EKONOMI SUMBER DAYA AIR

2. Kondisi Sumber Daya Air

Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum

II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan juga akan terjadi, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Ketersediaan air di Indonesia mencapai sekitar 15.000 meter kubik per kapita per tahun. Kondisi ini masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Akan tetapi jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan juga akan terjadi, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Ketersediaan air di Indonesia mencapai sekitar 15.000 meter kubik per kapita per tahun. Kondisi ini masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Akan tetapi jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai

Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumber daya air yang telah terlampaui. Potensi krisis air ini juga dikhawatirkan terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan .

Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang tidak kondusif sehingga semakin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Disamping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984 telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998.

Fenomena degradasi hutan tmenyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat. Sedimentasi juga semakin tinggi yang menyakibatkan pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum sungai- sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian golongan C di berbagai sungai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, orang mulai terpancing untuk berpikir dan memandang air sebagai barang ekonomi ( economic goods ). Seperti yang tercantum dalam Dublin Priciples (1992) Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Kelangkaan air dianggap sebagai peluang ekonomi. Buat Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, orang mulai terpancing untuk berpikir dan memandang air sebagai barang ekonomi ( economic goods ). Seperti yang tercantum dalam Dublin Priciples (1992) Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Kelangkaan air dianggap sebagai peluang ekonomi. Buat

Kebutuhan air untuk sektor pertanian di beberapa negara Asia hampir mencapai 90 persen dari tingkat ketersediaan air, demikian juga di Indonesia. Hal ini karena sebagian besar masyarakat hidup dari pertanian dan ketahanan pangan menjadi komponen utama bagi ketahanan bangsa. Semakin meningkatnya persaingan di antara para pengguna air, maka pertimbangan ekonomis sering menjadi pertimbangan dalam alokasi air. Air dapat mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi apabila dijual langsung sebagai barang komoditi.

Ancaman terhadap alokasi air akibat kesenjangan ini telah mulai terjadi. Beberapa industri yang mendapatkan air dari saluran irigasi dan air tanah, dengan cara membeli atau menyewa tanah petani atau mengambil alokasi pergiliran pemberian air irigasi bagi tanah yang dibeli/disewa tersebut, dan kadang-kadang masih menambah beberapa pipa pengambilan bahkan dengan pemompaan. Untuk menambah jumlah air yang dapat diambil, beberapa industri tersebut juga melakukan pendekatan kepada petani bagian hulu agar dapat merelakan sebagian airnya dengan imbalan misal dengan pembangunan saluran drainasi. Yang paling dirugikan pada keadaan ini adalah petani dibagian hilir yang akan kekurangan air. Proses realokasi air irigasi untuk kepentingan lain, akan memberikan pengaruh negatif pada ekonomi di pedesaan, berkurangnya air irigasi, akan mengurangi luas tanam dan akan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian, penurunan produksi pangan dan gangguan sosial lainnya. (Rosegrant and Ringler, 1998). Sebetulnya perubahan alokasi seperti di atas tidak diperbolehkan, berkenaan dengan Undang-Undang No 7/2004, pasal 29 ayat (3) prioritas pemberian air irigasi lebih tinggi dari pada pemberian air untuk kepentingan industri, namun dengan pendekatan bahwa alokasi air itu melekat pada lahan pertanian, maka seseorang yang menyewa atau membeli tanah pertanian tersebut dapat mengambil air irigasi yang menjadi hak yang melekat atas lahan itu (Wignyosukarto, 2006).

Pengelolaan sumber daya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat rumit dan kompleks, mengingat air mempunyai beberapa fungsi baik fungsi sosial- budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing-masing dapat saling bertentangan. Dengan terjadinya perubahan iklim global, semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi, telah terjadi perubahan SDA yang sangat cepat.

Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Hal itu telah mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara para pengguna air baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah di perkotaan. Saat ini sektor pertanian menggunakan hampir 80% kebutuhan air total, sedangkan kebutuhan untuk industri dan rumah tangga hanya 20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25% – 30%.

Beberapa daerah aliran sungai di Pulau Jawa telah mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, erosi yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya sedimentasi di beberapa waduk yang telah dibangun di sungai Citarum, Brantas, Serayu-Bogowonto dan Bengawan Solo. Sedimentasi tersebut akan mengurangi usia tampung waduk, usia tampung beberapa waduk tersebut diperkirakan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan air baku hingga tahun 2010 saja.

