TA : Perancangan Aplikasi Konstruksi Retaining Wall Sistem dan Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan Pada PT. Sumber Jaya Sempurna.

(1)

SISTEM DAN PERENCANAAN TEBAL LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN PADA PT. SUMBER JAYA SEMPURNA

Oleh :

Nama : HARI SETYO WIDODO

NIM : 98.41010.4040

Program : S1 (Strata Satu)

Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

Halaman

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Retaining Wall ... 7

2.2 Tekanan Tanah Lateral ... 8

2.3 Analisis Stabilitas Konstruksi ... 15

2.4 Bentuk-Bentuk Retaining Wall ... 21

2.5 Rekayasa Jalan Raya ... 24

2.6 Sistem Pendukung Keputusan ... 38

2.7 Analisa Dan Perancangan Sistem Informasi ... 38

2.8 Interaksi Manusia Dan Komputer ... 40

2.9 Delphi ... 40


(3)

2.11 Penggunaan Visual Basic dalam Microsoft Excel ……… 41

2.12 Microsoft SQL Server ... 42

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM ... 44

3.1 Analisa Permasalahan ... 44

3.2 Hasil Analisa ... 50

3.3 Perancangan Sistem ... 62

BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM ... 102

4.1 Implementasi Program ... 102

4.2 Penjelasan Program ... 103

4.3 Evaluasi Program ... 127

BAB V PENUTUP ... 132

5.1 Kesimpulan ... 132

5.2 Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN ... 135


(4)

Halaman

Tabel 2.1 Koefisien distribusi ke lajur rencana ... 30

Tabel 2.2 Distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan ... 30

Tabel 2.3 Index nomogram yang disesuaikan dengan kondisi indonesia ... 34

Tabel 2.4 Minimum lapisan atas perkerasan ... 34

Tabel 2.5 Lapisan pondasi ... 25

Tabel 3.1 Customer ... 78

Tabel 3.2 Jenis kerja ... 78

Tabel 3.3 Jenis mesin ... 79

Tabel 3.4 Mesin ... 79

Tabel 3.5 Tanah ... 80

Tabel 3.6 Lapisan atas ... 80

Tabel 3.7 Analisis jalan ... 81

Tabel 3.8 Lapisan pondasi ... 81

Tabel 3.9 Analisis tanah ... 82

Tabel 3.10 Tender master ... 83

Tabel 3.11 Tender detail... 83

Tabel 3.12 Survey jalan ... 84

Tabel 3.13 Detail survey jalan... 84

Tabel 3.14 Result jalan LEP master ... 85

Tabel 3.15 Result jalan LEP ... 86


(5)

Tabel 3.16 Result akhir ... 87 Tabel 3.17 Kontrak ... 87 Tabel 3.18 Result retaining ... 88


(6)

Halaman

Gambar 2.1 Retaining Wall bentuk I ... 21

Gambar 2.2 Retaining Wall bentuk II ... 22

Gambar 2.3 Retaining Wall bentuk III... 22

Gambar 2.4 Retaining Wall bentuk IV ... 23

Gambar 2.5 Retaining Wall bentuk V ... 23

Gambar 2.6 Retaining Wall bentuk VI ... 24

Gambar 2.7 Korelasi DDT dan CBR ... 36

Gambar 2.8 Koefisien Kekuatan Relatif ... 37

Gambar 2.9 Arsitektur SQL server ... 43

Gambar 3.1 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan ... 58

Gambar 3.2 Model Prototyping ... 63

Gambar 3.3.1 Sistem Flow Manual ... 64

Gambar 3.3.2 Sistem Flow Manual 2 ... 65

Gambar 3.4.1 Sistem Flow Komputerisasi Retaining Wall dan Perkerasan Jalan Raya 1 ... 68

Gambar 3.4.2 Sistem Flow Komputerisasi Retaining Wall dan Perkerasan Jalan Raya 2 ... 69

Gambar 3.4.3 Sistem Flow Komputerisasi Retaining Wall dan Perkerasan Jalan Raya 3 ... 69

Gambar 3.4.4 Sistem Flow Komputerisasi Retaining Wall dan Perkerasan Jalan Raya 4 ... 70

Gambar 3.5 Diagram Berjenjang ... 71

Gambar 3.6 Context Diagram ... 72

Gambar 3.7 DFD Level 0 ... 73 xiv


(7)

Gambar 3.9 DFD Level 1 Proses Perhitungan dan Analisa Data ... 75

Gambar 3.10 DFD Level 1 Proses Perhitungan Stabilitas ... 76

Gambar 3.11 Entity Relationship Diagram ... 77

Gambar 4.1 Form Login... 104

Gambar 4.2 Form Menu Utama ... 105

Gambar 4.3 Menu Maintanance ... 106

Gambar 4.4 Menu Transaksi ... 107

Gambar 4.5 Menu Proses Analisa ... 107

Gambar 4.6 Menu Laporan ... 108

Gambar 4.7 Menu Utility ... 109

Gambar 4.8 Menu Help ... 109

Gambar 4.9 Menu Quit ... 110

Gambar 4.10 Form Master Customer ... 111

Gambar 4.11 Form Master Jenis Kerja ... 111

Gambar 4.12 Form Master Tanah ... 112

Gambar 4.13 Form Master Devisi Mesin Kerja ... 113

Gambar 4.14 Form Master Mesin ... 113

Gambar 4.15 Form Master Lapisan Atas Perkerasan Jalan ... 114

Gambar 4.16 Form Master Lapisan Pondasi Perkerasan Jalan ... 115

Gambar 4.17 Form Pencatatan Tender Proyek ... 116

Gambar 4.18 Form Analisa Tanah ... 117

Gambar 4.19 Form Analisa Retaining Wall... 118

Gambar 4.20 Hasil Analisa Retaining Wall ... 118


(8)

Gambar 4.22 Survey Lintas Ekivalen ... 120

Gambar 4.23 Contoh Form Detail Survey Lintas Ekivalen ... 121

Gambar 4.24 Form Analisa Jalan ... 121

Gambar 4.25 Analisa Perkerasan Jalan Raya... 122

Gambar 4.26 Hasil Analisa Perkerasan Jalan Raya ... 122

Gambar 4.27 Gambar Hasil Analisa Perkerasan Jalan Raya ... 123

Gambar 4.28 Form Pelaksanaan Tender Proyek ... 124

Gambar 4.29 Laporan Hasil Analisa Retaining Wall ... 125

Gambar 4.30 Laporan Hasil Analisa Perkerasan Jalan Raya ... 125

Gambar 4.31 Laporan Tender Proyek per Periode ... 126

Gambar 4.32 Laporan Tender per Customer ... 126

Gambar 4.33 Laporan Hasil Analisa Kasus 1 ... 129

Gambar 4.34 Laporan Hasil Analisa Kasus 2 ... 131


(9)

Halaman

Lampiran 1. List Program Dengan menggunakan Borland Delphi 6 ... 135

Lampiran 2. Laporan Output Analisis Retaining Wall ... 157

Lampiran 3. Laporan Output Analisis Perkerasan Jalan Raya ... 158

Lampiran 4. Form Survey Jalan sebelum diisi ... 160

Lampiran 5. Form Hasil Analisa Laboratorium Tanah dan Jalan Raya . 161

Lampiran 6. Biodata Penulis... 162


(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi di dunia sekarang ini semakin pesat apalagi dengan adanya komputer yang membawa dampak dalam berbagai lapisan bidang usaha sebagai alat pengolah data untuk membantu merencanakan dan menganalisa data.

Retaining Wall merupakan istilah dibidang teknik sipil. Retaining Wall merupakan struktur bangunan yang digunakan untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan tanah atau bahan lain yang memiliki beda ketinggian dan tidak memperbolehkan tanah memiliki kemiringan longsor lebih dari kemiringan alaminya. Oleh karena itu, konstruksi ini sering digunakan untuk menahan atau menopang suatu peninggian tanah, onggokan batu bara, onggokan biji tambang ataupun air, atau bahkan sebagai dasar pembangunan jembatan dan jalan.

Supaya dapat menahan tanah yang memiliki kondisi khusus tersebut, konstruksi ini harus mampu memberikan kestabilan terhadap pengaruh gaya – gaya eksternal maupun gaya – gaya internal. Oleh karena itu, dalam perencanaan retaining wall, kestabilan konstruksi harus ditinjau terhadap pengaruh gaya–gaya

eksternal yang dapat menyebabkan keruntuhan guling (overtuning failure),

keruntuhan geser (sliding failure), dan keruntuhan daya dukung tanah (bearing

capacity failure), maupun terhadap gaya – gaya internal yang dapat menyebabkan

pecahnya konstruksi.


(11)

Sampai saat ini metode yang digunakan untuk menghitung struktur ini adalah metode coba – coba, tetapi metode ini membutuhkan waktu yang lama, terutama bagi yang belum berpengalaman. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk dikembangkan suatu program komputer yang dapat membantu proses penghitungan struktur ini, dengan harapan waktu dan tenaga yang diperlukan akan lebih efisien dan tentu saja menghasilkan tingkat akurasi atau ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghitungan secara manual dengan metode coba – coba tersebut.

Selain itu dibutuhkan pembuatan sistem yang mengontrol parameter perkerasan tebal lapisan jalan, yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan tersebut. Dalam perencanaan perlu dipertimbangkan seluruh faktor– faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti: Fungsi Jalan, Kinerja Perkerasan, Umur Rencana, Lalu Lintas, Sifat Tanah, Kondisi Lingkungan, Sifat Material dan Bentuk Geometrik jalan agar dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan.

Dengan adanya pembuatan sistem tersebut dapat membantu pihak kontraktor dalam membangun suatu bangunan membuat jalan baru atau memperbaiki jalan – jalan yang telah ada.

1.2 Perumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang di atas maka didapatkan beberapa permasalahan sebagai berikut :


(12)

1. Bagaimana menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem dalam penentuan dan analisis Retaining Wall dan Sistem Perencanaan Tebal

Konstruksi Jalan.

2. Bagaimana menentukan dan analisis dalam pengambilan keputusan dari analisis nilai Stabilitas Guling, Geser dan Daya Dukung maupun Stabilitas Konstruksi Badan terhadap Gaya Internal.

3. Bagaimana menentukan dan menganalisis perkembangan lalu lintas yang berfungsi sebagai dasar penentuan perencanaan konstruksi jalan.

4. Bagaimana menentukan dan menganalisis sifat yang menjadi struktur tanah dalam proses penentuan perencanaan konstruksi jalan.

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun batasan permasalahan pada tugas akhir ini adalah :

1. Program ini hanya khusus untuk retaining wall jenis dinding gravitas dengan

bentuk T menghadap kebawah.

