a
Trematoda merupakan cacing yang paling banyak menimbulkan masalah pada hewan ruminansia. Trematoda ini juga sering menimbulkan masalah pada
unta punuk satu. Beberapa contoh kasus kecacingan pada unta punuk satu yang ditimbulkan oleh trematoda diantaranya telah dilaporkan oleh Banaja dan
Gandhour 1994 di Jeddah Arab Saudi akibat infestasi F. gigantica dan S. bovis. Infeksi F. gigantica lebih sering dibanding S. bovis. Di Pakistan juga temukan
kasus kecacingan oleh trematoda pada unta punuk satu, seperti dilaporkan oleh Anwar dan Hayat 1999 bahwa unta punuk satu di Pakistan yang terinfeksi
cacing trematoda mencapai 4,3 . Infeksi trematoda ini meliputi Parampistomum cervi, Carmyierius spatious dan Gastrothylax crumenifer.
3. Nematoda Parasitik
Kelas nematoda termasuk dalam filum Nemathelminthes. Memiliki lima Superfamili. Contoh nematoda yang biasa menyerang ruminansia diantaranya
Trichuris spp, Cooperia sp dan Trichostrongylus sp. Taylor et al 2007.
a. Morfologi Nematoda
Gambar 10 Morfologi nematoda a. jantan dengan testis dan spikula kiri, betina dengan ovarium kanan, b. penampang mulut nematoda
Hosie 2000
Badan nematoda berbentuk gilig meruncing pada kedua ujungnya. Cacing ini tidak bersegmen dan memiliki kutikula yang tebal. Jenis kelamin pada
kebanyakan nematoda terpisah, biasanya ukuran jantan lebih kecil dari pada betina Kusumamihardja 1995. Sistem saraf nematoda terdiri dari sejumlah
a b
bibir
rahang spikula
Papila kelamin
ovarium mulut
ganglia dan syaraf. Sistem ekskresi berupa alat ekskresi maupun osmoregulasi. Cacing ini tidak memiliki rongga badan sejati sehingga disebut pseudoseloma.
Nematoda juga tidak mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan gambar 10 Levine 1977.
b. Siklus Hidup Nematoda
Siklus hidup dari nematoda ada dua yaitu langsung dan tidak langsung. Stadium infektif nematoda dapat berupa telur maupun larva tergantung kepada
jenis nematodanya. Nematoda yang memiliki siklus langung diantaranya jenis Strongylidae dan Trichostrongylidae sedangkan yang tidak langsung contohnya
Metastrongylidae dan Habronema spp. Stadium infektif larva biasanya pada stadium ketiga L-3. Larva stadium ketiga ini berkembang dari telur yang
menetas pada kondisi lingkungan yang mendukung. Jika stadium infektif berupa telur, larva yang dikandung biasanya adalah larva stadium kedua L-2. Stadium
infektif baik telur maupun larva akan masuk ke tubuh inang melalui saluran pencernaan, namun stadium infektif larva dapat aktif menembus melalui kulit.
Setelah masuk ke dalam tubuh inang definitif, nematoda segera menuju dan menetap di mukosa usus dan berkembang menjadi stadium dewasa. Stadium
dewasa akan mengeluarkan telur yang mempunyai tiga lapisan akan keluar besama tinja dari inang definitif Gambar 11 Levine 1977.
Gambar 11 Siklus hidup nematoda Trichuris spp pada manusia merupakan siklus langsung CDC 2010c
Trichuris spp merupakan nematoda yang berbentuk seperti cambuk, salah satu ujungnya tebal dan ujung lainnya panjang dan tipis seperti cemeti. Cacing ini
mempunyai siklus hidup secara langsung. Telur nematoda akan berkembang di tanah hingga mengandung larva stadium 3. Telur infektif berisi larva stadium
ke 3 sangat resisten di lingkungan dan dapat bertahan beberapa bulan atau tahun. Telur infektif yang masuk ke dalam tubuh hewan akan menetas di duodenum.
Larva cacing akan berkembang di dalam vili-vili duodenum. Setelah dewasa, Trichuris akan menuju ke kolon. Cacing ini bersifat soil borne desease atau
penularannya berasal dari tanah yang tercemar oleh telur infektif Olsen 1974 Kasus kecacingan pada unta punuk satu yang disebabkan oleh nematoda
pernah dilaporkan di beberapa tempat. Cacing Haemonchus longistipus, H. contortus, Trichuris spp, Parabonema skrjabini, Camelostrongylus mentulatus,
Trichostrongylus spp., Nematodirus spp. dilaporkan sering menyerang unta punuk satu di Saudi Arabia Banaja dan Gandhour 1994. Selain itu musim dan keadaan
tempat hidup unta juga mempengaruhi status kecacingan. Jumlah infeksi kecacingan nematoda tertinggi terjadi saat bulan Oktober hingga Januari.