Pengambilan air tanah yang berlebihan di beberapa akuifer di kota-kota besar di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) telah mengakibatkan terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan pengolah limbah industri yang baik, juga telah mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan sungai oleh buangan air rumah tangga dan industri, terutama di musim kemarau. Di saat lain, di musim hujan, banjir terjadi di mana-mana, akibat karena semakin kecilnya daerah resapan, turunnya kapasitas sungai dan rusaknya sistem drainasi internal.

Fisik dan struktur geologi perbukitan ini, dengan sempurna telah menyimpan dan memelihara air dalam jumlah dan masa tinggal yang ideal. Sehingga dapat mencukupi kebutuhan air bagi warga setempat di musim kemarau sampai datangnya musim hujan berikutnya. “Kemampuan bukit kars dan mintakat epikarst pada Fisik dan struktur geologi perbukitan ini, dengan sempurna telah menyimpan dan memelihara air dalam jumlah dan masa tinggal yang ideal. Sehingga dapat mencukupi kebutuhan air bagi warga setempat di musim kemarau sampai datangnya musim hujan berikutnya. “Kemampuan bukit kars dan mintakat epikarst pada

sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik” (Haryono, 2001). Mata air epikarst dikenal mempunyai kelebihan dalam hal:

(1) Kualitas air. Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan. (2) Debit yang stabil. Mata air yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir setelah 2 - 3 bulan setelah musim hujan dengan debit relatif stabil. (3) Mudah untuk dikelola. Mata air epi-karst umumnya muncul di kaki-kaki perbukitan, sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa. Kawasan karst ini menjadi sebuah tandon air alam raksasa bagi semua mata air yang terletak di kedua kabupaten tersebut. Akifer yang unik menyebabkan sumber daya air di kawasan kars terdapat sebagai sungai bawah permukaan, mata air, danau dolin/telaga, dan muara sungai bawah tanah ( resurgence ). Kawasan karst disinyalir merupakan akifer yang berfungsi sebagai tandon terbesar keempat setelah dataran alluvial, volkan dan pantai.

3. Siklus Air di Alam

Siklus perjalanan air adalah ketika titik embun yang berada di atmosfer mencapai titik jenuh, turun menjadi curahan hujan. Hujan jatuh di permukaan bumi, di hutan-hutan, atau di rawa-rawa. Selanjutnya sebagian air hujan ini meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi; dan ketika tanah sudah mulai jenuh, air menggenang dipermukaan tanah dan mencari tempat yang lebih rendah. Pada saat air permukaan bergerak mencari daerah yang lebih rendah, terjadilah aliran air di permukaan tanah yang disebut surface runoff. Jika air hujan jatuh pada tanah yang miring, maka sebagian tetesan air hujan ini tidak sempat meresap ke dalam tanah, melainkan menjadi aliran permukaan. Air yang mengalir di permukaan tanah tersebut akan bertambah besar jumlahnya setelah bertemu dengan aliran air dari lokasi lain, mengalir menuju lembah, dan memasuki aliran sungai. Jika jumlah air yang mengalir di permukaan jauh lebih besar dibandingkan dengan yang meresap ke dalam tanah, dapat menyebabkan banjir atau luapan aliran permukaan.

Air yang mengalir di sungai juga berasal dari air hujan yang meresap kedalam tanah, seterusnya menembus lapisan yang mampu menyimpan air yang pada umumnya merupakan lapisan pasir (disebut lapisan aquifer) dan pada tempat tertentu memunculkan airnya kembali ke permukaan sebagai sumber atau mata air. Air dari mata air ini, airnya terus mengalir ke dalam sungai. Sungai dengan segala sifat- sifatnya, mengalirkan air jauh sampai ke laut. Air laut (biasanya asin) ketika mendapat energi panas matahari mengalami penguapan, proses penguapan ini disebut evaporasi. Air laut yang menguap ditiup angin menuju darat, mendaki lereng sampai ke puncak gunung, mengumpul jadi satu, berubah menjadi embun. Maka turunlah hujan. Kalau uap air yang naik ke lapisan atmosfeer masih berada di atas lautan, kemudian mencapai titik jenuh, jatuh kembali ke laut sebagai hujan, dinyatakan siklus pendek.

