Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA
DENGAN ETANOL

NITASARI DWI ANGGRAENI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Benih
Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera
dengan Etanol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Nitasari Dwi Anggraeni
NIM A24090056

ABSTRAK
NITASARI DWI ANGGRAENI. Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk
Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol Dibimbing oleh FAIZA C
SUWARNO.
Lot benih dengan tingkat viabilitas yang berbeda 60–80% dibutuhkan antara lain
dalam penelitian invigorasi untuk meningkatkan vigor benih dan hasil panen. Percobaan
laboratorium dilakukan untuk menentukan metode pengusangan cepat dengan larutan
etanol 96% yang dapat menghasilkan tingkat viabilitas benih kedelai (Glycine max L.)
yang diinginkan dan mengetahui vigor daya simpan benih tersebut. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor pada
bulan November 2012 sampai Mei 2013. Benih kedelai verietas Gema, Burangrang, dan
Ijen diberi perlakuan lama perendaman dalam larutan etanol 96%. Benih yang telah
diusangkan diuji viabilitasnya dengan metode UKD-dp. Benih dengan tingkat viabilitas
yang diinginkan,

dan
disimpan pada dua kondisi simpan, 27–30 dengan RH
61–72% dan 2 –27 dengan RH 58-74%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih
) dapat
kedelai varietas Gema, Burangrang, Ijen dengan tingkat viabilitas 80% (
diperoleh dengan merendam benih didalam larutan etanol 96% berturut-turut selama 22
menit 31.8 detik, 22 menit 58.8 detik, 15 jam 19.8 menit sedangkan untuk tingkat
viabilitas 60%
diperoleh dengan lama perendaman berturut-turut selama 99 menit
27.6 detik, 109 menit 34.2 detik, 40 jam 4.8 menit. Benih kedelai dengan tingkat
dan
dapat mempertahankan vigor daya simpan
selama 8 minggu
viabilitas
pada kedua kondisi simpan.
Kata kunci: daya simpan, metode pengusangan cepat, devigorasi,

ABSTRACT
NITASARI DWI ANGGRAENI. Storability of Soybean (Glycine max L.) Seed After
Accelerated Aging Treatment with Ethanol. Supervised by FAIZA C SUWARNO.

Seed lots with different viability levels, 60–80%, are needed for seed invigoration
studies to improve seed vigor and crop yield. Laboratory experiments were conducted to
determine an accelerated aging method with liquid ethanol (96%) producing the desirable
seed-viability levels and the storability of the treated seeds on soybean (Glycine max L.).
The experiments were conducted in the Seed Science and Technology Laboratory, Bogor
Agricultural University from November 2012 to May 2013. Soybean seeds of varieties
Gema, Burangrang, and Ijen were treated by different duration of soaking into 96% liquid
ethanol. Viability of the treated seeds were tested with UKD-dp method. The seeds with
desirable viability levels, P20 and P40, were stored in two storage conditions, 27–30oC
with 61–72% RH and 22–27oC with 58–74% RH. The results indicated that soybean seed
of varieties Gema, Burangrang, and Ijen, with viability level of 80% (P20) could be obtain
by soaking the seed into ethanol 96% for 22 minutes 31.8 secons, 22 minutes 58.8 secons,
15 hours 19.8 minutes respectively, whereas those with viability level of 60% (P40) were
obtained by soaking durations of 99 minutes 27.6 secons, 109 minutes 34.2 secons, 40
hours 4.8 minutes, respectively. The seed with selected viability levels, P20 and P40, could
maintain the viability for 8 weeks in the both storage conditions.
Key words: storability, accelerated aging method, devigoration

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA

DENGAN ETANOL

NITASARI DWI ANGGRAENI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk
Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol
: Nitasari Dwi Anggraeni
: A24090056


Judul Skripsi :
Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Faiza C Suwarno, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2012 sampai Mei 2013 dengan judul Kemampuan Benih Kedelai

(Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan
Etanol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Faiza C Suwarno, MS selaku
dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Supijatno, MS selaku dosen pembimbing
akademik dan Dr Ir Eny Widajati, MS serta Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku
dosen penguji. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak,
Adik, teman-teman “Socrates” AGH 46, teman-teman kostan Malea, dan
KKBMK atas bantuan moril maupun materil yang sudah diberikan kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Bogor, Juli 2013
Nitasari Dwi Anggraeni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kemunduran Benih
Metode Pengusangan Cepat
Viabilitas dan Vigor Benih
Daya Simpan Benih
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Penentuan Metode Pengusangan Cepat yang Efektif
pada Setiap Varietas Kedelai
) pada Kondisi
Percobaan 2: Pengujian Vigor Daya Simpan (
simpan I dan Kondisi simpan II
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
3
3
3
4
5
5
6
6
6
6
9
10
12

