menetapkan kebijakan fiskal, moneter dan perdagangan yang dapat memfasilitasi dan merangsang investasi perusahaan swasta atau BUMN dalam
membangun industri berbasis hasil kelapa dan produk lainnya yang berasosiasi dengan kelapa seperti sabut, tempurung, lidi, air dan batang kelapa serta produk
lainnya, 5 memfasilitasi pengembangan networking antar asosiasi petani, antara asosiasi petani dengan asosiasi perusahaan pengolah produk hasil petani
dan pelaku-pelaku lainnya dalam sistem agribisnis kelapa, dan 6 membangun kelembagaan semacam “coconut board” sebagai “services provider” bagi para
pelaku dalam usaha dan sistem agribisnis perkelapaan nasional.
2.2. Studi Beberapa Komoditas Perkebunan di Indonesia
Walaupun penelitian tentang komoditas perkebunan telah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian tentang aspek ekonomi produksi yang
menggunakan pendekatan fungsi keuntungan, khususnya untuk tanaman kelapa, relatif masih sangat terbatas. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hasil
penelitian di bidang perkebunan yang menggunakan pendekatan fungsi keuntungan, baik dengan model fungsi keuntungan Cobb Douglas, translog,
model lain dengan pendekatan multi output multi input, maupun model ekonometrika yang menggunakan persamaan simultan.
Saragih 1980, menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglass untuk menganalisis penawaran output dan permintaan input variabel pada perkebunan
kelapa sawit di Sumatera Utara. Disamping itu, dianalisis juga uji keuntungan jangka pendek dan uji skala usaha serta uji effisiensi ekonomi relatif antara
kelompok perusahaan swasta dengan perusahaan pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan upah tenaga kerja dan harga input
lainnya akan menurunkan keuntungan kelapa sawit. Perubahan upah tenaga kerja harian dan harga pupuk mempunyai pengaruh paling besar terhadap
keuntungan kelapa sawit. Sedangkan perubahan input tetap yang paling berpengaruh terhadap keuntungan adalah luas areal, umur rata-rata tanaman
dan kapasitas pabrik. Secara keseluruhan perusahaan kelapa sawit gagal memaksimalkan keuntungan jangka pendek, sementara kondisi skala usaha
berada pada fase increasing return to scale. Sedangkan perusahaan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan swasta lebih efisien dibanding perusahaan
milik pemerintah. Penawaran output tidak respon terhadap perubahan harga sendiri, harga input variabel dan input tetap. Permintaan input variabel terhadap
perubahan harga output dan terhadap harga sendiri bersifat elastis, sementara elastisitas silang permintaan input variabel bernilai negatif atau bersifat
komplementer. Masih menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas, Santoso 1987
menganalisis keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah Lampung. Hasilnya menunjukkan bahwa luas kebun kopi, jumlah pohon kopi produktif dan umur rata-
rata pohon kopi sangat berpengaruh terhadap keuntungan usahatani kopi rakyat. Sementara penawaran output kopi respon terhadap perubahan harga kopi itu
sendiri tetapi tidak respon terhadap perubahan harga input. Nurung 1997 juga melakukan penelitian tentang kopi rakyat dengan
menggunakan fungsi keuntungan. Harga pupuk, jumlah pohon kopi produktif, luas kebun kopi dan pengalaman usahatani petani berpengaruh positif terhadap
keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah Bengkulu. Sedangkan input variabel berupa upah tenaga kerja pemeliharaan, upah tenaga kerja panen dan umur
tanaman kopi berpengaruh negatif terhadap keuntungan usahatani kopi. Usahatani kopi lebih menguntungkan bila diusahakan pada lahan luas dan lahan
datar dibanding pada lahan sempit dan lahan miring. Sementara skala usaha kopi rakyat berada pada fase menurun atau decreasing return to scale.
Wally 2001 juga meneliti keuntungan dan efisiensi alokatif usahatani kopi di daerah Jaya Wijaya, Irian Jaya, menggunakan fungsi keuntungan Cobb
Douglas. Hasilnya menunjukkan bahwa upah tenaga kerja pengolahan, luas lahan produktif, umur tanaman kopi dan pengalaman usahatani petani
berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah tersebut. Sementara petani yang mengusahakan kopi pada lahan datar dan
dekat daerah kota memiliki keuntungan lebih tinggi dibanding petani yang mengusahakan pada lahan miring dan lokasi yang jauh dari kota. Skala usaha
kopi rakyat di daerah ini berada pada fase increasing return to scale. Penawaran output respon terhadap perubahan harga kopi itu sendiri, upah tenaga kerja
pengolahan, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama pengalaman usahatani, tetapi tidak respon terhadap perubahan upah tenaga
kerja pemeliharaan dan tenaga kerja pemasaran. Sedangkan permintaan input respon terhadap perubahan harga masing-masing input.
