Analisis Kinerja Jaringan Switching Butterfly

(1)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 4x4 3-tahap ... 33 Tabel 4.2 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 8x8

3-tahap ... 34 Tabel 4.3 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 16x16


(2)

ABSTRAK

Butterfly network adalah jaringan self-rute yang mampu bergerak serentak pada routing paket data dalam slot waktu dari satu set terminal input untuk set terminal output yang berbentuk seperti kupu – kupu. Routing yang melalui network tersebut di tentukan dari nilai bit pada setiap switching.

Dalam Tugas Akhir ini dianalisis kinerja jaringan switching Butterfly. Dalam hal ini tolak ukur kinerja yang digunakan adalah throughput dan probabilitas blocking. Untuk dapat mengukur kinerja jaringan switching Butterfly, harus diketahui terlebih dahulu bagaimana cara membangun jaringan switching Butterfly, bagaimana struktur dari jaringan switching Butterfly dan topologinya.

Setelah dilakukan analisis throughput dan probabilitas blocking pada jaringan Butterfly, diperoleh hasil bahwa untuk ukuran jaringan 4x4, 8x8, dan 16x16 untuk jumlah tingkat switching yang dibutuhkan adalah 2,3, dan 4. Dan untuk hasil throughput yang baik pada Butterfly switch untuk ukuran jaringan 4x4,8x8 dan 16x16 setelah melalui proses switching sebanyak 3 kali dengan utility yang ditawarkan adalah 0,9 dengan throughput sebesar 0,414946; 0,385698; 0,372782. Dan untuk mendapatkan kinerja switching butterfly yang baik untuk ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 dengan mempertimbangkan nilai throughput dan probabilitas blocking digunakan utility sebesar 0,1 – 0,3.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet. Fungsi utama dari sistem switching adalah membangun jalan listrik diantara sepasang inlet dan outlet tertentu, dimana perangkat yang digunakan untuk membangun koneksi seperti itu disebut switching matriks atau switching network. Jaringan switching tidak membedakan antara inlet/outlet yang tersambung ke pelanggan maupun ke trunk. Sebuah sistem switching tersusun dari elemen-elemen yang melakukan fungsi-fungsi switching, control dan signalling.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi pada sistem transmisi dimana dengan ditemukannya sistem transmisi serat optik yang menyebabkan peningkatan kecepatan transmisi dan menyebabkan adanya tuntutan akan suatu desain sistem switching yang sesuai dengan kebutuhan transmisi tersebut. Desain elemen switching yang dibutuhkan adalah desain yang dapat meneruskan paket data secara cepat, dapat dikembangkan dengan skala yang lebih besar dan dapat secara mudah untuk diimplementasikan. Suatu elemen switching dapat digambarkan sebagai suatu elemen jaringan yang menyalurkan paket data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Kata terminal dapat berarti sebagai suatu titik yang terdapat pada elemen switching.

Jaringan butterfly merupakan pengembangan dari jaringan interkoneksi banyak tingkat, sehingga dapat melancarkan proses interaksi antar pelanggan seperti mengurangi padatnya trafik, skala yang efisien, dapat di modifikasi, dan


(4)

lain sebagainya. Tugas Akhir ini membahas tentang analisa kinerja dari switching butterfly sehingga dapat mengetahui perancangan jaringan butterfly, prinsip kerja jaringan butterfly, probabilitas blocking jaringan butterfly, dan throughput jaringan butterfly.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan jaringan switching.

2. Bagaimana membangun jaringan switching butterfly. 3. Bagaimana kinerja jaringan switching butterfly.

3.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memperoleh kinerja jaringan switching butterfly terutama dalam hal troughtput switching dan probabilitas blocking.

Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis untuk mendapatkan pengertian dan penjelasan dari jaringan switching dan jaringan switching butterfly. Sedangkan bagi para pembaca, diharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat dalam memperkaya pengetahuan sehingga dapat lebih mengetahui jaringan dan memberikan kesempatan untuk mempelajarinya lebih lanjut.


(5)

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya topik yang dapat dibahas pada switching butterfly ini maka pembahasan keseluruhan switching butterfly ini dibatasi secara umum, dan hanya membahas tentang kinerja switching butterfly.

Sehubungan dengan hal tersebut, hanya diuraikan beberapa topik permasalahan yaitu :

1. Tidak membahas rangkaian kontrol jaringan switching. 2. Hanya membahas prinsip kerja dari switching butterfly.

3. Hanya membahas kinerja switching yaitu probabilitas blocking dan troughput switching butterfly 3-tahap ukuran 4x4, 8x8 dan 16x16.

4. Lamda yang akan dianalisis dari jaringan adalah antara 0,1 – 0,9.

1.4 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah : 1. Metode Penulisan

a. Studi literatur

Yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

b. Menentukan variabel dan sumber data

Yaitu berupa pengumpulan data jumlah switch yang didapat dari hasil perhitungan.


(6)

c. Analisis data

Yaitu perhitungan dengan menggunakan rumus untuk menghitung probabilitas blocking dan throughput switching butterfly.

d. Menarik kesimpulan

Yaitu mengambil kesimpulan dari analisa data yang telah dilakukan.

2. Peralatan

Dalam penyelesaian tugas akhir ini penulis menggunakan perangkat standar yaitu Notebook Sony Vaio E Series.

3. Prosedur Penelitian

Dalam membuat prosedur penelitian, ada tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam proses analisis jaringan switching butterfly yaitu :

a. Menentukan ukuran jaringan switching butterfly.

b. Kemudian menentukan utility pada sel input yang masuk.

c. Penulis akan menganalisa hasil yang didapat dengan teori yang ada dari sumber pustaka.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:


(7)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode dan sistematika penulisan.

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT

Bab ini membahas tentang jaringan interkoneksi banyak tingkat secara umum, karakteristik, topologi, teknik switching, sinkronisasi, algoritma perutean dan klasifikasi jaringan interkoneksi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan tentang metodologi penelitian Tugas Akhir meliputi diagram aliran, bahan peralatan dan metode penelitian, variabel yang diamati, teknik perhitungan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang perhitungan throughput dan probabilitas blocking dan hasil perhitungan throughput dan probabilitas blocking jaringan switching butterfly.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah diperoleh.


(8)

BAB II

JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT

2.1 Sejarah Jaringan Interkoneksi

Jaringan interkoneksi memiliki sejarah hebat yang telah berlangsung selama bertahun – tahun. Jaringan berkembang seiring dengan minimal tiga rangkaian urutan yang menandainya yaitu jaringan switching telepon, komunikasi interprocessor, dan interkoneksi processor–memory.

Switching telepon telah ada sejak munculnya telepon sebagai alat komunikasi. Jaringan telepon pada awalnya dibangun dari switch crossbar elektromekanis ataupun switch elektromekanis step-by-step. Pada akhir 1980, masih banyak switch telepon lokal masih dibangun dari relay elektromekanis, meskipun switch-switch jarak jauh secara menyeluruh telah bersifat elektronik dan digital pada saat itu. Sebagian besar switch telepon yang dibangun saat ini merupakan perkembangan dari jaringan Clos ataupun jaringan yang mirip jaringan Clos.