21
21
21
21
25

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh waktu pengusangan terhadap persentase daya berkecambah
pada varietas Burangrang, Gema, dan Ijen
2 Rekapitulasi hasil analisis regresi linier penentuan waktu pengusangan
3 Rekapitulasi hasil sidik ragam viabilitas awal dan periode simpan serta
interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih
pada kondisi simpan I
4 Rekapitulasi hasil sidik ragam viabilitas awal dan periode simpan serta
interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih
pada kondisi simpan II
5 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap daya
berkecambah (DB) pada kondisi simpan I
6 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap daya
berkecambah (DB) pada kondisi simpan II

7 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kecepatan
tumbuh (KCT) pada kondisi simpan I
8 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kecepatan
tumbuh (KCT) pada kondisi simpan II
9 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kadar air (KA)
pada kondisi simpan I
10 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kadar air (KA)
pada kondisi simpan II

10
11

13

13
14
15
17
18
19

20

DAFTAR GAMBAR
1 Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad
2 Benih kedelai varietas Burangrang, Ijen, Gema yang digunakan dalam
penelitian
3 Struktur kecambah normal, abnormal dan mati pada benih kedelai
4 Fluktuasi suhu dan RH pada kondisi simpan I dan II
5 Pengaruh perendaman benih kedelai dalam larutan etanol 96%
sebelum perlakuan (a) dan setelah perlakuan (b)
6 Pengaruh perendaman benih kedelai dalam larutan etanol 96% pada
varietas Gema (a), Burangrang (b) dan Ijen (c)

4
6
8
10
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir pelaksanaan penelitian

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi sektor
strategis secara ekonomi. Menurut BPS (2012) konsumsi kedelai di Indonesia
meningkat sebesar 7.22% per tahun. Kebutuhan konsumsi kedelai di Indonesia
sebesar 2.4 juta ton sedangkan produksi kedelai di Indonesia sebesar 1.44 juta ton.
Sekitar 1.6 juta ton pemenuhan kebutuhan kedelai didapatkan dari import kedelai.
Faktor pembatas produksi kedelai salah satunya adalah ketersediaan benih
bermutu. Baihaki (2002) menyatakan bahwa penggunaan benih kedelai
bersertifikat oleh petani masih sangat rendah yaitu sekitar 5%.
Menurut Tatipata et al. (2004) benih kedelai cepat mengalami deteorasi di
dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak (16%) dan proteinnya relatif
tinggi (37%). Menurut Yullianida (2005) kondisi iklim tropis Indonesia dengan
suhu dan kelembaban tinggi juga dapat memicu laju deteriorasi benih kedelai di
penyimpanan. Kemunduran benih dapat digambarkan dengan kurva konsepsi
Steinbauer-Sadjad periode ke III dimana proses kemunduran benih terus
berlangsung seiring berjalannya waktu sampai akhirnya benih tersebut mati.
Yullianida (2005) menyatakan bahwa upaya peningkatan viabilitas kedelai
lebih banyak dilakukan dengan mengkondisikan benih melalui perlakuan (seed
treatment) tertentu seperti invigorasi. Menurut Belo dan Suwarno (2012) benih
dengan beberapa tingkat viabilitas yang berbeda diperlukan sebagai bahan
penelitian invigorasi. Metode pengusangan cepat (MPC) merupakan salah satu
metode untuk membuat benih dengan tingkat viabilitas yang berbeda. Menurut
Sadjad et al. (1999) MPC kimiawi lebih efektif dibandingkan dengan MPC fisik
karena pelaksanaan lebih cepat dan cendawan tidak dapat berkembang.
Berdasarkan hasil penelitian Belo dan Suwarno (2012) MPC dengan perendaman
dalam etanol 96% merupakan metode terbaik dan paling mudah untuk
menurunkan viabilitas benih padi dibandingkan dengan perlakuan uap etanol dan
metode pengusangan fisik.
Perdani (2010) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan pola gejala
kemunduran benih secara buatan (devigorasi) menggunakan metode perendaman
etanol 96% dengan kemunduran secara alami (deteorasi) benih yang disimpan
yang ditunjukkan dengan pola garis penurunan daya berkecambah dan indeks
vigor. Menurut Justice dan Bass (2002) setiap benih memiliki laju kemunduran
yang berbeda tergantung pengaruh genetik, dormansi benih, ketebalan dan
struktur kulit benih serta komposisi kimia dalam benih. Benih yang memiliki
struktur kulit yang lebih tebal dan keras diduga lebih tahan terhadap kondisi sub
optimum.
Menurut Mugnisyah (2007) kemunduran benih dipengaruhi oleh genetik,
kadar air benih dan suhu. Salah satu cara untuk menekan laju kemunduran benih
dengan penyimpanan yang tepat. Menurut Purwanti (2004) pada suhu rendah (20–
23 ) viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama dan proses respirasi berjalan
lambat dibandingkan dengan suhu tinggi (27–29 ). Tatipata et al. (2004)
mengemukakan bahwa benih kedelai varietas Willis yang disimpan dengan kadar
air 8% dan 10% di dalam kantong plastik polietilen dan kantong alumunium foil

