaitu: buah 69,8%, daun 16,2%, umbut 10,1%, bunga 2,4% dan serangga 1,5%. Persentase jenis makanan orangutan betina dewasa yaitu: buah 65,5%, daun 15,51%, umbut 8,6%, kulit kayu 6,6%, bunga 2,1% dan serangga 2,1%. Persentase jenis makanan orangutan betina remaja yaitu: buah 57,3%, daun 15,53%, umbut 13%, bunga 12,3%, kulit kayu 1,2% dan serangga 0,9%. Perilaku makan orangutan Batang Toru adalah menggunakan buah sebagai makanan utama dan selanjutnya berupa makanan alternatif yaitu daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga. Makanan yang diperoleh terdiri dari 63 spesies tumbuhan dan dua spesies serangga. Penggunaan alat tidak ditemukan pada orangutan Batang Toru dalam memproses makanan. Penggunaan kanopi pohon pada saat makan oleh orangutan betina dewasa yaitu: kanopi bawah 10,19%, kanopi tengah 63,82% dan kanopi atas 25,97%. Orangutan betina remaja yaitu: kanopi bawah 3,81%, kanopi tengah 62,45% dan kanopi atas 33,72%. Orangutan jantan remaja yaitu: kanopi bawah 5,61%, kanopi tengah 78,06% dan kanopi atas 16,31%.

Kata Kunci: Perilaku Makan, Pongo abelii, Stasiun Penelitian Batang Toru, Kanopi Pohon


(15)

ABSTRACT

The study of "Feeding Behaviour Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) at Batang Toru Forest Research Station West Block-North Tapanuli" was conducted from February to April 2013. Observation of feeding behaviour was performed using Focal Animal Sampling - Instantaneous - Ad Libitum method. The observation was done for 339,31 hours in total. Percentage of food consumed by adolescent male orangutan was comprised of 69,8% fruits, 16,2% leaves, 10,1% pith, 2,4% flowers, and 1,5% insects. Percentage of food consumed by adult female orangutan was comprised of 65,5% fruits, 15,51% leaves, 8,6% pith, 6,6% bark, 2,1% flowers, and 2,1% insects. Percentage of food consumed by juvenile female orangutan was comprised of 57,3% fruits, 15,53% leaves, 13% pith, 12,3% flowers, 1,2% bark and 0,9% insects. It was observed that Batang Toru orangutans in the study area mainly feed on fruits as the main food and alternative foods include leaves, pith, flowers, bark and insects. Foods consumed by the orangutans in the study area consists of 63 species of plant and two species of insect. The use of tool was not found in Batang Toru orangutan for extracting food. The use of tree’s canopy for feeding by adult female orangutan is 10,19% in lower canopy, 63,82% in middle canopy and 25,97% at the top of canopy. For juvenile female orangutan, 3,81% spend in lower canopy for feeding, 62,45% in middle canopy and 33.72% in the top canopy. While adolescent male orangutan spend 5,61% in lower canopy for feeding, 78,06 % in middle canopy and 16,31% in top canopy

Keywords : Feeding Behavior , Pongo abelii , Batang Toru Research Station , Tree Canopy


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru merupakan salah satu daerah yang mempunyai karakter ekologi yang khas di pulau Sumatera, karena diperkirakan merupakan kawasan transisi biogeografis antara kawasan biogeografis Danau Toba bagian Utara dan Danau Toba bagian Selatan. Kawasan ini memiliki beberapa tipe ekosistem mulai dataran rendah, perbukitan hingga pegunungan yang menjadi habitat bagi orangutan Sumatera (Pongo abelii) (Perbatakusuma et al. 2007).

Terjadinya kawasan transisi biogeografis ini kemungkinan disebabkan kekuatan tektonik dan letusan Gunung Berapi Toba sekitar ± 75.000 tahun yang lalu (Rijksen et al. 1999). Pada kurun waktu itu, Sungai Batang Toru dan Sungai Batang Gadis menjadi satu dan kemudian kedua sungai besar tersebut terpisah, sehingga menjadi faktor penghalang ekologi yang efektif bagi penyebaran satwa dan tumbuhan liar. Bukan hanya sungai, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru telah terbentuk penghalang karakter ekologis lainnya (ecological barrier), seperti pegunungan yang tinggi, perbukitan, habitat yang spesifik (rawa dan danau) serta tingkat perbedaan intensitas matahari pada wilayah basah dan kering (Siringoringo et al. 2007).

Perbatakusuma et al. (2006) menyatakan bahwa kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal ini terlihat dari fenomena pada kawasan yang dapat dijumpai fauna dari kawasan biogeografis Danau Toba bagian Utara, seperti tapir Sumatera (Tapirus indicus) dan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis), sedangkan di Danau Toba bagian Selatan terdapat orangutan Sumatera (Pongo abelii).

Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat ini semakin penting, karena merupakan habitat dari populasi bagian Selatan orangutan Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) yang mampu hidup dalam jangka panjang (viable


(17)

population), apabila habitatnya aman dari berbagai ancaman. Orangutan Sumatera telah didaftar dalam IUCN Red List of Threatened Species (IUCN, 2004) sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (Critically Endangered).

Keberadaan orangutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Menurut Galdikas (1986) dan Suhandi (1988) orangutan memiliki peran penting dalam memencarkan biji-biji dari tumbuhan yang dimakannya. Menurut Russon et al. (2009) sekitar 1.666 jenis tumbuhan sangat tergantung penyebarannya oleh orangutan. Orangutan termasuk hewan frugivora (pemakan buah), walaupun primata ini juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil, dan jamur yang menjadi pakan orangutan (Galdikas, 1982; Perbatakusuma et al. 2006).

Aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan yang meliputi, memproses dan mempersiapkan makanan, pergerakan saat makan, minum dan penggunaan alat untuk makan. Menurut Meijaard et al .(2001) perilaku makan sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis dan aktivitas hidup hewan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi organisasi sosialnya.

Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengkonsumsi buah dibandingkan jenis pakan lainnya. Saat ketersediaan buah menurun, orangutan juga mengkonsumsi berbagai pakan lain yang dapat ditemui. Pakan lain yang dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, kulit kayu (Galdikas, 1984; Sinaga, 1992), dan tanah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa kasus, orangutan juga mengkonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff, 1997). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat Tapanuli Utara”.

1.2. Permasalahan

Belum diketahui bagaimanakah perilaku makan orangutan sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Batang Toru Blok Barat Tapanuli Utara sehingga perlu dilakukan penelitian untuk kepentingan upaya konservasi orangutan.


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui perilaku makan orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat.

b. Mengetahui penggunaan kanopi pohon pada saat aktifitas makan oleh orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui perilaku makan (feeding behaviour) meliputi persentase jenis makanan dan teknik makan orangutan Sumatera. Selain itu, dapat diketahui penggunaan kanopi pohon pada saat aktifitas makan oleh orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Batang Toru Blok Barat Tapanuli Utara-Sumatera Utara secara pasti sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pengelolaan konservasi orangutan sumatera (Pongo abelii) di kawasan tersebut dan sebagai panduan kepada peneliti selanjutnya.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Orangutan

Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Homonidae (Groves, 2001), dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrae Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili : Homonidae Genus : Pongo

Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827 Pongo pygmaeus Linneus, 1760.

Nama orangutan merujuk pada kata orang (manusia) dan hutan yang berarti "manusia hutan" seperti yang dikemukakan oleh Galdikas & Briggs (1999). Sebelum genus Pongo digunakan, sebutan untuk keluarga kera besar ini dengan nama spesies Ourangus outangus. Nama ini tidak diberlakukan lagi setelah International Commission for Zoological Nomenclature (ICZN) memberikan sebutan Pongo untuk genus keluarga kera besar ini (Mapple, 1980).

Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu jenis kera besar yang masih hidup sampai saat ini. Kegiatan pengklasifikasian yang didasarkan pada perbandingan anatomi dan imunologi memberikan petunjuk bahwa orangutan bersama-sama dengan dua kera besar lainnya, yaitu simpanse dan gorila merupakan kerabat bangsa manusia yang paling dekat dalam dunia hewan. Perkataan orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti manusia yang hidup di dalam hutan (Sujarno, 2000).


(20)

2.2. Morfologi Orangutan

Orangutan memiliki postur tubuh mirip dengan keluarga kera besar lainnya. Memiliki lengan yang panjang dan kuat, kaki orangutan lebih pendek, tidak memiliki ekor serta rambut berwarna cokelat kemerahan. Beberapa peneliti mengatakan bahwa jenis rambut orangutan dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi dan membedakan satu individu dengan individu lainnya berdasarkan warna rambut dan alur tumbuhnya rambut (Groves, 1999).

