BAB II
OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA YANG INDEPENDEN
A. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana
pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor
keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.
25
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan:
26
“Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini. “
Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah
sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada
dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan
25
Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011, hal. 44
26
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas
sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.
27
2. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
BI, pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini
bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
28
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan
jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa
BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan.
27
Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas
Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara,
2013, hlm 2
28
Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 2008, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat
itu.
29
Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
30
Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan
sektor perekonomian.
31
Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk
melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga ini lahir.
32
Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan sebagai berikut:
33
a. Tahun 1999
Pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997- 1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas
dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Didalam Pasal 34 disebutkan bahwa:
29
Ibid.
30
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 4
31
Afika Yumya, Op.cit,.hal. 29
32
Selamat datang wasit baru industri keuangan, http:lipsus.kontan.co.idv2ojkread86Selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan
, diakses tanggal 19 Oktober 2013
33
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1 Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang 2
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002
b. Tahun 2004
Tenggat waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan OJK tak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa
merevisi UU BI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia telah lahir. Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 terdapat bahasan tentang
OJK, yaitu: 1
Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang
2 Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut
merupakan sebuah perselisihan pandangan antara BI dengan Departemen Keuangan Kementrian Keuangan. Objek dari perselisihan ini berupa
perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen
yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan industri perbankan dari BI ke OJK masih dapat diulur selambat-lambatnya sampai akhir 2010.
Universitas Sumatera Utara
c. Tahun 2010
Lagi-lagi amandemen UU itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU OJK masih belum juga
selesai. RUU OJK yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17 Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tak
menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner OJK.
d. Tahun 2011
Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan di Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu
tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa keuangan RUU OJK menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR,
pada Kamis 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya panitia seleksi DK OJK harus terbentuk awal 2012.
e. Tahun 2012
Pada awal tahun 2012, Presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan yang
secara keseluruhan terdiri dari 9 orang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan
anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia BI Darmin nasution, Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN Mahmuddin
Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Kemudian Komisaris Bank Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuanganperbankan, mantan
Universitas Sumatera Utara
Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana Arthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransilembaga jasa keuangan non
bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih.
Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat. Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR.
f. Tahun 2013
Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK
akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank. g.
Tahun 2014 Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan
tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank sentral ke OJK
3. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan
Sejak lama, pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan ini diamanatkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai
Universitas Sumatera Utara
sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia.
34
Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011,
pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penjelasan
Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar
dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin
tercapainya stabilitas sistem keuangan.
35
Dalam penjelasan tersebut di identifikasi beberapa permasalahan yang melatarbelakangi dibutuhkannya sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi dalam suatu lembaga. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan, pesatnya kemajuan di bidang tegnologi juga inovasi finansial telah
menciptakan sistem keuangan yang begitu kompleks, dinamis dan saling terkait antar subjektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
Disamping itu adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektoral keuangan telah menambah kompleksitas
transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan didalam sistem keuangan.
34
Ahmad Taqiyuddin, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2012 hal.
15
35
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum
Universitas Sumatera Utara
Selain alasan tersebut Undang-undang OJK dibuat dengan semangat untuk mengurangi moral hazard
36
dalam sektor jasa keuangan, kemudian mengoptimalkan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
37
OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini.
38
Pasal 4 UU OJK disebutkan bahwa:
39
“OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil; dan c.
Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Sesungguhnya tujuan OJK adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, akuntabel, yang mana mengingatkan pemikiran pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar Good
Corporate Governance yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu:
40
1. Transparency keterbukaan informasi
36
Moral hazard adalah suatu tindakan yang dilakukan bank untuk memanfaatkan celah hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain dari adanya keterbukaan kebijakan
37
Ahmad Taqiyuddin. Op.cit.,hal. 15
38
Ibid., Pasal 1 angka 1
39
Ibid., Pasal 4
40
Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013 hal..
107
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu
2. Accuntability akuntabilitas
Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada.
3. Responsibility pertanggungjawaban
Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya
4. Independency kemandirian
Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun
yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan
5. Fairness kesetaraan atau kewajaran
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Tujuan lain dari pembentukan OJK ini adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dalam konsep berkelanjutan dimaksud adalah untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan sustainable
development. Sebagaimana menurut The World Business Council of for Sustainable Development WBSCSD yang menggambarkan sebagai “business
commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their, the local community, and society at large to improve their
quality if life” yaitu suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai,
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.
41
41
Ibid.,hal. 108
Universitas Sumatera Utara
Adapun pernyataan Ketua Dewan Direksi Ford Motor, William Clay Ford, Jr., yang menyatakan bahwa adanya perbedaan antara perusahaan yang baik
dengan perusahaan yang sangat baik. Didalam perusahaan yang baik menawarkan produk dan layanan yang memuaskan. Sedangkan perusahaan besar tidak hanya
menawarkan produk dan layanan yang memuaskan, tetapi juga turut berusaha menciptakan dunia yang lebih baik.