2
dapat mempertahankan mutunya tetap tinggi ≥ 90% selama 6 bulan penyimpanan.
Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui kurun waktu
benih kedelai dapat mempertahankan viabilitasnya setelah diusangkan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan metode pengusangan cepat (MPC) yang efektif pada setiap
varietas kedelai (Glycine max L.) untuk mencapai viabilitas potensial P20 (80%)
dan
(60%).
2. Mempelajari vigor daya simpan ( ) benih kedelai yang telah diusangkan P20
(60%) pada kondisi simpan I (27–30 , RH 61–72%) dan kondisi
(80%) dan
simpan II (2 –27 , RH 58-74%).
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Terdapat metode pengusangan cepat (MPC) yang efektif pada setiap varietas
kedelai untuk mencapai viabilitas potensial P20 (80%) dan P40 (60%).
2. Benih kedelai dengan viabilitas awal simpan
P20 (80%) dan P40 (60%)
mampu mempertahankan vigor daya simpan
selama 8 minggu.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak dengan beragam morfologi. Kedelai termasuk famili leguminose (kacangkacangan). Menurut Adie dan Krisnawati (2007) karakteristik tanaman kedelai
yang dibudidayakan di Indonesia merupakan tanaman semusim, tanaman tegak
dengan tinggi 40-90 cm, bercabang memiliki daun tunggal dan daun trifoliate,
bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72-90 hari.
Menurut Irwan (2006) jumlah biji di dalam setiap polong berjumlah dua
sampai tiga biji. Biji kedelai dikelompokkan menjadi kelompok biji dengan
ukuran besar (bobot lebih besar dari 13 gram per 100 biji), sedang (10-13 gram
per 100 biji) dan kecil (7-9 gram per 100 biji). Biji kedelai sebagian besar tersusun
oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Bentuk biji bervariasi tergantung
varietas tanaman yaitu bulat, gepeng, bulat telur.
Menurut Badan Litbang Pertanian kedelai varietas Gema banyak
dikembangkan pada curah hujan terbatas dan digunakan sebagai bahan baku tahu.
Kedelai varietas Gema berumur genjah dipanen pada umur 73 hari dan memiliki
bobot biji 11.9 gram/100 biji. Kedelai ini memiliki kandungan protein 39%.
Kedelai varietas Burangrang tergolong kedelai berbiji besar dan memiliki warna
kulit kuning. Keunggulan varietas ini adalah tidak mudah rebah dan tahan
terhadap ulat grayak. Kedelai varietas Burangrang memiliki bobot 100 butir
sebesar 17 gram dan banyak digunakan sebagai bahan bahan baku susu kedelai,
tempe dan tahu. Kedelai varietas Ijen dilepas pada tahun tanggal 5 Agustus 2003.
Produktivitasnya berkisar antara 2,15-2,49 ton/ha. Kulit bijinya berwarna kuning
agak gelap dan memiliki bobot 100 butir sebesar 15-17 gram. Kedelai varietas ini
tahan terhadap ulat grayak. Memiliki kandungan protein 36,4% dan minyak
13,2%.
Kemunduran Benih
Kemunduran benih dapat digambarkan dengan kurva konsepsi SteinbauerSadjad periode ke III dimana proses kemunduran benih terus berlangsung seiring
berjalannya waktu sampai akhirnya benih tersebut mati (Gambar 1). Menurut
Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih adalah proses mundurnya
mutu fisiologis benih secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat
balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis dan biokimia. Menurut Mugnisyah
(2007) kemunduran benih merupakan proses yang mengarah pada perubahanperubahan yang merusak benih biasanya digambarkan dengan menurunnya mutu
fisiologis. Kemunduran benih dimulai pada waktu benih mencapai masak
fisiologis. Kemunduran benih dapat berlangsung dari beberapa hari sampai
bertahun-tahun. Menurut Sadjad (1999) kemunduran benih bersifat akumulatif
dan tidak dapat dicegah. Kemunduran viabilitas benih secara alami disebut
deteriorasi. Proses kemunduran viabilitas benih secara buatan misalnya dengan
pengusangan cepat disebut devigorasi.

Viabilitas

4

I

II
Periode viabilitas

III

a

: Viabilitas potensial;
: Vigor; PKs: Periode konservasi sebelum simpan;
PKT: Periode konservasi sebelum tanam; Vss: Viabilitas sesungguhnya; D= Nilai delta.

