BAB 2, garis langit kota (skyline)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Garis la git Kota “kyli e

2.1 DEFINISI GARIS LANGIT KOTA (SKYLINE)

Definisi tradisional atau umum dari skyline disebutkan oleh Kostof (1991) sebagai (Lukic, 2011), dimana skyline tercipta dari perpaduan elemen alam (seperti pohon, gunung, atau laut) dan buatan (arsitektur). Namun terjadi perkembangan di abad ke-20, ketika gambaran pertama yang muncul dalam pikiran seseorang tentang kota di Amerika seringkali adalah yang terdiri dari bangunan-bangunan pencakar langit. Kota-kota di Amerika mulai secara praktis menggunakan kata tersebut sebagai kata yang bermakna sama. Kota (city) tidak lagi menjadi fenomena bangunan bertingkat rendah dengan menara simbolik, namun skyline kotanya (Ford, 1994), akibatnya, dunia arsitektur kemudian membuat definisi tambahan untuk skyline dengan makna yang lebih arsitektural. Dalam Oxford English Dictionary, Supplement (1971), disebutkan bahwa Skyline defined as the outline or silhouette of building or number of buildings or other seen against the sky Attoe, . “eda gka dala Di tio a y of

A hite tu e a d La d “ ape A hite tu , “kyli e e upaka a angement of roofs, chimney-stacks, spiers, and other architectural accessories, creating a pattern against

the sky, ofte pi tu es ue Cu l, . “ela jut ya, dalam kamus standard Amerika yaitu Maitfand, pada tahun 1891 merupakan kamus yang pertama kali dikenal di

dala ya te dapat kata pe aka la git, a ti ya suatu a gu a ya g sa gat ja gku g sepe ti ya g seka a g di a gu di kota Chi ago Attoe, 6 . Penempatan bangunan tinggi dan atau bangunan pencakar langit pada pertemuan antara langit dan daratan

e i ulka a ti ya g ka i se ut se agai ga is la git. Akhi ya, kata “kyli e pe ulis

terjemahkan sebagai garis langit kota.

Dari Kedua definisi diatas, garis langit kota secara visual diartikan sebagai siluet, namun ternyata garis langit kota (Urban Skyline) dan pemandangan kota (Urban


(2)

Panorama) sering digunakan dalam makna yang sama walaupun ada perbedaan diantara keduanya. Ur a skyli e represe ts erti al pla proje tio of ur a for , that is, its two dimensional presentation (2D). Panorama represents three dimensional

prese tatio s D of ur a for , at hi g it fro a ele ated poi t D , (Lukic, 2011)

Gambar 1.1 Siluet garis langit kota New York (Urban Skyline) secara dua dimensional Sumber : www.dreamstime.com

Gambar 1.2 Pemandangan kota (Urban panorama) New York se ara 3 Di e sio al atas dan ketika

dilihat dari keti ggia awah

Sumber : www.dreamstime.com

2.2 PROSES TERBENTUKNYA GARIS LANGIT KOTA

Garis Langit kota tidak begitu saja terjadi, melainkan ada sebuah proses perencanaan yang mengiringinya, terutama dari segi ekonomi dan politik. Proses terbentuknya garis langit kota juga berkaitan erat dengan perkembangan arsitektur bangunan tinggi dan atau bangunan pencakar langit karena garis langit kota merupakan penampilan siluet maupun pemandangan dari kumpulan bangunan tinggi

da atau pe aka la git. Ditegaska oleh Li da Heath , The environmental

i pa t of tall uildi gsis sy oli a d aestheti as ell as isual sehi gga The effe t


(3)

Gambar 1.3 Kronologi perkembangan pencakar langit

Dilihat dari sejarahnya, pembangunan bangunan tinggi dan atau bangunan pencakar langit sudah dimulai sejak abad ke-19. Bangunan tinggi dan bangunan pencakar langit pada masa itu sangat dipengaruhi oleh arsitektur Eropa, namun Amerika-lah pada empat dekade pertama di abad ke-20, banguna pencakar langit tidak lagi menjadi sesuatu yang aneh dalam arsitektur komersil, melainkan menjadi lambang kejayaan sekaligus cerminan abad ke-20.

Davis (1989), arsitek bangunan tinggi dan bangunan pencakar langit pertama New York mengatakan bahwa pencakar langit di New York adalah sebuah visi baru dan modernisme dan sebagai pintu gerbang menuju dunia baru. Bangunan – bangunan tinggi kemudian menjadi citra kota New York setelah tahun 1900, dan lebih lanjut menjadi citra kota-kota Amerika yang menuju kedewasaan dalam berarsitektur.

Bangunan komersil terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi rangka baja dan lift, dua bentuk inovasi teknologi yang pada satu sisi memungkinkan pembangunan pencakar langit dan pada sisi lain menyebabkan bangunan pencakar langit menjadi praktis dan dapat mempunyai ketinggian lebih tinggi (Goldberger,1994:5)

Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, muncul kebutuhan akan sistem transportasi massal yang baik di pertengahan tahun 1800-an. Kota-kota di Amerika mulai melakukan inovasi dalam menggabungkan bangunan perkantoran yang merupakan bangunan pencakar langit dengan kereta listrik agar tetap dapat terlihat baik secara keruangan dengan cara kereta listrik tersebut dioperasikan diatas ataukah dibawah tanah sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, pada


(4)

abad ke-20, masyarakat telah terbiasa dengan pemandangan garis langit kota yang memiliki banyak bangunan tinggi dan dilengkapi dengan infrastrukstur yang canggih, seperti sistem transportasi massal.