2. Lapisan tanah di belakang dinding retaining wall hanya terdiri dari satu

lapis ( lapisan tanah nonsaturated ).

3. Tidak ada kemiringan tanah diatas tanah timbunan ( dianggap datar,

Beta = 0 ) dan beban diatas tanah timbunan berupa beban merata.

4. Dalam penentuan perencanaan tebal lapisan kontruksi perkerasan jalan hanya

dipengaruhi faktor pertumbuhan lalu lintas dan sifat dasar tanah.

5. Target yang ingin dicapai adalah menentukan kondisi retaining wall yang


(13)

6. Lapisan struktur Perkerasan Jalan hanya memiliki 3 lapisan Perkerasan , yaitu lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang masing-masing lapisan memiliki kekuatan relatif dan bahan yang berbeda.

1.4 Tujuan

Berdasarkan permasalahan pada Tugas Akhir ini, maka tujuan yang diharapkan dapat tercapai yaitu :

1. Mengoptimalkan pemanfaatan komputer dalam penentuan retaining wall yang

terbaik dan penentuan parameter untuk perkerasan konstruksi jalan..

2. Membuat program yang memiliki kemampuan untuk :

a. Menentukan jumlah nilai gaya dan beban yang bekerja dalam retaining

wall, sehingga dapat dihasilkan nilai data yang aman bagi retaining wall.

b. Membantu menentukan berapa besar nilai stabilitas guling, stabilitas

geser, eksentrisitas dan daya dukung internal pada konstruksi badan dinding.

c. Membantu pengambilan keputusan pihak manajemen untuk menentukan

bentuk retaining wall yang aman dalam konstruksi badan dinding.

d. Membantu menentukan nilai pertumbuhan lalu lintas dan nilai

pengamatan pengukuran tanah sebagai penentuan konstruksi perkerasan jalan.


(14)

1.5 Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan Tugas Akhir ini secara sistematika diatur dan disusun dalam lima bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan secara umum tentang latar belakang masalah, tujuan, perumusan masalah maupun metodologi yang menjelaskan awal perencanaan hingga terwujudnya sistem ini, serta sistematika penulisan Tugas Akhir sebagai ringkasan materi dari masing-masing bab.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan konsep-konsep dan teori-teori yang mendukung penyelesaian Tugas Akhir dalam perancangan sistem dan pembuatan program sehingga dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan.

BAB III : ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas tentang analisa sistem, perancangan sistem yang akan dibuat dan permasalahan yang timbul pada sistem yang lama secara jelas, lengkap, mudah dipahami, dan sesuai dengan batasan masalah Tugas Akhir.

BAB IV : IMPLEMENTASI SISTEM

Bab ini membahas tentang konfigurasi sistem, implementasi dan pembahasan dari program yang telah dibuat. Pembahasan dari Implementasi input


(15)

dan output dilakukan untuk memastikan apakah program yang dibuat telah sesuai dengan yang dikehendaki atau belum.

BAB V : PENUTUP

Bab ini membahas kesimpulan secara keseluruhan dalam penulisan Tugas Akhir dan saran-saran yang diharapkan terhadap pengembangan dari karya yang ada serta kemungkinan-kemungkinan dilakukannya pengembangan dan perbaikan apabila masih terdapat kesalahan yang telah dilakukan


(16)

LANDASAN TEORI

2.1 Retaining Wall.

Retaining wall adalah suatu konstruksi yang digunakan untuk memberikan stabilitas tanah atau bahan lain yang kondisinya memliki beda ketinggian dan tidak

memperbolehkan tanah memiliki kemiringan longsor ( slope ) lebih besar dari

kemiringan alaminya. Biasanya konstruksi ini digunakan untuk menahan atau menopang peninggian tanah, onggokan batu bara, atau onggokan biji tambang, dan air. Menurut Ir. Rochmanhadi Retaining Wall dibedakan menjadi beberapa jenis menurut cara mencapai stabilitasnya, yaitu :

- Gravity Wall ( Dinding Gravitasi )

Gravity Wall merupakan tipe sederhana dari retaining wall. Bahan dari konstruksi ini dapat dibuat dari beton atau pasangan batu. Stabilitas konstruksi jenis ini bergantung kepada beratnya.

- Cantilever Wall ( Dinding Konsol )

Cantilever Wall merupakn konstruksi penahan yang menggunakan aksi konsol untuk menahan massa yang ada dibelakang dinding dari kemiringan alami yang dianggap. Desain untuk retaining wall jenis ini harus memenuhi dua persyaratan yang menentukan yakni memiliki stabilitas yang cukup untuk melawan gaya eksternal dan mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk menahan gaya internal yang ada


(17)

- Counterford Retaining Wall ( Dinding Pertebalan Belakang )

Counterford Retaining Wall merupakan konstruksi yang serupa dengan contilever wall, tetapi konstruksi ini digunakan dimana konsol adalah panjang dan untuk tekanan yang sangat tinggi dibelakang dinding serta mempunyai pertebalan belakang yang mengikat dinding dan basis bersama – sama. Pertebalan belakang berada dibelakang dinding dan dipengaruhi tentile force ( gaya tentang ).

- Buttressed Retaining Wall ( Dinding Pertebalan Depan )

Buttressed Retaining Wall merupakan konstruksi yang sama counterford retaining wall, tetapi dalam hal ini ditempatkan di depan dinding.

- Semi Gravity Wall ( Dinding Semi Gravitasi )

Semi Gravity Wall merupakan dinding yang terletak antara sebuah dinding gravitasi sebenarnya dan dinding konsol.

- Crib Wall ( Dinding Tahan Kisi )

Crib Wall merupakan anggota – angota yang dibangun dari potongan beton pracor, logam atau kayu dan didukung oleh potongan angkur yang ditanamkan untuk mencapai stabilitas.

2.2 Tekanan Tanah Lateral.

Dalam perancangan suatu konstruksi retaining wall atau struktur penahan lain seperti pangkal jembatan, turap, terowongan, saluran beton di bawah tanah, diperlukan analisis tekanan tanah lateral. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah dibelakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak dari dinding penahan dan sifat tanahnya. Tekanan tanah lateral yang terjadi dibedakan menjadi 3 keadaan, yaitu:


(18)

1. Tekanan tanah pada keadaan diam.

Tekanan tanah diam akan terjadi dan bekerja pada suatu retaining wall apabila retaining wall tersebut sama sekali tidak bisa bergerak di dalam tanah. Hal ini dinyatakan dengan persamaan :

Po = Ko x γ x H

Dimana

γ = Berat volume tanah

Ko = Koefisien tekanan tanah pada keadaan diam

2. Tekanan tanah aktif.

Tekanan tanah aktif akan terjadi dan bekerja pada suatu retaining wall apabila retaining wall tersebut harus menahan longsornya tanah. Dengan kata lain tekanan tanah aktif dapat terjadi apabila retaining wall bergerak menjauhi tanah. Hal ini dinyatakan dalam persamaan :

Pa = Ka x γ x H

Dimana

Ka = Koefisien tanah aktif

3. Tekanan tanah pasif.

Tekanan tanah pasif akan terjadi dan bekerja pada suatu retaining wall apabila tanah tersebut harus menahan bergeraknya retaining wall atau dengan kata lain tekanan tanah pasif akan terjadi apabila dinding di dorong menuju tanah. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan :

Pp = Kp x γ x H

Dimana


(19)

Untuk menganalisis besarnya tekanan – tekanan tanah lateral tersebut, ada beberapa teori yang dapat digunakan, antara lain teori Rankine dan Teori Coulomb. Selain kedua teori tersebut, masih ada lagi beberapa teori untuk menentukan besarnya tanah lateral.

Pada kondisi aktif, dianggap bahwa tanah di tahan dalam arah horizontal sehingga sembarang elemen tanah akan sama benda uji dalam alat triaxial yang diuji dengan penerapan tekanan sel yang dikurangi, sedangkan tekanan tanah aksial tetap konstan. Ketika tekanan horizontal dikurangi sampai nilai tertentu, kuat geser tanah akan sepenuhnya berkembang dan tanah akan mengalami keruntuhan. Gaya horizontal yang menyebabkan keruntuhan merupakan tekanan aktif dan nilai banding tekanan horizontal dan vertikal dalam kondisi ini merupakan koefisien tekanan aktif atau Ka. Persamaannya yaitu :

Ka = tan2 (45 – f / 2) Kp = tan2 (45 + f / 2)

Dimana :

Ka = koefisien tekanan tanah aktif Kp = koefisien tekanan tanah pasif

f = sudut geser dalam tanah timbunan (°)

Palb = 0,5 ( g x H2 x Ka )

Untuk kondisi pasif, dianggap bahwa tanah ditekan dalam arah horizontal, maka sembarang elemen tanah akan sama kondisinyaseperti keadaan benda uji dalam alat triaxial yang di bebani sampai runtuh melalui penambahan tekanan sel sedang tekanan aksial tetap. Nilai banding tekanan horizontal dan vertikal pada kondisi ini merupakan koefisien tekanan pasif atau Ka. Persamaannya dapat dilihat berikut ini :


(20)

Keterangan :

X = simbol dari perkalian Ka = koefisien tekanan aktif Kp = koefisien tekanan pasif Palb = tekanan horizontal aktif Pplb = tekanan horizontal pasif

β = 0 = kemiringan tanah di atas tanah timbunan

H = Tingi dinding

φ = Sudut geser dalam tanah

γ = Berat volume tanah.

Setelah diperoleh tekanan tanah, cek stabilitas dinding penahan tersebut dari bahaya geser, guling dan daya dukung tanah yang bersangkutan supaya jangan sampai terlampaui.

2.2.1Pengaruh Terhadap Beban Merata.

