Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Semen

(1)

TUGAS AKHIR

KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS PADA TANAH LEMPUNG

YANG DISTABILISASI DENGAN ABU AMPAS TEBU DAN

SEMEN

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana

Disusun Oleh :

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013 ATINA REZKI


(2)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Stabilisasi yang biasa digunakan adalah compaction dan menggunakan bahan pencampur (admixture) seperti semen, fly ash, bitumen, dan kapur. Abu ampas tebu adalah limbah boiler hasil penggilingan

yang jumlahnya berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang sia-sia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu ampas tebu. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian kuat tekan bebas dengan campuran abu sekam padi dan semen oleh Fadilla (2014) dan kuat tekan bebas dengan campuran abu cangkang sawit dan semen oleh Sinaga (2014). Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dimana sampel tanah asli merujuk pada penelitian Fadilla (2014) dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).

Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65 dan termasuk pada lempung tak berorganik, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut

termasuk dalam jenis A-7-6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing) dapat

menurunkan batas cair menjadi 20,71 dan indeks plastisitas 7,04. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada persentase abu ampas tebu 9%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 12% dengan prosentase kenaikan 61,80% kemudian menurun dan konstan pada kadar abu yang lebih tinggi 13% (53,88%) dan 14% (55,46%).


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam keatas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Semen”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda Ishaq Lubis dan Ibunda Fatimah

serta abang dan adik-adik saya Andi Habibi Pratama SE, Amelia Roni Rezkinta dan Adinda Salsabila dan juga etek tersayang, Aisyah Lubis SP,MP yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas.

8. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman tersayang Hannawiyah Harahap, Sri Wahyuni Sebayang, Hisbulloh Nasution, dan Merni Damalia. Terima kasih atas segala bantuan, masukan, skandal dan kisah-kisah yang tercipta selama kita kuliah. Salah satu dari kalian layak untuk menjadi penulis skenario sinetron.

10.Teman seperjuangan Nita Fadilla, terima kasih atas segala dorongan dan motifasi dalam pengerjaan Tugas Akhir ini sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

11.Buat sahabat-sahabat angkatan 2009, yang telah membantu penulis baik dalam kuliah, tugas, dan praktikum Tugas Akhir. Nora Usrina, Gustina Arifin, Sarra Rahmadani, Putri Nurul Hardhanti, Lia Kartika Sitompul, Gustara Iqbal, Ihsanuddin Saputra, Feri PH, Khairun Nazli, Afriansyah, Rizki, M. Reza, Ahmad Prima, Ryan Pramana, Septian I.P, Deni Malik, M. Taufik, Raja Fahmi, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2009 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.Teman – teman geoteknik 2009, Hasoloan P. Sinaga, Erin A. Sebayang, Manna G. Sihotang, Elisa D.J. Purba, Agrifa Sianipar, terima kasih atas segala bantuannya selama ini.

13.Asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang turut membantu dan memberikan izin, M. Rizki Ridho, Iqbal dan Adik-adik 2011 asisten Lab. Mekanika Tanah USU, serta Adik-adik angkatan 2012 yang membantu eksperimen Wahyu, Muis dan Embas terimakasih atas kerjasamanya. 14.Asisten Lab. Beton USU yang telah memberikan bantuan dan izin

peminjaman tempat sementara kepada penulis, M. Reza sehingga penulis dapat menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terima kasih atas kerjasamanya.

15.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik


(6)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Desember 2013

Atina Rezki 09 0404 008


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... ... x

Daftar Tabel ... .. xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Uraian Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 3

I.3. Tujuan dan Manfaat ... 5

I.3.1 Tujuan ... 5

I.3.2 Manfaat ... 6

I.4. Pembatasan Masalah... ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1 Tinjauan Umum ... 8

II.1.1Tanah ... 8

II.1.2Sifat-sifat Fisik Tanah ... 9

II.1.2.1 Kadar air ... 9

II.1.2.2 Porositas ... 9

II.1.2.3 Angka Pori ... 10


(8)

II.1.2.5 Berat Volume Kering ... 10

II.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat ... 11

II.1.2.7 Berat Jenis ... 11

II.1.2.8 Derajat Kejenuhan ... 12

II.1.2.9 Atterberg Limit ... 13

II.1.2.9.1. Batas Cair ... 14

II.1.2.9.2. Batas Plastis ... 15

II.1.2.9.3. Batas Susut ... 15

II.1.2.9.4. Indeks Plastisitas ... 16

II.1.2.10Klasifikasi Tanah ... 17

II.1.2.10.1.Klasifikasi Unified ... 18

II.1.2.10.2.Klasifikasi AASHTO... .. 19

II.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah ... 20

II.1.3.1 Pemadatan Tanah ... 20

II.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test ... 22

II.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb ... 24

II.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung ... 25

II.2 Bahan-bahan Penelitian ... 30

II.2.1Tanah Lempung ... 30

II.2.2Semen ... 35

II.2.2.1 Umum ... 35

II.2.2.2 Semen Portland ... 36


(9)

II.2.3Abu Ampas Tebu (AAT) ... 39

II.2.3.1 Ampas Tebu ... 39

II.2.3.2 Abu Ampas Tebu ... 44

II.3 Stabilisasi Tanah ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48

III.1 Program Penelitian ... 48

III.2 Pekerjaan Persiapan ... 50

III.3 Proses Sampling ... 50

III.4 Pekerjaan Laboratorium ... 51

III.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 51

III.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 52

III.4.2.1Uji Proctor Standar ... 52

III.4.2.2Uji UCT (Unconfined Compression Test) ... 53

III.5 Analisis Data Laboratorium ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

IV.1 Pendahuluan ... 54

IV.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 54

IV.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 54

IV.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stablilisator ... 57

IV.2.2.1Batas Cair (LL) ... 59


(10)