Selain itu, garis langit (skyline) kota diatur dalam peraturan tata kota dimana

dapat e ghasilka it a ak o se a a isual. y u a egulatio s e ould

impact on its affirmation and desirable shape, could be summarized through four

fields, luki , . Kee pat atu a te se ut yaitu :

1) Aesthetic / Visual Regulation

Elemen visual sangat dibutuhkan dalam perancangan kota karena perancangan perkotaan yang baik akan membuat kota menjadi lebih berkarakter dan berkualitas sehingga mendapat penghargaan dari banyak orang. Lynch (Stamps et al.2005) adalah perintis dari peraturan visual saat ini,

dia e gataka ah a : its should e lead y isual pla : se ies of e o e datio s a d egulatio s… all i i o e of visual form in urban

s ale . “e uah pe elitia e u juka ah a kei daha uka te letak pada su yekti itas pe o a ga , elai ka ditegaska oleh La gdo , o a g

biasanya sependapat terhadap hal-hal ya g e ye a gka da ya g tidak (Goldberger, 1994-2000)

2) Height Regulation

Peraturan tentang ketinggian dimulai dari kota-kota di Amerika dimana landmark atau monumen penting diatur agar tetap menjadi yang tertinggi di

se uah kota Washi gto is the atio s ho izo tal ity, tha ks to a

unrepealed act of 1910 which set the maximum building height at 130 feet

.6 Koostof : .

3) Regulation of view corridors (Important Vistas)

“kyli e of the ity ould e pe ei ed o ly y o se i g it f o a lo g

distance (long view) which incorporates larger part of the city and neglects

details of spa e ele e ts. Ada tiga je is pe a da ga ga is la git kota, yaitu


(5)

(sungai atau tepi laut) dan yang terakhir dilihat dari ketinggian (dari puncak gunung atau dari bangunan tinggi).

Untuk merencanakan sebuah perlakuan terhadap suatu jalur lalu lintas di perkotaan, ada sebuah teori mengenai pertimbangan jarak (multiple considerations) di dalam perancangan kota. Teori ini dipakai untuk menentukan penempatan dan bentuk bangunan-bangunan yang berdekatan di dalam perancangan ruas jalan. Contohnya untuk mendapatkan suatu jalur yang memiliki pemandangan lingkungan yang baik, penempatan bangunan tinggi harus dikomposisikan secara bergantian di kiri dan kanan jalur dengan bangunan berketinggian rendah diantaranya, sehingga terhindar dari efek

di di g e e us ya g dapat e utupi pe andangan indah pada suatu jalur. 4) Choosing locations for positioning urban landmark

Menempatkan bangunan tinggi atau landmark kota yang menarik dapat berkontribusi terhadap citra buruk garis langit sebuah kota. Namun yang harus diperhatikan adalah lokasi landmark tersebut harus dipilih dengan hati-hati sehingga layak. Kumpulan bangunan tinggi harus diletakan secara menarik dan seimbang komposisinya.

Dari keempat peraturan tersebut, apabila diterapkan dapat menghasilkan garis langit kota yang sesuai dengan identitas/karakter kota dan diharapkan dapat memiliki daya tarik bagi orang yang melihatnya.

2.3 GARIS LANGIT KOTA SEBAGAI FUNGSI ESTETIKA

Pengalaman menyenangkan dari sebuah garis langit kota, daya tarik visual dan keindahannya bergantung pada 3 faktor, yang pertama dari bentuk garis langit kota itu sendiri, yang kedua adalah keadaan lingkungan disekitarnya (cahaya, kondisi cuaca, kualitas air), serta yang ketiga adalah pemikiran serta kecenderungan pergaulan yang dibawa ketika seorang melihat sebuah garis langit kota (Attoe, 1981). Dengan demikian, dua faktor pertama berhubungan dengan ciri fisik dari Garis Langit kota sedangkan faktor ketiga berhubungan dengan mental atau kerangka persepsi orang yang melihat, bagaimana ia melihat dan apa yang sudah ia lihat sebelumnya.


(6)

Sebagai implikasi fungsi estetika dari garis langit kota terhadap pemandangan, garis langit dapat memberikan pengamat view yang dramatis untuk kebutuhan fotografik dan sebuah kesan yang tak terlupakan. Hal ini membuat masing-masing kota sebaiknya memiliki minimal satu garis langit kota yang direncanakan. Cara menentukannya adalah dengan menemukan sebuah tempat diamana pengamat dan warga merasa bangga dengan tempat itu sehingga kemudian pengamat dan warga merasa bangga dengan tempat itu sehingga kemudian tempat tersebut dapat direkam

da i sisi te aik. Attoe juga e gataka ah a, i othe ases, specific sites are set aside for picturesque views of skyline: Mount Victoria at Hongkong, Mount

‘oyal i Mo t eal, a d Mou t Vi to ia at Au kla d . Terjadi sebuah transformasi keindahan ketika Garis Langit yang kita lihat secara langsung menjadi sebuah gambaran dengan sudut pandang yang memperlihatkan garis langit kota dalam bentuk yang jauh lebih kecil atau disebut foto.