Jaringan interkoneksi inter-processor telah berkembang melalui serangkaian ragam topologi selama bertahun – tahun. Ini sangat dimotivasi oleh teknologi pemaketan dan teknologi – teknologi lainnya. Pada awalnya topologi jaringan yang digunakan, seperti Solomon, Illiac, dan MPP hanya berdasarkan pada mesh 2-D (jaringan mata jala) yang sederhana ataupun jaringan Torus karena keteraturan koneksi fisik mereka. Mulai dari akhir 1970, jaringan n-cube atau hypercube biner menjadi terkenal baik karena diameter mereka yang kecil. Banyak topologi jaringan dirancang mengacu pada pola topologi jaringan hypercube, seperti theAmetek S14, Cosmic Cube, komputer nCUBE, dan Intel


(9)

rangkaian iPSC. Pada pertengahan 1980, mulai dilakukan pemaketan realistis yang membatasi jaringan berdimensi rendah menggunakan hypercube dan kebanyakan mesin kembali pada mesh 2-D atau 3-D atau jaringan Torus. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan mesin yang dibangun di dekade akhir ini telah kembali pada jaringan – jaringan yang tersebut di atas, termasuk contoh kecilnya J-machine, Cray T3D, dan T3E, Intel DELTA, dan Alpha 21364. Sekarang ini, pin lebar pita tingkat tinggi dari router chips yang berhubungan dengan panjang pesan mendorong penggunaan jaringan dengan tingkatan node yang jauh lebih tinggi, seperti jaringan Butterfly dan jaringan Clos.

Interkoneksi processor-memory muncul di akhir 1960 ketika sistem prosesor paralel menggabungkan jajaran jaringan untuk membolehkan prosesor manapun mengakses tumpukan memori tanpa membebankan prosesor lainnya. Mesin terkecil memakai switch crossbar untuk tujuan ini, dimana mesin – mesin yang lebih besar menggunakan jaringan dengan topologi Butterfly (atau yang sepadan) pada susunan Dance-Hall. Variasi pada tema ini digunakan sejak 1980 untuk banyak prosesor yang terbagi secara paralel (shared memory parallel).

Tiga urutan dari evolusi jaringan interkoneksi telah bergabung. Sejak awal 1990, telah ada sedikit perbedaan pada rancangan processor-memory dan jaringan interkoneksi inter-processor. Yang faktanya, router chips yang sama telah digunakan untuk keduanya. Variasi dari jaringan Clos dan jaringan Benes dari sistem telepon juga telah muncul pada jaringan multiprocessor sebagai bentuk dari topologi fat tree. Untuk mengerti tentang jaringan interkoneksi, diperlihatkan pada Gambar 2.1.


(10)

Gambar 2.1 Gambaran fungsional dari jaringan interkoneksi

Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1, jaringan interkoneksi adalah sistem yang dapat diprogram untuk mengirimkan data antar terminal. Gambar tersebut menunjukkan enam terminal, T1 sampai T6 yang terhubung pada satu jaringan. Ketika terminal T3 ingin mengkomunikasikan beberapa data terhadap terminal T5, T3 mengirimkan suatu pesan yang mengandung data pada jaringan dan jaringan akan meneruskan pengiriman pesan pada T5. Jaringan yang dapat diprogram memiliki pengertian bahwa jaringan tersebut memiliki poin – poin yang berbeda setiap waktu. Jaringan yang digambarkan pada Gambar 2.1 dapat mengirim pesan dari T3 ke T5 dalam satu putaran (satuan waktu) kemudian menggunakan sumber yang sama untuk mengirimkan pesan dari T3 ke T1 pada putaran berikutnya. Jaringan tersebut merupakan suatu sistem karena jaringan tersebut terdiri dari beberapa komponen, yaitu buffer, kanal, switch, dan kendali yang bekerja bersama – sama untuk mengirimkan data.

Terminal – terminal (dilabelkan dengan T1 sampai T6) dihubungkan pada jaringan dengan menggunakan kanal. Arah panah pada masing – masing ujung kanal mengindikasikan bahwa jaringan tersebut bidireksional, yaitu merupakan hubungan timbal balik dari data yang masuk maupun yang keluar dari jaringan interkoneksi.


(11)

Jaringan interkoneksi digunakan pada hampir semua sistem digital yang cukup besar yang memiliki dua komponen untuk berhubungan. Aplikasi paling umum dari jaringan interkoneksi berada pada sistem komputer dan switch – switch komunikasi. Pada sistem komputer, aplikasi jaringan interkoneksi tersebut menghubungkan prosesor ke memori dan peralatan masukan/keluaran (input/output(I/O)) menuju pengendali keluaran/masukan. Jaringan interkoneksi tersebut menghubungkan port masukan menuju port keluaran pada switch – switch komunikasi dan router jaringan. Jaringan interkoneksi tersebut juga menghubungkan sensor dan actuator ke prosesor di sistem kendali. Dimana saja bit-bit tersebut diangkut antara dua komponen dari sistem, suatu jaringan interkoneksi kerap ditemukan[1].

2.2 Switching

Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet. Fungsi utama dari sistem switching adalah membangun jalur listrik diantara sepasang inlet dan outlet tertentu, dimana perangkat yang digunakan untuk membangun koneksi seperti itu disebut matriks switching atau jaringan switching.

Jaringan swtiching tidak membedakan antara inlet/outlet yang tersambung ke pelanggan maupun ke trunk. Sebuah sistem switching tersusun dari elemen – elemen yang melakukan fungsi – fungsi switching, kontrol dan signalling[2].

Perkembangan pada sistem transmisi dimana ditemukannya sistem transmisi serat optik, menyebabkan peningkatan kecepatan transmisi dan menyebabkan adanya tuntutan akan suatu rancangan sistem switching yang sesuai dengan kebutuhan transmisi tersebut. Rancangan elemen switching yang


(12)

dibutuhkan adalah rancangan yang dapat meneruskan paket data secara cepat, dapat dikembangkan dengan skala yang lebih besar dan dapat secara mudah untuk diimplementasikan. Suatu elemen switching dapat digambarkan sebagai suatu elemen jaringan yang menyalurkan paket data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa switching adalah proses transfer data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Gambar 2.2 menggambarkan suatu tipe dari elemen switching dimana terlihat bahwa suatu switch terdiri dari tiga komponen dasar yaitu: modul masukan, switching fabric, dan modul keluaran.

Gambar 2.2 Tipe elemen switching

Ketiga komponen switch tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Modul masukan

Modul masukan akan menerima paket yang datang pada terminal masukan. Modul masukan akan menyaring paket yang datang tersebut berdasarkan alamat yang terdapat pada header dari paket tersebut. Alamat tersebut akan disesuaikan dengan daftar yang terdapat pada virtual circuit yang terdapat pada modul masukan. Fungsi ini juga dilakukan pada modul keluaran. Fungsi lain dilaksanakan pada modul masukan adalah sinkronisasi, pengelompokan paket menjadi beberapa kategori,


(13)

pengecekan error dan beberapa fungsi lainnya sesuai dengan teknologi yang ada pada switching tersebut.

2. Switching fabric

Switching fabric melakukan fungsi switching dalam arti sebenarnya yaitu merutekan paket dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Switching fabric terdiri atas jaringan dan elemen switching. Pada sisi lain elemen switching melaksanakan fungsi seperti internal routing.

3. Modul keluaran

Modul keluaran berfungsi untuk menghubungkan paket ke media transmisi dan ke berbagai jenis teknologi seperti kontrol error, data filtering, tergantung pada kemampuan yang terdapat pada modul keluaran tersebut[3].

2.3 Jaringan Interkoneksi

Komunikasi diantara terminal – terminal yang berbeda harus dapat dilakukan dengan suatu media tertentu. Interkoneksi yang efektif antara prosesor dan modul memori sangat penting dalam lingkungan komputer. Menggunakan arsitektur bertopologi bus bukan merupakan solusi yang praktis karena bus hanya sebuah pilihan yang baik ketika digunakan untuk menghubungkan komponen – komponen dengan jumlah yang sedikit. Jumlah komponen dalam sebuah modul IC bertambah seiring waktu. Oleh karena itu, topologi bus bukan topologi yang cocok untuk kebutuhan interkoneksi komponen – komponen di dalam modul IC. Selain itu juga tidak dapat diskalakan, diuji, dan kurang dapat disesuaikan, serta menghasilkan kinerja toleransi kesalahan yang kecil.

