Penggunaan Asam Laktat Sebagai Humektan Dalam Sediaan Hand Cream Tipe M/A

(1)

PENGGUNAAN ASAM LAKTAT SEBAGAI

HUMEKTAN DALAM SEDIAAN

HAND CREAM

TIPE M/A

SKRIPSI

OLEH:

ORIKA SORTA MELIYANTI MARPAUNG

NIM 091524077

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN ASAM LAKTAT SEBAGAI

HUMEKTAN DALAM SEDIAAN

HAND CREAM

TIPE M/A

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ORIKA SORTA MELIYANTI MARPAUNG

NIM 091524077

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN ASAM LAKTAT SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN HAND CREAM TIPE M/A

OLEH

ORIKA SORTA MELIYANTI MARPAUNG NIM 091524077

Dipertahankan di hadapan panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Februari 2012 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dra. Saodah, M.Sc., Apt.

NIP 195107031977102001 NIP 194901131976032001

Dra. Djendakita, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Pembimbing II, Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 NIP 195306251986012001

Medan, Februari 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Penggunaan Asam Laktat Sebagai Humektan Dalam Sediaan Hand Cream Tipe Emulsi M/A”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., yang membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis serta seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan dan juga staf tata usaha yang telah memberikan bantuan administrasinya. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (Ayahanda O. Marpaung dan Ibunda D. Silalahi)


(5)

serta kakak, abang dan adik-adik atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Februari 2012 Penulis


(6)

ABSTRAK

PENGGUNAAN ASAM LAKTAT SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN HAND CREAM TIPE M/A

Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-Hidroxy Acid (AHA). Asam laktat sangat direkomendasikan untuk kulit kering dengan tanda-tanda penuaan (salah satunya penurunan produksi kolagen). Asam laktat akan meregenerasi dan melembabkan kulit. Asam ini sangat mudah diserap dan tidak berbahaya bagi kulit. Berdasarkan fungsi dari asam laktat yang dapat melembabkan, dicoba untuk melakukan penelitian membuat sediaan hand cream

tipe m/a.

Dilakukan penelitian terhadap asam laktat dalam dasar krim m/a sebagai pelembab dengan konsentrasi asam laktat yang digunakan adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 3% kemudian sediaan yang mengandung gliserin 20% dan blanko.

Beberapa pengujian telah dilakukan terhadap sediaan antara lain: uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit, dan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan.

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogen dan stabil pada penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu pada temperatur kamar. Sediaan krim merupakan tipe m/a mempunyai pH 3,8-5,7, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan kulit gatal serta tidak menyebabkan kulit kasar. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan semakin tinggi konsentrasi asam laktat yang ditambahkan ke dalam sediaan krim maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.


(7)

ABSTRACT

THE USING OF LACTIC ACID AS HUMECTAN IN PREPARATION HAND CREAM TYPE O/W

Lactic acid is a fruit acid that is one of the Alpha Hidroxy Acid (AHA). Lactic acid is recommended for dry skin with the signs of aging (one of which decrease the production of collagen). Lactic acid will regenerate and moisturize the skin. This acid is very easily absorbed and not harmful to the skin. Based on the function of the lactic acid that can moisturize, try to do some research to make preparations hand cream type o/w.

A research has been of lactc acid in o/w cream base as natural moisturizer in cream preparations. The concentration of lactic acid used were 0.5%; 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%, and then preparation containing 20% glycerine and blank preparation.

Some test have been done to the preparation including: homogeneity test, stability examination, pH determination, type of emulsion determination, skin irritation test, and the ability of the preparation to inhibit water vaporization from skin using 12 volunteers.

The result of the homogeneity test shows that the moisturizing cream preparation was homogenous and stable on storage 1, 4, 8, and 12 weeks storage in room temperature. Preparations cream is a type o/w has a pH of 3.8 to 5.7, does not irritate and does not cause itchy skin and does not cause rough skin. The result of the water vaporization inhibition ability shows that the higher the concentration of lactic acid added to the cream preparation, the higher the ability of the cream to inhibit water vaporization from the skin.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Asam Laktat ... 5

2.2 Alpha Hidroxy Acid (AHA) ... 6

2.3 Kulit ... 7


(9)

2.3.2 Struktur kulit ... 9

2.3.3 Jenis kulit ... 11

2.3.4 Alasan kulit di lembabkan ... 11

2.4 Emulsi ... 13

2.4.1 Stabilitas emulsi ... 14

2.5 Krim ... 14

2.6 Kosmetik Untuk Kulit ... 16

2.6.1 Kosmetik pelembab ... 16

2.6.2 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit ... 18

2.6.3 Macam-macam kosmetik pelembab ... 18

2.7 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 19

2.8 Silika Gel ... 20

2.9 Butylated Hydroxy Toluene (BHT) ... 22

2.10 Uji Tempel ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat-alat yang Digunakan ... 25

3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ... 25

3.3 Sukarelawan ... 25

3.4 Prosedur Kerja ... 26

3.4.1 Pengambilan asam laktat ... 26

3.4.2 Formula dasar krim ... 26

3.4.3 Cara pembuatan krim ... 27

3.5 Pemeriksaan Terhadap Sediaan yang Dibuat ... 29


(10)

3.5.2 Penentuan stabilitas sediaan setelah selesai dibuat,

penyimpanan 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 29

3.5.3 Penentuan pH sediaan ... 29

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 30

3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 30

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 32

4.1.1 Homogenitas sediaan ... 32

4.1.2 Pengamatan stabilitas sediaan setelah selesai dibuat, Penyimpanan 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 32

4.1.3 pH sediaan ... 33

4.1.4 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 36

4.1.5 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 37

4.1.6 Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air Dari kulit ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Formula Sediaan Krim ... 28

2. Data Pengamatan Terhadap Kestabilan Sediaan Pada Saat Sediaan Selesai Dibuat, 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 32

3. Data Pengukuran pH Sediaan Pada Saat Selesai Dibuat ... 34

4. Data Pengukuran pH Sediaan Setelah Penyimpanan 12 Minggu ... 35

5. Data Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ... 36

6. Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 37

7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit ... 38


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Formula Sediaan Krim ... 45

2. Rangkaian Alat Pada Saat Pengujian ... 46

3. Rangkaian Alat yang Digunakan Untuk Pengujian ... 47


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar Sediaan Formula Krim Dari Asam Laktat ... 45

2. Gambar Rangkaian Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian Penguapan Air Dari Kulit ... 46

3. Gambar Rangkaian Tutup Pot Plastik ... 47

4. Gambar Alat pH Meter ... 48

5. Perhitungan ... 49

6. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan I ... 50

7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan II... 50

8. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan III ... 50

9. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan IV ... 51

10. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan V ... 51

11. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VI ... 51

12. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VII ... 52

13. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VIII... 52

14. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan IX ... 52

15. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan X ... 53


(14)

16. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan XI ... 53 17. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan


(15)

ABSTRAK

PENGGUNAAN ASAM LAKTAT SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN HAND CREAM TIPE M/A

Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-Hidroxy Acid (AHA). Asam laktat sangat direkomendasikan untuk kulit kering dengan tanda-tanda penuaan (salah satunya penurunan produksi kolagen). Asam laktat akan meregenerasi dan melembabkan kulit. Asam ini sangat mudah diserap dan tidak berbahaya bagi kulit. Berdasarkan fungsi dari asam laktat yang dapat melembabkan, dicoba untuk melakukan penelitian membuat sediaan hand cream

tipe m/a.

