Produksi sapi kereman di desa tlogohendro kecamatan petungkriyono, kabupaten pekalongan, jawa tengah

PRODUKSI SAPI KEREMAN DI DESA TLOGOHENDRO
KECAMATAN PETUNGKRIYONO KABUPATEN
PEKALONGAN JAWA TENGAH

WIDIGDO HADI PRATOYO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Sapi Kereman
di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Widigdo Hadi Pratoyo
NIM D14090136

ABSTRAK
WIDIGDO HADI PRATOYO. Produksi Sapi Kereman Di Desa Tlogohendro
Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Dibimbing
oleh ASNATH M. FUAH dan RUDY PRIYANTO.
Sapi potong menjadi salah satu komoditi utama petani di Tlogohendro,
Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produksi sapi
potong di Pekalongan, Jawa Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah survei ke lokasi yang telah ditentukan secara sengaja (purposive) yakni
dusun yang memiliki sapi dengan jumlah rata-rata kepemilikan 2-4 ekor yang
menerapkan pola kereman. Hasil penelitian menunjukkan jenis dan karakteristik
dari dataran tinggi dan rendah secara signifikan mempengaruhi peternakan sapi
potong yang mengakibatkan produksi sapi berbeda. Pemeliharaan dengan sistem
kereman di Dusun Tlogo memiliki produktivitas yang lebih tinggi sehingga
menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.

Kata kunci: sapi potong, pengembangan ternak, kereman

ABSTRACT
WIDIGDO HADI PRATOYO. The Production of “Kereman” Cattle in
Tlogohendro Village, Pekalongan, Central Java. Supervised by ASNATH M.
FUAH and RUDY PRIYANTO.
Beef cattle become one of the main comodities of farmers in Tlogohendro
of Pekalongan Regency as a source of family income and asset. This study was
aimed to evaluate the production system and productivity of beef cattle in
Pekalongan Central Java. The method used in this study was by conducting
survey to some purposively determined locations which have at about 2-4 beef
cattles and apply the “Kereman” system. The result showed that the types and
characterictics of high and low land significantly influenced the beef cattle
farming which resulted in different cattle production system and productivity. The
beef cattle farming by using „kereman‟ system, had higher productivity and also
resulted in the higher benefit.
Key words: beef cattle, production, „kereman‟

PRODUKSI SAPI KEREMAN DI DESA TLOGOHENDRO
KECAMATAN PETUNGKRIYONO KABUPATEN

PEKALONGAN JAWA TENGAH

WIDIGDO HADI PRATOYO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Produksi Sapi Kereman di Desa Tlogohendro Kecamatan
Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.
Nama
: Widigdo Hadi Pratoyo

NIM
: D14090136

Disetujui oleh

Dr Ir Asnath M. Fuah, MS
Pembimbing I

Dr Ir Rudy Priyanto
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul Produksi Sapi Kereman
di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Jawa
Tengah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Asnath M. Fuah, MS. dan Dr
Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing skripsi, Bramada Winiar Putra, SPt MSi selaku
pembimbing akademik dan M. Sriduresta S., SPt MSc selaku dosen penguji sidang.
Terima kasih kepada Ning Kaindyah selaku Mamak dan almarhum Ayah yag telah
mendidik penulis hingga saat ini. Ucapan yang sama diperuntukkan bagi Trisna Hadi
Sanjaya dan Suhono Hadi Saputro selaku kakak serta Novita Indah Nur Saraswati
selaku adik.
Kepada Keluarga Besar Desa Tlogohendro, Andi Cakra dan Hesti Purwadi,
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Melani Abdulkadir-sunito, MSc
dosen pembimbing selama KKP, Hera Tri Utomo dan Astri Yuneni, The Village,
Menwa IPB, Luqmanul Alim, Priyo Puji Nugroho, Hendrawan, M. Rasyid, Mansyur
Tri Widodo, M. Firmansyah, Sahrul Utomo, Dyah Nurul, Dwi Ernaningsih dan
Rachmat Widyanto. Kepada Nisa Mulia Miraj yang telah memberikan perhatian dan
doa selama penelitian hingga selesainya skripsi ini, tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam tulisan dan jauh dari sempurna.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat serta dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan peternakan di Desa Tlogohendro.
Bogor, September 2014
Widigdo Hadi Pratoyo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Tlogohendro
Sapi Keremen

SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
4
9

9
11
13

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik pemeliharaan sapi sistem kereman di beberapa
lokasi berdasarkan ketinggian tempat
2 Parameter tubuh ternak sapi silangan lokal di beberapa lokasi
berdasarkan ketinggian tempat dan lama pemeliharaan
3 Analisis pendapatan peternak dalam usaha sapi sistem kereman di
beberapa lokasi berdasarkan ketinggian tempat dan lama
pemeliharaan

4
7

8

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya sapi potong selain berperan memenuhi kebutuhan protein hewani
bagi masyarakat, juga berkontribusi dalam pembangunan daerah. Keunggulan ternak
sapi potong adalah cukup mudah dipelihara baik di daerah yang lahan pertaniannya
sempit maupun daerah yang padat penduduknya. Jawa Tengah merupakan propinsi
penyangga pangan nasional terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Kerja sama dalam pengembangan peternakan di lakukan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dengan adanya program PTT (Pengelolaan Tanaman dan sumber daya
Terpadu) padi sawah yang dikaitkan dengan SIPT-BL (sistem integrasi padi dan
sapi bebas limbah) meningkatkan produksi padi dan daging sapi (Fayi et al. 2009).
Populasi ternak besar pada tahun 2012 untuk sapi, kerbau dan kuda masing-masing
tercatat sebanyak 2 205.81 ribu ekor, 79.67 ribu ekor dan 17.76 ribu ekor (Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah 2013).
Desa Tlogohendro di Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu wilayah
dengan populasi sapi potong cukup tinggi sejumlah 800 ekor (Peraturan Desa
Tlogohendro 2010). Desa ini merupakan salah satu sentral ternak sapi potong di
Kabupaten Pekalongan. Kebutuhan daging untuk wilayah Pekalongan diperoleh dari
desa ini. Desa Tlogohendro merupakan desa yang dulunya mayoritas masyarakatnya
memelihara ternak kerbau namun berganti menjadi sapi potong karena pemeliharaan

sapi yang lebih mudah dan dalam penjualan relatif cepat dibanding kerbau. Menurut
Gusdiansah (2003), bahwa ternak sapi mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi
dibanding dengan kerbau. Ternak sapi potong dipelihara oleh petani sebagai usaha
sampingan bersifat subsisten dengan menerapkan pola kereman.
Perhatian pemerintah Propinsi Jawa Tengah cukup baik terlihat dari program
kerja pada bidang peternakan. Salah satu program yakni berupa pembangunan
demplot sapi di desa (Rencana Kerja Pembangunan Desa 2012). Pola pemeliharaan
usaha kereman di Desa Tlogohendro berpengaruh terhadap produktivitas termasuk
pendapatan sapi potong di daerah tersebut, oleh karena itu informasi tentang pola
kereman dan produktivitas sapi potong di Desa Tlogohendro Kabupaten Pekalongan
diperlukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pola dan produktivitas ternak sapi
kereman di Desa Tlogohendro, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat
dan bagi institusi terkait dalam penetapan kebijakan untuk budidaya sapi potong.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah melakukan pengamatan pola dan
produktivitas sapi kereman di Desa Tlogohendro di tiga lokasi dusun yang berbeda
ketinggian rendah (Klindon), sedang (Gondang), dan tinggi (Tlogo). Peternak sapi

kereman dipilih sebagai responden yang diwawancarai tentang sistem produksi dan
produktivitas ternak yang dipelihara.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (Maret – Mei 2013) dengan
rincian 1 bulan tahap persiapan dan 2 bulan pengumpulan data. Penelitian ini
dilakukan di Desa Tlogohendro, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan.
Bahan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi silangan lokal di Desa
Tlogohendro sebanyak 121 ekor dengan Body Condition Score (BCS) kurus, sedang,
dan gemuk masing-masing 20, 61 dan 40.

Alat
Peralatan yang digunakan adalah meteran ukur, dan kayu. Selain itu digunakan
peralatan kamera digital, kuisioer, alat tulis, form identifikasi, dan peralatan
personal.