Di sisi lain, sebuah crossbar yang ditunjukan pada Gambar 2.3 menyediakan interkoneksi penuh diantara semua terminal dari suatu sistem tetapi


(14)

dianggap sangat kompleks, mahal untuk membuatnya, dan sulit untuk dikendalikan. Untuk alasan ini jaringan interkoneksi merupakan solusi media komunikasi yang baik untuk sistem komputer dan telekomunikasi. Jaringan ini membatasi jalur – jalur diantara terminal komunikasi yang berbeda untuk mengurangi kerumitan dalam menyusun elemen switching. Perhatikan Gambar 2.4[4].

Gambar 2.3 Arsitektur crossbar 2.4 Karakteristik Jaringan Interkoneksi

Berikut ini akan dipaparkan karakteristik jaringan interkoneksi berdasarkan topologi, teknik switching, sinkronisasi, strategi pengaturan, dan algoritma perutean[4].

2.4.1 Topologi

Topologi jaringan merujuk pada pengaturan statis dari kanal dan node dalam suatu jaringan interkoneksi, yakni jalur yang dijalani oleh paket. Memilih topologi jaringan adalah langkah awal dalam perancangan suatu jaringan karena strategi routing dan metode kendali aliran tergantung pada topologi jaringan. Suatu peta jalan diinginkan sebelum jalur dapat dipilih dan melintasi dari rute


(15)

terjadwal. Topologi tidak hanya menetapkan tipe jaringan tapi juga detil – detilnya seperti radix dari switch, jumlah tingkatan, lebar dan laju bit pada kanal.

Memilih topologi yang baik merupakan suatu pekerjaan yang dengan secara besar mencocokkan jaringan yang dibutuhkan dengan teknologi pengemasan yang tersedia. Pada satu sisi, rancangan dikendalikan oleh jumlah port dan lebar pita serta faktor kerja per port dan di sisi yang lainnya oleh pin per chip dan papan yang tersedia oleh kepadatan dan panjang kawat atau kabel serta laju sinyal yang tersedia. Topologi dipilih berdasarkan biaya dan kinerjanya. Biayanya ditentukan oleh jumlah dan kompleksitas dari chip – chip yang dibutuhkan untuk merealisasikan jaringan, kepadatan, panjang dari interkoneksi pada papan atau melalui kabel antara chip – chip ini. Kinerja dari topologi ini memiliki dua komponen, yaitu lebar pita dan latency. Keduanya ditentukan oleh faktor selain topologi, contohnya kendali alarm, strategi routing, dan pola trafik. Untuk mengevaluasi topologinya saja, dikembangkan pengukuran seperti bisectional bandwidth, kanal beban, dan penundaan jalur yang merefleksikan pengaruh yang kuat dari topologi kinerjanya.

Bahaya umum yang tidak diinginkan bagi perancang jaringan yaitu mencoba untuk mencocokkan topologi jaringan ke komunikasi data. Pada permulaannya, ini seperti cara yang bagus, sesudahnya jika suatu mesin bekerja menghasilkan suatu algoritma membagi – bagi dan menaklukkan (divide and conquer algorithm) dengan pola komunikasi berstruktur pohon, tidakkah seharusnya suatu jaringan pohon menjadi optimum untuk mengatasi jalur ini. Jawabannya biasanya tidak. Untuk keragaman alasan, tujuan khusus jaringan biasanya menjadi ide yang buruk. Karena ketidakseimbangan beban yang dinamis atau ketidaksesuaian antara masalah ukuran dan mesin, beban pada jaringan


(16)

tersebut biasanya memiliki keseimbangan yang buruk. Jika data dan urutan dialokasikan pada beban yang seimbang, kecocokan antara masalah dan jaringan hilang. Suatu masalah yang menyangkut jaringan yang spesifik biasanya tidak dipetakan secara baik untuk menyediakan teknologi pengemasan, membutuhkan saluran yang panjang atau derajat node yang tinggi. Akhirnya, jaringan – jaringan seperti itu menjadi tidak fleksibel. Jika algoritma dapat dengan mudah berubah menggunakan pola komunikasi yang berbeda, jaringan tidak dapat berubah dengan mudah. Ini menyebabkan selalu lebih mudah menggunakan suatu jaringan bertujuan umum yang baik daripada merancang jaringan dengan topologi yang cocok ke masalah[4].

2.4.2 Teknik Switching

Secara umum digunakan tiga teknik switching, yaitu circuit switching, packet switching, dan message switching. Tetapi yang sering digunakan adalah circuit switching dan packet switching.

Pada circuit switching, jalur antara sumber dan tujuan harus telah disediakan sebelum komunikasi terjadi dan koneksi ini harus tetap dijaga sampai pesan mencapai tujuannya. Setiap koneksi yang dibangun melalui jaringan circuit switching mengakibatkan dibangunnya kanal komunikasi fisik diantara terminal sumber dengan terminal tujuan. Kanal komunikasi ini digunakan secara khusus selama terjadi koneksi. Jaringan circuit switching juga menyediakan kanal dengan laju yang tetap.

Pada hubungan circuit switching, koneksi biasanya terjadi secara fisik bersifat point to point. Kerugian terbesar dari teknik ini adalah penggunaan jalur yang bertambah banyak untuk jumlah hubungan yang meningkat. Efek yang


(17)

timbul adalah biaya yang akan semakin meningkat disamping pengaturan switching menjadi sangat komplek. Kelemahan yang lain adalah munculnya idle time bagi jalur yang tidak digunakan. Hal ini tentu akan menambah inefisiensi. Circuit switching mentransmisikan data dengan kecepatan yang konstan sehingga untuk menggabungkannya dengan jaringan lain yang berbeda kecepatan tentu akan sulit.

Pemecahan yang baik yang bisa digunakan untuk mengatasi persoalan di atas adalah dengan metode packet switching. Dengan pendekatan ini, pesan yang dikirim dipecah – pecah dengan besar tertentu dan pada tiap pecahan data ditambahkan informasi kendali. Informasi kendali ini, dalam bentuk yang paling minim, digunakan untuk membantu proses pencarian rute dalam suatu jaringan sehingga pesan dapat sampai ke alamat tujuan. Contoh pemecahan data menjadi paket – paket data ditunjukkan pada Gambar 2.4[1].

Gambar 2.4 Pemecahan data menjadi paket-paket

Penggunaan packet switching mempunyai keuntungan dibandingkan dengan penggunaan circuit switching antara lain[5]:


(18)

1. Efisiensi jalur lebih besar karena hubungan antar node dapat menggunakan jalur yang dipakai bersama secara dinamis tergantung banyaknya paket yang dikirim.

2. Bisa mengatasi permasalahn laju data yang berbeda antara dua jenis jaringan yang berbeda laju datanya.

3. Saat beban lalu lintas meningkat, pada model circuit switching, beberapa pesan yang akan ditransfer dikenai pemblokiran. Transmisi baru dapat dilakukan apabila beban lalu lintas mulai menurun Sedangkan pada model packet switching, paket tetap bisa dikirimkan, tetapi akan lambat sampai ke tujuan (delivery delay meningkat).

4. Pengiriman dapat dilakukan berdasarkan prioritas data. Jadi dalam suatu antrian paket yang akan dikirim, sebuah paket dapat diberi prioritas lebih.