Gambar 1 Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad 1994)

Menurut Justice dan Bass (2004) terdapat dua gejala kemunduran benih
diantaranya gejala fisiologi dan biokimia. Gejala fisiologi meliputi perubahan
warna benih, mundurnya pertumbuhan perkecambahan dan meningkatnya
kecambah abnormal. Gejala kemunduran biokimiawi meliputi terjadinya
perubahan dalam aktivitas enzim, respirasi, laju sintesa, perubahan membran,
perubahan kromosom, dan perubahan persediaan cadangan makanan
Menurut Tatipata et al. (2004) kemunduran benih dapat ditengarai secara
biokimiawi dan fisiologi. Indikasi biokimiawi kemunduran benih dicirikan antara
lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya
nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan
daya berkecambah dan vigor.
Metode Pengusangan Cepat
Metode pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor
benih dan pengujian daya simpan benih. Menurut Sadjad (1999) metode
pengusangan cepat merupakan sebuah metoda yang menjabarkan kemunduran
benih secara artifisial. Metode pengusangan cepat dibedakan menjadi dua yaitu
metode pengusangan cepat secara fisik dan metode pengusangan cepat secara
kimia. Metode pengusangan fisik dengan memberi perlakuan suhu tinggi dan
kelembaban tinggi pada benih sehingga proses respirasi berjalan sangat cepat.
Metode pengusangan kimiawi menggunakan senyawa kimia misalnya etanol,
metanol. Semakin lama waktu deraan kadar etanolnya semakin tinggi.
Menurut Tatipata (2004) etanol merupakan pelarut organik yang dapat
mendenaturasi protein sehingga merusak kerja enzim dan struktur membran.
Rusaknya enzim mengakibatkan sistem metabolisme sel terganggu akibatnya
energi yang diterima embrio untuk tumbuh menjadi rendah. Rusaknya struktur
membran mengakibatkan kebocoran metabolit. Senyawa metabolit yang keluar
antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel, sehingga substrat
untuk respirasi berkurang dan energi yang dihasilkan untuk berkecambah menjadi
berkurang.

5
Viabilitas dan Vigor Benih
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada
),
kondisi optimum. Viabilitas benih dibedakan menjadi viabilitas potensial
viabilitas total ), dan vigor
) (Sadjad 1994) (Gambar 1). Viabilitas potensial
merupakan parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan kemampuan benih
untuk tumbuh normal yang berproduksi normal pada kondisi optimum. Viabilitas
potensial memiliki dua tolok ukur diantaranya adalah daya berkecambah (DB) dan
bobot kering kecambah normal (BKKN). Viabilitas total diukur berdasarkan
semua benih yang menunjukkan gejala hidup. Parameter tolok ukur viabilitas total
adalah potensi tumbuh maksimum (PTM) berdasarkan pada persentase benih yang
hidup. Sadjad et al. (1999) mendefinisikan vigor benih adalah kemampuan benih
untuk tumbuh normal pada kondisi yang tidak optimum atau suboptimum.
Menurut Sutopo (2004) vigor benih dibedakan atas vigor genetik dan vigor
fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari genetik yang berbeda-beda,
sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik
yang sama.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) faktor-faktor yang
mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan
benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik
meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap
kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan perkembangan
benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor
penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan
(suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen).
Daya Simpan Benih
Daya Simpan (DS) benih adalah kemampuan benih untuk dapat disimpan
atau perkiraan waktu benih dapat disimpan. Daya simpan merupakan parameter
lot benih dalam satuan waktu untuk suatu periode simpan (PS). Periode simpan
adalah kurun waktu simpan benih, dari benih siap disimpan sampai benih siap
ditanam. Vigor daya simpan adalah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan
dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan suboptimum.
(Sadjad et al. 1999).
Menurut Justice dan Bass (2002) faktor yang mempengaruhi daya simpan
benih yaitu pengaruh genetik, kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan
komposisi benih, kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, tingkat kadar
air benih, kerusakan mekanik dan vigor benih.
Menurut Purwanti (2004) penyimpanan benih kedelai kuning dalam
kantong plastik maupun kaleng setelah disimpan selama 6 bulan, pada suhu
rendah, daya tumbuh dan vigor benihnya masih tinggi (> 80%), sedangkan pada
suhu tinggi telah menurun ( 90% (Tabel 2).
Nilai > 90% menunjukkan bahwa faktor dapat memprediksi respon > 90%.
Perdani (2010) berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa metode
perendaman etanol 96% merupakan metode yang efektif untuk memundurkan
viabilitas benih kacang tanah secara buatan.
Berdasarkan analisis regresi linier (Tabel 2) waktu pengusangan terbaik
untuk mencapai viabilitas 80%
pada varietas Gema, Burangrang, dan Ijen
dengan merendam benih dalam larutan etanol 96% berturut-turut selama 22 menit
31.8 detik, 22 menit 58.8 detik, 15 jam 19.8 menit sedangkan untuk mencapai
berturut-turut selama 99 menit 27.6 detik, 109 menit 34.2
viabilitas 60%
detik, 40 jam 4.8 menit. Perbedaan waktu pengusangan pada setiap varietas
diduga karena pengaruh faktor genetik setiap varietas terhadap ketahanan deraan
(Belo 2012), ketebalan kulit benih, dan struktur dari kulit benih. Benih yang
memiliki kulit lebih tebal dan keras diduga lebih tahan terhadap kondisi
suboptimum.