Prosedur
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei ke lokasi yang
ditentukan secara sengaja (purposive) yakni dusun yang memiliki sapi dengan
jumlah rata-rata kepemilikan 2-4 ekor yang menerapkan pola kereman. Peternak
yang dipilih berjumlah 54 orang yakni 25% dari total pemilik sapi di dusun tersebut.
Dusun contoh dipilih mewakili ketinggian geografis yang berbeda yakni
mewakili rendah (Dusun Klindon), sedang (Dusun Gondang), dan tinggi (Dusun
Tlogo). Ketinggian dusun sampel yang diamati yakni 800 m dpl, 1 000 m dpl, dan
1 300 m dpl (Peraturan Desa Tlogohendro 2010). Kondisi ternak sapi diamati
dengan cara observasi, pengamatan dan perabaan tulang belakang. Skor kondisi
tubuh ternak sapi didasarkan menurut Santosa (2003) yang dibagi lima kelas yakni :
1. Sangat kurus, apabila tulang punggung sapi tampak mennjol transversus
processus teraba sangat runcing serta terasa pula tidak ada perlemakan di bawah
kulit.
2. Kurus, apabila transversus processus teraba ibu jari, tetapi terasa adanya
sedikit perlemakan.
3. Sedang, apabila transversus processus hanya dapat diraba dengan cara ibu
jari ditekan.
4. Gemuk, apabila transversus processus tidak teraba walaupun ibu jari ditekan
karena perlemakan agak tebal.
5.Sangat gemuk, apabila transversus processus tidak dapat teraba dan terasa
sekali adanya perlemakan yang sangat tebal.

3

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel,
gambar, dan analisis rataan. Analisis pendapatan dilakukan untuk memberikan
kontribusi informasi dari usaha ternak sapi potong pada peternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Tlogohendro
Desa Tlogohendro memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 1 450 ha
secara geografis berada pada ketinggian antara 800 m dpl - 1 300 m dpl, dan
memiliki suhu berkisar antara 18 – 30 ⁰C. Komoditi pertanian yang diusahakan di
desa ini adalah jagung dengan luas 250 ha, kentang seluas 15 ha, bawang daun
seluas 10 ha, sayur mayur lainnya seluas 10 ha dan hutan rakyat 72 ha. Disamping
itu terdapat beberapa jenis ternak dengan populasi sebagai berikut : sapi 850 ekor,
kambing 745 ekor, dan ayam 2 500 ekor (data Peraturan Desa Tlgohendro 2010).
Komoditas unggulan desa Tlogohendro adalah ternak sapi, daun bawang, dan
kentang.
Lokasi dusun yang menjadi contoh penelitian yakni Dusun Klindon,
Gondang dan Tlogo. Dusun Klindon merupakan dusun yang paling jauh dari pusat
desa dan pusat jalan masuk desa. Dusun ini letaknya paling bawah sehingga tanaman
kentang yang merupakan komoditas unggulan tidak dapat tumbuh. Pertanian yang
diusahakan adalah daun bawang, ketela, jagung putih, dan sebagian kecil cabai.
Pekerjaan masyarakat yang dikerjakan yakni petani, buruh tani, penyadap getah
pinus, dan peternak. Dusun Gondang merupakan dusun pusat pemerintahan desa.
Pusat pendidikan di Desa Tlogohendro berada di dusun ini dengan adanya
pembangunan sarna pendidikan PAUD dan juga pembangunan perumahan guru
SLTP (RPJM-des 2012). Dusun ini berada di tengah-tengah desa. Pertanian yang
diusahakan adalah daun bawang, ketela, jagung putih, dan cabai. Pekerjaan
masyarakatnya adalah petani, buruh tani, dan sebagian kecil adalah penyadap pinus.
Dusun Tlogo merupakan dusun yang terdekat dari akses masuk desa. Kentang
merupakan tanaman pertanian utama masyarakat Tlogo. Dusun ini dekat dengan
kawasan dieng, Kabupaten Banjarnegara dan berada di tengah-tengah desa.
Pertanian yang diusahakan adalah kentang, daun bawang, ketela, jagung putih, dan
cabai. Pekerjaan masyarakatnya adalah petani, dan peternak. Bantuan benih kentang
banyak diterima di dusun Tlogo (RPJM-desa 2013).
Pada umumnya petani peternak berpendidikan sekolah dasar sebesar 64.68%
(Peraturan Desa Tlogohendro 2010). Rendahnya pendidikan menyebabkan
kurangnya ketrampilan, pengetahuan, dan penyerapan informasi beternak para
respondens Pekerjaan utama responden sebagai penyadap getah pinus, petani, buruh
tani dan peternak. Jenis pekerjaan sangat yang bervariasi antar dusun yang
berhubungan dengan potensi dusun dan kemudahan akses terhadap input ekonomi.
Kentang menjadi salah satu komoditi pertanian unggulan yang memberikan
kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan petani.