Jika diatas muka tanah terdapat beban merata ( q ), maka tekanan tanah vertikal akan bertambah pada setiap kedalaman ( H ) dan akan mengakibatkan tekanan horizontal bertambah pula. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Palb = ( Ka x q x H ) + (1/2 Ka x γ x H 2 )

Dimana :

Palb = Tekanan horizontal aktif Q = Beban merata

Ka = Koifiesien tekanan aktif

γ = Berat volume tanah


(21)

a. Akibat gaya berat

G1 = C x T1 x γpas

G2 = L x T2 x γpas

G3 = D/2 x T1 x γpas

G4 = D/2 x T1 x γ1

G5 = B/2 x T1 x γpas

G6 = E x T1 x γ1

Gtotal = G1+G2+G3+G4+G5+G6 L = A+B+C+D+E

Dimana :

G = pembebanan atau mencari beban sendiri C, B, D dan E = lebar dimensi

T1 = Tinggi badan

γpas = nilai gamma pasangan (bahan yang digunakan)

γ1 = sudut geser dalam tanah timbunan

L = Luas penampang

b. Tekanan tanah aktif dan pasif

Pa1 = H x γ1 x Ka x H/2

Pa2 = q x Ka x H

Pp = T2 x γ2 x Kp x T2/2

Pah = Pa1 + Pa2

Dimana :

Pa1 = tekanan tanah aktif akibat tanah timbunan Pa2 = tekanan tanah aktif akibat beban merata


(22)

Pp = tekanan tanah pasif dari tanag diseberang tanah timbunan Pah = tekanan tanah aktif

T2 = tinggi pondasi

Menghitung besar momen terhadap pelat ujung

Ma1 = Pa1 x H/3 Ma2 = Pa2 x H/2 Mp = Pp x T2 /3

Mg1 = G1 x (A+B+(C/2) Mg2 = G2 x (L/2)

Mg3 = G3 x (A+B+C+(D/3) Mg4 = G4 x (A+B+C+(2D/3)) Mg5 = G5 x (A+(2B/3))

Mg6 = G6 x (A+B+C+D+(E/2))

Dimana :

Ma1 = momen akibat gaya Pa1 terhadap titik ujung pondasi Ma2 = momen akibat gaya Pa2 terhadap titik ujung pondasi Mp = momen akibat gaya Pp terhadap titik ujung pondasi Mg = momen

2.2.2Pengaruh Air Tanah.

Air tanah akan mengakibatkan tanah dibelakang dinding penahan tanah berubah karakteristik fisiknya. Bagian di atas muka air tanah, dapat berupa tanah saturated atau tanah timbunan, tergantung jenis tanahnya sehingga berat jenisnya dapat g (berat

jenis timbunan) atau gsat ( berat jenis saturated ). Tanah di bawah muka air tanah akan


(23)

2.2.3Pengaruh Tanah dengan Karakteristik Fisik yang berbeda.

Jika di jumpai suatu kondisi dimana tanah di belakang dinding penahan tanah terdiri dari beberapa lapis tanah dengan keadaan karakteristk fisik yang berbeda ( g dan f berbeda ) maka besarnya tekanan tanah di tiap lapis akan berbeda.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

- Palb1  Pengaruh tanah lapis 1 di belakang dinding setinggi H1

Palb = ½ Ka1 x γ1 x H1

- Palb2 Sebagai beban terjadi rata dengan q = γ1 x H1

Palb2 = q x Ka2 x H2

- Pblb3  Pengaruh tanah lapis 2 di belakang dinding setinggi H2

Palb3 =½ Ka2 x γ2 x H2

2.2.4Pengaruh Kohesi terhadap tekanan tanah.

Kohesi akan mengurangi tekanan tanah aktif dan menambah tekanan tanah pasif ( jadi menambah stabilitas ). Persamaannya adalah sebagai berikut :

- Tanpa Kohesi

Pa1 = ½ H2x γ x Ka

- Dengan Kohesi

Pa = Pa1 – Pa2

Dimana

Pa2 = 2 x H x c x Ka ½


(24)

2.3 Analisis Stabilitas Konstruksi.

Dalam teori retaining wall dikenal dua macam kestabilan konstuksi, yakni kestabilan terhadap gaya eksternal dan kestabilan terhadap gaya internal. Karena itu, dalam perhitungan stabilitas dari konstruksi retaining wall, juga ditinjau terhadap dua macam gaya, yakni gaya eksternal dan gaya internal.

Gaya eksternal merupakan gaya yang bekerja pada konstruksi retaining wall secara keseluruhan. Jadi bila gaya eksternal yang bekerja melampaui kestabilan retaining wall yang diinginkan akan menyebabkan keruntuhan konstruksi secara keseluruhan. Analisis stabilitas terhadap gaya eksternal ini meliputi stabilitas terhadap bahaya guling, geser dan kuat dukung tanah yang terjadi.

Gaya internal merupakan gaya – gaya yang bekerja pada konstruksi retaining wall per segmen penampang, dinding penahan melampaui mutu bahan atau kestabilan yang diijinkan, maka akan menyebabkan pecahnya / retaknya konstuksi dinding penahan pada segmen penampang tersebut. Adapun analisis terhadap gaya internal ( gaya dalam ) ditinjau pada stabilitas gaya internal pada bahan dinding penahan.

2.3.1Stabilitas Terhadap Bahaya Guling.

Akibat gaya yang bekerja, konstuksi akan terguling dan berputar melalui sebuah titik putar bila tidak mampu melawan gaya yang bekerja. Momen guling akibat gaya

aktif sebesar Ma = Palbx x H. Sedangkan momen perlawanan akibat berat sendiri

konstruksi sebesar Mp = Vx x a. Bila kondisi seimbang maka ∑ M = 0. Pada


(25)

Mguling = Ma1 + Ma2

Mtahan = Mg1 + …+Mg6 + Mp S.F terhadap guling = Mtahan

Mguling S.F > 1,5 → aman

SF = ∑ Mp / ∑ Ma

Dimana :

SF > 1,5  Digunakan untuk jenis tanah non kohesif misal tanah pasar.

SF > 2  Digunakan untuk jenis kohesif missal tanah lempung

SF (StabilityFactor) merupakan nilai konstanta berdasarkan ketetapan dari stabilitas

fondasi (Joseph E. Bowles : Analisa dan Desain Fondasi)

Dalam tinjauan stabilitas ini, bila tekanan tanah pasif dapat diandalkan keberadaannya maka akan dapat memperbesar momen perlawanan ataupun mengurangi besarnya momen guling. Akan tetapi pada beberapa konstruksi memerlukan perhatian terhadap gerusan akibat aliran air yang dapat menyebabkan berkurangnya tekanan tanah pasif, maka tekanan tanah pasif dapat diabaikan dalam analisis. Besarnya momen akibat tekanan tanah pasif adalah :

Mpasif = Pp x Hp

Beberapa usaha untuk memperbesar angka keamanan adalah sebagai berikut :

- Menambah momen akibat tekanan tanah pasif pada momen perlawanan.

- Mengurangi momen guling dengan momen akibat tekanan tanah pasif.

- Memperpendek lengan gaya aktif atau memperpanjang kaki atau tumit dengan


(26)

2.3.2Stabilitas terhadap bahaya geser.

Tekanan tanah aktif menimbulkan gaya dorong sehingga dinding akan bergeser. Bila dinding penahan tanah dalam keadaan stabil, maka gaya – gaya yang bekerja

dalam keadaan seimbang ( ∑F = 0 dan ∑M = 0 )

Kemampuan untuk menahan gaya horizontal akibat tekanan tanah aktif tersebut sangat tergantung oleh gaya perlawanan yang terjadi pada bidang kontak antara konstruksi tersebut dengan tanah dasar fondasi. Ada dua kemungkinan gaya perlawanan ini didasarkan pada jenis tanahnya, yaitu :

- Tanah dasar pondasi berupa tanah non kohesif.

Dengan f; koefisien gesek antara dinding beton dan tanah dasr fondasi, bila alas

fondasi relative kasar maka F = tg θ, dimana θ merupakan sudut geser dalam

tanah. Sebaliknya bila alas fondasi relative halus permukaannya maka diambil

nilai F = tg ( 0,7 θ ) sehingga dalam hitungan di dapat Vf = G total x F, dan dalam hitungan angka keamanan yang diambil adalah :

Vf = Gtotal x tan(Ф2)

S.F terhadap bahaya geser = Vf + Pp Pah SF > 1,5 → aman

Dimana :

Vf = gaya geser yang terjadi akibat total gaya normal vertikal (Gtotal)

Ф2 = sudut geser dalam tanah dasar

- Tanah dasar pondasi berupa tanah kohesif

Momen tahan yang terjadi berupa lekatan antara tanah dasar fondasi dengan alas fondasi dinding penahan tanah. Besarnya lekatan antara alas fondasi dinding penahan tanah dengan tanah dasar fondasi sebesar ( 0,5 – 0,75 ), dimana C adalah kohesi tanah dan biasanya diambil 2/3 x C. Besarnya gaya lekat adalah luas alas


(27)

pondasi dinding penahan tanah dikalikan dengan lekatan, maka diperoleh gaya lawan 2/3 x C ( b x 1 ). Bila diambil panjang dinding adalah 1 meter. Jadi akan diperoleh angka keamanan :

SF = (2/3 x Cx b) / Pa1b

2.3.3Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah.

Besarnya daya dukung tanah yang diizinkan berbeda – beda tergantung jenis tanah dasar fondasi yang dapat berupa tanah lempung, pasir atau campuran lempung pasir dan jenis tanah keras berupa cadas, batu dan lainnya. Analisis stabilitas terhadap daya dukung tanah inipun dibedakan terhadap jenis tanah tersebut antara lain :

- Jenis tanah berupa tanah lempung, tanah pasir atau tanah campurannya.

- Jenis tanah berupa tanah keras.

Bila dalam pelaksanaannya, beban bangunan melampaui besarnya daya dukung tanah yang diizinkan, maka akan terjadi keruntuhan daya dukung. Untuk mengatasi peristiwa tersebut, biasanya luas penampang fondasi diperbesar karena semakin luas penampang fondasi, beban yang didukung oleh tanah semakin kecil.

Untuk menganalisa daya dukung fondasi dan eksentrisitas dapat menggunakan formula sebagai berikut :

• Menghitung eksentrisitas

Eks = L – Mtahan - Mguling

2 Gtotal

Jika eks <= (L/6) → aman

• Menganalisis daya dukung

( )

[

]

(

45 /2

)

cos 2

2

2 2

2 tan 360 / 2 75 .

Φ + = e o −Φ Φ

Nq π


(28)

2 tan 1 Φ − = Nq Nc

(

)

(

)

(

2

)

2 4 sin 4 . 0 1 tan 1 2 Φ × + Φ + − = Nq Nγ

Qu = [C2 x Nc] + [γ2 x T2 x (Nq-1)] + [1/2 x γ2 x L x Nγ]

Qijin = Qu/5

Qmax = [Gtotal/L] x [1 +(6 x eks/L)] Qmin = [Gtotal/L] x [1 – (6 x eks/L)] Jika Qmax <= Qijin → aman

Jika Qmin >= 0 → aman

Dimana :

Qu = daya dukung tanah Nq = pembebanan Nc = tanah kohesi

Nγ = berat jenis tanah timbunan

2.3.4Stabilitas Tekanan Gaya Internal Pada Konstruksi Badan.

Pada Konstruksi dinding penahan, dapat ditinjau stabilitas konstruksi terhadap gaya internal pada beberapa segmen penampang, antara lain penampang badan dinding, tapak dan tumit. Pada penampang badan dindingnya pun dapat ditinjau untuk beberapa segmen penampang. Akan tetapi gaya internal yang cukup berbahaya dan perlu ditinjau kestabilannya adalah pada segmen badan dinding, terutama pada segmen sambungan antara badan dinding penahan dengan kaki pondasi dinding penahan.