Dilakukan penelitian terhadap asam laktat dalam dasar krim m/a sebagai pelembab dengan konsentrasi asam laktat yang digunakan adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 3% kemudian sediaan yang mengandung gliserin 20% dan blanko.

Beberapa pengujian telah dilakukan terhadap sediaan antara lain: uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit, dan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan.

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogen dan stabil pada penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu pada temperatur kamar. Sediaan krim merupakan tipe m/a mempunyai pH 3,8-5,7, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan kulit gatal serta tidak menyebabkan kulit kasar. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan semakin tinggi konsentrasi asam laktat yang ditambahkan ke dalam sediaan krim maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.


(16)

ABSTRACT

THE USING OF LACTIC ACID AS HUMECTAN IN PREPARATION HAND CREAM TYPE O/W

Lactic acid is a fruit acid that is one of the Alpha Hidroxy Acid (AHA). Lactic acid is recommended for dry skin with the signs of aging (one of which decrease the production of collagen). Lactic acid will regenerate and moisturize the skin. This acid is very easily absorbed and not harmful to the skin. Based on the function of the lactic acid that can moisturize, try to do some research to make preparations hand cream type o/w.

A research has been of lactc acid in o/w cream base as natural moisturizer in cream preparations. The concentration of lactic acid used were 0.5%; 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%, and then preparation containing 20% glycerine and blank preparation.

Some test have been done to the preparation including: homogeneity test, stability examination, pH determination, type of emulsion determination, skin irritation test, and the ability of the preparation to inhibit water vaporization from skin using 12 volunteers.

The result of the homogeneity test shows that the moisturizing cream preparation was homogenous and stable on storage 1, 4, 8, and 12 weeks storage in room temperature. Preparations cream is a type o/w has a pH of 3.8 to 5.7, does not irritate and does not cause itchy skin and does not cause rough skin. The result of the water vaporization inhibition ability shows that the higher the concentration of lactic acid added to the cream preparation, the higher the ability of the cream to inhibit water vaporization from the skin.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta indrustrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik

(cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik pelembab yang mengandung gliserol akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum corneum kulit. Tetapi konsentrasi gliserol yang tinggi sedikit banyak dapat mengiritasi kulit. Sekarang konsentrasi gliserol yang lazim digunakan adalah 10-20 %. Sedangkan kosmetik yang ditambahkan campuran minyak seperti minyak tumbuhan lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus


(18)

sel-sel stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kulit merupakan organ pertama yang terkena pengaruh tidak menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya: udara kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).

Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG). Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air, menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan air dari kulit (Ditjen POM, 1985).


(19)

Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah krim pelembab. Krim pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985)

Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-Hidroxy Acid (AHA). Asam laktat sangat direkomendasikan untuk kulit kering dengan tanda – tanda penuaan (salah satunya penurunan produksi kolagen). Asam laktat akan meregenerasi dan melembabkan kulit. Asam ini sangat mudah diserap dan tidak berbahaya bagi kulit (Anonim b, 2006).

Dalam penelitian ini peneliti ingin membuat sediaan krim pelembab dari asam laktat (lactic acid) dengan dasar krim tipe emulsi m/a, dimana dasar krim ini diambil berdasarkan sifat dari zat aktifnya. Zat aktif yang bersifat asam sesuai dengan dasar krim yang mempunyai komposisi dengan kandungan basa kuat sehingga pH sediaan sesuai dengan pH kulit.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah asam laktat dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Apakah asam laktat mampu mengurangi penguapan air dari kulit tangan atau melembabkan kulit tangan dalam bentuk sediaan krim.


(20)

1.3. Hipotesa

1. Asam laktat dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Asam laktat mampu mengurangi penguapan air dari kulit tangan atau melembabkan kulit tangan dalam bentuk sediaan krim.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk membuat sediaan hand cream tipe m/a dengan asam laktat sebagai humektan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan asam laktat mengurangi penguapan air dari kulit tangan atau melembabkan kulit tangan dalam bentuk sediaan krim

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan asam laktat sebagai humektan dalam sediaan kosmetik krim pelembab kulit.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Asam Laktat

Rumus Bangun Asam Laktat Rumus Kimia C3H6O3 BM 90,08

Asam laktat terdiri dari campuran asam laktat dan hasil kondensasinya seperti laktoil asam laktat, yang jika diencerkan dengan air, perlahan – lahan menjadi asam laktat. Mengandung tidak kurang dari 87,5% C3H6O3 (Ditjen POM, 1979).

Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting di industri, terutama di industri makanan, mempunyai nama hidroksipropanoat (CH3-CHOH-COOH), dikenal juga sebagai asam susu adalah adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-hdroxy Acid (AHA) yaitu komponen yang mengandung rantai hidroksi di posisi alfa. Asam laktat sangat direkomendasikan untuk kulit kering dengan tanda-tanda penuaan (salah satunya penurunan produksi kolagen). Asam laktat akan meregenerasi dan melembabkan kulit. Asam ini sangat mudah diserap dan tidak berbahaya bagi kulit.


(22)

Asam laktat merupakan kelompok AHA yang sering terkandung pada produk pelembab. Asam laktat dihipotesa menjadi bagian dari pelembab natural kulit yang berperan pada hidrasi kulit. Pada suatu penelitian didapat juga dapat meningkatkan ketebalan dan kelembutan kulit, tekstur dan kelembaban. Efeknya hanya terbatas pada epidermis tidak sampai dermis (Anonim b, 2006).

2.2 Alpha Hidroxy Acid (AHA)

AHA umumnya terdapat pada bahan alami seperti buah-buahan, sari tebu, susu dan sebagainya yang mengandung asam. Sejauh ini dikenal lima jenis AHA, yaitu glycolic (asam glikolat), lactic (asam laktat), citric (asam sitrat), serta malic dan tartaric. AHA sering disebut sebagai zat anti penuaan dan mampu mengelupas kulit mati tanpa digosok, mengurangi keriput dan membuat kulit lebih segar. Zat ini juga melembabkan kulit dibawahnya dan merangsang terbentuknya sel-sel baru. AHA bekerja dengan cara meluruhkan (mengelupaskan) lapisan paling luar pada kulit yang terdiri dari tumpukan sel-sel kulit mati. Hal ini dikenal dengan istilah proses eksfoliasi. Efek dari proses ini adalah terlihat lebih segar dan kenyal. Selain itu, hilangnya tumpukan sel kulit mati ini mengakibatkan berkurangnya penyumbatan pada pori-pori kulit, sehingga memperkecil timbulnya jerawat serta memudahkan terserapnya bahan perawatan kulit lainnya. Manfaat lain adalah meningkatkan tampilan tekstur kulit sehingga kulit tampak lebih halus (yang disebabkan karena bahan AHA ini mempercepat terjadinya peluruhan sel kulit mati yang terjadi secara alami). Juga penggunaan produk AHA membuat kulit wajah tampak lebih cerah. (Anonim a, 2001).


(23)

2.3 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m² dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh. (Wasitaatmadja, 1997).

2.3.1 Fungsi kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya ultra violet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar.

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus.

Ganguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin


(24)

yang menyerap sebagian sinar tersebut. Dengan adanya lemak pada kulit dapat melindungi kulit dari bahan – bahan kimia.

Kulit sebagai organ tubuh yang paling penting mempunyai fungsi sebagai berikut (Wirakusumah, 1994):

− Kulit sebagai pelindung.

Kulit mempunyai kemampuan untuk memilih bahan-bahan yang penting bagi tubuh sehingga dapat mencegah bakteri dan zat kimia masuk ke dalam tubuh. Selain itu, kulit dapat melindungi tubuh terhadap benturan fisik, sinar matahari, panas dan dingin.

− Kulit menjaga kelembaban dengan mencegah keluarnya cairan dalam jaringan

tubuh. Lapisan kulit bersifat padat dan kencang terutama dari dalam tubuh.

− Kulit mengatur suhu tubuh.

Kulit membantu dan menjaga suhu tubuh agar tetap normal dengan cara melepaskan keringat ketika tubuh terasa panas. Keringat tersebut menguap sehingga tubuh terasa dingin. Demikian pula sebaliknya, bila seseorang merasa kedinginan, pembuluh darah dalam kulit akan menyempit sehingga tubuh akan tertahan.

− Kulit sebagai sistem syaraf yang sensitif

Kulit terdiri dari sistem syaraf yang peka terhadap ancaman dari luar, seperti dingin, panas, sentuhan, dan tekanan. Oleh karena itu, kulit segera memberikan reaksi setelah ada peringatan awal dari sistem syaraf tersebut.


(25)

Kulit terdiri dari tiga lapisan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda. Ketiga lapisan tersebut yaitu: lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan hipodermis (subkutan).

a. Lapisan Epidermis (kutikel)

Lapisan ini terletak paling atas, tahan akan air, tipis dan sebagian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan ini terdiri dari lima lapisan sel yaitu:

− Lapisan tanduk (stratum korneum)

Adalah lapisan yang paling luar dan terdiri dari beberapa sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

− Lapisan rintangan (stratum lusidum)

Terdapat di bawah lapisan tanduk, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak jelas di telapak tangan dan kaki.


(26)

− Lapisan butir (stratum granulosum)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

− Lapisan tajuk (stratum spinosum)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

− Lapisan tunas (stratum basale)

Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada pembatasan demo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan tuna juga termasuk sel-sel yang disebut melanocytes, yaitu sel-sel yang memproduksi pigmen melanin.

b. Lapisan Dermis

Merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian:

1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

2. Pars retikulare, yaitu bagian bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen elastis dan retikulin.

c. Lapisan Subkutan

Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak didalamnya. Fungsi dari lapisan hipodermis yaitu


(27)

membantu melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik dan mengatur panas tubuh. Jumlah lemak pada lapisan ini akan meningkat apabila makan berlebihan. Jika tubuh memerlukan energi ekstra maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Wirakusumah, 1994).

2.3.3 Jenis kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas tiga bagian: 1. Kulit Normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

2. Kulit Berminyak

Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak di permukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

3. Kulit Kering

Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihatnya kerutan (Wasitaatmadja, 1997).

2.3.4 Alasan kulit di lembabkan

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit.


(28)

Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%), sangat penting. Kelembutan dan elastisitas stratum korneum sepenuhnya tergantung pada air yang di kandungnya, dan bukan pada kandungan lemaknya.

Stratum korneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semen yang mirip lilin, yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri dari molekul-molekul rantai panjang yang di hubungkan satu sama lain dengan jembatan garam atau hidrogen. Semakin sedikit jumlah air di antara rantai-rantai, semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas jaringan keratin stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah, membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun, dan lain-lain akan masuk dan menumpuk dalam celah-celah itu, sehingga menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi.

Secara garis besar, retak-retak pada stratum korneum di bawah kondisi yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika celah-celah berbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak itu akan menimbulkan iritasi dan peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).


(29)

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain. Dispersi ini tidak stabil, butir- butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Emulsi dapat di stabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen atau terpisahnya cairan dispersi sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu emulsi tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase extern adalah minyak (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a), jika fase dispersi merupakan fase yang tidak campur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi sebaliknya maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m). Dalam sediaan emulsi kosmetika, biasanya fase air dan fase minyak bukan merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan mengandung beberapa macam komponen. Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air, karena mudah menyebar pada permukaan kulit. Dengan pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket (Ditjen POM, 1985). Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voight,1995 adalah:

1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit 2. Memberi efek dingin terhadap kulit


(30)

3. Tidak menyumbat pori-pori kulit 4. Bersifat lembut

5. Mudah dicuci dengan air sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit. 2.4.1 Stabilitas emulsi

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika:

a. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan.

b. Jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam. c. Jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan

membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam.

Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya. Untuk kebanyakan emulsi stabilitas baik pada 5°C dan 40°C selama 3 bulan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 1989).

2.5 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air,


(31)

yang dapat dicuci dengan air dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM, 1995).

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaiaan luar (Ditjen POM, 1979).

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi W/O b. Emulsi minyak dalam air atau emulsi O/W

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan dikenal dengan sebagai krim. Basis vanishing cream termasuk golongan ini (Lachman, dkk., 1994).

Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Vanishing cream mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Humektan (gliserin, propilenglikol, sorbitol) sering ditambahkan pada vanishing cream dan emulsi o/w untuk mengurangi peguapan air dari permukaan basis (Voigt, 1995).

Krim pelembut adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk maksud memperbaiki kulit rusak misalnya karena deterjen. Bahan yang biasa digunakan mencakup emolien, pengawet dan parfum (Ditjen POM, 1985).


(32)

Kosmetik menurut Peraturan Menteri kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Dalam definisi kosmetik di atas, yang dimaksudkan dengan “tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit” adalah sediaan tersebut seyogyanya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetik itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut.

Tujuan penggunaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup.

2.6.1 Kosmetika pelembab

Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).


(33)

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Umumnya, kulit sehat dilindungi dari kekeringan oleh bahan-bahan yang bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentosa, dan derivat asam fosfat, yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum corneum. Bahan-bahan yang larut dalam air tersebut dapat terangkat dari kulit oleh perspirasi atau pencucian. Jika bahan-bahan itu tidak dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang tidak larut air maka dapat menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetika pelembab bekerja dengan cara mempertahankan ikatan air di dalam kulit dan melindungi lipid atau lipoprotein yang terdapat dalam membran sel. Kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintesis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan kulit dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan minyak kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan dalam bentuk cairan minyak tertentu (moisturizing oil), atau campuran minyak dalam air (moisturizing cream) dan dapat ditambah atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja, 1997).


(34)

Dasar pelembaban kulit yang didapat adalah efek emolien, yaitu mencegah kekeringan dan kerusakan kulit akibat sinar matahari atau kulit menua, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar. Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan air yang berlebihan maka nilai kandungan air tersebut akan berkurang. Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah: 1. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif).

2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit. 3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang menyerap air.

4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh yang mengeringkan kulit. 2.6.2 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit

Normalnya, kulit sehat dilindungi dari kekeringan oleh bahan-bahan yang bisa menyerap air, asam amino, purin, pentose, choline dan derivirat asam fosfat, yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum korneum. Bahan-bahan yang larut dalam air tersebut dapat terangkat dari kulit oleh perspirasi atau pencucian jika bahan-bahan itu dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang tidak larut air. Jika lapisan lemak tipis itu diangkat, bahan-bahan yang dapat larut dalam air itu terbuka dan siraman air berikutnya akan mengangkat mereka, meninggalkan kulit yang sebagian atau sepenuhnya kehilangan karakter hidrofilik dan elastisitasnya, demikianlah penghilangan lapisan lemak kulit menyebabkan dehidrasi kulit. 2.6.3 Macam-macam kosmetik pelembab

Tipe kosmetik pelembab dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:


(35)

Kosmetik tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut.

Kosmetik pelembab berdasarkan lemak terbagi dalam berbagai bentuk, dari krim lemak anhydrous, krim emulsi W/O, emulsi ganda, krim O/W yang kaya lemak, sampai emulsi O/W cair yang mengandung air lebih dari 80%.

2. Kosmetik pelembab berdasarkan gliserol atau humektan sejenis.

Preparat jenis ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab

Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

a. Emolien

Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol.

b. Zat sawar

Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah paraffin wax, asam stearat.


(36)

Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban diantara produk dan udara, baik di dalam kulit maupun di luar kulit.Biasanya bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan menahan air agar tidak menguap (Balsam, 1972).

d. Zat pengemulsi

Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat, trietanolamin.

e. Pengawet

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil. Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat menangkal terjadinya oksidasi.

f. Parfum

Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang ditawarkan produsen (Lachman, dkk., 1994).

2.8 Silika Gel

Silika gel (SiO2) adalah terhidrat sebagian, amorf, terdapat dalam bentuk granul

seperti kaca dengan berbagai ukuran. Jika digunakan sebagai pengering, sering kali disalut dengan senyawa yang berubah warna jika kapasitas penyerapan air telah habis.


(37)

Bahan berwarna tersebut dapat dikembalikan (dapat menyerap air kembali) dengan

memanaskannya pada suhu 110oChingga gel berubah warna semula (Ditjen POM, 1995).

Silika gel adalah butiran seperti kaca dengan bentuk yang sangat berpori,

silika dibuat secara sintetis dari

yang dimurnikan dan diolah menjadi salah satu bentuk butiran atau manik-manik. Sebagai pengering, ia memiliki ukuran pori rata-rata 2,4 nanometer dan memiliki afinitas yang kuat untuk molekul air. Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar – agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penopang katalis.

Silika gel mencegah terbentuknya kelembapan yang berlebihan sebelum terjadi. Para pabrikan mengetahui hal ini, karena itu mereka selalu memakai silika gel dalam setiap pengiriman barang-barang mereka yang disimpan dalam kotak. Silika gel merupakan produk yang aman digunakan untuk menjaga kelembaban makanan, obat-obatan, bahan sensitif, elektronik dan film sekalipun.

Produk anti lembab ini menyerap lembab tanpa merubah kondisi zatnya. Walaupun dipegang, butiran-butiran silika gel ini tetap kering. Silika gel penyerap kandungan air bisa diaktifkan sesuai kebutuhan. Unit ini mempunyai indikator khusus yang akan berubah dari warna biru ke merah muda kalau produk mulai mengalami kejenuhan kelembaban. Setelah udara mengalami kejenuhan, dia dapat diaktifkan kembali lewat oven. Sejak Perang Dunia II, silika gel sudah menjadi pilihan yang terpercaya oleh pemerintah dan pelaku industri. Silika gel sering digunakan sebagai bahan penyerap dalam kotak paket dan pengiriman film,


(38)

kamera, teropong, alat-alat komputer, sepatu kulit, pakaian, makanan, obat-obatan, dan peralatan peralatan lainnya. Silika gel adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap kelembaban dan cairan partikel dari ruang yang berudara (Anonim c, 2012).

2.9 Butylated Hydroxy Toluene (BHT)

Butylated hydroxy Toluene digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan farmasi. Hal ini terutama digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan oksidatif lemak dan minyak dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut minyak.

Butylated hydroxytoluene juga digunakan pada 0,5-1,0% w/w konsentrasi di karet alam atau sintetis untuk meningkatkan warna stabilitas.

Titik didih 265oC, Kepadatan (massal) 0,48-0,60 g/cm3, kepadatan (benar) 1,031 g/cm3, titik nyala 127oC (terbuka cangkir), titik lebur 70oC, kadar air

40,05%, NIR spektrum. Koefisien partisi oktanol: air= 4,17-5,80, indeks bias n D75= 1.4859. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, soluble hidroksida alkali, asam mineral encer. Larut dalam aseton, etanol (95%), benzena, eter, metanol, toluen, minyak mineral. Lebih larut dari hydroxyanisole butylated dalam minyak makanan dan lemak (Rowe, dkk., 1983).


(39)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan uji itu dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan kulit atau tidak.

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan kulit. Jika toksikan diletakkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan, sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan allergen (Ditjen POM, 1985).

Umumnya, iritasi akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan atau penyentuhannya pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika reaksi itu timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder. Alergen biasanya adalah zat yang dapat menyebabkan kerusakan kulit setelah pelekatan kedua atau seterusnya pada kulit yang mengikuti pelekatan pertama pada kulit yang sama (Ditjen POM, 1985).

Tanda – tanda yang ditimbulkan kedua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yakni dalam keadaan tidak parah umumnya akan nampak sebagai hyperemia, eritema, edema atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal pada daerah kulit rusak saja. Tetapi jika keadaannya lebih parah, kemungkinan besar dapat menyebabkan efek toksik yang dapat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa penderitanya (Ditjen POM, 1985).


(40)

Pada dasarnya uji keamanan yang dilakukan pada kosmetika meliputi dua aspek, yakni, uji keamanan sebagai bahan dan uji keamanan untuk produk kosmetika sebelum diedarkan (Ditjen POM, 1985).


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat yang Digunakan

Neraca analitis (Boeco), pH meter (Hanna Instrumen), mikroskop listrik (Olympia), lumpang porselen, cawan penguap, gelas ukur, beaker gelas, stamfer, objek/dek gelas, kain kasa, tutup pot plastik, penangas air, batang pengaduk, spatel, sudip, pot plastik, selotip transparan, plester tensoplast, oven.

3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan

Asam stearat, setil akohol, asam laktat, gliserin, kalium hidroksida, air suling, nipagin, nipasol, BHT, silika gel, parfum minyak rosa, biru metil, larutan dapar pH asam (4,1), larutan dapar pH netral (7).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 12 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan


(42)

5. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit yang sedang diuji.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengambilan asam laktat

Asam laktat yang digunakan adalah asam laktat yang teknis. 3.4.2 Formula dasar krim

Master Formula Sediaan:

A. Formula dasar krim (Purushotham, dkk., 2010)

R/ Salicylic acid 6 g

Stearic acid 15 g

Pottasium hydroxide 0,50 g Sodium hydroxide 0,18 g

Cetyl alcohol 0,50 g

Propylene glycol 3 g

Glycerin 5 g

Propyl paraben 0,05 g

Metyl paraben 0,10 g

Purified water ad 100 ml

Pengambilan formula dasar krim ini didasarkan karena dasar krim tersebut sesuai atau cocok untuk dasar krim dengan sifat zat aktif yang asam, selain itu


(43)

dasar krim formula tersebut untuk pengobatan psoriasis (kulit kering) sehingga cocok digunakan sebagi dasar krim yang digunakan untuk melembabkan kulit.

B. Formula dasar krim yang telah dimodifikasi

R/ Asam stearat 15 g

Kalium hidroksida 0,50 g

Setil alkohol 0,50 g

Nipagin 0,10 g

Nipasol 0,05 g

BHT 0,5 g

Aquadest ad 100 ml 3.4.3 Cara pembuatan krim

Sediaan yang dibuat terdiri dari 6 formula. Konsentrasi asam laktat digunakan dalam penelitian ini yaitu: 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, dan 3%. Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut:


(44)

Tabel 1. Formula Sediaan Krim

Komposisi Formula

A B C D E F G H

Asam stearat (g) Kalium hidroksida (g) Setil alkohol (g) Gliserin (g) Asam laktat (%) Nipasol (g) Nipagin (g) BHT (g) Parfum (tts) Aquadest ad (ml)

15 0,50 0,50 - 0 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 0,5 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 1 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 1,5 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 2 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 2,5 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 - 3 0,05 0,10 0,5 5 100 15 0,50 0,50 20 - 0,05 0,10 0,5 5 100 Cara Pembuatan:

Asam stearat, setil alkohol dan BHT dilebur dalam cawan penguap pada penangas air hingga suhu 75°C, (massa I). Kalium hidroksida, nipasol dan nipagin dilarutkan dalam air panas (massaII). Masaa I dan massa II dicampur dalam lumpang panas, digerus dengan penggerusan yang konstan hingga suhu turun perlahan dan terbentuk dasar krim. Kemudian ditambahkan asam laktat pada suhu 40°C gerus homogen. Pada saat suhu sediaan di bawah 40°C tambahkan parfum, aduk perlahan hingga parfum merata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai.


(45)

3.5 Pemeriksaan Terhadap Sediaan yang Dibuat 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Cara:

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.2 Penentuan stabilitas sediaan Cara:

Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml, tutup bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada 1 minggu, 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu setelah sediaan dibuat dan dilakukan pada temperatur kamar. Bagian yang diamati meliputi pecah atau tidaknya emulsi dan pemisahan fase, perubahan warna dan perubahan bau dari sediaan.

3.5.3 Penentuan pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Cara:

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga


(46)

pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan Cara:

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM, 1985).

3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan dengan cara: kosmetika dioleskan di belakang telinga seluas 3cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa iritasi pada kulit, gatal dan pengkasaran (Wasitaatmadja, 1997).

3.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ditentukan dengan menggunakan 2 buah tutup pot plastik berdiameter 4,5 cm (wadah plastik).

Cara:

Sediaan ditimbang sebanyak 100 mg. Pada bagian lengan bawah (fore arm) sukarelawan yang akan dioleskan diberi tanda berupa lingkaran dengan diameter yang sama seperti diameter alat yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian tersebut. Pada wadah plastik yang masih utuh ditimbang sebanyak ± 10 g


(47)

silika gel (biasa digunakan pada desikator, sebelum digunakan dipanaskan terlebih dahulu hingga dicapai berat konstan). Selubungi wadah plastik tersebut dengan kasa sehingga silika gel tersebut tidak jatuh meskipun wadah plastik dibalikkan. Wadah plastik yang lain dilubangi kemudian kedua wadah plastik ini disatukan, wadah plastik yang berlubang berada pada bagian bawah. Posisi kedua wadah plastik menelungkup. Pada sambungan keduanya direkatkan dengan menggunakan isolatip. Selanjutnya wadah plastik ini diletakkan pada bagian lengan bawah (fore arm) sukarelawan yang telah diolesi dengan sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat menempel dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka digunakan tensoplast yang ditempelkan sedemikian rupa pada lengan bawah (fore arm) tersebut. Alat ini dbiarkan menempel selama 3 jam, kemudian segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali.

Cara ini dilakukan untuk setiap formula sediaan, ditambah dengan pembanding (gliserin 20%) dan yang tanpa bahan aktif (blanko) sebagai kontrol.


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.1.1. Homogenitas sedíaan

Dari percobaan yang dilakukan pada sedíaan krim pelembab tidak diperoleh butiran-butiran, pada formula blanko dan gliserin 20% juga diperoleh hasil yang menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek gelas, maka sedíaan krim yang dibuat dikatakan homogen.

4.1.2. Stabilitas sediaan

Tabel 2. Data Pengamatan Terhadap Kestabilan Sediaan Pada Saat Sediaan Selesai dibuat, 1, 4, 8 dan 12 minggu

No Formula

Pengamatan setelah Selesai

dibuat

1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu x y z x y z x y z x y z x y z

1. A - - - -

2. B - - - -

3. C - - - -

4. D - - - -

5. E - - - - - - - -

6. F - - - -

7. G - - - -


(49)

Keterangan:

Formula A : Blanko (dasar krim)

Formula B : Konsentrasi asam laktat 0,5% Formula C : Konsentrasi asam laktat 1% Formula D : Konsentrasi asam laktat 1,5% Formula E : Konsentrasi asam laktat 2%

Formula F : Konsentrasi asam laktat 2,5% Formula G : Konsentrasi asam laktat 3%

Formula H : Formula krim yang mengandung gliserin 20% (sebagai pembanding)

x : Perubahan warna

y : Perubahan bau z : Pecahnya emulsi

- : Tidak ada perubahan

√ : Terjadi perubahan

Rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau.

Dari data di atas didapat hasil pada sediaan krim blanko, gliserin 20%, dan krim asam laktat konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, dan 3% stabil pada penyimpanan selama 12 minggu, dimana tidak terjadi perubahan warna, bau, maupun pecahnya emulsi.

4.1.3. pH sedíaan

pH sedíaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:


(50)

Tabel 3. Data Pengukuran pH Sediaan Pada Saat Selesai Dibuat

Keterangan:

Formula A : Blanko (dasar krim)

Formula B : Konsentrasi asam laktat 0,5% Formula C : Konsentrasi asam laktat 1% Formula D : Konsentrasi asam laktat 1,5% Formula E : Konsentrasi asam laktat 2%

Formula F : Konsentrasi asam laktat 2,5% Formula G : Konsentrasi asam laktat 3%

Formula H : Formula krim yang mengandung gliserin 20% (sebagai pembanding)

No Formula pH

I II III Rata-rata

1. A 5,7 5,7 5,7 5,7

2. B 5,6 5,5 5,6 5,6

3. C 5,6 5,5 5,4 5,5

4. D 5,4 5,3 5,1 5,3

5. E 5,3 5,2 5,1 5,2

6. F 4,7 4,6 4,6 4,6

7. G 3,9 3,9 3,9 3,9


(51)

Tabel 4. Data Pengukuran pH Sediaan Setelah Penyimpanan Selama 12 Minggu

Keterangan:

Formula A : Blanko (dasar krim)

Formula B : Konsentrasi asam laktat 0,5% Formula C : Konsentrasi asam laktat 1% Formula D : Konsentrasi asam laktat 1,5% Formula E : Konsentrasi asam laktat 2%

Formula F : Konsentrasi asam laktat 2,5% Formula G : Konsentrasi asam laktat 3%

Formula H : Formula krim yang mengandung gliserin 20% (sebagai pembanding)

Hasil penentuan pH sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, didapatkan bahwa pH dari formula A: 5,7; formula B: 5,6; formula C: 5,5; formula D: 5,3; formula E: 5,2; formula F: 4,6; formula G : 3,9 dan formula H : 5,6.

Hasil penentuan pH sediaan setelah penyimpanan 12 minggu, didapatkan bahwa pH dari formula A: 5,7; formula B: 5,6; formula C: 5,4; formula D: 5,2; formula E: 5,2; formula F: 4,5; formula G : 3,8; dan formula H : 5,6.

No Formula pH

I II III Rata-rata

1. A 5,7 5,7 5,7 5,7

2. B 5,6 5,5 5,6 5,6

3. C 5,6 5,3 5,2 5,4

4. D 5,4 5,2 5,1 5,2

5. E 5,3 5,2 5,1 5,2

6. F 4,4 4,5 4,5 4,5

7. G 3,9 3,8 3,9 3,8


(52)

Menurut Marchionini (1992) dimana pH sediaan ini sesuai untuk pH kulit (3,5-5) sehingga aman digunakan dan tidak menyebabkan iritasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.1.4. Tipe emulsi sediaan

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sedíaan dengan menggunakan biru metil adalah:

Tabel 5. Data Penentuan Tipe Emulsi Sediaan

No Formula Kelarutan Biru Metil Pada Sediaan

Ya Tidak

1. A √ -

2. B √ -

3. C √ -

4. D √ -

5. E √ -

6. F √ -

7. G √ -

8. H √ -

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim)

Formula B : Konsentrasi asam laktat 0,5% Formula C : Konsentrasi asam laktat 1% Formula D : Konsentrasi asam laktat 1,5% Formula E : Konsentrasi asam laktat 2%

Formula F : Konsentrasi asam laktat 2,5% Formula G : Konsentrasi asam laktat 3%

Formula H : Formula krim yang mengandung gliserin 20% (sebagai pembanding)

Menurut Ditjen POM (1985), penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan biru metil, jika biru metil terlarut bila diaduk maka emulsi tersebut adalah tipe m/a.

Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada tabel 4 di atas, formula krim dengan konsentrasi asam laktat 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, gliserin


(53)

20% dan blanko menunjukkan biru metil dapat larut dalam krim tersebut. Dengan demikian larutnya biru metil pada sediaan tersebut membuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a.

4.1.5. Data uji daya iritasi terhadap kulit sukarelawan Tabel 6. Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

N o

Pernyataan

Sukarelawan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII a b a b a b a b a b a b a b a b a b a b a b a b 1

2 3 4

- eritema - - - - - edema - - - - - papula - - - - - vesikular - - - -

Keterangan :

+ : Terjadi iritasi - : Tidak terjadi iritasi

Menurut Wasitaatmadja (1997), uji kulit yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya efek samping pada kulit, dengan memakai kosmetika di bagian bawah lengan atau di belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam. Dari data tabel di atas, ternyata tidak terlihat adanya efek samping berupa eritema, edema, papula dan vesikular pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan.


(54)

4.1.6. Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit Pengujian dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan yang berusia 20-30 tahun yang berjenis kelamin perempuan, data yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit

No Sukare lawan

Persentase Pengurangan Penguapan Air Dari Kulit Pada Masing-masing Formula

A B C D E F G H

1 I 8% 16% 12% 20% 24% 28% 32% 40%

2 II 4,76% 9,52% 14,28% 19,04% 28,57% 23,80% 33,33% 42,85% 3 III 4,16% 12,5% 8,33% 16,66% 25% 29,16% 33,33% 45,83% 4 IV 7,40% 14,81% 11,11% 22,22% 18,51% 25,92% 29,62% 40,74%

5 V 5% 10% 15% 25% 20% 25% 30% 40%

6 VI 3,44% 10,34% 20,68% 13,79% 10,34% 27,58% 31,03% 41,37% 7 VII 4,34% 8,69% 17,39% 13,04% 21,73% 26,08% 30,43% 43,47% 8 VIII 3,57% 7,14% 14,28% 10,71% 7,14% 17,85% 28,57% 42,85% 9 IX 3,84% 7,69% 15,38% 19,23% 11,53% 23,07% 30,76% 42,30%

10 X 4% 8% 16% 12% 20% 24% 32% 40%

11 XI 3,33% 6,66% 13,3% 10% 16,66% 26,66% 30% 40%


(55)

Keterangan:

Formula A : Blanko (dasar krim)

Formula B : Konsentrasi asam laktat 0,5% Formula C : Konsentrasi asam laktat 1% Formula D : Konsentrasi asam laktat 1,5% Formula E : Konsentrasi asam laktat 2%

Formula F : Konsentrasi asam laktat 2,5% Formula G : Konsentrasi asam laktat 3%

Formula H : Formula krim yang mengandung gliserin 20% (sebagai pembanding).


(56)

GRAFIK % PENGURANGAN PENGUAPAN AIR DARI KULIT PADA SEDIAAN KRIM

Dari data di atas dapat dilihat bahwa krim asam laktat dengan konsentrasi 0,5% mampu mengurangi penguapan air dari kulit, sebesar 6,66% sampai 14,81%, untuk konsentrasi 1% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 8,33% sampai 22,72%, untuk konsentrasi 1,5% mampu mengurangi penguapan air sebesar 10% sampai 25%, untuk konsentrasi 2% mampu mengurangi peguapan air dari kulit sebesar 7,14% sampai 28,57%, untuk konsentrasi 2,5% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 17,85% sampai 29,16% sedangkan untuk konsentrasi 3% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 28,57% sampai 33,33%. Sediaan dengan penambahan gliserin konsentrasi 20% sudah mampu mengurangi penguapan air sebesar 40% hingga 45,83% sedangkan blanko hanya mampu mengurangi penguapan air sebesar 3,33% hingga 8%.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 % P eng ur a ng a n P eng ua pa n A ir SUKARELAWAN A B C D E F G H


(57)

Dari data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam laktat yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuan sediaan krim tersebut menahan penguapan air dari kulit.

Dari data dapat diketahui bahwa krim asam laktat konsentrasi 3% mempunyai kemampuan yang besar untuk mengurangi penguapan air dari kulit, yaitu 28,57% - 33,33%. Sedangkan gliserin pada konsentrasi 20% memiliki kemampuan yang lebih besar lagi untuk mengurangi penguapan air dari kulit yaitu sebanyak 40% - 45,83%. Konsentrasi gliserin yang dipakai adalah yang tertinggi yaitu 20%. Asam laktat dengan konsentrasi 3% dalam mengurangi penguapan air dari kulit mendekati kemampuan gliserin konsentrasi 20% dalam mengurangi penguapan air dari kulit. Dalam hal ini gliserin dan asam laktat merupakan humektan yang baik. Dapat dilihat bahwa asam laktat dalam konsentrasi 3% sudah sangat baik dalam melembabkan, dan mendekati kelembaban gilserin 20%.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Asam laktat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan tipe

emulsi m/a dari konsentrasi terendah 0,5% yaitu sebesar 6,66% - 14,81 sampai konsentrasi tertinggi 3% yaitu sebesar 28,57% - 33,33%. Sediaan krim yang dihasilkan semuanya homogen, stabil pada penyimpanan 12 minggu, mempunyai pH 3,8-5,7, serta tidak mengiritasi kulit.

2. Penambahan asam laktat ke dalam sediaan krim dapat mengurangi penguapan air dari kulit, dimana dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam laktat yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuan sediaan krim asam laktat tersebut mengurangi penguapan air dari kulit yaitu pada konsentrasi 3% sebesar 28,57% - 33,33%. Ternyata konsentrasi tertinggi asam laktat, mempunyai kemampuan untuk mengurangi penguapan air dari kulit mendekati kemampuan gliserin konsentrasi 20%.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar membandingkan asam laktat dengan humektan yang sifatnya oklusif.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 132.

Anonim a. (2001). AHA (Alpha Hidroxy Acid)

Diakses Tanggal 2 Januari 2012.

Anonim b. (2006). Asam Laktat.

Tanggal 05 September 2011.

Anonim c. (2012). Silika Gel

30 Januari 2012.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal 387-389.

Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology. Second Edition. New York. John Willy and Son, Inc. Hal. 179-218.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 8, 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 22, 83-99, 356.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Hal. 6, 1197.

Lachman, L., Liberman, A. H. Kanig, J. L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1117.

Purushotham, R.K., Khaliq, K., Kharat, SS., Sagare, P., dan Patil, SK. (2010). Preparation and Evaluation O/W Cream For Skin Psoriasis.

International Journal of Pharma and Bio Sciences. 1(3): 3. Diakses Tanggal 05 September 2011.

Rawlins, E.A., (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi 18. London: Bailierre Tindall. Hal. 22, 355.

Rowe, Raymond C, et al. (1983 ). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition.

Tranggono, R.I., dan Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 77.


(60)

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 399-400.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 62-63, 111.

Wirakusumah, E.S. (1994). Cantik dan Bugar dengan Ramuan Nabati. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 3-6.


(61)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sediaan Krim

Gambar 1. Gambar sediaan krim


(62)

Lampiran 2. Gambar Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian Penguapan Air Dari Kulit


(63)

Lampiran 3. Gambar Rangkaian Tutup Pot Plastik

Tutup pot plastik tidak berlubang Tutup pot plastik berlubang

Rangkaian kedua tutup pot plastik


(64)

Lampiran 4. Gambar Alat pH Meter


(65)

Lampiran 5. Perhitungan

Perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan. Contoh formula blanko pada sukarelawan I:

a. Pertambahan berat

Petambahan berat = berat akhir – berat awal Berat awal = 10 g

Berat akhir = 10,23 g Pertambahan berat = 230 mg

b. Presentase pengurangan penguapan

= pertambahan berat tanpa sediaan – pertambahan berat sediaan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 250 mg Pertambahan berat sediaan = 230 mg Persentase pengurangan penguapan = 8%

pertambahan berat tanpa sediaan


(66)

Lampiran 6. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan I

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,25 250 0,00%

2 A 10,00 10,23 230 8%

3 B 10,02 10,23 210 16%

4 C 10,00 10,22 220 12%

5 D 10,04 10,24 200 20%

6 E 10,00 10,19 190 24%

7 F 10,02 10,20 180 28%

8 G 10,01 10,18 170 32%

9 H 10,02 10,17 150 40%

Lampiran 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan II

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,22 210 0,00%

2 A 10,05 10,25 200 4,76%

3 B 10,00 10,19 190 9,52%

4 C 10,05 10,23 180 14,28%

5 D 10,00 10,17 170 19,04%

6 E 10,03 10,18 150 28,57%

7 F 10,00 10,16 160 23,80%

8 G 10,02 10,16 140 33,33%

9 H 10,03 10,15 120 42,85%

Lampiran 8. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan III

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,03 10,20 240 0,00%

2 A 10,00 10,23 230 4,16%

3 B 10,01 10,22 210 12,5%

4 C 10,02 10,24 220 8,33%

5 D 10,02 10,22 200 16,66%

6 E 10,02 10,20 180 25%

7 F 10,01 10,18 170 29,16%

8 G 10,02 10,18 160 33,33%


(67)

Lampiran 9. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan IV

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,28 270 0,00%

2 A 10,00 10,25 250 7,40%

3 B 10,02 10,25 230 14,81%

4 C 10,00 10,24 240 11,11%

5 D 10,06 10,27 210 22,22%

6 E 10,05 10,27 220 18,51%

7 F 10,01 10,21 200 25,92%

8 G 10,02 10,21 190 29,62%

9 H 10,04 10,20 160 40,74%

Lampiran 10. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan V

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,20 200 0,00%

2 A 10,01 10,20 190 5%

3 B 10,00 10,18 180 10%

4 C 10,03 10,20 170 15%

5 D 10,01 10,17 150 25%

6 E 10,04 10,20 160 20%

7 F 10,03 10,20 150 25%

8 G 10,04 10,18 140 30%

9 H 10,02 10,14 120 40%

Lampiran 11. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VI

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,30 290 0,00%

2 A 10,01 10,29 280 3,44%

3 B 10,02 10,28 260 10,34%

4 C 10,00 10,23 230 20,68%

5 D 10,09 10,34 250 13,79%

6 E 10,01 10,27 260 10,34%

7 F 10,10 10,31 210 27,58%

8 G 10,02 10,22 200 31,03%


(68)

Lampiran 12. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VII

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,02 10,25 230 0,00%

2 A 10,01 10,23 220 4,34%

3 B 10,00 10,21 210 8,69%

4 C 10,01 10,20 190 17,39%

5 D 10,01 10,21 200 13,04%

6 E 10,00 10,18 180 21,73%

7 F 10,01 10,18 170 26,08%

8 G 10,04 10,20 160 30,43%

9 H 10,03 10,18 130 43,47%

Lampiran 13. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan VIII

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,29 280 0,00%

2 A 10,00 10,27 270 3,57%

3 B 10,02 10,31 260 7,14%

4 C 10,01 10,27 240 14,28%

5 D 10,00 10,25 250 10,71%

6 E 10,03 10,27 260 7,14%

7 F 10,00 10,23 230 17,85%

8 G 10,02 10,22 200 28,57%

9 H 10,04 10,20 160 42,85%

Lampiran 14. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan IX

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,27 260 0,00%

2 A 10,00 10,25 250 3,84%

3 B 10,04 10,28 240 7,69%

4 C 10,00 10,22 220 15,38%

5 D 10,00 10,21 210 19,23%

6 E 10,02 10,25 230 11,53%

7 F 10,01 10,21 200 23,07%

8 G 10,02 10,20 180 30,76%


(69)

Lampiran 15. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan X

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,26 250 0,00%

2 A 10,01 10,25 240 4%

3 B 10,01 10,24 230 8%

4 C 10,01 10,22 210 16%

5 D 10,02 10,24 220 12%

6 E 10,00 10,20 200 20%

7 F 10,03 10,22 190 24%

8 G 10,03 10,20 170 32%

9 H 10,05 10,20 150 40%

Lampiran 16. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan XI

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,30 300 0,00%

2 A 10,02 10,31 290 3,33%

3 B 10,05 10,31 280 6,66%

4 C 10,03 10,29 260 13,3%

5 D 10,02 10,29 270 10%

6 E 10,01 10,26 250 16,66%

7 F 10,03 10,25 220 26,66%

8 G 10,05 10,26 210 30%

9 H 10,04 10,22 180 40%

Lampiran 17. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan XII

No Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) % pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,23 220 0,00%

2 A 10,04 10,25 210 4,54%

3 B 10,02 10,22 200 9,09%

4 C 10,00 10,17 170 22,72%

5 D 10,00 10,18 180 18,18%

6 E 10,02 10,21 190 13,63%

7 F 10,04 10,20 160 27,27%

8 G 10,01 10,16 150 31,81%


(1)

Lampiran 4.

Gambar Alat pH Meter

Gambar 4.

Alat pH meter


(2)

Perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan.

Contoh formula blanko pada sukarelawan I:

a.

Pertambahan berat

Petambahan berat

= berat akhir – berat awal

Berat awal = 10 g

Berat akhir = 10,23 g

Pertambahan berat = 230 mg

b.

Presentase pengurangan penguapan

= pertambahan berat tanpa sediaan – pertambahan berat sediaan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 250 mg

Pertambahan berat sediaan = 230 mg

Persentase pengurangan penguapan = 8%

pertambahan berat tanpa sediaan


(3)

Lampiran 6

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan I

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,25 250 0,00%

2 A 10,00 10,23 230 8%

3 B 10,02 10,23 210 16%

4 C 10,00 10,22 220 12%

5 D 10,04 10,24 200 20%

6 E 10,00 10,19 190 24%

7 F 10,02 10,20 180 28%

8 G 10,01 10,18 170 32%

9 H 10,02 10,17 150 40%

Lampiran 7

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan II

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,22 210 0,00%

2 A 10,05 10,25 200 4,76%

3 B 10,00 10,19 190 9,52%

4 C 10,05 10,23 180 14,28%

5 D 10,00 10,17 170 19,04%

6 E 10,03 10,18 150 28,57%

7 F 10,00 10,16 160 23,80%

8 G 10,02 10,16 140 33,33%

9 H 10,03 10,15 120 42,85%

Lampiran 8

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan III

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,03 10,20 240 0,00%

2 A 10,00 10,23 230 4,16%

3 B 10,01 10,22 210 12,5%

4 C 10,02 10,24 220 8,33%

5 D 10,02 10,22 200 16,66%

6 E 10,02 10,20 180 25%

7 F 10,01 10,18 170 29,16%

8 G 10,02 10,18 160 33,33%

9 H 10,04 10,17 130 45,83%


(4)

Air Pada Sukarelawan IV

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,28 270 0,00%

2 A 10,00 10,25 250 7,40%

3 B 10,02 10,25 230 14,81%

4 C 10,00 10,24 240 11,11%

5 D 10,06 10,27 210 22,22%

6 E 10,05 10,27 220 18,51%

7 F 10,01 10,21 200 25,92%

8 G 10,02 10,21 190 29,62%

9 H 10,04 10,20 160 40,74%

Lampiran 10

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan V

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,20 200 0,00%

2 A 10,01 10,20 190 5%

3 B 10,00 10,18 180 10%

4 C 10,03 10,20 170 15%

5 D 10,01 10,17 150 25%

6 E 10,04 10,20 160 20%

7 F 10,03 10,20 150 25%

8 G 10,04 10,18 140 30%

9 H 10,02 10,14 120 40%

Lampiran 11

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan VI

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,30 290 0,00%

2 A 10,01 10,29 280 3,44%

3 B 10,02 10,28 260 10,34%

4 C 10,00 10,23 230 20,68%

5 D 10,09 10,34 250 13,79%

6 E 10,01 10,27 260 10,34%

7 F 10,10 10,31 210 27,58%

8 G 10,02 10,22 200 31,03%


(5)

Lampiran 12

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan VII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,02 10,25 230 0,00%

2 A 10,01 10,23 220 4,34%

3 B 10,00 10,21 210 8,69%

4 C 10,01 10,20 190 17,39%

5 D 10,01 10,21 200 13,04%

6 E 10,00 10,18 180 21,73%

7 F 10,01 10,18 170 26,08%

8 G 10,04 10,20 160 30,43%

9 H 10,03 10,18 130 43,47%

Lampiran 13

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan VIII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,29 280 0,00%

2 A 10,00 10,27 270 3,57%

3 B 10,02 10,31 260 7,14%

4 C 10,01 10,27 240 14,28%

5 D 10,00 10,25 250 10,71%

6 E 10,03 10,27 260 7,14%

7 F 10,00 10,23 230 17,85%

8 G 10,02 10,22 200 28,57%

9 H 10,04 10,20 160 42,85%

Lampiran 14

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan IX

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,27 260 0,00%

2 A 10,00 10,25 250 3,84%

3 B 10,04 10,28 240 7,69%

4 C 10,00 10,22 220 15,38%

5 D 10,00 10,21 210 19,23%

6 E 10,02 10,25 230 11,53%

7 F 10,01 10,21 200 23,07%

8 G 10,02 10,20 180 30,76%

9 H 10,05 10,20 150 42,30%


(6)

Air Pada Sukarelawan X

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,26 250 0,00%

2 A 10,01 10,25 240 4%

3 B 10,01 10,24 230 8%

4 C 10,01 10,22 210 16%

5 D 10,02 10,24 220 12%

6 E 10,00 10,20 200 20%

7 F 10,03 10,22 190 24%

8 G 10,03 10,20 170 32%

9 H 10,05 10,20 150 40%

Lampiran 16

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan XI

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,00 10,30 300 0,00%

2 A 10,02 10,31 290 3,33%

3 B 10,05 10,31 280 6,66%

4 C 10,03 10,29 260 13,3%

5 D 10,02 10,29 270 10%

6 E 10,01 10,26 250 16,66%

7 F 10,03 10,25 220 26,66%

8 G 10,05 10,26 210 30%

9 H 10,04 10,22 180 40%

Lampiran 17

. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan XII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa sediaan 10,01 10,23 220 0,00%

2 A 10,04 10,25 210 4,54%

3 B 10,02 10,22 200 9,09%

4 C 10,00 10,17 170 22,72%

5 D 10,00 10,18 180 18,18%

6 E 10,02 10,21 190 13,63%

7 F 10,04 10,20 160 27,27%

8 G 10,01 10,16 150 31,81%