12
Berdasarkan hasil penelitian ini benih kedelai varietas Gema, Burangrang,
Ijen yang telah mengalami pengusangan terlihat lebih kusam dan kering (Gambar
5.b) dibandingkan dengan kondisi fisik benih sebelum perlakuan (Gambar 5.a).
Pada varietas Burangrang dan Gema terjadi pengeriputan pada bagian kulit benih
setelah mengalami pengusangan selama 60 menit (Gambar 6).

a
Gambar 5

a

b

Pengaruh perendaman benih kedelai dalam larutan etanol 96% sebelum
perlakuan (a) dan setelah perlakuan (b)

b

c

Gambar 6 Pengaruh perendaman benih kedelai dalam larutan etanol 96% pada varietas
Gema (a), Burangrang (b) dan Ijen (c)

Menurut Justice dan Bass (2002) benih yang mengalami kemunduran
secara fisik mengalami perubahan warna, umumnya lebih kusam dan keriput dari
keadaan awalnya. Mugnisyah (2007) mengemukakan bahwa indikasi fisiologi dari
kemunduran benih diantaranya perubahan warna benih, meningkatnya jumlah
kecambah abnormal, pertumbuhan bibit yang berkurang dan toleransi yang
berkurang terhadap kondisi suboptimum selama perkecambahan.
Percobaan 2: Pengujian Vigor Daya Simpan (
dan Kondisi Simpan II

) pada Kondisi Simpan I

Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh viabilitas awal, periode simpan
dan interaksi antara viabilitas awal dan periode simpan pada kondisi simpan I
disajikan pada Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan
bahwa faktor tunggal viabilitas awal menunjukkan pengaruh nyata terhadap DB
dan KCT pada semua varietas. Faktor tunggal periode simpan menunjukkan
pengaruh nyata menunjukkan pengaruh nyata terhadap tolok ukur KCT pada
varietas Burangrang dan Gema serta berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air
pada varietas Ijen.

13
Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam viabilitas awal dan periode simpan serta
interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih
pada kondisi simpan I
Tolok ukur
Sumber keragaman
DB (%)
KCT (%etmal-1)
KA (%)
Viabilitas awal ( )
Periode simpan (PS)
Interaksi
Viabilitas awal ( )
Periode simpan (PS)
Interaksi
Viabilitas awal ( )
Periode simpan (PS)
Interaksi

Varietas Ijen
**
tn
tn
Varietas Burangrang
**
tn
tn
Varietas Gema
**
tn
tn

**
tn
tn

tn
**
tn

**

tn

*
tn

tn
tn

**
*
tn

tn
tn
tn

(*) berpengaruh nyata α = 5%; (**) berpengaruh sangat nyata α = 1%; (tn) tidak nyata; DB: daya
berkecambah; KCT: kecepatan tumbuh; KA: kadar air

a

Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh viabilitas awal, periode simpan
dan interaksi antara viabilitas awal dan periode simpan pada kondisi simpan II
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam viabilitas awal dan periode simpan serta
interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih
pada kondisi simpan II
Tolok ukur
Sumber keragaman
DB (%)
KCT (%etmal-1)
KA(%)
Varietas Ijen
Viabilitas awal ( )
**
**
tn
Periode simpan (PS)
tn
tn
**
Interaksi
tn
tn
tn
Varietas Burangrang
Viabilitas awal ( )
*
**
tn
Periode simpan (PS)
tn
tn
tn
Interaksi
tn
tn
tn
Varietas Gema
Viabilitas awal ( )
**
**
*
Periode simpan (PS)
tn
*
*
Interaksi
tn
tn
tn
(*) berpengaruh nyata α = 5%; (**) berpengaruh sangat nyata α = 1%; (tn) tidak nyata; DB: daya
berkecambah; KCT: kecepatan tumbuh; KA: kadar air

a

14
Rekapitulasi analisis ragam kondisi simpan II (Tabel 4) menunjukkan
bahwa faktor tunggal viabilitas awal menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap KCT pada semua varietas dan DB pada varietas Ijen dan Gema sedangkan
pada varietas Burangrang berpengaruh nyata. Faktor tunggal periode simpan
menunjukkan pengaruh sangat nyata pada kadar air varietas ijen dan berpengaruh
nyata pada KCT dan KA pada varietas Ijen.
Pengaruh Faktor Tunggal Viabilitas Awal dan Periode Simpan terhadap
Viabilitas Benih
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada
kondisi optimum. Tolok ukur viabilitas adalah daya berkecambah (DB). Hasil uji
lanjut faktor viabilitas awal terhadap daya berkecambah menunjukkan bahwa nilai
rata-rata DB P20 pada semua varietas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ratarata DB P40 pada kondisi simpan I (Tabel 5) dan kondisi simpan II (Tabel 6).
Perbedaan nilai rata-rata DB selama periode simpan disebabkan status viabilitas
awal simpan (
yang berbeda.Viabilitas awal simpan P20 (80%) berkisar antara
76.77-88.00% sedangkan viabilitas awal simpan P40 (60%) berkisar antara 61.3371.33%.
Tabel 5 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap daya berkecambah
(DB) pada kondisi simpan I
Periode simpan
Viabilitas awal
Rata-rata
0
2
4
6
8
-----------------------------% ----------------------------Varietas Ijen
88.00
91.33
89.33
88.67
90.00
89.47a
P20
64.00
61.33
60.00
68.67
64.67
63.73b
P40
76.00
76.33
74.67
78.67
77.33
Rata-rata
Varietas Burangrang
81.33
84.00
84.67
76.00
75.33
80.27a
P20
71.33
70.00
67.33
68.67
70.67
69.60b
P40
76.33
77.00
76.00
72.33
73.00
Rata-rata
Varietas Gema
77.33
76.67
76.00
74.00
74.67
75.73a
P20
61.33
73.33
68.00
61.33
65.33
65.87b
P40
69.33
75.00
72.00
67.67
70.00
Rata-rata
a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
: Viabilitas 80%;
: Viabilitas 60%
berganda Duncan);

