Analisis kandungan hara N dan P serta Klorofil tebu transgenik IPB 1 yang ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur

(1)

   

ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL

TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN

PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

VITTA PUSPITA MARLIANI A14062588

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

VITTA PUSPITA MARLIANI. Analisis Kandungan Hara N dan P serta Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 yang Ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan SYAIFUL ANWAR.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan akan pangan termasuk gula terus mengalami peningkatan permintaan. Namun, seiring berjalannya waktu peranan produksi gula tidak beranjak meningkat bahkan cenderung menurun baik secara kualitas maupun kuantitas (Rosadi et al., 1996). Sebagai ilustrasi, pada tahun 2009 kebutuhan akan konsumsi gula nasional mencapai 4.85 juta ton, namun kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi sekitar setengahnya saja (55%) oleh industri gula nasional, sedangkan sisanya dipenuhi dengan mengimpor gula dari negara lain (Sudradjat, 2010). Peningkatkan produksi gula dan peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan perbaikan terhadap genetik tebu melalui rekayasa genetika dengan cara mengintroduksikan gen fitase yang diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman (Santosa, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur N dan P serta klorofil yang terkandung dalam daun 23 klon tebu transgenik IPB 1 (yang telah diintroduksi gen fitase) dan isogenik PS 851 (non-transgenik) serta menyeleksi beberapa klon terbaik tebu transgenik IPB 1. Pengambilan sampel dilakukan pada saat tebu berumur 6 bulan di Kebun Percobaan Djatiroto, Jawa Timur. Perlakuan yang diberikan pada lahan adalah dua kali pemupukan ZA sebanyak 2.5 kui/ha pada awal penanaman dan 45 hari setelah penanaman awal. Analisis jaringan untuk N dilakukan dengan metode Kjeldahl, analisis P dilakukan dengan P-Bray, analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Wintermans dan De Mots (1965). Pemilihan klon terbaik menggunakan sebaran frekuensi data dengan kriteria keragaan pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas per batang, panjang dan lebar daun atas dan panjang dan lebar daun bawah.

Hasil penelitian menunjukkan 12 klon tebu transgenik IPB 1 memiliki kandungan N dibawah isogenik PS 851. Berdasarkan analisis P, 21 klon tebu transgenik IPB 1 memiliki kandungan P di bawah isogenik PS 851. Seluruh klon tebu transgenik IPB 1 memiliki nilai total kandungan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851. Berdasarkan keragaan secara keseluruhan, total skor tebu transgenik di atas batas total skor isogenik. Terdapat 1 klon yang memiliki total skor dibawah isogenik. Lima klon tebu transgenik terbaik berdasarkan seleksi keragaan yaitu klon IPB 1-40, IPB 1-55, IPB 1-51, IPB 1-46, IPB 1-17. Hampir semua klon tebu transgenik IPB 1 memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan dengan isogenik PS 851 yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya jumlah rumpun. Hal ini berkolerasi dengan tingginya kandungan klorofil. Semakin tinggi kandungan klorofil suatu tanaman, maka semakin baik fotosintesis dan metabolisme tanaman tersebut.


(3)

   

SUMMARY

VITTA PUSPITA MARLIANI. Analysis of N, P and Chlorophyll Content of the Leaf of IPB 1 Transgenic Sugarcane IPB 1 at the PG Djatiroto Experimental Field, East Java. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and SYAIFUL ANWAR.

Increasing in Indonesian population also increasing the need for food, including sugar. On the contrary, production of sugar, both in quality and quantity tend to decrease (Rosadi et al., 1996). For illustration, in 2009 national consumption of sugar as high as 4.85 million tons, only about 55% was fulfilled by national sugar production and the rest from import (Sudradjat, 2010). In order to improve its productivity, genetic modification of sugarcane by phytase gene introduction to the plant have been produced by Santosa (2004). This genetic modified sugarcane is expected to have higher productivity and increase in fertilizer efficiency.

The objectives of this study were to measure the content of N, P and chlorophyll in the leaf of 23 clones of transgenic sugarcane IPB 1 and to select the best clones. Leaves were sampled at the PG Djatiroto experimental field from plants 6 months after planting. The sugarcane plantation were fertilized twice, each 250 kg/ha of ZA fertilizer at planting time and after 45 days of planting. N analysis conducted by using Kjeldahl method, P analysis conducted by using P-Bray, while chlorophyll content analysis used Wintermans and De Mots method (1965). Selection for the best clones used the frequency distribution of data with criterias (stem high, stem diameter, number of segments per stem, length and width of the upper and lower leaf).

The result showed that 12 clones of transgenic sugarcane IPB 1 had lower N content than isogenik PS 851. In other result, P content of 21 clones of transgenic sugarcane IPB 1 were lower than isogenik PS 851. All the transgenic sugarcane IPB 1 clones had higher total chlorophyll than isogenik PS 851. Based on the whole performance, total scores of transgenic sugarcane above the limit of isogenik total score. There was one clone which has a lower total score than isogenik. The best five clones of transgenic sugarcane based on performance are IPB 1-40, 1-55 IPB, IPB 1-51, 1-46 IPB, IPB 1-17. Almost all of the IPB 1 transgenic sugarcane clones had the better performance than the isogenik PS 851, which reflected by the stem diameter, height stem growth, number of stem segments and the number of clumps. This was correlated with the high content of chlorophyll.


(4)

ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL

TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN

PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

VITTA PUSPITA MARLIANI A14062588

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

   

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kandungan Hara N dan P serta Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 yang ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Vitta Puspita Marliani

Nomor Pokok : A14062588

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc NIP. 19620927 198811 1 001 NIP. 19621113 198703 1 003

Mengetahui,

Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bandung pada tanggal 03 Maret 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Solia dan Ibu Yanni Mulyani.

Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya yang berawal dari pendidikan di Taman Kanak-Kanak Aisyah Babakan Cirebon pada tahun 1994, kemudian dilanjutkan pendidikan dasar di SD Tersana Baru Babakan Cirebon pada tahun 2000. Pendidikan menengah di SLTP N 1 Babakan Cirebon pada tahun 2003 dan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Babakan Cirebon pada tahun 2006. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006 yang kemudian pada semester tiga diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya yaitu organisasi Agriaswara. Selama menjadi anggota Agriaswara, penulis sering mengikuti konser atau perlombaan paduan suara, misalnya Konser Rhine Danubian Cruise, konser bersamapaduan suara TWILITE Orchestra dibawah konduktor Adi MS. Selain itu, penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) periode 2008-2009. Organisasi yang terakhir adalah UKM Catur dimana penulis pernah berpartisipasi dalam perlombaan Kejuaraan Nasional Catur Mahasiswa pada tahun 2010. Di bidang akademik penulis berkesempatan menjadi asisten untuk mata kuliah Biologi Tanah dan Bioteknologi Tanah pada tahun 2009.


(7)

7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini berhasil di selesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini mengenai Unsur Hara N dan P serta Klorofil dengan judul Analisis Kandungan Hara N dan P serta Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 yang Ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Yanni Mulyani dan Ayahanda Solia serta seluruh keluarga, sanak saudara yang senantiasa memberikan doa, dukungan, motivasi, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugasnya sebagai sarjana. 2. Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc selaku dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan masukan, nasehat dan motivasi dalam melakukan penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Staf Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) yang telah membantu dan memberiakn masukan selama penelitian berlangsung.

5. Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah (Pak Jito, Ibu Asih, Ibu Jul, Ibu Yeti) dan Staf Laboratorium Kesuburan Tanah (Pak Koyo, Pak Ade, Pak Oleh, Pak Dadi) yang telah memberikan bantuan dan masukan selama penelitian berlangsung.

6. Segenap staf kebun percobaan PG Djatiroto PTPN XI yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

7. Teman satu penelitian Angrea Pratsna Paramitha yang selalu bersusah senang bersama dari awal penelitian hingga menjadi Sarjana Pertanian.

8. Teman-teman seperjuangan SOILER 43. Terimakasih atas tawa dan bahagianya selama masa-masa perkuliahan yang tidak mungkin terlupakan.


(8)

9. My Roommate, Fitriyana Budiwati. Terimakasih atas segala motivasi dan senyum dalam setiap jejak untuk mencapai kelulusan.

10.Seluruh penghuni wisma Sakinah.

11.Handika Gilang Permana Putra. Terimakasih untuk semuanya.

12.Seluruh pihak yang telah membantu selama kegiatan penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya.

Bogor, Januari 2011


(9)

i

DAFTAR ISI

 

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ... 4

2.2. Fitat dan Fitase ... 6

2.3. Nitrogen ... 7

2.4. Fosfor ... 8

2.5. Klorofil ... 9

2.6. Tebu Transgenik ... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Metode Pemupukan pada Lahan ... 13

3.4. Metode Penelitian ... 14

3.4.1. Pengambilan dan Pengambilan Sampel Daun ... 14

3.4.2. Analisis Tanaman di Laboratorium ... 15

3.4.2.1. Analisis Kandungan N ... 15

3.4.2.2. Analisis Kandungan P ... 15

3.4.2.3. Analisis Klorofil ... 15

3.4.2.4. Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian ... 16

4.1. Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik IPB 1 ... 16

4.2. Kandungan Fosfor Tebu Transgenik IPB 1 ... 19

4.3. Kandungan Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 ... 21


(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 26

5.2. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(11)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851. ... 18 2. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan

Isogenik PS 851 ... 21 3. Tabel Hasil Analisis Kandungan Klorofil a dan b serta Total Klorofil Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 ... 23


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Djatiroto ... 12 2. Grafik Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik IPB 1 dan

Isogenik PS 851 ... 17 3. Grafik Hasil Analisis Kandungan Fosfor Tebu Transgenik IPB 1 dan

Isogenik PS 851 ... 20 4. Grafik Kandungan Klorofil a dan b Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik

PS 851 ... 22 5. Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Tebu Transgenik ... 25


(13)

v

DAFTAR LAMPIRAN

 

Nomor Halaman

1. Gambar Klon Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 ... 31

2. Mekanisme Pemupukan Tebu Transgenik IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7 Lumajang, Jawa Timur (PG Djatiroto 2009/2010) ... 33

3. Denah Tanaman Tebu Transgenik Kebun Gedung Mas V.7 TG 2009/2010 Pabrik Gula Djatiroto Lumajang, Jawa Timur ... 34

4. Metode Analisis Kandungan Klorofil ... 35

5. Tabel Skoring dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data ... 36

6. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik IPB 1 ... 38

7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009). ... 39

8. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009) ... 40

9. Tabel Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 pada Umur 6 Bulan ... 41

10. Tabel Hasil Skoring Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 pada Umur 6 Bulan ... 42


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional dimasa krisis 1997–1999, karena pertumbuhannya yang meningkat. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan akan pangan termasuk gula terus mengalami peningkatan permintaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2009 kebutuhan akan konsumsi gula nasional mencapai 4.85 juta ton, namun kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi sekitar setengahnya saja (55%) oleh industri gula nasional, sedangkan sisanya dipenuhi dengan mengimpor gula dari negara lain (Sudradjat, 2010). Namun saat ini peranan produksi gula tidak beranjak meningkat, bahkan cenderung menurun baik secara kualitas maupun kuantitas. Penurunan produktivitas gula nasional mengindikasikan adanya penurunan pada perkembangan industri gula nasional (Rosadi et al., 1996).