Pola Aliran Air Permukaan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Sumber: sonyssk.wordpress.com/2008/10/04/air-dan-tanah-sumber-kehidupan/)

DAS adalah suatu lahan yang sekitarnya terjadi aliran air ke sungai. DAS menutupi permukaan tanah seluruh bumi. Pada DAS terdapat rumah, lingkungan, kota, hutan, lahan pertanian, dan banyak lagi. DAS datang dalam segala bentuk dan ukuran dan batas negara bahkan bisa lintas.

Aliran kecil bergabung membentuk sungai. Sebagaimana aliran, DAS yang lebih kecil akan bergabung bersama-sama membentuk DAS yang lebih besar. Dikarenakan kita tinggal di suatu DAS, maka berbagai kegiatan kita akan berdampak langsung terhadap DAS. Semisal, jika ada polusi di area DAS, maka aliran sungai di DAS tersebut akan terkena polusi akibat adanya aliran permukaan menuju ke sungai.

Ilustrasi Pentingnya Vegetasi Pohon dalam Menyimpan Air Hujan.

(Sumber: www.nccwep.org/stormwater/stormwater101/what_is_watershed.php)

Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur and struktur tanah, serta pada kadar air tanah terdahulu karena curah hujan sebelumnya atau musim kemarau. Kapasitas awal (dari tanah kering) yang tinggi tetapi, karena badai terus, hal itu akan berkurang hingga mencapai nilai stabil disebut sebagai laju resapan akhir.

Skema Ilustrasi Hubungan Antara Curah Hujan, Infiltrasi dan Aliran Permukaan ( Runoff ) (Sumber: Linsley et al. 1958).

4. Air sebagai Sumber Daya Ekonomi

Dewasa ini air sudah menjadi barang ekonomi dan mahal karena keberadaannya semakin langka, bahkan banyak yang tercemar bermacam-macam limbah dari hasil aktivitas manusia dan rumah tangga, limbah pertanian, peternakan, industri dan lain sebagainya. Indikator atau tanda air telah tercemar adalah perubahan suhu air, pH atau konsentrasi ion hidrogen, warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, koloid bahan terlarut, mikroorganisme dan radioaktif air. Wilayah kota dan kabupaten merupakan wilayah yang memiliki sumber daya air, berupa air permukaan dan air tanah yang potensial. Hal tersebut nampak dari beberapa sungai yang berukuran cukup besar dan mata air yang merupakan sumber potensial bagi penyediaan kebutuhan air baku penduduk. Keseimbangan air tanah (neraca air) di dapat dibuat berdasarkan besar input dan output yang ada. Input merupakan debit air sungai yang ada, sedangkan output merupakan total penggunaan air untuk keperluan domestik (rumah tangga), untuk irigasi dan untuk industri pariwisata.

Keseimbangan penggunaan air di suatu wilayah, seperti Kabupaten Gianyar, berdasarkan sumbernya yaitu sebesar 3.369.871,8 m3/hari dengan total penggunaan sebesar 1.759.792,046 m3/hari, sehingga masih terdapat cadangan air untuk wilayah Kabupaten Gianyar sebesar 1.610.079,754 m3/hari (Made Sudita dan Made Antara, 2006). Surat Keputusan Bupati Gianyar Nomor 4 tahun 2003 tentang Penetapan Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Gianyar, Sumber mata air di Desa manukaya ditetapkan sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata. Selain peninggalan fisik (pura), mata air di Sumber mata air yang dialirkan lewat pancuran memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang sedang berkunjung.

Air yang bersumber dari mata air ini juga dimanfaatkan untuk air Suci atau Nunas Tirta, bahan baku air minum oleh PDAM Kabupaten Gianyar sebanyak 330,32 m3/bulan yang bersumber dari tiga titik pengambilan (Made Sudita dan Made Antara, 2006), kebutuhan air untuk Istana Presiden Tampaksiring, air irigasi subak Pulagan Kumba seluas 183,5 ha dan untuk membersihkan diri atau melebur. Oleh masyarakat setempat, dengan mandi (melebur) di pancuran tersebut diyakini dapat membuang sial dan menyembuhkan penyakit. Wisatawan yang datang untuk mandi di permandian umum sekitar Sumber mata air dominan wisatawan lokal, yang sampai saat ini belum Air yang bersumber dari mata air ini juga dimanfaatkan untuk air Suci atau Nunas Tirta, bahan baku air minum oleh PDAM Kabupaten Gianyar sebanyak 330,32 m3/bulan yang bersumber dari tiga titik pengambilan (Made Sudita dan Made Antara, 2006), kebutuhan air untuk Istana Presiden Tampaksiring, air irigasi subak Pulagan Kumba seluas 183,5 ha dan untuk membersihkan diri atau melebur. Oleh masyarakat setempat, dengan mandi (melebur) di pancuran tersebut diyakini dapat membuang sial dan menyembuhkan penyakit. Wisatawan yang datang untuk mandi di permandian umum sekitar Sumber mata air dominan wisatawan lokal, yang sampai saat ini belum