2.4.3 Sinkronisasi

Dalam suatu jaringan interkoneksi sinkron, kegiatan pada elemen switching dan terminal masukan maupun terminal keluaran (I/O) dikendalikan oleh sebuah clock pusat sehingga bekerja secara sinkron. Sedangkan pada jaringan interkoneksi asinkron tidak[4].

2.4.4 Strategi Pengaturan

Pengaturan sebuah jaringan dapat dilakukan dengan cara terpusat ataupun terdistribusi. Dalam strategi pengaturan terpusat, sebuah pengendali pusat harus memiliki semua informasi global dari sistem pada setiap waktu. Ini akan menghasilkan dan mengirimkan sinyal kontrol kepada terminal yang berbeda pada jaringan tergantung dari informasi yang dikumpulkan. Kompleksitas sistem


(19)

bertambah dengan cepat seiring bertambahnya jumlah terminal dan dampaknya mengakibatkan sistem dapat berhenti. Berbeda dengan jaringan terdistribusi, pesan – pesan yang dirutekan mengandung informasi perutean yang dibutuhkan. Informasi ini ditambahkan kepada pesan dan akan dibaca dan digunakan oleh elemen switching untuk merutekan pesan – pesan tersebut sampai ke tujuan[4]. 2.4.5 Algoritma Perutean

Algoritma perutean tergantung pada sumber dan tujuan dari suatu pesan, jalur interkoneksi yang digunakan ketika melalui jaringan. Perutean dapat disesuaikan ataupun ditentukan. Jalur yang telah ditentukan mekanisme peruteannya tidak dapat diubah sesuai dengan trafik yang terjadi pada jaringan, artinya tidak dapat dialihkan ke rute yang berbeda apabila terjadi kepadatan trafik pada route yang digunakan[4].

2.5 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi

Jaringan interkoneksi dapat dibagi menjadi statis atau jaringan langsung (direct network), dinamis atau jaringan tidak langsung (undirect network), dan hybrid. Jaringan hybrid adalah jaringan interkoneksi yang memiliki struktur yang rumit. Untuk selanjutnya akan dibahas lebih tentang jaringan statis dan dinamis dan dalam Tugas Akhir ini difokuskan pada jaringan interkoneksi dinamis yaitu jaringan switching Butterfly. Gambar 2.5 menunjukkan klasifikasi jaringan interkoneksi[4].


(20)

Gambar 2.5 Klasifikasi jaringan interkoneksi

2.5.1 Jaringan Interkoneksi Statis (Jaringan Langsung)

Dalam jaringan interkoneksi statis, jalur diantara terminal yang berbeda dari sistem bersifat pasif dan hanya jalur yang telah ditentukan oleh prosesor pengendali yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Masing – masing terminal dihubungkan secara langsung ke terminal lain dengan jalur interkoneksi tertentu. Beberapa hal yang penting dalam topologi :

- Derajat terminal (node), yaitu jumlah jalur yang dihubungkan ke terminal yang menghubungkan tetangganya.

- Diameter, yaitu jarak maksimum antara dua terminal dalam jaringan. - Regularity, yaitu sebuah jaringan yang teratur jika semua terminalnya

memiliki derajat yang sama.

- Simetris, yaitu sebuah jaringan simetrik jika terlihat sama dari masing – masing perspektif terminal.

Jaringan

Interkoneksi Jaringan Tidak Langsung Jaringan Langsung Jaringan Hybrid Topologi Strictly Orthogonal Topologi Lain Mesh Hypercube Torus Star Trees Ring Linear Hypercubes Hypermeshes Topologi Reguler

Topologi Tak Reguler

Jaringan Banyak Tingkat Jaringan Satu Tingkat Crossbar Jaringan Non-Blocking Jaringan Blocking


(21)

Dalam jaringan statis, jalur pentransmisian pesan dipilih dengan algoritma perutean. Mekanisme switching menentukan bagaiman masukan dihubungkan ke keluaran dalam sebuah terminal. Semua teknik switching dapat digunakan dalam jaringan langsung. Jaringan statis yang paling sederhana adalah jaringan bus [4].

2.5.2 Jaringan Interkoneksi Dinamis (Jaringan Tidak Langsung)

Jika dibandingkan dengan jaringan statis, jalur interkoneksi antar terminal yang pasif, konfigurasi jalur dalam sebuah jaringan interkoneksi dinamis merupakan fungsi dari kondisi elemen switching. Jalur diantara terminal pada jaringan interkoneksi dinamis berubah sesuai dengan perubahan kondisi elemen switching. Jaringan dinamis dibangun menggunakan crossbar (khususnya yang berukuran 2x2)[4].

(a) Jaringan Interkoneksi Satu Tingkat

Jaringan interkoneksi satu tingkat adalah sebuah jaringan dinamis yang dibangun dari satu tingkat penghubung dan dua tingkat elemen switching. Gambar 2.6 menunjukkan skema umum jaringan interkoneksi satu tingkat. Crossbar yang menyediakan koneksi penuh antara semua terminal dari sistem merupakan jaringan interkoneksi non-blocking satu tingkat.

Tingkat penghubung dalam Gambar 2.6 adalah fungsi permutasi atau pertukaran keluaran elemen switching ke tingkat yang terjauh ke kiri masukan elemen switching yang lain. Lebih dari satu jalur yang dibutuhkan melalui jaringan untuk komunikasi yang efektif antara sumber dan tujuan[4].


(22)

Gambar 2.6 Skema jaringan satu tingkat (b) Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Dalam lingkungan multiprosesor, link tingkat pertama dihubungkan ke sumber (biasanya prosesor) dan link tingkat terakhir dihubungkan ke tujuan (modul memory). Jumlah tingkat minimum jaringan interkoneksi banyak tingkat harus menyediakan koneksi penuh (full connection) dari terminal masukan ke terminal keluaran. Jaringan interkoneksi banyak tingkat secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.7. Elemen switching pada jaringan interkoneksi banyak tingkat boleh memiliki buffer masukan ataupun buffer keluaran. Buffer berfungsi sebagai penyimpanan sementara untuk pesan – pesan yang diblok ketika konflik terjadi. Dalam kasus ini disebut jaringan interkoneksi banyak tingkat dengan buffer. Sedangan jaringan interkoneksi banyak tingkat tanpa buffer merupakan jaringan interkoneksi banyak tingkat yang paling sederhana. Gambar 2.7 memperlihatkan arsitektur jaringan interkoneksi banyak tingkat.


(23)

Gambar 2.7 Arsitektur jaringan interkoneksi banyak tingkat

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7, jaringan interkoneksi banyak tingkat memiliki N masukan dan M keluaran. Jaringan interkoneksi banyak tingkat memiliki n tingkat, G0 sampai Gn-1[4].

2.6 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Penggolongan jaringan interkoneksi banyak tingkat berdasarkan defenisi – defenisi yang telah diberikan pada Gambar 2.7. Jaringan interkoneksi banyak tingkat telah digolongkan ke dalam tiga kelas menurut ketersediaan jalur – jalur untuk membangun koneksi baru, yaitu [4]:

1. Blocking. Suatu koneksi antara pasangan masukan/keluaran yang bebas tidak selalu mungkin dikarenakan konflik dengan koneksi yang sudah ada. Pada umumnya, ada suatu jalur yang unik antara setiap pasangan masukan/keluaran, dengan memperkecil jumlah elemen switching dan tingkat. Jaringan dengan satu jalur (unipath network) disebut juga sebagai


(24)

jaringan switching banyan. Jaringan switching banyan digambarkan sebagai suatu kelas dari jaringan interkoneksi banyak tingkat dimana ada satu dan hanya satu jalur dari setiap terminal masukan ke setiap terminal keluaran. Dengan menyediakan jalur yang banyak (multiple path) dalam jaringan blocking (blocking network), konflik dapat dikurangi dan toleransi kesalahan dapat ditingkatkan. Jaringan – jaringan blocking ini juga dikenal sebagai jaringan banyak jalur (multipath network).