P40 diduga memiliki kerusakan membran sel lebih tinggi dibandingkan
dengan P20. Kerusakan membran sel yang tinggi menyebabkan permeabilitas
membran meningkat dan integritas sel menurun. Hal tersebut mengakibatkan
meningkatnya kecambah abnormal. Menurut Tatipata et al. (2004) peningkatan
permeabilitas menyebabkan banyak metabolit yang keluar antara lain gula, asam
amino dan lemak. Hal tersebut mengakibatkan substrat untuk respirasi berkurang
sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang. Menurut Purwanti

15
(2004), kebocoran membran akibat kemunduran benih akan mempengaruhi
keadaan embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein
dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih.
Menurut Justice dan Bass (2002) benih dengan viabilitas awal rendah akan
sulit mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan dibandingkan dengan
benih viabilitas tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Hasbianto (2012) benih
dengan viabilitas awal yang tinggi sebelum simpan akan menunjukkan nilai Vigor
Daya Simpan (
yang tinggi. Gambar 1 merupakan kurva Konsepsi
pada setiap MPV (momen
Steinbauer-Sadjad berdasarkan kurva tersebut
periode viabilitas) terletak diatas
. Hal tersebut menunjukkan bahwa
memiliki viabilitas dan vigor lebih tinggi dibandingkan dengan
Tabel 6 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap daya berkecambah
(DB) pada kondisi simpan II
Periode simpan
Viabilitas awal
Rata-rata
0
2
4
6
8
-----------------------------------% -------------------------Varietas Ijen
83.33
84.67
92.00
83.33
90.67
86.80a
P20
65.33
66.67
68.00
63.33
62.67
65.20b
P40
74.33
75.67
80.00
73.33
76.67
Rata-rata
Varietas Burangrang
81.33
73.33
79.33
73.33
72.00
75.87a
P20
70.00
72.67
67.33
67.33
66.00
68.67b
P40
75.67
73.00
73.33
70.33
69.00
Rata-rata
Varietas Gema
76.67
76.00
80.67
70.00
71.33
74.93a
P20
64.67
60.67
71.33
61.33
66.67
64.93b
P40
70.67
68.33
76.00
65.67
69.00
Rata-rata
a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan);
: Viabilitas 80%;
: Viabilitas 60%

Faktor tunggal periode simpan tidak berpengaruh nyata terhadap DB pada
ketiga varietas pada kondisi simpan I maupun kondisi simpan II (Tabel 3). Benih
kedelai varietas Ijen, Gema dan Burangrang dengan viabilitas awal simpan P20
dan P40 yang disimpan pada kondisi simpan I (Tabel 5) maupun kondisi simpan II
(Tabel 6) tidak mengalami penurunan viabilitas secara statistika sampai minggu
ke-8. Hal tersebut menunjukkan bahwa benih kedelai tersebut mampu
mempertahankan vigor daya simpan (VDS) sampai minggu ke-8. Benih yang
mampu mempertahankan vigor daya simpan (
selama periode simpan
menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor tinggi. Berdasarkan kurva
konsepsi Steinbauer-Sadjad, periode II merupakan periode penyimpanan (Gambar
1). Selama penyimpanan mutu benih dipertahankan tetap tinggi, garis
(viabilitas potensial) dan (vigor) sejajar tidak mengalami penurunan.
Nilai rata-rata DB selama 8 minggu pada varietas Ijen, Burangrang dan Gema
kondisi simpan I berturut-turut berkisar antara 74.67-78.67%; 72.33-77.00%;