IV.2.2.3Indeks Plastisitas (IP ... 61

IV.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 61

IV.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah ... 61

IV.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator ... 63

IV.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks ) ... 64

IV.3.2.2Kadar Air Maksimum Campuran ... 65

IV.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test) ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

V.1 Kesimpulan ... 70

V.2 Saran ... 72


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1 Diagram Fase Tanah 8

2.2 Batas-batas Atterberg 14

2.3 Alat Uji Batas Cair 15

2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 19

2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 20

2.6 Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 22

2.7 Skema Uji Tekan Bebas 22

2.8 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas 23 sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap

2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser 25 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded 25

2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded 26

2.12 Sensitifitas tanah lempung 28

2.13 Struktur Atom Mineral Lempung 32

2.14 Struktur Kaolinite 33

2.15 Struktur Montmorillonite 34

2.16 Struktur Illite 35

2.17 Proses penggilingan tebu 40

3. Diagram Alir Penelitian 49

4.1. Plot grafik klasifikasi USCS 56

4.2. Grafik analisa saringan 56

4.3. Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 57

4.4. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi

campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 59 4.5. Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi

campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari 60 4.6. Grafik hubungan antara nilai IP dengan variasi


(12)

4.7. Kurva kepadatan tanah 62 4.8. Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks)

tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama

7 hari. 64

4.9. Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )

dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 65 4.10. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan

regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli

dan tanah remoulded. 68

4.11. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Berat Jenis Tanah 12

2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 13

2.3 Indeks Plastisitas Tanah 17

2.4 Hubungan kuat tekan bebas

tanah lempung dengan konsistensinya 24

2.5 Senstifitas lempung 27

2.6 Produksi dan Produktivitas Tebu dan Gula 41 2.7 Data Penjualan Gula Tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 (KG) 43 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu 45

4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 55

4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit 58

4.3 Data Uji Pemadatan Tanah 62

4.4 Data Hasil Uji Compaction 63


(14)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Stabilisasi yang biasa digunakan adalah compaction dan menggunakan bahan pencampur (admixture) seperti semen, fly ash, bitumen, dan kapur. Abu ampas tebu adalah limbah boiler hasil penggilingan

yang jumlahnya berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang sia-sia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu ampas tebu. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian kuat tekan bebas dengan campuran abu sekam padi dan semen oleh Fadilla (2014) dan kuat tekan bebas dengan campuran abu cangkang sawit dan semen oleh Sinaga (2014). Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dimana sampel tanah asli merujuk pada penelitian Fadilla (2014) dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).

Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65 dan termasuk pada lempung tak berorganik, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut

termasuk dalam jenis A-7-6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing) dapat

menurunkan batas cair menjadi 20,71 dan indeks plastisitas 7,04. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada persentase abu ampas tebu 9%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 12% dengan prosentase kenaikan 61,80% kemudian menurun dan konstan pada kadar abu yang lebih tinggi 13% (53,88%) dan 14% (55,46%).


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum

Tanah merupakan material yang paling banyak digunakan dalam pembangunan suatu konstruksi, seperti tanah timbunan, bendungan urugan, tanggul sungai, dan timbunan badan jalan. Tanah juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena langsung tersedia di alam. Akan tetapi tidak semua tanah dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, tanah tersebut harus melalui proses

pengendalian mutu terlebih dahulu. Tanah haruslah bersifat keras sehingga sesuai dengan persyaratan teknis, apabila tanah tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka tanah tersebut perlu stabilisasi.

Stabilisasi tanah terbagi atas 3 cara, yaitu : 1. Mekanis

Stabilisasi secara mekanik adalah densifikasi tanah dengan kekuatan eksternal (external forces), antara lain dengan pemadatan (compaction)

dan drainase vertical (vertical drainage). Pemadatan dapat dilakukan

dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas (roller),

benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, getaran (vibration),

dan sebagainya. 2. Fisis

Stabilisasi secara fisis antara lain dengan perbaikan gradasi tanah, dimana butiran tanah ditambahkan pada tanah yang bergradasi kurang baik (poor graded) sehingga mencapai gradasi yang baik (weel graded). Stabilisasi

dengan cara fisis ini umunya dilakukan dengan cara mencampur berbagai jenis tanah, dan gradasi dari tanah campuran tersebut juga harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

3. Kimiawi

Stabilisasi secara kimiawi adalah dengan menambahkan bahan pencampur (stabilizing agents) pada tanah yang akan distabilisasi. Stabilizing agents

yang umum digunakan adalah semen, kapur, bitumen dan tar.

Bahan pencampur (additiver) tanah memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

a. Meningkatkan tanah dasar atau pondasi bawah sifat untuk mengurangi ketebalan perkerasan secara keseluruhan yang diperlukan.


(16)

b. Meningkatkan trafficability di lokasi konstruksi.

c. Tanah persiapan untuk pondasi dangkal.

d. Menstabilkan lereng dengan meningkatkan kekuatan geser tanah. e. Mengurangi erosi oleh aliran permukaan atau rembesan dalam

(pipa).

f. Membangun tanggul.

g. Meningkatkan kemampuan kerja bahan galian. h. Mengurangi debu lalu lintas yang dihasilkan. i. Merehabilitasi tanah tercemar.

1.2 Latar Belakang

Abu ampas tebu adalah limbah dari pabrik gula yang dihasilkan dari proses penggilingan tebu dimana ampas tebu (bagasse) digunakan sebagai bahan

bakar proses penggilingan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian urrtuk memanfaatkan limbah abu ampas tebu menjadi bahan yang bermanfaat, yaitu sebagai bahan stabilisasi tanah lempung. Dalam penelitian ini ampas tebu tersebut dibakar terlebih dahulu untuk mendapatkan abu ampas tebu sebagai stabilisasi tanah lempung.

