Bangunan Bagi Limpasan TINJAUAN PUSTAKA

16

2.6 Bangunan Bagi

Menurut Departemen Pekerjaan Umum 1986 bangunan bagi pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu. Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama. 2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama. 3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi. Tetapi disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan dalam irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan. Untuk itu kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional Departemen Pekerjaan Umum, 1986. 1. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. 2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima. 3. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan. 4. Box-box bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih tersier, subtersier danatau kuater

2.7 Limpasan

Seyhan 1990 mendefinisikan limpasan sebagai bagian presipitasi juga kontribusi- kontribusi permukaan dan bawah permukaan yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Bila kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan, yaitu faktor-faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai pengaruh orografis. DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. 17 Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan water supply. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al 1981 menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan C didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Frekwensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS. Menurut Schwab, et al 1981 kapasitas suatu bangunan yang harus menampung limpasan dapat disebut sebagai “laju limpasan rancangan”. Bangunan dan saluran dirancang untuk menampung limpasan yang terjadi dalam periode ulang teretentu. Untuk menduga besarnya debit puncak limpasan dapat digunakan metode rasional. Dasar yang melatar belakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak Qp yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run-off coefficient C dengan nilai 0 ≤ C ≤ 1 Chow, 1964 Perhitungan dengan metode rasional dapat dilakukan dengan persamaan 14 : = ................. ....………………………………….……………………………14 Dimana: Q = Debit banjir maksimum m 3 dt C = Koefisien pengaliran limpasan I = Intensitas curah hujan rata-rata mmjam A = Luas daerah pengaliran km 2 I = R 24 24 24 t 2 3 …………………………………………………….………………………….15 Dimana, I : Intensitas hujan mmjam t : Lamanya hujan jam R 24 : Curah hujan maksimum harian selama 24 jam mm = 0,0195 � 0,77 � 100 −0,835 ……………………………………...….……..........................16 Dimana: t c = Waktu konsentrasi menit l = Panjang sungai m S = Kemiringan sungai mm 18 Tabel 7. Nilai koefisien C pada Metode Rasional Topografi dan Vegetasi Nilai C dalam Q = CiA Tekstur Tanah Pasir lempung Liat dan lanau lempung Sangat liat Hutan Datar kemiringan 0 – 5 0.10 0.30 0.40 Landai kemiringan 5 – 10 0.25 0.35 0.50 Berbukit kemiringan 10 – 30 0.30 0.50 0.60 Padang Rumput Datar 0.10 0.30 0.40 Landai 0.16 0.36 0.55 Berbukit 0.22 0.42 0.60 Area Budidaya Datar 0.30 0.50 0.60 Landai 0.40 0.60 0.70 Berbukit 0.52 0.72 0.82 Area Pemukiman 30 area kedap air 50 area kedap air 50 area kedap air Datar 0.40 0.55 0.65 Landai 0.50 0.65 0.80 Sumber: Schwab, et al 1960 Untuk mendapatkan besarnya curah hujan maksimum harian R 24 dilakukan perhitungan periode ulang hujan dengan distribusi Log-Pearson III. Tiga parameter penting dalam metode tersebut adalah harga rata – rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Berikut ini langkah – langkah penggunaan distribusi Log-Pearson III Suripin, 2004 : - Mengubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X - Menghitung harga rata-rata: log � = log � � � �=1 � …………………………………………………….…………………17 19 - Menghitung harga simpangan baku = log � � − log � � �=1 2 �−1 0.5 ……………………………………………………….…...18 - Menghitung koefisen kemencengan = log � � − log � � �=1 3 �−1 �−2 3 ………………………………………....,...…………………...19 - Menghitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus log � = log � + �. …………………………………..……………………………..20 Dimana : n = Jumlah data. K = Variable standar untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G. 20

III. METODOLOGI