Hal yang paling penting dalam menentukan keindahan atau estetika dari sebuah garis langit kota adalah keberadaan ruang diantara tiap-tiap bangunan dan bagaimana cara untuk membingkai pemandangan tersebut. Para pecinta keindahan biasanya memotret garis langit kota menjadi foto dan menganggap bahwa garis langit kota sama menariknya seperti obyek-obyek hiburan lain. Berdasarkan hasil penelitian di Chicago, garis langit kota juga bahkan dapat merupakan sebuah obyek wisata.

2.4 GARIS LANGIT KOTA DAN TOPOGRAFI

Untuk kepentingan analisa garis langit, perlu diperhatikan kondisi-kondisi tapak yang berlawanan yaitu tapak (lansekap) yang datar dan lokasi yang berbukit-bukit. Ada juga kondisi-kondisi lansekap lainnya, seperti ketinggian pohon pelindung ataupun posisi, ukuran, bentuk dan kualitas jalur air yang sama pentingnya dengan topografi sebagai pertimbangan dalam menghasilkan bentuk dan estetika kota. Sementara setiap tapak yang unik dan berkarakteristik akan mempunyai efek bagi garis langitnya, namun hubungan antara garis langit dengan topografi tidak pernah dengan mudah dikenali secara langsung.

Seperti pada umumnya tata ruang yang teratur atau formal biasanya dihubungkan dengan ketingggian tapak dan layout yang tidak beraturan dari tapaknya yang miring. Cara yang alami untuk menggabungkan bangunan segi-empat terhadap


(7)

tapak yang tidak teratur biasanya berdiri tegak lurus satu sama lain. Pada tapak yang memiliki perbedaan ketinggian atau topografi miring, pengelompokan bangunan cenderung ditempatkan secara informal sesuai dengan kondisi konturnya. Dalam pemecahan perancangan secara tradisional (konvensional) pada puncak bukit, efek dari bentuk bangunan terlihat secara nyata yaitu jalan-jalan dan bagian depan bangunan berbentuk kurva yang secara teratur mengikuti kontur. Keseluruhan rencana kota sering menyebar dengan lapisan pembangunan keluar dan menurun dari inti puncak seperti riak pada suatu kolam. Prinsip umum ini dalam pengembangan normal pada tapak yang rata atau miring, memerlukan keahlian. Namun banyak kota yang dikembangkan pada tapak yang datar sering memperlihatkan ketidakteraturan di dalam tata ruang dikarenakan desain jalan yang organik.

Masalah paling kritis dalam perancangan perletakkan bangunan pada tapak yang topografinya miring , serta pada puncak bukit yang secara visual mandiri, adalah penyelesaian perancangan dari puncak dan profil bukit tersebut. Ditinjau dari aspek bentuk, tapak yang datar dengan sendirinya tidak punya arti sebagai bentuk yang alami, daya tarik visualnya justru tergantung pada objek yang ditempatkan diatasnya. Tapak pada lereng bukit secara alami mempunyai siluet bentuk melengkung terhadap langit. Adapun bentuk melengkung ini kelihatan menarik oleh karena bentuknya sendiri. Menempatkan objek pada bagian punggung bukit bisa menjadi bentuk yang berbeda dari objek lainnya dan terlihat indah sebagai garis langit yang bergerigi.

Adapun cara untuk mengembangkan perancangan garis langit pada tapak yang topografinya berbukit yaitu:

 Melakukan pengembangan pada dasar bukit atau pada kemiringan yang lebih rendah. Dalam hal ini bentuk yang dibangun harus memperkuat kaki bukit sehingga tidak mengganggu siluet alami bukit tersebut. Maddocks, seorang insiyur dan pengusaha pada abad ke-19 telah mendirikan kawasan perumahan di atas tanah yang direklamasi pada daerah Traeth Mawt, barat laut Wales. Dia menempatkan Kota Tremadoc, yaitu suatu kota kecil yang direncanakan pada tepi tanah yang direklamasi dan berada pada bayangan tepi tebing yang curam. Dalam hal ini lereng bukit membentuk blackcloth yang bagus sekali untuk perancangan kota yang berada pada kaki bukit tersebut. Garis langit yang menghiasi kota tersebut merupakan profil alami dari lereng bukit sementara garis ketinggian


(8)

bangunan secara umum, menggantikan arti garis langit yang dilihat dari lokasi yang bagus di dalam kota tersebut.

 Memperkuat garis langit dengan menempatkan bangunan secara rapat di sepanjang punggung bukit sehingga mengikuti bentuk siluet topografinya. Tumbuh-tumbuhan dibawahnya memberi drama pada komposisi topografi tersebut. Garis langit dalam kasus ini adalah suatu profil sederhana yang tetap mencerminkan bentuk topografi tanah yang ditempatinya. Ketika gubahan massa bangunan terjadi pada garis langit ini maka perancangan harus ditampilkan secara dramatis, bagaikan puncak menara tunggal. Hal ini dapat dilihat pada tower-tower bangunan pada kawasan San Gimignano (Gambar1.4).