Siagian 1999, menggunakan pendekatan multi input multi output untuk melihat effisiensi biaya produksi gula di Indonesia. Dengan menggunakan fungsi
biaya translog pada kurun waktu 1990 – 1997, ditunjukkan bahwa pabrik gula swasta memiliki efisiensi yang lebih baik dibanding pabrik gula milik pemerintah.
Biaya variabel rata-rata meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding kenaikan output, sehingga skala usaha ekonomi pabrik gula di Indonesia secara
umum berada pada fase decreasing return to scale. Manurung 1993, membangun model ekonometrika industri kelapa sawit
Indonesia melalui analisis simulasi kebijakan dengan menggunakan data tahun 1967-1990. Model yang dibentuk berupa persamaan simultan yang dianalisis
menggunakan metode Lineair Three Stage Least Square LTSLS. Hasilnya memperlihatkan bahwa berdasarkan indikator kesejahteraan ekonomi, kebijakan
yang transparan bagi konsumen, produsen, spekulator komoditas kelapa sawit
dan pemerintah adalah kebijakan deregulasi perdagangan minyak kelapa sawit, kebijakan penurunan suku bunga, dan kebijakan pajak ekspor. Kebijakan
deregulasi perdagangan minyak kelapa sawit akan meningkatkan surplus devisa yang cukup besar sehingga posisi neraca perdagangan akan semakin baik.
Kebijakan penurunan suku bunga tertinggi akan meningkatkan surplus semua pelaku ekonomi kelapa sawit sehingga neraca perdagangan akan semakin baik.
Sedangkan kebijakan pajak ekspor akan menurunkan surplus devisa tetapi akan meningkatkan surplus produsen dan konsumen.
Suharyono 1996 juga membangun model ekonometrika industri kelapa sawit Indonesia. Analisis yang dilakukan melihat dampak kebijakan ekonomi
terhadap komoditas minyak kelapa sawit dan produk industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit di Indonesia. Data yang digunakan adalah data
deret waktu dari tahun 1969 - 1993. Kebijakan ekonomi yang paling ideal adalah penurunan suku bunga, peningkatan harga output rata-rata dan peningkatan
pendapatan nasional. Kebijakan - kebijakan tersebut mampu meningkatkan total surplus produsen domestik, surplus konsumen domestik dan surplus devisa
negara. Analisis
ekonometrika dengan
menggunakan teknik
simulasi dikembangkan juga pada sistem perdagangan internasional karet alam TSR dan
RSS. Teknik ini digunakan oleh Hendratno 1989 dengan menggunakan model Almost Ideal Demand System
AIDS untuk menduga koefisien regresi dan elastisitas pangsa permintaan karet alam. Elastisitas pangsa permintaan
dihitung dengan menggunakan rumus elastisitas dari sistim permintaan yang dikembangkan oleh Armington. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa
kebijakan pemerintah yang berpengaruh positif terhadap pasar karet alam Indonesia adalah kebijakan devaluasi dan penurunan pajak ekspor. Kebijakan
pengembangan pasar ke negara lain memiliki dampak positif dan negatif sebagai
kompensasi alokasi. Sedangkan kebijakan peningkatan harga input akan membawa dampak negatif terhadap pasar karet alam Indonesia.
Djaimi 2001, melakukan penelitian tentang dampak kebijakan harga output dan input terhadap penawaran output dan permintaan input pada
komoditas karet dan kelapa sawit, menggunakan fungsi keuntungan translog. Data yang digunakan bersumber dari laporan manajemen dan keuangan
beberapa unit kebun di lingkungan PTPN - V dari tahun 1990 -1999. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penawaran karet alam Ribbed Smoked
Sheet dan Standard Indonesian Rubber tidak respon terhadap perubahan
harganya sendiri, harga output lainnya dan harga input, tetapi respon terhadap perubahan harga pupuk urea, rock phosfat, dan bahan penunjang. Sedangkan
penawaran output kelapa sawit tidak respon terhadap perubahan harga sendiri dan harga input. Kenaikan harga output karet dan kelapa sawit dengan proporsi
yang lebih besar dari kenaikan harga input berdampak positif terhadap jumlah output yang ditawarkan dan input yang diminta.
Berdasarkan pada masih terbatasnya penelitian ekonomi produksi untuk komoditas kelapa, maka untuk menambah kajian pada komoditas kelapa yang
dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model fungsi keuntungan dengan titik berat kajian pada
keuntungan, skala usaha dan efisiensi relatif antara kelapa yang diusahakan pada lahan pasang surut dan pada lahan kering.
III. KERANGKA PEMIKIRAN