Analisis Kredit Perjanjian Kredit

Memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitor untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitor risikonya besar atau kecil.

5. Analisis Kredit

Penyaluran kredit merupakan salah satu kegiatan utama bank umum yang sekaligus merupakan kegiatan yang paling besar risikonya. Untuk mengurangi besarnya risiko tersebut maka dilakukan analisis pada setiap permintaan kredit sebelum memutuskan untuk menyetujui pemberian kredit. Tujuan analisis kredit adalah mengetahui kemampuan dan kesediaan calon debitor untuk membayar kembali kredit sesuai dengan isi perjanjian kredit yang disetujui kedua belah pihak. 51 Analisis kredit didasari oleh pelaksanaan prinsip-prinsip pemberian kredit yang dilakukan secara nyata oleh para analis bank dengan pengumpulan data sekunder yang bersangkutan dengan prestasi usaha calon debitor, bidang usaha yang mereka lakukan serta berbagai macam faktor ekstern, termasuk perkembangan kondisi ekonomi dan bisnis. Para analis terkadang juga dituntut untuk terjun ke lapangan untuk melakukan pengamatan di tempat serta mengumpulkan berbagai macam informasi dan data primer. Data sekunder yang dipergunakan sebagai bahan analisis kredibilitas calon debitor antara lain adalah : 52 a. akta pendirian dan akte perubahan AD dan ART perusahaan b. daftar riwayat hidup pemegang saham mayoritas dan pimpian teras perusahaan c. laporan keuangan terutama neraca dan daftar labarugi beberapa tahun terakhir, laporan akuntan publik yang mengaudit daftar keuangan tersebut 51 Siswanto Sutojo, Op.cit ., hal. 35. 52 Loc.cit., hal. 40. d. data pendukung daftar keuangan, misalnya laporan penjualan produk, daftar piutang dagang beserta rincian usianya, salinan perjanjian kredit dengan kreditor lama bilamana ada, daftar investasi perusahaan pada proyek lain e. salinan izin usaha dan izin lain yang bersangkutan f. daftar harta perusahaan yang dijaminkan kepada debitor

6. Perjanjian Kredit

a. Tinjauan Tentang Perjanjian Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam Buku Ketiga tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian terdapat pada Bab Kedua. Pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih“. Dalam melaksanakan suatu perjanjian, hendaknya pihak-pihak yang mengadakan perjanjian harus memperhatikan asas-asas hukum perjanjian dan harus mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian. Beberapa macam asas perjanjian, yaitu : 53 1 Asas konsensualisme Menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian adalah setelah terjadinya kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian menjadi sah dan mengikat para pihak dan berlaku undang-undang bagi mereka. Asas ini dijumpai dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 2 Asas kebebasan berkontrak Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan tidak bertentangan 53 Gatot Supramono, Op.cit. , hal 164. dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Hal ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Berdasarkan pendapat Sutan Remy Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut : 54 a Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. b Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa is ingin membuat perjanjian. c Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya. d Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. e Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. f Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional aanvullend, optional . 3 Asas kepribadian Seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Asas ini terdapat dalam Pasal 1315 KUH Perdata. 4 Asas itikad baik Asas ini dalam hukum perjanjian hanya terdapat pada waktu melaksanakan perjanjian. Asas ini diatur dalam Pasal 1338 Ayat 3 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5 Asas Keadilan Asas ini tertuju pada isi dari perjanjian bahwa isi perjanjian harus mencerminkan adanya keadilan pada kedua belah 54 Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 179. pihak yang berjanji. Isi perjanjian harus seimbang antara hak dan kewajiban masing-masing pihak. Asas ini diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 6 Asas Kepatutan Suatu perjanjian harus memperhatikan tentang kebiasaan, kesopanan, dan kepantasan yang beraku di masyarakat sehingga perjanjian itu dibuat secara patut. Asas ini diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata. 7 Asas Kepercayaan Para pihak yang melakukan perjanjian masing-masing harus saling percaya satu sama lain. kepercayaan itu menyangkut saling memenuhi kewajibannya seperti yang diperjanjikan. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : 55 1 Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya 2 Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3 Mengenai suatu hal tertentu 4 Suatu sebab yang halal Syarat sahnya perjanjian, sebagaimana diuraikan di atas, kini telah berkembang, bukan hanya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata, tetapi hakim telah menambah sahnya suatu perjanjian jika perjanjian tersebut memenuhi azas keseimbangan berkontrak. 56 b. Perjanjian Kredit Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank. Dalam 55 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke III , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 227. 56 Tri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia , Bogor : Ghalia Indonesia, 2006, hal. 19. setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku facta sun servanda yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata. 57 Ketentuan mengenai perjanjian kredit pada Undang- undang Perbankan diatur dalam Pasal 8 yang berisi sebagai berikut : 1 Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 2 Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Walaupun tidak secara terang menyebutkan mengenai perjanjian kredit namun pada Ayat 2 dikatakan “sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain : 58 1 pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis; 57 Ibid , hal. 18. 58 Badriyah Harun, Op.cit. , hal. 23. 2 bank harus memiliki keyakian atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor; 3 kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 4 kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 5 larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitor danatau pihak-pihak terafiliasi; 6 penyelesaian sengketa. Perjanjian kredit termasuk perjanjian pinjam- meminjam uang antara bank dengan nasabah yang diikuti dengan pemberian bunga. Berhubung perjanjian kredit pada dasarnya adalah perjanjian pinjam-meminjam uang maka perjanjian ini termasuk perjanjian pinjam pengganti, karena objeknya yaitu uang dapat habis karena pemakaian dan nasabah wajib mengembalikan dalam bentuk dan jumlah yang sama, ditambah dengan bunga. Meskipun demikian perjanjian kredit termasuk perjanjian khusus karena pihak yang melakukan perjanjian adalah terbatas pada bank dengan nasabahnya dan objek yang diperjanjikan selalu berupa uang. Sebagai perjanjian khusus, sampai sekarang perjanjian kredit belum ada pengaturannya dalam sebuah undang-undang. Namun hal ini bukanlah penghalang untuk membuat suatu perjanjian karena hukum perjanjian bersifat terbuka dan semua orang bebas membuat perjanjian apa saja sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. 59 Perjanjian kredit dapat dilaksanakan dalam dua cara yaitu : 1 Perjanjian Kredit dengan Standard Contract 60 Standard Contract merupakan perjanjian yang bentuknya tertulis dan isinya telah ditentukan secara sepihak oleh kreditor, serta sifatnya memaksa debitor untuk menyetujuinya. Perjanjian yang ini tidak dapat dilaksanakan secara lisan karena kreditor akan mengalami kesulitan untuk dapat mengingat seluruh isi perjanjian yang biasanya tidak sedikit. Dengan dibuatnya secara tertulis maka kreditor dapat menentukan isi perjanjian cukup satu kali untuk dipergunakan secara berkali-kali. Menurut Badrulzaman, pada buku Gatot Supramono, menggolongkan standard contract menjadi dua, yaitu : a perjanjian standard umum perjanjian yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kreditor kemudian disodorkan kepada debitor. b perjanjian standard khusus perjanjian yang standardnya telah ditetapkan oleh pemerintah, baik bentuk dan berlakunya perjanjian ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah. 2 Perjanjian Kredit dengan Akta Autentik 61 Pengertian akta autentik menurut Pasal 1866 KUH Perdata adalah suatu akta yang bentuknya ditetapkan oleh Undang- undang dan dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berwenang untuk itu. Dalam perjanjian kredit, pembuatan aktanya merupakan wewenang notaries.

7. Jaminan Kredit