Gambar 1.4 Bangunan-bangunan pencakar langit di San Gimignano

Ketika lereng bukit ditutupi oleh bangunan yang rapat dari dasar permukaan tanah sampai ke puncak maka bentuk lansekap yang asli terlihat tetap bertahan. Namun jika keseluruhan didominasi oleh satu bangunan yang besar, bentuk lansekap akan mengalami perubahan besar. Bukit St. Michel adalah suatu contoh yang baik dari suatu bentuk lansekap yang dikembangkan dimana kondisi topografi yang asli tidak dirusak oleh pengembangan yang terjadi di sekitar kawasan tersebut. Kasus ini

e upaka o toh g a d gestu e . Bukit “t. Mi hel e upaka suatu si ol

kemuliaan Tuhan. Hal tersebut ditampilkan melalui pengolahan garis langit melalui susunan menara-menara kecil yang menarik dan pada puncaknya diakhiri oleh suatu puncak menara yang bagus. Kasus ini merupakan suatu model yang hebat untuk


(9)

tujuan yang diharapkan dalam usaha menghiasi kota dengan suatu garis langit yang berornamen ( Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Hillside town, Perancis bagian selatan.

Adapun beberapa pemikiran untuk bentuk gubahan massa bangunan yang layak dalam suatu kota yang terletak di atas tanah berbukit-bukit yang luas, antara lain :

 Dataran tinggi di dalam kota dapat menonjol sebagai lansekap hijau di atas dataran yang banyak dibangun massa bangunan-bangunan berlantai rendah

 Puncak bukit boleh dirancang dengan pengembangan massa bangunan-bangunan tingkat tinggi, namun harus dipertimbangkan dengan fungsinya yang penting terhadap kota secara keseluruhan.

Untuk mengendalikan, mencapai, dan memelihara kesesuaian dan keseimbangan garis langit di atas area yang berbukit-bukit memiliki kesulitan tersendiri, terutama sekali jika ada keinginan untuk membangun lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi rata-rata bangunan sekitarnya. Jika topografi tidak diperhitungkan dalam perancangan ketinggian bangunan, hal tersebut hanya berdampak terjadinya penurunan kualitas dari sebuah lokasi yang sudah jelas identitasnya. Misalnya sebuah kota sudah memanfaatkan topografi dalam keputusan perancangan, garis langit yang dihasilkan oleh susunan gubahan massa akan memberikan identitas yang jelas. Kualitas garis langit seperti itu bukan hasil dari penempatan bangunan secara tunggal, tetapi


(10)

merupakan hasil dari bentuk penempatan bangunan secara keseluruhan yang dibangun dalam hubungan yang serasi dengan kondisi topografi. Adapun contoh penerapan yang nyata dari pendekatan ini terjadi pada kota di masa Romawi kuno yaitu kawasan pemukiman yang memiliki tujuh puncak bukit, dimana ketujuh puncak bukitnya masing-masing ditandai oleh menara bangunan. Pada daratan yang lebih rendah di belakang ketujuh bukit tersebut menyebar kota secara keseluruhan. Komposisi multi lapisan ini menggambarkan suatu garis langit yang kaya dan mengesankan (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Istambul

Keuntungan dari pencerminan topografi melalui perancangan garis langit diilustrasikan pada prinsip urban desain kota San Fransisco yang diterbitkan oleh Departeman Perencanaan Kota San Fransisco(Attoe, 1981). Hal ini dinyatakan akibat

te jadi ya hu u ga isual a ta a a gu a da topog afi ya g sa gat se pu a di

San Fransisco pada awal 1960-an. Dimana masing-masing sisi kota memberikan efek

ukit da le ah Attoe, . Ko sep pola pe letakka assa a gunan seperti ini mempunyai dua keuntungan utama, yaitu:

 Dari kejauhan, pemandangan kondisi alami dataran yang rendah diperlihatkan secara jelas

 Pemandangan kota dan teluk San Fransisco bila dilihat dari bukit sangat jelas dan tanpa halangan.


(11)

Beberapa hal e ge ai pe a a ga ga is la git de ga pola ukit da le ah dapat dilihat pada gambar 1.7-1.10 (sumber Attoe, 1981).

Gambar 1.7

Penge a ga pola ukit da le ah pada kota San Fransisco. Konsep ini menunjukkan bangunan bertingkat rendah terletak di atas bukit dan bangunan yang tinggi terletak di lembah, sehingga menghasilkan keseragaman (ketinggian yang selaras). Konsep ini akan menghasilkan pola garis langit yang horizontal dan ini jelas akan mengaburkan topografi dari tapak

Gambar 1.8

Pe ge a ga pola ukit da le ah pada kota San Fransisco

Konsep ini menunjukkan bangunan bertingkat tinggi terletak di lembah dan bangunan bertingkat rendah terletak di bukit, sehingga menghasilkan pengurangan kualitas visual bila orang berada di kawasan lembah.

