Aktivitas Gabungan Ekstrak Bakau (Rhizophora apiculata), Alamanda (Allamanda schottii), dan Binahong (Anredera cordifolia) terhadap Enzim Tirosinase

AKTIVITAS GABUNGAN EKSTRAK BAKAU
(Rhizophora apiculata), ALAMANDA (Allamanda schottii),
DAN BINAHONG (Anredera cordifolia) TERHADAP
ENZIM TIROSINASE

ELVI RAHAYU

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

ABSTRAK
ELVI RAHAYU. Aktivitas Gabungan Ekstrak Bakau (Rhizophora apiculata),
Alamanda (Allamanda schottii), dan Binahong (Anredera cordifolia) terhadap
Enzim Tirosinase. Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan IRMANIDA
BATUBARA.
Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas gabungan ekstrak bakau, alamanda,

dan binahong sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan. Batang bakau
diekstraksi dengan metanol-air, kemudian dipartisi untuk mendapatkan ekstrak
flavonoid, daun alamanda diekstraksi dengan air, dan daun binahong diekstraksi
dengan etanol. Ketiga ekstrak tanaman dikombinasikan berdasarkan bobot
menggunakan simplex centroid design, kemudian diuji aktivitas inhibitor
tirosinase dan antioksidannya (DPPH). Ekstrak tunggal batang bakau R. apiculata
mempunyai aktivitas terbaik sebagai inhibitor tirosinase (IC50 monofenolase: 202
g/mL; IC50 difenolase: 419 g/mL). Sementara itu, campuran ekstrak bakau,
alamanda, dan binahong dengan komposisi 2/3:1/6:1/6 memiliki aktivitas inhibisi
yang baik pada tahap monofenolase (IC50: 147 g/mL). Ekstrak dan campuran
tersebut juga menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik (masing-masing IC50
23 g/mL dan 50 g/mL). Pola sidik jari kromatografi lapis tipis ekstrak bakau
tunggal menggunakan pelarut dietil eter:etil asetat (1:1) menunjukkan 4 noda
pemisahan, dan gabungan ekstrak bakau:alamanda:binahong (2/3:1/6:1/6)
menunjukkan pergerakan yang sama untuk satu spot pada Rf 0,11.

ABSTRACT
ELVI RAHAYU. Activity of Combination of Mangrove (Rhizophora apiculata),
Alamanda (Allamanda schottii), and Binahong (Anredera cordifolia) Extract
Against Tyrosinase. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and IRMANIDA

BATUBARA.
The aim of this study was to determine the most active composition of mangrove,
alamanda, and binahong extract as tyrosinase inhibitor and antioxidant. Stem of
mangrove was extracted with methanol-water and fractionated to obtain flavonoid
extract, leaves of alamanda were extracted with water, and leaves of binahong
were extracted with ethanol. Each extracts were combined based on the extract
weight using simplex centroid design, then tested its tyrosinase inhibitor and
antioxidant activities (DPPH). Single extract of mangrove stem (IC50
monophenolase: 202 g/mL; IC50 diphenolase: 419 g/mL) had the best activity
as tyrosinase inhibitor. The combined extract of mangrove:alamanda:binahong
(2/3:1/6:1/6) had good inhibition activity on monophenolase stage (IC50 147
g/mL). The extract and combination also showed good antioxidant activity (IC50
23 g/mL and 50 g/mL, respectively). Thin layer chromatography fingerprint
pattern of single extract of mangrove eluted with diethyl ether:ethyl acetate (1:1)
showed 4 spots, and the combined extract of mangrove:alamanda:binahong
(2/3:1/6:1/6) showed the same spot with an Rf of 0.11.

iii

AKTIVITAS GABUNGAN EKSTRAK BAKAU

(Rhizophora apiculata), ALAMANDA (Allamanda schottii),
DAN BINAHONG (Anredera cordifolia) TERHADAP
ENZIM TIROSINASE

ELVI RAHAYU

Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

iv

Judul Skripsi : Aktivitas Gabungan Ekstrak Bakau (Rhizophora apiculata),

Alamanda (Allamanda schottii), dan Binahong (Anredera
cordifolia) terhadap Enzim Tirosinase
Nama
: Elvi Rahayu
NIM
: G44080008

Disetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
NIP 19530824 197603 2 003

Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si.
NIP 19750807 200501 2 001

Diketahui
Ketua Departemen Kimia


Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji hanya bagi Allah SWT. Penulis mengucapkan syukur kehadirat
Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah
ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analitik
Departemen Kimia dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB-IPB). Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini
ialah aktivitas gabungan ekstrak bakau, alamanda, dan binahong terhadap enzim
tirosinase.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu tersayang atas didikan, kasih sayang,
nasihat, semangat, serta do’a yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS. selaku dosen pembimbing I,
dan Ibu Dr. Irmanida Batubara, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing II atas

waktu, ilmu yang diberikan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak-kakakku (M. Ali Nasri, Iswandi,
Risdiyanto, dan Fitria), kakak ipar (Neneng Heni Sri Heryani, Nuraini, dan
Mardhana Manda Wulan Sari), dan adikku tersayang (Maulida Khairunnisa) atas
do’a, semangat, dan dukungannya. Terima kasih kepada semua dosen Departemen
Kimia atas ilmu yang telah diberikan, dan kepada tim riset tirosinase dan
antioksidan PSB-IPB atas ide dan bantuan teknisnya, dan juga kepada seluruh staf
Laboratorium PSB, serta staf pegawai Departemen Kimia, terima kasih atas
bantuannya dalam memperlancar penelitian penulis. Terima kasih juga kepada
teman-teman kimia 45 atas do’a, semangat, serta kebersamaannya selama 3 tahun
di Kimia.
Penulis menyadari tulisan ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dibutuhkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, bagi dunia
ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu Kimia.

Bogor, Juli 2012

Elvi Rahayu


vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 24 September 1990 di Selatpanjang, Provinsi
Riau, sebagai anak ke lima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Arpan dan
Ibu Yusniati. Tahun 2002 penulis lulus dari SD N 013 Selatpanjang. Tahun 2005
penulis lulus dari SMP N 1 Selatpanjang. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA N 1
Selatpanjang, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui
jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menjalani kegiatan asrama dan
perkuliahan pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun. Pada
tahun 2009, penulis mulai mengikuti kegiatan akademik Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi pengajar
Kimia Dasar di bimbingan belajar Katalis dan MSC. Pada tahun 2009, penulis
mendapat penghargaan sebagai mahasiswa TPB berprestasi tahun akademik
2008/200λ, dan pada tahun yang sama penulis meraih juara III pada “Kompetisi
Matematika” yang diselenggarakan oleh Gumatika FMIPA IPB. Penulis pernah
menjadi asisten praktikum Kimia Biologis dan Kimia Analitik Layanan ITP
periode 2011-2012. Tahun 2011, penulis telah melakukan praktik lapangan di
Bidang Terapetik Pusat Riset Obat dan Makanan, BPOM-Jakarta. Selain itu,

penulis pernah terlibat dalam berbagai kegiatan mahasiswa, antara lain sebagai
divisi konsumsi Seminar Nasional Teknologi Kimia Aplikatif pada tahun 2010,
sebagai peserta House Training dalam Improving Self Soft Skill and Studium
General tahun 2011, dan sebagai peserta Program Kegiatan Mahasiswa (PKM)
bidang Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh dikti tahun 2012.