Tegangan pada segmen badan dinding tersebut harus dijaga supaya selalu terjadi tegangan yang sejenis. Bila pada segmen tersebut terjadi tegangan tidak


(29)

sejenis, maka dapat mengakibatkan pecahnya konstruksi badan. Dan bila hal tersebut terjadi pada segmen sambungan antara badan dinding penahan dengan kaki pondasi dinding penahan, maka dapat menyebabkan pecahnya konstruksi badan sehingga badan dinding akan runtuh atau terpisah dari kaki pondasinya. Untuk menganalisa gaya internal pada konstruksi badan dapat menggunakan formula sebagai berikut :

Ph1 = γ1 x T1 x (T1/2) x Ka

Ph2 = q x T1 x Ka

Mh1 = Ph1 x (T1/3)

Mh2 = Ph1 x (T1/2)

Mh = Mh1 + Mh2 Gdlm = G1+G3+G4+G5 Mgh1 = G1 x (B+(C/2)) Mgh3 = G1 x(B+C+(D/3)) Mgh4 = G4 x (B+C+(2D/3)) Mgh5 = G5 x(2B/3)

Mv = Mgh1+Mgh3+Mgh4+Mgh5 Lh = B+C+D

Eksdlm = Lh – Mv-Mh

2 Gdlm

Qijin = Qu/5

Jika Qmaxdlm = [Gdlm/Lh] x [1 +(6 x eksdlm/Lh)] <= Qijin → aman Jika Qmindlm = [Gdlml/Lh] x [1 – (6 x eksdlm/Lh)] >= 0 → aman

Dimana :

Ph1 = tekanan tanah aktif akibat tanah timbunan Ph2 = tekanan tanah aktif akibat beban merata


(30)

Mh2 = momen akibat gaya Ph2 terhadap titik ujung badan dinding Mgh = momen pada badan didnding penahan

Mv = momen tahan Mh = momen guling Gdlm = Gtotal

Eksdlm = eksentrisitas Lh = luas pondasi

2.4 Bentuk – Bentuk Retaining Wall.

Berikut ini akan disampaikan bentuk – bentuk retaining wall dari bentuk yang ke satu sampai bentuk yang ke enam yaitu :

a. Retaining Wall Bentuk I

Bentuk Retaining Wall ini digunakan default dan sebagai dasar pemikiran semua bentuk retaining wall yang lain.

Gambar 2.1 Bentuk Retaining Wall I

b. Retaining Wall Bentuk II

Bentuk Retaining Wall ini hanya dengan menganggap panjang A dan E adalah 0 ( nol ).


(31)

Gambar 2.2 Bentuk Retaining Wall II

c. Retaining Wall Bentuk III

Bentuk Retaining Wall ini hanya dengan menganggap panjang B adalah 0 ( nol ).

Gambar 2.3 Bentuk Retaining Wall III

d. Retaining Wall Bentuk IV

Retaining Wall ini cukup hanya dengan menganggap panjang A, B dan E adalah 0 ( nol ).


(32)

Gambar 2.4 Bentuk Retaining Wall IV

e. Retaining Wall Bentuk V

Retaining Wall ini cukup hanya dengan mengganggap panjang nilai D adalah 0 ( nol ).

Gambar 2.5 Bentuk Retaining Wall V

f. Retaining Wall Bentuk VI

Retaining Wall bentuk ini hanya dengan mengganggap panjang nilai A, D dan E adalah 0 ( nol ).


(33)

Gambar 2.6 Bentuk Retaining Wall VI

2.5 Rekayasa Jalan Raya.

Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan teknik jalan, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditemukan manusia.

Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukan kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan Karz Benz pada tahun 1880. Mulai tahun1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Di Indonesia perkembangan perkerasan aspal dimulai pada tahap awal berupa konstruksi Telford dan Macadam yang kemudian diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar yang kemudian berkembang menjadi lapisan penetrasi ( Lapisan Burtu, Burda, Buras ). Pada perkembangannya perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan Butas, tetapi dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastic, perkembangan konstruksi perkerasan jalan


(34)

menggunakan aspal panas ( hot mix ) mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti aspal Beton ( AC ) dan lain – lain.

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada si pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlu dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti :

1. Fungsi jalan

2. Kinerja perkerasan (pavement performance) 3. Umur rencana

4. Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan 5. Sifat tanah dasar

6. Kondisi lingkungan

7. Sifat dan banyak material tersedia di lokasi 8. Bentuk geometrik lapisan perkerasan

2.5.1 Fungsi Jalan

Sesuai dengan undang-undang tentang jalan no.13 tahun 1980 dan peraturan pemerintah no.26 tahun 1985, sistem jaringan jalan di indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

• Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.


(35)

• Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan perananpelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

2.5.2 Kinerja Perkerasan Jalan

Kinerja perkerasan jalan meliputi :

1. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara

ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan sebagainya.

2. Wujud perkerasan (structural perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik dari

jalan tersebutseperti adanya retak-retak,amblas,alur,gelombang dansebagainya.

3. Fungsi pelayanan (fungtional performance) sehubungan dengan bagaimana

perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan pada umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan “kenyamanan mengemudi (ridding quality)”.

2.5.3 Umur Rencana

Umur renaca perkerasan jalan ialah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural. Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan jalan raya baru umumnya diambil 20 tahun dan untuk


(36)

peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.

2.5.4 Lalu lintas

Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti

dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari :

1. Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai :

a. Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan

b. Jenis kedaraan beserta jumlah tiap jenisnya

c. Konfigurasi sumbu dari setiap kendaraan

d. Beban masing-masing sumbu kendaraan

Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan dengan menggunakan hasil survey volume lalu lintas didekat jalan tersebut dan analisa pola lalu lintas disekitar lokasi tersebut.

2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain

berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut. Adapun faktor pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi antara lain :

a. Volume lalu lintas

Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu lintas. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu tahun waktu. Untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah tidak terpisah dan kendaraan/hari/1 arah untuk jalan


(37)

satu arah atau 2 arah terpisah. Data volume lalu lintas dapat diperoleh dari pos-pos rutin yang ada disekitar lokasi. Jika tidak terdapat pos-pos rutin di dekat lokasi atau untuk pengecekan data, perhitungan voleme lalu lintas dapat dilakukan secara manual ditempat-tempat yang dianggap perlu. Perhitungan dapat dilakukan dapat dilakukan selama 3 x 24 jam atau 3 x 16 jam terus menerus dengan memperhatikan faktor hari, bulan, musim dimana perhitungan dilakukan, dapat diperoleh data lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang representatif.

b. Angka ekivalen beban sumbu

Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu, daya dan lain-lain. Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokan atas beberapa kelompok yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan. Pengelompokan jenis kendaraan untuk perencanaan tebal perkerasan dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Mobil penumpang, termasuk didalamnya semua kendaraan dengan berat

total 2 ton

2) Bus

3) Truk 2 as

4) Truk 3as

5) Truk 5 as

6) Semi trailer

Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban yang dilimpahkan tersebut tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara


(38)

roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan dan lain-lain. Dengan demikian efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan yang ditimbulkan tidak sama. Oleh karena itu perlu adanya beban standar sehingga semua beban lainnya dapat diekivalenkan ke beban standar tersebut. Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton). Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu berbeda diekivalenkan ke beban sumbu standar dengan menggunakan “angka ekivalen beban sumbu (E)”. angka ekivalen kendaraan adlah angka yang menunjukan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali.

c. Angka Ekivalen Kendaraan

Berat kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu belakang dapat merupakan sumbu ataupun sumbu ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang. Sebagai contoh truk dengan berat kosong 4,2 ton mempunyai konfigurasi sumbu depan adalah sumbu tunggal roda tunggal dan sumbu belakang adalah sumbu tunggal roda ganda. Berat maksimum truk 18,2 ton. Distribusi beban terhadap sumbu depan dan sumbu belakang adalah 34 % dan 66 % .


(39)

KO N F IG U R ASI SU M BU & T IPE BER AT KO SO N G (t on) BEBAN M U AT AN M AKSI M U M ( to n ) BER AT T O T AL M AKSI M U M ( to n ) U E 1 6 KSAL KO SO N G U E 1 6 KSAL M AKSI M U M

1.1 HP 1.5 0,5 2,0 0,0001 0,0004

1,2 BUS 3 6 9 0,0037 0,3006

1,2L TRUK 2,3 6 6,3 0,0013 0,2174

1.2H

TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264

1.22 TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416

1.2 + 2.2

TRAILER 6,4 25 31,4 0,0065 4,9263

1.2 - 2

TRAILER 6,2 20 26,2 0,0192 6,1179

1.2 - 22

TRAILER 10 32 42 0,0327 10,183

Kendaraan Ringan *

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,00

2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50

3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475

4 Lajur 0,30 0,45

5 Lajur 0,25 0,425

6 Lajur 0,20 0,40

Jumlah Lajur Kendaraan Berat **

Tabel 2.1 Koefisien Distribusi Ke Lajur Rencana

*) Berat total < 5 ton, misalnya sedan, pickup

**) Berat total > 5 ton, misalnya bus, truk, traktor dan lain-lain Tabel 2.2 Distribusi Beban Sumbu dari Berbagai Jenis Kendaraan

d. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah perkembangan daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaraan dan lain – lain. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen / tahun.


(40)

e. Lintas Ekivalen

Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan, dan karena repetisi dari lintasan kendaraan. Oleh karena itu perlulah ditentukan berapa jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan tersebut. Repetisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu standart, dikenal dengan nama lintas ekivalen rencana. Lintas ekivalen tersebut dibedakan atas :

1. Lintas Ekivalen Rencana

Lintas ekivalen rencana dapat ditentukan setelah menghitung nilai lintas ekivalen permulaan dan lintas ekivalen akhir. Berikut ini rumus untuk menghitung lintas ekivalen rencana :

LET = ½ ( LEP + LEA ) LER = LET x FP

dimana :

LET = Lintas Ekivalen Tengah LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir

Selain itu dalam penentuan faktor umur rencana Indonesia menggunakan rumus dasar yang telah disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia seperti :

• Index Permukaan Awal dimana lapis permukaan di Indonesia terdiri dari

berbagai jenis yang berbeda mutunya satu dengan yang lain

• Pengaruh musim

• Batas pengaruh nomogram yang dipersiapkan pihak Binamarga hanya

sebatas 10 tahun, jika lebih dari 10 tahun mempergunakan nomogram untuk negara yang memiliki 4 musim ( 20 tahun ). Hal ini penggunaan


(41)

nomogram dipersiapkan untuk umur rencana dibawah 10 tahun yang dapat dilakukan dengan mempergunakan faktor penyesuaian

FP = UR / 10 dimana :

UR = Umur Rencana

FP = Faktor Penyesuaian

2. Lintas Ekivalen pada Awal Umur Rencana

Lintas Ekivalen Permulaan adalah Lintas Ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka. Berikut ini rumus menghitung LEP ( Lintas Ekivalen Permulaan ) :

= = = i n

i

LEP

1

Ai x Ei x Ci ( 1 + a )n

dimana :

Ai = jumlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan, dinyatakan dalam

kendaraan /hari/2 arah untuk jalan tanpa median dan kendaraan /hari/1 arah untuk jalan dengan median.