4

Sapi Kereman
Pola Pemeliharaan Sapi
Sapi kereman merupakan salah satu bentuk pemeliharaan sapi baik jantan
maupun betina yang dikandangkan selama hidupnya di kandang tertutup berupa
rumah dari kayu. Tujuan pemeliharaan sapi kereman adalah dengan cara
penggemukan dalam kandang selama 4-6 bulan (Balai Penelitian Ternak 1999).
Lama penggemukan sapi keremen yang dipilih dalam penelitian yaitu yang
dikandangkan selama 6, 12, dan 24 bulan hingga ternak mencapai bobot potong.
Jenis dan komposisi jumlah/persentase sapi yang dimiliki masyarakat
beranekaragam dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik pemeliharaan sapi sistem kereman di beberapa lokasi
berdasarkan ketinggian tempat
Klindon
(800 m dpl)

Dusun
Gondang
(1000 m dpl)

Tlogo
(1300 m dpl)

- Brahpo

46.67

65.91

21.88

- Limpo

13.33

6.82

21.88

- Simpo

22.22

20.45

40.63

- Jantan

76.00

64.00

97.00

- Betina

24.00

36.00

3.00

3

Jumlah sapi (ekor)

45.00

44.00

32.00

4

Skala kepemilikan

2.50

2.40

1.78

5

Lama pemeliharaan (%)
- 6 bulan

26.67

47.73

43.37

- 12 bulan

53.33

38.64

50.00

- 24 bulan

20.00

13.64

6.25

- Kurus

20.00

20.45

6.25

- Sedang

60.00

54.55

31.25

- Gemuk

20.00

25.00

62.50

Rumput gajah

Rumput

Rumput

Rumput lapang

Rumput lapang

Rumput lapang

Limbah pertanian

Limbah pertanian

Limbah pertanian

No
1

2

6

7

Peubah yang diamati
Jenis sapi (%)

Jenis Kelamin (%)

Kondisi Tubuh (%)

Jenis pakan

Dedak jagung
8

Kesehatan
- Sakit (%)

5.77

- Mati (%)
13.46
Keterangan : Skala kepemilikan : Jumlah sapi contoh per responden
Simpo (Simental x PO), Limpo (Limousin x PO), Brahpo (Brahman x PO)

15.22

5.88

4.34

5.88

Sapi yang dipelihara peternak yakni Brahpo merupakan sapi persilangan dari
brahman dan peranakan ongole, Limpo merupakan sapi persilangan antara limousin