Gambar 1.9

Penge a ga pola ukit da le ah pada kota San Fransisco. Konsep ini menampilkan pendekatan pemecahan perancangan yang lebih disukai. Dimana konsep ini menampilkan efek bukit dan lembah. Bangunan bertingkat tinggi terletak di bukit sehingga kualitas pemandangan yang didapat lebih banyak


(12)

dan bangunan bertingkat rendah terletak di lembah.

Gambar 1.10

Pe ge a ga pola ukit da le ah pada kota San Fransisco. Konsep ini menampilkan penempatan bangunan-bangunan yang bulky pada puncak bukit, yaitu bangunan-bangunan besar dan masif. Akibatnya, bukit hanya menjadi mimbar struktur dan tidak terlihat efek bukit

Adapun parameter pengembangan sistem struktur di atas tapak yang datar sangat berbeda dibandingkan dengan tapak yang miring. Garis kontur tanah pada tapak yang miring sampai pada jumlah tertentu akan menentukan posisi panjang bangunan dan juga penempatan jalan utama. Perancangan garis langit pada tapak yang datar secara praktis akan memperhatikan lebih detail pengaruh kondisi iklim, bahan bangunan dan teknologi konstruksi. Lain halnya perancangan tapak pada tanah berkontur yang tidak mempunyai penyelesaian yang sama bila membentuk lingkungan buatan di atasnya. Adapun pola konsep yang sering digunakan untuk pengembangan tapak yang datar adalah pola grid (segi empat) atau sumbu/simetris serta linier. Secara umum, pengolahan profil garis langit dan pengolahan perubahan level lantai dapat memecahkan kemonotonan lansekap yang datar. Misalnya pembangunan pada masa pra-industrial, dimana perancang telah memaksakan kehendaknya pada tapak yang datar melalui sistem struktur massa bangunan yang luas dan berskala raksasa. Adapun

kota ati di Mesi e upaka suatu pe ge ualia u tuk atu a i i; di a a

terbangun sekelompok piramid raksasa di daerah Gizeh yang menjadi model untuk suatu pembangunan. Massa piramida menjulang tinggi di atas tanah yang datar, dan pada akhirnya memberikan makna suatu pemandangan yang dahsyat dan baru pada masanya.

Selain itu, terdapat juga massa bangunan yang lebih tua dan terletak pada bagian pusat kota Paris yang telah dibangun diatas tapak yang datar di sepanjang sungai


(13)

Seine. Pada bagian pusat kota ini, tampak garis langit kota didominasi oleh menara Eiffel. Menara Eiffel adalah image utama yang mengangkat nama kota Paris. Keberadaan menara tersebut memberikan image kebanggaan bagi setiap orang bahkan oleh mereka yang belum pernah mengunjungi kota itu, sehingga Menara Eiffel dianggap sebagai nama yang mewakili kota Paris.

Di Amerika Serikat terdapat beberapa contoh kota yang direncanakan dengan pola grid serta dikembangkan di atas tapak yang datar. New York yang memiliki banyak bangunan bertingkat tinggi, kenyataannya dapat memberikan makna kesatuan garis langit yang dramatis. Begitu juga dengan garis langit kota Chicago, yang menekankan makna pengulangan bangunan-bangunan pencakar langit yang dramatis (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Garis langit kota Chicago

Pemandangan garis langit yang paling dramatis sering dirancang sebagai pintu masuk utama kota. Hal ini penting sekali bila pintu masuk ke suatu kota adalah dari arah laut atau sungai. Garis permukaan air yang horizontal dapat memantulkan warna langit dan bangunan yang terdapat pada tepi laut. Bangunan dan warna langit tersebut dapat muncul dari permukaan air, serta dapat membuat pemandangan yang special. Pemecahan seperti ini sering dilakukan pada wilayah-wilayah yang terletak pada beberapa lokasi pantai. Misalnya salah satu pintu gerbang kota yang sangat terkenal yaitu pintu gerbang Venezia yang dapat dicapai melalui The Grand Canal. Pintu masuk ke kota dari arah laut tegak lurus dengan kanal, yang terletak antara Istana Doges dan perpustakaan. Tampak dari laut Piazza San Marco yang menuju Basilika memiliki garis langit yang sangat kaya keunikan. Bila kota ini dilihat dari arah laut tampak garis langit


(14)

didominasi oleh menara lonceng bangunan ibadah. Hal itu menjadi sangat penting bagi kota tersebut dan ini memberikan image yang positif bagi warganya. Adapun garis langit kota Venesia di abad pertengahan dengan jelas dapat dilihat pada gambar2.2.

Gambar 2.2 Garis langit kota abad pertengahan di Venesia

Banyak menara-menara gereja yang puncak menaranya memiliki kemiripan dengan menara lonceng St. Mark, namun tidak ada yang terlihat mendominasi seperti menara lonceng St. Mark. Liverpool adalah contoh lainnya dari suatu kota yang terletak pada pintu masuk pantai. Kota tersebut memiliki garis langit yang dramatis. Tampak pada gambar 10, tiga bangunan bagus membentuk tepi laut yaitu Liver Building dengan profil yang tidak datar dan burung-burung liver yang besar serta merupakan lambang dari liverpool. Pada bagian lainnya berdiri dua katedral yang megah pada punggung bukit sehingga keduanya menampilkan siluet yang sangat berbeda.