Fluktuasi debit air yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sangat beragam dan berfluktuasi antar waktu, kondisi rona lingkungan sekitar mata air sangat mempengaruhi debit air ini. Kecendrungan perubahan tataguna lahan dari kawasan bukan terbangun menjadi kawasan terbangun dan sistem pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan telah mencapai kawasan-kawasan lindung yang seharusnya dikonservasi, seperti sempadan jurang dan sempadan sungai yang akan berpengaruh terhadap sistem aliran air pemukaan ( runoff ) dan infiltrasi. Demikian pula halnya dengan daerah aliran sungai bagian hulu (kawasan Sumber mata air) yang merupakan daerah tangkapan hujan, telah mendapat tekanan menjadi daerah pertanian yang intensif dan perubahan peruntukan dari lahan non terbangun menjadi kawasan terbangun. Jika fenomena ini dibiarkan berlangsung terus tanpa ada usaha-usaha menemukan solusinya, dikhawatirkan sumber air di kawasan Sumber mata air akan semakin menyusut dan mungkin suatu hari akan hilang, sedangkan di pihak lain sumber mata air dibutuhkan oleh berbabagai pihak untuk berbagai keperluan. Karenanya, keberadaan air di kawasan Sumber mata air harus dikaji, khususnya terkait nilai sosial ( social benefit ), nilai ekonomi total ( total economic value ) yang terkandung di dalamnya, dan usaha-usaha pelestarian saat ini yang telah dan perlu dilakukan oleh berbagai pihak.

Siklus Air Hujan (Sumber: http://www.co.portage.wi.us/groundwater/undrstnd/runoff.htm)

Istilah runoff berarti limpasan, aliran permukaan, yaitu jumlah total air yang mengalir ke sungai, atau jumlah limpasan langsung dan aliran dasar. Runoff sering juga disebut streamflow untuk menyatakan debit aliran pada sungai dan water yield untuk menyatakan volume air. Sedangkan runoff yang mengalir diatas permukaan tanah juga disebut overland flow . Runoff terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:

(1) Surface runoff

(2) Subsurface runoff atau interflow

(3) Baseflow atau groundwater runoff Surface runoff terdiri dari aliran diatas permukaan tanah ( overland flow ) dan air hujan yang langsung masuk ke sungai ( channel flow ) Penggabungan komponen surface runoff dan subsurface runoff disebut direct runoff . Surface runoff biasanya terjadi bila intensitas curah hujan melebihi intersepsi, infiltrasi dan surface storage (tampungan permukaan). Surface runoff berubah selama hujan berlangsung, dapat juga hilang selama hujan atau seketika setelah hujan berhenti.

Subsurface runoff adalah bagian curah hujan yang terinfiltrasi yang keluar secara lateral melalui bagian atas horizon tanah hingga mencapai sungai ( stream channel ). Subsurface runoff ini mengalir lebih lambat dari surface runoff dan bergabung dengan surface runoff selama atau setelah hujan. Proporsi subsurface runoff ini tergantung pada karakteristik geologi DAS dan sifat ruang-waktu curah hujan. Fenomena ini biasa dijumpai pada daerah iklim basah dan pada DAS dengan kapasitas infiltrasi yang tinggi dan DAS dengan lereng sedang sampai curam.

Baseflow adalah bagian air hujan yang terinfiltrasi hingga mencapai muka air tanah ( water table ) dan kemudian mengalir ke sungai. Aliran ini berpindah sangat lambat dan sedikit mempengaruhi puncak banjir ( flood peaks ) pada DAS yang kecil. Baseflow tergantung pada permeabilitas tanah.

Komponen-komponen runoff diatas bisa saja tidak muncul secara teratur pada suatu DAS. Sebagai contoh, pada daerah-daerah kering ( arid areas ) dari DAS yang kecil hampir selalu terjadi surface runoff . Pada daerah basah ( humid areas ), subsurface runoff lebih dominan. Tetapi, curah hujan terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, di daerah arid juga dapat menghasilkan subsurface runoff , bahkan juga baseflow . Oleh karena itu, jenis runoff yang terjadi pada suatu DAS ditentukan oleh Komponen-komponen runoff diatas bisa saja tidak muncul secara teratur pada suatu DAS. Sebagai contoh, pada daerah-daerah kering ( arid areas ) dari DAS yang kecil hampir selalu terjadi surface runoff . Pada daerah basah ( humid areas ), subsurface runoff lebih dominan. Tetapi, curah hujan terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, di daerah arid juga dapat menghasilkan subsurface runoff , bahkan juga baseflow . Oleh karena itu, jenis runoff yang terjadi pada suatu DAS ditentukan oleh

Untuk menentukan jumlah limpasan tahunan, kurangi jumlah evapotranspirasi tahunan dari jumlah tahunan curah hujan.

Direct runoff (DRO) adalah jumlah dari surface runoff (SRO) dan interflow (IF), sedangkan surface runoff (SRO) adalah gabungan dari overland flow (OF) dan

saturation excess overland flow (SOF). =

5. Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan sumber daya air semakin hari semakin dihadapkan ke berbagai permasalahan. Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya terdiri atas tiga aspek yaitu terlalu banyak air, kekurangan air dan pencemaran air. Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Gejala degradasi fungsi lingkungan sumber daya air ditandai dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau yang semakin tajam, pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk dan lainnya.

Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan secara holistik, untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi. Semua pihak terkait perlu dilibatkan dalam setiap tahap pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya air dari tahap perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan. Dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah daerah tidak boleh memandang air hanya sebagai komoditas ekonomi tetapi perlu mempertimbangkan fungsi sosialnya. Pemakai air perlu memberikan kontribusi biaya pengelolaan air, dengan prinsip pembayaran pengguna dan pembayaran polusi serta adanya subsidi silang.

6. Strategi Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Air

Dampak perubahan iklim tidak hanya dialami oleh Indonesia namun juga dialami negara-negara dibelahan dunia lainnya termasuk Jepang. Dari data yang ada menunjukan bahwa telah terjadi anomali yang signifikan, khususnya dalam 25 tahun terakhir seperti meningkatnya temperatur global, naiknya permukaan air laut dan sering terjadinya kondisi ekstrim seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Bencana alam seperti banjir, typhon juga terjadi di Jepang sebagai salah satu dampak terjadinya perubahan iklim. Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terkena dampak perubahan iklim karenanya perlu disiapkan rencana kegiatan secara detil dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) merumuskan sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan SDA menghadapi perubahan iklim. Pemerintah Indonesia besama-sama dengan pemerintah Jepang sangat peduli pada perubahan iklim sejak Protocol Kyoto dengan menyusun beberapa strategi terkait dampak perubahan iklim.

Strategi-strategi tersebut yaitu strategi mitigasi dengan mengelola tata air pada lahan-lahan gambut ( low land ) dalam rangka mengurangi kerentanan kebakaran pada lahan gambut (pengendalian emisi gas rumah kaca) dan mendukung kegiatan penghijauan di daerah aliran sungai yang kritis dan kawasan hulu sungai.

Selain itu strategi adaptasi yaitu dengan meningkatkan pengelolaan bangunan infrastruktur sumber daya air untuk mendukung ketahanan pangan, pengembangan pengelolaan resiko bencana banjir dan kekeringan, pengembangan perlindungan pantai dari kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara, serta meningkatkan kampanye hemat air.

Kedua strategi di atas sangat penting dilakukan karena perubahan iklim juga dapat berdampak pada terjadinya krisis pangan, krisis air global dan krisis energi sebagai akibat dari kondisi perubahan iklim yang ekstrem.

Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management , IWRM) merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan lahan serta sumber daya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan sosial yang seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem. Pengelolaan sumber daya air terpadu Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management , IWRM) merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan lahan serta sumber daya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan sosial yang seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem. Pengelolaan sumber daya air terpadu

Perkembangan dan implementasi konsep IWRM, dikenal slogan One River – One Plan – One Management di Indonesia sangat berliku dan mengalami beragam

kendala. Namun hingga saat ini koordinasi antar sektor yang menguasai empat hal yang perlu diterpadukan tersebut di atas, belum dapat berjalan dengan baik. Penebangan hutan terus berlanjut hingga mengakibatkan bencana banjir serta sedimentasi waduk dan muara sungai, pengambilan air tanah ( blue water ) yang lebih sulit diperbaharui terus berlangsung tanpa memperhatikan kemungkinan penurunan muka tanah dan intrusi air asin, penggalian pasir tidak terkendali, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi dasar sungai yang membahayakan beberapa infrastruktur lainnya.

Upaya untuk koordinasi pengelolaan sumber daya air pernah dilakukan oleh pemerintah pada kesempatan memperingati Hari Air Sedunia XII tahun 2004 pada tanggal 23 April 2004. Pada saat itu dicanangkan komitmen pemerintah dalam pengelolaan SDA dengan penandatanganan Deklarasi Nasional Pengelolaan Air yang Efektif dalam Penanggulangan Bencana oleh 11 menteri dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang terdiri dari Menko Kesra, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Sosial, Menteri Negara Riset dan Teknologi, serta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Melihat kondisi SDA di Indonesia yang sudah mencapai tingkat krisis dan berpengaruh terhadap kemiskinan, kekurangan pangan, menghambat pertumbuhan ekonomi sosial budaya bangsa dan terganggunya ekosistem, maka Presiden Susilo Bambang Yudoyono di Jakarta pada tanggal 28 April 2005 mencanangkan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelematan Air (GN-KPA) guna peningkatan keterpaduan implementasi kebijakan pengelolaan untuk keberlanjutan fungsi sumber daya air. - KPA menekankan bahwa urusan air adalah urusan semua pemegang kepentingan

( stakeholder ) baik masyarakat, pengguna air lainnya dan pemerintah. GN-KPA memuat 6 komponen strategis, yakni: (1) penataan ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan; (2) rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi SDA; (3) pengendalian daya rusak air; (4) pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air; (5) penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air; dan (6) pendayagunaan sumber daya air secara adil, efisien dan berkelanjutan.

Bank Pembangunan Asia (ADB) mengimplementasikan Water Financing Program 2006 – 2010, untuk membantu program IWRM di lima wilayah sungai di Indonesia, diantaranya wilayah Sungai Citarum, Ciliwung-Cisadane, Ciujung, Progo- Opak-Oya. ADB mempunyai 25 elemen sebagai indikator kondisi IWRM di sebuah wilayah sungai, antara lain keberadaan: Organisasi Pengelola Wilayah Sungai (RBO), partisipasi para pemegang kepentingan, perencanaan wilayah sungai, kesadaran publik, alokasi air, hak atas air, ijin pembuangan limbah, pembiayaan IWRM, nilai/harga air, peraturan pengelolaan air, infrastruktur yang mempunyai multimanfaat, partisipasi sektor swasta melalui program CSR ( corporate social responsibility ), pendidikan tentang pengelolaan wilayah sungai, pengelolaan daerah tangkapan air, kebijakan tentang aliran penyangga kualitas lingkungan, manajemen bencana, peramalan banjir, rehabilitasi kerusakan akibat banjir, monitoring kualitas air, upaya perbaikan kualitas air, konservasi lahan basah (rawa), perlindungan dan peningkatan ikan di sungai, pengelolaan air tanah, konservasi air dan sistem informasi guna mendukung penentuan kebijakan.

Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan kelangkaan air pada musim kemarau yang kecenderungannya diikuti oleh kekeringan yang berkepanjangan, dan kelimpahan air pada musim hujan yang diikuti pula oleh banjir dengan skala luas dan waktu yang cukup lama adalah dengan melindungi sumber daya air. Salah satu upaya menambah cadangan air tanah adalah dengan menambah kapasitas resapan air melalui penanaman pohon dan pembuatan sumur resepan.

Tujuan konservasi sumber daya air adalah terlindunginya berbagai sumber mata air di dalam dan luar kawasan hutan, meningkatkan kuantitas air tanah pada musim kemarau, serta tertanggulanginya kelimpahan air pada musim hujan pada daerah-daerah tertentu.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24