Ei = angka ekivalen beban sumbu untuk 1 jenis kendaraan

Ci = koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana

a = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dari survey lalu lintas

dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka

n = jumlah tahun dari saat dilakukan pengamatan sampai jalan tersebut dibuka

3. Lintas Ekivalen Akhir

Lintas Ekivalen Akhir adalah besaran lintas ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara struktural. Lintas ekivalen pada akhir umur rencana (LEA) diperoleh dari :


(42)

dimana :

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan, yaitu lintas ekivalen pada saat jalan baru dibuka

r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana n = umur rencana jalan

4. Lintas ekivalen selama umur rencana (AE 18 KSAL ) diperoleh dari : AE 18 KSAL = 365 x LEP ( kendaraan berat ) x N

Dimana :

AE 18 KSAL = Lintas ekivalen selama umur rencana 365 = Jumlah hari dalam setahun

LEP = Lintas ekivalen awal umur rencana untuk setiap jenis

kendaraan kecuali kendaraan ringan ( dalam arti khusus kendaraan berat )

N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas faktor ini merupakan faktor pengali yang diperoleh dari penjumlahan harga rata- rata setiap tahun.

Dimana :

N = ½ {1 + (1 + r) } + ½ {(1 + r ) + (1 + r )2 } + ….. ½ {(1 + r )n-1 + (1+r)n }

r = faktor pertumbuhan lalu lintas n = umur rencana

5. Indeks Permukaan Akhir

indeks permukaan akhir dapat ditentukan dengan menggunakan indeks nomogram yang menggunakan LER selama umur rencana. Pada konstruksi bertahap indeks dapat ditentukan berdasarkan konsep umur sisa. Konstruksi


(43)

tahap kedua dilaksanakan jika dianggap umur sisa tahap rencana tinggal 40%. Adapun indeks permukaan akhir umur rencana adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Indeks Nomogram yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia

Untuk tabel indeks tebal minimun lapisan perkerasan jalan raya dan tebal lapisan pondasi jalan raya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Minimum Lapisan Atas Perkerasan

Indeks Permukaan

Tebal Minimum

(cm)

Bahan

<3,00 5 Lapisan pelindung, Buras, Burtu/Burda

3,00-6,70 5

Lapen/Aspal

macadam,HRA,Asbuton,Laston

6,71-7,49 7,5

Lapen/Aspal

macadam,HRA,Asbuton,Laston

7,50-9,99 7,5 Asbuton, Laston


(44)

Tabel 2.5 Lapisan pondasi

ITP Tebal Minimum

(cm) Bahan

< 3,00 15

Batu pecah,stabilitas,tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

7,90 – 9,99 20 *)

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam

10,00 15 LASTON atas

10 - 12,24 20

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, LAPEN, LASTON atas

>= 12,25 25

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON atas *) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi

bawah digunakan material berbutir kasar.

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.


(45)

6. Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR (untuk bahan lapisan pondasi ) Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi(gambar 2.7). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay). Jika dilakukan menurut pengujian kepadatan ringan ( SKBI 3.3.30.1987 / UDC. 624.131.43 (02) atau pengujianpengujian kepadatan berat ( SKBI 3.3.30.1987 / UDC.624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan. CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.


(46)

Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS (KG) KT(KG/CM) CBR(%)

0,40 - - 744 -

-0,35 - - 590 - - LASTON

0,32 - - 454 -

-0,30 - - 340 -

-0,35 - - 744 -

-0,31 - - 590 - - LASBUTAG

0,28 - - 454 -

-0,26 - - 340 -

-0,30 - - 340 - - HRA

0,26 - - 340 - - ASPAL MACADAM

0,25 - - - LAPEN (MEKANIS)

0,20 - - - LAPEN (MANUAL)

- 0,28 - 590 -

-- 0,26 - 454 - - LASTON ATAS

- 0,24 - 340 -

-- 0,23 - - - - LAPEN (MEKANIS)

- 0,19 - - - - LAPEN (MANUAL)

- 0,15 - - 22 - STAB. TANAH DGN SEMEN

- 0,13 - - 18

-- 0,15 - - 22 - STAB. TANAH DGN KAPUR

- 0,13 - - 18

-- 0,14 - - - 100 BATU PECAH (KELAS A)

- 0,13 - - - 80 BATU PECAH (KELAS B)

- 0,12 - - - 60 BATU PECAH (KELAS C)

- - 0,13 - - 70 SIRTU/PITRUN (KELAS A)

- - 0,12 - - 50 SIRTU/PITRUN (KELAS B)

- - 0,11 - - 30 SIRTU/PITRUN (KELAS C)

- - 0,10 - - 20 TANAH/LEMPUNG KEPASIRAN

Koefisien Kekuatan

Relatif Kekuatan Bahan


(47)

2.6 Sistem Pendukung Keputusan.

Sistem pendukung keputusan merupakan suatu sistem berbasis komputer yang dirancang untuk mempertinggi efektifitas pengambil keputusan dari masalah semi terstruktur. “Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang membantu pengambilan keputusan dengan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah tidak terstruktur ” (Ralph and Hugh ,1981;1).

Sistem pendukung mempunyai sifat yang interaktif, yang artinya membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan model – model keputusan untuk memecahkan masalah – masalah yang ada. Perbedaan utama antara sistem pendukung keputusan dengan sistem informasi manajemen adalah bahwa sistem informasi manajemen menghasilkan informasi yang bersifat rutin dan terprogram, sedangkan sistem pendukung keputusan terkait dengan cara pemrosesan pengambilan keputusan secara lebih spesifik.

Untuk membantu mengambil keputusan dalam menentukan faktor guling atau keamanan dan kestabilan gaya pada dinding dalam retaining wall maka perlu adanya pendukung keputusan yang nilainya ditentukan dengan menentukan nilai Stabilitas terhadap Gaya Eksternal maupun Stabilitas Gaya Internal.

2.7 Analisa dan Perancangan Sistem Informasi.

Analisa sistem informasi merupakan tahap penguraian dari sistem informasi yang utuh ke dalam subsistem yang dimaksud. Mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan yang ada serta kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.

Setelah permasalahan dirumuskan dengan baik, maka selanjutnya merancang atau membangun model pemecahan masalah. Pada tahap ini terdapat aktifitas


(48)

pendefinisian kebutuhan-kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun

implementasi dimana penggambarannya dapat dituangkan ke dalam bentuk System

Flow, Data Flow Diagram (DFD) sampai ke level terkecilnya dan Entity

Relationship Diagram (ERD). Berikut ini adalah penjelasan mengenai :

a. Flowchart

Alat bantu yang banyak dipergunakan untuk menggambarkan aliran dari kerja suatu sistem. Flowchart adalah suatu bagan alir yang digunakan untuk menunjukkan arus pekerjaan atau proses secara menyeluruh dari bagian sistem dimana bagan ini menjelaskan urutan prosedur-prosedur yang ada dalam sistem.

b. Data Flow Diagram (DFD)

Data Flow Diagram adalah penggambaran sistem secara logika yang menggunakan bentuk-bentuk simbol untuk menggambarkan aliran data melalui suatu proses yang saling terkait.

c. Entity Relationship Diagram (ERD)

Model data yang dipergunakan untuk menggambarkan hubungan antara entity dengan relasinya. ERD dapat dikategorikan menjadi beberapa macam yaitu:

• One to One Relationship

Hubungan antara file pertama dengan file kedua adalah satu banding satu.

• One to Many Relationship

Hubungan antara file pertama dengan file kedua adalah satu berbanding banyak atau dapat juga dibalik yaitu banyak berbanding satu.

• Many to Many Relationship


(49)

2.8 Interaksi Manusia dan Komputer.

Sistem komputer terdiri dari tiga aspek yaitu perangkat keras (hardware),

perangkat lunak (software) dan manusia (brainware), yang saling bekerja sama.

Interaksi tersebut ditunjukkan dalam kerja sama antara komputer dengan manusia,

dimana komputer dengan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)

digunakan oleh manusia (brainware) untuk bekerja bersama-sama untuk memproses

dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan keinginan yang diharapkan dan dibutuhkan oleh manusia. (Interaksi manusia dan komputer teori dan praktik , Ir. P. Insap Santosa, M. Sc, 1997 : 9-10)

2.9 Delphi.

Delphi merupakan bahasa pemrograman visual yang mengunakan struktur dasar bahasa pemrograman Turbo Pascal. Pemrograman Delphi dapat membuat aplikasi MIDAS yang merupakan suatu aplikasi database yang diangan – angankan pada abad 20 ini. Delphi tidak saja dapat mengakses database seperti Paradox, Xbase, Ms-Access tetapi dapat juga mengakses database lainnya seperti Oracle, Sysbase, Interbase, DB2, MS-SQL dan SQL Server dengan menggunakan ODBC(Open Database Connectivity ) begitu aplikasi selesai, untuk memindahkan dari satu jenis database ke yang lainnya tidak perlu lagi mengubah aplikasi secara keseluruhan.

Delphi dinyatakan oleh banyak pengamat sebagai NO LIMIT ( tanpa batas ). Suatu


(50)

2.10 Microsoft Visual Basic.

Microsoft Visual Basic juga merupakan salah satu bahasa pemrograman seperti Delphi. Microsoft Visual Basic juga menjadi dasar pemrograman penggunaan windows. Dibandingkan dengan bahasa pemrograman yang lain, visual basic yang paling banyak dieksploitasi untuk menunjang efesiensi bisnis maupun industri, paling tidak karena dua hal, yaitu kemudahan mendesain user interface dan dukungan pada pemrograman berorientasi object, terlebih paket Classnya yang berekstensi *.OCX atau komponen Active X nya dengan *.DLL nya yang dapat bekerja dengan bahasa pemrograman yang lain atau beda platform.

2.11 Penggunaan Visual Basic dalam Microsoft Excel

Merupakan program pengembangan dari versi DOS Lotus 123 yang dikonsentrasikan agar spread sheet ini mudah dipakai, lebih fleksibel, mudah di integrasikan dengan program aplikasi Microsoft Office lain, dapat bekerja pada sistim

jaringan fasilitas fasilitas yg terdapat pada Internet & Intranet. Microsoft Excel

adalah program applikasi spread-sheet canggih yang paling populer dan paling banyak digunakan saat ini, yang nantinya akan membantu anda dalam menghitung, mempro-yeksikan, menganalisa dan persentasikan data anda.