(15)

Jika dilihat dari contoh-contoh diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa salah satu fungsi perancangan dekorasi garis langit adalah untuk memudahkan orientasi di dalam kota. Struktur yang paling tinggi dalam suatu profil yang unik serta menonjol secara keseluruhan pada garis langit berfungsi sebagi landmark. Menurut Lynch (1960), landmark tidak perlu ditampilkan bertingkat tinggi, tetapi dapat terlihat menonjol pada garis langit serta memberikan image bagi pengamat. Kebudayaan pada dunia modern dapat dilihat melalui struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat, cara mengorganisir dan mengurus dirinya sendiri, teknologi yang dipakainya dan nilai-nilai yang dipegangnya tidak statis. Bentuk kota bersama-sama dengan garis langitnya, seiring dengan perkembangan waktu akan beradaptasi dengan perubahan ini. Pemahaman perancangan dekorasi garis langit saat ini, harus lebih mengarah kepada potensi untuk pengembangan lebih lanjut. Pemahaman perancangan ini bergantung pada pengetahuan sejarah pengembangan budaya. Kepekaan dan pemahaman pada historik yang mendalam, pada proses perancangan garis langit adalah prasyarat penting agar perubahan pada profil kota dapat berjalan sesuai dengan konteksnya. Saat ini pada sebagian kota-kota di Eropa, bangunan religius mendominasi garis langitnya. Berbeda dengan Amerika dimana bangunan-bangunan kormersil sekarang mendominasi dan mewarnai garis langitnya. Hal ini juga menjalar sampai ke kota-kota di Eropa.

2.5 GARIS LANGIT KOTA SEBAGAI SISTEM VISUAL

Sistem menurut Wikipedia.com merupakan suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak. Menurut Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pengertian sistem biasanya dikaitkan dengan konteks letak atau positional context. Sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Devinisi visual adalah berkenaan dengan dapat dilihat dengan media penglihatan (mata), Purwodarminto (1972). Tanda-tanda visual adalah ciri-ciri utama yang secara fisik dapat dilihat dimana dapat memberikan atribut pada gambar visual dalam suatu sistem visual, sehingga sistem visual mempunyai kualitas tertentu.


(16)

Faktor-faktor pembentuk sistem visual meliputi :

1. View, berarti bagaimana kita memandang suatu obyek tersebut. 2. Jarak antara obyek dengan pemandang.

3. Tinggi bangunan.

Faktor-faktor estetika pada urban design diantaranya adalah :

1) Keterpaduan (Unity), menciptakan kesatuan secara visual dari tiap-tiap komponen kota dan dari elemen yang berbeda sehingga membuat hal-hal yang kurang menyatu ke dalam organisasi visual yang terpadu. Hal penting dalam karakter unity adalah proporsi setiap elemen.

2) Proporsi massa tinggi bangunan terhadap posisi pengamat dengan rumus H/D enclosure (Spreiregen) yang akan menunjukan kualitas keruangan dari masing-masing posisi pengamat. Bangunan yang memiliki bentuk proposional yang baik apabila dapat melihat seluruh bangunan menurut kajian teori adalah apabila sudut pandang 27ᴼ atau D/H = 2. Dengan membandingkan D/H menurut Yoshinobu Ashihara (1983), akan diperoleh proporsi sebagai berikut : Proporsi seimbang bila D/H = 1; Proporsi intim, sempit, tertekan apabila D/H<1; ruang terkesan terbuka bila D/H > 1,2,3, bila >4 sudah terasa adanya ruang.

3) Skala (scale), produk arsitektur merupakan ruang fungsional yang selalu berhubungan dengan manusia, oleh sebab itu skala harus dapat menunjukan perbandingan antara elemen bangunan dengan elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan manusia, menurut Zahnd (1999) dalam hal ukuran suatu ruang atau bangunan dari dua tempat akan sangat berbeda walaupun skalanya tepat sama. Selain itu Asihara (1974) menjelaskan bahwa sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60ᴼ, tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan berkurang menjadi 1ᴼ. Dan orang dapat melihat keseluruhan bangunan bila sudut pandangan 27ᴼ atau bila D/H = 2, yaitu jarak dibagi dengan tinggi sama dengan 2.

4) Kesimbangan (Balance), merupakan nilai-nilai pada suatu obyek dimana daya tarik visual di kedua sisi dari pusatnya adalah seimbang atau pusat daya tarik adalah keseimbangan. Pusat keseimbangan yang dimaksud adalah merupakan


(17)

titik istirahat mata atau titik perhentian mata yang mengilaukan kekacauan dan ketidak pastian terhadap visual.