Kecacingan disebabkan oleh nematoda diantaranya oleh Haemonchus longistipes, H. contortus, T. ovis, T. globulosa, Trichostrongilus probolurus, C. mentulatus,
Ostertagia circumcincta, Chabertia ovina dan Oesophagustomum venulosum juga pernah dilaporkan di Pakistan oleh Anwar dan Hayat 1999. Kasus kecacingan
tertinggi disebabkan oleh H. contortus serta T. ovis. Sementara, Mohammed et al 2007 juga melaporkan tentang kasus kecacingan pada unta punuk satu di
Nigeria. Nematoda yang menginfeksi yaitu Trichuris sp. serta Strongylus sp. Infeksi kecacingan pada unta di Nigeria tertinggi bila dibandingkan dengan parasit
lainnya yaitu mencapai 70-80. Unta terinfeksi selama musim kering dan akan terlihat infeksi terberat pada musim hujan karena periode pertumbuhan maksimal
dari nematoda terjadi pada awal musim penghujan.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilangsungkan di Taman Rekreasi Margasatwa TRMS Serulingmas dan di Fakultas Kedokteran Hewan. Waktu pengambilan tinja yaitu
bulan Juli hingga Agustus 2009. Sementara pemeriksaan tinja dilakukan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010 di Laboratorium Helminthologi,
Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan -
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan tinja yang berasal dari C. dromedarius jantan dan betina yang berumur 5-6 tahun, air, methylen blue, dan larutan pengapung
campuran gula dan garam. Alat yang digunakan antara lain saringan teh dengan ukuran lubang 075-0.9 x 0.6-0.675 mm, gelas ukur, kamar hitung McMaster, alat
penghitung, tabung reaksi, modifikasi gelas Baermann, gelas objek, gelas penutup, cawan petri, mikroskop cahaya, lemari es, timbangan, pipet gelas,
lembar pencatatan dan kamera digital. Alat tambahan yang digunakan di laboratorium adalah alat videomikrometer.
Metode Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil adalah tinja unta punuk satu yang masih segar atau segera setelah jatuh ke tanah. Pengambilan sampel dilakukan seminggu satu kali
selama enam minggu pada pukul 10.00 WIB. Tinja diamati bentuk dan konsistensinya, kemudian disimpan dalam kantong plastik serta diberi label
identitas. Berat tinja yang diambil kira-kira 5 gram dan tinja disimpan dalam lemari pendingin suhu 4
C, sampai proses pemeriksaan.
Pemeriksaan Tinja 1.
Pemeriksaan Kualitatif
a Pemeriksaan Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya telur cacing. Tinja diambil dengan
menggunakan tusuk gigi dan dioleskan di atas kaca obyek. air ditambahkan dan dihomogenkan. Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali Kusumamihardja 1995
b Metode Pengapungan
Metode ini berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya telur cestoda dan nematoda pada tinja. Caranya adalah sebagai berikut; tinja sebanyak 3 gram
yang telah dilumatkan, diberi larutan pengapung 57 ml. Campuran tinja dan larutan pengapung diaduk dan disaring. Larutan yang sudah homogen
dimasukkan ke dalam tabung reaksi hingga penuh membentuk cembung pada permukaan tabung. Tabung reaksi ditutup menggunakan kaca penutup dan
didiamkan. Setelah 10-15 menit kaca penutup diambil dan diletakkan di atas gelas obyek. Sampel tersebut diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 kali Kusumamihardja 1995. c
Sedimentasi Metode ini bertujuan untuk pemeriksaan telur cacing trematoda. Tinja
sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam gelas Baerman dan ditambahkan 57 ml air. Campuran diaduk hingga homogen dan dibiarkan 10-15 menit.
Supernatan dibuang dengan hati-hati supaya endapan tidak ikut terbawa air. Air ditambahkan lagi ke dalam gelas hingga penuh, tunggu 10-15 menit
kemudian supernatan dibuang kembali. Hal tersebut diulangi hingga air supernatan menjadi bersih. Endapan kemudian difiltrasi dengan filter
bertingkat dengan lubang berukuran 400 µm, 100 µm, dan 40 µm. Endapan pada filter ketiga dituang ke dalam cawan petri lalu ditambah methylen blue
dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 kali dan 40 kali Shulaw 2004.
2. Pemeriksaan kuantitatif