42
Berdasarkan pernyataan tersebut hendaknya menjadi pemikiran mendalam bagi DK OJK untuk mencapai tujuan terselenggaranya sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. DK OJK juga harus menyadari pentingnya tujuan pembentukan OJK untuk melindungi kepentingan
nasabahkonsumen dan masyarakat termasuk perlindungan terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai bentuk
penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan. DK OJK juga diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu
meningkatkan daya saing nasional, mampu menjaga kepentingan nasional meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di
sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
43
Adapun maksud dari pembentukan Otoritas Jasa Keuangan menurut beberapa ahlipakar perbankan adalah sebagai berikut:
44
1. Menkeu Agus Matroardojo:
42
Ibid.
43
Ibid.,hal. 109
44
Siti Sundari., Op.cit.,hal. 45
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen
pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia 2.
Fuad Rahmany: OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan abuse of power yang
selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah
3. Darmin Nasution
OJK adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya
saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. 4.
Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad: Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK.
Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa
berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus
dijaga.
4. Perbandingan Dengan Berbagai Negara
Pembentukan OJK di Indonesia tidak terlepas dari akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 dan mengikuti trend Bank Sentral di beberapa negara antara lain
Inggris 1997, Jerman 1949, Jepang 1998 yang menginginkan agar bank
Universitas Sumatera Utara
sentral independen, bebas dari campur tangan pihak manapun. OJK mengadopsi beberapa sistem yang sudah digunakan oleh negara lain. Beberapa diantaranya
adalah dari yang berhasil hingga yang gagal menjalankan fungsinya dan kembali ke wewenang semula. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mulaiman D Hadad
mengatakan bahwa sistem pengawasan dan perlindungan konsumen diadopsi dari sejumlah negara, beberapa diantaranya antara Inggris, Australia dan Korea
Selatan.
45
Adapun perbandingan yang diteliti terhadap beberapa negara yang pernah menganut sistem yang sama seperti OJK yang ada di Indonesia,
diantaranya:
46
1. Inggris
Latar belakang dibentuknya sistem pengawasan tunggal di Inggris adalah kasus kegagalan beberapa bank di Inggris seperti Neural Banker dan Baring
Bank. Kegagalan kedua bank ini juga disertai dengan penutupan 12 bank lainnya. Tepatnya pada 1 Juni 1998 dibentuklah OJK di Inggris yang
dinamakan Financial Supervisory Agency FSA. FSA ini memiliki tugas yaitu melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap lembaga keuangan,
termasuk perbankan, perlindungan konsumen dan juga pelaksanaan hukum. Hampir sama seperti yang terjadi di Indonesia, OJK didirikan karena
dilatarbelakangi oleh ditutupnya berbagai bank yang ada di Indonesia dan
45
Belajar yang baik dan buruk dari negeri orang, http:lipsus.kontan.co.idv2ojkread90Belajar-yang-baik-dan-buruk-dari-negeri-orang
, diakses tanggal 10 Oktober 2013.
46
Stehpanie Rebecca Ester, , Ironisme OJK: Gagal di Negara Maju, namun Diminati di Indonesia,
http:ekonomi.kompasiana.commoneter20120418ironisme-ojk-gagal-di-negara- majunamun-diminati-indonesia
, diakses 10 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
tugas OJK juga sama-sama melakukan pengawasan terhadap sistem keuangan yang ada. Tetapi, ada juga hal yang dapat menjadi pembeda antara OJK di
Indonesia dengan Financial Services Authority, yaitu: a.
Aspek pembiayaan, Di Inggris, sumber dana untuk membiayai operasional FSA berasal dari
pungutan terhadap lembaga-lembaga yang diawasi oleh FSA melalui mekanisme pungutan dan denda. Dalam mengenakan pungutan terhadap
Lembaga Keuangan, FSA harus mempertimbangkan kondisi finansial dan intensitas kegiatan dari tiap-tiap Lembaga Keuangan dengan tujuan untuk
memastikan bahwa pungutan yang dikenakan bisa dibayar oleh Lembaga Keuangan bersangkutan dan tidak memberatkan antara Lembaga
Keuangan satu dengan lainnya bisa saja berbeda. Sedangkan di Indonesia, sumber dana untuk membiayai operasional OJK berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan dari pungutan atas Lembaga Keuangan yang diawasi. Pungutan tersebut antara lain biaya perizinan,
persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi perdagangan efek. Pungutan
digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pungutan ini digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional, administrasi dan pengadaan asset serta kegiatan pendukung lainnya dalam penyesuaian biaya-biaya yang dimaksud
terhadap standar yang wajar di industri jasa keuangan. Pembiayaan OJK tersebut diatur dalam Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
Universitas Sumatera Utara
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan “Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara danatau
pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. b.
Sifat Independen Sebagai Lembaga Negara Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Lembaga Pengawas Sektor Jasa
Keuangan, OJK terlepas dari campur tangan pihak lain. Di dalam ayat 2 tahun 2011 tentang OJK disebutkan bahwa “OJK adalah lembaga yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang ini”. Sedangkan di Inggris, FSA diberikan independensi dalam pelaksanaan
tugasnya, namun dalam kondisi tertentu, Departemen Keuangan mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah kepada FSA.
