Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN
ANAK SEKOLAH TK

ERNAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi
Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013


Ernawati
NIM I14114007

__________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
ERNAWATI. Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah
TK. Dibimbing oleh HARDINSYAH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi susu
dengan tinggi badan anak sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Penelitian ini
dilakukan menggunakan desain cross sectional study terhadap 136 siswa dari
dua TK favorit di kota Bogor yaitu TK Aliya dan Mexindo. Konsumsi susu
diperoleh dari data konsumsi pangan yang dikumpulkan dengan menerapkan
metode FFQ semi kuantitatif selama sebulan terakhir yang diisi oleh ibu anak.
Data tinggi badan anak diukur lansung oleh peneliti. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi minum susu, jumlah
susu yang dikonsumsi, total protein, protein hewani, dan kalsium susu dengan

tinggi badan (p < 0.05), tetapi konsumsi kalsium non susu tidak berhubungan
dengan tinggi badan (p>0.05). Anak yang setiap hari minum susu lebih tinggi
daripada anak yang tidak setiap hari minum susu (p Rp 5.000.000.
Tinggi badan adalah ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal yang diukur menggunakan microtoise dengan
ketelitian 0.1 cm.
Konsumsi susu adalah jumlah, jenis, dan frekuensi konsumsi susu yang
dinyatakan dalam ml/hari dan dikumpulkan menggunakan FFQ semi
kuantitatif.

10

Pola konsumsi pangan sumber protein adalah kebiasaan mengonsumsi pangan
sumber protein yang meliputi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi.
Pola konsumsi pangan sumber kalsium adalah kebiasaan mengonsumsi pangan
sumber kalsium yang meliputi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Taman Kanak-kanak


Taman kanak-kanak yang menjadi tempat penelitian ini adalah TK
Mexindo dan Aliya. TK Mexindo yang terletak di Jalan Malabar No 4, Kelurahan
Tegal Mangga, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sementara
itu, TK Aliya terletak di Jalan Gardu Raya RT 03 RW 11 Bubulak, Bogor Barat.
TK Mexindo yang berdiri pada tahun 1965 dan juga beroperasi pada tahun
yang sama ini merupakan satu-satunya TK yang berstatus negeri di kota Bogor.
Posisi TK Mexindo ini cukup strategis, karena sebelah utara berbatasan dengan
Rumah sakit PMI Bogor, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan
perkampungan penduduk, dan sebelah timur berbatasan dengan Kampus Pasca
Sarjana IPB. Jumlah murid yang terdaftar di TK ini yaitu 250 orang, yang terdiri
atas kelompok A sebanyak 75 orang, dan kelompok B sebanyak 125 orang. TK ini
dikepalai oleh Siti Sofiah. Jumlah tenaga kependidikan di TK Mexindo adalah
sebanyak 9 orang guru PNS, 2 orang guru honor, dan 4 orang tenaga non guru.
TK Mexindo memiliki fasilitas yang cukup lengkap, antara lain 8 ruang kelas,
ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, UKS, aula, area berkebun, arena
bermain, kolam renang, dan toilet.
TK Aliya merupakan bagian unit pendidikan Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Aliya dari Yayasan Aliya yang didirikan pada akhir tahun 2001. Bagian unit
pendidikan yayasan Aliya ini selain TKIT Aliya, juga terdapat PGIT Aliya dan