Perbedaan morfologi orangutan dapat dikenali dari perawakannya, khususnya struktur rambut. Dilihat melalui mikroskop, jenis dari Kalimantan berambut pipih, dengan kolom pigmen hitam tebal di tengah; jenis dari Sumatera berambut lebih tipis, membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya (MacKinnon, 1973). Ciri yang kedua, orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai kulit dan warna rambut lebih gelap daripada yang ada di Sumatera. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri-ciri umum yang membedakan kedua anak jenis ini tidak mudah dilihat di lapangan (Meijard et al. 2001).

Menurut Supriatna (2000), rambut orangutan Sumatera lebih terang bila dibandingkan orangutan Kalimantan. Warna rambut coklat kekuningan, dan umumnya rambut agak tebal atau panjang. Seperti halnya orangutan Kalimantan, anak yang baru lahir mempunyai kulit muka dan tubuh berwarna pucat, dan rambutnya coklat sangat muda. Menginjak dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umur. Jantan dewasa ukuran tubuhnya dua kali lebih besar daripada betina yaitu sekitar 125-150 cm.

Morfologi dari orangutan itu sendiri baik orangutan Sumatera dan Kalimantan akan terlihat serupa (Gambar 2.1). Akan tetapi, apabila dikenali lebih dalam maka akan terlihat perbedaan antara orangutan Sumatera dan Kalimantan. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), khususnya bila telah dewasa mengarah kepada warna cokelat kemerah-merahan, sedangkan rambutnya terlihat kasar dan jarang-jarang. Pada orangutan Sumatera (Pongo abelii), biasanya berwarna lebih

pucat, khasnya “ginger” (jahe), dan rambutnya lebih lembut dan lemas. Kadang


(21)

pada orangutan Kalimantan tidak ditemukan hal tersebut. Perbedaan ini bukan merupakan sifat yang mantap tetapi dapat digunakan sebagai penuntun kasar (Galdikas, 1986).

a b

c d

Gambar 2.1 Foto Orangutan dari Jenis a) Pongo abelii betina (Batang Toru, YEL-SOCP) b) Pongo abelii jantan (Harahap, 2013) c) Pongo abelii betina (Suaq, sumber Jeef Oonk) d) Pongo pygmaeus

2.3. Perilaku Makan Orangutan

Orangutan merupakan satwa diurnal dan arboreal. Orangutan dewasa pada umumnya menjalani perilaku yang diawali dari bangun tidur sekitar pukul 06.00 WIB dan tidur kembali sekitar pukul 18.00 WIB. Beberapa saat setelah bangun kegiatan hariannya dimulai dengan mengeluarkan kotoran di luar sarang. Jika di sekitar sarang tercium bau khas kotoran dan urin berarti orangutan telah memulai perilaku hariannya, dan bila terjadi sebaliknya berarti orangutan masih berada di sarangnya. Selanjutnya orangutan akan menuju sumber makanan yang terdekat. Jika pohon tempat bersarang tersebut juga merupakan pohon pakan, maka


(22)

orangutan akan langsung makan di pohon tersebut. Setelah itu aktivitasnya berkisar antara makan, istirahat, bergerak dan sosial (YEL, 2007).

Rodman (1979) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat sarang. Kegiatan membuat sarang ini umumnya dilakukan dalam persentase waktu yang relatif kecil. Menurut Fakhrurradhi (1998) di Suaq Balimbing, orangutan Sumatera rata-rata dalam satu hari menggunakan waktu 65% untuk melakukan aktivitas makan, 16% untuk bergerak pindah, 17% untuk beristirahat, 1% untuk membuat sarang dan 0,5% untuk aktivitas sosial.

Orangutan merupakan hewan diurnal, yaitu hewan yang aktif di siang hari (Galdikas, 1984; Rodman, 1977). Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagian besar waktu kehidupan orangutan di siang hari (57%) dihabiskan untuk mencari makan sebesar 45.9% dan berpindah tempat sebesar 11,1% dan 43% digunakan untuk istirahat pada malam hari.

Menurut van Schaik (2006) bahwa kehidupan sehari-hari orangutan semua mengenai makanan. Sebagian besar waktu aktif orangutan dilewati dengan menemukan, memproses, dan memakan makanan, sehingga jadwal kehidupan mereka sehari-hari mudah disimpulkan: makan dan berjalan, berjalan dan makan. Selanjutnya Kuncoro et al. (2008) menyatakan bahwa orangutan merupakan satwa arboreal. Fungsi lain kehidupan arboreal pada orangutan berhubungan dengan ketersediaan pakan yang sesuai. Saat musim buah orangutan banyak beraktivitas pada kanopi tengah dan atas.

Perubahan produksi buah sangat mempengaruhi perilaku makan orangutan (van Schaik, 2001; Morrogh-Bernard et al. 2009). Hal tersebut dikarenakan orangutan adalah primata frugivorus, yaitu hewan yang makanan utamanya adalah buah (Mackinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1986; Rodman, 1999). Pada saat terjadi kelangkaan buah di Gunung Palung, orangutan memilih memakan kambium dari kulit pohon atau liana sebagai makanan alternatif (Knott, 1998). Di Sumatera, orangutan juga terlihat banyak makan daun saat buah langka (Delgado & van Schaik, 2000).


(23)

Buah-buahan yang telah matang, apalagi kalau jumlahnya banyak, merupakan menu utama makanan orangutan. Buah-buahan merupakan sumber energi yang baik, akan tetapi bukan merupakan sumber protein. Kebanyakan diantara para primata menemukan jalan tengah dengan menambah dedaunan muda atau serangga yang dua-duanya kaya akan protein (van Schaik, 2006).

Perubahan musim hujan dan kemarau dapat mempengaruhi fenologi tumbuhan, khususnya waktu terjadinya pertunasan, perbungaan dan perbuahan yang menggambarkan produktivitas dari tumbuhan. Perubahan waktu berbunga dari tumbuhan tersebut juga dapat mempengaruhi produksi buah yang dimakan oleh orangutan (Suhud & Saleh, 2007).

Aktifitas harian orangutan dipengaruh oleh musim buah. Pada saat tidak musim buah, orangutan menghabiskan waktunya untuk berjalan dan waktu untuk makan hanya sedikit (MacKinnon, 1974 dalam Rijksen, 1978). MacKinnon juga menemukan perbedaan pola aktifitas harian orangutan sumatera pada saat hari kering dan hari basah. Pada saat hari kering waktunya lebih banyak dihabiskan untuk beristirahat daripada aktifitas makan dan berjalan. Pada saat hari kering orangutan menghabiskan waktunya untuk istirahat sampai tengah hari.

Perilaku makan yang tinggi sepanjang hari, dan agak menurun pada siang hari karena meningkatnya perilaku istirahat (Kuncoro et al. 2008). Hal ini sedikit berbeda dengan yang di Sungai Wain, yaitu perilaku makannya tinggi, perilaku istirahat sedikit dan perilaku pergerakan juga sedikit (Frederiksson, 1995). Hal tersebut berbeda dengan perilaku orangutan liar di Ulu Segama Sabah dan Sungai Ranun Sumatera (MacKinnon, 1972), Ketambe Sumatera (Rijksen, 1978) serta Mentoko Kutai (Rodman, 1988), karena perilaku makan orangutan banyak terjadi pada pagi dan sore hari, sedangkan siang hari yang banyak dilakukan adalah perilaku istirahat. Frederiksson (1995) menduga hal tersebut terjadi karena perbedaan umur, penelitian pada orangutan liar umumnya umurnya sudah dewasa, sedangkan penelitian pada orangutan rehabilitan umumnya umurnya masih muda.

Perilaku makan orangutan berbeda-beda di setiap daerah yang dipengaruhi oleh tipe habitat, musim, umur serta jenis kelamin (Mackinnon, 1974). Menurut (Rowe, 1996; Supriatna & Wahyono, 2000) bahwa perbedaan ukuran tubuh orangutan jantan dewasa yang lebih besar daripada betina dewasa serta jarak


(24)

jelajah harian dan luas daerah teritori orangutan jantan dewasa lebih besar bila dibandingkan dengan betina dewasa mengakibatkan perbedaan perilaku makan antara orangutan jantan dan betina. Menurut Singleton (2000) bahwa pada orangutan betina dewasa, anak juga sangat mempengaruhi dalam perilaku makan, karena kehidupan anak sangat bergantung pada induknya.

Perubahan produksi buah akan direspon oleh orangutan dan kera besar lainnya, yaitu dengan melakukan perubahan perilaku makan (Meijaard et al. 2001; Yamagiwa, 2001). Perilaku makan termasuk perilaku yang cukup penting dalam kehidupan orangutan karena sebagian besar aktivitas orangutan digunakan untuk mencari, memproses dan memakan makanan (van Schaik, 2006). Dalam pengamatan perilaku makan, orangutan terlihat memiliki daya ingat terhadap perubahan fenologi bunga dan buah yang dimakan (Rijksen, 1978; Utami et al. 1997). Selain itu, orangutan juga memperlihatkan perilaku dalam memilih bagian yang dimakan dari makanannya (van Schaik, 2003; Russon, 2009). Hasil penelitian perilaku makan buah yang dilakukan di Gunung Palung terlihat bahwa orangutan hampir selalu memakan daging buah yang matang, sementara biji biasanya dimakan dari buah yang mentah. Orangutan memilih makan kambium saat terjadi kelangkaan buah (Knott, 1998).