5) Warna (colour), kesan suatu bangunan atau kawasan salah satu yang menimbulkan kesan tertentu adalah adanya peranan warna. Kualitas estetika dari Town Scape ditentukan antara lain oleh peranan warna yang cukup kuat. Cita rasa yang ditimbulkan dari setiap individu yang memiliki bangunan tersebut akan diperoleh pola komposisi warna yang berbeda-beda. Hal tersebut sebaiknya dipertimbangkan oleh para perancang (arsitek) agar bangunan yang dirancang tersebut mempunyai dukungan karakter terhadap kawasannya.

Sebagai sebuah sistem visual, garis langit kota dimaknai akan memberikan sebuah totalitas pemandangan tentunya membutuhkan pendekatan terhadap faktor-faktor tersebut diatas. Kelengahan dalam menyandingkan berbagai faktor-faktor diatas menjadikan nilai sebuah garis langit kota menjadi buram, kehilangan estetikanya dan bisa sampai pada penurunan citra terhadap kota tersebut. Maka penulis menggunakan faktor-faktor diatas sebagai panduan untuk penelitian ini.

2.6 GARIS LANGIT DAN CITRA KOTA

The skys aper, ore tha a y other bulding type,has the capicity to capture the

pu lik i agi atio ’’(Howeler,2003)

Citra (image) adalah sesuatu yang tampak oleh indera manusia,tetapi tidak memiliki eksitensi substansial. (yasraf amir piliang, 2003 dalam thenearto, 2008).Dalam hal ini Garis Langit sebuah kota dipahami sebagai potret atau gambaran kota yang kemudian membuat orang yang melihatnya menafsirkan dalam sebuah citra. Garis Langit kota menampilkan proyeksi bangunan secara vertikal dari sebuah kawasan di kota atau lebih besar lagi (dalam hal keruangan).sehingga dapat dikatakan

pula e upaka it a pe kotaa se a a ak o. Appeal of cities manifest itself in their public space,which includespublic urban macro images.in otherwords,urban

skyli e,’’ luki , .

Lebih lanjut dijelaskan pula oleh thomas W.J Mitchel bahwa tipologi citra dapat berrbentuk grafis (gambara,patung,desain), optikal (cermin dan fantasi) dan yang


(18)

terakhir citra verbal (metafora dan deskripsi).Dalam wujud grafis,citra adalah sebuah objek yang dibentuk oleh unsur-unsur visual yang konkret di dalam ruang (garis,bentuk,bidang,Warna dan tekstur).Sedangkan dalam wujud perseptual,citra merupakan unsur-unsur visual sebuah objek sebagaimana ia hadir dalam pemikiran seseorang.

Kita tidak mungkin bisa mempresentasikan citra suatu Garis Langit kota secara objektif dan seragam sebab sebuah objek dapat mempunyai dua citra,yaitu citra aktual dan citra mental yang dibentuk oleh orang yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di sub bab sebelumnya,bahwa kemampuan dalam lingkungan sekitar mempengaruhi seseorang dalam memaknai sesuatu yang ia lihat, dalam hal ini yaitu citra dari sebuah Garis Langit kota.

Garis Langit kota terdiri dari bangunan-bangunan tinggi yang dapat dihubungkan

de ga it a ode ka e a istilah ode disi i e kaita de ga istilah a sitektu et opolita da fe o e a ig ess seolah ide tik de ga kota esa , so aya, ) Dikatakan pula bah a a sitektu et opolita e iliki kecenderungan untuk menghasilkan bangunan-bangunan berukuran besar,yang melebihi skala manusia. Dalam hal ini termasuk bangunan pencakar langit.Rem Koolhaas juga menyebutkan bahwa bigness dan arsitekturnya adalah fenomena yang tidak terelakan bagi kota metropolitan,sehingga segala bentuk penyangkalan terhadapnya akan sia-sia(soraya,2003).

Gambar2.4.Garis langit kota (Skyline)sebagaiPemandanganyangBercitra.


(1)

Seine. Pada bagian pusat kota ini, tampak garis langit kota didominasi oleh menara Eiffel. Menara Eiffel adalah image utama yang mengangkat nama kota Paris. Keberadaan menara tersebut memberikan image kebanggaan bagi setiap orang bahkan oleh mereka yang belum pernah mengunjungi kota itu, sehingga Menara Eiffel dianggap sebagai nama yang mewakili kota Paris.

Di Amerika Serikat terdapat beberapa contoh kota yang direncanakan dengan pola grid serta dikembangkan di atas tapak yang datar. New York yang memiliki banyak bangunan bertingkat tinggi, kenyataannya dapat memberikan makna kesatuan garis langit yang dramatis. Begitu juga dengan garis langit kota Chicago, yang menekankan makna pengulangan bangunan-bangunan pencakar langit yang dramatis (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Garis langit kota Chicago

Pemandangan garis langit yang paling dramatis sering dirancang sebagai pintu masuk utama kota. Hal ini penting sekali bila pintu masuk ke suatu kota adalah dari arah laut atau sungai. Garis permukaan air yang horizontal dapat memantulkan warna langit dan bangunan yang terdapat pada tepi laut. Bangunan dan warna langit tersebut dapat muncul dari permukaan air, serta dapat membuat pemandangan yang special. Pemecahan seperti ini sering dilakukan pada wilayah-wilayah yang terletak pada beberapa lokasi pantai. Misalnya salah satu pintu gerbang kota yang sangat terkenal yaitu pintu gerbang Venezia yang dapat dicapai melalui The Grand Canal. Pintu masuk ke kota dari arah laut tegak lurus dengan kanal, yang terletak antara Istana Doges dan perpustakaan. Tampak dari laut Piazza San Marco yang menuju Basilika memiliki garis langit yang sangat kaya keunikan. Bila kota ini dilihat dari arah laut tampak garis langit


(2)

didominasi oleh menara lonceng bangunan ibadah. Hal itu menjadi sangat penting bagi kota tersebut dan ini memberikan image yang positif bagi warganya. Adapun garis langit kota Venesia di abad pertengahan dengan jelas dapat dilihat pada gambar2.2.