5

dan peranakan ongole, dan Simpo merupakan sapi persilangan simental dengan
peranakan ongole. Selera petani merupakan penyebab pemilihan jenis sapi yang
dipelihara. Perbedaan jenis sapi yang dipelihara peternak karena selera terhadap
jenis sapi potong (Wulandari 2005).
Sapi Brahpo banyak dipelihara di Dusun Klindon dan Gondang yang
memiliki suhu lingkungan panas dengan rata-rata suhu harian 25.73 0C pada siang
hari. Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik pada suhu ligkungan yang cukup
panas (-13.33 – 40.56 0C), tanpa ganguan selera makan (Fauziyah 2012). Sapi Simpo
banyak dipelihara di Dusun Tlogo yang berudara dingin karena pertumbuhannya
cukup baik. Menurut Astuti et al. (2002) mengatakan sapi bangsa Bos Taurus seperti
Simmental dan Limousin berasal dari daerah sub tropis dan terbiasa hidup di daerah
dengan temperatur udara dingin dan tata laksana pemelharaan yang baik. Bangsa
sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia berdasarkan (Lembaga
Penelitian Universitas Lambung Mangkurat 2011) adalah sapi ongole, sapi Bali, dan
sapi Madura disamping bangsa sapi peranakan hasil persilangan lainnya seperti
limosin ongole (Limpo) dan simental ongole (Simpo), bangsa sapi tersebut telah
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cekaman di wilayah Indonesia.
Persentase sapi jantan yang dipelihara peternak lebih banyak dibanding sapi
betina yakni pada Dusun Tlogo (97% vs 3%), Dusun Gondang (63% vs 36%) dan
pada Dusun Klindon (76% vs 24%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sapi jantan
lebih diminati masyarakat. Harga jual yang lebih tinggi merupakan alasan
masyarakat lebih senang memelihara sapi jantan. Menurut Setiadi (2011), sapi
potong yang baik digunakan yaitu sapi jantan karena sapi jantan lebih cepat dalam
laju pertumbuhannya dibanding sapi betina.
Pada umumnya peternak memelihara sapi milik sendiri dan dengan cara
gaduh. Gaduh merupakan salah satu bentuk kerja sama antara pemodal dan peternak
dalam pemeliharaan sapi. Sistem ini biasanya dilakukan oleh peternak yang kurang
mampu untuk memperoleh ternak yang akan di pelihara. Sistem gaduh yaitu
penggaduh memelihara seekor sapi pedet yang diberikan oleh pemilik sapi. Sapi
pedet dibesarkan hingga siap potong dan ditukar kembali menjadi 2 pedet, 2 pedet
itu dipelihara hingga siap potong dan ditukarkan kembali menjadi 4 pedet. Pemilik
ternak memperoleh 3 pedet sapi dan pemelihara memperoleh 1 ekor sapi. Sapi
ditukarkan ke tengkulak yang akan mengunjungi peternak di rumah atau
kandangnya. Menurut Yuana (2013), keterbatasan ekonomi yang menjadi salah satu
penyebab masyarakat melakukan gaduh untuk memperoleh sapi. Ternak sapi yang
dimiliki petani berdasarkan skala kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah
terbesar pada Dusun Klindon (45 ekor). Hal tersebut karena petani di Dusun Klindon
memelihara sapi secara gaduh. Persentase kepemilikan sendiri ternak sapi potong
lebih besar dibandingkan dengan sistem gaduh yakni sebesar 94% di Desa Tlogo dan
88% di Gondang. Skala kepemilikan terkecil pada Dusun Tlogo sebesar 1.78. Hal
tersebut karena sedikitnya waktu untuk mengurus ternak sapi akibat mengurus
pertanian.
Tabel 1 dapat dilihat bahwa lama pemeliharaan sapi yang dilakukan oleh
petani cukup bervariasi (6 hingga 24 bulan). Lama waktu pemeliharaan tertinggi di
Dusun Tlogo dan Klindon yaitu selama 12 bulan. Lama pemeliharaan sapi 24 bulan
pada Dusun Tlogo paling rendah karena petani lebih cepat menjual untuk modal
pertanian. Pada Dusun Klindon lama pemeliharaan 6 bulan paling rendah karena
sapi yang dibeli atau ditukarkan relatif sedikit.