SDIT Aliya yang terletak dalam satu lokasi dengan luas bangunan 1.205,75 m2
dan luas tanah 10.000 m2. Adapun visi dari TK Aliya adalah mencetak generasi
Qur’ani yang cerdas dan beriman sehingga mampu menjadi aset unggulan bangsa
di bidang pendidikan islam. Taman kanak-kanak islam terpadu yang dikepalai
oleh Ir. Ani Anggraeni M.Pd ini memiliki lingkungan pembelajaran yang baik dan
mencetak banyak prestasi, antara lain juara 1 Gugus TK tingkat Provinsi Jawa
Barat dan 10 besar Gugus TK tingkat nasional. Jumlah keseluruhan murid di
sekolah ini yaitu 150 orang dan jumlah guru yang dimiliki yaitu 17 guru termasuk
guru PGIT. Fasilitas sekolah ini cukup lengkap, antara lain memiliki ruang kelas
dengan luas 7m x 8 m, ruang perpustakaan, ruang role play, ruang kepala sekolah,
ruang guru, ruang Tata Usaha, Kamar mandi/WC, pos satpam, area bermain, area
olahraga, area berkebun dan beternak (kandang dan kolam ikan), area parkir, dan
kantin.

11

Karakteristik Anak dan Keluarga
Sebesar 47.8% anak berjenis kelamin perempuan, dan sebesar 52.2% anak
berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata umur anak adalah 5.6±0.5 tahun. Sebagian
besar anak berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U)

(97.0%), namun terdapat anak yang memiliki status pendek (3.0%) (Tabel 2).
Prevalensi stunting ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi nasional
dan DKI Jakarta. Data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi stunting
nasional adalah 35.6%, sedangkan prevalensi stunting di Jakarta adalah 28.6%
(Kemenkes 2010).
Rata-rata tinggi badan anak adalah 113.0±5.0 cm. Tinggi badan minimum
anak secara keseluruhan adalah 97.5 cm, sedangkan tinggi badan maksimum
adalah 130.0 cm. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal tinggi
badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Tinggi badan menurut
umur atau panjang menurut umur (TB/U atau PB/U) adalah capaian ukuran
pertumbuhan linear yang dapat digunakan sebagai indeks status gizi atau
kesehatan masa lalu (Gibson 2005).
Pendidikan ayah sebagian besar menamatkan perguruan tinggi (80.1%)
dan SMA (17.6%). Begitu pula dengan pendidikan ibu, sebagian besar adalah
perguruan tinggi (75.0%) dan SMA (22.8%) (Tabel 2). Tingkat pendidikan ikut
menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Pendidikan
orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi
anak. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan
keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak

langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping
modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam
menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988;Sunandar
2002).
Sebagian besar anak tergolong dalam keluarga kecil dengan jumlah
anggota keluarga ≤ 4 orang (73.5%) (Tabel 2). Menurut BKKBN (1998) besar
rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak,
dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota
keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo
1989).
Sebagian besar pekerjaan ayah adalah pegawai swasta (44.1%), sedangkan
pekerjan ibu sebagian besar adalah sebagai ibu rumah tangga (48.5%) (Tabel 2).
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh manusia,
dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang
menghasilkan uang bagi seseorang (Wales 2009). Pekerjaan yang baik tentu akan
memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat
mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan
seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi
& Chandradewi 2008).
Sebagian besar keluarga mempunyai pendapatan dengan golongan > Rp

5.000.000,- (56.6%). Menurut Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan
seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang
dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka

12

kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari
perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan
yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik.
Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan karakteristik anak dan keluarga
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Umur (tahun)
Rata-rata±SD
min;max
Status gizi berdasarkan TB/U
Normal

Pendek
Total
Tinggi badan rata-rata±SD (cm)
Min;maks (cm)
Pendidikan Ayah
Tidak sekolah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Pendidikan Ibu
Tidak sekolah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Besar Keluarga
Keluarga kecil (≤4 orang)

Keluarga sedang (5-7 orang)
Keluarga Besar (>7 orang)
Total
Pekerjaan Ayah
PNS
Wiraswasta
TNI/Polri
Pegawai swasta
Buruh
Lainnya
Total
Pekerjaan Ibu
PNS
Wiraswasta
IRT
Pegawai swasta
Buruh
Lainnya
Total
Pendapatan (Rupiah/bulan)

< 2.000.000
2.000.000-3.000.000
3.000.000-5.000.000
>5.00.000
Total

n

%

71
65
136

52.2
47.8
100.0
5.6±0.5
4.3;7.0


132
4
136

97.0
3.0
100.0
113.0±5.0
75.5;130.0

0
1
2
24
109
136

0.0
0.7
1.5
17.6
80.1
100.0

0
0
3
31
102
136

0.0
0.0
2.2
22.8
75.0
100.0

100
33
3
136

73.5
24.3
2.2
100.0

29
30
4
60
3
10
136

21.3
22.1
2.9
44.1
2.2
7.4
100.0

23
8
66
30
0
9
136

16.9
5.9
48.5
22.1
0
6.6
100.0

1
18
40
77
136

0.7
13.2
29.4
56.6
100.0

13

Kebiasaan Konsumsi Susu
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak (83.1%)
terbiasa minum susu setiap hari dan 16.9% anak yang tidak terbiasa minum susu
setiap hari. Sebagian besar anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap
hari berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U)
(84.1%). Sementara itu, setengah dari anak yang berstatus pendek mempunyai
kebiasaan minum susu setiap hari dan setengahnya tidak terbiasa minum susu
setiap hari (Tabel 4).
Susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi. Susu
mengandung sejumlah asam amino yang sangat diperlukan. Susu menyediakan
dalam jumlah yang besar dari berbagai vitamin, khususnya vitamin B12,
riboflavin, folat dan vitamin A. Selain itu, susu juga mengandung vitamin D. Susu
dan produk-produknya umumnya kaya sumber kalsium karena memiliki
kandungan kalsium tinggi per porsi dan bioavailabilitasnya tinggi (Lawrence
2007). Menghindari susu dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tulang (Hardinsyah et al. 2008).
Tabel 4 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan TB/U
TB/U
Normal
Pendek
Total

Ya
n
111
2
113

Tidak
%
84.1
50.0
83.1

n
21
2
23

%
15.9
50.0
16.9

Total
n
%
132
100.0
4
100.0
136
100.0

Rata-rata frekuensi konsumsi susu anak yang minum susu setiap hari
adalah 21.41±9.73 kali/minggu, sedangkan anak yang tidak setiap hari minum
susu rata-rata mengonsumsi susu 2.73±1.77 kali/minggu. Frekuensi konsumsi
susu minimal pada anak secara keseluruhan adalah 0.25 kali/minggu dan
maksimal 49 kali/minggu. Sementara itu, rata-rata jumlah konsumsi susu anak
yang setiap hari minum susu adalah 595.23±295.41 mL/hari, sedangkan yang
tidak setiap hari minum susu adalah 63.87±42.79 mL/hari, dan minimal susu yang
dikonsumsi sebesar 4.17 mL/hari dan maksimal 1400 mL/hari (Tabel 5). Anak
sebaiknya mengonsumsi susu 1-2 gelas per hari. Konsumsi susu berlebih dapat
mengakibatkan nafsu makan menurun.
Tabel 5 Sebaran rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi susu berdasarkan
kebiasaan minum susu setiap hari
Kebiasaan minum
susu setiap hari
Ya
Tidak
Min;mak

Rata-rata±SD
Frekuensi konsumsi susu
Jumlah konsumsi susu
(kali/minggu)
(mL/hari)
21.41±9.73
595.23±295.41
2.73±1.77
63.87±42.79
0.25;49
4.17;1400

14

Tabel 6 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan karakteristik
keluarga
Karakteristik keluarga
Pendidikan Ayah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Pendidikan Ibu
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Besar Keluarga
Keluarga kecil (≤4 orang)
Keluarga sedang (5-7
orang)
Keluarga Besar (>7 orang)
Total
Pekerjaan Ayah
PNS
Wiraswasta
TNI/Polri
Pegawai swasta
Buruh
Lainnya
Total
Pekerjaan Ibu
PNS
Wiraswasta
IRT
Pegawai swasta
Buruh
Lainnya
Total
Pendapatan (Rupiah/bulan)
< 2.000.000
2.000.000-3.000.000
3.000.000-5.000.000
>5.000.000
Total

Kebiasaan minum susu setiap hari
Ya
Tidak
n
%
n
%

Total
n

%

1
2
21
89
113

0.9
1.8
18.6
78.7
100.0

0
0
3
20
23

0.0
0.0
13.1
86.9
100.0

1
2
24
109
136

0.7
1.5
17.6
80.2
100.0

3
25
85
113

2.7
22.1
75.2
100.0

0
6
17
23

0.0
26.1
73.9
100.0

3
31
102
136

2.2
22.8
75.0
100.0

83
28

73.4
24.8

17
5

73.9
21.7

100
33

73.5
24.3

2
113

1.8
100.0

1
23

4.4
100.0

3
136

2.2
100.0

25
24
4
50
3
7
113

22.1
21.2
3.5
44.3
2.7
6.2
100.0

4
6
0
10
0
3
23

17.4
26.1
0.0
43.5
0.0
13.0
100.0

29
30
4
60
3
10
136

21.3
22.1
3.0
44.1
2.2
7.3
100.0

17
8
57
24
0
7
113

15.1
7.1
50.4
21.2
0.0
6.2
100.0

6
0
9
6
0
2
23

26.1
0.0
39.1
26.1
0.0
8.7
100.0

23
8
66
30
0
9
136

16.9
5.9
48.5
22.1
0.0
6.6
100.0

1
13
32
67
113

0.9
11.5
28.3
59.3
100.0

0
5
8
10
23

0.0
21.7
34.8
43.5
100.0

1
18
40
77
136

0.7
13.3
29.4
56.6
100.0

Berdasarkan Tabel 5 di atas, tingkat pendidikan ayah dan ibu pada anak
yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, sebagian
besar adalah perguruan tinggi, namun dapat dilihat bahwa ada kecenderungan
pendidikan ibu yang tamat perguruan tinggi sedikit lebih banyak pada kelompok
anak yang setiap hari minum susu (75.2%) dibandingkan dengan kelompok anak
yang tidak setiap hari minum susu (73.9%). Menurut Ariningsih (2005), semakin

15

tinggi tingkat pendidikan orangtua maka konsumsi susu dan produk-produk
olahan susu semakin meningkat dan hasil penelitian Fitriani (2011) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi susu di
Jawa Timur menemukan bahwa pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi
pengeluaran rumah tangga dalam konsumsi susu. Sebagian besar anak yang
mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, berasal dari
keluarga kecil (73.4% dan 73.9%), pekerjaan ayah sebagai pegawai swasta
(44.3% dan 43.5%), pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga (50.4% dan 39.1%).
Sebanyak 59.3% kelompok anak yang setiap hari minum susu mempunyai
pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan, hal yang sama ditemui pada
kelompok anak yang tidak setiap hari minum susu (45.3%). Dapat dilihat bahwa
ada kecenderungan besar pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan sedikit
lebih banyak pada kelompok anak yang setiap hari minum susu daripada anak
yang tidak setiap hari minum susu. Sesuai dengan hasil penelitian Ibrahim (2013),
bahwa terdapat hubungan positif yang siginifikan antara pendapatan dengan sikap
gizi ibu dan jumlah susu yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Destriana (2005),
tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang memiliki hubungan yang nyata
dengan perilaku konsumsi susu.
Rata-rata frekuensi minum susu anak sebesar 18.74±12.35 kali/minggu.
Sebanyak 37 anak (28.0%) yang berstatus gizi normal berdasarkan TB/U
mempunyai frekuensi minum susu lebih dari 21 kali/minggu, namun terdapat anak
yang berstatus normal (4.5%) mempunyai frekuensi minum susu yang kurang dari
satu kali/minggu. Sementara itu, separuh dari anak yang berstatus pendek
mempunyai frekuensi minum susu 1-7 kali/minggu (Tabel 7). Susu merupakan
bahan pangan dengan kandungan kalsium tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh
karena itu mengonsumsi susu secara rutin sangat disarankan agar kebutuhan
kalsium terpenuhi (Lawrence 2007).
Tabel 7 Sebaran frekuensi konsumsi susu/minggu berdasarkan TB/U
TB/U
Normal
Pendek
Total
Rata-rata ± SD

n
6
0
6

21
n
37
1
38

%
28.0
25.0
27.9

Total
n
%
132 100.0
4
100.0
136 100.0

Sebagian besar anak mulai terbiasa minum susu lebih dari 2 tahun terakhir
(95.6%) dan hanya 4.4% anak yang baru terbiasa minum susu 1 tahun terakhir.
Hampir semua anak (96.2%) yang berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan
menurut umur (TB/U) terbiasa minum susu lebih dari dua tahun terakhir. Begitu
pula anak yang berstatus pendek, tiga perempatnya mulai terbiasa minum susu
lebih dari dua tahun terakhir (Tabel 8). Khomsan et al. (2012) menyatakan bahwa
kebiasaan minum susu sebaiknya ditanamkan sejak balita. Penelitian yang
dilakukan Zulianti (2007) tentang hubungan konsumsi pangan sumber kalsium
dengan tinggi badan dan densitas tulang remaja menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang nyata antara lamanya kebiasaan minum susu dengan tinggi
badan. Konsumsi susu pada saat anak-anak berhubungan positif dengan tinggi
badan pada saat remaja dan dewasa (Wiley 2005).

16

Tabel 8 Sebaran mulai terbiasa minum susu berdasarkan TB/U
TB/U
Normal
Pendek
Total

Baru-baru ini
n
%
0
0.0
0
0.0
0
0.0

1 tahun terakhir
n
%
5
3.8
1
25.0
6
4.4

>2 tahun terakhir
n
%
127
96.2
3
75.0
130
95.6

Total
n
%
132
100.0
4
100.0
136
100.0

Sebagian besar anak (55.5%) mengonsumsi susu bubuk (Tabel 9).
Berdasarkan bentuk fisiknya, susu terdiri dari beberapa jenis, yaitu susu segar,
susu kental manis, dan susu bubuk. Setiap jenis susu memiliki kandungan kalsium
yang berbeda-beda setiap gramnya, sehingga jenis susu dapat mempengaruhi
jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh.
Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi
Jenis susu

n
Susu Bubuk
101
Susu Cair
65
Susu Kental manis
15
Susu bubuk kedelai
1
Keterangan: Responden dapat memilih lebih dari satu jenis susu

%
55.5
35.7
8.2
0.5

Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Kalsium

Konsumsi Pangan Sumber Protein
Rata-rata susu yang dikonsumsi anak sebesar 497.31±340.65 ml/hari dan
memberikan kontribusi protein sebesar 18.68±13.66 g. Jumlah tersebut
merupakan jumlah yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain,
sedangkan konsumsi kelompok pangan hewani (non susu) sebesar 108.11±42.13
g/hari dan memberikan sumbangan protein sebesar 13.77±5.80 g (Tabel 10).
Soehardi (2004) menyatakan bahwa susu kaya akan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan garam mineral serta air. Lawrence (2007) juga menambahkan bahwa
susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi.
Rata-rata konsumsi kacang-kacangan dan olahan serta serealia masingmasing sebesar 57.20±41.47 g/hari dan 307.32±47.66 g/hari. Kedua kelompok
pangan ini memberikan sumbangan protein yang hampir sama, yaitu masingmasing 7.42±6.87 g dan 7.07±1.22 g (Tabel 10). Rata-rata konsumsi dari masingmasing jenis pangan disajikan dilampiran 2. Serealia mengandung protein yang
relatif rendah, tetapi karena dimakan dalam jumlah yang banyak maka
memberikan kontribusi terhadap asupan protein sehari yang cukup besar
(Almatsier 2004).
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein
adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Groff dan Gropper (1999) juga
menambahkan bahwa pentingnya protein dalam gizi dan kesehatan tidak