16
67.67-75.00%. Nilai rata-rata DB selama 8 minggu pada varietas Ijen, Burangrang
dan Gema kondisi simpan II berturut-turut berkisar antara 73.33-80.00%; 69.0075.67%; 65.67-76.00%.
Peningkatan suhu pada kondisi simpan II dari 23 menjadi 27 dan
peningkatan RH dari 58% menjadi 74% pada minggu ke-3 sampai ke-5 diduga
pada semua varietas sampai minggu
tidak mempengaruhi vigor daya simpan (
ke-8. Hal ini didukung dengan mutu viabilitas benih yang masih dipertahankan
sampai minggu ke-8. Penggunaan plastik polipropilen (PP) sebagai kemasan
simpan diduga dapat meminimalisir pertukaran udara dari dalam plastik dengan
udara luar. Hal tersebut dapat menekan meningkatnya KA yang dapat memicu
menurunnya viabilitas benih. Hasbianto (2012) menyatakan bahwa kemasan
plastik polipropilen (PP) bersifat kaku, ringan, memiliki permeabilitas uap air
yang rendah serta tahan terhadap suhu tinggi.
Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh Zahrok (2007) selama dua
bulan penyimpanan benih kedelai belum mengalami penurunan daya
berkecambah walaupun terjadi perubahan kadar air dan suhu ruang simpan.
Purwanti (2004) menyatakan bahwa benih kedelai kuning yang disimpan enam
bulan dalam kaleng maupun kantong plastik pada suhu rendah (20-23 ) masih
mempunyai daya tumbuh tinggi (> 80%). Tatipata et al. (2004) menambahkan
bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 8% dan 10% selama 6 bulan
di dalam kantong plastik polietilen dan kantong alumunium foil mampu
mempertahankan mutu tetap tinggi selama penyimpanan.
Pengaruh Faktor Tunggal Viabilitas Awal dan Periode Simpan terhadap
Vigor Benih
Kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan
tumbuh. Kecepatan tumbuh diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan
setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan kondisi optimum. Faktor
viabilitas awal berpengaruh sangat nyata terhadap KCT pada kondisi simpan I
(Tabel 3) dan kondisi simpan II (Tabel 4). Faktor tunggal periode simpan
berpengaruh nyata terhadap KCT pada varietas Burangrang dan Gema pada kondisi
simpan I (Tabel 3). Pada varietas Gema terjadi peningkatan KCT pada minggu ke-2
dan cenderung stabil sampai minggu ke-8 (Tabel 7). Nilai KCT pada varietas
Burangrang juga mengalami peningkatan pada minggu ke-2 dan mulai menurun
pada minggu ke-8 (Tabel 7). Peningkatan nilai KCT pada minggu ke-2 diduga
karena suhu kondisi lingkungan perkecambahan meningkat dari minggu ke-0.
Suhu yang meningkat merangsang kecambah untuk tumbuh lebih cepat. Selain itu,
pada minggu ke-0 diduga kondisi lingkungan perkecambahan kurang optimal
sehingga berpengaruh terhadap proses perkecambahan.
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh kelembaban udara, suhu, oksigen,
cahaya matahari. Jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi mengakibatkan
terhambatnya laju pertumbuhan morfologi sehingga terjadi peningkatan jumlah
kecambah abnormal. Menurut Copeland dan McDonald (2001), kondisi
lingkungan yang optimal bagi proses perkecambahan benih adalah ketersediaan
air, cahaya, oksigen dan suhu. Menurut Sadjad et al. (1999) benih dengan vigor
baik memiliki proses reaktivasi yang cepat apabila kondisi lingkungan
disekeliling benih untuk tumbuh optimum dan proses metabolisme tidak
terhambat.

17
Tabel 7 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh
(KCT ) pada kondisi simpan I
Periode simpan
Viabilitas awal
Rata-rata
0
2
4
6
8
---------------------------%etmal-1---------------------------Varietas Ijen
25.00
28.67
27.33
26.00
27.00
26.80a
P20
18.00
18.67
17.33
20.00
19.67
18.73b
P40
21.50
23.67
22.33
23.00
23.33
Rata-rata
Varietas Burangrang
20.67
24.00
24.33
21.00
20.67
22.13a
P20
17.00
20.67
19.00
18.67
18.33
18.73b
P40
18.83c 22.33a 21.67ab 19.83abc 19.50bc
Rata-rata
Varietas Gema
18.67
21.00
22.00
20.67
22.33
20.93a
P20
14.67
21.00
18.00
17.00
17.00
17.53b
P40
16.67b 21.00a 20.00a
18.83ab
19.67a
Rata-rata
a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan);
: Viabilitas 80%;
: Viabilitas 60%