Pada penelitian ini, stabilizing agents yang digunakan tidak hanya abu

ampas tebu tetapi juga menggunakan semen. Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan efektif. Semen memiliki kemampuan

mengeras dan mengikat partikel yang sangat bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Semen yang digunakan untuk penelitian ini berupa semen Portland tipe I yang sering digunakan. Abu ampas tebu yang digunakan sebagai bahan

pencampur berasal dari limbah abu ampas tebu Pabrik Gula Sei Semayang, Sumatera Utara.


(17)

1. Gunawan (2011) mengatakan bahwa tetes tebu dan kapur dapat menurunkan batas cair dan indeks plastisitas tanah lempung ekspansif. Tetes tebu dan kapur juga dapat meningkatkan nilai CBR tanah lempung ekspansif dengan kadar optimum tetes tebu sebesar 30% dan kapur 7%.

2. Hatmoko (2003) melaporkan bahwa abu ampas tebu : menurunkan indeks plastisitas, meningkatkan kepadatan, dan meningkatkan nilai CBR tanah lempung. Kadar optimum abu ampas tebu terhadap tanah dalam keadaan kering sebesar 12,5%. Pada kadar abu ampas tebu tersebut, kenaikan nilai CBR cukup signifikans, namun demikian kenaikan kuat tekan bebasnya tidak cukup berarti.

3. Hatmoko dan Lulie (2007) mengatakan abu ampas tebu dan kapur: menurunkan potensi pengembangan dari 12% pada tanah asli menjadi 1,12% pada tanah dengan kadar kapur 10%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 10% dengan prosentase kenaikan 43,84% kemudian menurun pada kadar abu yang lebih tinggi 12,5% (31,54%) dan 15% (27,49%). Dengan bertambahnya waktu pemeraman kuat tekan bebas tanah + kapur + abu selalu mengalami kenaikan kuat tekan bebas.

4. Takaendengan, dkk., (2013) mengatakan semen: meningkatkan nilai daya

dukung tanah dan menurunkan indeks plastisitas yang cukup signifikan pada tanah lempung ekspansif. Pada campuran semen sebesar 20% terjadi peningkatan nilai daya dukung yang cukup tinggi yakni 767,01% dari daya dukung tanah asli, dan pada campuran semen sebesar 20% juga terjadi


(18)

penurunan indeks plastisitas sebesar 56,4% dari indeks plastisitas tanah asli. Semakin kecil indeks plastisitas, nilai daya dukung semakin besar.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah lempung (clay) terhadap index properties.

2. Untuk mengetahui perkembangan nilai kuat tekan dari tanah yang distabilisasi semen dan abu ampas tebu pada umur 7 hari.

1.3.2 Manfaat

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Untuk mengurangi permeabilitas tanah lempung

2. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah lepung terutama sifat mekanik 3. Untuk meningkatkan stabilitas tanah lempung

4. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang sama;

5. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas dalam laporan Tugas Akhir.

1.4 Pembatasan Masalah

Pada Tugas Akhir ini, ruang lingkup yang akan dibahas adalah :

1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.

2. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimiawi yaitu semen Portland, dan abu ampas tebu.


(19)

3. Pengujian untuk engineering properties dilakukan dengan uji kuat tekan

bebas (unconfined compression test) dan uji Proctor standard.

4. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian “Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah

Lempung yang Dicampur dengan Semen dan Abu Sekam Padi” oleh Fadilla dan “Pengujian Kuat Tekan Bebas pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Cangkang Sawit” oleh Sinaga, dimana digunakan sampel tanah asli dan remoulded yang sama untuk ketiga

penelitian tersebut.

5. Waktu pemeraman (curing time) yang diperlukan agar campuran merata

dilakukan selama 7 hari (Ariyani dan Wahyuni, 2007). 6. Proses absorbsi semen dalam campuran diabaikan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Das (2008) mengatakan tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral padat dengan zat cair, yang membentuk sistem tiga, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram fase tanah

Gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V

dan berat total W, sedangkan Gambar 2.1 (b) memperlihatkan hubungan berat dan

volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :

�= �+� (2.1)

dan

�= �+� +� (2.2)

�� =�� +�� (2.3)

Dengan:


(21)

�� = berat air

�� = volume butiran padat

�� = volume air

�� = volume udara

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Moisture Water Content)

Kadar air () adalah persentase perbandingan berat air () dengan berat butiran () dalam tanah. Kadar air tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

�� � 100 (2.4)

Dimana:

�� = Kadar air

�� = Berat air

�� = Berat butiran

2.1.2.2 Porositas (Porocity)

Porositas () merupakan persentase perbandingan antara volume rongga () dengan volume total () dalam tanah. Porositas tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�= �� � 100 (2.5)

Dimana:

� = Porositas �� = Volume rongga


(22)

� = Volume total

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)

Angka Pori () adalah perbandingan antara volume rongga () dengan volume butiran () dalam tanah. Angka pori tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�= ��

�� (2.6)

Dimana:

� = Porositas �� = Volume rongga

�� = Volume butiran

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)

Berat volume basah () adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara () dengan volume total tanah (). Berat volume tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = � (2.7)

Dimana:

�� = Berat volume basah

� = Berat butiran tanah � = Volume total tanah


(23)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat volume kering () adalah perbandingan antara berat butiran tanah () dengan volume total tanah (). Berat volume tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = �� (2.8)

Dimana:

�� = Berat volume kering

�� = Berat butiran tanah

� = Volume total tanah

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat () adalah perbandingan antara berat butiran tanah () dengan volume butiran tanah padat (). Berat volume butiran padat () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = �

� (2.9)

Dimana:

�� = Berat volume padat

�� = Berat butiran tanah


(24)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah () adalah perbandingan antara berat volume butiran tanah () dengan berat volume air () dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = � (2.10)

Dimana:

�� = Berat volume padat

�� = Berat volume air

�� = Berat jenis tanah

Adapun penilaian serta batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organic 2,62 - 2,68 Lempung organic 2,58 - 2,65 Lempung tak organic 2,68 - 2,75

Humus 1,37


(25)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat Kejenuhan suatu () adalah perbandingan antara volume air () dengan volume total rongga pori tanah (). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

�� � 100 (2.11)

Dimana:

� = Derajat Kejenuhan �� = Berat volume air

�� = volume total rongga pori tanah

Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25 Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75 Tanah basah 0,76 - 0,99


(26)

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan

Swedia, Atterberg pada tahun 1911. Batas-batas Atterberg digunakan untuk

mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus.

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung, yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg

2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan

cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang

telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua


(27)

sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat

dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Alat uji batas cair

2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (plastic limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan diameter silinder 3.2 mm mulai mengalami retak-retak ketika digulung.


(28)

Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).

2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan

�� = �(�1−�2)

�2 −

(�1−�2)�

�2 � � 100 % (2.12)

dengan

1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

2 = berat tanah kering oven (gr)

1 = volume tanah basah dalam cawan (��3)

2 = volume tanah kering oven (��3)

�� = berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan persamaan 2.13 , seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah.


(29)

PI = LL - PL (2.13)

Dimana:

PI = Indeks plastisitas LL = Batas cair

PL = Batas plastis

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2002)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif < 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah

Klasisfikasi tanah sangat membantu dalam perencanaan karena dapat membantu para engineer untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan perilaku tanah selama masa konstruksi ataupun selama pembebanan. Hal ini dikarenakan pengklasifikasian tanah didasarkan oleh sifat-sifat teknis tanah dan akumulasi pengalaman-pengalaman para insinyur terdahulu (Holtz dan Kovacs, 1981).

Klasifikasi tanah biasanya menggunakan indeks tipe pengujian yang sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Klasifikasi tanah umumnya didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan


(30)

dan plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.

2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified

Pada sistem unified, tanah akan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir

kasar jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomor 200, dan akan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

G = kerikil (gravel)

S = pasir (sand)

C = lempung (clay)

M = lanau (silt)

O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay)

Pt = gambut (peat)

W = bergradasi baik (well-graded)

P = bergradasi buruk (poor-graded)

H = plastisitas tinggi (high-plasticity)


(31)

Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) membagi tanah ke dalam 7 kelompok yaitu A-1 sampai dengan A-7.

Dimana sistem AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Tanah dihitung dengan rumus


(32)

empiris kemudian dievaluasi terhadap indeks kelompoknya. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.

Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah

2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama.

Beberapa kegunaan pemadatan tanah (compaction) adalah:

1. Meningkatkan kekuatan geser. 2. Mengurangi kompresibilitas. 3. Mengurangi permeabilitas. 4. Mengurangi potensi likuifaksi.

5. Kontrol swelling dan shrinking.


(33)

Pada tanah granuler mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Sedangkan pada Pada tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah. Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,

yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort

(Bowles, 1984).

Hubungan berat volume kering () dengan berat volume basah () dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

�� =1 + �� (2.14)

Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 1043, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan

tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25

kali pukulan.

Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan

hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6.


(34)

Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test

Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compresion Test) merupakan salah satu

cara laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur seberapa kuat tanah menerima kuat tekan yang diberikan hingga tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya, uji kuat ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.


(35)

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

�� = �21= �2� = �� (2.15)

Dimana:

�� = Kuat geser

�1 = Tegangan utama

�� = kuat tekan bebas tanah

�� = kohesi

Pada Gambar 2.8 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian

Unconfined Compresion Test (UCT).

Gambar 2. 8 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)

Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4.


(36)

Tabel 2.4 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 2002)

Konsistensi (kN/m2) Lempung keras >400 Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25 * Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah

ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang

terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

�� =�+ �tan∅ (2.16)

dimana : c = kohesi


(37)

Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.

2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan

contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah

kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut


(38)

diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio

(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut

diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

�� = ��������������� (2.17)

dimana, St = kesensitifan

umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.


(39)

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sensitifitas lempung (Das, 2008)

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

� = ∆�

0

(2.18)

Dimana :


(40)

∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : � = �0

1−� (2.19)

Dimana :

A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :

�= �

� = �.�

� (2.20)

Dimana :

σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)

k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

�� = (2.21)

Dimana :

St = Nilai sensitivitas tanah

σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2) σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)


(41)

2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung

Beberapa sumber dari penulis buku mengatakan tentang definisi tanah lempung antara lain:

1. Das (2008), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm.

Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).

Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran


(42)

Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.12 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain

dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).


(43)

a. Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung

karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya

berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan

diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr. Silica tetrahedral

merupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu

lembaran alumina oktahedran (gibbsite) dan membentuk satu unit dasar

dengan tebal sekitar 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder.

Gambar 2.13 Struktur Kaolinite (Das, 2008).

b. Montmorillonite mempunyai susunan kristal yang terbentuk dari susunan

dua lempeng silika tetrahedral yang mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai


(44)

daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa

montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat

sehingga mudah mengalami proses pengembangan.

Gambar 2.14 Struktur Montmorillonite (Das, 2008).

c. Illite.

Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite

mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan. Illite

memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus

sebagai pengikat.

• Pada lempeng tetrahedral terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al).


(45)

• Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

Gambar satuan unit illite ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut ini.

Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 2008)

Mineral lempung dapat berbentuk berbeda, hal ini dikarenakan oeh substitusi dari katkation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Apabila ion-ion yang disubstitusikan memiliki ukuran yang sama disebut ishomorphous. Dan

jika anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation

diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium

disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation,

maka mineral tersebut disebut brucite.

2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung

Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi.

Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai


(46)

lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktivitas.

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:

� = ��

����������ℎ�������

Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Pada nilai 1,25<A<0,75 tanah digolongkan normal sedangkan tanah dengan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Bowles, 1984)

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,

3 .Flokulasi dan disperse

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.


(47)

4 .Pengaruh Zat cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu sisi dan muatan negatif disisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada Gambar 2.16 berikut.

Gambar 2.16 Sifat dipolar molekul air (Das, 2008)

Karena molekul air bersifat dipolar, permukaan partikel lempung menarik moleku air secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan

hydrogen bonding, yaitu:

1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam molekul-molekul air


(48)

Gambar 2.17 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Hardiyatmo, 2002) Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeable kation. Exchangeable cation adalah

keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan

daya tarik exchangeable cation yang besar daripada kaolinite. Kalsium dan

magnesium merupakan Exchangeable cation yang paling dominan pada tanah,

sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada

beberapa factor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation,

besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3> Ca+2> Mg+2> NH +4> K+> H+> Na+> Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)

Contohnya pada kapur (CaOH), dimana sodium tanah lempung diganti

oleh kalsium, dimana kalsium memiliki daya berganti (replacing power) yang


(49)

2.2.1.2 Pertukaran ion tanah lempung

Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water.

Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia

dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada Gambar.2.18.

Gambar 2.18 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan partikel lempung

2.2.2 Semen 2.2.2.1 Umum

2.2.2.2 Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu


(50)

Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.

2 Semen hidrolik.

Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.3 Semen Portland

Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.4 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :

1. Semen Portland Biasa

Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen Portland ini sebagai tipe I.


(51)

2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.

3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :

a. Panas hidrasi rendah

b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

c. Susut akibat proses pengeringan rendah

d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.


(52)

5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland Blended

Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain

gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen Portland blended adalah :

a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)

b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement) c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland

Balst-Furnase Slag Cement)

d. Semen Super Masonry

Persyaratan komposisi kimia semen Portland menurut ASTM Designation C 150-92, seperti terlhat pada Tabel. 2.8.


(53)

Table 2.8 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement

Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992

2.2.3 Abu Ampas Tebu (AAT) 2.2.3.1 Ampas tebu

Ampas tebu (bagasse of sugar cane) merupakan limbah hasil penggilingan

tebu, dan memiliki campuran dari serat yang kuat dengan jaringan parenkim yang lembut, yang mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi. Pada proses penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan dari batang tebu, dimana hasil penggilingan pertama dan kedua merupakan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, dan pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda. Kemudian pada gilingan terakhir menghasilkan ampas tebu kering. Sketsa penggilingan tebu dapat dilihat pada gambar 2.19.


(54)

Gambar 2.19 Proses penggilingan tebu Sumber: http://web.ipb.ac.id

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah, yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu: ampas tebu (bagasse), abu boiler dan

blotong (filter cake). Berdasarkan data FAO

tebu ke-11 (sebelas) terbesar di dunia. Dimana Indonesia memproduksi tebu sebanyak 24.000.000 tanaman tebu atau 3,3% dari produksi Brazil yang merupakan Negara penghasil tebu terbesar di dunia, yaitu sebesar 734.000.000. Produksi gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.7.


(55)

Tabel 2.7 Produksi dan Produktivitas Tebu dan Gula

R* = Rangking. (Sumber:

Ampas tebu memiliki beberapa kegunaan, antara lain: 1. Digunakan sebagai bahan bakar boiler

2. Digunakan sebagai pupuk

3. Digunakan sebagai energi alternatif (biomassa) 4. Digunakan sebagai bahan pembuat kertas nonkayu 5. Digunakan sebagai pakan ternak (tetes tebu) 6. Dll

Ampas tebu (bagasse) ini memiliki aroma yang segar dan tidak

menimbulkan bau busuk karena ampas tebu mudah dikeringkan. Limbah padat yang kedua adalah blotong. Blotong merupakan endapan limbah pemurnian nira sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Blotong memiliki bentuk seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah.

Limbah ampas tebu (bagasse) yang berlebih dapat membawa masalah bagi


(56)

area yang luas. Ampas tebu mengandung karena di dalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas dan mudah terbakar. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel,ampas tebu juga dibakar secara berlebihan (inefisien) untuk mengatasi

kelebihan ampas.

Berdasarkan siaran pers No :S. 563/II/PIK-1/2005 yang dikeluar kan oleh Departemen Kehutanan, menyatakan bahwa potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar. Hal ini disebabkan oleh luas tanaman tebu di Indonesia adalah 395.399,44 ha ,yang tersebar di pulau Sumatera seluas 99.383,42 ha, pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, pulau Kalimantan seluas 13.970 ha, dan pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton ampas tebu. Sehingga dari total luas tanaman tebu, potensi yang dapat tersedia mencapai 39.539.994 ton per tahun.

2.2.3.2 Abu ampas tebu

Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran

ampas tebu yang berubah secara kimiawi, dan terdiri dari garam-garam inorganik. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 5500-6000C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam, dan dilakukan pengangkutan atau pengeluaran abu dari dalam boiler, apabila dibiarkan tanpa dibersihkan, maka akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya (Batubara, 2009).


(57)

Rata – rata ampas tebu yang diperoleh dari proses giling 32 % tebu. Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 24 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 7,68 juta ton ampas per tahun.

Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah uruk (Noerwasito, 2004).

2.2.3.3 Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II

Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II merupakan pabrik gula terbesar di Sumatera Utara selain Kuala Madu. PGSS menghasilkan gula cukup besar dengan dukungan dari 5 kebun yakni Sei Semayang, Bulu Cina, Helvetia, Klumpang dan Saentis. Produk gula yang dihasilkan sampai sekarang hanya untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri saja, khususnya daerah yang terdapat di pulau Sumatera.