17

diragukan lagi. Protein termasuk salah satu zat gizi yang esensial karena terdiri
dari asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan harus dikonsumsi
dari luar.
Klasifikasi protein berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi
protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging
dan alat-alat dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung , jeroan. Susu dan
telur termasuk pula sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Ikan, kerangkerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik
(Sediaoetama 1991). Sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan bijibijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa dan
lain-lain.
Konsumsi Pangan Sumber Kalsium
Rata-rata asupan kalsium anak yang merupakan kontribusi dari susu
adalah sebesar 715.63±514.80 mg (Tabel 10). Jumlah tersebut merupakan jumlah
kontribusi kalsium yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain.
Minum susu sangat baik dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari. Susu adalah sumber protein yang juga kaya akan mineral khususnya
kalsium (Khomsan et al. 2012).
Rata-rata konsumsi pangan hewani non susu anak lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumsi kacang-kacangan dan olahan. Meskipun
demikian, kontribusi kalsium dari kacang-kacangan dan olahan lebih tinggi
(71.68±52.41 mg/hari) daripada pangan hewani non susu (51.39±36.32 mg/hari)
(Tabel 10). Menurut Almatsier (2004), kacang-kacangan dan olahannya memiliki
kandungan kalsium yang cukup tinggi.
Tabel 10 juga menunjukkan rata-rata konsumsi produk olahan susu
(15.90±17.10 g/hari) dan sayuran (20.80±17.55 g/hari). Produk olahan susu (keju,
yoghurt, es krim) memberikan kontribusi kalsium yang lebih tinggi dibandingkan
sayuran walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang kecil. Hal ini karena susu dan
olahan susu merupakan pangan yang memiliki kalsium tinggi (Lawrence 2007).
Almatsier (2004) juga menambahkan bahwa sumber utama kalsium dalam
makanan terdapat pada susu dan hasil olahnya, seperti keju dan yogurt.
Total asupan kalsium anak sebesar 894.60±457.59 mg (Tabel 10). Jumlah
ini sudah mencukupi kebutuhan kalsium pada anak. Institute of medicine (IOM)
menyatakan bahwa rata-rata kebutuhan kalsium adalah sebesar 800 mg untuk
anak kelompok umur 4-8 tahun. Sedangkan menurut WNPG (2004) angka
kecukupan kalsium yang dianjurkan adalah sebesar 500 mg/hari untuk kelompok
umur 4-6 tahun. Almatsier et al. (2011) menyatakan bahwa anak memerlukan
kalsium dua sampai empat kali lebih besar per unit berat badan dibandingkan
orang dewasa. Asupan kalsium rendah memperlambat laju pertumbuhan dan
mineralisasi tulang dan gigi. Berikut disajikan Tabel rata-rata konsumsi pangan
sumber kalsium.

18

Tabel 10 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan kalsium
Kelompok pangan sumber
kalsium
Susu
Produk olahan susu
Pangan hewani non susu
Kacang-kacangan dan olahan
Sayuran
Serealia
Total
*mL/hari

Konsumsi
pangan (g/hari)
497.31±340.65*
15.90±17.10
108.11±42.13
57.20±41.47
20.80±17.55
307.32±47.66

Asupan protein
(g)
18.68±13.66
0.75±0.98
13.50±5.80
7.42±6.87
0.35±0.32
7.07±1.22
46.40±13.72

Asupan kalsium
(mg)
715.63±514.80
35.39±33.89
51.39±36.32
71.68±52.41
23.06±24.45
20.60±4.80
894.60±457.59

Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan
Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara
frekuensi dan jumlah konsumsi susu dengan tinggi badan (p