Beberapa persoalan yang menyebabkan adanya permasalahan pada industri gula nasional diantaranya adalah usaha penanaman tebu belum sepenuhya dilakukan secara profesional, jumlah areal penanaman tebu yang terus berkurang sebagai akibat dari konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, peralihan penanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering, serta iklim yang tidak menentu yang menyebabkan tingginya kadar air akibat musim hujan yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan rendemen gula menjadi rendah. Selain itu, ketidakefisienan pemupukan pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi produktivitas tebu (Sutardjo, 1994).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk meningkatkan produksi gula dan peningkatan efisiensi pemupukan sehingga mencapai swasembada gula yang diharapkan, dapat dilakukan dengan perbaikan terhadap genetik tebu melalui rekayasa genetika. Rekayasa genetika ini dilakukan dengan cara mengintroduksi gen asing yang berguna ke tanaman tebu. Salah satu gen yang dapat ditransfer ke dalam tanaman tebu adalah gen fitase yang diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman, terutama dalam peningkatan unsur hara pada


(15)

2

tanaman dan pada daerah sekitar perakaran, sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan tanaman transgenik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Santosa, 2004).

Riset tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase diselenggarakan melalui kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Bundesforchungsanstalt fur Ernahrung und Lebensmittle (BFEL), Molekularbiologische Zentrum, Karlsruhe, Jerman. Penelitian tersebut telah dimulai pada tahun 2002-2004 dan berlanjut hingga sekarang. Saat ini sudah mencapai tahap uji keragaan tebu transgenik yang meghasilkan gen fitase (Santosa, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi tanaman terbaik dari klon-klon tebu transgenik yang telah dihasilkan melalui penanaman di lahan HGU PG Djatiroto pada musim tanam 2008/2009 sampai 2009/2010 yang merupakan kelanjutan dari musim tanam sebelumnya dan merupakan kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dan PT Perkebunan Nusantara XI.

Salah satu analisis untuk menyeleksi dan menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 adalah analisis unsur nitrogen dan fosfor yang terkandung dalam daun tanaman tebu transgenik serta analisis kandungan klorofil tanaman. Melalui analisis jaringan daun tanaman akan memberikan informasi status hara pada tanaman. Selain itu, dengan analisis tersebut, dapat diduga klon tebu transgenik yang efisien dalam memanfaatkan pupuk yang telah diaplikasikan, karena keberadaan gen fitase yang terdapat pada tebu transgenik akan memacu peningkatan ketersediaan N dan unsur-unsur lain seperti P, K serta unsur hara mikro lainnya, baik di dalam jaringan tanaman maupun di daerah perakaran. Gen fitase ini diharapkan memberikan pengaruh positif pada proses pembentukan klorofil yang mempunyai peran dalam membantu proses fotosintesis tanaman.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui kandungan hara N dan P yang terkandung dalam klon tebu transgenik IPB 1 serta menganalisis kandungan klorofil tebu transgenik dari hasil seleksi pada penelitian sebelumnya.


(16)

b. Menyeleksi beberapa klon tebu transgenik IPB 1 terbaik dengan menggunakan skoring sebaran frekuensi data berdasarkan kriteria-kriteria yang terkait keragaannya, diantaranya tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas per batang, panjang dan lebar daun atas dan panjang dan lebar daun bawah, serta kandungan unsur N, P dan kandungan klorofilnya.

1.3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk menemukan klon-klon tebu transgenik terbaik dari klon-klon yang sudah terpilih yang dapat dilihat dari keragaan pertumbuhan tanaman, kandungan N dan P serta kandungan klorofilnya, sehingga menghasilkan tanaman transgenik yang sesuai dengan kebutuhan.


(17)

   

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tebu

Tebu termasuk family Graminae, genus Saccharum. Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S. spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Fauconnier, 1993). Saccharum officinarum adalah jenis tebu yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosa yang tinggi (Sudiatso, 1982).

Bibit tebu dapat berupa batang stek, baik yang matanya belum berkecambah atau yang sudah tumbuh (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Batang tebu mengandung gula. Kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi setelah fase pertumbuhan vegetatif dan menurun sebelum fase kematian

(Sutardjo, 1994).

Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah yang beriklim panas dan sedang dengan daerah penyebaran antara 35° LS dan 39° LU. Namun umumnya tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 22 – 27° C dengan kelembaban nisbi 65 – 85% untuk menghasilkan sukrosa yang tinggi. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu memerlukan banyak air, sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, membutuhkan keadaan yang kering dan tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Kemasakan batang memerlukan kondisi cuaca kering. Tanaman tebu tumbuh baik pada keadaan tanah yang mempunyai tekstur tanah lempung pada lapisan permukaan, berdrainase baik dan kemampuan menahan kapasitas air yang baik. Tekstur tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah pada tanah lempung liat, lempung berpasir dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga dapat ditanami tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus. Tebu di daerah Jawa yang banyak ditanami adalah pada tipe tanah Aluvial sampai Grumusol (Sudiatso, 1982).


(18)

Fase-fase pertumbuhan tebu sebelum menghasilkan gula adalah sebagai berikut (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005):

1. Fase Perkecambahan

Fase perkecambahan dimulai ketika terjadi perubahan mata tunas tebu yang dorman, menjadi tunas muda lengkap dengan daun, batang dan akar. Fase ini sangat ditentukan oleh faktor inheren yang mencakup varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakkan bibit, hama penyakit pada bibit dan status hara bibit.

2. Fase Pertunasan/Fase Pertumbuhan (1-3 bulan)

Pertumbuhan anakan adalah tumbuhnya mata-mata pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman baru. Pertunasan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tebu, karena dapat merefleksikan perolehan bobot tebu. Pada fase ini tanaman membutuhkan kondisi air yang terjamin kecukupannya, oksigen dan hara makanan khusunya N, P dan K serta penyinaran matahari yang cukup.

3. Fase Pemanjangan Batang (3-9 bulan)

Fase ini merupakan fase paling dominan dari keseluruhan fase pertumbuhan tebu. Proses pemanjangan batang merupakan pertumbuhan yang didukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan tajuk daun, akar dan pemanjangan batang. Fase ini terjadi pada saat fase pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti. Terdapat dua unsur dalam pemanjangan batang yaitu diferensiasi ruas dan perpanjangan ruas-ruas tebu. Fase ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, ketersediaan hara nitrogen dalam tanah dan faktor inheren tebu.

4. Fase Kemasakan/Fase Generatif Maksimal (10-12 bulan)

Fase ini diawali dengan semakin melambat dan terhentinya fase pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki fase kemasakan, secara visual ditandai dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada helaian daun sering dijumpai bercak berwarna cokelat. Pada kondisi tebu tertentu kadang ditandai dengan keluarnya bunga. Selain sifat inheren tebu, faktor lingkungan yang


(19)

6

berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu antara lain kelembaban tanah, panjang hari dan status hara tertentu seperti nitrogen.

2.2. Fitat dan Fitase

Fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfat dalam tanaman yang merupakan bentuk P terikat yang sukar digunakan tanaman. Fosfat ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman bila senyawa fitat telah dihidrolisis sehingga akan menghasilkan ester yang berfosfat rendah dan melepaskan unsur fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terdapat dalam sel tanaman memberikan pengaruh positif pada proses pembentukan klorofil, meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu sehingga rendemen tebu meningkat (Nurhasanah, 2007).

Fitase (mio-inositol heksafosfat fosfohidrolase, E.C. 3.1.3.8.) merupakan suatu fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi orthofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah. Asam fitat adalah sejenis ester fosfat yang dapat mengikat mineral penting (Ca2+, Fe2+, Mg2+) dan protein (Widowati, 2008).

Pelepasan P oleh enzim fitase dari senyawa organik, diharapkan meningkatkan sistem metabolisme tanaman yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman. Pelepasan fitase ke lingkungan sekitar perakaran juga akan meningkatkan ketersediaan berbagai mineral sehingga efisiensi pemupukan meningkat (Santosa, 2004). Ekspresi fitase ditanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi. Gen fitase secara tidak langsung memberikan andil dalam pembentukan porfirin sebagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan klorofil (Susiyanti et al., 2006).

Gen fitase dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat, yaitu senyawa organik menjadi fosfat di dalam sel tanaman (Zul, 2006). Penyisipan gen fitase, diharapkan mampu meningkatkan ketersediaa P dalam jaringan tanaman, meningkatkan kandungan klorofil dan laju fotosintesis, meningkatkan efisiensi pemupukan P yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tebu (Santosa, 2004). Tanaman tebu secara alami telah memiliki aktivitas fitase, tetapi aktivitasnya rendah sebagai contoh pada tebu cv PS 851 hanya 0.047 – 0.059 U ml-1 (Nurhasanah, 2007).


(20)

2.3. Nitrogen

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion amonium (NH4+) dan ion nitrat (NO3-) yang terdapat dalam larutan tanah, bersifat mobil dan diikat oleh partikel tanah. Unsur nitrogen bersifat mudah tercuci dan menguap (Soepardi, 1983).

Penyerapan unsur hara makro terutama nitrogen sangat tergantung pada pertumbuhan organ utama tanaman dalam hal ini akar. Akibat pertumbuhan akar yang belum sempurna maka penyerapan unsur nitrogen dari dalam tanah kurang optimum, sehingga berpegaruh terhadap pertumbuhannya. Menurut Hardjowigeno (1987), dengan memanjangnya akar suatu tumbuhan berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh unsur-unsur hara untuk mendekati akar tanaman melalui aliran massa ataupun difusi. Aliran massa merupakan mekanisme penyediaan unsur hara yang paling utama untuk kebanyakan unsur hara seperti N.

Menurut Lingga (1986), peran nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau, yang berguna bagi proses fotosintesis. Selain itu menurut Suriatna (1988), nitrogen berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman, menjadikan daun tanaman menjadi lebih hijau dan segar serta banyak mengandung butir-butir hijau daun yang penting dalam proses fotosintesis. Selain itu nitrogen mempunyai fungsi dapat menambah kandungan protein dalam tanaman. Sedangkan menurut Soepardi (1983), menyatakan bahwa hampir pada semua berbagai jenis tanaman, nitrogen merupakan pengatur terhadap penggunaan kalium, fosfat dan bahan penyusun lainnya. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, daun hijau kekuning-kuningan dan mudah rontok, akan tetapi jika kelebihan nitrogen, tanaman akan mudah rebah dan mudah terserang penyakit.

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tanaman tebu. Kelebihan dan kekurangan pupuk N menyebabkan gangguan pada pertumbuhan, produktivitas dan kualitas tebu. Menurut Schuylenborg dan Saryadi (1958), N diserap pada awal penanaman tebu terutama pada umur 1 bulan dan serapannya bertambah dengan bertambahnya umur, namun N paling banyak diserap pada umur 3 – 4 bulan. Kemudian menurun setelah umur 8 bulan.


(21)

8

Efisiensi penyerapan N ditentukan juga oleh jumlah frekuensi, cara dan waktu aplikasi pemupukan (Hardjowigeno, 1987).

2.4. Fosfor

Fosfor tergolong sebagai unsur utama yang dibutuhkan tanaman disamping N dan K. Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk H2PO4 -dan sebagian kecil HPO42-. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah sangat rendah karena retensinya dalam tanah sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari pupuk P sangat rendah antara 10-30% sisanya 70-90% tertinggal dalam bentuk imobil. Menurut Leiwakabessy (2004), kehilangan fosfor dalam tanah kebanyakan terjadi karena panen dan erosi.

Kandungan P total di dalam tanah umumnya rendah, dan berbeda-beda menurut tanah. Tanah-tanah muda biasanya memiliki kandungan P yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang tua. Selain itu, penyebarannya dalam profil tanah juga berbeda, semakin dalam lapisan maka kadar P-anorganik akan bertambah, kecuali bentuk P-organik. Jumlah fosfat yang tersedia di tanah pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada tanah-tanah yang tidak diusahakan. Hal ini diduga karena unsur ini tidak tercuci (residunya tinggi), sedangkan yang hilang melalui produksi tanaman sangat kecil.

Fosfat yang dibebaskan baik dari proses pelapukan mineral apatit, dekomposisi bahan organik, ataupun pupuk, akan segera diikat oleh liat serta almunium, besi ataupun kalsium tergantung dari pH tanah maupun unsur lain dan juga diimobilasi oleh tanaman. Kandungan P tersedia pada tanah-tanah berstruktur halus lebih tinggi daripada yang bertekstur kasar. Begitu pula pH, pada pH yang tinggi kadar Ca-P lebih tinggi, sedangkan pada pH yang rendah Fe-P atau Al-P lebih dominan (Leiwakabessy, 1988).

Unsur P sering disebut juga kunci untuk kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Unsur ini juga berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA. Tanpa P proses-proses ini tidak dapat berlangsung. Unsur ini juga


(22)

menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan serta produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

Ketidakefisienan pemupukan P pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi produktivitas tebu, sehingga dengan adanya pemupukan P, diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman dan meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia baik di dalam jaringan tanaman maupun di zona perakaran (Sudiatso, 1982).

Menurut Soepardi (1983), di dalam tanah, P dapat ditemukan dalam bentuk P anorganik dan P organik. P anorganik di dalam tanah sangat beragam seperti contohnya Al(OH)2H2PO4, CaHPO4, dan FePO4.H2O. Sedangkan P organik di dalam tanah dapat ditemukan dalam bentuk ester yaitu asam orthofosfat serta berupa monoester dan diester. Organik ester fosfat dibagi dalam lima kelas yaitu inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Namun didalam tanah yang paling dominan hanya inositol fosfat, fosfolipid serta asam nukleat. Senyawa P sederhana di dalam tanah relatif sukar larut akibat adanya pegikatan P oleh Fe dan Al (pada tanah masam) dan Ca serta Mg (pada tanah alkalin).

2.5. Klorofil

Klorofil berbentuk butir-butir hijau yang tedapat didalam koroplas. Pada umumnya kloroplas berbentuk oval, yang terdiri dari bahan dasar yang disebut stroma, sedangkan butir-butir yang terkandung didalam stroma disebut grana. Pada tanaman terdapat 2 macam klorofil, yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil b terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil itu fluoresen, artinya dapat menerima sinar dan mengembalikannya dalam bentuk gelombang yang berlainan. Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Klorofil a terlihat berwarna hijau-tua, tetapi jika sinar direfleksikan, akan menampakan warna merah. Klorofil b terlihat berwarna merah-cokelat. Klorofil banyak menyerap sinar merah dan nila (Dwijoseputro, 1980).


(23)

10

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil (Dwijoseputro, 1980):

a. Faktor pembawaan. Pembentukan klorofil sama halnya dengan pembentukan pigmen-pigmen lain pada hewan dan manusia yang dibawa oleh suatu gen tertentu di dalam kromosom.

b. Cahaya. Tanaman yang disimpan didalam gelap tidak akan berhasil membentuk klorofil, kecuali pada beberapa tanaman Angiospermae. Jika tanaman tidak terkena cahaya akan terdapat protoklorofil yang mirip dengan klorofil a. Reduksi protoklorofil untuk menjadi klorofil a memerlukan sinar untuk mengubah dirinya sendiri menjadi klorofil a, peristiwa ini disebut autotransformasi.

c. Oksigen. Oksigen sangat diperlukan dalam pembentukan pada masa perkecambahan.

d. Karbohidrat. Karbohidrat terutama dalam bentuk gula ternyata diperlukan dalam pembentukan klorofil dalam daun-daun yang tumbuh dalam keadaan gelap (etiolasi).

e. Nitrogen, magnesium, besi. Unsur-unsur tersebut sudah menjadi keharusan dalam pembentukan klorofil. Kekurangan akan unsur-unsur tersebut akan menyebabkan klorosis pada tumbuhan.

f. Air. Kekurangan air mengakibatkan desintegrasi klorofil.

g. Suhu. Suhu yang baik untuk pembentukan klorofil berkisar antara 26° - 30° C.

Energi matahari diserap oleh klorofil dan digunakan untuk menguraikan molekul air, membentuk gas oksigen, dan mereduksi molekul NADP menjadi NADPH. Energi cahaya-cahaya juga digunakan untuk membentuk molekul-molekul ATP, NADP dan ATP digunakan untuk reaksi-reaksi yang menghasilkan glukosa.

Klorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau yang terdapat pada kloroplas sel tanaman. Pigmen klorofil sangat berperan dalam proses fotosintesis dengan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Proses tersebut dibutuhkan tidak hanya bagi tumbuhan tetapi juga pada hewan dan manusia,


(24)

karena sebagian besar kebutuhan gizi berasal dari proses fotosintesis (Kusmita dan Limantara, 2009).

2.6. Tebu Transgenik

Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang menghasilkan suatu tanaman baru mempunyai suatu keunggulan tertentu. Penelitian tentang tanaman transgenik diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.

Tebu transgenik tersebut adalah tebu yang telah disisipi gen fitase yang mampu meningkatkan ketersediaan fosfor dalam jaringan tanaman dengan cara mengubah asam fitat yang merupakan bentuk P-organik yang sukar digunakan tanaman dalam jaringan menjadi P dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman (Santosa, 2010). Menurut Sanchez (1976), unsur P merupakan unsur hara makro esensial dan pada daerah tropis merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman urutan ketiga setelah air dan Nitrogen. Fosfor terdapat dalam jumlah sedikit pada tanah mineral.

Tanaman transgenik dapat membawa manfaat positif bagi ketahanan pangan negara. Walaupun demikian banyaknya kekhawatiran akan penggunaan produk hasil tanaman transgenik dan akibatnya terhadap lingkungan. Salah satu kekhawatiran dari tanaman transgenik adalah tersebarnya gen transgenik kepada tanaman bukan target. Tebu transgenik dengan penyisipan gen fitase dimungkinkan akan memberi dampak positif terhadap ekologi terutama pada daerah perakaran tebu transgenik. Tebu transgenik dengan gen fitase dimungkinkan akan tumbuh lebih baik daripada tebu nontransgenik karena dapat menghasilkan enzim fitase yang dapat melarutkan fosfat sehingga tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri.


(25)

   

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juli 2010. Pengambilan sampel dilakukan di Kebun Percobaan Djatiroto, Jawa Timur. Selanjutnya sampel diteliti di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, di Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Situgede-Bogor serta Laboratorium PT. Saraswati Indo Genetech (SIG), Bogor.

Gambar 1. Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Djatiroto


(26)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tebu transgenik IPB 1 sebanyak 23 klon dan tebu isogenik PS 851 (non-transgenik). Klon-klon tebu transgenik ini didapatkan dari tebu pada penanaman sebelumnya yang ditanam oleh staf Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur dan ditanam kembali pada lahan tanam yang berbeda namun masih dalam 1 petak lahan penanaman yang sama. Sebanyak 23 klon tebu transgenik ini merupakan hasil seleksi dari 69 klon tebu transgenik IPB 1 yang ditanam pada penelitian seblumnya, dimana 23 klon tebu transgenik ini merupakan tebu transgenik yang paling unggul dari segi keragaan, kandungan hara N dan P serta kandungan klorofilnya dan tingkat laju fotosintesisnya (Lampiran 1). Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun tebu transgenik IPB 1 dan daun tebu isogenik PS 851 pada umur 6 bulan yaitu IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 6, IPB 7, IPB 1-12, IPB 1-17, IPB 1-21, IPB 1-34, IPB 1-36, IPB 1-37, IPB 1-40, IPB 1-46, IPB 1-51, IPB 1-52, IPB 1-53, IPB 1-55, IPB 1-56, IPB 1-59, IPB 1-62, IPB 1-71 dan isogenik PS 851 (non-transgenik).

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kandungan N dan P adalah aquades, HClO4, HNO3, HCl pekat, ammonium molibdat, H3BO3, pereaksi fosfat (P-C), NaOH 50%, indikator Conway, paraffin cair. Analisis kandungan klorofil menggunakan H3BO3 (asam borat), etanol, air. Alat-alat yang digunakan antara lain oven, penggilingan, eksikator, sentrifugasi, spektrofotometer, alat-alat gelas.

3.3 Metode Pemupukan pada Lahan

Pada plot penelitian ini pemupukan dilakukan dalam dua tahap, pemupukan I dilakukan pada awal masa tanam yaitu pemberian ZA sebanyak 2.5 kui/ha ditambahkan dengan penggunaan herbisida (tidak ada penyiangan) (Lampiran 2). Pemupukan II dilakukan 45 hari setelah pemupukan I yaitu ZA sebanyak 2.5 kui/ha ditambah dengan perlakuan pembumbunan, sedangkan perlakuan yang diberikan pada penelitian sebelumnya adalah pemupukan pupuk P dengan dua perlakuan yang berbeda 25% pupuk P dan 50% pupuk P.


(27)

14

Rekomendasi pemupukan normal untuk penanaman tebu adalah 8 kui ZA/ha, 2 kui SP-36/ha dan 1 kui KCl/ha (Miza, 2009).

3.4. Metode Penelitian

Tahapan dalam melakukan metode penelitian diawali dengan tahap pengambilan contoh tanaman di kebun percobaan PG Djatiroto Lumajang, Jawa Timur, setelah itu dilanjutkan dengan tahap penanganan contoh tanaman pada sampel daun dilahan sampai dengan penangan sampel daun di laboratorium sebelum dilakukannya analisis laboratorium. Tahap terakhir yaitu menganalisis sampel daun yang telah diambil di laboratorium yang mencakup analisis kandungan hara N, kandungan hara P dan analisis klorofil.

3.4.1. Pengambilan dan Penanganan Sampel Daun

Denah penanaman tebu transgenik dan isogeniknya dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengambilan sampel pada setiap klon dilakukan dengan cara mengambil daun dari setiap tebu transgenik dan tebu isogenik yang secara visual memiliki keragaan paling baik dibandingkan dengan tebu transgenik lainnya. Sampel daun ini digunakan untuk analisis unsur N dan P serta analisis klorofil yang terkandung dalam klon tebu transgenik IPB 1. Analisis N dan P digunakan daun yang paling bawah dari setiap klon tebu transgenik yang masih berwarna hijau dan belum terklorosis, dan untuk analisis klorofil digunakan daun kedua dari atas yang sudah membuka sempurna dan tidak terklorosis.

Tahan penanganan sampel untuk analisis unsur N dan P, daun yang telah dipotong dari tanaman tebu transgenik maupun yang isogenik PS 851, dimasukkan ke dalam plastik, diberi label sesuai dengan klonnya, lalu disimpan di dalam kotak pendingin yang telah diisi es sebelumnya, setelah itu sampel dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada suhu 60 °C. Sampel yang telah kering digiling dan disimpan di plastik lalu di masukkan ke dalam eksikator.

Daun untuk analisis klorofil yang telah dipotong dari tanaman tebu transgenik, diberi label, lalu sampel dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam kotak pendingin yang telah di isi es sebelumnya. Sampel yang telah sampai di laboratorium langsung dimasukan ke dalam freezer.


(28)

3.4.2. Analisis Tanaman di Laboratorium 3.4.2.1. Analisis Kandungan N

Penetapan kandungan unsur N di dalam daun tebu transgenik IPB 1 dilakukan dengan metode Kjeldahl.

3.4.2.2. Analisis Kandungan P

Penetapan kandungan unsur P di dalam daun tebu transgenik IPB 1 dilakukan dengan metode pengabuan basah dan P-Bray. Pengabuan basah dilakukan dengan menggunakan campuran larutan HClO4 dan HNO3.

3.4.2.3. Analisis Klorofil

Analisis kandungan klorofil di dalam daun tanaman tebu transgenik IPB 1 dilakukan dengan metode Wintermans dan De Mots (1965) (Lampiran 4). Hasil absorban pada spektrofotometri pada panjang gelombang (Ȝ) 665 nm (A665) dan (Ȝ) 649 nm (A649) yang dapat dikonversikan dengan rumus :

1. Klorofil a = (13.7 x A665) – (5.76 x A649) = ȝg klorofil/ml 2. Klorofil b = (25.8 x A649) – (7.60 x A665) = ȝg klorofil/ml

Total klorofil = klorofil a + klorofil b

Peubah untuk klorofil yang diamati adalah klorofil a, klorofilb, dan total klorofil.

3.4.2.4. Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik

Klon tebu transgenik terbaik yang telah dipilih dari penelitian sebelumnya sebanyak 23 klon tebu transgenik terbaik dan isogenik dipilih lagi menjadi beberapa klon terbaik, dipilih dengan memberikan skor pada masing-masing kriteria yang telah dikelompokkan dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 5). Kriteria yang digunakan adalah tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah batang per petak, panjang dan lebar daun atas, panjang dan lebar daun bawah.


(29)

   

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian

Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi penanaman termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Djatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan letak geografis lokasi penanaman berada pada 113°18’ 11” – 113°25’ 5” BT dan 8°70’ 30” – 8°12’ 30” LS, serta terletak pada ketinggian 29 M diatas permukaan laut (dpl). Lokasi penanaman yang dikhususkan untuk penanaman tebu transgenik ini digunakan lahan seluas ± 238.7 m2. Berdasarkan analisis awal yang dilakukan PG Djatiroto, tanah di lokasi penanaman memiliki pH 5,71 (agak masam). Kandungan hara yang ada, 0.082% N (rendah), 92.29 ppm P2O5 (sangat tinggi) dan 317.17 K2O (sangat tinggi). Analisis tanah setelah penanaman juga dilakukan di Departemen ITSL Faperta IPB (Lampiran 6).

4.2. Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik IPB 1

Nitrogen merupakan unsur hara paling penting yang merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tanaman. Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk NH4+ dan NO3- yang terdapat dalam larutan tanah, bersifat mobil dan diikat oleh partikel tanah. Unsur N bersifat mudah tercuci dan menguap (Soepardi, 1983). Tanaman lahan kering seperti tebu menyerap N dalam bentuk NO3- meskipun pupuk yang diberikan dalam bentuk NH4+ seperti halnya pupuk ZA.

Keterkaitan tanaman tebu dengan kebutuhan N untuk tanaman diantaranya bahwa N merupakan unsur utama yang dibutuhkan tebu yang mempengaruhi hasil dan kualitas tebu, terutama pada fase vegetatif yaitu untuk pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang, dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif ini secara langsung berkaitan dengan hasil tebu, sehingga N sangat penting untuk meningkatkan produksi (Sundara, 1998). Hampir pada seluruh tanaman, N merupakan unsur yang mengatur penyerapan dan penggunaan K, P dan penyusun lainnya (Leiwakabessy, 2004). Perlakuan penyisipan gen fitase ke dalam tebu, diharapkan akan mempengaruhi ketersediaan N menjadi meningkat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu.


(30)

Hasil analisis yang telah dilakukan pada tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 yang berumur 6 bulan, menunjukkan bahwa setengah dari klon tebu transgenik memiliki kandungan N diatas isogenik PS 851. Klon yang kandungannya di atas isogenik PS 851 diantaranya IPB 1 – 3, IPB 1 – 4, IPB 1 – 6, IPB 1 – 21, IPB 1 – 34, IPB 1 – 36, IPB 1 – 52, IPB 1 – 53, IPB 1 – 56, IPB 1 – 59, IPB 1 – 62 (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Klon

Grafik analisis N-total menunjukkan bahwa kandungan N dalam masing-masing klon berbeda, dimana kandungan N-nya ada yg lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan isogenik PS 851. Perbedaan ini dikarenakan kemampuan penyerapan N pada setiap klon tebu berbeda-beda.

Hasil analisis tanah yang dilakukan pada penelitian sebelumnya menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong rendah (0.07 – 0.09 %) (Lampiran 6). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Miza (2009) terhadap tebu transgenik IPB 1 dan isogeniknya bahwa kandungan N total pada tanah yang memiliki N yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah. Oleh karena itu, untuk memperoleh produksi tebu yang tinggi, maka unsur N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan (Sutoro et al., 1998).


(31)

18

Tabel 1. Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Tebu Transgenik PS IPB 1

Klon N (%)

3 1.099 52 1.056 59 1.048 36 1.047 56 1.027 53 1.018 34 0.990 21 0.984 62 0.975 4 0.956 6 0.943 Isogenik 0.925 46 0.897 17 0.866 71 0.861 37 0.849 40 0.816 51 0.816 7 0.815 12 0.784 1 0.763 2 0.738 55 0.673 5 0.670

Tebu ini dianalisis pada umur 6 bulan dengan perlakuan pemberian pupuk ZA, nilai kandungan N total pada tebu ini berkisar 0.670 – 1.099% (Tabel 1). Nilai ini tergolong lebih rendah, dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, Miza (2009). Kandungan N pada klon-klon tebu transgenik pada umur 6 bulan pada lahan I (25% P) berkisar 0.735 – 1.050% dimana nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan lahan 2 (50% P) yang kandungan N-nya berkisar 0.945 – 1.610% (Lampiran 7). Menurut pendapat Dwisejoputro (1980), terdapat pengaruh timbal balik antara ketersediaan P dengan serapan N, dimana jika fosfat yang tersedia di tanah tidak cukup banyak, maka serapan N akan berkurang. Lebih rendahnya kandungan N pada tebu transgenik ini bisa disebabkan karena pemberian pupuk ZA yang tidak disertai perlakuan pupuk P sebelum masa tanam. Kandungan N yang diserap oleh tanaman tergantung seberapa baik tanaman disuplai oleh hara yang lain (Mengel dan Kirkby, 1982). Selain itu juga tinggi rendahnya suatu kandungan serta komposisi hara dalam suatu tanaman


(32)

dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam tanaman itu sendiri seperti faktor genetik dan faktor lingkungan serta faktor pengelolaan seperti pemupukan dan pemberian amelioran (Leiwakabessy, 2004).

4.3. Kandungan Fosfor Tebu Transgenik IPB 1

Unsur P banyak terdapat dalam tanah, namun sebagian P tidak tersedia bagi tanaman. Hampir dari semua senyawa P yang dijumpai di alam memiliki kemampuan larut yang rendah, umumnya kurang dari 1 ppm. P larut yang ditambahkan ke dalam tanah sebagian akan terikat oleh liat, alumunium, besi, ataupun kalsium sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanah sangat baik (Soepardi, 1983).

Menurut Sundara (1998), pertumbuhan tebu secara normal sangat tergantung dengan ketersediaan P terlarut dalam bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam tanah. Kebutuhan hara P sering dikaitkan peranannya dengan fase kemasakan atau fase penimbunan karbohidrat (pertumbuhan generatif), namun secara fisiologi tanaman, peranan hara P menonjol pada transfer energi dari satu bagian sel dan jaringan tanaman yang terjadi sepanjang fase pertumbuhan, dengan kata lain hara P sangat dibutuhkan sejak fase inisiasi perkecambahan sampai fase kemasakan. Hanya saja pada saat tumbuh inisiasi tunas dari matanya, kebutuhan hara P disuplai dari asal bibit. Sedangkan setelah periode tersebut sepenuhnya kebutuhan P tergantung dari ketersediaan hara dalam tanah (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).

Manfaat dari adanya penyisipan gen fitase diharapkan agar bentuk P organik yang berada di dalam tanah maupun di dalam jaringan tanaman bisa berubah menjadi P tersedia bagi tanaman. Namun tidak semua P yang diserap digunakan dalam proses metabolismenya. Sebagian P akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) di dalam jaringan tanaman yang menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju perubahan P tersedia menjadi fitat baik di tanah atau di jaringan tanaman juga berlangsung tinggi, yang menjadi tidak tersedia ketika umur tanaman bertambah.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat 2 klon tebu transgenik yang memiliki nilai kandungan P diatas isogenik PS 851, yaitu klon


(33)

20

IPB 1-12 dan IPB 1-4. Hasil analisis kandungan P pada tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Kandungan P tebu transgenik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Menurut Miza (2009), kandungan P tebu transgenik IPB 1 umur 6 bulan pada lahan I (25% P) berkisar 85 – 631 ppm dan lahan II (50% P) kandungan P berkisar 93 – 636 ppm (Lampiran 8). Sedangkan kandungan P tebu transgenik pada penelitian ini berkisar 7.81 – 28.83 ppm (Tabel 2). Rendahnya kandungan P baik pada tebu transgenik maupun isogenik pada penelitian ini, diduga karena tidak adanya perlakuan pupuk P sebelum masa tanam, sehingga tumbuhan tidak mempunyai asupan P yang cukup untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Menurut Sudiatso (1982) pemupukan P pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tebu.


(34)

Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Tebu Transgenik PS IPB 1

Klon P (ppm)

12 28.829 4 22.947 Isogenik 22.754 3 21.115 7 19.958 59 19.862 2 19.476 62 17.644 13 17.548 46 17.548 71 16.391 17 15.427 21 15.427 56 15.041 52 14.559 36 13.016 5 12.727 53 12.534 55 12.534 1 11.859 34 11.859 51 11.859 6 10.124 40 7.810

Nilai tebu isogenik pada penelitian ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan transgeniknya. Menurut Nurhasanah (2007) adanya klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P lebih rendah atau lebih tinggi dari isogeniknya, dikarenakan pada kemampuan masing-masing tanaman dalam menyerap P.

4.4. Kandungan Klorofil Tebu Transgenik IPB 1

Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Klorofil merupakan suatu pigmen yang penting yang terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk proses fotosintesis.

Penyisipan gen fitase ke dalam klon tebu, diharapkan dapat meningkatkan kandungan klorofil yang dimiliki oleh masing-masing klon tebu transgenik, karena tanaman yang mempunyai kandungan klorofil yang tinggi akan


(35)

22

berpengaruh baik terhadap proses fotosintesis dan metabolisme tanaman. Ekspresi fitase di tanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi gula (Susiyanti et al., 2006).

Klorofil terbagi atas 2 macam, yaitu klorofil a dan klorofil b. Data hasil analisis kandungan klorofil a dan b klon tebu transgenik PS IPB 1 dan isogeniknya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kandungan Klorofil a dan b Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Setelah dilakukan analisis kandungan klorofil a pada tebu transgenik, terdapat 10 klon tebu yang kandungan klorofil a-nya lebih tinggi dari isogenik PS 851, sedangkan 13 klon lainnya kandungan klorofilnya dibawah isogenik PS 851. Untuk klorofil b, hampir keseluruhan tebu transgenik mengandung klorofil b lebih tinggi dibanding isogenik PS 851, kecuali 1 klon tebu transgenik yang kandungan klorofil b-nya masih berada di bawah isogenik PS 851. Berdasarkan nilai rata-rata dari keselurahan tebu transgenik, nilai rata-rata kandungan klorofil a lebih rendah dari isogenik PS 851 sedangkan nilai kandungan klorofil b jauh lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851.


(36)

Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Klorofil a dan b serta Total Klorofil Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Nilai Klorofil Tebu Transgenik (µg/ml)

Klon Nilai Total Klorofil Klorofil a Klorofil b

IPB 1 – 1 6.903 16.447 23.350

IPB 1 – 2 7.882 11.632 19.514

IPB 1 – 3 5.854 13.887 19.741

IPB 1 – 4 4.242 22.127 26.370

IPB 1 – 5 10.435 22.241 32.676

IPB 1 – 6 9.199 18.044 27.243

IPB 1 – 7 13.372 17.741 31.113

IPB 1 – 12 5.916 17.695 23.611

IPB 1 – 17 6.460 19.292 25.752

IPB 1 – 21 7.749 10.507 18.256

IPB 1 – 34 4.786 18.887 23.673

IPB 1 – 36 8.522 9.627 18.148

IPB 1 – 37 7.313 19.610 26.923

IPB 1 – 40 3.471 28.862 32.333

IPB 1 – 46 4.687 17.880 22.567

IPB 1 – 51 5.553 21.739 27.293

IPB 1 – 52 6.216 16.354 22.569

IPB 1 – 53 5.462 13.494 18.956

IPB 1 – 55 2.091 19.184 21.275

IPB 1 – 56 9.504 11.839 21.343

IPB 1 – 59 6.813 12.496 19.309

IPB 1 – 62 5.500 12.569 18.069

IPB 1 – 71 5.947 18.040 23.987

Kontrol PS 851 6.805 10.489 17.293

Rata-rata 23.655

Secara keseluruhan nilai total dari kandungan klorofil dari hasil analisis yang telah dilakukan lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851. Nilai rata-rata kandungan total klorofil tebu transgenik pada penelitian sebelumnya yang berumur 6 bulan berkisar antara 1.326 – 1.583 ȝg/ml dengan pemupukan 25% P – 50% P (Lestari, 2009), kandungan total klorofil tersebut tergolong rendah dibandingkan dengan klon tebu ini yang mempunyai nilai rata-rata kandungan total klorofil 23.655 ȝg/ml. Total kandungan klorofil ini adalah hasil penjumlahan dari klorofil a dan klorofil b (Tabel 3).

Dalam pembentukan klorofil, nitrogen mempunyai peran. Menurut Lingga (1986), peran nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau, yang berguna bagi proses


(37)

24

fotosintesis. Total klorofil pada daun tebu transgenik ini tinggi, namun nilai kandungan N-nya cukup rendah. Hal ini diduga karena unsur N telah digunakan dalam masa pertumbuhan vegetatif, terutama untuk fase pertunasan dan pemanjangan batang. Hara N berperan dalam pembelahan sel, sehingga mendukung pertunasan secara horizontal (terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal (pemanjangan batang). Unsur N banyak diserap pada umur 3 sampai 4 bulan (Sudiatso, 1982).

Hampir semua klon tebu transgenik memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan isogeniknya yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya rumpun. Hal ini berkolerasi dengan tingginya kandungan total klorofil. Semakin tinggi kandungan klorofil suatu tanaman, maka semakin baik fotosintesis dan metabolisme tanaman tersebut.

4.5. Seleksi Klon Tebu Transgenik IPB 1 Berdasarkan Keragaan

Tahap awal penyeleksian klon tebu transgenik ini dilakukan dengan menggunakan metode skoring sebaran frekuensi data pada kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Kriteria tersebut mencakup faktor-faktor yang bersangkutan dengan keragaan tebu, diantaranya diameter batang, tinggi batang, jumlah ruas batang, panjang daun, lebar daun. Lampiran 9 menyajikan hasil rekapitulasi data keragaan yang diberikan perlakuan pemupukan ZA.

Hasil analisis keragaan setelah dilakukan skoring, hampir secara keseluruhan klon tebu transgenik memiliki keragaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Miza, 2009) yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya rumpun tebu. Kandungan hara N dan P tebu transgenik IPB 1 pada penelitian ini memiliki kandungan yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan P sudah terjadi, karena tidak adanya pemberian perlakuan pupuk P pada lahan.

Data menunjukkan bahwa separuh klon dari tebu transgenik memiliki kandungan N yang lebih rendah dibandingkan dengan isogeniknya dan 21 klon tebu transgenik memiliki kandungan P yang juga lebih rendah dibandingkan


(38)

dengan isogeniknya. Rendahnya kandungan hara N dan P pada tebu transgenik IPB 1 mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tebu isogenik (Lampiran 10). Hal ini membuktikan adanya efektifitas fitase pada tebu transgenik dan adanya efisiensi P dan N. Hal ini diduga gen fitase pada tebu transgenik menjadi efektif pada keadaan tanah yang memiliki kandungan P yang rendah. Sesuai dengan pendapat Susiyanti et al., (2007) menyatakan bahwa aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P dalam tanaman yang kurang, sehingga tanaman mengaktifkan enzim fitase untuk melepas P yang terikat dalam jaringan. Kadar hara yang rendah berdampak pada biomasa yang tinggi karena adanya pengenceran unsur hara sehingga terjadi efisiensi penyerapan hara yang tinggi oleh suatu tanaman, sebagaimana yang disebutkan oleh Apoen (1975) bahwa keragaan yang lebih tinggi akan berbanding lurus dengan biomasa yang tinggi.

Berdasarkan pemilihan dari hasil seleksi yang telah dilakukan terhadap kriteria keragaan tebu transgenik, secara keseluruhan skor total tebu transgenik diatas batas skor total isogenik PS 851. Hanya ada 1 klon tebu transgenik yang skornya di bawah skor total isogenik PS 851, dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil seleksi keragaan tebu transgenik yang menggunakan metode skoring sebaran frekuensi data yang telah dilakukan, secara keseluruhan terdapat 5 klon terbaik dari keseluruhan klon tebu transgenik yang ditanam yaitu klon IPB 1-40, klon IPB 1-55, klon IPB 1-51, klon IPB 1-46 dan klon IPB 1-17.


(39)

26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua klon tebu transgenik memiliki kandungan hara N dan P lebih tinggi dari isogeniknya. Setengah dari klon tebu transgenik memiliki kandungan N di atas isogenik, dan hanya terdapat 2 klon tebu transgenik yang memiliki kandungan klon di atas isogenik. Kandungan klorofil tebu transgenik IPB 1 nilai total keseluruhan kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan kandungan isogenik PS 851.

Kandungan hara yang lebih rendah terutama P tidak berbanding lurus dengan keragaannya. Berdasarkan keragaan secara keseluruhan hanya terdapat 1 klon tebu transgenik yang nilainya di bawah isogenik. Klon tebu transgenik terbaik berdasarkan skoring tertinggi berturut-turut adalah Klon IPB 1-40, Klon IPB 1-55, Klon IPB 1-51, Klon IPB 1-46 dan Klon IPB 1-17.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan analisis terhadap unsur hara N dan P serta kandungan klorofil yang terdapat pada jaringan daun tebu transgenik IPB 1 serta kaitannya dengan fungsi dari gen fitase yang telah disisipkan pada tebu transgenik IPB 1.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Apoen, SD. 1975. Peranan Jumlah Batang dan Tinggi Tanaman terhadap Hasil Panen pada Budidaya Tebu. Pertemuan Teknis Tengah Tahunaan II. BP3G. Pasuruan.

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Gramedia. Jakarta.

Fauconnier, R. 1993. Sugarcane. The Macmilian Press LTD. London and Basing stoke.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.

Indranada, HK. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT Bina Aksara. Jakarta.

Kusmita, L dan L Limantara. 2009. Pengarauh Asam Kuat dan Asam Lemah terhadap Agregasi dan Feofitinisasi Klorofil a dan b. Indo. J. Chem., Vol 9 No. 1, hal: 70-76

Leiwakabessy, FM. 2004. Kesuburan Tanah (Diktat Kuliah). Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Leiwakabessy, FM dan A Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan (Diktat Kuliah). Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Lestari, P. 2009. Analisis Kandungan Klorofil dan Laju Fotosintesis Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Lingga, P. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mengel, K and EA Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Switzerland: Intenational Potash Institut.

Miza. 2009. Analisis Kandungan N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurhasanah, A. 2007. Penyisipan Gen Fitase pada Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas PS 851 dan PA 198 dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rosadi, HY, ER Nurzal, M Zubair, Priyambodo, P Efendi, L Walujati, D Vidyatmoko. 2004. Manajemen Industri Gula Nasional. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi BPPT.

Sanchez, P. 1976. Properties and Management of Soil in the Tropic. New York: John Willey an Sons Inc.


(41)

28

Santosa, DA. 2004. Konstruksi Tebu Transgenik Budidaya Hasil Tinggi dan Efisien Dalam Memanfaatan Hara P Melalui Transfer Gen Fitase Asal Bakteri. Laporan I 2004. Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID). IPB.

Santosa, DA, K Murtilaksono, A Purwito dan Susiyanti. 2009. Uji Keragaan Tebu Transgenik Fitase PS IPB1 MT 2008/2009. Laporan Tahap I 2009. Departemen Inlmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB PTPN XI. Bogor.

Santosa, DA. 2010. Laporan Akhir Tebu Transgenik IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase untuk Menghemat Pemakaian Pupuk P. Laporan Akhir dana DIKTI 2010.

Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim. 2005. Standar Karakteristik Pertumbuhan Tebu. Jawa Timur.

Schuylenborg, J Van dan Saryadi. 1958. Pemupukan Pada Tanaman Tebu. Teknik Pertanian VII (10) : 477-394

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian. Bogor.

Sudiatso, S. 1982. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sudradjat, H. 2010. Model Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan Berbasis Produksi Bersih dan Partisipasi Masyarakat. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sundara, B. 1998. Sugarcane Cultivation. First Edition. Vikas Publishing House Pvt Ltd. New Delhi.

Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Susiyanti, RH Zul, AN Nurhasanah, GA Wattimena, M Surahman, A Purwito, S Anwar, dan DA Santosa. 2006. Transformasi Beberapa Klon Tebu Melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 dengan Plasmid PBINI-ECS dan PMA yang Membawa Gen Fitase. Di Dalam: Sujiprihatini S, Sudarsono, Sobir, A Purwito, Yudiwanti, D Wirnas (Penyunting). Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agustus 2006. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 213-217

Susiyanti. 2008. Penyisipan Gen Fitase dan Genome Beberapa Kultivar Tebu, Regenerasi, Ekspresi dan Aklimatisasi. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(42)

Sutardjo, RME. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.`

Sutoro, Y, Soelaeman dan Iskandar. 1998. Budidaya Tanaman Jagung. Dalam : Subandi, Syam, Widjono (eds), Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Tisdale, SL, LN Werner, PB James. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York: Macmillan Publishing Company.

Widowati, S, D Belanger, AN Cambouris, N Tremblay, MC Nolin, and A Claessens. 2008. Relationship between phosphorus and nitrogen concentrations in spring wheat. Agron J. 100:80-86.

Wintermans JGFM and AD Mots. 1965. Spectrophotometric Characteristics of Chlorophylls a and b and Their Pheophytins in Ethanol. Biochim Biophys. Acta. 109: 448-453.

Zul, RH. 2006. Regenarasi dan Transformasi Tebu (Saccharum officinarum L.) Kultivar PA 183 dan CB 6979 dengan Gen Fitase melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.


(43)

30

LAMPIRAN


(44)

IPB1 - 3 IPB1 - 2

IPB1 - 1

IPB1 - 4 IPB1 - 5 IPB1 - 6

IPB1 - 7 IPB1 - 12 IPB1 - 17

Lampiran 1. Gambar Klon Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

IPB1 - 34 PS 851


(45)

32

IPB1 - 36 IPB1 - 37

IPB1 - 46

Lampiran 1. (Lanjutan)

IPB1 - 40

IPB1 - 51 IPB1 - 52

IPB1 - 53 IPB1 - 55 IPB1 - 56

IPB1 - 71


(46)

Lampiran 2. Mekanisme Pemupukan Tebu Transgenik IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7 Lumajang, Jawa Timur (PG Djatiroto 2009/2010)

Perlakuan yang diberikan:

Perawatan, pemupukan, penyiangan, pemberian air, pembumbunan, rewos, klentek.

- Mekanisme Pemupukan:

• Penanaman dilakukan pada bulan Oktober 2009

• Pemupukan I, pada saat tanam dosis ZA 2,5 Kui/Ha + Herbisida (tidak ada penyiangan)

• Pemupukan II, pada saat tanaman umur 1,5 bulan dosis ZA 2,5 Kui/Ha + Bumbun I

• 3 bulan kemudian Bumbun II • Tebang bulan Mei


(47)

34

Lampiran 3. Denah Tanaman Tebu Transgenik Kebun Gedung Mas V.7 TG 2009/2010 Pabrik Gula Djatiroto Lumajang, Jawa Timur

Latering 1 Latering 2 Latering 3 Latering 4

BL IPB1 – 18 IPB1 – 19 IPB1 – 36

BL IPB1 – 17 IPB1 – 20 IPB1 – 37

BL IPB1 – 14 PS 851 IPB1 – 40

BL IPB1 – 13 IPB1 – 21 IPB1 – 46

BL IPB1 – 12 IPB1 – 22 IPB1 – 51

POJ IPB1 – 11 IPB1 – 23 IPB1 – 52

POJ IPB1 – 10 IPB1 – 24 IPB1 – 53

BL IPB1 – 8 IPB1 – 25 IPB1 – 55

POJ IPB1 – 7 IPB1 – 27 IPB1 – 56

IPB1 – 1 IPB1 – 6 IPB1 – 29 IPB1 – 62

IPB1 – 2 IPB1 – 5 IPB1 – 31 IPB1 – 71

IPB1 – 3 IPB1 – 4 IPB1 – 34 IPB1 – 59

UTARA

Ket: BL, POJ = Varietas tebu lain


(48)

Lampiran 4. Metode Analisis Kandungan Klorofil

Analisis kandungan klorofil berdasarkan metode Wintermans dan De Mots (1965):

1. Timbang 0.1 g sampel daun tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851, cuci dengan air mengalir, kemudian keringkan dengan kertas pengering (tissue). Potong daun menjadi kecil-kecil untuk memudahkan dalam penumbukan.

2. Tambahkan 0.5 ml asam borat (H3BO3) 10mM dingin pada daun. Kemudian tumbuk atau dihancurkan samapi halus dengan mortar dan pastle yang telah didingankan sebelumnya. Pengerjaan sebaiknya dilakukan diatas es.

3. Hasil tumbukan (ekstrak) dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse polyethylene (cryotube) ukuran 1.5 ml.

4. Sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.

Pengukuran Klorofil

a. Ambil 40 ȝl ekstrak klorofil dari cryotube, kemudian masukan ke dalam cryotube yang baru. Tambahkan etanol hingga volumenya mencvapai 1500 ȝl. Digojog dengan alat vortex.

b. Ekstrak klorofil diinkubasi pada suhu 4˚C didalam ruang gelap selama 30 menit.

c. Sentrifigasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.

d. Pindahkan ekstrak klorofil hasil dari sentrifuse (supernatan) ke cuvette ukuran 5 ml.

e. Ukur absorban dengan Ȝ 649 nm dan Ȝ 665 nm. Etanol 96% digunakan sebagai pembanding (blangko).

Perhitungan:

1. Klorofil a = ( 13.7 x A665 ) – ( 5.76 x A649 ) = ȝg klorofil/ml 2. Klorofil b = ( 25.8 x A649 ) – ( 7.60 x A665 ) = ȝg klorofil/ml Total Klorofil = klorofil a + klorofil b


(49)

36

Lampiran 5. Skoring dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data

Untuk mendapatkan 5 klon tebu transgenik yang terbaik, dilakukan dengan cara mengelompokkan data-data yang ada dengan metode sebaran frekuensi data yang mempunyai kriteria tersendiri pada setiap kelasnya. Data-data yang digunakan dikelompokkan lalu diberikan skor sesuai dengan kelasnya. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi skor yang didapatkan. Skor ini berbeda untuk masing-masing kriteria, yaitu:

Tabel Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas

Kriteria Skor Untuk Masing-Masing Kelas

1 2 3 4 5 6 7 8

Diameter Batang 30 60 90 120 150 180 210 240

Tinggi Batang 30 60 90 120 150 180 210 240

Jumlah Batang 20 40 60 80 100 120 140 160

P Total 20 40 60 80 100 120 140 160

N Total 20 40 60 80 100 120 140 160

Jumlah Ruas 20 40 60 80 100 120 140 160

Panjang Daun 10 20 30 40 50 60 70 80

Lebar Daun 10 20 30 40 50 60 70 80

Untuk membuat sebaran frekeunsi data dan menentukan klon pilihan, terdapat beberapa langkah, yaitu:

1. Menentukan banyaknya selang kelas dari setiap kriteria Banyaknya selang kelas = 3.3 log (n) +1

2. Menentukan lebar selang kelas

Lebar selang kelas = (Xmax-Xmin) / banyaknya selang kelas 3. Masukkan data-data yang ada ke dalam masing-masing kelas 4. Berikan skor pada masing-masing data

5. Jumlahkan skor yang diperoleh untuk setiap klon, berdasarkan kriteria yang ada

6. Urutkan skor yang diperoleh masing-masing klon, untuk mendapatkan klon terbaik (skor semakin tinggi)


(50)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Untuk Seleksi Klon Tebu Transgenik PS-IPB 1 Berdasarkan Keragaan

Diameter Batang (cm) Tinggi Batang (cm) N total (%) P total (ppm)

2,14 – 2,30 149 – 160 0,67 – 0,73 7,81 – 11,3 2,31 – 2,47 161 – 172 0,74 – 0,80 11,31 – 14,8 2,48 – 2,63 173 – 184 0,81 – 0,87 14,81 – 18,3 2,64 – 2,80 185 – 196 0,88 – 0,94 18,31 – 21,8 2,81 – 2,96 197 – 208 0,95 – 1,01 21,81 – 25,3 2,97 – 3,15 209 – 221 1,02 – 1,10 25,31 – 28,8

Jumlah Ruas (satuan) Lebar Daun Atas (cm) Panjang Daun Atas (cm) Lebar Daun Bawah (cm)

8,00 – 8,82 3,8 – 3,9 142 – 149 3,5 – 3,7 8,83 – 9,65 4,0 – 4,1 150 – 157 3,8 – 4,0 9,66 – 10,48 4,2 – 4,3 158 – 165 4,1 – 4,3 10,49 – 11,31 4,4 – 4,5 166 – 173 4,4 – 4,6 11,32 – 12,14 4,6 – 4,7 174 – 181 4,7 – 4,9 12,15 – 13,00 4,8 – 5,0 182 - 190 5,0 – 5,2

Panjang Daun Bawah

(cm)

138 – 146 147 – 155 156 – 164 165 – 173 174 – 182 183 - 191


(51)

38

Lampiran 6. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik IPB 1

Lahan 1 Lahan 2

pH 6 6

C-org (%) 0.88 0.72

N (%) 0.09 0.07

P (ppm) 22.8 20.1

Ca (me/100g) 14.26 9.82

Mg (me/100g) 6.73 5.35

K (me/100g) 0.56 0.43

Na (me/100g) 0.42 0.36

KTK (me/100g) 23.9 21.96

KB (%) 91.93 72.68

Al (me/100g) Tr Tr

H (me/100g) 0.28 0.2


(52)

Lampiran 7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009)

Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P) 6 Bulan 6 Bulan

Klon N (%) Klon N (%)

7 1.050 71 1.610 34 1.050 53 1.470 12 1.015 12 1.400 46 0.945 55 1.330 53 0.945 46 1.295 71 0.945 36 1.260 5 0.910 52 1.260 55 0.910 56 1.225

1 0.875 59 1.225 3 0.875 5 1.190

Isogenik 0.875 1 1.115

2 0.840 3 1.120 36 0.805 7 1.120 52 0.805 34 1.120 56 0.805 2 1.085


(53)

40

Lampiran 8. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009)

Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P) 6 Bulan 6 Bulan

Klon P (ppm) Klon P (ppm)

46 631 55 636 52 453 36 547 12 449 53 530 71 445 52 359 7 254 59 326 55 203 41 315 36 191 46 302 56 186 34 292 53 182 3 284 Isogenik 153 Isogenik 278

5 148 1 258 3 136 71 242 59 123 56 225

1 119 12 203 2 110 2 191 34 85 7 93


(54)

Lampiran 9. Tabel Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 yang pada Umur 6 Bulan

Klon Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (cm) Ruas Batang Daun Atas (cm) Daun Bawah (cm)

Panjang Lebar Panjang Lebar

IPB 1 - 1 191 2.34 13 180 4 150 4

IPB 1 - 2 167 2.38 11 180 4 160 4

IPB 1 - 3 165 3.15 9 173 5 157 4

IPB 1 - 4 149 2.52 8 170 3.8 150 4

IPB 1 - 5 154 2.46 9 154 4 138 3.5

IPB 1 - 6 172 2.38 10 166 4.8 190 4.8

IPB 1 - 7 152 2.52 9 170 4.7 160 4.5

IPB 1 - 12 168 2.42 12 160 4.1 170 3.8

IPB 1 - 17 188 2.32 13 190 4 170 3.8

IPB 1 - 21 175 2.36 11 177 4 153 4

IPB 1 - 34 193 2.7 11 180 5 170 4.7

IPB 1 - 36 196 2.72 12 180 5 172 5.2

IPB 1 - 37 184 2.38 10 190 4.5 174 4.2

IPB 1 - 40 221 2.48 12 185 4 170 4.1

IPB 1 - 46 198 2.6 12 170 4.1 170 3.8

IPB 1 - 51 206 2.68 11 190 4.7 167 4.2

IPB 1 - 52 194 2.56 11 150 4.2 178 4.2

IPB 1 - 53 185 2.32 10 190 4.3 143 4

IPB 1 - 55 207 2.14 11 190 4.2 186 3.8

IPB 1 - 56 192 2.34 10 176 4 166 4.5

IPB 1 - 59 156 2.68 9 170 4 166 4.2

IPB 1 - 62 185 2.38 11 142 3.8 172 4.2

IPB 1 - 71 189 2.52 11 180 4.3 174 4.1

Isogenik

PS 851 155 2.58 10 164 4 150 4.1

X maks 221 3.15 13 190 5 190 5.2


(55)

42

Lampiran 10. Tabel Hasil Skoring Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Klon

Tinggi Batang

Diameter Batang

Ruas Batang Jumlah

Batang per Petak

(cm) (cm)

Daun Atas (cm) Daun Bawah (cm) Jumlah

Panjang Lebar Panjang Lebar

IPB 1 - 1 22920 140.4 1560 224 9000 80 3000 80 37004.4

IPB 1 - 2 10020 142.8 880 257 9000 80 4800 80 25259.8

IPB 1 - 3 9900 567 360 146 6920 300 4710 80 22983

IPB 1 - 4 4470 226.8 160 123 6800 38 3000 80 14897.8

IPB 1 - 5 4620 147.6 360 187 3080 80 1380 35 9889.6

IPB 1 - 6 10320 142.8 600 175 6640 288 11400 240 29805.8

IPB 1 - 7 4560 226.8 360 131 6800 235 4800 180 17292.8

IPB 1 - 12 10080 145.2 1200 133 4800 82 6800 76 23316.2

IPB 1 - 17 22560 139.2 1560 148 11400 80 6800 76 42763.2

IPB 1 - 21 15750 141.6 880 185 8850 80 3060 80 29026.6

IPB 1 - 34 23160 324 880 293 9000 300 6800 235 40992

IPB 1 - 36 23520 326.4 1200 135 9000 300 6880 312 41673.4

IPB 1 - 37 16560 142.8 600 125 11400 180 8700 126 37833.8

IPB 1 - 40 39780 223.2 1200 154 11100 80 6800 123 59460.2

IPB 1 - 46 29700 234 1200 182 6800 82 6800 76 45074

IPB 1 - 51 30900 321.6 880 162 11400 235 6680 126 50704.6

IPB 1 - 52 23280 230.4 880 175 3000 126 8900 126 36717.4

IPB 1 - 53 22200 139.2 600 164 11400 129 1430 80 36142.2

IPB 1 - 55 31050 64.2 880 218 11400 126 11160 76 54794.2

IPB 1 - 56 23040 140.2 600 197 8800 80 6640 180 39677.2

IPB 1 - 59 4680 321.6 360 128 6800 80 6640 126 19135.6

IPB 1 - 62 22200 142.8 880 193 1420 38 6880 126 31879.8

IPB 1 - 71 22680 226.8 880 193 9000 129 8700 123 41931.8

Isogenik PS 851 4650 232.2 600 115 4920 80 3000 123 13720.2


(56)

ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL

TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN

PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

VITTA PUSPITA MARLIANI A14062588

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(57)

   

RINGKASAN

VITTA PUSPITA MARLIANI. Analisis Kandungan Hara N dan P serta Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 yang Ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan SYAIFUL ANWAR.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan akan pangan termasuk gula terus mengalami peningkatan permintaan. Namun, seiring berjalannya waktu peranan produksi gula tidak beranjak meningkat bahkan cenderung menurun baik secara kualitas maupun kuantitas (Rosadi et al., 1996). Sebagai ilustrasi, pada tahun 2009 kebutuhan akan konsumsi gula nasional mencapai 4.85 juta ton, namun kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi sekitar setengahnya saja (55%) oleh industri gula nasional, sedangkan sisanya dipenuhi dengan mengimpor gula dari negara lain (Sudradjat, 2010). Peningkatkan produksi gula dan peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan perbaikan terhadap genetik tebu melalui rekayasa genetika dengan cara mengintroduksikan gen fitase yang diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman (Santosa, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur N dan P serta klorofil yang terkandung dalam daun 23 klon tebu transgenik IPB 1 (yang telah diintroduksi gen fitase) dan isogenik PS 851 (non-transgenik) serta menyeleksi beberapa klon terbaik tebu transgenik IPB 1. Pengambilan sampel dilakukan pada saat tebu berumur 6 bulan di Kebun Percobaan Djatiroto, Jawa Timur. Perlakuan yang diberikan pada lahan adalah dua kali pemupukan ZA sebanyak 2.5 kui/ha pada awal penanaman dan 45 hari setelah penanaman awal. Analisis jaringan untuk N dilakukan dengan metode Kjeldahl, analisis P dilakukan dengan P-Bray, analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Wintermans dan De Mots (1965). Pemilihan klon terbaik menggunakan sebaran frekuensi data dengan kriteria keragaan pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas per batang, panjang dan lebar daun atas dan panjang dan lebar daun bawah.

Hasil penelitian menunjukkan 12 klon tebu transgenik IPB 1 memiliki kandungan N dibawah isogenik PS 851. Berdasarkan analisis P, 21 klon tebu transgenik IPB 1 memiliki kandungan P di bawah isogenik PS 851. Seluruh klon tebu transgenik IPB 1 memiliki nilai total kandungan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851. Berdasarkan keragaan secara keseluruhan, total skor tebu transgenik di atas batas total skor isogenik. Terdapat 1 klon yang memiliki total skor dibawah isogenik. Lima klon tebu transgenik terbaik berdasarkan seleksi keragaan yaitu klon IPB 1-40, IPB 1-55, IPB 1-51, IPB 1-46, IPB 1-17. Hampir semua klon tebu transgenik IPB 1 memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan dengan isogenik PS 851 yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya jumlah rumpun. Hal ini berkolerasi dengan tingginya kandungan klorofil. Semakin tinggi kandungan klorofil suatu tanaman, maka semakin baik fotosintesis dan metabolisme tanaman tersebut.


(58)

SUMMARY

VITTA PUSPITA MARLIANI. Analysis of N, P and Chlorophyll Content of the Leaf of IPB 1 Transgenic Sugarcane IPB 1 at the PG Djatiroto Experimental Field, East Java. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and SYAIFUL ANWAR.

Increasing in Indonesian population also increasing the need for food, including sugar. On the contrary, production of sugar, both in quality and quantity tend to decrease (Rosadi et al., 1996). For illustration, in 2009 national consumption of sugar as high as 4.85 million tons, only about 55% was fulfilled by national sugar production and the rest from import (Sudradjat, 2010). In order to improve its productivity, genetic modification of sugarcane by phytase gene introduction to the plant have been produced by Santosa (2004). This genetic modified sugarcane is expected to have higher productivity and increase in fertilizer efficiency.

The objectives of this study were to measure the content of N, P and chlorophyll in the leaf of 23 clones of transgenic sugarcane IPB 1 and to select the best clones. Leaves were sampled at the PG Djatiroto experimental field from plants 6 months after planting. The sugarcane plantation were fertilized twice, each 250 kg/ha of ZA fertilizer at planting time and after 45 days of planting. N analysis conducted by using Kjeldahl method, P analysis conducted by using P-Bray, while chlorophyll content analysis used Wintermans and De Mots method (1965). Selection for the best clones used the frequency distribution of data with criterias (stem high, stem diameter, number of segments per stem, length and width of the upper and lower leaf).

The result showed that 12 clones of transgenic sugarcane IPB 1 had lower N content than isogenik PS 851. In other result, P content of 21 clones of transgenic sugarcane IPB 1 were lower than isogenik PS 851. All the transgenic sugarcane IPB 1 clones had higher total chlorophyll than isogenik PS 851. Based on the whole performance, total scores of transgenic sugarcane above the limit of isogenik total score. There was one clone which has a lower total score than isogenik. The best five clones of transgenic sugarcane based on performance are IPB 1-40, 1-55 IPB, IPB 1-51, 1-46 IPB, IPB 1-17. Almost all of the IPB 1 transgenic sugarcane clones had the better performance than the isogenik PS 851, which reflected by the stem diameter, height stem growth, number of stem segments and the number of clumps. This was correlated with the high content of chlorophyll.


(1)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Untuk Seleksi Klon

Tebu Transgenik PS-IPB 1 Berdasarkan Keragaan

Diameter Batang

(cm)

Tinggi Batang

(cm)

N total

(%)

P total

(ppm)

2,14 – 2,30

149 – 160

0,67 – 0,73

7,81 – 11,3

2,31 – 2,47

161 – 172

0,74 – 0,80

11,31 – 14,8

2,48 – 2,63

173 – 184

0,81 – 0,87

14,81 – 18,3

2,64 – 2,80

185 – 196

0,88 – 0,94

18,31 – 21,8

2,81 – 2,96

197 – 208

0,95 – 1,01

21,81 – 25,3

2,97 – 3,15

209 – 221

1,02 – 1,10

25,31 – 28,8

Jumlah Ruas

(satuan)

Lebar Daun

Atas

(cm)

Panjang Daun

Atas

(cm)

Lebar Daun

Bawah

(cm)

8,00 – 8,82

3,8 – 3,9

142 – 149

3,5 – 3,7

8,83 – 9,65

4,0 – 4,1

150 – 157

3,8 – 4,0

9,66 – 10,48

4,2 – 4,3

158 – 165

4,1 – 4,3

10,49 – 11,31

4,4 – 4,5

166 – 173

4,4 – 4,6

11,32 – 12,14

4,6 – 4,7

174 – 181

4,7 – 4,9

12,15 – 13,00

4,8 – 5,0

182 - 190

5,0 – 5,2

Panjang Daun

Bawah

(cm)

138 – 146

147 – 155

156 – 164

165 – 173

174 – 182

183 - 191


(2)

Lampiran 6. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik IPB 1

Lahan 1

Lahan 2

pH 6

6

C-org (%)

0.88

0.72

N (%)

0.09

0.07

P (ppm)

22.8

20.1

Ca (me/100g)

14.26

9.82

Mg (me/100g)

6.73

5.35

K (me/100g)

0.56

0.43

Na (me/100g)

0.42

0.36

KTK (me/100g)

23.9

21.96

KB (%)

91.93

72.68

Al (me/100g)

Tr

Tr

H (me/100g)

0.28

0.2


(3)

Lampiran 7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik

IPB 1 dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009)

Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P)

6 Bulan 6 Bulan

Klon N (%) Klon N (%)

7 1.050 71 1.610 34 1.050 53 1.470 12 1.015 12 1.400 46 0.945 55 1.330 53 0.945 46 1.295 71 0.945 36 1.260 5 0.910 52 1.260 55 0.910 56 1.225

1 0.875 59 1.225 3 0.875 5 1.190

Isogenik 0.875 1 1.115

2 0.840 3 1.120 36 0.805 7 1.120 52 0.805 34 1.120 56 0.805 2 1.085


(4)

Lampiran 8. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1

dan Isogenik PS 851 (Miza, 2009)

Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P)

6 Bulan 6 Bulan

Klon P (ppm) Klon P (ppm)

46 631 55 636 52 453 36 547 12 449 53 530 71 445 52 359 7 254 59 326 55 203 41 315 36 191 46 302 56 186 34 292 53 182 3 284 Isogenik 153 Isogenik 278

5 148 1 258 3 136 71 242 59 123 56 225

1 119 12 203 2 110 2 191 34 85 7 93


(5)

Lampiran 9. Tabel Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 yang

pada Umur 6 Bulan

Klon

Tinggi Batang (cm)

Diameter Batang

(cm)

Ruas Batang

Daun Atas (cm)

Daun Bawah (cm)

Panjang Lebar Panjang Lebar

IPB 1 - 1 191 2.34 13 180 4 150 4

IPB 1 - 2 167 2.38 11 180 4 160 4

IPB 1 - 3 165 3.15 9 173 5 157 4

IPB 1 - 4 149 2.52 8 170 3.8 150 4

IPB 1 - 5 154 2.46 9 154 4 138 3.5

IPB 1 - 6 172 2.38 10 166 4.8 190 4.8

IPB 1 - 7 152 2.52 9 170 4.7 160 4.5

IPB 1 - 12 168 2.42 12 160 4.1 170 3.8

IPB 1 - 17 188 2.32 13 190 4 170 3.8

IPB 1 - 21 175 2.36 11 177 4 153 4

IPB 1 - 34 193 2.7 11 180 5 170 4.7

IPB 1 - 36 196 2.72 12 180 5 172 5.2

IPB 1 - 37 184 2.38 10 190 4.5 174 4.2

IPB 1 - 40 221 2.48 12 185 4 170 4.1

IPB 1 - 46 198 2.6 12 170 4.1 170 3.8

IPB 1 - 51 206 2.68 11 190 4.7 167 4.2

IPB 1 - 52 194 2.56 11 150 4.2 178 4.2

IPB 1 - 53 185 2.32 10 190 4.3 143 4

IPB 1 - 55 207 2.14 11 190 4.2 186 3.8

IPB 1 - 56 192 2.34 10 176 4 166 4.5

IPB 1 - 59 156 2.68 9 170 4 166 4.2

IPB 1 - 62 185 2.38 11 142 3.8 172 4.2

IPB 1 - 71 189 2.52 11 180 4.3 174 4.1

Isogenik

PS 851 155 2.58 10 164 4 150 4.1

X maks 221 3.15 13 190 5 190 5.2


(6)

Lampiran 10. Tabel Hasil Skoring Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Klon

Tinggi Batang

Diameter Batang

Ruas Batang Jumlah Batang per Petak (cm) (cm)

Daun Atas (cm) Daun Bawah (cm) Jumlah

Panjang Lebar Panjang Lebar

IPB 1 - 1 22920 140.4 1560 224 9000 80 3000 80 37004.4

IPB 1 - 2 10020 142.8 880 257 9000 80 4800 80 25259.8

IPB 1 - 3 9900 567 360 146 6920 300 4710 80 22983

IPB 1 - 4 4470 226.8 160 123 6800 38 3000 80 14897.8

IPB 1 - 5 4620 147.6 360 187 3080 80 1380 35 9889.6

IPB 1 - 6 10320 142.8 600 175 6640 288 11400 240 29805.8

IPB 1 - 7 4560 226.8 360 131 6800 235 4800 180 17292.8

IPB 1 - 12 10080 145.2 1200 133 4800 82 6800 76 23316.2

IPB 1 - 17 22560 139.2 1560 148 11400 80 6800 76 42763.2

IPB 1 - 21 15750 141.6 880 185 8850 80 3060 80 29026.6

IPB 1 - 34 23160 324 880 293 9000 300 6800 235 40992

IPB 1 - 36 23520 326.4 1200 135 9000 300 6880 312 41673.4

IPB 1 - 37 16560 142.8 600 125 11400 180 8700 126 37833.8

IPB 1 - 40 39780 223.2 1200 154 11100 80 6800 123 59460.2

IPB 1 - 46 29700 234 1200 182 6800 82 6800 76 45074

IPB 1 - 51 30900 321.6 880 162 11400 235 6680 126 50704.6

IPB 1 - 52 23280 230.4 880 175 3000 126 8900 126 36717.4

IPB 1 - 53 22200 139.2 600 164 11400 129 1430 80 36142.2

IPB 1 - 55 31050 64.2 880 218 11400 126 11160 76 54794.2

IPB 1 - 56 23040 140.2 600 197 8800 80 6640 180 39677.2

IPB 1 - 59 4680 321.6 360 128 6800 80 6640 126 19135.6

IPB 1 - 62 22200 142.8 880 193 1420 38 6880 126 31879.8

IPB 1 - 71 22680 226.8 880 193 9000 129 8700 123 41931.8

Isogenik PS 851 4650 232.2 600 115 4920 80 3000 123 13720.2