Microsoft Excel dapat dikoneksikan ke database sebagai media penyimpanan dengan menggunakan Microsoft Visual Basic. Sebagai bahasa dasar Microsoft Excel, Microsoft Visual Basic sangatlah kompatibel yaitu menggunakan mackro pada toolsnya. Selain itu dapat ditambahkan komponen-komponen yang diperlukan untuk mengkoneksikan Microsoft Excel ke database.


(51)

2.12 Microsoft SQL Server.

SQL Server mewakili salah satu dari investasi dan komponen strategis utama dari Microsoft, bersama dengan versi dari windows NT yang bernama Windows 2000, sebagai upaya untuk memasuki pasar aplikasi perusahaan.

SQL Server mendorong hubungan antara kode sumber produk asli yang berdasarkan kepada SQL Server Sysbase yang membawa banyak inovasi dan kemudahan penggunaan, dan pada saat yang sama menggabungkan sarana – sarana yang canggih untuk user tingkat lanjut. Skalabilitas adalah salah satu kekuatan dari SQL Server, yang membuat SQL Server kompetitif dengan produk lain.

SQL Server mendobrak hubungan antara kode sumber produk asli yang berdasarkan kepada SQL Server Sysbase yang membawa banyak inovasi dan kemudahan penggunaan, dan pada saat yang sama menggabungkan sarana – sarana yang canggih untuk user tingkat lanjut. Skalabilitas adalah salah satu kekuatan dari SQL Server, yang membuat SQL Server kompetitif dengan produk lain. Database produk dirancang untuk bekerja pada system yang berkisar mulai dari notebook yang menjalankan Windows 95 sampai kepada komputer multiprosesor yang menjalankan aplikasi dalam cluster – cluster berukuran terabyte.

SQL Server adalah sebuah database relasional yang dirancang untuk mendukung aplikasi dengan arsitektur client/server, di mana database terdapat pada komputer pusat yang disebut server, dan informasi digunakan bersama-sama oleh beberapa user menjalankan aplikasi di dalam komputer lokalnya yang disebut dengan client. Arsitektur semacam ini memberikan integritas data yang tinggi, karena semua user bekerja dengan informasi yang sama. Melalui aturan-aturan bisnis, kendali diterapkan kepada semua user mengenai semua informasi yang ditambahkan ke dalam database. Arsitektur client/server sangat mengurangi lalu lintas network, karena ia hanya


(52)

memberikan data yang diminta oleh user saja. Berikut ini adalah contoh dari penggunaan dasar arsitektur ini:

IBM

SQL Server client application

SQL Server client application

IBM Macintosh

SQL Server

SQL Server client application

Client computer Client computer

Server computer

Gambar 2.9 Arsitektur SQL Server

SQL Server adalah salah satu perangkat lunak manajemen database yang sangat aman dari sisi keamanan terhadap perusakan data oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kemudahan yang dimilikinya adalah pengguna cukup memahami Structured

Query Language (SQL) untuk pegoperasian dasar, pemakaian data bersama,

pengaturan relationship antar tabel, dan bisa dipakai oleh perangkat lunak pemrograman lain seperti Microsoft Visual Basic, Delphi maupun bahasa pemrograman berbasis web seperti ASP, PHP maupun JSP. (Ramalho Jose, 2001)


(53)

ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisa Permasalahan

Dari hasil survey yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa sistem perhitungan yang digunakan selama ini masih belum terkomputerisasi dengan baik.

Sistem perhitungan stabilitas retaining wall dan perkerasan jalan raya yang selama ini digunakan masih secara manual, padahal sejak awal perhitungan ini membutuhkan tingkat ketelitian dan akurasi yang tinggi. Perhitungan tingkat stabilitas retaining wall dilakukan berdasarkan metode coba-coba dan menggunakan sistem sub tender. Dengan adanya beberapa tipe retaining wall yang dapat digunakan, maka masalah yang timbul bagi perusahaan adalah dalam melakukan perhitungan dan penganalisaan retaining wall, untuk menentukan tipe retaining wall yang sesuai kondisi di lapangan. Dari sistem yang ada sekarang ini dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Data – Data Inputan.

Data yang dinputkan dan dibutuhkan terbagi menjadi empat kelompok yaitu data dimensi, data tanah, data umum dan data perkembangan lalu lintas. Data dimensi terdiri dari satuan panjang ( m ) seperti yang terlihat pada gambar bentuk bentuk retaining wall dimana panjang A, B, C, D, E, T1, T2, dan H menggunakan satuan panjang m ( meter ). Sebagai perkiraan, nilai dimensi yang proporsional untuk bentuk – bentuk gravity wall secara umum adalah sebagai berikut :


(54)

Nilai H  7 / 8 T1 sampai 6 / 5 T1

Nilai T2 1 / 8 H sampai 1 / 6 H

A dan E  1 / 2 T2 sampai T2

C  2 / 3 T2 sampai 3 / 2 T2

B dan D  1 / 3 C

Sedangkan data tanah terdiri dari Phi sebagai sudut geser dalam timbunan,

Gamma ( g1 ) sebagai berat jenis tanah timbunan ( ton / m3 ), Kohesi 1 (C1 )

sebagai kohesi timbunan ( ton / m3 ). Nilai dari data tanah ini akan di dafault

setelah dihitung nilai perkiraan tanah yang cukup baik untuk pondasi ( Data dari Perhitungan Mekanika Tanah ) adalah lapisan tanah pasir kelanauan sampai kerikil kepasiran. Sebagai perkiraan, untuk jenis tanah adalah sebagai berikut :

Pasir Kelanauan : F = 27 – 35

G = 1,5 – 1,7 ( ton/m3 )

Kerikil / Tanah Padas : F = 32 – 40

G = 1,7 – 1,9 ( ton/m3 )

Lanau : F = 27 – 30

G = 1,2 – 1,7 ( ton/m3 )

Lempung : F = 20 – 30


(55)

G = 1,2 – 1, 7 ( ton/m3 )

Data – data umum terdiri dari beban ( q ) sebagai beban merata diatas tanah

timbunan ( ton / m3 ), Gamma pas (Gpas ) sebagai berat jenis pasangan ( ton /

m3 ) yang terdiri dari nilai Gpas beton dengan nilai standart 2,4 ton / m3 dan

Gpas batu kali dengan nilai 1,89 ton/m3. Pada umumnya bahan untuk

membuat konstruksi retaining wall ( gravity wall ) adalah pasangan batu kali, tetapi sering juga bahan konstruksi ini digunakan untuk pasangan beton. Sedangkan bahan-bahan selain pasangan batu kali dan beton jarang

digunakan atau tidak umum digunakan. Dimana t/m3 (ton / meter 3)

Dan yang terakhir data – data perkembangan lalu lintas di dapatkan melalui survei lapangan atau data dari dinas perhubungan.

2. Stabilitas terhadap gaya Eksternal dan Internal.

Rumus atau persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan tanah lateral dari beban bangunan adalah sebagai berikut :

Ka = tan2 ( 45 – f1 / 2 )

Kp = tan2 ( 45 + f1 / 2 )

Pa1 = g1 x H x H/2 x Ka

Pa2 = q x H x Ka

Ma1 = Pa1 x H/3

Ma2 = Pa2 x H/2

Mp = Pp x T2/3

Dimana :

Ka dan Kp merupakan tekanan tanah aktif dan pasif dari bangunan. Pa1 adalah tekanan tanah aktif akibat tanah timbunan


(56)

Pa2 adalah tekanan tanah aktif akibat beban merata

Pp adalah Tekanan tanah pasif dari tanah di seberang tanah timbunan.

Ma, Mp adalah momen akibat masing masing tekanan terhadap titik Pondasi Sedangkan persamaan berikutnya adalah pembebanan atau mencari beban sendiri, dimana stabilitas gravitasi wall berdasarkan berat sendiri bangunannya :

Beban = Luas Penampang x Berat Jenis Bahan

Momen = Beban x Jarak Titik penampang ke ujung pondasi. Dan untuk menganalisa faktor guling digunakan persamaan :

Guling = M tahan / M guling

Untuk menganalisis faktor geser digunakan persamaan :

Geser = Gaya Geser + Tekanan Tanah Pasif / (Pa1 + Pa2) Dan yang terakhir adalah menganalisa daya dukung pondasi bangunan, persamaan untuk menghitung analisis tersebut adalah :

Daya Dukung = (L / 2) – ((Mtahan – Mguling) / Gtotal).

3. Contoh kasus.

Misalkan sebagai perencana teknik sipil diminta untuk merencanakan sebuah konstruksi retaining wall. Beban merata ( beban jalan ) dengan rencana

perkiraan sebesar 0,59 ton/m2. Tinggi tebing tersebut 3 meter. Setelah

diselidiki, tanah di sekitar lokasi tersebut merupakan tanah padas ( Φ = 33 dan

γtanah = 1,7 ton/m3), sedangkan tanah dasar diperkirakan merupakan jenis tanah pasir kelanauan. Dalam hal ini solusinya adalah sebagai berikut :


(57)

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data yang ada dan mendefinisikan ke dalam data input program. Data tersebut adalah sebagai berikut :

Tinggi Timbunan ( T1 ) = 3 m

Sudut geser dalam timbunan ( Φ1 ) = 33 o Berat jenis tanah timbunan ( γ1 ) = 1,7 ton/m3

Beban merata ( q ) = 0,59 ton/m2

Tanah pondasi ( pasir kelanauan ) Perkiraan :

γ2 = 1,65 ton/m3

Φ2 = 30 o

Konstruksi yang digunakan adalah : - Retaining wall bentuk IV

- Karena tinggi T1 hanya 3 meter, lebih ekonomis jika digunakan bahan pasangan batu kali.

