Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

Lampiran 1. Metode Pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal)

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke
Dalam galon kapasitas 19 liter

Dimasukkan gula putih sebanyak 600 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan youghurt sebanyak ± 30cc

Diaduk bahan sampai merata

Ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 3 hari

MOL siap digunakan
Sumber: Tatakura method (2009)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Metode Pembuatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL
(Mikroorganisme Lokal)

Kulit pisang

Diovenkan suhu 60ºC-75ºC

Digrinder

Tepung kulit pisang

Dicampur dengan dedak halus 15% dari berat kulit pisang

Diaduk merata

Disiram dengan MOL secara merata dengan kebasahan 60%
(bahan 10 kg dengan MOL 3 liter)

Ditutup dengan selimut bekas atau sabut kelapa


Difermentasi selama 6 hari dan di cek setiap harinya untuk mengukur panas, jika
kurang panas ditambah dedak

Siap untuk dijadikan bahan pakan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Metode Pembuatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Trichoderma
harzianum
Kulit pisang

Diovenkan suhu 60ºC-75ºC

Digrinder

Tepung kulit pisang

Dikukus selama 30 menit dan di diamkan selama 15 menit


Dicampur dengan Trichoderma harzianum (1 kg kulit pisang, ditambah 1 gram
Trichoderma harzianum yang dicampur dengan air sebanyak 3 ml)

Diaduk secara merata

Ditutup dengan plastik yang dilubangi

Difermentasi 3 hari dan siap untuk digunakan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Susunan ransum

Nama Bahan Pakan
Kulit Pisang
Bungkil Kelapa
Bungkil Inti Sawit
Bungkil Kedelai
Dedak
Tepung Ikan

Molases
Top Mix
Garam
Total
Nutrisi
Protein Kasar
Energi Metabolisme
Lemak Kasar
Serat Kasar
Kalsium
Posfor

P0

P1

P2

P3


P4

P5

P6

45,00
11,00
5,00
10,00
9,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100

15,00
9,00
25,00

1,00
30,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100

30,00
8,00
15,00
2,00
25,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100

45,00

5,00
5,00
3,00
22,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100

15,00
17,00
2,,00
2,00
25,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100


30,00
13,00
12,00
5,00
20,00
10,00
8,00
1,00
1,00
100

45,00
14,00
5,00
7,00
9,00
10,00
8,00
1,00

1,00
100

17,13
2654,85
9,25
6,07
0,36
0,41

17,12
2665,40
9,46
5,68
0,56
0,90

17,17
2752,90
9,41

5,59
0,64
0,80

17,12
2866,60
9,33
5,60
0,72
0,72

17,11
2661,2
9,55
5,19
0,55
0,84

17,14
2684,34

9,12
5,10
0,62
0,47

17,13
2745,36
8,76
5,78
0,71
0,58

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius., 1980. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta..
Boniran, S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan
Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
Calvert, J., 1978. Commercial Rabbit Production. Ministry of Agriculture,
Fisheries and food of The United Kingdom, London.
Campbell, J. R and J.F. Lasley. 1985. The Scienceof Animals that Served Mankid.
3th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited New Delhi. Pp
390-392.
Devendra, C., 1997. Utilization of Feeding stuff from Palm Oil. P. 16. Malaysian
Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
Dirjen Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Coklat
Indonesia, Jakarta.
Ginting, N., 2009. Guidelines Training On Compost: A Takakura Method.
Sumatera Utara University Campus, Medan.
Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya, Palembang.
Handajani, H., 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui
Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Malang.
Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan
Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Harman, G.E. 2002. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T.
koningii, T. hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual
classification system). URL: http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/
pathogens/trichoderma.html [9 September 2009]
http://id. Wikipedia.org/ Saccharomyces, Mei 2013.
Jenus, M., 1982. Pertumbuhan kelinci dan Pengamatan Lain di Sekitar Malang
dan junggo. NuFFIC-UNIBRAW, Laporan 3, Malang
Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

Khalil. 1999. Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik Pakan:
Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis.
Media Peternakan 22 (1) : 1-11.
Kristanto, K. 1998. Ekonomi Pemasaran Dalam Pertanian. PT Gramedia; Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Dedak Padi.
Program Studi Peternakan FP USU, Medan.
Laboratorium Nutrisi pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Kulit Pisang.IPB, Bogor.
Lubis, d.A.,1993. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia, Jakarta.
Martawidjaja, M. 1998. Pengaruh Taraf Pemberian Konsentrat Terhadap
Keragaman kambing Kacang Betina Sapihan. Pada: Prosiding Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Masanto, R. dan A. Agus., 2010. Beternak kelinci Potong. Penebar swadaya,
Jakarta.
Mathius, I. W. 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat menjadi basis
pengembangan kambing potong. Warta Litbang Pertanian 25 (5): 1-4.
Munadjim, 1983. Teknologi Pengelolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta.
Muslih, D., W. Pasek Rossuartini dan B. Brahmantiyo. 2005. Tatalaksana
Pemberian Pakan Untuk menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Dalam:
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.
Bandung: 30 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
hal. 61-65
Muzakki,.A., 2011. Substitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao
Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans Itik Raja Umur 1-7
Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
NRC. 1998. Nutrient Requirments of Rabbits. Nutrient Requirments of Domestic
Animal, Tenth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.
Nugroho, 1982. Beternak kelinci Secara Modern. Jilid 1, Edisi 1. Eka Offset,
Semarang.
Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Pardede, S, I, dan S. Asmira. 1997, Pengolahan Produk Sampingan Industri
Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Sapi Potong Yang Dipelihara
Secara Tradisonal, Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan,
Universitas Andalas, Padang.
Piliang W.G., 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian, Bogor.
Pond, W. G. and J. H. Maner. 1995. Rabbit Production in Temperature and
Tropical Environment. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston.
Texas
Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.
Rangkuti, M. A. Musufie, P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusuma Wardani dan A.
Roesjat, 1985. Procceding. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk
Pakan Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan
Penelitian dan Pengembanagn Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Rasyaf, M. 1989. Bahan Makanan Ternak di Indonesia. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1992. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
Rohaeni, E.S., A. Darmawan, A. Hamdan, R. Qomariah dan A. Subhan., 2005.
Inventarisasi dan Karakterisasi ternak di Kalimantan Selatan. Laporan
Hasil Penelitian. BPTP Kalimantan Selatan.
Sabutan, G.M.,1996. Banana Peelings Help Broilers Grow, Majalah World
Poultry, Vol. 12, Hal 59, Hongkong.
Sarwono. 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B., 2001. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia.
Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press. 808p
Sembiring, I., M. Jacob, dan R. Sitinjak., 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan
Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas
Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal
Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.
Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan
Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Smith, J dan S. Mangoewidjojo., 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan
penggtunaan hewan percobaan di daerah tropis. Universitas Indonesia
press, jakarta..
Steel, R.G.D and J.H. Torri.,1981. Principles and Procedures of Statistics, A
Biometrical Approach. 2nd Edition, International Student Edition.
Sumoprastowo, R. M. 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta
Susilorini, T. E., 2008. Budaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suyanti, S., 1990. Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Tilman, A. D., H. Hartadi, S Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tjitjah, 1997. Fermentasi Onggok. Disertai S2 Fakultas Pertanian UNPAD,
Bandung
Wahyu, J.,1992. Ilmu Nutrisi Ternak. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Widyustuti. 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar swadaya, Jakarta.
Woodrof, J. G, 1979. Coconut: Production, Processing and Product, 2nd Edition.
The AVI Publs. Co.,Inc., Wesport, Connecticut.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius., 1980. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta..
Boniran, S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan
Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
Calvert, J., 1978. Commercial Rabbit Production. Ministry of Agriculture,
Fisheries and food of The United Kingdom, London.
Campbell, J. R and J.F. Lasley. 1985. The Scienceof Animals that Served Mankid.
3th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited New Delhi. Pp
390-392.
Devendra, C., 1997. Utilization of Feeding stuff from Palm Oil. P. 16. Malaysian
Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
Dirjen Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Coklat
Indonesia, Jakarta.
Ginting, N., 2009. Guidelines Training On Compost: A Takakura Method.
Sumatera Utara University Campus, Medan.
Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya, Palembang.
Handajani, H., 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui
Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Malang.
Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan
Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Harman, G.E. 2002. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T.
koningii, T. hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual
classification system). URL: http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/
pathogens/trichoderma.html [9 September 2009]
http://id. Wikipedia.org/ Saccharomyces, Mei 2013.
Jenus, M., 1982. Pertumbuhan kelinci dan Pengamatan Lain di Sekitar Malang
dan junggo. NuFFIC-UNIBRAW, Laporan 3, Malang
Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

Khalil. 1999. Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik Pakan:
Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis.
Media Peternakan 22 (1) : 1-11.
Kristanto, K. 1998. Ekonomi Pemasaran Dalam Pertanian. PT Gramedia; Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Dedak Padi.
Program Studi Peternakan FP USU, Medan.
Laboratorium Nutrisi pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Kulit Pisang.IPB, Bogor.
Lubis, d.A.,1993. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia, Jakarta.
Martawidjaja, M. 1998. Pengaruh Taraf Pemberian Konsentrat Terhadap
Keragaman kambing Kacang Betina Sapihan. Pada: Prosiding Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Masanto, R. dan A. Agus., 2010. Beternak kelinci Potong. Penebar swadaya,
Jakarta.
Mathius, I. W. 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat menjadi basis
pengembangan kambing potong. Warta Litbang Pertanian 25 (5): 1-4.
Munadjim, 1983. Teknologi Pengelolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta.
Muslih, D., W. Pasek Rossuartini dan B. Brahmantiyo. 2005. Tatalaksana
Pemberian Pakan Untuk menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Dalam:
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.
Bandung: 30 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
hal. 61-65
Muzakki,.A., 2011. Substitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao
Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans Itik Raja Umur 1-7
Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
NRC. 1998. Nutrient Requirments of Rabbits. Nutrient Requirments of Domestic
Animal, Tenth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.
Nugroho, 1982. Beternak kelinci Secara Modern. Jilid 1, Edisi 1. Eka Offset,
Semarang.
Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Pardede, S, I, dan S. Asmira. 1997, Pengolahan Produk Sampingan Industri
Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Sapi Potong Yang Dipelihara
Secara Tradisonal, Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan,
Universitas Andalas, Padang.
Piliang W.G., 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian, Bogor.
Pond, W. G. and J. H. Maner. 1995. Rabbit Production in Temperature and
Tropical Environment. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston.
Texas
Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.
Rangkuti, M. A. Musufie, P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusuma Wardani dan A.
Roesjat, 1985. Procceding. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk
Pakan Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan
Penelitian dan Pengembanagn Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Rasyaf, M. 1989. Bahan Makanan Ternak di Indonesia. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1992. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
Rohaeni, E.S., A. Darmawan, A. Hamdan, R. Qomariah dan A. Subhan., 2005.
Inventarisasi dan Karakterisasi ternak di Kalimantan Selatan. Laporan
Hasil Penelitian. BPTP Kalimantan Selatan.
Sabutan, G.M.,1996. Banana Peelings Help Broilers Grow, Majalah World
Poultry, Vol. 12, Hal 59, Hongkong.
Sarwono. 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B., 2001. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia.
Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press. 808p
Sembiring, I., M. Jacob, dan R. Sitinjak., 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan
Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas
Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal
Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.
Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan
Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Smith, J dan S. Mangoewidjojo., 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan
penggtunaan hewan percobaan di daerah tropis. Universitas Indonesia
press, jakarta..
Steel, R.G.D and J.H. Torri.,1981. Principles and Procedures of Statistics, A
Biometrical Approach. 2nd Edition, International Student Edition.
Sumoprastowo, R. M. 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta
Susilorini, T. E., 2008. Budaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suyanti, S., 1990. Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Tilman, A. D., H. Hartadi, S Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tjitjah, 1997. Fermentasi Onggok. Disertai S2 Fakultas Pertanian UNPAD,
Bandung
Wahyu, J.,1992. Ilmu Nutrisi Ternak. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Widyustuti. 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar swadaya, Jakarta.
Woodrof, J. G, 1979. Coconut: Production, Processing and Product, 2nd Edition.
The AVI Publs. Co.,Inc., Wesport, Connecticut.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan
November 2013.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu kelinci rex jantan lepas sapih sebanyak 21
ekor. Bahan pakan yang terdiri dari kulit pisang, dan konsentrat terdiri dari
tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, molases mineral mix, bungkil kelapa,
tepung ikan dan garam. Rodalon sebagai desinfektan dan air minum yang
diberikan secara ad libitum serta obat–obatan seperti obat cacing (kalbazen) dan
anti bloat untuk obat gembung.
Alat
Alat yang digunakan yaitu kandang individu ukuran 50 x 50 x 50 cm
sebanyak 21 petak. Pencetak pelet, timbangan bobot badan dengan kapasitas 5 kg
dengan kepekaan 1 g, tempat pakan pada tiap kandang dengan total sebanyak 21
unit, mesin grinder untuk membuat tepung, lampu 32 watt sebagai penerangan
kandang, thermometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi, kuas, sapu kecil
sebagai alat pembersih kandang, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pelet,
kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
experimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7
perlakuan dan ulangan yang tak sama. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut:
P0: ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%
P1: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%
P2: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%
P3: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%
P4: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%
P5: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%
P6: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%.
Menurut Hanafiah (2003) model linear untuk rancangan acak lengkap
(RAL) adalah :
Yij = µ + i + ∈ ij

Dimana: Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
i

= 1, 2, 3,.., 7 (perlakuan)

j

= 1, 2, 3

µ

= Nilai tengah umum

(ulangan)

i = Pengaruh perlakuan ke-i
∈ ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Pakan yang digunakan merupakan campuran dari kulit pisang dengan
konsentrat berupa dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil inti sawit,

Universitas Sumatera Utara

tepung ikan, mineral, garam dan molases dan ransum yang diberikan dalam
bentuk pelet.
Analisis Data
Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis
dengan perbandingan linier ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi
perlakuan yang terbaik. Dari 7 perlakuan dapat disusun 6 pembanding linier
ortogonal kontras sebagai berikut.
Perlakuan
P0 vs P1P2P3

P0 vs P4P5P6

P1P2P3 vs P4P5P6

P1 vs P2P3

P0 vs P3P6

P4 vs P5P6

Keterangan
Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%
dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja
fermentasi MOL
Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%
dibandingkan dengan kulit pisang raja fermentasi
Trichiderma harzianum
Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL dibandingkan
dengan ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma
harzianum
Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%
dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja
fermentasi MOL 30% dan 45%
Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%
dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja
fermentasi MOL 45% dan Ransum kulit pisang raja
fermentasi Trichoderma harzianum 45%
Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma
harzianum 15% dibandingkan dengan ransum kulit
pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30% dan
45%

Pembanding linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai
berikut:
1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (∑ki = 0)
2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (∑ki ki = 0)
3. Jumlah kuadrat =

Qi²

r x ∑k²

Universitas Sumatera Utara

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan
R = Ulangan
∑ki = Kuadrat koefisien pembanding (Sastropsupadi, 1999).
Sidik ragam
SK
Perlakuan
P0 vs P1P2P3
P0 vs P4P5P6
P1P2P3vs P4P5P6
P1 vs P2P3
P0 vs P3P6
P4 vs P5P6
Galat
Total

Db
t-1
1
1
1
1
1
1
Rt-1
Rt-1

JK
JKperl
JK1
JK2
JK3
JK4
JK5
JK6
JKG
JKT

KT
JKP/db
JK1
JK2
JK3
JK4
JK5
JK6
T-P/rt-t
-

Fhit
KTP/KTG
JK1/G
JK2/G
JK3/G
JK4/G
JK5/G
JK6/G
-

F 5%

F 1%

Kaidah Keputusan


Bila F hit < F 0,05 : perlakuan tidak berbeda nyata (terimaH0/tolak H1).



Bila F hit ≥ F 0,05 :

Perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1).



Bila F hit ≥ F 0,01 :

perbedaan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H.

Parameter Penelitian
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari)
Konsumsi pakan dihitung setiap satu hari satu malam (24 jam). Data
konsumsi pakan diperoleh dengan cara melakukan penimbangan pakan yang
diberikan pada pagi hari kemudian dikurangkan dengan penimbangan sisa pakan
yang dilakukan pada pagi hari berikutnya. Konsumsi pakan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Konsumsi pakan = Pakan yang diberi - Pakan yang sisa

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)
Pertambahan bobot badan dapat dihitung dengan cara membagi selisih
bobot badan dengan jumlah hari pengamatan pertumbuhan bobot badan yang
dihitung setiap minggu sekali, dinyatakan dalam gram per ekor per hari.
Pertambahan bobot badan harian dirumuskan sebagai berikut:
PBBH = Bobot akhir (g/ekor) – Bobot awal (g/ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membagi banyaknya pakan yang
dikonsumsi per ekor per hari dengan produksi pertambahan bobot badan per ekor
per hari. Konversi ransum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konversi ransum = Ransum yang dikonsumsi (g/hari)
PBBH (g/hari)

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran
50 x 50 cm sebanyak 21 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci
masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta
peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan
menggunakan rodalon.
Pemilihan Ternak
Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian
melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat,
lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor
melengkung keatas lurus merapat kebagian luar mengikuti tulang punggung,

Universitas Sumatera Utara

telinga lurus keatas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu
mengkilat.

Sebelum

kelinci

dimasukkan

kedalam

kandang,

dilakukan

penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci
kemudian dilakukan random (pengacak) yang bertujuan memperkecil nilai
keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.
Pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal)
Pembuatan MOL menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air
tebu, ragi tape, ragi tempe dan youghurt. Semuanya dimasukkan ke galon ukuran
19 liter, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan
selama 3 hari. Manfaat penutupan dengan kantong plastik adalah untuk
mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja atau
tidak, dimana bila kantong plastik terjadi penggelembungan, berarti terjadi reaksi
positif dari mikroorganisme dalam tahapan MOL. Metode pembuatan MOL
terdapat pada Lampiran 1.
Pembuatan Kulit Pisang Raja Fermentasi dengan MOL
Pembuatan kulit pisang raja fermentasi MOL menggunakan beberapa
bahan antara lain: kulit pisang, MOL dan dedak halus. Alat yang digunakan yaitu
terpal plastik untuk alas fermentasi. Kulit pisang dicuci terlebih dahulu sebelum
dimasukkan kedalam oven. Proses pembuatan tepung kulit pisang raja fermentasi
MOL terdapat pada Lampiran 2
Pembuatan Kulit Pisang Raja Fermentasi dengan Trichoderma harzianum
Pembuatan kulit pisang raja fermentasi Thichoderma harizianum
menggunakan

beberapa

bahan

antara

lain:

kulit

pisang

raja

dan

Trichoderma harzianum. Alat yang digunakan yaitu terpal plastik untuk alas

Universitas Sumatera Utara

fermentasi dan sebagai penutup fermentasi. Kulit pisang raja dicuci terlebih
dahulu sebelum dimasukkan kedalam oven. Proses pembuatan tepung kulit pisang
fermentasi Trichoderma harzianum terdapat pada Lampiran 3
Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet
Badan penyusunan pelet yang digunakan terdiri dari atas tepung kulit
pisang fermentasi, tepung ikan, bungkil kelapa, BIS, garam, mineral, dedak padi
dan molasses. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan
formulasi pelet yang telah sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari
ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu.
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk pelet sesuai dengan
perlakuan P0: ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%, P1: ransum kulit
pisang raja fermentasi MOL 15%, P2: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL
30%, P3: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%, P4: ransum kulit pisang
raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%, P5: ransum kulit pisang raja
fermentasi Trichoderma harzianum 30%, P6: ransum kulit pisang raja fermentasi
Trichoderma harzianum 45%.
Pakan diberikan pada pagi hari yaitu pukul 08.00 WIB secara ad libitum.
Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan harinya sesaat sebelum
ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.
Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi selama 10
hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum, air
diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.

Universitas Sumatera Utara

Pemberian Obat-obatan
Sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu kelinci diberikan obat
cacing seperti wormmectin dan scabies dengan dosis 0,02 ml/kg bobot kelinci,
pemberianya dengan cara menyuntikan dibagian subkutan, vitamin B-complex
sebagai vitamin dosis 0,25 ml/kg bobot kelinci, disuntikkan secara intramuskuler
dibagian paha kelinci dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan
dosis 1 sendok teh untuk 1-3 ekor, pemberianya melalui mulut.
Penimbangan Bobot Badan
Penimbangan bobot badan kelinci dilakukan saat awal penelitian dan
pengambilan data pertambahan bobot badan dilakukan sekali seminggu dan
penimbangan selama 8 minggu.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Hasil penelitian diperoleh dari konsumsi ransum, pertambahan bobot
badan dan konversi ransum yang diperoleh selama penelitian.

Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung berdasarkan bahan kering ransum yang
dikonsumsi oleh kelinci setiap hari selama penelitian. Tingkat konsumsi adalah
jumlah pakan yang dapat dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan
secara ad libitum. Dari hasil penelitian diperoleh rataan konsumsi ransum kelinci
seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi bahan kering ransum selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Rataan

1
84,81
83,27
88,21
81,30
76,02
70,39

Ulangan
2
82,18
82,13
88,52
81,27
74,71
72,22
-

Rataan ± sd
3
84,49
83,72
86,06
78,33
72,73
71,89
71,33

83,82 ± 1,43
83,04 ± 0,82
87,60 ± 1,34
80,30 ± 1,71
74,49 ± 1,66
72,06 ±0,23
70,86 ± 0,67
78,88

Dari Tabel 9 terlihat bahwa rataan total konsumsi ransum dalam bahan
kering adalah sebesar 78,88 (g/ekor/hari). Tabel rataan konsumsi ransum kelinci
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi
MOL (Mikroorganisme Lokal) dan Trichoderma harzianum dalam ransum
terhadap konsumsi ransum kelinci selama penelitian, maka dilakukan analisis
keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 10. Analisis keragaman konsumsi bahan kering ransum kelinci rex jantan
selama penelitian.
SK
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

F hit

6,00
14,00
20,00

627,24
20,86
648,.10

104,54
1,49

70,16**

F tabel
0,05 0,01
2,85

4,45

Keterangan : **= sangat berbeda nyata

Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian ransum kulit pisang raja
fermentasi memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap konsumsi
bahan kering ransum kelinci, hal ini disebabkan bahwa ternyata dari pemberian
kulit pisang raja dengan berbagai level mempengaruhi nilai palatabilitas dari
ternak.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi MOL
dan Trichoderma harzianum pada setiap perlakuan terhadap konsumsi bahan
kering ransum kelinci maka dilakukan uji ortogonal kontras yang tertera pada
Tabel 11.
Tabel 11. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum bahan
kering selama penelitian.
SV

F hit

Perlakuan
P0 vs P1P2P3s
P0 vs P4P5P6
P1P2P3 vs P4P5P6
P1 vs P2P3
P0 vs P3P6
P4 vs P5P6

70,16**
0,0054tn
21,6383**
41,9169**
0,1232tn
10,1405**
1,3700tn

F tabel
0,05
2,85
4,60
4,60
4,60
4,60
4,60
4,60

0,01
4,45
8,86
8,86
8,86
8,86
8,86
8,86

Dari Tabel 11 terlihat bahwa pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 memberi
pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P4, P5 dan
P6. Dengan kata lain ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi dan ransum kulit
pisang raja fermentasi MOL lebih disukai ternak dibandingkan dengan ransum

Universitas Sumatera Utara

kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum. Hal ini disebabkan karena
kulit pisang raja yang difermentasi dengan Trichoderma harzianum memiliki
aroma tanah, sehingga menurunkan tingkat palatabilitas ternak kelinci.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantarnya adalah pengelolahan dan palatabilitas yang merupakan
sifat performans yang dicerminkan oleh organoleptik seperti kenampakan, bau,
rasa dan tekstur. Pada hasil penelitian saudara Benediktus (2013) yang
menggunakan POD kakao yang difementasi dengan MOL sebagai pakan ternak
babi maka diperoleh hasil bahwa POD kakao yang difermentasi dengan MOL
dapat meningkatkan tingkat palatabilitas pada ternak karena memiliki aroma yang
disukai ternak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997) yang

menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan
faktor lainya seperti pengelolahan dan palatabilitas yang merupakan sifat
performans yang dicerminkan oleh organoleptik seperti kenampakan, bau, rasa
dan tekstur. Selain itu konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur
lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk
fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan
hormonal dan fase pertumbuhan.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih
antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal.

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan bobot badan
kelinci selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Rataan pertambahan bobot badan kelinci rex jantan (g/ekor/hari) selama
8 minggu.
Perlakuan

Ulangan
U2
13,13
13,09
14,84
12,52
9,93
9,27
-

U1
13,48
13,39
14,88
12,48
10,18
9,11

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Rataan

Rataan ± sd
U3
13,32
13,46
14,55
12,05
9,66
9,36
9,14

13,31 ± 0,18
13,32 ± 0,20
14,76 ± 0,18
12,35 ± 0,26
9,92 ± 0,26
9,31 ± 0,06
9,13 ± 0,03
11,73

Dari Tabel 12 terlihat bahwa rataan total pertambahan bobot badan kelinci
adalah sebesar 11,73 (g/ekor/hari). Tabel rataan pertambahan bobot badan kelinci
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi
MOL dan Trichoderma harzianum terhadap pertambahan bobot badan kelinci
selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada
Tabel 13
Tabel 13. Analisis keragaman pertambahan bobot badan kelinci rex jantan selama
penelitian.
SK
Perlakuan
Galat
Total
Keterangan:

DB

JK

KT

F hit

6,00
14,00
20,00

77,41
0,48
77,89

12,90
0,03

378,19**

F tabel
0,05 0,01
2,85

4,45

**: sangat berbeda nyata

Pada Tabel diatas menunjukkan bahwa pemberian kulit pisang raja
fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum memberi pengaruh yang sangat
berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan kelinci. Ini menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

pemberian kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum dapat
meningkatkan bobot badan kelinci.
Untuk mengetahui pengaruh kulit pisang raja fermentasi MOL dan
Trichoderma harzianum terhadap pertambahan bobot badan kelinci setiap
perlakuan maka dilakukan uji ortogonal kontras yang dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan
kelinci rex jantan.
SV

F hit

Perlakuan
P0 vs P1P2P3
P0 vs P4P5P6
P1P2P3 vs P4P5P6
P1 vs P2P3
P0 vs P3P6
P4 vs P5P6

378,19**
5,2722*
120,7621**
151,1384**
10,6929**
109,0031**
0,0572tn

F tabel
0,05
2,85
4,60
4,60
4,60
4,60
4,60
4,60

0,01
4,45
8,86
8,86
8,86
8,86
8,86
8,86

Keterangan: **:Sangat berbeda nyata
*: Nyata
tn : Tidak nyata

Dari Tabel 14 terlihat bahwa pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 ransum kulit
pisang raja tanpa fermentasi dan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL
berpengaruh sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P4, P5 dan P6.
Hal ini erat kaitanya dengan tingkat konsumsi ransum yang dikonsumsi oleh
ternak, dimana konsumsi ransum pada setiap perlakuan memiliki tingkat
konsumsi ransum yang berbeda-beda.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ransum kulit pisang raja tanpa
fermentasi dan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL lebih disukai oleh ternak
dibandingkan ransum kulit pisang raja yang difermentasi dengan Trichoderma
harzianum. Sehingga ternak lebih menyukai untuk mengkonsumsi ransum kulit
pisang raja tanpa fermentasi dan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma
harzianum. Hal tersebut mengakibatkan pertambahan bobot badan ternak juga
berbeda-beda. Hal ini erat kaitannya dengan konsumsi, dimana konsumsi
berbanding lurus dengan pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan
pendapat kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa bobot badan tubuh ternak
senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakan, makin tinggi bobot
tubuhnya makin tinggi pula konsumsi pakan. Selain itu dari uji analisa ransum
kulit pisang raja yang difermentasi dengan MOL dapat meningkatkan kandungan
nutrisi kulit pisang raja tersebut, seperti meningkatkan kandungan proteinya
sehingga mempengaruhi pertumbuhan ternak kelinci tersebut. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wahyuni (1992) yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme,
kandungan protein dan suhu lingkungan. Menurut Rasyid (2009) salah satu faktor
yang mepengaruhi bobot badan adalah konsumsi pakan dan kecernaan pakan.
Konsumsi pakan dan kecernaan pakan yang tinggi akan menghasilkan bobot
badan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh semakin banyak nutrient yang diserap
oleh tubuh ternak tersebut.

Konversi Ransum
Konversi ransum pada penelitian ini dihitung dalam bentuk bahan kering
dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan
pertambahan bobot badannya yang dicapai setiap minggu. Rataan konversi
ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 15.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 15. Rataan konversi ransum kelinci rex jantan selama penelitian.
Perlakuan

Ulangan
2
6,20
6,24
5,78
6,48
7,31
7,53
-

1
6,25
6,22
5,79
6,51
7,34
7,55

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Rataan

Rataan ± sd
3
6,26
6,24
5,77
6,53
7,29
7,49
7,58

6,24
6,23
5,78
6,51
7,31
7,51
7,57
6,74

± 0,03
± 0,01
± 0,01
± 0,02
± 0,02
± 0,02
± 0,02

Dari Tabel diatas terlihat bahwa rataan total konversi ransum kelinci
adalah sebesar 6,74. Tabel rataan konversi ransum kelinci secara keseluruhan
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Konversi ransum memberikan penilaian terhadap efesiensi penggunaan
ransum oleh kelinci dengan adanya pertambahan bobot badan yang baik. Untuk
melihat pengaruh kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum
maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis ragam konversi ransum kelinci rex jantan.
SK
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

F hit

6,00
14,00
20,00

7,83
0,01
7,83

1,30
0,0004

3262,59**

F tabel
0,05 0,01
2,85 4,45

Keterangan: **= sangat berbeda nyata

Dari Tabel 16 terlihat bahwa setiap perlakuan dengan pemberian berbagai
level kulit pisang raja fermentasi dalam ransum kelinci memberikan pengaruh
yang sangat berbeda nyata terhadap konversi ransum, ini berarti pemberian
ransum

yang

mengandung

kulit

pisang

raja

fermentasi

MOL

dan

Trichoderma harzianum dapat meningkatkan efesiensi pakan karena semakin
rendah nilai konversi pakan maka semakin baik efesiensi pakan. Hal ini sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan pendapat Rasyraf (1990) yang menyatakan bahwa Semakin baik mutu
ransumnya, semakin kecil pula konversi pakanya.
Untuk mengetahui pengaruh kulit pisang raja fermentasi MOL dan
Trichoderma harzianum terhadap konversi ransum kelinci setiap perlakuan maka
dilakukan uji ortogonal kontras yang dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum selama
penelitian.
SV

F hit

Perlakuan
P0 vs P1P2P3
P0 vs P4P5P6
P1P2P3 vs P4P5P6
P1 vs P2P3
P0 vs P3P6
P4 vs P5P6

2.3776tn
940.5123**
2074,9330**
4,5436tn
357,0036**
28,9763**

F tabel
0.05

0.01

4,60
4,60
4,60
4,60
4,60
4,60

8,86
8,86
8,86
8,86
8,86
8,86

Keterangan: **: sangat berbeda nyata
tn: tidak nyata

Dari Tabel 17 terlihat bahwa perlakuan P0, P1, P2 dan P3 (ransum kulit
pisang raja tanpa fermentasi dan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL)
memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P4,
P5 dan P6 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum). Hal ini
disebabkan oleh tingkat konsumsi yang berbeda, dimana tingkat konsumsi pada
perlakuan P0, P1, P2 dan P3 lebih tinggi sehingga pertambahan bobot badan kelinci
juga lebih meningkat dibandingkan dengan perlakuan P4, P5 dan P6.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ternak lebih suka mengkonsumsi
ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi dan ransum kulit pisang raja fermentasi
MOL dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja yang difermentasi dengan
trichoderma harzianum sehingga lebih menurunkan angka konversi ransum pada
perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Semakin rendah angka konversi ransum maka

Universitas Sumatera Utara

semakin efesien ternak dalam menggunakan ransum. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Bogart (1997) yang menyatakan bahwa semakin rendah angka
konversi ransum maka akan semakin efesien ternak dalam menggunakan ransum.
Konversi ransum juga dipengaruhi oleh kualitas pakan, daya cerna, bangsa dan
lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pond et al., (1995) yang
menyatakan bahwa konversi ransum pada ternak dipengaruhi oleh kualitas pakan,
nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolism
didalam jaringan tubuh ternak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 8 minggu penelitian terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum kelinci maka
dilakukan rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi
MOL dibandingkan Trichoderma harzianum sebagai pakan berbentuk
pelet
Perlakuan

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6

Konsumsi Ransum
(g/ekor/hari)
83,82
83,04
87,60
80,30
74,49
72,06
70,86

Pada Tabel 18 diatas

Pertambahan
Bobot Badan
(g/ekor/hari)
13,31
13,32
14,76
12,35
9,92
9,31
9,13

Konversi
ransum
6,24
6,23
5,78
6,51
7,31
7.51
7,57

menunjukkan masing-masing peubah penelitian

setiap perlakuan. Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan
P2 terbaik pada konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal)
dalam ransum dapat menaikkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan serta
menurunkan konversi ransum kelinci rex jantan lepas sapih dibandingkan dengan
kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi yang paling
efisien adalah ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%.

Saran
Peternak kelinci dapat memberikan ransum kulit pisang raja fermentasi
MOL pada level 15% sampai dengan 30% dan batas pemberian kulit pisang raja
fermentasi tersebut sebaiknya tidak melebihi 30% karena masih palatabel ternak
kelinci dan dapat berpengaruh baik terhadap performans. Ransum yang paling
efesien adalah pada perlakuan P2 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%).

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Kelinci
Dalam meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah antara lain berusaha
memasyarakatkan ternak kelinci terutama didaerah rawan gizi dan padat
penduduk. Tenak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan karena cepat
berkembang biak dan mampu memanfaatkan hijauan dengan sedikit konsentrat.
Keberhasilan usaha ini perlu ditunjang dengan penelitian berbagai aspek
pemeliharaannya dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Di Indonesia ada
beberapa jenis kelinci unggul seperti New Zealand White, Californian yang
didatangkan dari belanda. Peternak di Indonesia belum banyak mengenal berbagai
bangsa atau varietas kelinci sehingga perlu diadakan pengenalan terhadap bangsabangsa kelinci (Nugroho, 1982).
Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Kelas: Mamalia,
Ordo: Lagomorpha, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Genus: Lepus
Orictolagus, Spesies: Lepes spp, Orictolagus spp (Susilorini, 2008).
Anak kelinci dapat dipasarkan setelah berumur dua bulan. Anak kelinci
pada umur ini pada jenis yang sedang telah mencapai bobot hidup kurang lebih
600-800 gram. Penggemukan kelinci dapat dilakukan setelah lepas sapih atau
pada umur 5-6 minggu, lama penggemukanya cukup berkisar 2-3 bulan
(Sumoprastowo, 1985).
Temperatur ideal didalam kandang kelinci berkisar 15-16ºC. meskipun
demikian, pada temperatur antara 10-30ºC ternak kelinci masih dapat hidup dan
berkembang biak dengan baik. Pada temperatur yang sangat rendah di bawah