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 2
Bakau ............................................................................................................... 2
Alamanda ......................................................................................................... 2
Binahong .......................................................................................................... 3
Melanin dan Enzim Tirosinase ......................................................................... 3
Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas DPPH ................................................... 4

Ekstraksi .......................................................................................................... 4
Analisis Sidik Jari ............................................................................................ 5
Kromatografi Lapis Tipis ................................................................................. 5
Desain Campuran ............................................................................................. 5
BAHAN DAN METODE .................................................................................... 6
Bahan dan Alat ................................................................................................. 6
Metode ............................................................................................................. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 8
Identifikasi Tanaman ........................................................................................ 8
Perlakuan Pendahuluan .................................................................................... 9
Analisis Kadar Air dan Kadar Abu ................................................................... 9
Ekstraksi .......................................................................................................... 9
Uji Fitokimia .................................................................................................. 10
Aktivitas Inhibitor Tirosinase ......................................................................... 11
Aktivitas Antioksidan Penangkapan Radikal Bebas DPPH ............................. 12
Penentuan Eluen Terbaik ................................................................................ 13
Pola Kromatografi Lapis Tipis ........................................................................ 14
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 15
Simpulan ........................................................................................................ 15
Saran .............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15
LAMPIRAN ...................................................................................................... 18

viii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Rancangan komposisi campuran ekstrak flavonoid batang bakau, ekstrak
air daun alamanda, dan ekstrak etanol daun binahong .................................... 7

2

Hasil penentuan kadar air dan kadar abu ....................................................... 9

3

Uji fitokimia ekstrak batang bakau, daun alamanda, dan daun binahong ...... 10


4

Nilai IC50 inhibitor tirosinase pada gabungan ekstrak bakau, alamanda,
dan binahong............................................................................................... 11

5

Nilai IC50 penangkapan radikal bebas DPPH pada gabungan ekstrak
bakau, alamanda, dan binahong ................................................................... 12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman bakau R. apiculata ......................................................................... 2

2

Tanaman alamanda Allamanda schottii ......................................................... 2

3

Tanaman binahong Anredera cordifolia ........................................................ 3

4

Skema pembentukan melanin ........................................................................ 4

5

Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH oleh antioksidan ........................... 4

6

Titik selektivitas berdasarkan simplex centroid design................................... 5

7

Rendemen hasil ekstraksi berdasarkan bobot kering sampel ........................ 10

8

Pemisahan KLT fraksi etil asetat ekstrak flavonoid batang bakau dengan
tujuh pelarut tunggal (deteksi 366 nm) ...................................................... 13

9

Pemisahan KLT fraksi etil asetat ekstrak flavonoid batang bakau dengan
10 komposisi pelarut (deteksi 366 nm) ..................................................... 14

10 Pola KLT fraksi etil asetat (a) ekstrak tunggal bakau; dan (b) gabungan
ekstrak bakau:alamanda:binahong (2/3:1/6:1/6) dengan pelarut dietil eter:
etil asetat (1:1) pada UV 366 nm .............................................................. 14

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penelitian ................................................................................ 19

2

Diagram prosedur ekstraksi komponen flavonoid batang bakau ................... 20

3

Hasil identifikasi/determinasi sampel tanaman ............................................ 21

4

Contoh perhitungan kadar air sampel tanaman bakau .................................. 22

5

Contoh perhitungan kadar abu sampel tanaman bakau ................................. 23

6

Contoh perhitungan rendemen hasil ekstraksi tanaman bakau ...................... 24

7

Contoh perhitungan nilai IC50 (monofenolase dan difenolase) ekstrak
tunggal batang bakau R. apiculata ............................................................... 25

8

Contoh perhitungan nilai IC50 penangkapan radikal bebas DPPH ekstrak
tunggal batang bakau R. apiculata ............................................................... 26

9

Pola kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat bakau tunggal (7 pelarut
tunggal; pengamatan 366) ........................................................................ 27

10 Pola kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat bakau tunggal (10 komposisi
pelarut berdasarkan SCD; pengamatan 366 nm) ....................................... 28
11 Pola kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat bakau tunggal (pelarut dietil
eter:etil asetat 1:1; pengamatan 366 nm) ...................................................29
12 Pola kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat bakau:alamanda:binahong
(2/3:1/6:1/6) (pelarut dietil eter:etil asetat 1:1; pengamatan 366 nm) .........30

PENDAHULUAN
Pigmen melanin memegang peranan yang
sangat penting dalam melindungi kulit
terhadap
fotokarsinogenesis.
Warna
kecokelatan sampai kehitaman pada kulit
manusia diakibatkan oleh jumlah pigmen
melanin yang bervariasi. Proses pembentukan
melanin ini terjadi dengan bantuan biokatalis
(enzim) dan sinar ultraviolet yang terdapat
dalam sinar matahari. Enzim tirosinase atau
fenol oksidase merupakan biokatalis utama
yang terlibat dalam biosintesis melanin
(Chang 2009). Sebagai akibat dari kerja
enzim tirosinase, tirosin diubah menjadi 3,4dihidroksifenilalanin
atau
DOPA
(monofenolase), dan kemudian DOPA
menjadi dopakuinon (difenolase), yang
selanjutnya dikonversi menjadi melanin
setelah melalui beberapa tahap transformasi
(Likhitwitayawuid 2008).
Produksi melanin secara berlebihan dapat
mengarah pada terjadinya penumpukan
melanin
pada
lapisan
epidermal
(hiperpigmentasi) dan menyebabkan kulit
menjadi lebih gelap. Proses pembentukan
melanin ini dapat direduksi melalui beberapa
mekanisme, seperti antioksidan, inhibitor
tirosinase, dan aktivitas hormonal (Prota &
Thompson 1976). Antioksidan dan inhibitor
tirosinase dapat diperoleh dari senyawa
sintetik ataupun dari bahan alam. Senyawa
antioksidan dan inhibitor tirosinase yang telah
ditemukan dalam bahan kosmetik sebagai
pencegah terbentuknya melanin antara lain
asam askorbat, arbutin, asam kojat, merkuri,
dan hidrokuinon. Asam kojat memiliki
aktivitas inhibisi dan kestabilan paling besar
dalam menghambat pembentukan melanin,
serta banyak digunakan dalam produk
kosmetik.
Namun,
Miyazawa
(2007)
menyatakan bahwa asam kojat bersifat
karsinogenik dan penggunaannya dalam
konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan
kerusakan pada kulit.
Pencarian alternatif inhibitor tirosinase dan
antioksidan yang aman bagi kesehatan terus
dilakukan, misalnya dari bahan alam.
Penelitian Abdullah (2011) menunjukkan
bahwa ekstrak metanol dari kulit batang
Rhizophora apiculata memiliki aktivitas
inhibitor tirosinase terbaik dibandingkan
dengan bagian batang dan akarnya. Ekstrak ini
memiliki nilai IC50 sebesar 78,79 g/mL
(monofenolase)
dan
1116,65
g/mL
(difenolase). Batang bakau telah diketahui
menghasilkan
asam
piroligneus
yang