Rencana dimensi awal retaining wall bentuk IV adalah :

Tinggi H = 3,3 m

T2 = 0,3 m

A = D = E = 0 m

Lebar C = 0,3 m

Lebar B = 0,1 m

Rencana dimensi ini berdasarkan data minimal dan perkiraan dimensi yang proporsional. Dan selanjutnya dari hasil analisa di dapat :


(58)

- Stabilitas geser Tidak Aman ( SF Geser < 1,5 )

- Stabilitas Daya Dukung Tidak Aman ( qmin < 0 )

- Stabilitas Dalam Tidak Aman ( qmindlm < 0 )

Karena dimensi awal tidak aman terhadap bahaya keruntuhan guling, geser dan daya dukung, maka perlu dipikirkan jalan keluarnya. Cara untuk mengatasi hal ini adalah :

a) Karena stabilitas guling tidak aman, maka dimensi badan harus

diperbesar.

b) Karena stabilitas geser tidak aman, maka lebar pondasi harus ditambah.

c) Karena stabilitas daya dukung tidak terpenuhi ( qmin < 0 ) maka

kedalaman pondasi dan lebar pondasi harus ditambah.

d) Karena stabilitas dalam (akibat gaya internal pada badan dinding) tidak

terpenuhi ( qmindlm < 0 ) maka lebar dari badan dinding harus diperlebar. Dari solusi diatas, maka perlu dicoba untuk mengubah dimensi sedikit demi sedikit. Target awal adalah mencapai keamanan stabilitas guling terlebih dahulu (dengan cara memperbesar dimensi badan), setelah itu stabilitas geser (dengan cara memperpanjang pondasi) dan terakhir adalah usaha untuk mencapai stabilitas daya dukung. Dan tak lupa untuk memperlebar badan untuk mencapai stabilitas dalam (akibat gaya internal terhadap badan dinding). Jadi usahakan pembesaran dimensi dilakukan secara bertahap, segnifikan dan terkonsep, sesuai dengan langkah demi langkah tersebut diatas. Setelah setahap demi setahap dilakukan langkah – langkah tersebut diatas, akhirnya ditemukan dimensi konstruksi yang aman ( hasil dimensi konstruksi yang didapatkan boleh saja tergantung langkah – langkah yang ditempuh dan


(59)

besarnya kenaikan tiap pembesaran yang dilakukan ). Pembesaran tersebut menghasilkan nilai dimensi konstruksi yang aman yaitu :

Lebar Dimensi A = 0 m

Lebar Dimensi B = 0,7 m

Lebar Dimensi C = 1,4 m

Lebar Dimensi D = 0 m

Lebar Dimensi E = 0 m

Lebar Pondasi ( L ) = 0,4 m

Tinggi Badan / Stem ( T1 ) = 3 m

Tinggi Pondasi / footing ( T2 ) = 0,5 m

Tinggi Retaining Wall ( H ) = 3,5 m.

3.2 Hasil Analisa

Dari hasil analisa permasalahan diatas, maka sangat perlu adanya program bantu guna mendapatkan hasil perhitungan struktur retaining wall dan perkerasan jalan raya secara mudah dan cepat. Dengan adanya program bantu untuk menghitung struktur ini akan sangat menghemat waktu dan tenaga, dengan tingkat ketelitian yang tinggi dari pada perhitungan manual. Oleh sebab itu dibuat suatu program komputer guna menghitung dimensi retaining wall yang aman dan relatif ekonomis serta dapat menentukan tebal perkerasan lentur jalan raya yang dibutuhkan .


(60)

3.2.1 Retaining Wall

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari bagian lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Data Dimensi

Lebar A = 0,1

Lebar B = 0,1

Lebar C = 0,3

Lebar D = 0,1

Lebar E = 0,1

Lebar pondasi (L) = 0,7

Tinggi badan/Stem (T1) = 1

Tinggi pondasi/Footing (T2) = 0,3

Tinggi Retaining wall (H) = 1,3

Data Tanah

Sudut geser dalam timbunan (Ф1) = 35 derajat

Berat jenis tanah timbunan (γ1) = 1,7 ton/m3

Kohesi tanah timbunan (c1) = 0 ton/m3

Sudut geser dalam tanah pondasi (Ф2) = 35 derajat

Berat jenis tanah pondasi (γ2) = 1,7 ton/m3

Kohesi tanah pondasi (c2) = 0 ton/m3

Data Umum

Beban merata (q) = 0 ton/m2


(61)

Secara detil langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

• Menghitung Ka dan Kp

Ka = tan2 (45 – f / 2) = tan2 (45 – 35 / 2) = 0,271

Kp = tan2 (45 + f / 2) = tan2 (45 + 35 / 2) = 3,68

Dimana :

Ka = koefisien tekanan tanah aktif Kp = koefisien tekanan tanah pasif

f = sudut geser dalam tanah timbunan (°)

• Menghitung gaya dan beban merata

a. Akibat gaya berat

G1 = C x T1 x γpas = 0,3 x 1 x 1,89 = 0,567

G2 = L x T2 x γpas = 0,7 x 0,3 x 1,89 = 0,397

G3 = D/2 x T1 x γpas = 0,1/2 x 1 x 1,89 = 0,095

G4 = D/2 x T1 x γ1 = 0,1/2 x 1 x 1,7 = 0,085

G5 = B/2 x T1 x γpas = 0,1/2 x 1 x 1,89 = 0,095

G6 = E x T1 x γ1 = 0,1 x 1 x 1,7 = 0,17

Gtotal = G1+G2+G3+G4+G5+G6 = 1,408 L = A+B+C+D+E = 0,7

Dimana :

G = pembebanan atau mencari beban sendiri C, B, D dan E = lebar dimensi

T1 = Tinggi badan

γpas = nilai gamma pasangan (bahan yang digunakan)


(62)

L = Luas penampang

b. Tekanan tanah aktif dan pasif

Pa1 = H x γ1 x Ka x H/2 = 1,3 x 1,7 x 1,3/2 = 0,389

Pa2 = q x Ka x H = 0 x 0,271 x 1,3 = 0

Pp = T2 x γ2 x Kp x T2/2 = 0,3 x 1,7 x 3,68 x 0,3/2 = 0,282

Pah = Pa1 + Pa2 = 0,389 + 0 = 0,389

Dimana :

Pa1 = tekanan tanah aktif akibat tanah timbunan Pa2 = tekanan tanah aktif akibat beban merata

Pp = tekanan tanah pasif dari tanag diseberang tanah timbunan Pah = tekanan tanah aktif

T2 = tinggi pondasi

• Menghitung besar momen terhadap pelat ujung

Ma1 = Pa1 x H/3 = 0,389 x 1,3/3 = 0,168

Ma2 = Pa2 x H/2 = 0 x 1,3/3 = 0

Mp = Pp x T2 /3 = 0,282 x 0,3/2 = 0,028

Mg1 = G1 x (A+B+(C/2) = 0,567 x (0,1+0,1+(0,3/2) = 0,198

Mg2 = G2 x (L/2) = 0,397 x (0,7/2) = 0,139

Mg3 = G3 x (A+B+C+(D/3) = 0,095 x (0,1+0,1+(2x0,1/3) = 0,050

Mg4 = G4 x (A+B+C+(2D/3)) = 0,085 x (0,1+0,1+0,3+(2x0,1/3) = 0,048

Mg5 = G5 x (A+(2B/3)) = 0,095 x (0,1+(2x0,1/3)) = 0,016


(63)

Dimana :

Ma1 = momen akibat gaya Pa1 terhadap titik ujung pondasi Ma2 = momen akibat gaya Pa2 terhadap titik ujung pondasi Mp = momen akibat gaya Pp terhadap titik ujung pondasi Mg = momen

• Menganalisis stabilitas guling

Mguling = Ma1 + Ma2 = 0,168

Mtahan = Mg1 + …+Mg6 + Mp = 0,590

S.F terhadap guling = Mtahan = 0,168 = 3,5 > 1,5

Mguling 0,590

S.F > 1,5 → aman

• Menganalisis stabilitas geser

Vf = Gtotal x tan(Ф2) = 1,408 x tan(35) = 0,985

S.F terhadap bahaya geser = Vf + Pp = 0,985 + 0,282 = 3,258 > 1,5

Pah 0,389

SF > 1,5 → aman

Dimana :

Vf = gaya geser yang terjadi akibat total gaya normal vertikal (Gtotal)

Ф2 = sudut geser dalam tanah dasar

• Menghitung eksentrisitas

Eks = L – Mtahan – Mguling = 0,7 - 0,59-0,168 = 0,05 < L/6 (=0,1166)

2 Gtotal 2 1,408


(64)

• Menganalisis daya dukung

( )

[

]

(

45 /2

)

cos 2 2 2 2 2 tan 360 / 2 75 . Φ +

= e o −Φ Φ

Nq

π

= 41,44

2 tan 1 Φ − = Nq Nc

= 41,44 – 1 = 57,75 0,7002

(

)

(

)

(

0.4 sin 4 22

)

1 tan 1 2 Φ × + Φ + − = Nq Nγ

= 59,4336 = 47,28

1,2571

Qu = [C2 x Nc] + [γ2 x T2 x (Nq-1)] + [1/2 x γ2 x L x Nγ]

= [0x57,75] + [1,7x0,3x(41,44-1)] + [1/2x1,7x0,7x47,28] = 48,754

Qijin = Qu/5 = 48,754 / 5 = 9,751

Qmax = [Gtotal/L] x [1 +(6 x eks/L)] = 2,88 <= Qijin → aman

Qmin = [Gtotal/L] x [1 – (6 x eks/L)] = 1,143 >= 0 → aman

Dimana :

Qu = daya dukung tanah Nq = pembebanan Nc = tanah kohesi

Nγ = berat jenis tanah timbunan

• Menganalisis gaya internal pada konstruksi badan dinding

Ph1 = γ1 x T1 x (T1/2) x Ka = 1,7x1x(1/2)x0,271 = 0,23

Ph2 = q x T1 x Ka = 0 x1x0,271 = 0


(65)

Mh2 = Ph1 x (T1/2) = 0

Mh = Mh1 + Mh2 = 0,0767 + 0 = 0,0767

Gdlm = G1+G3+G4+G5 = 0,567+0,095+0,085+0,095 = 0,841

Mgh1 = G1 x (B+(C/2)) = 0,567x(0,1+(0,3/2)) = 0,1417

Mgh3 = G1 x(B+C+(D/3)) = 0,567x(0,1+0,3+(0,1/3)) = 0,041

Mgh4 = G4 x (B+C+(2D/3)) = 0,085x(0,1+0,3+(2x0,1/3)) = 0,0396

Mgh5 = G5 x(2B/3) = 0,095x(2x0,1/3) = 0,0063

Mv = Mgh1+Mgh3+Mgh4+Mgh5 = 0,1417+0,041+0,0396+0,0063 = 0,2286

Lh = B+C+D = 0,1+0,3+0,1 = 0,5

Eksdlm = Lh – Mv-Mh = 0,5 - 0,2286 – 0,0767

2 Gdlm 2 0,841

= 0,06929 < Lh/6 (=0,083) Qijin = Qu/5 = 48,754 / 5 = 9,751

Jika Qmaxdlm = [Gdlm/Lh] x [1 +(6 x eksdlm/Lh)] = 3,08 <= Qijin → aman

Jika Qmindlm = [Gdlml/Lh] x [1 – (6 x eksdlm/Lh)] = 0,283 >= 0 → aman

Dimana :

Ph1 = tekanan tanah aktif akibat tanah timbunan Ph2 = tekanan tanah aktif akibat beban merata

Mh1 = momen akibat gaya Ph1 terhadap titik ujung badan dinding Mh2 = momen akibat gaya Ph2 terhadap titik ujung badan dinding Mgh = momen pada badan didnding penahan

Mv = momen tahan Mh = momen guling Gdlm = Gtotal


(66)

Lh = luas pondasi

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diatas , maka diperoleh hasil output pengolahan program dari data input yaitu :

• Stabilitas guling aman

• Faktor keamanan terhadap bahaya guling (= 3,497105)

• Stabilitas geser aman

• Faktor keamanan terhadap bahaya geser (= 3,257437)

• Stabilitas daya dukung aman

• Daya dukung yang dibutuhkan (= 2,882374) daya dukung ijin (= 9,529294)

• Stabilitas dalam aman

• Daya dukung yang dibutuhkan (= 3,084471) daya dukung ijin (= 9,529294)

Pada analisa guling, melakukan perhitungan untuk menganalisa keamanan konstruksi terhadap bahaya guling. Untuk menganalisa memerlukan data momen guling akibat gaya aktif dan momen perlawanan akibat berat sendiri, selanjutnya menghitung momen guling dan momen perlawanan untuk menganalisis faktor guling.