Departemen keuangan mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan ketua dan anggota dewan komisioner. Departemen
Keuangan juga diberikan kewenangan memerintahkan kepada FSA untuk merubah ketentuan-ketentuan dan pelaksanaan tugasnya, misalnya pada
saat terjadi kerugian yang disebabkan oleh kegagalan FSA dalam mengawasi persaingan usaha atau ketika FSA gagal dalam penerapan
ketentuan-ketentuan tata kelola lembaga yang baik. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menjalankan kewenangannya
sebagai lembaga pengawas jasa keuangan, FSA belum sepenuhnya independen.
Universitas Sumatera Utara
2. Australia
APRA adalah otoritas pengawas sektor keuangan di Australia dan mengambil alih tugas Reserve Bank of Australia RBA dan Insurance and Supernuation
Committee ISC. Lembaga ini dibentuk pada 1 Juli 1998 yang menjalankan fungsi pengawasan lembaga keuangan yang terdiri dari bank, credit union,
building society, dan perusahaan asuransi. Disamping itu, APRA juga menjalankan pengawasan terhadap industridana pensiun superannuation
funds. APRA adalah lembaga yang pada awalnya dianggap pemerintah Australia dapat membantu dalam mengatasi kebangkrutan yang dulu dialami
oleh konglomerat asuransi di Australia karena miss manajemen keuangan. Namun, yang diharapkan pemerintah Australia berbeda jauh dengan
kenyataan, Pasalnya APRA mengakui kegagalanya dalam mendeteksi dan mencegah kebangkrutan tersebut yang tidak lepas dari minimnya waktu untuk
menuntaskan transfer di atas, termasuk penyempurnaan sistem pengawasan. 3.
Jepang Didalam negara Jepang, Otoritas Jasa Keuangan lebih dikenal dengan
namaThe Financial Supervision Agency FSA. FSA dibentuk tanggal 22 Juni 1998 oleh pemerintah Jepang demi membantu Bank of Japan BOJ dalam
melakukan fungsi pengawasan. BOJ yang awalnya memiliki kewenangan atas pengawasan kini hanya menangani kebijakan, perumusan sistem moneter dan
implementasinya.. Berbagai informasi tentang kondisi keuangan lembaga keuangan yang diperoleh BOJ tersebut sangat bermanfaat bagi BOJ, baik
dalam hal menjaga stabilitas pembayaran payment dan sistem keuangan di
Universitas Sumatera Utara
Jepang maupun dalam hal perumusan kebijakan moneter. Sehingga akan memperoleh kondisi perbankan secara akurat dan cepat. FSA yang awalnya
dibentuk agar dapat membantu BOJ, dalam hal pengawasan belum memberikan kinerja yang efektif. Ini dibuktikan dengan masih adanya resiko
sistemik yang tinggi dan penerapan prinsip prudensial yang belum ketat. Sehingga jika harus menjadi perbandingan dalam pembentukan OJK yang di
Indonesia, tentunya memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan ini, tentunya dapat menarik kesimpulan bahwa FSA yang dipakai oleh Jepang,
berbeda dengan OJK yang dibentuk pemerintah Indonesia. Sebab OJK yang dibentuk pemerintah Indonesia, tidak melakukan pengawasan dalam bidang
moneter, namun dalam bidang pengawasan perbankan dan mengenai bidang moneter masih dalam genggaman Bank Indonesia dalam mengambil
kebijakan dan pengawasan. 4.
Korea Negara Korea juga salah satu negara yang memiliki lembaga jasa keuangan
yang diberi nama Financial Supervisory Service FSS. Lembaga yang
didirikan oleh pemerintah Korea ini dipimpn oleh seorang Gubernur yang juga merangkap sebagai Gubernur Komisi Jasa Keuangan yang
mempertanggung jawabkan tugasnya kepada pemerintah. Namun hal yang disayangkan adalah tatanan seperti ini menimbulkan persoalan independensi
dan kerancuan koordinasi dengan otoritas moneter. Hal ini terjadi karena lembaga ini dipimpin oleh anggota pemerintahan, sehingga kekuasaan yang
sangat besar ini tentunya menimbulkan ketimpangan dalam memberikan
Universitas Sumatera Utara
keputusan. Keadaan FSS yang dimiliki oleh Korea ini cukup jauh berbeda dengan OJK yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. OJK yang didirikan oleh
pemerintah Indonesia, memiliki independensi yang cukup baik, manakala para komisioner yang dikenal sebagai pemimpin OJK tidak berada dalam
kedudukan pemerintahan. Namun pihak-pihak yang duduk didalam anggota komisioner di OJK adalah orang-orang yang mengetahui mengenai sistem
perekonomian dunia dan berasal dari kalangan yang awalnya pemimpin dari lembaga keuangan, bukan dari anggota pemerintahan. Walaupun dalam
pemilihan anggota komisioner OJK dipilih oleh lembaga legislatif DPR, namun dalam mengambil keputusan tidak dipengaruhi oleh DPR, tetap pada
kolektif kolegial dan berdiri sebagai lembaga independen.
B. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan Nasional