mengandung komponen kimia dengan sifat
antioksidan tinggi (Loo et al. 2007), dan kulit
kayu menghasilkan tanin yang digunakan
sebagai sumber antioksidan alami (Rahim et
al. 2008). Ekstrak metanol batang R. apiculata
juga telah diketahui memiliki aktivitas sebagai
inhibitor tirosinase dengan IC50 monofenolase
sebesar 337,2 g/mL (Abdullah 2011). Batang
bakau lebih banyak tersedia dibandingkan
dengan kulit batangnya sehingga pemanfaatan
lebih lanjut batang bakau lebih menjamin
ketersediaannya.
Abdullah (2011) menyebutkan bahwa
senyawa aktif dalam R. apiculata yang diduga
bersifat sebagai inhibitor tirosinase ialah
kelompok senyawa isoflavon berdasarkan data
spektrum IR. Chang (2009) juga melaporkan
bahwa
beberapa
turunan
flavonoid
menunjukkan aktivitas sebagai inhibitor
tirosinase, salah satunya ialah kalikosin
sebagai kelompok senyawa isoflavon. Selain
sebagai inhibitor tirosinase, ekstrak metanol
batang bakau juga memiliki aktivitas
antioksidan yang cukup tinggi (IC50
penangkapan radikal bebas DPPHμ 30 g/mL)
(Abdullah 2011). Oleh karena itu, ekstrak
flavonoid batang bakau pada penelitian ini
diharapkan memiliki aktivitas inhibitor
tirosinase dan antioksidan yang lebih baik.
Tanaman alamanda juga telah dikenal
memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase.
Vibrianthi (2011) menunjukkan bahwa
ekstrak air daun Allamanda schottii dari
Cipanas memiliki aktivitas inhibisi terbaik
terhadap enzim tirosinase dibandingkan
dengan spesies alamanda lainnya, dengan nilai
IC50 80,75 g/mL (monofenolase) dan 112,04
g/mL (difenolase).
Selain kedua tanaman tersebut di atas,
daun tanaman binahong diketahui pula
mempunyai kandungan asam oleanolat
(Hammond et al. 2006), dan menurut Liu
(1995), asam oleanolat merupakan golongan
triterpenoid
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan. Antioksidan ini diharapkan dapat
menghambat proses hidroksilasi tirosin
menjadi DOPA, dan oksidasi DOPA menjadi
dopakuinon oleh enzim tirosinase dalam
proses pembentukan senyawa melanin.
Kontrol
kualitas merupakan suatu
kebutuhan dasar untuk menjamin keamanan
dan efektivitas tanaman obat. Penentuan
komponen bioaktif dalam tanaman obat
diperlukan dalam kontrol kualitas karena
beberapa perubahan dalam kualitas senyawa
bioaktif pada tanaman mungkin terjadi
(Mukherjee
2006),
misalnya
akibat
penanganan pasca panen yang berbeda

2

sehingga penentuan profil keseluruhan suatu
ekstrak tanaman sangat dibutuhkan untuk
menjamin kualitas dan keasliannya.
Penelitian ini bertujuan menentukan
komposisi teraktif gabungan ekstrak bakau,
alamanda, dan binahong yang berpotensi
sebagai inhibitor enzim tirosinase dan
antioksidan. Penelitian ini juga bermaksud
mendapatkan formula sidik jari senyawa aktif
dari
gabungan
ekstrak
menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT).

TINJAUAN PUSTAKA
Bakau
Bakau Rhizophora apiculata (Gambar 1),
atau dikenal dengan nama bakau minyak,
ialah nama sekelompok tumbuhan di hutan
mangrove dari genus Rhizophora dan famili
Rhizophoraceae. Tinggi tumbuhan bakau ini
bisa mencapai 30 m dengan diameter batang
mencapai 50 cm, dan memiliki perakaran
yang khas hingga mencapai 5 m, kulit kayu
berwarna abu-abu dan ranting daunnya
berwarna hijau tua dengan hijau muda pada
bagian tengah dan kemerahan di bagian
bawah. Bentuk buahnya membulat telur atau
berbentuk seperti buah pir terbalik, berwarna
coklat, panjang 2,0–3,5 cm (Purnobasuki
2005).

kulit batang R. apiculata (IC50 monofenolase:
78,7λ g/mL dan IC50 difenolase: 1116,65
g/mL) memiliki aktivitas inhibitor tirosinase
terbaik dan bagian batangnya juga memiliki
aktivitas sebagai inhibitor tirosinase dengan
IC50 monofenolase sebesar 337,2 g/mL.
Menurut Abdullah (2011), senyawa aktif
dalam R. apiculata yang diduga bersifat
sebagai inhibitor tirosinase ialah kelompok
senyawa isoflavon berdasarkan data spektrum
IR. Beberapa turunan flavonoid telah
diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor
tirosinase, salah satunya ialah kalikosin
sebagai kelompok senyawa isoflavon (Chang
2009). Abdullah (2011) juga melaporkan
bahwa ekstrak metanol batang bakau juga
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup
tinggi (IC50 penangkapan radikal bebas
DPPHμ 30 g/mL). Pada penelitian ini
digunakan ekstrak flavonoid batang bakau R.
apiculata.
Alamanda
Alamanda merupakan tanaman yang
menyukai sinar matahari dan tumbuh di
daerah tropis. Tanaman ini banyak ditemui di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan Bali.
Alamanda tergolong ke dalam divisi
Spermatophyta
dengan
subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, bangsa
Apocynales, suku Apocynaceae, dan marga
Allamanda (Naiola 1986). Alamanda memiliki
banyak spesies, antara lain A. schotti (Gambar
2), A. cathartica, A. hendersoni, A. blanchetti,
dan A. neriifolia (Heyne 1987). Allamanda
schottii memiliki bunga berwarna kuning
terang. A. schottii diketahui kurang merambat
dan lebih kecil dibandingkan dengan A.
cathartica (Rogers 2011).