Universitas Sumatera Utara

10ºC ternak kelinci berusaha untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak
sehingga berakibat “over consumption”. Anak–anak kelinci yang dilahirkan pada
suhu dibawah optimal mengalami kelainan ginjal (diatas 30ºC) terutama kelinci
jenis New Zealand White menunjukkan kesulitan bernapas (panting) fertilitas
pejantan menurun. Temperatur diatas 30ºC mempunyai efek negatif terhadap
fertilitas (kualitas semen jantan rendah) dan meningkatkan kematian embrio dini.
Sedangkan pada temperatur dibawah 10ºC menyebabkan meningkatnya biaya
pakan untuk setiap perekor kelinci yang dipelihara (Kartadisastra, 1997).
Menurut Sarwono (2001) Rex termasuk kelinci baru. Ras ini mulai dikenal
di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan
beralih fungsi menjadi ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci Rex sebagai
berikut: umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot badan dewasa kelamin 2,5-3,5 kg,
litter size sapih hidup minimal 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun.
Warna bulu kelinci Rex sangat bervariasi, antara lain putih (White Rex), hitam
(Black Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas
(Nutria Rex), merah kuning keemasan (Orange Rex),cokelat gelap kehitamhitaman (Havana Rex), bertotol-totol seperti anjing (Dalmatian Rex), kombinasi
hitam dan orange (Harlequin Rex), cokelat keemasan (Cinnamon Rex) dan seperti
kucing siam (Siamase Sable Rex).

Pakan Ternak Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar perananya. Pemberian pakan yang
seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan
hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein,

Universitas Sumatera Utara

karbohidrat,

mineral,

vitamin,

digemari

ternak

dan

mudah

dicerna

(Anggorodi, 1994).
Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efesiensi produktivitas,
karena makanan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha
peternakan. Oleh karena itu kelinci harus diberi ransum yang memadai sesuai
dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1994).
Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, jerami,
biji-bijian, umbi dan konsentrat. Makanan hijau yang diberikan antara lain
semacam rumput lapangan, limbah sayuran seperti kangkung, wortel, daun
papaya, daun alas, ampas teh dan lain-lain. Sayuran hijau yang akan diberikan
pada kelinci ini kalau bisa telah dilayukan dan jangan dalam keaadan segar.
Proses pelayuan selain juga untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga untuk
menghilangkan getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau
mencret (Kristanto, 1988).
Ternak kelinci yang memperoleh makanan yang kurang nilai gizinya akan
memberi pengaruh langsung terhadap ternak. Pengaruh ini antara lain adalah
pengaruh terhadap produksi dan reproduksi (Tilman et al., 1991).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci
Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian
pakan, yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan,
merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci
secara efisien (Muslih et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara

Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan
pakan seperti: jagung, sorghum, bekatul dan dedak sangat cocok untuk kelinci.
Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan
pertumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui
per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 6,7% dari
bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci
yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 3,8%
dari berat hidup (Sumoprastowo, 1985).
Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai
berikut: air (maksimal 12%), Protein (12-18%), Lemak (maksimal 4%), Serat
Kasar (maksimal 14%), Kalsium (1,36%), Posfor (0,7-0,9%). Pakan kelinci bisa
berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan
hijauan bisa mencapai 60-80% (Masanto dan Agus, 2010).
Menurut aksi agraris kanisius (1980) standar kebutuhan pakan ternak
kelinci pedaging adalah protein 15-19%, serat kasar: 11-14%, lemak: 2,5-4%,
vitamin A: 10.000 IU/kg, kalsium 0,9-1,5%, energi sebesar 2005-2009 Kkal/kg.
Menurut Prawirokusumo (1990) kebutuhan pakan kelinci minimum yaitu protein:
12%, serat kasar: 11% dan lemak 2%, kelinci umur 2-4 bulan mengkonsumsi
pakan dengan kandungan serat kasar diatas 17% akan memperlambat pencapaian
bobot badan. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat
pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
No
1
2
3
4
5
6
7

Nutrisi
Protein
Lemak
Serat Kasar
Energi
Calsium
Phospor
Air

Jumlah
12-19%a
2-4%a
11-14%a
2005-2900Kkal/kgb
0.9-1,5%b
0,7-0,9%b
12%c

Sumber: a. AAK (1980),
b. Prawirokusumo (1990)
c. Masanto dan Agus (2010)

Potensi Kulit Pisang sebagai Pakan Ternak
Klasifikasi

botani

Divisi: Spermatophyta,

tanaman

pisang

adalah

sebagai

berikut:

Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,

Keluarga: Musaceae, Genus: Musa, Spesies: Musa sp. Tanaman pisang banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya, bagian
tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun.
Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
(Suyanti, 1990).
Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya.
Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang
beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada
yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit
tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali
dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).
Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing,
babi, kelinci, kuda dan lain-lainya. Hal ini disebabkan karena nilai gizi kulit
pisang cukup baik. Untuk diberikan kepada ternak, kulit pisang perlu diiris-iris
kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bahan pakan seperti bekatul, tepung ikan,

Universitas Sumatera Utara

tepung jagung dan lain-lain. Pencampuran

tersebut dimaksudkan untuk

melengkapi kebutuhan gizi ternak (Munadjim, 1983).
Fermentasi
Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara
pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang
ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat didalam bahan
bakunya (Tjitjah, 1997).
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta
perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat
dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

MOL (Mikroorga

Dokumen yang terkait

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

9 81 58

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

2 65 70

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 1 4

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 3 20

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 8

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 4

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 19

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12