2. Non-blocking. Setiap masukan dapat dihubungkan ke terminal keluaran yang bebas tanpa mempengaruhi koneksi – koneksi yang ada. Membutuhkan tingkat – tingkat tambahan dan memiliki jalur yang banyak antara setiap masukan dan keluaran. Contoh yang popolar dari jaringan non-blocking adalah jaringan Clos.

3. Rearrangable. Setiap terminal masukan dapat dihubungkan ke setiap keluaran yang bebas. Bagaimanapun, koneksi – koneksi yang ada boleh menggunakan jalur – jalur yang dapat diubah – ubah. Jaringan – jaringan ini juga membutuhkan jalur yang banyak antara setiap masukan dan keluaran, tetapi jumlah jalur dan biaya lebih kecil daripada penggunaan jaringan non-blocking.

Berdasarkan jenis saluran (channel) dan elemen switching, jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat juga dibagi menjadi[4]:

1. Jaringan interkoneksi banyak tingkat satu arah (unidirectional), kanal – kanal dan elemen – elemen switchingnya satu arah.

2. Jaringan interkoneksi banyak tingkat dua arah (bidirectional), kanal – kanal dan elemen – elemen switchingnya dua arah. Ini menunjukkan


(25)

bahwa informasi dapat dikirimkan secara simultan (bersamaan) dengan arah yang berlawanan antara elemen switching yang bersebelahan.


(26)

BAB III

SWITCHING BUTTERFLY

3.1 Umum

Telah banyak topologi yang diusulkan selama bertahun – tahun, hampir semua jaringan telah dibangun menggunakan topologi berasal dari dua keluarga utama yaitu jaringan butterfly dan jaringan tori. Jaringan switching butterfly adalah sebuah jaringan klasik tidak langsung dimana model jaringan berbentuk seperti kupu – kupu.

Switching butterfly memiliki jumlah input yang sama dengan jumlah output pada setiap switch. Fungsi dari setiap switch pada switching butterfly adalah menghasilkan dua buah jalur yang memiliki laju transfer yang sama. Setiap node pada switching butterfly berfungsi hanya untuk melewatkan setiap paket yang datang kepadanya. Alamat yang akan dituju pada switching butterfly ditentukan oleh nilai bit – bit pada setiap switch.

Pada switching butterfly proses pentransferan paket data dari setiap terminal masukan ke terminal tujuan memungkinkan terjadinya kemacetan paket internal, dalam arti bahwa ada kemungkinan suatu paket akan terbuang atau dihilangkan akibat collision, nilai utility, bandwidth yang terbatas, dan sebagainya.


(27)

Jaringan switching butterfly terdiri dari n-fly k-ary dimana n-fly k-ary mengandung node kn terminal input, n tingkat dari kn-1 k x k jaringan switching crossbar, dan berakhir di kn terminal output. Nilai k adalah nilai radix yang dikehendaki dalam mendesain jaringan switching butterfly, dan n adalah tingkatan atau level dari jaringan switching butterfly. Pada Tugas Akhir ini, digunakan nilai radix sama dengan 2 sehingga setiap switch memiliki jumlah input sama dengan 2 begitu juga pada outputnya. Sebagai contoh jika ingin membuat sebuah jaringan dengan jumlah level sama dengan 4, maka nilai k adalah 4, sehingga 24-1 sama dengan 8, maka didapat model jaringan butterfly 2-ary 4-fly yang memiliki nilai radix 2, 4 tingkat dan 8 baris seperti pada Gambar 3.1.

0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111 0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111 B it – bi t di ha si lka n m engguna ka n pe rhi tunga n t e rt e nt u

Gambar 3.1 Jaringan switching butterfly 16x16 (2-ary 4-fly)

Jaringan switching butterfly memiliki dua kelemahan utama. Pertama, switching butterfly tidak memiliki banyak jalur. Hanya ada satu jalur dari setiap titik sumber ke setiap titik tujuan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini

Output Input


(28)

dilakukan dengan menambahkan jumlah tingkat kepada switching butterfly. Tingkat tambahan ini menaikkan keragaman jalur jaringan, sekaligus mempertahankan diameter jaringan[1].

Kedua, jaringan switching butterfly tidak dapat dibangun tanpa kabel panjang yang harus melintasi setidaknya setengah diameter mesin. Karena kecepatan transmisi kabel menurun dua kali dengan jarak yang dilaluinya. Sehingga membuat jaringan switching butterfly jarang digunakan untuk jaringan interkoneksi berukuran sedang dan besar. Namun, proses routing dari jaringan switching butterfly telah membuat banyak variasi yang populer dari jaringan interkoneksi untuk banyak aplikasi[1].

Jaringan switching butterfly dapat dibangun dari jaringan switching crossbar 4x4. Tetapi, jaringan switching crossbar memiliki banyak crosspoint yang tidak dimiliki oleh jaringan switching butterfly. Setiap titik pada jaringan crossbar terhubung dengan titik yang lain. Pada jaringan switching butterfly setiap jalur sudah diberi alamat – alamat yang dituju. Oleh karena itu untuk jaringan yang memiliki beban trafik yang tinggi akan menurunkan kinerja dari jaringan switching butterfly.

3.3 Topologi Jaringan SwitchingButterfly

Jaringan switching butterfly dapat memanfaatkan router yang memiliki nilai radix yang tinggi untuk mengurangi biaya latency dan jaringan. Namun, jaringan switching butterfly tidak memiliki keragaman jalur yang menghasilkan nilai throughput yang rendah untuk pola lalu lintas padat[6]. Dari sudut pandang


(29)

port input tunggal, jaringan switching butterfly terlihat seperti akar pohon seperti pada Gambar 3.2.

000 B it – bi t di ha si lka n m engguna ka n pe rhi tunga n t e rt ent u 001 010 011 100 101 110 111 000 001 010 011 100 101 110 111

Gambar 3.2 Jaringan switching butterfly 8x8 (2-ary 3-fly) dari sudut pandang port input

tunggal

Setiap level dari akar pohon tersebut memiliki titik – titik switch, tidak seperti titik terminal. Titik switch tersebut tidak mengirimkan atau menerima paket, tetapi hanya melewatkan paket saja. Setiap jalur dari setiap switch adalah unidirectional, seperti yang dilambangkan dengan garis hitam tebal, mengalir dari titik input ke titik output. Desain topologi belum lengkap jika hanya memiliki jaringan switching butterfly. Jaringan switching butterfly memerlukan nilai speedup jaringan, nilai radix jaringan, dan bagaimana topologi dipetakan dalam beberapa tingkat.

Nilai speedup dari jaringan adalah rasio total dari bandwidth masukan terhadap kapasitas jaringan switching yang ideal. Kapasitas jaringan switching yang ideal didefinisikan memiliki nilai throughput yang baik, dengan asumsi proses routing dan kontrol aliran yang sempurna yang dapat dilakukan oleh Output Input


(30)

jaringan berdasarkan pola lalu – lintas yang diberikan. Merancang jaringan dengan nilai speedup sama dengan 1 berarti tuntutan dari input persis disesuaikan dengan kemampuan ideal jaringan untuk memberikan lalu – lintas. Memberikan nilai lebih pada speedup akan meningkatkan desain margin jaringan dan memungkinkan jaringan tersebut tidak memberikan kinerja yang ideal[1].

Untuk menentukan jumlah input dan output dari sebuah switch adalah dengan memberikan nilai pada radix butterfly. Seperti contoh pada Gambar 3.3 didesain dengan nilai radix sama dengan 2.

00 01

10 11

00 01

10 11

Gambar 3.3 Jaringan switching butterfly 4x4 dengan radix 2

3.4 Routing

Jaringan switching butterfly menggunakan destination tag routing untuk memilih port output pada setiap level jaringan. Proses routing pada jaringan switching butterfly sangat mudah untuk dimengerti. Nilai bit – bit dari setiap switch akan diidentifikasi dan akan berubah pada tingkat berikutnya. Dalam jaringan switching butterfly, sejumlah switch diatur sehingga menyediakan dua jalur yang independen satu sama lain, yang masing – masing dari switch pertama menuju switch kedua, dan dari switch yang pertama menuju switch yang ketiga.

Output Input


(31)

Identifikasi dari switch yang akan diatur dari antara semua switch dalam jaringan butterfly bergantung pada lokasi dari switch pertama, switch kedua dan switch ketiga yang relatif satu sama lain. Switch yang akan diatur akan ditentukan dari switch yang pertama sebagai switch terdahulu, kemudian identifikasi switch berikutnya dengan hanya mengubah jumlah tingkat dari switch sebelumnya dan dengan mengubah bit dari nomor baris switch sebelumnya, dan mengulanginya dengan switch yang teridentifikasi sebagai switch sebelumnya. Arah jalur dari switch akan berbalik arah ketika mencapai tingkat terakhir atau baris terakhir dari jaringan[1]. Contoh dari proses routing dapat dilihat dari Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 000 B it – bi t di ha si lka n m engguna ka n pe rhi tunga n t e rt ent u 001 010 011 100 101 110 111 000 001 010 011 100 101 110 111

Gambar 3.4 Jaringan switching butterfly 8x8

Output Input


(32)

Tentukan switch yang akan menjadi switch acuan dari jalur pertama Hasilkan bit-bit pada switch dengan menggunakan operasi yang telah

ditentukan

Pindah ke level berikutnya dan

ubah nilai bit menjadi ‘0’

Switch membentuk 2 jalur

Pindah ke level berikutnya tanpa mengubah nomor bit

Apakah bit pertama dari switch pertama bernilai 1 atau 0?

Pindah ke level berikutnya dan

ubah nilai bit menjadi ‘1’

Jalur 1 Jalur 2

Bernilai 1 Bernilai 0

Membentuk jalur pertama dari switch pertama ke switch ke-n

Mulai

n


(33)

3.5 Struktur Jaringan SwitchingButterfly

Pada zaman sekarang, sudah banyak contoh jaringan yang menggunakan struktur k-ary dan n-flies. Salah satu contohnya ialah jaringan switching butterfly seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.6.

0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111 0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111 B it – bi t di ha si lka n m engguna ka n pe rhi tunga n t e rt e nt u

Gambar 3.6 Jaringan switching butterfly 16x16 (2-ary 4-fly)

Sebuah jaringan n-fly k-ary terdiri dari node kn terminal input, n tingkat dari kn-1 k x k jaringan crossbar, dan berakhir di kn terminal output. Jaringan ini digambarkan memiliki terminal input (sumber) di sebelah kiri dan terminal output di sebelah kanan. Semua saluran dalam jaringan switching butterfly ini memiliki sifat unidirectional dan mengalir dari kiri ke kanan. Masing – masing jalur input dan jalur output digabung menjadi satu buah terminal tunggal sehingga k-ary n-fly memiliki total terminal = kn terminal[1].

Terminal – terminal pada jaringan butterfly dilabeli dengan bit – bit yang sudah diperhitungkan dengan rumus dan nilai radix-k. Jalur yang terhubung diantara switch mengubah tingkatan dari alamat switch. Seperti pada Gambar 3.6, Output Input


(34)

switch pertama, bit pertama pada 0000 akan berubah menjadi 1000 dan berpindah ke tingkat berikutnya. Setelah itu, 1000 pada tingkat kedua akan berubah menjadi 1100 dan berpindah ke tingkat berikutnya. Setelah itu, 1100 pada tingkat ketiga akan berubah menjadi 1110 dan berpindah ke tingkat berikutnya. Dan pada tingkat ketiga, bit terakhir pada 1110 akan berubah menjadi 1111 dan berpindah ke tingkat terakhir. Sehingga didapat nilai bit 1111 pada output jaringan switching butterfly. Dan sebaliknya bila dilihat dari switch 8, bit pertama dari 1111 akan berubah menjadi 0111 dan berpindah ke tingkat berikutnya dan seterusnya sama seperti proses switch 1.

Struktur jaringan switching butterfly memiliki kinerja yang baik, sehingga dapat menjadi beberapa node sumber, dan dapat memberikan keuntungan penuh dari sejumlah rute yang besar, mengurangi latency jaringan dan overhead. Tetapi, jaringan switching butterfly tidak memiliki banyak keragaman jalur. Dalam jaringan yang memiliki beban tinggi pada situasi jalur padat maka jaringan switching butterfly mengalami kesulitan dalam pentransferan data[7].

Pada sistem jaringan interkoneksi yang luas memiliki beberapa tingkatan jaringan. Model jaringan switching butterfly 3 tingkat yang menggunakan dropping flow control dan reinjection of dropped packets yang dibahas pada Tugas Akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.7[1].

Stage 1 Stage 2 Stage 3

po p1 p2 p3

p1 – p2

p2 – p3

p1– p3

p0 – p3

p0 – p1


(35)

Gambar 3.7 Model sederhana jaringan switching butterfly 3 tahap menggunakan dropping

flow control dan reinjection of dropped packets.

Perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan rumus throughput switching butterfly. Rumus perhitungan throughput switching butterfly 1 tahap untuk jaringan yang berukuran 4x4 seperti pada Persamaan 3.1[1].

�+1= 1− �1−� 4�

4

... (3.1)

dimana � merupakan laju trafik yang bernilai 0 ≤ � < 1 dari total utility yang ideal. Sehingga throughput switching butterfly 3-tahap untuk jaringan berukuran 4x4 seperti pada Persamaan 3.2.

1− �1−� 4�

4

=�1; 1− �1− �1 4�

4

= �2; 1− �1− �2 4�

4 = �3 ... (3.2)

Perhitungan throughput switching butterfly 3-tahap untuk jaringan yang berukuran 8x8 seperti pada Persamaan 3.3[1].

1− �1−� 8�

8

=�1; 1− �1− �1 8�

8

= �2; 1− �1− �2 8�

8 = �3 ... (3.3)

Perhitungan throughput switching butterfly 3-tahap untuk jaringan yang berukuran 16x16 seperti pada Persamaan 3.4[1].

1− �1− � 16�

16

=�1; 1− �1− �1 16�

16

= �2; 1− �1− �2 16�

16 = �3 ... (3.4)


(36)

Sehingga probabilitas blocking yang dihasilkan oleh jaringan switching butterfly seperti pada Persamaan 3.5[1].

= � − �3 ... (3.5)

Untuk menghitung persentase paket yang hilang akibat dari laju trafik yang menurun ditunjukkan pada Persamaan 3.6.

Persentase paket yang hilang = Pb


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Sistem multiprocessor memiliki karakteristik untuk saling terhubung dan berbagi informasi antara setiap prosesornya dengan sebuah memori tunggal. Untuk melakukan kemampuan ini, diperlukan sebuah jaringan interkoneksi antara prosesor dan modul memori. Model dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Prosesor 1

Prosesor 2

Prosesor n

Switch Interconnection

Network

Memori 1

Memori 2

Memori n

Gambar 4.1 Model Interkoneksi Antara Prosesor dan Memori

Pada proses pentransferan data diperlukan laju paket agar sampai di tujuan. Laju paket diatur didalam jaringan interkoneksi. Jika paket dengan laju tertentu dikirimkan ke beberapa switch akan menyebabkan berkurangnya laju paket tersebut dan berdampak jatuhnya beberapa paket (blocking).

Pada Tugas Akhir ini dianalisis kinerja dari switching butterfly sehingga diketahui throughput dan blocking suatu paket jika dikirimkan ke sebuah switch dengan laju tertentu.


(38)

4.2 Analisis Perhitungan dan Grafik 4.2.1 Hasil Perhitungan

Pada analisis ini, akan dihitung throughput dari switching butterfly 4x4 3-tahap dengan menggunakan nilai � = 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9 masing – masing untuk ukuran switching 4x4, 8x8, dan 16x16. Perhitungan throughput dan probabilitas blocking switching butterfly 4x4, 8x8, dan 16x16 menggunakan program MATLAB v7.9.0 yang ditunjukkan pada Lampiran.

a) Untuk ukuran switching 4x4 3-tahap;

Throughput switching butterfly 4x4 3-tahap diperoleh dengan menggunakan Persamaan 3.2. Dengan menggunakan nilai � = 0,1 maka didapat switching butterfly 4x4 pada:

Tahap-1 :

1− �1−0,1 4 �

4

= 0,096312 Tahap-2 :

1− �1− 0,096312 4 �

4

= 0,092889 Tahap-3 :

1− �1− 0,0912889

4 �

4

= 0,089703

Sehingga dengan menggunakan Persamaan 3.5, maka probabilitas blocking yang dihasilkan adalah :

�� = 0,1−0,089703 = 0,010297

dan menggunakan Persamaan 3.6 didapat persentase paket yang hilang akibat laju yang berkurang adalah :


(39)

Persentase paket yang hilang = 0,010297

0,1 � 100% = 10,30%

Dengan menggunakan persamaan yang sama untuk nilai � = 0,2 – 0,9 maka didapat hasil seperti pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 4x4 3-tahap

Throughput Probabilitas Blocking

Persentase Paket yang Hilang

0,1 0,089703 0,010297 10,30%

0,2 0,162084 0,037916 18,96%

0,3 0,221054 0,078946 26,32%

0,4 0,269517 0,130483 32,62%

0,5 0,309654 0,190346 38,07%

0,6 0,343124 0,256876 42,81%

0,7 0,371204 0,328796 46,97%

0,8 0,394884 0,405116 50,64%

0,9 0,414946 0,485054 53,89%

b) Untuk ukuran switching 8x8 3-tahap;

Throughput switching butterfly 8x8 3-tahap diperoleh dengan menggunakan Persamaan 3.3. Dengan menggunakan nilai � = 0,1 maka didapat switching butterfly 8x8 pada:

Tahap-1 :

1− �1−0,1 8 �

8

= 0,095733 Tahap-2 :


(40)

1− �1− 0,095733 8 �

8

= 0,091818

Tahap-3 :

1− �1− 0,091818 8 �

8

= 0,088213

Sehingga dengan menggunakan Persamaan 3.5, maka probabilitas blocking yang dihasilkan adalah :

�� = 0,1−0,088213 = 0,011787

dan menggunakan Persamaan 3.6 didapat persentase paket yang hilang akibat laju yang berkurang adalah :

Persentase paket yang hilang = 0,011787

0,1 � 100% = 11,79%

Dengan menggunakan persamaan yang sama untuk nilai � = 0,2 – 0,9 maka didapat hasil seperti pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 8x8 3-tahap

Throughput Probabilitas Blocking

Persentase Paket yang Hilang

0,1 0,088213 0,011787 11,79%

0,2 0,157274 0,042726 21,36%

0,3 0,212207 0,087793 29,26%

0,4 0,256509 0,143491 35,87%


(41)

0,6 0,322486 0,277514 46,25%

0,7 0,347301 0,352699 50,39%

0,8 0,368117 0,431883 53,99%

0,9 0,385698 0,514302 57,14%

c) Untuk ukuran switching 16x16 3-tahap;

Throughput switching butterfly 8x8 3-tahap diperoleh dengan menggunakan Persamaan 3.3. Dengan menggunakan nilai � = 0,1 maka didapat switching butterfly 16x16 pada:

Tahap-1 :

1− �1−0,1 16�

16

= 0,095446 Tahap-2 :

1− �1− 0,095446 16 �

16

= 0,091293 Tahap-3 :

1− �1− 0,091293 16 �

16

= 0,087488

Sehingga dengan menggunakan Persamaan 3.5, maka probabilitas blocking yang dihasilkan adalah :

�� = 0,1−0,087488 = 0,012512

dan menggunakan Persamaan 3.6 didapat persentase paket yang hilang akibat laju yang berkurang adalah :


(42)

Persentase paket yang hilang = 0,012512

0,1 � 100% = 12,51%

Dengan menggunakan persamaan yang sama untuk nilai � = 0,2 – 0,9 maka didapat hasil seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 16x16 3-tahap

Throughput Probabilitas Blocking

Persentase Paket yang Hilang

0,1 0,087488 0,012512 12,51%

0,2 0,154988 0,045012 22,51%

0,3 0,208079 0,091921 30,64%

0,4 0,250528 0,149472 37,37%

0,5 0,284948 0,215052 43,01%

0,6 0,313198 0,286802 47,80%

0,7 0,336628 0,363372 51,91%

0,8 0,356238 0,443762 55,47%

0,9 0,372782 0,527218 58,58%

4.2.2 Grafik Perhitungan

Grafik yang menunjukkan hubungan pengaruh perubahan lamda terhadap throughput jaringan butterfly ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 ditunjukkan oleh Gambar 4.3.


(43)

Gambar 4.3 Grafik Throughput vs Lamda Switching Butterfly 4x4, 8x8, dan 16x16

Grafik yang menunjukkan hubungan pengaruh perubahan lamda terhadap probabilitas blocking jaringan butterfly ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 ditunjukkan oleh Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Probabilitas Blocking vs Lamda Switching Butterfly 4x4, 8x8, dan 16x16

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

4x4 8x8 16x16

Throughput

vs

Lamda

T hr oughput Lamda 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

4x4 8x8 16x16 Pr o b ab ilita s Blo ck in g Lamda


(44)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis perhitungan yang dilakukan, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan nilai lamda pada jaringan switching butterfly sebanding dengan throughput yang dihasilkan. Dimana jika nilai lamda jaringan switching butterfly bertambah, maka throughput yang dihasilkan juga akan semakin bertambah.

2. Perubahan nilai lamda yang semakin besar pada jaringan switching butterfly juga akan mengakibatkan blocking pada jaringan tersebut semakin besar. 3. Dengan nilai lamda yang sama, jika ukuran jaringan switching butterfly

semakin kecil, maka throughput yang dihasilkan lebih besar.

4. Dengan nilai lamda yang sama, jika ukuran jaringan switching butterfly semakin besar, maka nilai probabilitas blocking yang dihasilkan akan meningkat, sehingga menyebabkan persentase paket yang hilang juga lebih besar.

5. Nilai lamda yang dapat digunakan pada suatu jaringan switching butterfly untuk ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 agar mendapatkan kinerja yang baik bernilai 0,1-0,3 yaitu dengan persentase paket yang hilang untuk ukuran 4x4 sebesar 10,30%; 18,96%; 26,32%; ukuran 8x8 sebesar 11,79%; 21,36%; 29,26%; ukuran 16x16 sebesar 12,51%; 22,51%; 30,64%.


(45)

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar meneliti lebih lanjut mengenai reinjection of dropped packets serta pengaruh reinjection of dropped packets terhadap kualitas throughput dan probabilitas blocking dari jaringan switching butterfly dan meneliti lebih lanjut mengenai efisiensi dari topologi butterfly dengan menggunakan nilai radix yang tinggi.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dally, William J. 2004, “Principles and Practices of Interconnection Networks”, Morgan Kauffman Publishers: San Francisco.

2. Zulfin, M. 2008, “Dasar Switching: Buku Ajar Teknik Penyambungan”. Medan.

3. Chen, Thomas M. dan Stephen S. Liu, 1995. “ATM Switching System”. Artech House: Michigan University.

4. Quadri, Imran Rafiq, dkk. Mei 2007, “Modelling of Topologies of Interconnection Networks Based on Multidimensional Multiplicity”. Raport de Recharche, Institut National De Recherche En Informatique Et En Automatique. Hal. 5-16.

5. Stalling, William. 2001, “Data and Computer Comunications”. Edisi keenam. Prentice Hall International. Inc. New Jersey. USA. Hal. 311 – 318.

6. Kim John, William J. “A Cost-Efficiency Topology for High-Radix Networks”. Stanford: Computer Systems Laboratory Stanford University.

7. Liu Hui, Linquan Xie, Jiansheng Liu, dan Lei Ding. Januari 2014. “Application of Butterfly Clos-Network in Network-on-Chip”. Ganzhou: Jiangxi University of Science and Technology. Volume 2014.


(47)

Lampiran

List program untuk menghitung nilai throughput switching butterfly 3-tahap untuk ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 dengan menggunakan nilai lamda 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9 menggunakan program MATLAB v7.9.0.

u=1;

while(u == 1)

display('Switching');display('1. 4x4');display('2. 8x8');display('3. 16x16');

pilihan=input('Pilihan Switching = ');

if(pilihan == 1)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

y(c)=(1-(1-(a/4))^4); a=y(c);

end

y

end

if(pilihan == 2)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

m(c)=(1-(1-(a/8))^8); a=m(c);

end

m

end

if(pilihan ==3)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

n(c)=(1-(1-(a/16))^16); a=n(c);

end

n

end

u = input ('Kembali ? (1/0) ');


(1)

Persentase paket yang hilang = 0,012512

0,1 � 100% = 12,51%

Dengan menggunakan persamaan yang sama untuk nilai � = 0,2 – 0,9 maka didapat hasil seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Throughput dan probabilitas blocking pada jaringan butterfly 16x16 3-tahap

Throughput Probabilitas Blocking

Persentase Paket yang Hilang

0,1 0,087488 0,012512 12,51%

0,2 0,154988 0,045012 22,51%

0,3 0,208079 0,091921 30,64%

0,4 0,250528 0,149472 37,37%

0,5 0,284948 0,215052 43,01%

0,6 0,313198 0,286802 47,80%

0,7 0,336628 0,363372 51,91%

0,8 0,356238 0,443762 55,47%

0,9 0,372782 0,527218 58,58%

4.2.2 Grafik Perhitungan

Grafik yang menunjukkan hubungan pengaruh perubahan lamda terhadap throughput jaringan butterfly ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 ditunjukkan oleh Gambar 4.3.


(2)

Gambar 4.3 Grafik Throughput vs Lamda Switching Butterfly 4x4, 8x8, dan 16x16

Grafik yang menunjukkan hubungan pengaruh perubahan lamda terhadap probabilitas blocking jaringan butterfly ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 ditunjukkan oleh Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Probabilitas Blocking vs Lamda Switching Butterfly 4x4, 8x8, dan 16x16

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

4x4 8x8 16x16

Throughput

vs

Lamda

T hr oughput Lamda 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

4x4 8x8 16x16 Pr o b ab ilita s Blo ck in g Lamda


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis perhitungan yang dilakukan, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan nilai lamda pada jaringan switching butterfly sebanding dengan throughput yang dihasilkan. Dimana jika nilai lamda jaringan switching butterfly bertambah, maka throughput yang dihasilkan juga akan semakin bertambah.

2. Perubahan nilai lamda yang semakin besar pada jaringan switching butterfly juga akan mengakibatkan blocking pada jaringan tersebut semakin besar. 3. Dengan nilai lamda yang sama, jika ukuran jaringan switching butterfly

semakin kecil, maka throughput yang dihasilkan lebih besar.

4. Dengan nilai lamda yang sama, jika ukuran jaringan switching butterfly semakin besar, maka nilai probabilitas blocking yang dihasilkan akan meningkat, sehingga menyebabkan persentase paket yang hilang juga lebih besar.

5. Nilai lamda yang dapat digunakan pada suatu jaringan switching butterfly untuk ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 agar mendapatkan kinerja yang baik bernilai 0,1-0,3 yaitu dengan persentase paket yang hilang untuk ukuran 4x4 sebesar 10,30%; 18,96%; 26,32%; ukuran 8x8 sebesar 11,79%; 21,36%; 29,26%; ukuran 16x16 sebesar 12,51%; 22,51%; 30,64%.


(4)

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar meneliti lebih lanjut mengenai reinjection of dropped packets serta pengaruh reinjection of dropped packets terhadap kualitas throughput dan probabilitas blocking dari jaringan switching butterfly dan meneliti lebih lanjut mengenai efisiensi dari topologi butterfly dengan menggunakan nilai radix yang tinggi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dally, William J. 2004, “Principles and Practices of Interconnection Networks”, Morgan Kauffman Publishers: San Francisco.

2. Zulfin, M. 2008, “Dasar Switching: Buku Ajar Teknik Penyambungan”. Medan.

3. Chen, Thomas M. dan Stephen S. Liu, 1995. “ATM Switching System”. Artech House: Michigan University.

4. Quadri, Imran Rafiq, dkk. Mei 2007, “Modelling of Topologies of Interconnection Networks Based on Multidimensional Multiplicity”. Raport de Recharche, Institut National De Recherche En Informatique Et En Automatique. Hal. 5-16.

5. Stalling, William. 2001, “Data and Computer Comunications”. Edisi keenam. Prentice Hall International. Inc. New Jersey. USA. Hal. 311 – 318.

6. Kim John, William J. “A Cost-Efficiency Topology for High-Radix Networks”. Stanford: Computer Systems Laboratory Stanford University.

7. Liu Hui, Linquan Xie, Jiansheng Liu, dan Lei Ding. Januari 2014. “Application of Butterfly Clos-Network in Network-on-Chip”. Ganzhou: Jiangxi University of Science and Technology. Volume 2014.


(6)

Lampiran

List program untuk menghitung nilai throughput switching butterfly 3-tahap untuk ukuran 4x4, 8x8, dan 16x16 dengan menggunakan nilai lamda 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9 menggunakan program MATLAB v7.9.0.

u=1;

while(u == 1)

display('Switching');display('1. 4x4');display('2. 8x8');display('3. 16x16');

pilihan=input('Pilihan Switching = '); if(pilihan == 1)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

y(c)=(1-(1-(a/4))^4); a=y(c);

end y end

if(pilihan == 2)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

m(c)=(1-(1-(a/8))^8); a=m(c);

end m end

if(pilihan ==3)

a= input('Nilai lamda = '); % Nilai lamda

z= input('Banyak Tingkat = '); % Banyak tahapan,dalam hal ini 3 tahap

for c = 1:z

n(c)=(1-(1-(a/16))^16); a=n(c);

end n end

u = input ('Kembali ? (1/0) '); end