2. Kekuatan lentur patah MOR Sifat fisis kayu

sedangkan regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan semula Haygreen dan Bowyer 2003. Modulus elastisitas E merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lentur yang terjadi sampai dengan batas proporsi. Semakin besar beban yang bekerja, semakin tinggi tegangan yang timbul dan semakin besar perubahan bentuk yang akan terjadi sampai dengan batas proporsi. Hubungan tegangan dan regangan membentuk garis lurus. Batas proporsi itu adalah bila beban yang bekerja dilepaskan, benda akan kembali ke bentuk semula, tetapi apabila beban melewati batas ini, benda tidak akan ke bentuk asal meskipun beban telah dilepaskan. Haygreen dan Bowyer 2003, menyatakan bahwa E ini berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjangnya dan ukuran penampang balok serta E kayu. Hubungan antara modulus elastisitas E dengan defleksi yaitu apabila semakin tinggi E suatu balok, semakin berkurang defleksinya dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Berdasarkan pengukuran terhadap nilai defleksi yang terjadi pada saat pembebanan, maka nilai E dibagi menjadi 2, yaitu E apparent dan E true . Nilai E apparent , dipengaruhi oleh defleksi akibat gaya geser. Sedangkan E true tidak terdapat pengaruh gaya geser didalamnya. Dirumuskan yaitu G M Δ + Δ = Δ , dimana Δ adalah defleksi apparent, Δ M yaitu defleksi true akibat momen lentur, dan Δ G yaitu defleksi akibat gaya geser.

D. 2. Kekuatan lentur patah MOR

Tegangan yang dihitung dari beban maksimum beban pada saat patah disebut tegangan patah. Kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture MOR merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung mengubah bentuk dan ukuran kayu tersebut Kollman dan Cote 1968, dengan kata lain kekuatan lentur patah merupakan sifat kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar. Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer 2003, tegangan patah adalah nilai keteguhan kayu utuh atau produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung pada beban maksimum. Kekuatan kayu berbeda dalam arah longitudinal, tangensial, dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial dan tangensial umumnya tidak berbeda banyak, sehingga untuk keperluan praktis seringkali dianggap sama.

E. Sifat fisis kayu

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar yang erat hubungannya dengan struktur kayu itu sendiri. Haygreen dan Bowyer 2003 menerangkan bahwa sifat fisikomekanik kayu ditentukan oleh tiga ciri: 1 porositasnya atau proporsi volume rongga yang dapat diperkirakan dengan mengukur kerapatannya; 2 Organisasi struktur sel yang meliputi struktur mikro dinding sel dan variasi serta proporsi tipe sel; dan 3 kandungan air. Sifat fisis yang diuji pada penelitian ini adalah kadar air, kerapatan dan BJ. E.1. Kadar air KA Menurut Haygreen dan Bowyer 2003, kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap Berat Kering Tanur BKT. Kadar air ini mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu akan tampak jelas apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon Haygreen dan Bowyer 2003. E.2. Kerapatan dan berat jenis Definisi kerapatan menurut Tsoumis 1991 adalah perbandingan massa suatu bahan terhadap volumenya, dan menurut Haygreen dan Bowyer 2003 adalah perbandingan berat dan atau massa suatu bahan terhadap volumenya. Kerapatan kayu mempunyai variasi, yaitu: 1. Variasi dalam satu pohon, dimana kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. 2. Variasi antar pohon dalam spesies yang sama, dimana kerapatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan genetik. Berat jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu bahan dengan kerapatan benda standar Mandang dan Pandit 1997. Berat jenis BJ menurut Haygreen dan Bowyer 2003 merupakan perbandingan antara kerapatan kayu atas dasar berat kering tanur dan volume pada kandungan air yang ditentukan dengan kerapatan air pada suhu 4 o C. Air memiliki kerapatan 1gcm 3 atau 1000 kgm 3 pada suhu standard tersebut. BJ dan kerapatan sangat mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas, kembang-susut, mekanis, akustik, kelistrikan dan pengerjaan lanjutan lainnya. Semakin tinggi nilai BJ atau kerapatan umumnya kayu makin kuat. Pertambahan berat dari kayu oleh zat-zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu hampir tidak meninggikan kekuatan mekanisnya, tetapi pada umumnya pertambahan tebal dari dinding sel kayu akan menyebabkan kenaikan kekuatan.

F. Jati