Nilai rata-rata KCT pada varietas Ijen, Burangrang, Gema pada kondisi
simpan I selama periode simpan berturut-turut berkisar 21.50-23.67; 18.83-22.33;
16.67-21.00 %etmal-1. Nilai
sebesar 21.50 %etmal-1 menunjukkan bahwa
untuk mencapai perkecambahan 100% dibutuhkan waktu 100/21.50 atau 4.65 hari.
semakin singkat waktu yang dibutuhkan oleh benih
Semakin tinggi nilai
untuk tumbuh menjadi kecambah normal.
Faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap KCT pada
varietas Gema pada kondisi simpan II (Tabel 4). Tabel 8 menunjukkan bahwa
pada varietas Gema pada minggu ke-2 KCT meningkat sampai minggu ke-4 dan
menurun kembali seperti nilai KCT minggu ke-0. Pada varietas Ijen dan
Burangrang yang disimpan pada kondisi simpan II tidak mengalami penurunan
viabilitas dan vigor benih (Tabel 8). Nilai rata-rata KCT pada varietas Ijen,
Burangrang, Gema selama periode simpan berturut-turut berkisar 20.83-23.83;
18.67-20.67; 17.33-21.00 %etmal-1. Menurut Sadjad (1999) nilai kecepatan
yang tinggi menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang
tumbuh
tinggi, mampu berkecambah cepat pada waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan dengan benih yang kurang vigor akan berkecambah normal pada
jangka waktu yang lebih panjang.
Menurut Justice dan Bass (2002), proses kehilangan vigor dan viabilitas
benih terjadi bersamaan, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Laju
kemunduran benih tergantung pada beberapa faktor diantaranya: faktor genetik
dari spesies atau kultivar, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot
benih dan cendawan gudang jika kondisi penyimpanan mendukung
pertumbuhannya.

18
Tabel 8 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh
(KCT ) pada kondisi simpan II
Periode simpan
Viabilitas awal
Rata-rata
0
2
4
6
8
---------------------------%etmal-1---------------------------Varietas Ijen
23.67
26.00
27.67
25.00
26.67
25.80a
P20
18.00
20.00
20.00
19.33
18.67
19.20b
P40
20.83
23.00
23.83
22.17
22.67
Rata-rata
Varietas Burangrang
21.67
21.33
22.67
19.67
19.67
21.00a
P20
17.33
20.00
18.00
17.67
19.33
18.47b
P40
19.50
20.67
20.33
18.67
19.50
Rata-rata
Varietas Gema
19.00
22.33
22.33
19.67
19.33
20.53a
P20
15.67
16.33
19.67
17.00
17.00
17.13b
P40
17.33b 19.33ab 21.00a
18.33b
18.17b
Rata-rata
a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan);
: Viabilitas 80%;
: Viabilitas 60%

Pengaruh Faktor Tunggal Viabilitas Awal dan Periode Simpan terhadap
Kadar Air (KA)
Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan
benih. Hal ini dikarenakan benih bersifat higroskopis dan kadar air benih selalu
berkesetimbangan dengan suhu dan kelembaban relatif ruang simpan (Kuswanto
2003). Menurut Justice dan Bass (2002) kandungan benih dipengaruhi oleh
kemampuan benih dalam menahandan menyerap uap air. Kemampuan benih
menahan dan menyerap uap air setiap benih berbeda tergantung ketebalan dan
struktur kulit benih serta komposisi kimia dalam benih.
Hasil uji lanjut pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap
kadar air (KA) pada kondisi simpan I disajikan pada Tabel 9. Faktor tunggal
periode simpan berpengaruh nyata terhadap KA pada varietas Ijen (Tabel 3).
Tabel 9 menunjukkan bahwa KA pada varietas Ijen mengalami peningkatan pada
minggu ke-2 dan cenderung stabil sampai akhir periode simpan. Pada varietas
Gema dan Burangrang secara statistika tidak mengalami perubahan sampai
periode simpan minggu ke-8 walaupun jika dilihat dari nilai tengahnya mengalami
peningkatan. Nilai rata-rata KA pada varietas Ijen, Burangrang dan Gema selama
periode simpan berturut-turut berkisar 7.03-8.55%; 7.67-8.82%; 8.16-8.66%. Nilai
rata-rata KA masih didalam batas toleransi maksimal penyimpanan benih kedelai
yaitu 11%. Menurut Indartono (2011), kadar air yang aman untuk penyimpanan
benih kedelai pada suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11%.

19
Tabel 9 Pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap kadar air (KA)
pada kondisi simpan I
Periode simpan
Viabilitas awal
Rata-rata
0
2
4
6
8
----------------------------%--------------------------------Varietas Ijen
7.17
7.60
7.98
8.10
8.34
7.83
P20
6.90
7.88
7.97
8.66
8.75
8.03
P40
7.03c
7.74b
7.97ab
8.38ab 8.55a
Rata-rata
Varietas Burangrang
7.6
8.11
8.32
8.51
8.6
8.23
P20
7.73
8.31
9.33
8.53
8.48
8.47
P40
7.67
8.21
8.82
8.52
8.54
Rata-rata
Varietas Gema
7.97
8.07
8.52
8.34
8.48
8.27
P20
8.34
8.25
8.40
8.78
8.86
8.52
P40
8.16
8.16
8.46
8.56
8.66
Rata-rata
a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan);
: Viabilitas 80%;i
: Viabilitas 60%

Hasil uji lanjut pengaruh viabilitas awal dan periode simpan terhadap KA
pada kondisi simpan II disajik