Pada analisa geser melakukan perhitungan untuk menganalisa keamanan konstruksi terhadap bahaya geser. Untuk menganalisa memerlukan data derajat kemiringan serta tekanan tanah aktif dan pasif.

Pada analisa daya dukung melakukan perhitungan untuk menganalisa keamanan konstruksi terhadap daya dukung tanah.

Pada analisa gaya internal melakukan perhitungan untuk menganalisa stabilitas konstruksi terhadap gaya-gaya internal terutama pada segmen badan dinding yaitu


(67)

pada segmen sambungan antara badan dinding penahan dengan kaki pondasi dinding penahan.

3.2.2 Perkerasan Jalan Raya

Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course). Seperti pada gambar 3.5 berikut :

Gambar 3.1 Susunan lapisan perkerasan jalan

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

air.

b. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

c. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan peburunan yang

diakibatkannya, yaitu tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.


(68)

Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas maka tanah dasar harus dikerjakan sesuai dengan “Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya” edisi terakhir.

• Lapis pondasi bawah

Fungsi lapis pondasi bawah :

- Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda.

- Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatip murah agar lapisan

selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

- Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi

- Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Hal ini sehubungan dengan tetlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau kerena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar kerena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

• Lapis pondasi

Fungsi lapis pondasi :

- Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda

- Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.


(69)

• Lapis permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain :

- Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

- Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat cuaca.

- Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukanagar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan teknik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Parameter yang digunakan yaitu : 1. Lalu lintas

- Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar.

- Angka ekivalen beban sumbu kendaraan

- Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal

umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median (Ai)


(70)

=

=

= i n

i

LEP

1

Ai x Ei x Ci ( 1 + a )n

Dimana :

Ai = jumlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan, dinyatakan dalam

kendaraan /hari/2 arah untuk jalan tanpa median dan kendaraan /hari/1 arah untuk jalan dengan median.

Ei = angka ekivalen beban sumbu untuk 1 jenis kendaraan

Ci = koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana

a = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dari survey lalu lintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka

n = jumlah tahun dari saat dilakukan pengamatan sampai jalan tersebut dibuka

- Lintas ekivalen akhir ( LEA ) dihitung dengan rumus :

LEA = LEP(1 + r)n

Dimana :

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan, yaitu lintas ekivalen pada saat jalan baru dibuka

r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana n = umur rencana jalan

- Lintas ekivalen tengah dihitung dengan rumus :

LET = ½ ( LEP + LEA )

- Lintas ekivalen rencana dihitung dengan rumus :

LER = LET x FP FP = UR / 10


(71)

UR = Umur Rencana

FP = Faktor Penyesuaian

2 Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR ( untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur ). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial.

3. Faktor regional

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah serta persentase kendaraan. Sedang keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.

3.3 Perancangan Sistem

Desain sistem ini terdiri dari Pemodelan, Sistem Flow, Diagram berjenjang, Konseptual Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD), Struktur Database dan Design input output

3.3.1 Pemodelan

Pada proses pengembangan perangkat lunak ini penulis menggunakan pemodelan Prototyping, yaitu suatu proses yang memungkinkan pengembang aplikasi untuk menciptakan suatu model dari perangkat lunak yang dikembangkan.


(72)

Analisa dan Definisi Requirement

Membuat Prototype

Evaluasi Prototype

Spesifikasi Sistem

Design dan Implementasi

Validasi Sistem

Gambar 3.2 Model Prototyping

3.3.2 Sistem Flow Manual

Sistem Flow ini menjelaskan mengenai Sistem operasional yang selama ini sedang berjalan pada PT. Sumber Jaya Sempurna. Adapun sistem flow secara manual tersebut antara lain :


(1)

129

Hasil analisanya adalah seperti pada gambar 4.32 berikut :

Gambar 4.32 Hasil analisa Retaining Wall

Setelah melakukan berbagai macam uji coba analisis data maka dihasilkan nilai dimensi yang proporsional untuk bentuk-bentuk Retaining Wall secara umum adalah :

• Nilai H ( nilai penjumlahan dari Tinggi Badan atau T1 dan Tinggi Pondasi atau T2 ) diperkirakan nilai yang ideal adalah 7 / 8 dari Tinggi Badan sampai dengan 6 / 5 Tinggi Badan.

• Nilai T2 (nilai Tinggi Pondasi ) diperkirakan nilai yang ideal adalah 1 / 8 dari Tinggi H sampai dengan 1 / 6 Tinggi H


(2)

• Nilai lebar pondasi A dan E diperkirakan nilai yang ideal adalah 1 / 2 dari lebar atau Tinggi T2 atau sama dengan nilai lebar atau tinggi T2 tersebut. • Nilai lebar pondasi C diperkirakan nilai yang ideal adalah 2 / 3 dari lebar atau

tinggi T2 sampai 3 / 2 dari lebar atau tinggi T2.

• Nilai lebar pondasi B dan D diperkirakan nilai yang ideal adalah 1 / 3 dari nilai lebar pondasi C.

Contoh Kasus 2 :

Rencanakan tebal perkeraan jalan untuk 2 jalur, untuk umur rencana 5 tahun. Data-data kendaraan :

kendaraan ringan 2 ton = 90 kendaraan Bus 8 ton = 3 kendaraan

Truk 2 as 10 ton = 2 kendaraan Bahan-bahan perkerasan :

- Permukaan ( Lapen mekanis ) - Batu pecah ( kelas B ) CBR = 60 - Tanah kepasiran CBR 20

Perkembangan lalu lintas 1000 kendaraan / tahun ITP = 2,8


(3)

131

Dari data kendaraan dapat diinputkan melalui form survey lintas ekivalen seperti pada gambar 4.22 diatas. Sedangkan bahan perkerasan diinputkan melalui form analisa jalan seperti pada gambar 4.24 diatas.

Hasil analisanya adalah seperti pada gambar 4.33 berikut :


(4)

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan analisa, merancang dan mengimplementasikan Sistem Analisa Retaining Wall Dan Perkerasan Jalan Raya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Mengingat Retaining Wall semakin banyak dibutuhkan maka perlu adanya program bantu untuk perhitungan struktur Retaining Wall. Dengan adanya program bantu untuk menghitung struktur ini akan sangat menghemat waktu dan tenaga karena semua prosees perhitungan akan dilakukan oleh komputer dan tentu saja tingkat ketelitiannya lebih tinggi dibandingkan perhitungan manual ( dengan catatan tidak salah memasukan data ).

2. Dalam beberapa kasus didapat hasil kontrol stabilitas yang tidak aman, untuk mengatasi hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

• Untuk mengatasi stabilitas guling yang tidak aman maka dimensi badan (dalam hal ini lebar pondasi A sampai E ) harus diperbesar.

• Untuk mengatasi stabilitas geser yang tidak aman maka total keseluruhan lebar pondasi harus ditambah.

• Untuk mengatasi stabilitas daya dukung yang tidak terpenuhi atau tidak aman ( Qmin < 0 ) maka kedalaman pondasi ( tinggi pondasi ) dan lebar pondasi harus ditambah.


(5)

133

• Untuk mengatasi stabilitas dalam ( akibat gaya internal pada badan dinding ) tidak terpenuhi atau tidak aman ( Qmin dalam < 0 ) maka lebar dari badan dinding harus diperbesar.

3. Hasil analisa perencanaan tebal Perkerasan ini hanya diperuntukan untuk Perkerasan Jalan baru sedangkan untuk penambahan tebal lapisan diperkirakan sesuai dengan kelayakan struktural konstruksi Perkerasan pada umur perencanaan.

5.2. Saran

Adapun saran – saran untuk pengembangan sistem ini antara lain :

1. Dalam sistem ini dikenal 6 bentuk Retaining Wall yaitu Retaining Wall Bentuk 1, Retaining Wall Bentuk 2, Retaining Wall Bentuk 3, Retaining Wall Bentuk 4, Retaining Wall Bentuk 5, dan Retaining Wall Bentuk 6, jika hasil analisa ke enam bentuk tersebut menghasilkan keadaan aman, dan dalam pelaksanaannya hanya dibutuhkan salah satu bentuk retaining wall. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dikembangkan sistem yang dapat menentukan bentuk Retaining Wall mana yang paling baik untuk digunakan.

2. Untuk sistem perkerasan jalan, perlu adanya sistem yang dapat mengatasi masalah Perkerasan tambahan.

3. Untuk sistem ini dapat juga dikembangkan sistem yang dapat mengatasi masalah pembuatan jembatan.


(6)

Daftar Pustaka

Alamsyah, Alik A., 2001, Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres, Malang.

Buyens, Jim, 2001, Step by Step Web Database Development, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Daihani, Dadan U., 2001, Komputerisasi Pengambilan Keputusan, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta

Djogianto, H.M., 1994, Analisa dan Desain Sistem Informasi., Andi Offset, Yogyakarta.

Jayanto, 1999, Membuat Aplikasi Database dengan Delphi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Martina, Inge, 2001, Seri Aplikasi Pemrograman Database menggunakan Delphi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Pramono, Djoko, 1998, Mudah Menguasai Delphi 3 jilid satu, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Pramono, Djoko, 1998, Mudah Menguasai Delphi 3 jilid dua, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Ramalho, Jose, 2001, SQL Server 7.0, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Rochmanhadi, 1982, Alat-alat berat dan penggunaannya, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta

Santosa, Ir.P.Insap, M.Sc, 1997, Interaksi Manusia dan Komputer Teori dan Praktik, Andi Offset, Jogyakarta.

Sukirman, Silvia, 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung