Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu

PENYIMPANAN BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
PADA SUHU RENDAH DAN PERLAKUAN KADAR AIR
AWAL UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU

EKI ARYANTO PRAWIRO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyimpanan Bibit
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar
Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014

Eki Aryanto Prawiro
NIM F14100065

ABSTRAK
EKI ARYANTO PRAWIRO. Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) pada Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk
Mempertahankan Mutu. Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO.
Penanganan pascapanen yang buruk menyebabkan kerusakan dan
pertumbuhan tunas sebelum waktunya. Untuk itu kajian interaksi perlakuan kadar
air awal dan perlakuan suhu rendah diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah
menguji pengaruh kadar air dan suhu rendah terhadap kerusakan dan pertumbuhan
tunas, serta mengetahui kadar air dan suhu optimal untuk mengurangi kerusakan
dan pertumbuhan tunas. Metode penelitian ini menggunakan beberapa tingkat
kadar air, yaitu: kadar air ±85%, ±83%, dan ±81%, lalu bibit bawang merah
disimpan pada suhu 5°C dan suhu ruang selama 8 minggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, interaksi kadar air dan suhu tidak berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan tunas, namun berpengaruh signifikan terhadap kerusakan.
Kadar air optimal dengan kisaran 80-85% mampu menahan persentase
pertumbuhan tunas, tetapi tidak mampu menahan persentase kerusakan.
Persentase kerusakan mencapai 19.8%. Suhu 5°C paling optimal untuk
mengurangi persentase kerusakan, namun persentase pertumbuhan tunas tertinggi
terjadi pada penyimpanan suhu 5°C mencapai 4.8%.
Kata kunci: bibit bawang merah, kadar air, kerusakan.

ABSTRACT
EKI ARYANTO PRAWIRO. The Storage of Shallot Seed (Allium ascalonicum
L.) on Low Temperature and Treatment of Initial Moisture Content for Maintain
The Quality. Supervised by LILIK PUJANTORO.
Bad post-harvest handling cause shallot damage and sprouting before the
right time. Therefore the study of interaction initial moisture content and low
temperature treatment is needed. The purpose of this research are to testing the
effect of moisture content and low temperature of the damage and sprouting, and
to knowing optimum moisture content and temperature to reduce the damage and
sprouting. Methods of this research using some levels moisture content, there are
±85%, ±83%, dan ±81%, and then shallot seed stored at temperature 5°C and
room temperature during 8 weeks. The result showed that interaction of moisture

content and temperature had not significant effect on the sprouting, but significant
effect on the damage. Optimum moisture content in the range of 80-85% can hold
percentage of sprouting, but it cannot hold damage percentage. Percentage of
damage is 19.8%. Temperature 5°C is the most optimal to reduce damage
percentage, but the highest percentage of sprouting occurred at temperature 5°C.
Percentage of sprouting is 4.8%.
Keywords: damage, moisture content, shallot seed.

PENYIMPANAN BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
PADA SUHU RENDAH DAN PERLAKUAN KADAR AIR
AWAL UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU

EKI ARYANTO PRAWIRO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada
Suhu Rendah dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk
Mempertahankan Mutu
Nama
: Eki Aryanto Prawiro
NIM
: F14100065

Disetujui oleh

Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu Rendah
dan Perlakuan Kadar Air Awal Untuk Mempertahankan Mutu.
Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku pembimbing terima kasih atas
bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis.
2. Dr Muhammad Yulianto dan Dr Emmy Darmawati selaku dosen penguji,
terimakasih atas saran dan kritik bagi penulis.
3. Mamah, Papah, dan Mas Adit terima kasih atas doa, dukungan dan semangat
positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini.
4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Pak Harto dan Mas Abas terima kasih atas

bantuannya selama penelitian berlangsung.
5. Teman-teman satu bimbingan Muhammad Salman Mujahid, Silvia Sinaga,
Candra Heri S, dan Bagus terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya
selama penelitian berlangsung.
6. Teman-teman TMB, Imam Febrian, Fachri Ayik, Rosma Zumantini, Erlin
Cahya, Vina Rondang, Rifqi Haris, Dian Andriani, Aulya Abrar, Fitri, dan kak
Mutia. Terimakasih atas bantuan tenaga dan dukungan semangatnya.
7. Teman-teman seperjuangan TMB 47 terima kasih atas kebersamaan, bantuan
dan semangatnya bagi penulis.
8. Teman-teman spesial, Dwigita Ananda, Christy Ivana, Arnoldy Syahputra,
Judanto P, Niken P, Akmal Akbar, Astri E, dan Yogi. Termakasih atas
dukungan semangatnya.
9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu
penulis selama penelitian.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2014
Eki Aryanto

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

7

Waktu dan Tempat Penelitian

7

Alat dan Bahan

7


Prosedur Penelitian

7

Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian

10

Rancangan Percobaan

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kadar Air

12


Susut Bobot

15

Kekerasan

17

Kerusakan

20

Pertumbuhan Tunas

22

SIMPULAN DAN SARAN

26


Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Bibit bawang merah
Prosedur penelitian dan parameter uji penyimpanan bibit
bawang merah dengan perlakuan kadar air dan suhu simpan
Pengemasan bibit bawang merah
Perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan
dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan
perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Analisis regresi linear perubahan kadar air bibit bawang merah
selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%,
dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Analisis regresi linear susut bobot per umbi bibit bawang merah
selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%,
dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Perubahan kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan
dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan
perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Persentase kerusakan bibit bawang merah selama penyimpanan
8 minggu dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%)
dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Analisis regresi linear kerusakan bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Persentase pertumbuhan tunas bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Analisis regresi linear pertumbuhan tunas bibit bawang merah
selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%,
dan ±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Uji kemampuan tumbuh tunas bibit bawang merah setelah
penyimpanan selama 8 minggu setelah ditanam selama 14 hari
Rheometer dan Tabung Desikator
RH meter, Termometer, dan Cold Storage
Timbangan Digital
Oven
Pengeringan bibit bawang merah
Penyakit
Keropos
Berakar
Bertunas

7
8
9

13

14

16

16

18

19

21

21

23

24
25
30
30
30
30
31
39
39
39
42

24
25

Grafik suhu udara selama penyimpanan di dalam cold storage
dan laboraturium TPPHP
Grafik RH udara selama penyimpanan di dalam cold storage
dan laboraturium TPPHP

44
44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia
Syarat Mutu Bibit Bawang Merah Sesuai dengan SNI 01–31591992
Pengaruh interaksi kadar air awal dan suhu terhadap kadar air
bibit bawang merah selama penyimpanan
Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap susut bobot per
umbi bibit bawang merah selama penyimpanan
Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kekerasan bibit
bawang merah selama penyimpanan
Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kerusakan bibit
bawang merah selama penyimpanan
Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap pertumbuhan
tunas bibit bawang merah selama penyimpanan

1
4
14
17
19
22
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12

SNI 01-6997-2004 Benih bawang merah bentuk umbi kelas
benih dasar (BD)
Gambar alat yang digunakan dalam penelitian
Data pengukuran dan perhitungan kadar air awal bibit bawang
merah sebelum penyimpanan serta gambar pengeringan bibit
bawang merah
Data pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan
populasi 2 kadar air bibit bawang merah
Data pengukuran dan perhitungan rata-rata kadar air bibit
bawang merah
Hasil analisis sidik ragam kadar air bibit bawang merah
Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata populasi 1 dan
populasi 2 susut bobot bibit bawang merah
Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata susut bobot bibit
bawang merah
Hasil analisis sidik ragam susut bobot
Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan populasi
1 dan populasi 2 bibit bawang merah
Tabel pengukuran dan perhitungan rata-rata kekerasan bibit
bawang merah
Hasil analisis sidik ragam kekerasan bibit bawang merah

29
30

31
32
32
33
34
34
35
36
36
37

13

14
15

16
17

Data pengukuran, perhitungan, dan gambar kerusakan bibit
bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan
kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan suhu (5°C dan suhu
ruang) untuk tiap populasi
Hasil analisis sidik ragam kerusakan bibit bawang merah
Data pengukuran dan perhitungan pertumbuhan tunas bibit
bawang merah selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan
kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan suhu (5°C dan suhu
ruang) untuk tiap populasi
Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tunas bibit bawang
merah
Grafik suhu dan RH bibit bawang merah selama penyimpanan 8
minggu

38
40

41
43
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat tumbuh dan
berproduksi baik di dataran rendah ataupun di dataran tinggi dan dapat diusahakan
pada lahan bekas sawah (tanaman padi) maupun pada lahan kering seperti tegalan,
kebun dan pekarangan. Walaupun demikian bawang merah pada umumnya
dibudidayakan di dataran rendah pada akhir rnusim hujan (Maret - April) atau
mush kemarau (Mei - Juni) untuk lahan beririgasi teknis.
Penanaman bibit bawang merah di luar rnusim (musim hujan) banyak
mendapat hambatan seperti melimpahnya air hujan yang dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan tanaman, kelembaban udara, dan tanah yang cukup
tinggi memberikan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme penyebab penyakit (Suhardi 1993), dan budidaya bawang merah
di luar musim memerlukan biaya produksi yang relatif tinggi. Kenyataan ini dapat
menimbulkan permasalahan pada persediaan bawang merah sepanjang musim.
Bibit bawang merah merupakan masukan utama dalam agribisnis dan proses
pengadaannya juga merupakan kegiatan agribisnis karena sebagai bahan baku
industri pertanian. Bibit bawang merupakan salah satu faktor yang menentukan
tinggi rendahnya hasil bawang merah. Bibit dipilih dari umbi hasil pertanaman
untuk konsumsi yaitu umbi-umbi yang berukuran kecil (4-5 g/umbi). Penggunaan
bibit yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi.
Keterbatasan bibit sumber yang dibutuhkan oleh petani menyebabkan petani
menanam bibit apa adanya (bermutu rendah), akibatnya produksi yang dihasilkan
sangat rendah dan berumbi kecil.
Tabel 1 Kebutuhan dan ketersediaan bibit bawang merah di Indonesia
Tahun
2008
2009
2010
2011
Kebutuhan (ton)
118655
120020
121400
147611
Ketersediaan (ton)
18522
27410
27483
33950
Ketersediaan (%)
16
23
23
23
Sumber: Mudatsir 2013
Dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa ketersediaan bibit bawang merah
tidak dapat mengimbangi kebutuhan bibit bawang merah (Tabel 1). Permasalahan
di atas dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
penanganan pascapanen yang baik dan didukung sistem penyimpanan yang
memadai.
Pengeringan pada bibit bawang merupakan penanganan pascapanen yang
dilakukan oleh sebagian besar petani bibit bawang merah. Pengeringan
merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga
dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Bibit
bawang merah vegetatif (umbi semu) memiliki kadar air tinggi sehingga
membutuhkan proses dan cara yang sesuai agar dapat mempertahankan viabilitas
selama penyimpanan.

2
Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah cara yang
umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan
kualitas produk. Pada penyimpanan bibit bawang merah dengan suhu rendah
dapat mengurangi kehilangan air dari umbi, menjaga agar laju respirasi tidak
tinggi, dan memperlambat terjadinya metabolisme sehingga dapat menghambat
pertumbuhan tunas. Untuk itu kajian pengaruh perlakuan kadar air dengan cara
pengeringan dan penyimpanan suhu rendah diharapkan mampu meningkatkan
ketersediaan bibit bawang merah dengan cara mengurangi jumlah kerusakan dan
pertumbuhan tunas selama penyimpanan.

Perumusan Masalah
Penyimpanan bibit bawang merah yang masih kurang tepat dikhawatirkan
akan meningkatkan jumlah kerusakan bibit bawang merah dan pertumbuhan tunas
sebelum waktunya. Hal ini yang menyebabkan berkurangnya kualitas bibit dan
ketersedian bibit bawang merah yang masih belum mencukupi. Penyimpanan bibit
bawang yang tepat tentunya dapat mengurangi kerusakan dan pertumbuhan tunas
pada bibit bawang merah. Untuk itu perlu dikaji perlakuan pengeringan yang
berpengaruh terhadap kadar air selama penyimpanan dan penyimpanan suhu
rendah yang dapat memperpanjang masa simpan bibit bawang merah sehingga
kebutuhan bibit bawang dapat terpenuhi.
Tujuan Penelitian
1. Menguji pengaruh kadar air terhadap kerusakan dan pertumbuhan tunas
bibit bawang merah.
2. Menguji pengaruh suhu penyimpanan bibit bawang merah terhadap
kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah.
3. Menentukan kadar air dan suhu penyimpanan optimal untuk mengurangi
kerusakan dan pertumbuhan tunas bibit bawang merah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kadar air dan suhu yang terbaik
untuk penyimpanan bibit bawang merah sebelum proses penanaman sehingga
dapat menjaga kebutuhan akan bibit serta mengurangi kerusakan dan
pertumbuhan tunas pada bibit bawang merah sebelum waktu tanam tiba.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian, bahan utama yang digunakan yaitu bibit bawang merah varietas
Bima Brebes yang telah dikeringkan dengan kadar air ±85%, ±83%, dan ±81%.
Setelah itu disimpan pada kemasan rajut dikombinasikan dengan suhu
penyimpanan yaitu 5°C dan suhu ruang (25-28°C). RH penyimpanan 5°C ada

3
pada kisaran 60-70%, sedangkan suhu ruang ada pada kisaran 80-92%. Kemudian
disimpan selama 8 minggu pada cold storage dan suhu ruang, kemudian
dilakukan pengamatan dan perhitungan berdasarkan susut bobot, kadar air,
kekerasan, persentase kerusakan dan persentase pertumbuhan tunas selama
penyimpanan. Penelitian dilakukan dengan dua kali pengulangan agar hasil lebih
akurat dan dapat dibandingkan antara pengulangan.

TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah termasuk divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae,
class Monocotyledonae, ordo Asparagales (Lilliiflorae), famili Alliacea
(Amaryllidaceae), genus Allium, dan species Allium ascalonicum L. (Brewster
1994).
Bibit bawang merah dapat tumbuh dengan baik dengan memerlukan kondisi
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman
bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat ditanam mulai dari
dataran rendah sampai dataran tinggi yakni 1000 m di atas permukaan laut (m dpl)
dan baik diusahakan pada lahan bekas sawah maupun di tanah darat atau lahan
kering seperti tegalan, kebun dan pekarangan. Tanaman bawang merah dapat
tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl. Namun tanaman akan
berumur lebih panjang dan hasil umbinya lebih rendah dibandingkan di dataran
rendah (Suwandi dan Hilman 1996).
Bawang merah adalah produk pertanian yang berbentuk umbi lapis dengan
memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan yang sering terjadi
pada bawang merah yaitu pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, mengalami
pertunasan, pertumbuhan akar dan tumbuh jamur. Kerusakan inilah yang sering
terjadi pada saat penyimpanan dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
dari umbi yang terjadi selain terjadinya susut bobot yang pada akhirnya tentu akan
berpengaruh terhadap harga bawang merah dipasaran (Nurkomar 2001).
Berdasarkan SNI bawang merah SNI 01–3159-1992, persyaratan mutu
bawang merah digolongkan dalam 2 jenis yaitu Mutu I dan Mutu II (Tabel 2).

4
Tabel 2 Syarat Mutu Bibit Bawang Merah Sesuai dengan SNI 01–3159-1992
Karakteristik

Syarat

Mutu I
Mutu II
Varietas
Seragam
Seragam
Ketuaan
Tua
Cukup tua
Kekerasan
Keras
Cukup keras
Diameter
Min. 1,7 cm
Min. 1,3 cm
Kerusakan (b/b)
Maks. 5%
Maks. 8%
Busuk (b/b)
Maks. 1%
Maks. 2%
Kotoran (b/b)
Tidak Ada
Tidak ada
Sumber : Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1999)
Selain syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI bawang merah segmen pasar
juga menetapkan persyaratan bibit bawang merah bentuk umbi kelas benih dasar
SNI 01-6997-2004 yang disajikan pada Lampiran 1.
Bawang merah pada dasarnya dapat dibudidayakan dengan dua cara yaitu
vegetatif (bibit) dan generatif (TSS). Cara vegetatif dengan menggunakan umbi
mempunyai beberapa kelemahan antara lain: kebutuhan umbi bibit tinggi yaitu 11.5 ton/ha, rentan tertular penyakit terutama virus, biaya transportasi tinggi,
membutuhkan gudang/tempat penyimpanan khusus karena jumlahnya yang besar
dan produktivitas rendah (Sumanaratne et al. 2002). Cara generatif yaitu
menggunakan biji yang memiliki beberapa keuntungan antara lain: kebutuhan biji
sedikit 3-7.5 kg, biaya penyediaan lebih murah, penyimpanan benih lebih mudah
tidak diperlukan bangunan/ruang yang besar untuk penyimpanan bibit karena
ukuran biji jauh lebih kecil dibandingkan umbi, umur simpan bibit lama, dapat
ditanam saat dibutuhkan, mudah, dan murah untuk didistribusikan, variasi mutu
bibit rendah dan produktivitas tinggi (Permadi 1995). Penggunaan biji sebagai
bahan tanam mempunyai kelemahan yaitu harus melewati masa pembibitan
sehingga memerlukan biaya pembibitan dan waktu panen yang lebih lama yaitu
121 hari setelah pindah tanam (Jasmi et al. 2013).

Penyimpanan Suhu Rendah Bibit Bawang Merah
Miedema (1994) menyatakan bahwa suhu penyimpanan 5°C dan 30°C dapat
menghambat pertumbuhan tunas umbi bawang merah. Menurut FAO (1998)
menyatakan bahwa, penyimpanan dengan suhu rendah dapat mengurangi
kehilangan air dari umbi, menjaga agar laju respirasi tidak tinggi dan
memperlambat terjadinya metabolisme. Suhu ruangan pada penyimpanan suhu
rendah harus dijaga agar tetap konstan begitu juga dengan kelembabannya,
dengan mengurangi suhu maka akan dapat menghambat terjadinya perubahan
serta mengurangi kehilangan air. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan suhu rendah adalah suhu dari pendingin harus berada pada titik yang
tepat. Suhu yang terlalu dingin akan menyebabkan terjadinya kerusakan bibit
(chiling injury). Suhu dingin lebih efektif dan bermanfaat untuk memperpanjang
daya simpan dan memperlambat kerusakan.

5
Sifat Kadar Air Bawang Merah
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan sangat
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 1997).
Bawang merah mampu menyerap dan melepaskan uap air dengan mudah
(higroskopis) namun untuk menurunkan kadar air yang signifikan diperlukan
penanganan khusus, seperti perlakuan pengeringan (Permadi 1995).
Kadar air bibit merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran
bibit, kemunduran bibit sejalan dengan meningkatnya jumlah kadar air bibit
tersebut. Kemunduran yang terjadi pada bibit simpan kering disebabkan oleh
kurangnya sistem yang dapat bekerja untuk memperbaiki dan mengganti bagianbagian yang telah rusak. Namun pada bibit simpan lembab, sistem perbaikannya
dapat bekerja dengan baik (Justice dan Bass 2002).
Tempat penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap kadar air bibit, hal
ini terjadi disebabkan oleh tempat penyimpanan yang tidak kedap udara, bibit
tersebut mengadakan keseimbangan kadar air dengan udara sekitarnya sehingga
kadar air menjadi tinggi. Sedangkan tempat penyimpanan yang kedap udara dapat
mempertahankan kadar air tetap rendah. Jika kadar air bibit tetap rendah dalam
batas maksimal selama periode penyimpanan, maka bibit akan dapat
mempertahankan mutu dan kualitasnya, sehingga viabilitas dan vigor benih tetap
baik (Priyantono et al. 2013).
Bibit vegetatif (umbi semu) memiliki kadar air tinggi sehingga
membutuhkan proses dan cara penyimpanan yang sesuai agar dapat
mempertahankan viabilitas selama penyimpanan. Daya berkecambah, pemunculan
kecambah dan kandungan cadangan makanan akan menurun sejalan dengan
bertambahnya waktu penyimpanan. Untuk mempertahankan viabilitas bibit
selama proses penyimpanan maka bibit harus dikeringkan terlebih dahulu sesuai
sifat bibit tersebut. Kadar air dan nilai susut bibit bawang merah yang disimpan
tergantung pada varietas dan lama penyimpanan. Seperti pada varietas Lembah
Palu dan Palasa yang disimpan selama 60 hari kadar airnya menurun sekitar 7476%, namun nilai susut varietas Lembah Palu mencapai 50% sedangkan varietas
Palasa mencapai 35% (Maemunah 2010).
Pengeringan
Kegagalan dalam pengeringan pada umbi dapat menyebabkan turunnya
daya simpan, umbi busuk, dan tumbuh akar. Selama ini pengeringan yang
dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan sinar matahari, hal ini dapat
dilakukan selama 7-9 hari hingga menghasilkan kadar air hingga 86.7% (Efriany
2007).

6
Pertunasan Bawang Merah
Suhu merupakan faktor alami yang mengatur pertumbuhan dan
morfogenesis. Perlakuan suhu rendah (vernalisasi) pada organ tanaman dapat
meningkatkan aktivitas pembelahan sel dan giberelin endogen serta peningkatan
aktivitas auksin. Giberelin bekerja pada gen dengan menyebabkan aktivitas gengen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan membentuk enzim-enzim baru yang
menyebabkan terjadinya perubahan morfogenesis (penampilan/kenampakan
tanaman), selain itu giberelin juga dapat mematahkan dormansi atau hambatan
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil)
dengan cara mempercepat proses pembelahan sel (Dinarti et al. 2011).
Bawang melewati masa dormansi pada suhu dan kelembaban yang sesuai
akan diikuti munculnya pertunasan, akar, dan tajuk daun (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998).

Kerusakan
Bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat
oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlihat pada permukaan.
Menurut Sinaga dan Hartuti (1991) mengatakan bahwa tingkat kerusakan, susut
bobot, kadar air, kadar VRS dan kadar total padatan terlarut umbi bawang merah
selama penyimpanan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu varietas dan cara
penyimpanan.
Mikroba yang telah teridentifikasi menyebabkan kerusakan pada bawang
merah selama penyimpanan adalah Penicillium spp. Aspergillus spp. Botrytis spp.
Fusarium spp. Pseudomonas spp. dan Erwinia spp. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan mikroba-mikroba ini adalah kondisi pelayuan yang
kurang baik, penanganan selama pemanenan, dan telalu tingginya temperatur dan
kelembaban selama penyimpanan (Nugraha et al. 2009).

Susut Bobot
Susut bobot adalah pengurangan bobot atau berat bawang merah selama
proses penyimpanan. Dari persentase susut bobot selama penyimpanan petani
akan dapat menghitung bobot akhir setelah penyimpanan, sekaligus bisa
memprediksi nilai tambah yang akan diperoleh dalam melakukan penyimpanan.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Histifarina dan Musaddad (1998), nilai susut bobot yang dihasilkan dalam
penelitian ini masih jauh lebih rendah. Hasil penelitian Histifarina dan Musaddad
(1998) menunjukkan bahwa nilai susut bobot berkisar antara 23,81 – 36,11 %.

7

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan selama tiga bulan
dari bulan Maret sampai Juni 2014.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap disajikan pada
foto Lampiran 2 halaman 30, yang terdiri dari:
1 Oven
2 Timbangan Digital
3 Rheometer CR-500 DX
4 Tabung Desikator
5 RH meter & Termometer
6 Timbangan Digital
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit bawang merah varietas
Bima Brebes yang didapat dari petani bawang merah di Brebes, kemudian
dibersihkan dan dikemas menggunakan rajut dan dibawa ke Bogor menggunakan
kerata api. Bahan kemasan yang digunakan untuk mengangkut adalah kemasan
rajut 57cm x 32 cm.

Prosedur Penelitian
Persiapan Bibit Bawang Merah
Bibit bawang merah diangkut dari lahan pertanian. Kemudian bibit bawang
merah yang diperoleh diikat dan dibersihkan dari kotoran yang tidak memiliki
kerusakan atau cacat dengan ukuran seragam seperti pada Gambar 1. Penelitian
ini menggunakan cara vegetatif yang dinilai lebih mudah dan lebih cepat untuk
penanganannya. Prosedur penelitian dan parameter yang diukur disajikan secara
lengkap pada Gambar 2.

Gambar 1 Bibit bawang merah

8

Parameter yang
diukur

Prosedur penelitian

Mulai
Bibit bawang merah dibawa dari lahan pertanian
Pembersihan dan sortasi
Penjemuran
bibit
bawang
merah
selama 2, 7, 14 hari
di areal penjemuran.
Pengukuran
kadar
air
awal
bibit
bawang merah.

Penimbangan
dan
pengemasan
bibit
bawang merah 1.5
kg tiap kemasan
perlakuan.

Pengukuran dan
perhitungan:
 kadar air
 susut bobot
 kekerasan
 kerusakan
(%)
 pertumbuhan
tunas (%)

Perlakuan kadar air

Kadar
air
±83%
(K2)

Kadar
air
±85%
(K1)

Suhu
5oC
K1P1

Suhu
ruang
K1P2

Suhu
5oC
K2P1

Suhu
ruang
K2P2

Kadar
air
±81%
(K3)

Suhu
5oC
K3P1

Suhu
ruang
K3P2

Pengamatan dan
pengukuran parameter
mutu bibit bawang
merah tiap 7 hari selama
penyimpanan

Pengolahan dan analisis data

Selesai

Gambar 2 Prosedur penelitian dan parameter uji penyimpanan bibit bawang
merah dengan perlakuan kadar air dan suhu simpan

9
Persiapan Kondisi Awal Kadar Air Bibit Bawang Merah
Bibit bawang merah dipersiapkan untuk perlakuan kadar air. Perlakuan
kadar air dilakukan dengan cara bibit bawang merah dikeringkan dan dijemur di
bawah sinar matahari. Pengeringan bibit bawang merah dilakukan guna
menurunkan dan menyeragamkan kadar air sesuai yang diinginkan. Pengeringan
dilakukan di Brebes. Petani di Brebes biasanya melakukan pengeringan bibit
bawang merah selama 2-14 hari tergantung permintaan bibit bawang merah. Lama
pengeringan 2 hari sering disebut bibit bawang merah basah. Lama pengeringan 7
hari disebut kering lokal, biasanya hasil dari bibit bawang merah ini dijual ke luar
kota Brebes dan luar pulau. Lama pengeringan 14 hari disebut kering askip
(kondisi kering), biasanya bibit bawang merah ini digunakan sebagai stok
persediaan.
Bibit bawang merah dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu masing-masing:
kadar air ±85% (pengeringan 2 hari), ±83% (pengeringan 7 hari), dan ±81%
(pengeringan 14 hari), selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air awal di
laboraturium TPPHP.
Pengemasan Bibit Bawang merah
Setelah perlakuan kadar air, dilakukan pengemasan bibit bawang merah di
laboraturium TPPHP. Bibit bawang merah terlebih dahulu ditimbang sebanyak
1.5 kg tiap kemasan, kemudian dimasukan ke dalam kemasan rajut dengan
kapasitas masing-masing sebesar 1.5 kg, seperti pada Gambar 3. Jumlah bibit
bawang merah tiap kemasan mencapai 250-350 umbi bibit bawang merah.

Gambar 3 Pengemasan bibit bawang merah
Penyimpanan Bibit Bawang Merah
Bibit bawang merah yang telah dikemas selanjutnya disimpan di dalam cold
storage yang bersuhu 5°C dengan RH udara ada pada kisaran 60-70%, dan suhu
ruang dengan RH udara pada kisaran 80-92% selama 8 minggu. Setiap minggu
dilakukan pengamatan dan pengukuran kadar air, susut bobot, kekerasan,
persentase pertumbuhan tunas dan persentase kerusakan akibat keropos, penyakit,
dan jamur. Penyimpanan bibit bawang merah dilakuakan di laboraturium TPPHP.

10
Prosedur Pengukuran Parameter Penelitian
Kadar Air
Sampel sebanyak 2 umbi bibit bawang merah (10-15 gram) ditimbang dan
diletakan di dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya.
Selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105°C sampai berat
konstan (24 jam). Sebelum ditimbang cawan didinginkan di dalam desikator
selama 15 menit. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat sampel selama
pengeringan terhadap berat awal sampel (AOAC 1984).
(1)

Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan bibit terhadap jarum
(probe) dari rheometer. Bibit bawang merah ditekan oleh jarum, beban
maksimum 2 kg. Diameter jarum sebesar 5 mm, R/H Hold sebesar 6.0 mm, P/T
Press sebesar 30 mm/m. Nilai kekerasan dengan satuan kgf/mm2. Uji kekerasan
dilakukan pada titik dibagian tengah bibit. Sampel sebanyak 5 umbi bibit bawang
merah yang berbeda setiap minggunya digunakan untuk uji kekerasan.
Susut Bobot
Susut bobot merupakan berkurangnya berat komoditas setelah aktivitas
penyimpanan. Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan
timbangan digital. Sampel sebanyak 20 umbi bibit bawang merah, diberi tanda
untuk diukur bobot setiap minggunya (Andreas 2013). Persamaan yang digunakan
untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:
(2)
Keterangan :
W = bobot bahan awal penyimpanan (gram)
Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)
Persentase Kerusakan Bibit
Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan terhadap kerusakan selama
penyimpanan yang disebabkan oleh umbi busuk, keropos (hampa), dan berakar.
Nilai persentase kerusakan bibit adalah perbandingan banyaknya bibit yang rusak
akibat berakar, keropos ataupun terkena penyakit selama penyimpanan dengan
jumlah awal seluruh bibit.




(3)

11
Persentase Pertumbuhan Tunas Selama Penyimpanan
Persentase pertunasan selama penyimpanan diukur dengan membandingkan
jumlah bibit-bibit yang telah bertunas dalam periode tertentu dengan jumlah awal
bibit.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktorial dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang
digunakan adalah:
K = perlakuan kadar air bibit bawang merah
K1 = kadar air bibit bawang merah ±85%
K2 = kadar air bibit bawang merah ±83%
K3 = kadar air bibit bawang merah ±81%
P = perlakuan suhu penyimpanan
P1 = penyimpanan dengan temperatur 5 °C
P2 = penyimpanan dengan temperatur ruang
Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah :
Yijk = μ + Pi + Kj+ (PK)ij + Cijk
Keterangan:
Yijk
μ
Pi
Kj
(PK)ij
Cijk

(5)

= Pengamatan perlakuan P ke i dan K ke j
= Nilai rata-rata harapan
= Perlakuan suhu penyimpanan pada taraf ke i.
= Perlakuan kadar air bibit bawang merah pada taraf ke j.
= Interaksi perlakuan suhu penyimpanan dan perlakuan kadar air
bibit bawang merah pada taraf i dan j.
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan P ke i dan K ke j pada
ulangan ke k

Dengan:
i = 1,2 (Suhu penyimpanan)
j = 1,2,3 (kadar air)
k= 1,2 (Ulangan)
Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam untuk mengetahui
pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf f = 0.05. Analisis data menggunakan Software
SPSS. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setiap 7 hari sekali. Respon
yang diamati, yaitu: kadar air, susut bobot, kekerasan, kerusakan, dan
pertumbuhan tunas.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Gambar 4 menunjukan perubahan kadar air bibit bawang merah dengan
beberapa perlakuan kadar air, yaitu kadar air ±85% (K1), ±83% (K2), dan ±81%
(K3) dengan perlakuan penyimpanan suhu rendah 5°C (P1) di dalam cold storage
dan suhu ruang (P2) disimpan selama 8 minggu. Perlakuan kadar air bibit bawang
merah dengan cara pengeringan pada awal penelitian memberikan nilai kadar air
yang berbeda-beda. Semakin lama pengeringan, maka kadar air bibit bawang
merah akan semakin kecil. Untuk kadar air pengeringan 2 hari (K1) rata-rata
sebesar 85%, untuk pengeringan 7 hari (K2) rata-rata kadar air sebesar 83.6% dan
untuk pengeringan selama 14 hari (K3) kadar air rata-rata sebesar 81.8%
(Lampiran 3). Beda penurunan kadar air mencapai ±1.5%.
Grafik perubahan kadar air bibit bawang merah pada Gambar 4
menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi kadar air selama penyimpanan. Menurut
Andreas (2013) fluktuasi kadar air selama penyimpanan karena pengambilan
sampel yang berbeda tiap minggunya. Kadar air yang diharapkan selama
penyimpanan adalah bibit bawang merah dengan kadar air yang tidak tinggi. Hal
ini sesuai pernyataan Sutopo (2002) yang menyatakan bahwa pada umumnya bibit
tidak dianjurkan disimpan pada kadar air tinggi, karena akan cepat kehilangan
viabilitasnya, dengan banyak air dalam bibit maka pernapasan akan dipercepat
sehingga bibit akan kehilangan banyak energi.
Suhu dan RH udara dalam penyimpanan juga mempengaruhi fluktuasi kadar
air bibit bawang. Menurut penyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) hubungan
suhu penyimpanan terhadap perubahan kadar air adalah semakin tinggi suhu maka
laju respirasi akan meningkat hal ini yang menyebabkan kadar air bibit bawang
merah turun begitu pula sebaliknya jika suhu turun maka respirasi akan menurun
dan kadar air bibit bawang merah meningkat. Hubungan RH udara penyimpanan
dengan perubahan kadar air adalah semakin tinggi RH udara maka udara
mengandung banyak air yang cenderung akan diserap oleh bibit bawang merah
sehingga kadar air akan meningkat dan sebaliknya jika RH udara rendah maka
udara mengandung lebih sedikit air sehingga kadar air bibit bawang merah akan
turun.
Berdasarkan grafik perubahan kadar air (Gambar 4), lama pengeringan
berpengaruh terhadap perubahan kadar air. Untuk kelompok K1, perubahan kadar
air memiliki kisaran 83-85%, kelompok K2 memiliki kisaran 82-83%, dan
kelompok K3 memiliki kisaran 80-83% selama penyimpanan 8 minggu. Pada
minggu ketujuh terjadi penurunan kadar air pada semua kemasan. Penurunan
kadar air terendah pada minggu ke-7 terjadi pada kemasan K3P2 sebesar 80.85%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada minggu ke-7 terjadi kenaikan suhu dan
penurunan RH udara yang menyebabkan penurunan kadar air. Namun hanya pada
kemasan K2P1 yang mengalami kenaikan kadar air pada minggu ke-7. Hal ini
disebabkan oleh faktor diluar kontrol yang dapat mempengaruhi perubahan kadar
air.

13
Menurut pernyataan Nurkomar (2001) molekul-molekul pada permukaan air
yang berinteraksi dengan udara mengalami pergerakan untuk membebaskan diri
menuju udara yang molekulnya lebih sedikit dan lebih bebas. Gerakan pelepasan
molekul yang disebut evaporasi atau penguapan ini menyebabkan permukaan air
mempengaruhi tekanan atmosfer menjadi Water Vapour Pressure (WVP). Air
pada suhu tertentu memiliki WVP konstan, sedangkan uap air sesuai dalam udara
memiliki tekanan parsial yang dikenal sebagai WVP udara. Jika molekul-molekul
air terus melepaskan diri menuju udara dalam suatu sistem tertutup,
konsentrasinya akan meningkat. Gerakan acak yang dilakukan mengakibatkan
molekul-molekul ini makin terpusat, dan terjadi gaya tarik-menarik yang semakin
kuat hingga akhirnya kembali membentuk fase cair, baik dalam bentuk kabut atau
embun. Pada konsentrasi maksimum, udara dikatakan jenuh dengan uap air dan
tekanan parsial dari uap air di udara sama dengan WVP permukaan air. Pada
keadaan jenuh dan temperatur merata, air dan uap air atmosferik berada dalam
keadaan kesetimbangan dinamik dan terjadi pertukaran molekul antara fase cair
dan fase uap. Jika udara dan air jenuh berada pada temperatur sama, air akan
mengalami evaporasi sampai kesetimbangan dinamik tercapai pada WVP jenuh.
Pengaruh dari Water Vapour Pressure (WVP) ini yang menyebabkan pada
kemasan K2P1 mengalami kenaikan kadar air pada minggu ke-7 sedangkan pada
kemasan K1P1, K1P2, K2P2, K3P1, dan K3P2 mengalami penurunan kadar air.
Penurunan kadar air dari awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan
tertinggi terjadi pada kemasan K1P1 sebesar 1.75%. Hal ini menunjukkan bahwa
kemasan K1P1 yang disimpan di cold storage mampu mempertahankan
viabilitasnya karena mampu mempertahankan kadar airnya untuk tetap rendah.
86.00

Kadar air (%)

85.00
84.00
83.00
82.00
81.00
80.00
0

2

4

6

8

Lama penyimpanan (minggu)
k1p1

k1p2

k2p1

k2p2

k3p1

k3p2

Gambar 4 Perubahan kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan dengan
perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu
(5°C dan suhu ruang)

14
Berdasarkan grafik analisis regresi linear perubahan kadar air (Gambar 5),
kemasan K1P1 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar -0.170, hal ini
menunjukkan bahwa laju penurunan kadar air paling cepat terjadi pada kemasan
K1P1 dibandingkan dengan kemasan yang lainnya.
86.00

Kadar air (%)

85.00
84.00
83.00
82.00
81.00
80.00
0

2
4
Lama penyimpanan (minggu)

Linear (k1p1)
y = -0.1709x + 84.845
R² = 0.69

Linear (k2p2)
y = -0.0998x + 83.342
R² = 0.4754

Linear (k1p2)
y = -0.0466x + 83.994
R² = 0.0834

Linear (k3p1)
y = 0.004x + 82.61
R² = 0.0006

6

8
Linear (k2p1)

y = -0.0786x + 83.657
R² = 0.2539

Linear (k3p2)
y = -0.0901x + 82.134
R² = 0.23

Gambar 5 Analisis regresi linear perubahan kadar air bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%)
dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)
Tabel 3 Pengaruh interaksi kadar air awal dan suhu terhadap kadar air bibit
bawang merah selama penyimpanan
Perlakuan

K1
K2
K3
a

P1
P2
P1
P2
P1
P2

0
85.3a
84.7a
83.6a
83.6a
81.9a
81.8a

Kadar air bawang merah pada minggu ke1
2
3
4
5
6
7
a
Kadar air bibit bawang merah (%)
84.3a 84.4a 84.1a 84.3a 83.9a 84.0a 83.2a
83.6a 83.2a 83.9a 84.0a 83.6a 83.8a 83.3a
83.1a 83.7a 83.5a 83.9a 83.5a 82.6a 82.8a
83.3a 83.0a 82.7a 83.2a 82.5a 82.7a 82.3a
83.1a 82.7a 82.2a 82.8a 83.4a 82.9a 82.0a
82.1a 82.1a 81.6a 81.8a 82.6a 82.0a 80.8a

8
83.8a
83.9a
83.2a
83.0a
82.4a
81.2a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT

15
Namun hasil uji statistik pada Tabel 3, menunjukkan bahwa interaksi antara
kadar air awal dengan suhu tidak berbeda nyata terhadap kadar air bibit bawang
merah. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara interaksi kadar air awal
dengan suhu terhadap kadar air bibit bawang merah selama penyimpanan.
Sehingga seluruh perlakuan tidak berpotensi menahan penurunan kadar air bibit
bawang merah yang akan berpengaruh terhadap susut bobot.
Susut Bobot
Hubungan kadar air dengan susut bobot adalah semakin tinggi kadar air
maka bobot bibit bawang merah akan meningkat, susut bobot akan berkurang dan
sebaliknya jika semakin kecil kadar air, bobot akan menurun yang menyebabkan
susut bobot akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan
Yamaguchi (1998), respirasi akan berjalan cepat dengan meningkatnya suhu,
sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan lambat laun mengering
dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian dalam. Proses ini
akan berlanjut, yang berakibat menurunnya lapisan sekulan, bersamaan dengan
berkurangnya diameter bibit bawang merah. Faktor yang menentukan tinggi
rendahnya hasil produksi bawang merah diantaranya adalah umbi bibit yang
digunakan. Faktor yang menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah
diameter umbi. Diameter umbi bibit yang besar cenderung dapat menyediakan
cadangan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya di lapangan (Suwandi dan Hilman 1996).
Grafik perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah pada Gambar 6
menunjukkan bahwa susut bobot bibit bawang merah per umbi jika dikaitkan
dengan grafik perubahan kadar air (Gambar 4), seharusnya jika kadar air
meningkat maka susut bobot akan berkurang dan sebaliknya jika kadar air turun
maka susut bobot akan meningkat. Namun yang terjadi adalah ketika kadar air
meningkat susut bobot ikut meningkat, begitu pula saat kadar air turun maka susut
bobot juga turun. Seperti pada kemasan K1P2 dan K3P2 pada minggu ke-8,
berdasarkan grafik perubahan susut bobot per umbi mengalami peningkatan susut
bobot dan pada grafik perubahan kadar air minggu ke-8 (Gambar 4) juga
mengalami peningkatan kadar air. Hal ini dikarenakan penggunaan sampel untuk
kadar air dan susut bobot yang berbeda dan pengaruh Water Vapour Pressure
(WVP).
Grafik perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah pada Gambar 6
menunjukkan bahwa susut bobot bibit bawang merah per umbi mengalami
fluktuasi selama penyimpanan 8 minggu. Perubahan susut bobot per umbi pada
penyimpanan suhu 5°C (P1) lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanan suhu
ruang (P2). Perubahan susut bobot tertinggi terjadi pada minggu ke-8 kemasan
K3P2 susut bobot sebesar 5.08%. Total kenaikan susut bobot tertinggi dari awal
penyimpanan sampai akhir penyimpanan terjadi pada kemasan K2P2 sebesar
29.83%. Total kenaikan susut bobot terkecil dari awal penyimpanan sampai akhir
penyimpanan terjadi pada kemasan K2P1 sebesar 8.95%. Penyimpanan pada suhu
5°C (P1) dengan rata-rata RH udara sebesar 71.55% dapat mempertahankan
kenaikan susut bobot yang paling baik.

16
6

Susut bobot (%)

5
4
3
2
1
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

Lama penyimpanan (minggu)
k1p1

Gambar 6

k1p2

k2p1

k2p2

k3p1

k3p2

Perubahan susut bobot per umbi bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Berdasarkan grafik analisis regresi linear perubahan susut bobot per umbi
(Gambar 7), kemasan K2P2 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar
0.722, hal ini menunjukkan bahwa laju kenaikan susut bobot paling cepat terjadi
pada kemasan K2P2 selama penyimpanan 8 minggu.
7
Susut bobot (%)

6
5
4
3
2
1
0
0

1
Linear (k1p1)
y = 0.271x
R² = 0.3741

Linear (k2p2)
y = 0.7227x
R² = 0.3993

2

3
4
5
Lama penyimpanan (minggu)
Linear (k1p2)
y = 0.630x
R² = 0.157

Linear (k3p1)
y = 0.291x
R² = 0.493

6

7

8

Linear (k2p1)
y = 0.203x
R² = 0.281

Linear (k3p2)
y = 0.5609x
R² = 0.715

Gambar 7 Analisis regresi linear susut bobot per umbi bibit bawang merah
selama penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

17
Hasil uji statistik pada Tabel 4, menunjukkan bahwa interaksi kadar air dan
suhu tidak berbeda nyata terhadap susut bobot per umbi bibit bawang merah.
Artinya interaksi antara kadar air dengan suhu tidak berpengaruh signifikan
terhadap perubahan susut bobot bibit bawang merah selama penyimpanan.
Interaksi kadar air dan suhu menunjukkan hasil berbeda nyata hanya pada minggu
ke-6. Seperti pada kemasan K1P1 dengan K2P2 pada minggu ke-6 yang
menunjukkan hasil interaksi kadar air dan suhu berbeda nyata terhadap susut
bobot per umbi bibit bawang merah.
Tabel 4 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap susut bobot per umbi bibit
bawang merah selama penyimpanan

P1
P2
P1
P2
P1

0
0

Susut bobot bawang merah pada minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
a
Susut bobot bibit bawang merah (%)
0.54a 1.17a 1.55a 0.85a 1.48a 1.96bc 2.35a 1.09a
1.42a 3.99a 3.94a 4.75a 2.98a 2.98ab 3.57a 3.82a

0
0
0

0.69a 0.84a 1.45a 1.58a 1.21a 0.88c 1.34a 0.95a
1.70a 4.05a 2.95a 4.19a 3.63a 4.01a 4.62a 4.68a
0.28a 0.88a 0.70a 2.03a 1.21a 3.02ab 1.59a 1.48a

P2

0

1.13a 2.45a 1.86a 2.39a 1.98a 1.91bc 4.46a 5.08a

Perlakuan

K1
K2
K3

0

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT

Kekerasan
Tekstur (kekerasan) sayuran seperti halnya tekstur buah-buahan atau
tanaman lainnya dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup karena
turgor berpengaruh terhadap keteguhan sel-sel parenkhima. Tingkat kekerasan
bawang merah menunjukkan perubahan fisik bawang merah selama penyimpanan.
Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu untuk menentukan tingkat
kesegaran dari bawang merah (Permadi 1995). Grafik perubahan kekerasan pada
Gambar 8 menunjukkan fluktuasi kekerasan bibit bawang setiap minggunya, hal
ini disebabkan oleh pengambilan sampel yang berbeda-beda pada setiap
minggunya (Andreas 2013). Penyimpanan suhu 5°C bibit bawang merah memiliki
tingkat kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruang. Nilai kekerasan
bibit bawang dengan yang disimpan pada suhu 5°C rata-rata berkisar 4-6 kgf/mm2.
Sedangkan kekerasan bibit bawang merah yang disimpan pada suhu ruang ratarata adalah 3-4 kgf/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu 5°C
bibit bawang merah dapat mempertahankan kekerasannya. Menurut pernyataan
Nugraha et al. (2009), pada umumnya kekerasan akan menurun selama
penyimpanan, hal ini dikarenakan terjadi perubahan komposisi penyusun dinding
sel maupun komponen makro lainnya, pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh
perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran
sayuran selama penyimpanan. Namun pada penelitian terjadi peningkatan
kekerasan pada kemasan K3P2 setelah penyimpanan 8 minggu sebesar 2.62%.

18
Hal ini dikarenakan kemasan K3 dengan kadar air kisaran 80-83% dan disimpan
pada suhu ruang cenderung untuk menyerap air lebih banyak sehingga kekerasan
meningkat. Hal ini dipengaruhi juga oleh suhu dan RH udara penyimpanan
(Andreas 2013).

Kekerasan (kgf/mm2)

6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
1

2

3

4

5

6

7

8

Lama penyimpanan (minggu)
k1p1

k1p2

k2p1

k2p2

k3p1

k3p2

Gambar 8 Perubahan kekerasan bibit bawang merah selama penyimpanan dengan
perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan ±81%) dan perlakuan suhu
(5°C dan suhu ruang)
Berdasarkan grafik analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah
pada Gambar 9, kemasan K1P1 memiliki nilai koefisien regresi tertinggi sebesar
-0.119, hal ini menunjukan bahwa laju penurunan kekerasan selama penyimpanan
tertinggi terjadi pada kemasan K1P1. Penurunan kekerasan dipengaruhi oleh
penyimpanan suhu rendah 5°C selama penyimpanan yang dapat meningkatkan
kekerasan.

19

Kekerasan (kgf/mm2)

6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
1

2
Linear (k1p1)

3

4
5
Lama penyimpanan (minggu)
Linear (k1p2)

y = -0.1194x + 5.26
R² = 0.4133

y = -0.0432x + 4.9674
R² = 0.1967

y = -0.0233x + 3.8453
R² = 0.0705

y = 0.0075x + 3.5595
R² = 0.0123

Linear (k2p2)

Gambar 9

Linear (k3p1)

6

7

8

Linear (k2p1)
y = -0.0164x + 4.6296
R² = 0.0262

Linear (k3p2)

y = -0.066x + 3.9527
R² = 0.348

Analisis regresi linear kekerasan bibit bawang merah selama
penyimpanan dengan perlakuan kadar air (±85%, ±83%, dan
±81%) dan perlakuan suhu (5°C dan suhu ruang)

Tabel 5 Pengaruh interaksi kadar air dan suhu terhadap kekerasan bibit bawang
merah selama penyimpanan
Perlakuan

K1
K2
K3

P1
P2
P1
P2
P1
P2

Kekerasan bibit bawang merah pada minggu ke1
2
3
4
5
6
7
2 a
Kekerasan bibit bawang merah (kgf/mm )
5.35a 5.26a 4.9a
4.28a 4.62a
4a
4.77a
4.16a 3.92a 3.60a 3.29a 3.60a 3.42a 3.63a
5.08a 4.99a 4.85a 4.59a 4.32a 4.80a 4.70a
4.11a 3.79a 3.59a 3.69a 3.54a 3.45a 3.93a
5.01a 4.57a 4.41a 4.17a 4.45a 4.44a 4.71a
3.63a 3.71a 3.63a 3.39a 3.28a 3.63a 3.73a

8
4.6a
3.62a
4.83a
3.81a
4.66a
3.73a

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji DMRT

Hasil uji statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi kadar air dan
suhu tidak berbeda nyata terhadap kekerasan bibit bawang merah. Artinya tidak
ada pengaruh yang signifikan antara interaksi kadar air dan suhu terhadap
kekerasan bibit bawang merah. Sehingga seluruh perlakuan tidak berpotensi
menahan perubahan kekerasan bibit bawang merah.

20
Kerusakan
Kerusakan bibit bawang merah disebabkan oleh bibit bawang yang keropos,
bibit bawang yang terserang penyakit, dan bibit bawang yang berakar. Bibit
bawang merah yang keropos dikarenakan pengeringan bibit bawang merah
terkena sinar matahari langsung secara berlebihan terhadap bibit, sehingga terjadi
kerusakan keropos pada bibit bawang merah. Kerusakan bibit bawang merah
karena penyakit disebabkan oleh hama dan jamur yang merusak stuktur bibit
bawang merah. Kerusakan bibit bawang merah yang berakar disebabkan oleh
penyimpanan bibit bawang yang tidak tepat dan bibit bawang merah telah
melewati masa dormansinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan
Yamaguchi (1998) bahwa bawang melewati masa dormansi pada suhu dan
ke