6

Pakan yang digunakan peternak di lokasi penelitian di dua dusun contoh
yakni rumput gajah, rumput lapang, dan limbah pertanian. Pakan tambahan dedak
jagung hanya diberikan di Dusun Tlogo. Pakan pada lokasi penelitian belum
terpenuhi nutrisinya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi tubuh ternak sapi di dua dusun
sampel. Pada Dusun Klindon 20% kurus, 60% sedang, dan 20% gemuk. Pada Dusun
Gondang 25% kurus, 54.55% sedang, dan 25% gemuk. Namun pada Dusun Tlogo
ternak sapi memiliki kondisi tubuh yang lebih baik. Hal itu ditunjukkan 6.25%
kurus, 31.25% sedang dan 62.50% gemuk. Pemberian pakan tambahan dedak jagung
dilakukan oleh peternak di Dusun Tlogo menjadikan kondisi ternak jauh lebih baik.
Dedak jagung diberikan karena masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli
dedak jagung. Kemampuan membeli pakan tambahan karena hasil pertanian
masyarakat Dusun Tlogo yang menghasilkan keuntungan cukup banyak terutama
kentang. Pemberian pakan tambahan dapat meningkatkan penambahan bobot badan
sapi lebih cepat (Fauziyah 2007).
Kandang sapi potong berbentuk rumah dengan bangunan tertutup dengan
tujuan terhindar dari predator dan suhu dingin. Bahan bangunan terbuat dari kayu,
atap seng, dan alas tanah. Kandang menunjang pemeliharaan ternak (Fauziyah
2007). Sapi dikandangankan sejak awal pemeliharaan sampai dijual. Pakan
tambahan diberikan peternak Dusun Tlogo berupa dedak jagung. Tidak terdapat
penanganan kebersihan baik kandang maupun ternaknya sehingga dari aspek
kebersihan kurang memadai karena banyak lalat. Keadaan ini sangat berpengaruh
terhadap kesehatan ternak yang dapat dengan mudah terserang penyakit. Penyakit
yang sering terjadi adalah bloat (kembung) dan diare terutama pada pedet yang baru
tiba dari luar desa. Salah satu bantuan pemerintah yang pernah diberdayakan pada
masyarakat di Desa Tlogohendro yaitu program IDT (Inpres Desa Tertinggal) dan
program KUBE (Kelompok Usaha Bersama dari Dinas Sosial Propinsi Jawa
Tengah) yaitu menggulirkan sapi pedet dengan dipelihara dan dilakukan sistem
kelompok.
Produktivitas Sapi Potong
Parameter tubuh ternak mengalami kenaikan (Tabel 2). Kenaikan
menunjukkan bahwa sapi yang dipelihara mengalami perkembangan dan
pertumbuhan. Setiadi (2011) menyatakan pertumbuhan dapat dinilai sebagai
peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar, dan bobot.
Perubahan parameter terjadi mulai dari tinggi pinggul, panjang badan, lingkar
dada, dan juga tinggi gumba dapat dilihat dari lama kerem 6 hingga 24 bulan.
Tinggi pinggul, panjang badan, lingkar dada dan tinggi gumba ternak sapi di Dusun
Klindon dan Gondang pada lama pemeliharaan 6, 12, dan 24 bulan berbeda nyata.
Kondisi tubuh ternak di Dusun Klindon dan Gondang belum cukup baik dilihat dari
kondisi tubuh yang tidak ada dalam kondisi gemuk. Hal itu disebabkan ketersedian
pakan yang kurang sehingga berpengaruh pada produktivitas ternak sapi. Tinggi
pinggul, panjang badan, lingkar dada dan tinggi gumba ternak sapi di Dusun Tlogo
tidak berbeda nyata antara lama pemeliharaan 12 dan 24 bulan. Pada ukuran tubuh
ternak sapi tidak dapat menunjukkan tingkat kegemukan sapi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Muhibbah (2007), ukuran linear tubuh pada sapi dewasa bukan
merupakan indikator yang baik bila digunakan untuk memprediksi bobot badan.
Wijono et al. (2004) sependapat bahwa parameter ternak bukan indikator untuk
menilai gemuk atau kurusnya suatu ternak sapi.

7

Tabel 2 Parameter tubuh ternak sapi silangan lokal di beberapa lokasi berdasarkan
ketinggian tempat dan lama pemeliharaan
Dusun

Klindon
(800 m dpl)

Gondang
(1000 m dpl)

Tlogo
(1300 m dpl)

N

45

44

32

Lama Pemeliharaan

Parameter
Tubuh (cm)

6 Bulan

12 Bulan

24 Bulan

TP

100.20 ± 10.16c

116.95 ± 8.16b

131.33 ± 8.82a

PB

87.80 ± 16.52c

112.68 ± 9.33b

125.50 ± 7.42a

LD

110.70 ± 24.18c

139.11 ± 11.20b

159.00 ± 18.60a

TG

96.90 ± 9.12c

114.37 ± 8.46b

127.83 ± 9.60a

BCS*

2.50 ± 0.71b

3.21 ± 0.42a

3.33 ± 0.52a

TP

105.32 ± 12.15c

121.46 ± 8.39b

131.80 ± 2.49a

PB

94.05 ± 15.18c

116.54 ± 10.66b

132.40 ± 7.16a

LD

119.00 ± 17.30c

150.31 ± 14.35b

181.60 ± 18.04a

TG

102.05 ± 11.63c

116.85 ± 8.12b

129.20 ± 2.95a

BCS*

2.68 ± 0.67b

3.46 ± 0.52a

3.80 ± 0.45a

TP

107.00 ± 9.95b

125.83 ± 8.72a

131.67 ± 1.53a

PB

95.00 ± 11.49b

121.92 ± 12.07a

130.33 ± 5.51a

LD

128.00 ± 29.11b

157.33 ± 12.09a

173.33 ± 5.77a

TG

104.40 ± 8.96b

121.25 ± 8.15a

125.00 ± 4.36a

BCS*
3.00 ± 1.00a
3.67 ± 0.49a
4.00 ± 0.00a
Keterangan : angka dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P