Orangutan memiliki strategi dalam perilaku makan, yaitu dengan memilih makanan yang tersedia di alam dan menentukan bagian yang dimakan dari suatu jenis makanan. Orangutan akan memilih makan daging buah yang matang dan makan biji yang mentah dari jenis tumbuhan yang sama (van Schaik, 2006). Penelitian perilaku makan orangutan di Tanjung Puting menunjukkan bahwa, orangutan jantan dewasa sering memakan rayap (Galdikas, 1986). Penelitian lain dari Utami & van Hoof (1997) memperlihatkan bahwa orangutan betina dewasa di Ketambe dan Suaq Balimbing secara kebetulan memakan kukang (Nycticebus coucang).

Hasil penelitian Harrison (2009) di Sebangau, Kalimantan Tengah menunjukkan perbedaan perilaku makan orangutan jantan dan betina dewasa, disebabkan oleh perbedaan aktivitas harian yang dilakukan. Perbedaan tersebut menurut Knott (1998) disebabkan karena orangutan jantan dewasa memerlukan energi yang lebih banyak daripada betina dewasa. Konsumsi kalori saat buah


(25)

melimpah dari orangutan jantan dewasa adalah 8422 kkal/hari dan 7404 kkal/hari untuk betina dewasa. Saat buah langka, orangutan jantan dewasa menkonsumsi 3824 kkal/hari dan 1793 kkal/hari untuk betina dewasa. Konsumsi makanan dengan energi yang besar dari orangutan jantan digunakan dalam menjelajah dan mempertahankan daerah teritori, sedangkan orangutan betina dewasa mengkonsumsi makanan dengan kualitas lebih tinggi digunakan untuk kebutuhan pada waktu hamil, menyusui dan merawat anak (Knott, 1988).

Mencari makanan seharusnya merupakan tantangan berat bagi para orangutan. Di hutan telah tersedia banyak tanaman yang beracun atau berserat tinggi yang mungkin saja bisa dimakan, akan tetapi makanan yang mudah dicerna lagi pula bebas kandungan kimia yang dicari orangutan ini sangat sedikit tersedia. Para orangutan memakan aneka ragam makanan dan menyantap jajaran luas berbagai macam jenis, hanya akan memakan buah yang matang dari jenis yang satu, akan tetapi memakan semua tahap kematangan dari jenis buah berikutnya. Menyobek hingga lepas kulit dari batang pohon dan melumatkan umbi yang penuh zat makanan dan banyak airnya dari epifit. Kebanyakan satwa mengandalkan rasa dan konsistensi makanan untuk menentukan apa saja yang layak dimakan, dan banyak pula diantaranya mungkin akan menghindar dari jenis makanan yang telah membuat mereka sakit setelah mereka pernah mencobanya (van Schaik, 2006).

2.4. Daya Dukung Habitat

Hutan berfungsi bukan hanya sebagai sumber kehidupan bagi manusia, tetapi juga bagi satwa liar. Hutan telah berperan secara ekologi sebagai sumber air dan hidrologi, penyimpan sumberdaya alam lainnya, pengatur kesuburan tanah dan iklim, serta cadangan karbon yang mampu menyediakan kebutuhan manusia. Begitu pula, beragam jenis satwa liar telah memanfaatkan hutan sebagai habitat untuk mencari makan, berkembangbiak, dan kehidupan sosial lainnya. Dengan demikan, terjadinya kerusakan hutan tidak saja mengancam kehidupan manusia, lebih jauh lagi akan mengakibatkan punahnya beragam jenis satwa liar yang kerugiannya sulit untuk dinilai secara nominal (Kuswanda, 2008).


(26)

Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, orangutan membutuhkan persyaratan habitat kawasan hutan alam yang relatif utuh dan cukup luas sebagai tempat mencari makan, beristirahat, berlindung dari pemangsa dan pemenuhan kebutuhan sosial lainnya (Perbatakusuma et al. 2007). Selain itu, hutan yang luas diperlukan orangutan Sumatera mengingat areal jelajah individu dapat mencapai 1500-4000 hektar untuk individu jantan dewasa dan 850-950 hektar untuk individu betina dewasa (Singleton & van Schaik, 2001).

Diperkirakan total luasan bentang alam daya dukung habitat yang dapat mendukung kelangsungan hidup orangutan (orangutan landscape) di Ekosistem Batang Toru adalah 148.570 hektar yang terdiri dari Blok-blok Hutan di Batang Toru Barat dan di Batang Toru Timur atau Blok Hutan Sarulla (Conservation International, 2006). Habitat orangutan di kawasan hutan Batang Toru sebagian berupa hutan sekunder dan hutan bekas tebangan masyarakat. Berdasarkan ketinggiannya tipe vegetasi habitat orangutan meliputi hutan dataran rendah, hutan campuran dan hutan dataran tinggi. Habitat orangutan didominasi oleh pohon berdiameter 10-30 cm (75,6%) dengan tinggi antara 10-30 m (80,4%) (Simorangkir et al.2009).

Orangutan sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropis yang menjadi habitatnya. Dimana hutan tropis yang menjadi habitatnya harus menyediakan beragam tumbuhan buah yang menjadi sumber pakan utamanya sehingga primata ini dapat bertahan hidup. Dengan demikian pembukaan hutan tropis sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya (Supriatna & Edy, 2000).

Fakta terkini mengenai habitat orangutan di Sabah dan Kalimantan Timur menunjukkan orangutan dapat beradaptasi di hutan komersial dan hutan sekunder (Ancrenaz et al. 2007), walaupun habitat yang demikian berdampak negatif terhadap populasi orangutan di alam. Hutan sekunder atau komersil menyebabkan dampak negatif bagi populasi orangutan, karena pada daerah seperti ini orangutan sering berinteraksi dengan manusia. Dengan interaksi yang terjadi maka perubahan perilaku dari liar menjadi jinak juga terjadi, sehingga orangutan lebih mudah ditangkap (Saphiro, 2004).


(27)

2.5. Kondisi dan Penurunan Habitat

Berdasarkan hasil temuan fosil, sekitar 10.000 tahun yang lalu orangutan tersebar hampir di seluruh daratan Asia Tenggara dan sebagian dari daratan Cina bagian Selatan. Namun saat ini populasi orangutan hanya dapat ditemui di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Penyebaran orangutan di alam saat ini, sebagian besar orangutan liar berada di wilayah Indonesia serta sebagian kecil di wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam (Ancrenaz et al. 2007).

Saat ini hampir semua orangutan Sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nangro Aceh Darussalam, dengan Danau Toba sebagai batas paling Selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah Barat Daya Danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Sebaran orangutan di Hutan Batang Toru Blok Barat terdapat pada Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Peta sebaran orangutan Sumatera di Daerah Aliran Sungai Batang Toru yang merupakan kompilasi terkini para peneliti disajikan pada Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Lokasi Penemuan Sarang Orangutan dan Individu di DAS Batang Toru (sumber peta: Concervation International Indonesia, PT. Newmont Horas Nauli, dan Departemen Kehutanan)


(28)

Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Selama periode tahun 1980-1990, hutan Indonesia telah berkurang akibat konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman, kebakaran hutan, serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan 10 desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan (Soehartono et al. 2007).

Kawasan hutan tropis dalam lingkup Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang menjadi kawasan habitat orangutan Sumatera berdasarkan peta vegetasi Sumatera yang disusun oleh Laumonier et al. (1987) dapat dikategorikan menjadi 2 sub-tipe formasi hutan. Pertama, sub-tipe Formasi Air Bangis-Bakongan yang menjadi bagian dari tipe Formasi Bukit Barisan Barat perbukitan berelevasi menengah (300 sampai 1000 meter di atas permukaan laut). Kedua, sub-tipe Hutan Montana (1000-1800 meter di atas permukaan laut) yang menjadi bagian dari tipe Formasi Bukit Barisan di atas 1000 meter dari permukaan laut (Perbatakusuma et al. 2007).

2.6. Fragmentasi Habitat

Tilson et al. (1993), Rijksen & Meijaard (1999), van Schaik et al. (2001), dan Robertson & van Schaik (2001) menyatakan bahwa orangutan yang sudah dikategorikan terancam secara global, kelangsungan hidupnya sangat terancam akibat dari rusak dan hilangnya habitat alamiah serta terpecahnya habitat (fragmentasi) yang diakibatkan oleh penebangan kayu liar, penebangan kayu komersil yang tidak berkelanjutan, perladangan berpindah dan konversi hutan alam skala besar untuk perkebunan atau pertambangan mineral secara terbuka. Ditambahkan karakter perilaku orangutan yang rentan terhadap kepunahan, seperti mempunyai daerah jelajah yang luas (1500-4000 hektar untuk individu jantan dewasa dan 850-950 hektar untuk individu betina dewasa (Singleton & van Schaik, 2001)), berukuran besar, sebaran geografisnya relatif sempit, membentuk


(29)

kelompok secara tetap atau sementara, menghendaki lingkungan habitat yang relatif stabil dari gangguan dan tidak mempunyai kemampuan menyebar dan adaptasi yang baik jika habitatnya mengalami gangguan yang berat. Ancaman kerusakan habitat orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru semakin tinggi akibat dari aktifitas pertambangan, perambahan hutan dan illegal logging. Peta 2.3 berikut ini menunjukkan laju kerusakan habitat orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat dari tahun 2001 sampai 2003.

Gambar 2.3. Kondisi Perubahan Peningkatan Kerusakan Habitat Alamiah Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan DAS Batang Toru Barat pada Tahun 2001 Dibandingkan pada Tahun 2003 ( CI Indonesia, PT. Newmont Horas Nauli, Departemen Kehutanan)

Hutan yang telah terdegradasi komposisi pohonnya sudah bercampur dengan tanaman budidaya masyarakat seperti karet, coklat, durian, aren, kemenyan, kopi dan petai. Pada titik-titik orangutan ditemukan, kondisi vegetasinya masih sangat baik walaupun itu hanya merupakan pecahan-pecahan hutan alam yang disekelilingnya sudah berubah menjadi kebun-kebun masyarakat. Situasi ini mengindikasikan bahwa walaupun tekanan perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan yang sangat tinggi, orangutan di Blok Batang Toru Barat masih dapat bertahan hidup, karena didukung ketersediaan sumber pakan (aren, durian, petai) dan tajuk berlapis kebun-kebun masyarakat. Hal itu juga menunjukan terjadinya kompetisi sumber makanan antara manusia dan orangutan, akibat kemungkinan kelangkaan sumber pakan di hutan alam. Situasi ini


(30)

menjadikan masyarakat setempat pada beberapa tempat menyatakan orangutan sebagai hama pengganggu tanaman budidaya masyarakat. Kondisi ini tentunya menyebabkan kelangsungan hidup orangutan secara jangka panjang tidak berjalan harmonis dengan pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat yang ada sekarang ini disekitar habitat orangutan. Sehingga habitat alami orangutan menjadi penting untuk tidak dirusak guna mendukung ketersediaan sumber pakannya (Perbatakusuma et al. 2007).

Gambar 2.4. Kerusakan Habitat Alamiah Berupa Penebangan Kayu Liar Adalah Salah Satu Ancaman Bagi Habitat dan Populasi Orangutan Sumatera di DAS Batang Toru (CI Indonesia, PT. Newmont Horas Nauli, Departemen Kehutanan).

Menurut Meijaard et al. (2001), penebangan hutan telah menurunkan produktivitas makanan satwa liar frugifora karena mengganggu siklus hara dan keseimbangan ekosistem. Menurut Conservation International, (2006) di Pulau Sumatera dalam kurun waktu 25 tahun populasi orangutan menurun hingga 80%.

Penebangan hutan secara langsung telah mengakibatkan penurunan kualitas habitat satwaliar, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan eksploitasi kayu secara resmi ataupun illegal yang mencapai puncaknya pada tahun 1980-an telah merusak habitat orangutan antara 50 % sampai kerusakan total (Populationand Habitat Viability Assessment/ PHVA, 2004). Dampaknya, komunitas orangutan terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil dan tidak mampu bertahan hidup. Selain itu, kerusakan habitat sangat mempengaruhi kemampuan orangutan untuk melakukan reproduksi, yang akhirnya akan menyebabkan populasinya di alam semakin menurun (Kuswanda, 2007).


(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2013. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara (Gambar 3.1), tepatnya di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Sumateran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP). Kegiatan penelitian dilakukan pada area seluas 2.400 ha.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat (YEL-SOCP).


(32)

3.2.Deskripsi Area

Hutan Batang Toru (HBT) memiliki luasan sekitar 136.000 ha dan terbagi dalam dua blok, yaitu blok Timur dan blok Barat. Secara administratif Hutan Batang Toru terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, sedangkan secara geografis berada antara 98o 53’ – 99o 26’ Bujur Timur dan 02o 03’ – 01o 27’ Lintang Utara. Stasiun penelitian Batang Toru (SOCP– YEL) sendiri termasuk dalam kawasan hutan lindung, berada di Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara, dengan luas area sekitar 2.400 Ha.

Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat memiliki ketinggian mulai dari 50 mdpl sampai dengan 1875 mdpl. Titik terendahnya berada di Sungai Sihaporas (dekat kota Sibolga), dan titik tertingginya berada pada Dolok Lubuk Raya di bagian Selatan Kawasan Hutan Batang Toru. Kelerengan antara 16% sampai dengan lebih dari 60%, bentuk medan di wilayah tersebut didominasi oleh bentuk topografi yang berbukit dan bergunung. Tanah di Hutan Batang Toru termasuk yang peka terhadap erosi.

PT. Newmont Horas Nauli, LIPI dan Hatfield (2005) dalam kajian biodiversitasnya menyimpulkan adanya kekayaan flora cukup tinggi dan telah teridentifikasi 194 jenis pohon dari 127 genus dan 54 famili dan 10 jenis dikategorikan jenis tumbuhan langka, diantaranya 2 jenis tumbuhan endemik dan langka, yaitu Bunga raksasa Amorphophalus baccari dan Amorphophalus gigas dan tumbuhan langka lainnya, yaitu Bunga Bangkai Raksasa Raflesia gadutnensis dan 3 jenis tumbuhan kantong semar yang terancam bahaya kepunahan, yaitu Nephentes sumatrana, Nephentes eustachya dan Nephentes albomarginata. Disamping itu diantaranya juga ditemukan jenis-jenis baru, seperti Bahaunia sp., Macaranga sp. dan Wrigtea sp. Menurut YEL (2007) Hutan Batang Toru juga memiliki diversitas anggrek yang sangat tinggi.

PT. Newmont Horas Nauli, LIPI, Hatfield (2005) dalam kajian biodiversitasnya menyimpulkan bahwa Kawasan Hutan Batang Toru Barat, termasuk Blok Anggoli dapat ditemukan 60 jenis satwa liar, diantaranya 15 jenis satwa liar yang terancam punah secara global, diantaranya orangutan Sumatra (Pongo abelii), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan Sumatera (Naemorhedus sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), landak (Hystrix


(33)

brachyura), beruk (Macaca nemestrina), beruang madu (Helarctos malayanus), kucing emas (Pardofelis marmomata). Hutan Batang Toru merupakan habitat terakhir bagi populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang jauh terpisah dari orangutan lain di Sumatera Utara dan Aceh (YEL, 2007).

Survey yang dilakukan oleh PT. Newmont Horas Nauli, LIPI dan Hatfield (2005) telah menemukan jumlah jenis yang lebih besar, yaitu 247 jenis burung, diantaranya 3 jenis terancam punah secara global, yaitu Bucheros sp. Ictinaetus malayensis dan Spilornis cheela dan 52 jenis sedang menuju kepunahan dan 20 jenis diantaranya merupakan jenis burung migran. Untuk herfetofauna sebanyak 48 jenis satwa reptilia dan 36 jenis amphibia yang ditemukan, 5 jenis reptilia diantaranya terancam punah secara global, seperti Phyton reticulates, Manouria emys, Cyclemis detante, Cuoraam boinensis. Disamping itu masih ditemukan jenis-jenis baru, seperti 8 jenis reptilia dan 4 jenis amphibia.

3.3. Alat dan Bahan

Dalam melakukan pengamatan perilaku makan orangutan di lapangan menggunakan peralatan antara lain: teropong binokuler, papan kerja, jam tangan digital, peta lokasi, alat tulis, pita berwarna, camera digital, Global Positioning System, kompas, parang, jas hujan. Adapun bahan yang digunakan adalah form tabulasi data pengamatan perilaku harian orangutan (Lampiran 2), alkohol 96%, koran, spidol, label gantung.

3.4. Objek Penelitian

Dalam pengamatan perilaku makan, orangutan yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah 7 individu orangutan yang terdiri dari 3 betina dewasa, 2 betina remaja dan 2 jantan remaja. Setiap individu orangutan yang menjadi objek penelitian dibedakan melalui ciri-ciri fisik, antara lain dapat dilihat dari bekas luka, bentuk muka, mata atau bibir. Untuk memudahkan dalam pengamatan yang berkelanjutan, maka tiap individu orangutan telah diberi nama. Menurut Peterson (1992) bahwa proses identifikasi juga dibantu dengan pencatatan morfologi penting dan pemotretan orangutan sasaran. Tabel 3.1 berikut ini adalah biodata singkat orangutan sasaran dalam penelitian.


(34)

Tabel 3.1 Biodata Singkat Orangutan Target di Kawasan Hutan Batang Toru Jenis Kelamin Nama Orangutan Estimasi Usia Lama Pengamatan Betina Dewasa Beta 30-40 tahun 80 jam 13 menit

Inda 30-40 tahun 53 jam 24 menit

C 30-40 tahun 9 jam 38 menit

Betina Remaja Beti 6-10 tahun 119 jam 16 menit

Riti 10-15 tahun 35 jam 22 menit

Jantan Remaja Ipank 10-15 tahun 28 jam 24 menit

Lappet 10-15 tahun 13 jam 14 menit

Total 339 jam 31 menit

3.5. Metode Penelitian

Perilaku makan yang diteliti meliputi persentase jenis makanan, teknik makan dan penggunaan kanopi pohon saat makan oleh orangutan. Pengamatan perilaku dilakukan dengan metode focal animal sampling, yaitu mengamati orangutan dengan mengikuti individu tersebut sepanjang hari, sedangkan pencatatan data dilakukan secara instantaneous, yaitu mencatat segala perilaku dalam satuan interval waktu (setiap 2 menit). Selain itu, dalam penelitian juga digunakan metode ad libitum sampling, yaitu mengamati individu orangutan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak secara sistematis terdapat pada interval waktu pengamatan (van Schaik, 2003).

Pengumpulan data penunjang lain yang dilakukan selama pengamatan berlangsung adalah identifikasi spesies tumbuhan dan satwa (insekta) yang menjadi makanan orangutan. Selain itu, pohon yang menjadi tempat orangutan melakukan aktifitas makan juga dicatat. Pengumpulan data dalam penelitian ini difokuskan pada satu individu orangutan sebagai objek atau sasaran dalam setiap pengamatan. Pencatatan data perilaku makan orangutan dilakukan setiap dua menit sebagai “point sample”. Metode ini cocok dengan orangutan yang semi soliter dan memiliki karakter pergerakan yang lambat. Pengamatan aktifitas atau perilaku makan orangutan dilakukan satu hari penuh, mulai orangutan tersebut bangun di pagi hari (sekitar pukul 06.00-07.00 WIB) sampai dengan tidur dan tidak melakukan aktifitas di malam hari (sekitar pukul 18.00-19.00 WIB) karena orangutan termasuk ke dalam hewan diurnal atau hewan yang aktifitasnya berlangsung di siang hari.


(35)

3.5.1. Pengamatan Perilaku Makan

Pengambilan data perilaku makan untuk melihat pemilihan makanan oleh orangutan dilakukan berdasarkan metode dari Russon (2007) dan van Schaik (2003). Perilaku makan yang diamati dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis makanan berupa buah, daun, kulit kayu, bunga, umbut dan serangga. Perilaku makan tersebut juga dihitung bila orangutan berpindah dari pohon pakan ke pohon lain sambil membawa atau mengunyah makanan sampai ada atau tidak ada sisa makanan yang dibuang.

Pengambilan data dilakukan dengan mencatat perilaku makan yang dibagi menjadi enam kategori, yaitu: buah (Fr); daun (Lv); bunga (Fl), kulit kayu (bark), empulur/umbut (pith); serangga (Ins). Tiap kategori makanan dicatat dan diidentifikasi nama jenis makanan tersebut (misalnya: jenis tumbuhan dan jenis serangga).

3.5.2. Teknik Makan Orangutan

Apabila individu target orangutan sedang melakukan makan lalu teramati teknik makannya maka dicatat dalam lembar data sedang makan apa dan bagaimana teknik makannya. Teknik makan tersebut dilihat dari cara orangutan mengambil atau meraih makanan, misalnya dengan menggunakan alat bantu berupa ranting pohon, menggunakan mulut untuk serangga-serangga kecil, dengan tangan, dan lain-lain.

3.5.3. Penggunaan Kanopi Pohon

Perilaku orangutan liar hampir seluruhnya di atas pohon. Orangutan yang sedang makan dicatat berapa ketinggian orangutan dari permukaan tanah dengan cara estimasi/perkiraan dan juga pohon yang dijadikan sebagai tempat makan. Apabila orangutan berada pada ketinggian 1-10 m disebut kanopi bawah, 10-25 m kanopi tengah dan > 25 m disebut kanopi atas.

3.6. Lama Pengamatan

Minimum durasi pengamatan perilaku makan orangutan dalam satu hari yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 3 jam. Tetapan ini mengacu pada “Standar


(36)

Pengambilan Data Orangutan” dari Morrogh-Bernard et al. (2002). Tetapan minimal lama pengamatan dalam penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Rijksen (1978) yang menggunakan minimal lama pengamatan aktivitas orangutan dalam satu harinya adalah 90 menit atau 1,5 jam.

Alasan pemilihan minimal pengamatan selama 3 jam ini adalah karena sifat dari orangutan, baik orangutan rehabilitan maupun orangutan liar yang dapat melakukan perilaku tertentu hingga lebih dari 2 jam, seperti pada perilaku istirahat dan makan. Hal ini jelas akan cukup menimbulkan kesulitan saat analisa data dilakukan, karena gambaran perilaku harian dari orangutan sasaran tidak secara lengkap tercatat dan tidak terwakili. Sehingga kemungkinan besar terjadi dominasi data perilaku harian secara tidak proporsional apabila pengamatan berlangsung dibawah 3 jam. Untuk data pengamatan yang memiliki durasi pengamatan dibawah 3 jam, maka data tersebut tidak digunakan dalam analisa penelitian ini (Kuncoro, 2004).

Lama pengamatan pada orangutan dalam penelitian ini berkisar antara 3 jam sampai 12 jam, tergantung pada kondisi lapangan. Pengamatan dihentikan apabila pergerakan orangutan sasaran tersebut keluar dari daerah penelitian atau kondisi cuaca yang buruk. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias pada data penelitian. Untuk data pengamatan yang memiliki durasi pengamatan dibawah 3 jam, maka data tersebut tidak digunakan dalam analisa penelitian ini (Kuncoro, 2004).

3.7. Pencarian

Sebagian besar kegiatan di stasiun penelitian Batang Toru adalah mencari orangutan. Pencarian orangutan masih difokuskan di sekitar camp penelitian saja (sekitar 4 km² atau 33,3% dari luas total stasiun penelitian). Pencarian orangutan dilakukan secara tim (2-3 orang), tergantung jumlah personil yang ada. Metode pencarian orangutan yang kami lakukan adalah dengan berjalan cepat di jalur (dapat melewati hutan yang lebih luas), berjalan pelan dengan tidak berisik sambil banyak mendengar (orangutan di lokasi ini cenderung menghindari perjumpaan dengan manusia atau terkadang mereka sembunyi, terkait perburuan orangutan yang terjadi di masa lampau), dan diam atau menunggu di sekitar pohon pakan


(37)

orangutan (misal, menunggu di dekat Agathis borneensis yang berbuah) (YEL-SOCP, 2012).

Menurut Kuncoro (2004), orangutan adalah satwa soliter yang cenderung

hidup sendiri dan memiliki pergerakan lambat (sloths) dalam rimbunan pohon-pohon

di hutan. Hal ini menyebabkan orangutan menjadi sulit untuk ditemukan. Apabila

orangutan focal berhasil ditemukan hingga individu tersebut membuat sarang untuk tidur, maka pengambilan data untuk keesokan harinya cukup dilakukan dengan mengunjungi sarang terakhir yang dibuat sebelumnya. Apabila orangutan tidak bisa diikuti sampai sarang maka proses pencarian diulangi lagi dari awal.

3.8. Analisis Data

Dalam menguji hipotesis digunakan teknik pengujian non-parametrik. Menurut Siegel (1986) data-data yang diperoleh merupakan distribusi bebas, sehingga tidak ada anggapan bahwa data-data yang diperoleh telah ditarik dari suatu populasi dengan distribusi tertentu. Dengan kata lain tidak adanya perlakuan yang diberikan terhadap obyek penelitian.

Data-data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk tabel dan gambar serta dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak “Statistic Programme for Scientific and Social science” (SPSS) 19,0 untuk windows. Penganalisaan data yang diperoleh yaitu dengan menggunakan Crostabs, uji Krusskall Wallis; yaitu suatu uji non-parametric yang digunakan apabila yang didapat lebih dari dua individu (orangutan betina dewasa, betina remaja dan jantan remaja) dan dilanjutkan dengan uji Man Whitney. Tes tersebut dilakukan untuk menganalisis pemilihan makanan orangutan sasaran dan untuk menganalisis pola penggunaan kanopi pohon pada saat aktifitas makan. Keseluruhan tes yang diujikan, kemudian dianalisis dengan menggunakan tingkat beda nyata pada nilai P < 0,05.


(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persentase Jenis Makanan Orangutan Sumatera

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 65 jenis makanan yang terdiri dari 63 jenis tumbuhan dan dua jenis serangga. Tabel 4.1 berikut ini adalah daftar pakan orangutan yang ditemukan di Stasiun Penelitian Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara.

Tabel 4.1. Pakan Orangutan di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru

Famili Jenis Tumbuhan Kategori Makanan

Alangiaceae 1 Alangium sp. Daun

Anacardiaceae 2 Camnosperma auriculatum Buah 3 Dracontomelum mangiferum Daun Araucariaceae 4 Agathis borneensis Buah

Arecaceae 5 Calamus caesus Umbut

6 Daemonorops sp. Umbut

7 Khorthalsia grandis Umbut

Casuarinaceae 8 Gimnostoma sumaterana Bunga

Clusiaceae 9 Garcinia sp. Buah

Euphorbiaceae 10 Baccaurea sp. Buah

Fabaceae 11 Parkia speciosa Buah

Fagaceae 12 Castanopsis costata Buah

13 Lithocarpus sp. Buah

Flacourtinaceae 14 Hydnocarpus sp. Kulit Kayu Flagellariaceae 15 Flagellaria indica Daun

Lauraceae 16 Cinnamomun sp. Daun

17 Cinnamomun iners Daun

Marantaceae 18 Clinogyne sp. Kulit Kayu Moraceae 19 Antiaris toxicaria Buah

20 Artocarpus sp. Buah

21 Artocarpus elasticus Umbut

22 Ficus sp. Buah

23 Ficus deltoidea Daun

24 Ficus fistulosa Buah

25 Ficus grossularioides Buah

26 Ficus magnoliaefolia Buah

27 Ficus ribes Buah

28 Ficus sinuate Buah

Myrsinaceae 29 Labisia sp. Buah

30 Melaleuca sp. Buah

Myrtaceae 31 Rhodamnia sp. Buah

32 Syzygium sp. Buah

33 Syzygium claviflora Buah

34 Syzygium cymosa Buah

35 Syzygium helferi Buah


(39)

37 Cymbidium sp. Umbut

38 Dendrobium sp. Umbut

39 Dipodium sp. Umbut

40 Spathoglotis sp. Umbut

Pandanaceae 41 Freycinetia imbricate Umbut

42 Freycinetia sumaterana Umbut dan Bunga

43 Pandanus sp. Umbut

44 Pandanus artocarpus Umbut dan Buah

45 Pandanus helicopus Umbut

Poaceae 46 Bambusa sp1. Umbut

47 Bambusa sp2. Umbut

48 Bambusa sp3. Umbut

Podocarpaceae 49 Dacrydium beccarii Bunga Polygalaceae 50 Xanthophyllum sp. Daun

Sapotaceae 51 Mahuca sp. Buah

52 Madhuca kunstuleri Buah

53 Madhuca laurifolia Buah

54 Palakium hexandrum Bunga

55 Palakium rostratum Bunga

Theaceae 56 Eurya trichocarpa Bunga

Ulmaceae 57 Gironera parfivolia Daun

58 Gironera subaequalis Daun

59 Sp1 (Liana Fog) Buah

60 Sp2 (Liana Kantong) Buah 61 Sp3 (Liana Sulur) Buah 62 Sp4 (Liana Gitan) Buah 63 Sp5 (Buah Legum) Buah

Formicidae 64 Xenomyrmex sp. Serangga

Termitidae 65 Macrotermes sp. Serangga

Dari Tabel 4.1 diperoleh jenis tumbuhan yang teridentifikasi sebanyak 58 jenis yang terdiri dari 24 famili dan dua jenis serangga dari dua famili dan terdapat lima jenis yang tidak teridentifikasi. Jenis makanan orangutan yang didapatkan dikelompokkan menjadi enam bagian, yaitu buah, daun, bunga, kulit kayu, umbut dan serangga. Famili Moraceae merupakan tumbuhan yang paling banyak dimakan oleh orangutan dan dilanjutkan oleh famili Pandaneceae, Myrtaceae, Sapotaceae, dan Orchidaceae. Kategori makanan yang paling banyak di makan adalah buah. Hal ini disebabkan karena orangutan merupakan hewan frugifora sehingga orangutan menggunakan buah sebagai makanan utama. Semua kategori makanan tersebut (buah, daun, umbut, bunga, kulit kayu, dan serangga) harus digabungkan oleh orangutan dalam menu makanan yang sehat dan berimbang.

Menurut van Schaik (2006) bahwa buah-buahan yang telah masak apalagi kalau jumlahnya banyak, merupakan menu utama orangutan. Buah-buahan


(40)

merupakan sumber energi yang baik akan tetapi bukan merupakan sumber protein. Kebanyakan diantara para orangutan menemukan jalan tengah dengan menambah dedaunan muda atau serangga, yang dua-duanya kaya akan protein. Saat produktifitas buah berkurang di habitatnya, orangutan akan pindah ke tempat lain atau tetap bertahan di wilayah teritorinya dengan mencari cara lain untuk menanggulangi masa paceklik dan mengandalkan makanan alternatif (fallback foods).

Pada saat buah sedikit di Batang Toru, orangutan akan berpaling mencari makanan lain seperti pucuk daun muda, umbut, bunga dan bahkan orangutan Batang Toru juga memakan kulit kayu dengan gizi yang sedikit untuk menanggulangi rasa laparnya. Menurut van Schaik (2006) bahwa orangutan memakan kulit kayu sebagai upaya menanggulangi rasa lapar. Perobekan kulit pohon merupakan reaksi yang paling utama dalam pencegahan akibat paceklik di Kalimantan. Akan tetapi orangutan Suaq di Sumatera jarang berpaling pada tindakan alternatif yang drastis ini.

Dari hasil penelitian mengenai persentase jenis makanan orangutan Batang Toru didapatkan cukup bervariasi, seperti terlihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa persentase jenis makanan yang paling banyak dimakan oleh orangutan adalah dari jenis buah, yaitu sebesar 69,8% (jantan remaja), 65,5% (betina dewasa) dan 57,3% (betina remaja). Makanan

65.5 15.1 8.6 2.1 6.6 2.1 57.3 15.3 13 12.3 1.2 0.9 69.8 16.2 10.1 2.4 0 1.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Buah Daun Umbut Bunga Kulit Kayu Serangga

Je nis Makanan

P e r se n ta se Betina Dewasa Betina Remaja Jantan Remaja


(41)

terbanyak kedua dari jenis daun, yaitu sebesar 16,2% (jantan remaja), 15,3% (betina remaja) dan 15,1% (betina dewasa), kemudian dari jenis umbut, yaitu sebesar 13% (betina remaja), 10,1% (jantan remaja) dan 8,6% (betina dewasa), selanjutnya dari jenis bunga, yaitu sebesar 12,3% (betina remaja), 2,4% (jantan remaja) dan 2,1% (betina dewasa), selanjutnya kulit kayu, yaitu sebesar 6,6% (betina dewasa), 1,2% (betina remaja) dan 0% (jantan remaja) dan dari jenis serangga, yaitu sebesar 2,1% (betina dewasa), 1,5% (jantan remaja) dan 0,9% (betina remaja).

Konsumsi buah yang paling tinggi adalah orangutan jantan remaja. Hal ini disebabkan karena orangutan jantan remaja aktif bergerak sebagai pengembara di hutan dan ukuran tubuh juga lebih besar dari orangutan betina remaja sehingga dibutuhkan nutrisi yang banyak. Selain itu, nutrisi juga dibutuhkan dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Konsumsi buah tertinggi kedua adalah orangutan betina dewasa. Hal ini disebabkan karena orangutan masih mengasuh anak, menyusui anak, membantu pergerakan anak saat menyeberangi kanopi pohon dan ukuran tubuh yang besar. Orangutan yang sedang mengasuh anak membutuhkan asupan makanan yang tinggi agar kualitas dan kuantitas Air Susu Ibu (ASI) yang dihasilkan baik. Kandungan energi yang besar pada buah sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan energi orangutan betina. Knott (1988) menjelaskan bahwa orangutan betina dewasa mengkonsumsi makanan dengan kualitas lebih tinggi terutama buah yang digunakan untuk kebutuhan pada waktu hamil, menyusui dan merawat anak. Konsumsi buah terendah yaitu pada orangutan betina remaja. Orangutan betina remaja lebih sering dijumpai pada bulan kedua penelitian (Maret 2013). Pada bulan tersebut produktifitas buah sedang berkurang sehingga orangutan betina remaja mencari makanan alternatif lain.

Buah merupakan sumber makanan utama yang sering dimakan orangutan, mengandung nutrien lengkap berupa air, karbohidrat dan energi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih dari 60% serta rendah protein (Tillman et al. 1991; Almatsier, 2001). Zulfa et al. (2010) menyatakan bahwa buah memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi dibandingkan kategori makanan lain, sehingga


(42)

orangutan memilih buah sebagai makanan utama yang selalu dimakan tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Jenis makanan tertinggi kedua adalah daun, yaitu sebesar 16,2% (jantan remaja), 15,3% (betina remaja) dan 15,1% (betina dewasa). Orangutan jantan remaja yang paling banyak memakan daun adalah untuk mengatasi kekurangan protein karena makanan jenis serangga orangutan jantan remaja yang paling sedikit. Hal ini dapat diasumsikan sebagai strategi makan yang dilakukan oleh orangutan Batang Toru untuk melengkapi kebutuhan nutrisi tubuhnya. Daun yang lebih disukai adalah daun muda daripada daun tua. Daun tua sangat jarang ditemukan di makan oleh orangutan. Hal ini disebabkan karena daun tua sulit dicerna. Menurut Slamet et al. (2009) daun muda mengandung kadar protein yang tinggi. Daun tua yang melimpah di hutan biasanya mengandung serat dan tanin yang sulit dicerna.

Jenis daun yang dimakan oleh orangutan di Batang Toru Blok Barat adalah daun Cinnamumun iners, Calamus caesis, Gironera subaequalis, Gironera farvifolia, Korthalsia grandis, Xanthophyllum sp., Bambusa sp., dan tangkai daun liana. Daun muda Gironera subaequalis dan Gironera parvifolia adalah daun yang paling disukai orangutan di Hutan Batang Toru Blok Barat karena selalu tersedia banyak di hutan tersebut.

Menurut Meijard et al. (2001) bahwa daun dan tangkainya merupakan makanan bagi orangutan untuk bertahan hidup ketika ketersediaan buah rendah. Di Kalimantan, daun muda dan tunas daun pucuk serta lapisan dalam tangkai daun tua tanaman palem lontar (Borassodendron borneensis) yang melimpah secara lokal adalah sumber makanan yang sangat penting ketika buah menjadi jarang. Penduduk lokal di Kalimantan Tengah menegaskan bahwa orangutan hanya dapat bertahan hidup di tempat yang palem Bendang-nya (yaitu lontar) melimpah. Hal ini terlihat jelas selama musim paceklik buah, palem ini sering rusak berat karena dimakan oleh orangutan.

Makanan alternatif selanjutnya adalah umbut, yaitu sebesar 13% (betina remaja), 10,1% (jantan remaja) dan 8,6% (betina dewasa). Orangutan memakan umbut juga merupakan salah satu bentuk strategi saat buah berkurang. Umbut yang dimakan oleh orangutan Batang Toru Blok Barat adalah umbut dari famili


(43)

Pandanaceae, yaitu dari jenis Frecinetia sumaterana, Frecinetia imbricata, Pandanus helicopus dan Pandanus artocarpus. Umbut yang paling sering dimakan oleh orangutan adalah umbut Frecinetia sumaterana yang tersedia banyak merambat seperti liana di pohon-pohon besar di Hutan Batang Toru Blok Barat.

Kulit kayu yang dimakan orangutan Batang Toru, yaitu sebesar 6,6% (betina dewasa), 1,2% (betina remaja) dan orangutan jantan remaja tidak pernah ditemukan selama penelitian memakan kulit kayu. Hal ini dapat diasumsikan juga sebagai salah satu strategi makan dari orangutan. Orangutan jantan remaja tidak pernah memakan kulit kayu selama penelitian karena orangutan tersebut lebih memilih daun, umbut dan bunga sebagai makanan tambahan.

Kulit kayu yang dimakan tergolong rendah, hal ini disebabkan kulit kayu sangat sulit dicerna dan untuk memperolehnya dibutuhkan energi yang besar. Kandungan nutrisi kulit kayu yang rendah tidak seimbang dengan energi yang dihasilkan untuk kebutuhan orangutan. Orangutan memakan kulit kayu apabila buah sedikit. Rendahnya makan kulit kayu juga diperoleh orangutan Sumatera di Suaq dan Ketambe. Menurut Morrogh-Bernard et al. (2009); Fox et al. (2004); Wich et al. (2006a) di Suaq 1,1% dan Ketambe 2,7% untuk makan kulit kayu. Menurut Knott (1999) dan Harrison (2009) konsumsi kulit kayu sedikit karena sulit dicerna.

Bunga yang dimakan orangutan Batang Toru, yaitu sebesar 12,3% (betina remaja), 2,4% (jantan remaja) dan 2,1% (betina dewasa). Tingginya makan bunga pada orangutan betina remaja juga adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya dan sebagai makanan alternatif pada saat buah berkurang. Ketersediaan bunga di habitatnya hanya ada pada waktu tertentu sehingga konsumsi bunga tergolong rendah. Menurut Knott (1999) & Harrison (2009) bahwa bunga mengandung kadar NDF lebih dari 40% dan rendah tanin, namun hanya tersedia pada waktu tertentu.

Persentase makanan berupa bunga oleh orangutan betina remaja berkaitan dengan kurangnya musim buah saat dilakukan penelitian ini sehingga strategi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, orangutan memakan bunga. Bila dilihat dari konsumsi buah, orangutan betina remaja adalah yang


(44)

paling rendah dibandingkan dengan orangutan betina dewasa dan jantan remaja. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Meijard et al. (2001) bahwa ketika ketersediaan buah di alam berkurang, konsumsi makanan alternatif akan meningkat. Jenis bunga yang dijadikan sebagai makanan di Hutan Batang Toru Bagian Barat adalah bunga Frecinetia sumaterana, Palakium rostratum, Eurya trichocarpa dan Palakium hexandrum. Bunga yang paling sering dimakan adalah bunga Palakium rostratum.

Untuk kebutuhan protein, selain daun muda orangutan menggunakan serangga sebagai solusi. Orangutan betina dewasa menggunakan serangga sebagai pakan 2,1%, orangutan betina remaja 0,9% dan orangutan jantan remaja 1,5%. Konsumsi serangga paling banyak digunakan oleh orangutan betina dewasa. Hal ini dimungkinkan karena orangutan betina dewasa sedang menyusui sehingga dibutuhkan protein yang lebih banyak. Makanan hewani tersebut kaya akan protein yang diperlukan untuk kebutuhan dalam mengasuh anak (Knott, 1999). Konsumsi serangga untuk orangutan jantan remaja adalah yang tertinggi ke-2. Hal ini disebabkan orangutan jantan remaja sangat aktif bergerak. Menurut Meijard (2001), jantan remaja bersifat pengembara, yang tidak pernah atau sangat

jarang kembali ke tempat semula sehingga dibutuhkan serangga berupa rayap,

semut dan bahkan telurnya sebagai penyuplai protein bagi orangutan tersebut. Menurut Galdikas (1978) dan Rijksen (1978) bahwa kemampuan untuk mencari dan menemukan sumber makanan subtitusi saat musim sedikit buah adalah mutlak untuk dimiliki oleh orangutan liar. Disamping itu kemampuan tersebut akan mendorong orangutan liar melakukan pergerakan musiman untuk mencari makanan sebagai bagian dari strategi makannya.

4.2. Perilaku Makan Orangutan

Dari hasil penelitian diperoleh perilaku makan orangutan cukup bervariasi seperti orangutan jantan remaja memakan lebih banyak buah, kemudian diikuti dengan memakan daun, umbut, bunga dan serangga. Perilaku makan orangutan betina dewasa juga memakan buah lebih banyak kemudian diikuti dengan memakan daun, umbut, kulit kayu, bunga dan serangga. Perilaku makan orangutan betina remaja juga lebih banyak memakan buah kemudian diikuti dengan memakan


(45)

daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan utama orangutan adalah buah kemudian sebagai tambahan atau makanan alternatif adalah daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga.

Perilaku makan orangutan Batang Toru untuk memakan jenis buah yaitu dengan mengambil buah yang berada di ranting pohon atau yang menempel di batang utama pohon. Orangutan biasanya mengambil buah dengan posisi menggantung dan bertumpu pada salah satu batang dan orangutan juga mengambil buah dengan posisi badan terbalik (kepala ke bawah). Buah Pandanus artocarpus yang dimakan dengan posisi menggantung dalam waktu yang lama, kemudian karena buah Pandanus artocarpus besar dan sangat keras, orangutan tersebut membawa buah pandan tersebut ke pohon lain. Di pohon tersebut, orangutan memakan buah pandan tersebut dengan santai tanpa menggantung. Selain buah Pandan, orangutan juga memakan buah dari famil moraceae, sapotaceae, myrtaceae, dan buah liana. Orangutan sangat menyukai pohon yang berbuah lebat yang terlihat saat sedang melaksanakan perilaku makan buah (Gambar 4.2) berikut ini.

Gambar 4.2 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Sedang Melakukan Perilaku Makan Buah Liana

Perilaku makan daun yaitu dengan cara menarik daun dari ranting dengan cepat bersamaan menggunakan tangan (Leaf stripping with hand), yaitu orangutan


(46)

memegang ranting atau bagian liana kemudian menarik daun dari pangkal ke ujung ranting dan baru memakan daun yang ada di tangannya. Menarik daun dari ranting dengan cepat bersamaan menggunakan mulut (Leaf stripping with mouth), yaitu dengan mulutnya orangutan mengambil ranting atau daun kemudian dengan tangannya ia menarik ranting dan makan daun yang ada di mulutnya. Salah satu daun yang paling disukai oleh orangutan adalah daun muda Gironera subaequalis (Gambar 4.3) berikut ini, Gironera farvifolia, Cinnamomun iners, dan Xanthophyllum sp.

Gambar 4.3 Orangutan Betina Remaja (Beti) Sedang Melakukan Perilaku Makan Daun Muda

Gironera subaequalis.

Perilaku makan umbut dilakukan dengan cara mengambil bagian muda tanaman. Umbut pandan, bambu dan rotan diambil pada bagian pucuk tanaman atau ujung akar yang masih muda. Biasanya, orangutan akan merusak tanaman kemudian menyepah umbut untuk diserap sari makanannya dan sisanya akan dibuang.

Selama pengamatan pernah tercatat sekali bahwa orangutan Inda turun ke tanah untuk mengambil umbut akar muda dari pandan duri (Pandanus helicopus) di bulan maret 2013 (bulan ke-2 penelitian). Orangutan Batang Toru belum pernah tercatat turun ke tanah untuk mengambil atau mencari makanan. Hal ini disebabkan karena pada bulan maret tersebut ketersediaan buah alam menurun membuat orangutan mencari makanan tambahan untuk kebutuhan tubuhnya.


(47)

Ketersedian buah yang langka mengakibatkan orangutan harus mencari solusi agar orangutan tidak kelaparan. Proporsi makan buah pada bulan maret untuk semua orangutan berkurang. Strategi yang digunakan oleh orangutan pada bulan maret adalah lebih banyak memakan daun, umbut, bunga dan kulit kayu. Gambar 4.4 berikut ini adalah orangutan betina dewasa (Inda) yang sedang memakan umbut akar pandan duri (Pandanus helicopus) setelah turun ke tanah untuk mengambilnya.

Gambar 4.4 Orangutan Betina Dewasa (Inda) Sedang Memakan Akar Pandan Duri (Pandanus helicopus)

Perilaku makan bunga dilakukan dengan cara mengambil bunga dan langsung dimakan dengan posisi menggantung. Letak bunga yang jauh dari pohon utama membuat orangutan harus menjaga keseimbangan tubuh. Orangutan Batang Toru memakan bunga dalam jumlah sedikit dan hanya makan bunga saat bunga lagi musim. Para Orangutan Suaq juga ditemukan sangat jarang memakan bunga. Cara orangutan mengambil bunga adalah dengan menarik ranting dengan pelan-pelan agar bunga tidak banyak yang jatuh ke lantai hutan kemudian langsung dimakan menggunakan mulut.

Cara orangutan Batang Toru mengkonsumsi kulit kayu sangat unik. Mereka menguliti kulit kayu sampai kambium kelihatan dengan menggunakan mulut. Mulut orangutan ternyata sangat kuat dan hampir seperempat dari batang pohon dikuliti orangutan pada saat buah berkurang. Dalam konsumsi kulit kayu


(1)

C. Mann-Whitney Test Aktifitas Harian Orangutan Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Sum of Ranks Kegiatan Betina_Dewasa 4113 4071.30 16745240.00

Betina_Remaja 4585 4599.06 21086711.00

Total 8698

Test Statisticsa

Kegiatan Mann-Whitney U 8284799.000

Wilcoxon W 1.675E7

Z -11.565

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

Mann-Whitney Test

Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Sum of Ranks Kegiatan Betina_Dewasa 4113 2658.81 10935674.00

Jantan_Remaja 1282 2823.74 3620036.00

Total 5395

Test Statisticsa

Kegiatan Mann-Whitney U 2475233.000

Wilcoxon W 1.094E7

Z -4.103

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

Mann-Whitney Test

Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Sum of Ranks Kegiatan Betina_Remaja 4585 2971.50 13624328.00


(2)

Test Statisticsa

Kegiatan Mann-Whitney U 2767047.000

Wilcoxon W 3589450.000

Z -3.671

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

D. Crosstabs Persentase Jenis Makanan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Individu_Orangutan *

Item

6540 100.0% 0 .0% 6540 100.0%

Individu_Orangutan * Item Crosstabulation

Item

Total bunga buah

Kulit kayu

seran

gga daun Umbut

Individu_Orangutan Betina_Dewasa 2.1% 65.5% 6.6% 2.1% 15.1% 8.6% 100.0% Betina_Remaja 12.3% 57.3% 1.2% .9% 15.3% 13.0% 100.0% Jantan_Remaja 2.4% 69.8% 1.5% 16.2% 10.1% 100.0%

Total 6.4% 62.6% 3.5% 1.5% 15.3% 10.6% 100.0%

D. Kruskal-Wallis

Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Item Betina_Dewasa 2937 3369.00

Betina_Remaja 2740 3158.55 Jantan_Remaja 863 3290.71


(3)

Test Statisticsa,b

Item

Chi-Square 23.659

Df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Individu_Orangutan

E. Mann-Whitney Test

Ranks

Individu_Oranguta

n N Mean Rank Sum of Ranks

Item Betina_Dewasa 2937 2926.22 8594313.00 Betina_Remaja 2740 2745.51 7522690.00

Total 5677

Test Statisticsa

Item

Mann-Whitney U 3767520.000

Wilcoxon W 7522690.000

Z -4.757

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

Mann-Whitney Test

Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Sum of Ranks Item Betina_Dewasa 2937 1911.78 5614905.00

Jantan_Remaja 863 1862.10 1606995.00

Total 3800

Test Statisticsa

Item Mann-Whitney U 1234179.000

Wilcoxon W 1606995.000

Z -1.396

Asymp. Sig. (2-tailed) .163


(4)

Mann-Whitney Test

Ranks

Individu_Orangutan N Mean Rank Sum of Ranks Item Betina_Remaja 2740 1783.54 4886901.50

Jantan_Remaja 863 1860.61 1605704.50

Total 3603

Test Statisticsa

Item Mann-Whitney U 1131731.500

Wilcoxon W 4886901.500

Z -2.157

Asymp. Sig. (2-tailed) .031

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

F. Penggunaan Kanopi Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Individu_Orangutan * Tinggi

6540 100.0% 0 .0% 6540 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 283.012a 10 .000

Likelihood Ratio 308.815 10 .000 Linear-by-Linear

Association

11.240 1 .001 N of Valid Cases 6540


(5)

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 283.012a 10 .000

Likelihood Ratio 308.815 10 .000 Linear-by-Linear

Association

11.240 1 .001 N of Valid Cases 6540

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.76.

G. Kruskal-Wallis Test Ranks

Individu_Orangut

an N

Mean Rank Tinggi Betina_Dewasa 2937 3122.70

Betina_Remaja 2740 3548.61 Jantan_Remaja 863 2890.51

Total 6540

Test Statisticsa,b

Tinggi

Chi-Square 132.900

Df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Individu_Orangutan

F. Mann-Whitney Test Ranks

Individu_Orangut

an N

Mean Rank

Sum of

Ranks Tinggi Betina_Dewasa 2937 1930.41 5669626.00

Jantan_Remaja 863 1798.70 1552274.00

Total 3800

Test Statisticsa

Tinggi

Mann-Whitney U 1179458.000

Wilcoxon W 1552274.000


(6)

Mann-Whitney Test Ranks

Individu_Orangut

an N

Mean Rank

Sum of

Ranks Tinggi Betina_Dewasa 2937 2661.29 7816204.50

Betina_Remaja 2740 3029.49 8300798.50

Total 5677

Test Statisticsa

Tinggi

Mann-Whitney U 3501751.500

Wilcoxon W 7816204.500

Z -9.169

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Individu_Orangutan

Mann-Whitney Test Ranks

Individu_Orangut

an N

Mean Rank

Sum of

Ranks Tinggi Betina_Remaja 2740 1889.62 5177550.00

Jantan_Remaja 863 1523.82 1315056.00

Total 3603

Test Statisticsa

Tinggi Mann-Whitney U 942240.000 Wilcoxon W 1315056.00

0

Z -9.799

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000

a. Grouping Variable: Individu_Orangutan