Gambar 1 Tanaman bakau (Rhizophora
apiculata) (Duke 2006).
Bakau R. apiculata banyak dimanfaatkan
dalam bidang kesehatan seperti di India dan
Cina sebagai anti diare, obat mual, dan
muntah (Gao et al. 2008), serta memiliki
aktivitas hipoglikemik (Sur et al. 2004).
Batang bakau menghasilkan asam piroligneus
dengan sifat antioksidan tinggi (Loo et al.
2007), dan kulit kayu menghasilkan tanin
yang digunakan sebagai sumber antioksidan
alami (Rahim et al. 2008). Selain itu,
Abdullah (2011) telah menunjukkan dalam
penelitiannya bahwa ekstrak metanol dari

Gambar 2 Tanaman alamanda (Allamanda
schottii) (Dubinovsky 2011).
Alamanda pada umumnya digunakan
sebagai tanaman hias. Tanaman ini juga
diketahui memiliki fungsi sebagai tanaman
obat. Ekstrak akar tanaman alamanda
diketahui berfungsi sebagai antileukimia,
hipotensi, dan sebagai penawar racun akibat
gigitan ular (Heyne 1987). Beberapa senyawa

3

aktif dalam Allamanda schottii diketahui
mampu bersifat sebagai antitumor, antara lain
ialah plumerisin, skopoletin, dan sitosterol
(Anderson et al. 1988). Muller et al. (2007)
menyebutkan bahwa A. schotti memiliki
aktivitas sebagai antivirus. Selain itu, tanaman
alamanda juga dikenal memiliki aktivitas
sebagai inhibitor tirosinase. Yamauchi et al.
(2011) melaporkan bahwa batang tanaman
Allamanda cathartica diketahui memiliki
senyawa aktif glabridin sebagai inhibitor
tirosinase dengan IC50 sebesar 2,λ3 M.
Ekstrak air daun Allamanda schottii (IC50
monofenolase: 80,75
g/mL dan IC50
difenolase: 112,04 g/mL) telah diketahui
pula memiliki aktivitas inhibitor tirosinase
(Vibrianthi 2011).

lima helai tidak berlekatan, panjang helai
mahkota 0,5–1 cm, dan berbau harum.
Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging
lunak (Pink 2004).
Daun binahong diketahui mempunyai
kandungan asam oleanolat (Hammond et al.
2006). Asam oleanolat termasuk golongan
triterpenoid
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan pada tanaman (Liu 1995). Asam
oleanolat ini berkhasiat sebagai anti-inflamasi
dan bisa mengurangi rasa nyeri pada luka
bakar. Keberadaan antioksidan dalam daun
binahong dan kemampuannya sebagai obat
luka bakar juga diharapkan memiliki aktivitas
untuk menghambat reaksi oksidasi tirosin
menjadi dopa dan dopakuinon dalam proses
pembentukan melanin.

Binahong

Melanin dan Enzim Tirosinase

Binahong (Gambar 3) mempunyai nama
latin Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, dan
terdapat tiga sinonim nama latin dari binahong
yaitu Boussingaultia gracilis, Boussingaultia
cordifolia, dan Boussingaultia basselloides.
Binahong juga mempunyai nama umum dari
berbagai negara. Di negara Cina, binahong
dikenal dengan nama teng san chi, sedangkan
di Inggris nama umum dari binahong yaitu
Heartleaf madeiravine atau Madeira vine
(Pink 2004).

Melanin ialah suatu pigmen yang
dibiosintesis dari asam amino tirosin. Melanin
tersebar secara luas di permukaan tubuh,
antara lain di retina, otak, dan medulus
adrenal. Pigmen ini berperan penting dalam
pembentukan warna kulit. Warna coklat
sampai kehitaman pada kulit disebabkan oleh
jumlah melanin yang bervariasi. Proses
pembentukan melanin atau pigmen pada kulit
manusia terjadi dengan bantuan biokatalis
(enzim) dan sinar ultraviolet yang terdapat
dalam sinar matahari. Enzim tirosinase atau
fenol oksidase merupakan biokatalis utama
yang terlibat dalam biosintesis melanin
(Chang 2009). Proses kimia pembentukan
senyawa melanin dapat dilihat pada Gambar 4.
Antioksidan turunan fenol, termasuk
resveratrol (stilben), merupakan kelompok
antioksidan yang penting guna menghambat
terjadinya oksidasi terhadap jaringan-jaringan
tubuh (substrat) yang penting. Selain sebagai
antioksidan, senyawa-senyawa turunan stilben
juga memperlihatkan aktivitas sebagai
inhibitor tirosinase (Likhitwitayawuid 2008).
Pigmen melanin yang diproduksi melalui
proses fisiologis yang disebut melanogenesis,
memegang peranan yang sangat penting
dalam
melindungi
kulit
terhadap
fotokarsinogenesis. Tirosinase atau fenol
oksidase adalah enzim utama yang terlibat
dalam biosintesis melanin. Inhibisi terhadap
enzim tirosinase untuk mengatur metabolisme
pigmentasi telah menarik banyak perhatian.
Oleh karena itu, beberapa senyawa turunan
stilben yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
telah diselidiki sebagai inhibitor tirosinase
untuk menghindari produksi melanin secara
berlebihan pada lapisan epidermal, sehingga

daun
binahong

Gambar 3 Tanaman binahong
cordifolia).

(Anredera

Binahong merupakan kelompok tumbuhan
menjalar, berumur panjang (perenial), bisa
mencapai panjang ± 5 m. Batang binahong
bersifat lunak, berbentuk silindris, saling
membelit, berwarna merah, permukaan halus,
kadang membentuk semacam umbi yang
melekat di ketiak daun dengan bentuk tak
beraturan dan bertekstur kasar. Daun
binahong berjenis tunggal, bertangkai sangat
pendek (subsessile), tersusun berseling,
berwarna hijau, bentuk jantung (cordata),
panjang 5–10 cm, lebar 3–7 cm, helaian daun
tipis lemas, ujung runcing, permukaan licin,
bisa dimakan. Binahong mempunyai jenis
bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai
panjang, muncul di ketiak daun, mahkota
berwarna krem keputih-putihan berjumlah

4

Gambar 4 Skema pembentukan melanin (Hearing & Ekel 1976).
dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, atau
sebagai bahan pemutih kulit.
Inhibitor tirosinase dapat membantu proses
penyembuhan penyakit hiperpigmentasi dan
melanogenesis pada kulit, dan saat ini banyak
digunakan dalam produk kosmetik dan
farmasi untuk membuat kulit tampak lebih
putih (Arung et al. 2006).

mengontrol proses oksidasi. Salah satu
metode yang bisa digunakan ialah metode
penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH). Mekanisme reaksi
penangkapan radikal bebas DPPH dapat
dilihat pada Gambar 5. nnnnnnnnnnnnnnnnn

Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas
DPPH
Antioksidan merupakan suatu senyawa
yang dapat menghambat reaksi oksidasi yang
ditimbulkan oleh radikal bebas. Radikal bebas
ialah substansi reaktif yang dibentuk dalam
sel-sel tubuh sebagai hasil proses metabolisme.
Radikal ini tidak stabil karena memiliki satu
atau lebih elektron tidak berpasangan pada
orbital terluarnya sehingga sangat reaktif
mencari pasangan elektronnya, bereaksi cepat
melalui berbagai jenis reaksi, antara lain
penangkapan hidrogen, donor elektron, dan
penggunaan elektron bersama. Reaksi ini akan
berlangsung terus menerus dalam tubuh dan
bila tidak dihentikan akan menimbulkan
berbagai penyakit seperti kanker, penuaan dini,
dan penyakit degeneratif lainnya (Pourmorad
2006; Ng 2000).
Aktivitas antioksidan diukur secara tidak
langsung melalui efek antioksidan dalam

Gambar 5 Reaksi penangkapan radikal
bebas DPPH oleh antioksidan
(Prakash et al. 2001).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses selektif
yang dilakukan untuk mengambil zat-zat yang
terkandung dalam suatu campuran dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ini
bekerja berdasarkan prinsip kelarutan like
dissolve like, yaitu pelarut polar akan
melarutkan zat bersifat polar, begitu juga
sebaliknya. Hasil ekstraksi yang diperoleh
akan bergantung pada kandungan ekstrak
yang terdapat dalam sampel, jenis pelarut

5

yang digunakan, dan waktu yang dibutuhkan
untuk ekstraksi (Khopkar 2003). Faktor yang
paling menentukan dalam proses ekstraksi
ialah pemilihan pelarut. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam memilih pelarut adalah
selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk
mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah
diuapkan, dan harganya relatif murah (Gamse
2002).
Metode ekstraksi sederhana untuk
memperoleh kandungan senyawa organik dari
jaringan tumbuhan ialah maserasi. Metode ini
digunakan untuk mengekstrak komponen
yang tahan panas maupun tidak tahan panas.
Maserasi dilakukan dengan merendam sampel
dalam suatu pelarut tertentu dengan lama
waktu tertentu tanpa pemanasan. Metode
maserasi ini jauh lebih sederhana dan dapat
menghindari kerusakan komponen senyawa
dalam sampel yang tidak tahan panas.
Kelemahan metode ini adalah membutuhkan
waktu yang lama dan penggunaan pelarut
yang tidak efisien (Meloan 1999).
Analisis Sidik Jari
Kualitas suatu obat herbal ditentukan
dengan menggunakan uji identifikasi,
kemurnian, dan kandungan senyawa aktif
(Nowak 2007). Analisis sidik jari merupakan
analisis yang dapat dimanfaatkan untuk
kontrol kualitas multikomponen dari tanaman
obat. Analisis ini memberikan informasi
komponen kimia dalam bentuk spektrogram,
kromatogram, dan grafik lainnya yang
diperoleh dari teknik analitik untuk
menentukan identitas, kualitas, dan keaslian
tanaman obat (Borges et al. 2007). Beberapa
teknik kromatografi seperti kromatografi lapis
tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT), kromatografi gas (KG), dan
elektroforesis kapiler dapat digunakan dalam
analisis sidik jari.
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT)
direkomendasikan sebagai teknik yang efektif
untuk identifikasi tanaman obat. KLT sering
digunakan untuk pencirian senyawa yang
mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi
(Sajuthi 2001), dalam penelitian ini misalnya
senyawa inhibitor tirosinase.
Kromatografi Lapis Tipis
Menurut Nowak (2007), kromatografi
lapis tipis (KLT) ialah metode pilihan untuk
pembuktian keaslian suatu tanaman obat.
Sidik jari KLT digunakan sebagai alat untuk
evaluasi dan pembandingan komposisi

komponen senyawa dalam obat herbal.
Pemisahan
komponen
campuran
menggunakan teknik kromatografi lapis tipis
didasarkan pada distribusi komponen senyawa
di antara dua fase, yaitu fase diam dan fase
gerak.
Fase gerak bekerja berdasarkan prinsip
kapilaritas terhadap fase diam. Fase gerak
yang dielusi akan menggerakkan komponen
senyawa dalam sampel dengan berbagai laju
karena perbedaan tingkat interaksi dari setiap
komponen dengan matriks dan kelarutannya
dalam pelarut. Pergerakan komponen relatif
terhadap garis depan pelarut dalam sistem
kromatografi lapis tipis dapat didefinisikan
sebagai nilai Rf, yaitu perbandingan jarak
tempuh zat dengan jarak tempuh pelarut
(eluen). Nilai Rf khas untuk suatu senyawa
tertentu (Khopkar 2003).
Desain Campuran
Desain campuran merupakan desain yang
digunakan pada percobaan dengan ragam
beberapa
parameter.
Faktornya
ialah
komponen atau bahan dari campuran sehingga
taraf masing-masing faktor tidak saling bebas.
Desain campuran terdiri atas simplex lattice,
simplex centroid, dan extreme vertices.
Simplex
centroid
(Gambar
6)
diperkenalkan oleh Scheffe pada tahun 1963
untuk memberikan ulasan percobaan dari
respons permukaan di bagian pusat bidang.
Salah satu cara untuk pemodelan simplex
centroid adalah dengan mempertimbangkan
struktur dari percobaan tiga faktor. Rancangan
tiga komponen dapat digambarkan dengan
segitiga sama sisi dalam dua dimensi (Soares
et al. 2008).

Gambar 6 Titik selektivitas berdasarkan
simplex centroid design (Borges
et al. 2007).
Simplex centroid design telah digunakan
oleh Liu et al. (2010) untuk komposisi
gabungan tiga antioksidan.
Penelitian

6

mengenai pengoptimuman fase gerak juga
pernah dilakukan menggunakan simplex
centroid design (SCD) oleh Borges et al.
(2007), serta Delaroza dan Scarminio (2008).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah batang bakau, daun
alamanda, dan daun binahong, metanol,
akuades, n-heksana, etanol, kloroform, etil
asetat, aseton, dietil eter, diklorometana, bufer
fosfat pH 6,5, NH4OH, H2SO4 2 M, reagen
Mayer, Wagner, Dragendorf, amil alkohol,
HCl 37%, etanol 95%, FeCl3, pelat silika
GF254, DMSO, L-tirosin, L-DOPA, asam kojat,
enzim tirosinase dari jamur (Sigma, 333
unit/mL dalam bufer fosfat), DPPH, dan asam
askorbat.
Alat-alat yang digunakan, antara lain
spektrofotometer UV-Vis, multi-well plate
reader, multi-well plate, dan alat-alat lain
yang lazim digunakan di laboratorium.

Kadar air (%)

Penetapan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen yang bersih dan kering
dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu
600°C selama 30 menit. Selanjutnya cawan
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
bobot kosongnya. Sebanyak 2 g sampel
dimasukkan ke dalam cawan tersebut,
kemudian dipijarkan di atas nyala api
pembakar bunsen sampai tidak berasap.
Setelah itu, cawan dimasukkan dalam tanur
pada suhu 600 °C selama 2 jam sampai
diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang. Prosedur
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (triplo).
Kadar abu sampel dihitung dengan
persamaan:
Kadar abu (%)
Keterangan:
A = bobot sampel (g)
B = bobot abu (g)

Alur penelitian secara umum dapat dilihat
pada Lampiran 1.

Ekstraksi Sampel

Preparasi awal sampel dilakukan dengan
pengambilan sampel bakau, alamanda, dan
binahong,
kemudian
diidentifikasi
di
Herbarium
Bogoriense,
Bogor.
Daun
alamanda diambil dari Kec. Cipanas, Bogor.
Daun binahong diambil dari Kec. Ciampea,
Bogor. Batang bakau diambil dari Makassar.
Masing-masing sampel bagian tanaman yang
telah dipilih dikeringkan dan diserbukkan.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu
105°C selama 30 menit kemudian didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g
sampel serbuk dimasukkan ke dalam cawan
dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu
105°C selama 5 jam hingga diperoleh bobot
konstan, kemudian didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Prosedur ini
dilakukan berdasarkan bobot kering contoh,
dan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
(triplo). Kadar air contoh ditentukan dengan
persamaan:

A B
 100%
A

Keterangan:
A = bobot sampel awal sebelum dikeringkan
(g)
B = bobot sampel setelah dikeringkan (g)

Metode

Preparasi Sampel

=

=

B
 100%
A

Sampel serbuk dari bagian tanaman yang
digunakan dimaserasi dengan pelarut yang
berbeda, yaitu air untuk daun alamanda
(Vibrianthi 2011), dan etanol untuk daun
binahong, dengan nisbah bahan dan pelarut
yang digunakan ialah 1:10 selama 24 jam 3
kali perendaman 3 kali ulangan. Pelarut
berbeda dipilih karena telah diketahui
memiliki aktivitas inhibitor tirosinase terbaik
pada penelitian sebelumnya, kecuali untuk
daun binahong. Berbeda dengan sampel
alamanda dan binahong, sampel batang bakau
diekstraksi
melalui
beberapa
tahapan
berdasarkan Markham (1988) agar diperoleh
ekstrak flavonoid (Lampiran 2). Ekstrak yang
diperoleh kemudian disaring dan filtratnya
dipekatkan dengan menggunakan penguap
putar suhu 40°C. Rendemen dari setiap
ekstrak ditentukan dengan koreksi kadar air
bahan.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak
kasar dari masing-masing sampel.

7

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g sampel
serbuk diekstraksi dengan 10 mL kloroform
dan beberapa tetes NH4OH pekat, lalu
dikocok. Larutan kemudian disaring, filtratnya
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M dan dikocok
hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam
(tidak berwarna) dipipet ke dalam tiga tabung
reaksi lain, lalu masing-masing tabung
ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan
Dragendorf. Keberadaan alkaloid ditunjukkan
dengan endapan putih pada reagen Mayer,
coklat pada reagen Wagner, dan merah jingga
pada reagen Dragendorf.
Uji Saponin dan Flavonoid. Sebanyak
0.1 g ekstrak sampel ditambahkan dengan 10
mL air panas, dididihkan selama 5 menit,
kemudian disaring, dan filtratnya diuji. Untuk
uji saponin, sebanyak 5 mL filtrat dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dan dikocok kuat
selama 10 detik. Setelah itu, larutan
didiamkan selama 10 menit. Hasil positif
saponin ditunjukkan dengan terbentuknya
buih yang stabil pada larutan. Untuk uji
flavonoid, sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan
dengan 0,5 g serbuk Mg, 2 mL alkohol
klorohidrat (HCl 37% dan etanol 95% dengan
volume yang sama), dan 2 mL amil alkohol,
kemudian dikocok kuat. Adanya flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna
merah/jingga/kuning pada lapisan amil
alkohol.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
sampel dilarutkan dengan 25 mL etanol panas
(50°C) kemudian disaring ke dalam pinggan
porselen dan diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan
ke lempeng tetes. Ekstrak eter ditambahkan 3
tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4
pekat (uji Liebermann-Buchard), kemudian
dikocok. Hasil positif terpenoid ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna menjadi
merah, sedangkan hasil positif steroid
ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi
hijau kebiruan.
Uji Tanin. Ekstrak sampel ditambahkan
100 mL air panas, lalu dididihkan selama 5
menit. Larutan disaring dan filtratnya
ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Warna
hitam kehijauan menunjukkan kandungan
tanin.

Uji
Aktivitas
Inhibitor
(Batubara et al. 2010)

Tirosinase

Ekstrak bagian tanaman bakau, alamanda,
dan binahong masing-masing dilarutkan
dalam DMSO hingga konsentrasi 20 mg/mL.
Larutan stok disiapkan dengan cara
melarutkan ekstrak pekat ke dalam bufer
fosfat 50 mM (pH 6,5) hingga diperoleh
konsentrasi 600 g/mL. Setelah itu, ekstrak
diuji dengan konsentrasi 7,8–2000 g/mL.
Asam kojat sebagai kontrol positif juga diuji
pada variasi konsentrasi yang sama dalam
pelat tetes 96 sumur. Ekstrak sampel masingmasing ditambahkan sebanyak 70 L ke
dalam pelat tetes 96 sumur. Kemudian ke
dalam tiap sumur ditambahkan 30 L enzim
tirosinase (Sigma, 333 unit/mL dalam bufer
fosfat) dan campuran diinkubasi selama 5
menit. Setelah itu, sebanyak 110 L substrat
(L-tirosin 2 mM atau L-DOPA 2 mM)
ditambahkan dan campurannya diinkubasi
pada suhu 37°C selama 30 menit. Larutan
pada masing-masing sumur diukur absorbansnya dengan menggunakan multi-well plate
reader pada panjang gelombang 492 nm
untuk menentukan persen inhibisi dan nilai
konsentrasi hambat 50% (IC50).
Uji aktivitas inhibitor tirosinase dilakukan
terhadap masing-masing ekstrak tanaman
(ekstrak flavonoid batang bakau, ekstrak air
daun alamanda, dan ekstrak etanol daun
binahong) yang telah dikombinasikan
berdasarkan bobot menggunakan simplex
centroid design (SCD) menghasilkan 10
perbandingan komposisi ekstrak (Tabel 1).
Tabel 1 Rancangan komposisi campuran
ekstrak flavonoid batang bakau,
ekstrak air daun alamanda, dan
ekstrak etanol daun binahong