Berdasarkan pengelompokan gula negara, Pabrik Gula Sei Semayang dikategorikan dalam D pengelompokan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.59/ Kpst/EKK /10/1977 yang mengelompokan pabrik gula berdasarkan kapasitas :

a. Golongan A untuk pabrik dengan kapasitas 800 – 1200 ton b. Golongan B untuk pabrik dengan kapasitas 1200 – 1800 ton c. Golongan C untuk pabrik dengan kapasitas 1800 – 2700 ton d. Golongan D untuk pabrik dengan kapasitas 2700 – 4000 ton


(58)

limbah abu ampas tebu Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II umumnya dibuang begitu saja dihalam pabrik. Masyarakat sekitar biasanya menggunakan abu ampas tebu ataupun limbah hasil penggilingan tebu lain seperti blotong sebagai pupuk. Ini membuat limbah abu ampas tebu terbuang sia-sia karena tidak dimanfaatkan secara optimal. Produksi gula pada Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Data Produksi Gula PTPN II tahun 2012


(59)

Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu Senyawa kimia Persentase(%)

SiO2 71

Al2O3 1,9

Fe2O3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3,0

MnO 0,2

Sumber:http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.pdf

2.2.4 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan persyaratan dan memiliki mutu yang baik.

Tanah lempung merupakam salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya


(60)

dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

Stabilisasi memiliki 3 (tiga) cara yaitu: mekanis, fisis dan penambahan campuran (admixture)) seperti cara dengan menggunakan lapisan tambah pada

tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan pemampatan

di lapangan serta dapat juga dengan melakukan memompaan air tanah sehingga air tanah mengalami penurunan. Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi, abu cangkak sawit, abu ampas tebu, fly ash, bitumen dan

bahan-bahan lainnya. Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixture) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kekuatan b. Mengurangi deformabilitas c. Menjaga stabilitas volume d. Mengurangi permeabilitas e. Mengurangi erodibilitas f. Meningkatkan durabilitas

2.2.4.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen

Stabilisasi tanah dengan semen adalah pencampuran antara tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu material baru yaitu Tanah – Semen dimana karakteristik deformasi, kekuatan, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuikan dengan kebutuhan untuk perkerasan jalan, pondasi bagunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain (Kezdi, 1979)


(61)

Pada penelitian ini digunakan semen dengan jenis Portland cement tipe-I

dan abu ampas tebu. Kelebihan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah adalah :

a. Meningkatkan kekuatan dan kekakuan (stiffness)

b. Stabilitas volume yang lebih baik c. Meningkatkan durabilitas

2.2.4.2 Proses kimia pada stabilisasi tanah dengan Semen

Suardi (225) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut:

a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;

Jika Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat.

Reaksi pozolan; semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.


(62)

b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat; Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2

Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah

ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.

2.2.4.3 Stabilisasi Tanah Dengan abu ampas tebu

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat


(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan Portland Cement (PC) dan abu ampas tebu (AAT) dengan

berbagai variasi campuran.

Penelitian tugas akhir ini dilakukan bersamaan dengan penelitian Fadilla, “Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung yang Dicampur dengan Semen dan Abu Sekam Padi” dan penelitian Sinaga, “Pengujian Kuat Tekan Bebas pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Cangkang Sawit”. Dimana pada ketiga penelitian ini, digunakan sampel tanah asli dan tanah remoulded yang sama

kemudian dibandingkan bahan stabilisator masing-masing. Bahan stabilisator yang digunakan adalah yaitu abu sekam padi, abu ampas tebu dan abu cangkang sawit sehingga dapat dibandingkan bahan stabilisator mana yang terbaik.

Program penelitian dalam penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium. Skema program penelitian dapat dilihat pada Diagram Alir Penelitian dalam Gambar 3.


(64)

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Mulai

Persiapan Studi Literatur

Penyediaan Bahan

Tanah Abu Ampas Tebu (AAT) Semen (PC)

1. Uji Kadar Air 2. Uji Berat Jenis 3. Uji Atterberg 4. Analisa Saringan 5. Uji Proctor Standar

6. Uji Kuat Tekan Bebas (UCT)

Pembuatan Benda Uji 1. Kombinasi campuran

2% PC + 2% AAT 2% PC + 6%AAT 2 %PC + 10%AAT 2% PC + 14%AAT 2% PC + 3% AAT 2 %PC + 7%AAT 2 %PC + 11%AAT 2 %PC + 15%AAT 2% PC + 4% AAT 2 %PC + 8%AAT 2 %PC + 12%AAT

2% PC + 5% AAT 2 %PC + 9%AAT 2% PC + 13%AAT 2. Lakukan pemeraman (curing time) 7 hari.

3. Pemadatan dengan Proctor Standar.

Uji Kuat tekan Bebas Analisis Data Lab Kesimpulan dan Saran


(65)

3.2 Pekerjaan Persiapan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni :

• Mencari literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen dan abu ampas tebu, serta literatur mengenai pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).

• Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari Jalan Raya Medan Tenggara, Sumatera Utara. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung dengan kadar air rendah – sedang.

• Pengadaan semen

Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk dagang

Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).

• Pengadaan serbuk abu ampas tebu

Abu ampas tebu yang dipakai adalah abu ampas tebu yang berasal dari limbah ampas tebu yang dibakar menjadi abu yang berasal dari pabrik gula Sei Semayang di Jl. Medan-Binjai Km 12.5 , Medan.

3.3 Proses Sampling

Adapun pengambilan (proses) sampling tanah tidak terganggu

(undisturbed) yang diperoleh dari lapangan adalah dengan menggunakan hand bor

dan untuk sampel tanah terganggu diambil dari tanah yang berada ± 30cm dari muka tanah. Hal ini dimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada


(66)

dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai. Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:

• Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Jalan Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara

• Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari muka tanah.

• Sampel tanah asli (undisturbed) maupun tanah remoulded yang digunakan

sama dengan penelitian Fadilla (2014) dan Sinaga (2014).

• Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu

(undisturbed) dan untuk pengujian tanah campuran diambil dari tanah disturbed dicampur dengan semen dan abu ampas tebu.

• Pada pengujian kuat tekan tanah (unconfined compression test) sampel

tanah asli diambil dari tanah undisturbed dengan menggunakan alat

pengeluar sampel tanah dari tabung tanah undisturbed dan dimasukkan ke dalam mould sampel UCT test.

3.4 Pekerjaan Laboratorium 3.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah

Dalam penelitian ini pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :


(67)

• Uji Kadar Air ( Water Content Test )

• Uji Berat Jenis ( Specific Gravity Test )

• Uji Berat Volume ( Volume Weight Test )

• Uji batas-batas Atterberg ( Atterberg Limit )

• Uji analisa saringan ( Sieve Analysis )

3.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah 3.4.2.1 Uji Proctor Standar

Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :

• Uji Proctor Standar ( Standart Compaction Test )

Pengujian ini diperlukan agar dapat mengetahui besar kadar air optimum serta mengetahui berat isi kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan

bahwa sampel tanah campuran dianggap memiliki kepadatan lapangan dan kadar air lapangan seperti tanah undisturbed.

Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan

stabilisator yang telah bercampur dengan tanah tersebut dalam sepenuhnya memberikan efek dan bereaksi dengan tanah tersebut. Pada percobaan ini digunakan pemeraman selama 7 hari.

Pembuatan benda uji dilakukan dengan cara trial error, yang dimaksud


(68)

semen dan abu ampas tebu sama dengan sampel tanah asli. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapat ukuran kadar air keduanya yang relatif sama. Jika sampel dengan kadar air yang pas sudah didapat maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

Namun secara teori jika suatu tahan dicampur dengan semen maka campuran tersebut akan mengalami absorbsi air berlebih sehingga perlunya diperhitungkan berapa penambahan air yang diperlukan pada setiap variasi pencampuran benda uji.

3.4.2.2 Uji UCT (Unconfined Compression Test)

Pengujian selanjutnya adalah pengujian yang dilakukan tidak pada tanah asli saja namun juga pada tanah yang telah dicampur. Pengujian UCT ini ditujukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan tanah pada tanah lempung asli dan tanah lempung yang telah dicampur dengan semen dan abu ampas tebu dengan berbagai variasi yang telah ditentukan.

3.5 Analisis Data Laboratorium

Setelah seluruh data-data yang diperoleh baik dari pengujian sifat fisik dan sifat mekanis kemudian dilakukan pengumpulan data serta pemilahan data yang diperoleh. Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan analisa data hasil pengujian laboratorium dan kemudian dievaluasi.


(69)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji kuat tekan bebas tanah lempung dengan campuran semen 2% dan abu ampas tebu yang bervariasi antara 2% sampai 15%. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari Jalan Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.

4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

• Kadar Air

• Berat Jenis

• Batas-batas Atterberg


(70)

Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah

No Pengujian Hasil

1 Kadar Air ( Water Content ) 19,90%

2 Berat Jenis ( Specific Gravity ) 2,65

3 Batas Cair ( Liquid Limit ), LL 44,23

4 Batas Plastis ( Plastic Limit ), PL 14,38

5 Indeks Plastisitas ( Plasticity Index ), PI 29,85

6 Persen lolos saringan no 200 62%

Menurut sistem klasifikasi AASHTO, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 62% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 44,23% maka sampel tanah memenuhi persyaratan > 35% lolos

ayakan no. 200 dengan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki batas cair (liquid limit) ≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index) > 11, sehingga

tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 62% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 44,23% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi

tanah yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.


(71)

Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS


(72)

Gambar 4.3 Grafik batas cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

Adapun hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa semen dan abu ampas tebu ditunjukkan pada Tabel 4.2. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.4, hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.5, dan hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6.


(73)

Tabel 4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit

Sampel

Batas - Batas Atterberg

LL PL IP

Tanah Asli 44,23 14,38 29,85 2% (PC) + 2% (AAT) , 7 hari 43,80 31,03 12,77 2% (PC) + 3% (AAT) , 7 hari 42,39 30,25 12,14 2% (PC) + 4% (AAT) , 7 hari 40,24 28,35 11,89 2% (PC) + 5% (AAT) , 7 hari 38,87 27,86 11,01 2% (PC) + 6% (AAT) , 7 hari 38,09 27,31 10,78 2% (PC) + 7% (AAT) , 7 hari 37,03 26,79 10,24 2% (PC) + 8% (AAT) , 7 hari 35,41 25,37 10,04 2% (PC) + 9% (AAT) , 7 hari 33,47 23,83 9,64 2% (PC) + 10% (AAT) , 7 hari 31,69 22,50 9,19 2% (PC) + 11% (AAT) , 7 hari 30,89 22,02 8,86 2% (PC) + 12% (AAT) , 7 hari 27,89 19,52 8,37 2% (PC) + 13% (AAT) , 7 hari 25,75 17,69 8,06 2% (PC) + 14% (AAT) , 7 hari 23,08 15,48 7,61 2% (PC) + 15% (AAT) , 7 hari 20,71 13,67 7,04


(74)

4.2.2.1 Batas Cair (LL)

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari.

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa penambahan bahan stabilisasi semen dan abu ampas tebu cenderung mengalami penurunan. Semakin besar persentase abu ampas tebu, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 44,23 % sedangkan nilai batas cair terendah pada penambahan abu ampas tebu 15 % sebesar 20,71%. Hal ini disebabkan tanah mengalami proses sementasi oleh semen dan abu ampas tebu sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

4.2.2.2 Batas Plastis (PL) 0

10 20 30 40 50

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

B

at

as

C

ai

r


(75)

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari.

Pada Gambar 4.5 memperlihatkan terjadinya penurunan nilai batas plastis akibat penambahan bahan stabilisasi. Nilai batas plastis (PL) tanah ditambah 2% semen lebih besar dibandingkan tanah asli yaitu 31,03%, tetapi seiring bertambahnya persentase abu ampas tebu nilai batas plastis mengalami penurunan. Nilai batas plastis tanah asli menunjukkan 14,38 % dan pada penambahan abu ampas tebu 15 % menunjukkan nilai sebesar 13,67 %. Hal ini juga disebabkan karena adanya proses sementasi pada butiran tanah oleh semen dan abu ampas tebu.

4.2.2.3 Indeks Plastisitas (IP) 0

10 20 30 40 50

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

B

at

as

P

las

tis


(76)

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai IP dengan variasi campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari.

Pada Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi maka nilai indeks plastisitas akan menurun. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai batas cair dan batas plastis. Penurunan nilai batas cair lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada batas plastis, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan indeks plastisitas.

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan (compaction) standart. Dimana alat yang

digunakan diantaranya : 0

5 10 15

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

IP


(77)

Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm.

• Berat penumbuk 3,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

• Sampel tanah lolos saringan no 4.

Berdasarkan hasil uji sifat mekanis tanah yang dilakukan pada sampel tanah maka diperolehlah hasil uji pemadatan tanah sesuai dengan yang tertera dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Uji Pemadatan Tanah

No Hasil Pengujian Nilai

1 Kadar Air Optimum 20,41 %

2 Berat isi kering maksimum 1,24 gr/cm3

Gambar 4.7 Kurva kepadatan tanah

0.5 1 1.5 2

10 15 20 25 30 35 40

γd

(g

r/

cm3

)

w (%) Dmax

ZAV Line Wopt


(78)

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator Adapun hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa semen dan abu ampas tebu ditunjukkan pada Tabel 4.4. dan hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan hubungan kadar air optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.8.


(79)

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Compaction

Sampel

γ

d maks (gr/cm³)

Wopt (%)

2% (PC) + 2% (AAT) , 7 hari 1,20 31,12 2% (PC) + 3% (AAT) , 7 hari 1,25 30,28 2% (PC) + 4% (AAT) , 7 hari 1,20 30,62 2% (PC) + 5% (AAT) , 7 hari 1,22 29,51 2% (PC) + 6% (AAT) , 7 hari 1,31 28,28 2% (PC) + 7% (AAT) , 7 hari 1,36 25,63 2% (PC) + 8% (AAT) , 7 hari 1,53 22,04 2% (PC) + 9% (AAT) , 7 hari 1,65 21,22 2% (PC) + 10% (AAT) , 7 hari 1,56 21,08 2% (PC) + 11% (AAT) , 7 hari 1,51 20,23 2% (PC) + 12% (AAT) , 7 hari 1,49 19,89 2% (PC) + 13% (AAT) , 7 hari 1,40 19,10 2% (PC) + 14% (AAT) , 7 hari 1,40 18,36 2% (PC) + 15% (AAT) , 7 hari 1,37 17,20


(80)

4.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks )

Dari hasil uji pemadatan tanah yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,24 gr/cm³. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu ampas tebu nilai berat isi kering maksimum cenderung meningkat. Hal ini disebabkan adanya semen dan abu ampas tebu yang mengisi rongga-rongga di antara butiran tanah sehingga air tidak dapat masuk ke dalamnya. Kepadatan maksimum terbesar terjadi pada kadar abu ampas tebu sebesar 9% kemudian sedikit menurun atau konstan pada kadar abu yang lebih tinggi (10 - 15%).

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks) tanah

dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

γd maks (gr /c )


(81)

4.3.2.2 Kadar Air Maksimum Campuran

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt ) dan variasi

campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari.

Pada Gambar 4.7 terlihat nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 20,41 % mengalami peningkatan pada penambahan semen 2 %, yaitu mencapai 31,12%. Akan tetapi cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan abu ampas tebu. Apabila suatu tanah dipadatkan, tanah akan mempunyai rongga yang semakin kecil. Rongga tersebut akan diisi oleh abu ampas tebu yang berfungsi sebagai filler, sehingga air yang dibutuhkan sedikit, hal ini yang akan menjadikan kadar air optimum akan menurun seiring dengan bertambahnya abu ampas tebu.

0 5 10 15 20 25 30 35

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kad ar A ir M aks imu m


(82)

4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan)dan nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan stabilisator semen dan abu ampas tebu dengan waktu pemeraman selama 7 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai kohesi (cu) yaitu sebesar ½ qu.

Hasil uji kuat tekan bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada Gambar 4.10 ditunjukkan perbandingan nilai kuat tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.11 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang diperoleh di setiap variasi campuran.


(83)

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas

Sampel (kg/cm²)

Tanah Asli 2,88 1,44

Tanah Remoulded 0,69 0,35

2% (PC) + 2% (AAT) , 7 hari 6,85 3,42 2% (PC) + 3% (AAT) , 7 hari 7,07 3,54 2% (PC) + 4% (AAT) , 7 hari 7,34 3,67 2% (PC) + 5% (AAT) , 7 hari 7,88 3,94 2% (PC) + 6% (AAT) , 7 hari 8,31 4,16 2% (PC) + 72% (AAT) , 7 hari 8,64 4,32 2% (PC) + 8% (AAT) , 7 hari 9,02 4,51 2% (PC) + 9% (AAT) , 7 hari 9,54 4,77 2% (PC) + 10% (AAT) , 7 hari 9,95 4,98 2% (PC) + 11% (AAT) , 7 hari 10,54 5,27 2% (PC) + 12% (AAT) , 7 hari 11,08 5,54 2% (PC) + 13% (AAT) , 7 hari 10,88 5,44 2% (PC) + 14% (AAT) , 7 hari 10,65 5,32 2% (PC) + 15% (AAT) , 7 hari 10,21 5,10


(1)

LAMPIRAN F


(2)

LAMPIRAN G


(3)

LAMPIRAN G

Dokumentasi Pelaksanaan

Abu Ampas Tebu Semen

Pengeboran Tanah Proses Pengambilan Sampel Undisturbed


(4)

Proses Pengeluaran Sampel Undisturbed UCT Tanah Asli

Proses Pengayakan Abu Ampas Tebu Proses Pencampuran Tanah + Abu Ampas Tebu + Semen

Pemeraman Sampel Campuran Proses Pemadatan (Compaction)


(5)

Penimbangan Sampel Atterberg Sampel Batas Plastis (PL)

Sampel Uji Kuat Tekan Campuran Proses Penekanan Benda Uji


(6)