Kombinasi
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

Komposisi ekstrak (b:b:b)
Batang
Daun
Daun
bakau alamanda binahong
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1/2
1/2
0
0
1/2
1/2
1/2
0
1/2
1/3
1/3
1/3
1/6
2/3
1/6
1/6
1/6
2/3
2/3
1/6
1/6

8

Persentase inhibisi dihitung dengan dengan
cara membandingkan absorbans sampel pada
492 nm tanpa penambahan ekstrak (A) dan
dengan penambahan ekstrak (B). Nilai IC50
diperoleh dari persamaan kurva regresi linier
antara ln konsentrasi (sebagai sumbu x)
dan %inhibisi (sebagai sumbu y).
Inhibisi (%) =

A B
 100%
A

Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Alandra
et al. 2009)
Ekstrak pekat dilarutkan dalam etanol
hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi
berkisar antara 7,8–500 g/mL dari larutan
stok 1000 g/mL. Sebanyak 100 L larutan
DPPH 125 M dalam etanol ditambahkan ke
dalam 100 L larutan ekstrak sehingga
volume total menjadi 200 L. Campuran
diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit.
Serapan kemudian diukur pada 517 nm
menggunakan
spektrofotometer.
Asam
askorbat digunakan sebagai kontrol positif.
Seperti pada uji aktivitas inhibitor
tirosinase, uji antioksidan dilakukan terhadap
masing-masing ekstrak tanaman (ekstrak
flavonoid batang bakau, ekstrak air daun
alamanda, dan ekstrak etanol daun binahong)
yang telah dikombinasikan berdasarkan bobot
menggunakan Simplex Centroid Design
(SCD) menghasilkan 10 perbandingan
komposisi sampel (Tabel 1). Kapasitas
penangkapan radikal bebas DPPH dihitung
dengan persamaan:



Inhibisi (%)  1 

( Asampel  Akontrol ) 

  100%
( Ablangko  Akontrol ) 

Asampel adalah absorbans sampel (larutan
DPPH dalam larutan ekstrak), Akontrol adalah
absorbans kontrol positif (larutan DPPH
dalam larutan asam askorbat), dan Ablangko
adalah absorbans kontrol negatif (larutan
DPPH dalam etanol). Nilai IC50 diperoleh dari
persamaan kurva regresi linier antara log
konsentrasi (sebagai sumbu x) dan %inhibisi
(sebagai sumbu y).


Pencirian Formula Aktif Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Penotolan Sampel. Gabungan ekstrak
pekat sampel dengan yang diketahui memiliki
aktivitas inhibitor tirosinase dipartisi dengan
etil asetat untuk mengambil komponen
semipolar dan polar dari ekstrak gabungan
karena komponen aktif dalam bahan alam

umumnya bersifat polar, misalnya golongan
senyawa flavonoid. Partisi dengan etil asetat
dilakukan pada gabungan ekstrak yang
memiliki aktivitas inhibitor tirosinase agar
spot komponen aktif sebagai ciri khas
senyawa yang memiliki aktivitas inhibitor
tirosinase dalam gabungan ekstrak dapat
dilihat dengan metode KLT. Fraksi etil asetat
dipekatkan
dan
kemudian
ekstraknya
ditotolkan pada pelat KLT GF254.
Pemilihan Fase Gerak dan Deteksi
Komponen. Pemilihan fase gerak diawali
dengan menggunakan 7 pelarut tunggal, yaitu,
n-heksana, diklorometana, kloroform, aseton,
etil asetat, dietil eter, dan metanol. Sebanyak
10 mL pelarut dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi dan dijenuhkan selama 20 menit.
Pelat KLT yang telah berisi sampel
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi
dan dielusi hingga pelarut mencapai ±1 cm
dari tepi atas pelat. Pelat KLT diangkat,
dikeringkan, kemudian dideteksi di bawah
lampu UV pada panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm. Tiga pelarut tunggal yang
memberikan jumlah noda terbanyak dengan
pemisahan baik dipilih dan dikombinasikan
berdasarkan Simplex Centroid Design (SCD).
Selanjutnya dilakukan pemisahan komponen
sampel dengan 10 kombinasi pelarut. Nilai Rf
serta jumlah pita yang diperoleh menjadi
parameter untuk menentukan eluen terbaik.
Komponen sampel dideteksi menggunakan
UV 366 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Tanaman
Sampel batang bakau diambil dari
Kelurahan Lakkang, Kecamatan Galesong,
Kabupaten Takalar di Makassar, sampel daun
alamanda diambil dari Kecamatan Cipanas di
Bogor, dan sampel daun binahong diambil
dari Kecamatan Ciampea di Bogor. Masingmasing sampel diidentifikasi di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, Bogor-Jawa Barat.
Determinasi tanaman dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kebenaran identitas
tanaman yang digunakan dalam penelitian
sehingga kesalahan dalam pengumpulan
sampel yang akan diteliti dapat dihindari.
Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh
bahwa sampel bakau yang digunakan
merupakan jenis Rhizophora apiculata Blume

9

(Abdullah 2011), sampel alamanda dan
binahong masing-masing merupakan jenis
Allamanda schottii Pohl dan Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis. Hasil identifikasi
sampel dapat dilihat pada Lampiran 3.
Perlakuan Pendahuluan
Sampel batang R. apiculata telah diperoleh
dalam bentuk serbuk, sedangkan sampel daun
Allamanda schottii dan Anredera cordifolia
pada penelitian ini diperoleh masih dalam
bentuk
daun
utuh.
Sampel
daun
dikeringudarakan,
dan
selanjutnya
dikeringkan menggunakan oven pada suhu
40°C hingga kadar air relatif rendah.
Pengurangan kadar air ini juga akan
menyebabkan berkurangnya aktivitas mikroba
dan jamur sehingga tidak akan merusak
komponen kimia dalam sampel dan dapat
disimpan dalam waktu yang cukup lama. Suhu
40°C dipilih karena suhu ini dianggap relatif
aman agar tidak terjadi kerusakan pada
senyawa metabolit sekunder dalam sampel
tanaman.
Sampel daun yang telah kering digiling
untuk memperoleh sampel dalam bentuk
serbuk. Sampel dalam bentuk serbuk ini
mempunyai permukaan bahan yang lebih luas
sehingga interaksi antara pelarut dan bahan
pada saat ekstraksi menjadi lebih efektif.
Analisis Kadar Air dan Kadar Abu
Perolehan kadar air dan kadar abu sampel
kering batang bakau, daun alamanda, dan
daun binahong dapat dilihat pada Tabel 2.
Penentuan kadar air bertujuan mengetahui
kandungan air pada sampel yang dinyatakan
dalam persen bahan kering (Harjadi 1986).
Menurut Harjadi (1986), jumlah air yang
terkandung dalam bahan bergantung pada
perlakuan yang telah dialami bahan tersebut
dan kelembaban udara tempat penyimpanan
bahan.
Tabel 2 Hasil penentuan kadar air dan kadar
abu
Kadar air*
Kadar abu*
Sampel
(%)
(%)
Batang
4,29 ± 0,01
3,16 ± 0,02
bakau
Daun
9,43 ± 0,18
6,59 ± 0,03
alamanda
Daun
4,97 ± 0,17 20,78 ± 0,13
binahong
Ket: * = berdasarkan bobot kering.

Menurut Departemen Kesehatan RI
(1995), kadar air yang baik untuk simplisia
berdasarkan persyaratan mutu Materia Medika
Indonesia ialah kurang dari 10%. Jika kadar
air kurang dari 10%, maka kestabilan
optimum bahan akan tercapai, waktu simpan
sampel akan relatif lebih lama karena
pencemaran oleh mikroba dapat dikurangi
(Winarno 1992). Tabel 2 menunjukkan bahwa
sampel batang bakau, daun alamanda, dan
daun binahong memiliki kadar air 10%. Hal
ini berarti bahwa ketiga sampel tersebut dapat
disimpan dalam waktu yang relatif lama
sebelum digunakan lebih lanjut. Penyimpanan
setelah pengeringan juga akan mempengaruhi
kandungan air sampel sehingga sampel kering
harus disimpan di tempat dengan kelembapan
rendah agar kandungan air dalam sampel tidak
meningkat. Contoh perhitungan kadar air
masing-masing sampel dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Kadar abu yang diperoleh untuk sampel
serbuk kering batang bakau, daun alamanda,
dan daun binahong berturut-turut ialah 3,16%,
6,59%, dan 20,78%. Kadar abu sampel
ditentukan untuk mengetahui kandungan
mineral dalam sampel. Mineral sebagai
senyawa anorganik dalam bahan akan
tertinggal dalam bentuk abu. Dari ketiga
sampel yang digunakan, dapat diketahui
bahwa kandungan mineral paling tinggi
terdapat pada sampel daun binahong. Contoh
perhitungan kadar abu masing-masing sampel
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses selektif
pengambilan zat terlarut dari suatu campuran
dengan bantuan pelarut (Harborne 1987).
Semakin banyak senyawa yang terambil oleh
pelarut yang digunakan, maka proses ekstraksi
akan semakin efektif. Ekstraksi bekerja
berdasarkan prinsip like dissolve like, artinya
pelarut polar akan melarutkan senyawa yang
bersifat polar, dan pelarut nonpolar akan
melarutkan senyawa nonpolar. Jumlah
senyawa yang terekstraksi dalam pelarut dapat
dilihat dari rendemen hasil ekstraksi yang
diperoleh.
Sampel batang bakau, daun alamanda, dan
daun binahong diekstraksi menggunakan
metode maserasi dengan pelarut yang
berbeda. Perbedaan pelarut ini didasarkan
pada penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan
aktivitas
inhibitor
tirosinase.
Penelitian Abdullah (2011) menunjukkan
bahwa senyawa aktif dalam R. apiculata yang

10

diduga bersifat sebagai inhibitor tirosinase
ialah
kelompok
senyawa
isoflavon
berdasarkan data spektrum IR. Oleh karena itu,
pada penelitian ini diupayakan untuk
mendapatkan ekstrak flavonoid dari batang
bakau agar sifat inhibisi terhadap enzim
tirosinase menjadi lebih baik.
Ekstraksi flavonoid sampel batang bakau
dilakukan dengan pelarut metanol:air yang
mengacu pada Markham (1988). Pelarut ini
bersifat lebih polar daripada pelarut metanol
yang sebelumnya digunakan pada penelitian
Abdullah (2011). Campuran pelarut dengan
air ini merupakan pelarut yang lebih baik
untuk melarutkan glikosida karena bentuk
umum flavonoid yang ditemukan ialah adanya
gula yang terikat pada flavonoid dan
cenderung menyebabkan flavonoid lebih
mudah larut dalam air. Selanjutnya, ekstrak
yang diperoleh dilakukan partisi dengan
pelarut n-heksana dan kloroform untuk
menghilangkan senyawa yang kepolarannya
rendah (Markham 1988).
Teknik
maserasi
digunakan
pada
penelitian ini karena telah diketahui lebih
ekonomis, aman, praktis, dan sesuai untuk
senyawa dalam sampel yang tidak tahan panas.
Nisbah bahan baku dan pelarut yang
digunakan dalam teknik ini ialah 1:10 karena
pada nisbah tersebut diperkirakan cukup untuk
merendam sampel dan proses ekstraksi
menjadi lebih efektif. Selama perendaman,
juga dilakukan pengadukan menggunakan
shaker. Pengadukan dilakukan agar kelarutan
senyawa dalam pelarut menjadi seragam
sehingga perbedaan konsentrasi antara di
dalam dan di luar bahan (dalam pelarut)
menjadi sekecil mungkin dan proses ekstraksi
menjadi lebih efektif. Rendemen hasil
ekstraksi yang telah diperoleh untuk masingmasing sampel dapat dilihat pada Gambar 7.
17,83 ˃
0,16

Rendemen (%b/b)

20,0
15,0
10,0

6,19 ˃
0,34

9,94 ˃
0,26

5,0
0,0

Batang
bakau

Daun
Daun
alamanda binahong

Gambar 7 Rendemen
hasil
ekstraksi
berdasarkan bobot kering sampel.

Berdasarkan Gambar 7, rendemen hasil
ekstraksi tertinggi yang diperoleh ialah
ekstrak air daun alamanda dengan rendemen
sebesar 17,83%, dan rendemen terendah
diperoleh untuk ekstrak flavonoid batang
bakau yaitu sebesar 6,19%. Rendahnya