Gambar 2.2 Garis langit kota abad pertengahan di Venesia

Banyak menara-menara gereja yang puncak menaranya memiliki kemiripan dengan menara lonceng St. Mark, namun tidak ada yang terlihat mendominasi seperti menara lonceng St. Mark. Liverpool adalah contoh lainnya dari suatu kota yang terletak pada pintu masuk pantai. Kota tersebut memiliki garis langit yang dramatis. Tampak pada gambar 10, tiga bangunan bagus membentuk tepi laut yaitu Liver Building dengan profil yang tidak datar dan burung-burung liver yang besar serta merupakan lambang dari liverpool. Pada bagian lainnya berdiri dua katedral yang megah pada punggung bukit sehingga keduanya menampilkan siluet yang sangat berbeda.


(3)

Jika dilihat dari contoh-contoh diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa salah satu fungsi perancangan dekorasi garis langit adalah untuk memudahkan orientasi di dalam kota. Struktur yang paling tinggi dalam suatu profil yang unik serta menonjol secara keseluruhan pada garis langit berfungsi sebagi landmark. Menurut Lynch (1960), landmark tidak perlu ditampilkan bertingkat tinggi, tetapi dapat terlihat menonjol pada garis langit serta memberikan image bagi pengamat. Kebudayaan pada dunia modern dapat dilihat melalui struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat, cara mengorganisir dan mengurus dirinya sendiri, teknologi yang dipakainya dan nilai-nilai yang dipegangnya tidak statis. Bentuk kota bersama-sama dengan garis langitnya, seiring dengan perkembangan waktu akan beradaptasi dengan perubahan ini. Pemahaman perancangan dekorasi garis langit saat ini, harus lebih mengarah kepada potensi untuk pengembangan lebih lanjut. Pemahaman perancangan ini bergantung pada pengetahuan sejarah pengembangan budaya. Kepekaan dan pemahaman pada historik yang mendalam, pada proses perancangan garis langit adalah prasyarat penting agar perubahan pada profil kota dapat berjalan sesuai dengan konteksnya. Saat ini pada sebagian kota-kota di Eropa, bangunan religius mendominasi garis langitnya. Berbeda dengan Amerika dimana bangunan-bangunan kormersil sekarang mendominasi dan mewarnai garis langitnya. Hal ini juga menjalar sampai ke kota-kota di Eropa.

2.5 GARIS LANGIT KOTA SEBAGAI SISTEM VISUAL

Sistem menurut Wikipedia.com merupakan suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak. Menurut Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pengertian sistem biasanya dikaitkan dengan konteks letak atau positional context. Sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Devinisi visual adalah berkenaan dengan dapat dilihat dengan media penglihatan (mata), Purwodarminto (1972). Tanda-tanda visual adalah ciri-ciri utama yang secara fisik dapat dilihat dimana dapat memberikan atribut pada gambar visual dalam suatu sistem visual, sehingga sistem visual mempunyai kualitas tertentu.


(4)

Faktor-faktor pembentuk sistem visual meliputi :

1. View, berarti bagaimana kita memandang suatu obyek tersebut. 2. Jarak antara obyek dengan pemandang.

3. Tinggi bangunan.

Faktor-faktor estetika pada urban design diantaranya adalah :

1) Keterpaduan (Unity), menciptakan kesatuan secara visual dari tiap-tiap komponen kota dan dari elemen yang berbeda sehingga membuat hal-hal yang kurang menyatu ke dalam organisasi visual yang terpadu. Hal penting dalam karakter unity adalah proporsi setiap elemen.

2) Proporsi massa tinggi bangunan terhadap posisi pengamat dengan rumus H/D enclosure (Spreiregen) yang akan menunjukan kualitas keruangan dari masing-masing posisi pengamat. Bangunan yang memiliki bentuk proposional yang baik apabila dapat melihat seluruh bangunan menurut kajian teori adalah apabila sudut pandang 27ᴼ atau D/H = 2. Dengan membandingkan D/H menurut Yoshinobu Ashihara (1983), akan diperoleh proporsi sebagai berikut : Proporsi seimbang bila D/H = 1; Proporsi intim, sempit, tertekan apabila D/H<1; ruang terkesan terbuka bila D/H > 1,2,3, bila >4 sudah terasa adanya ruang.

3) Skala (scale), produk arsitektur merupakan ruang fungsional yang selalu berhubungan dengan manusia, oleh sebab itu skala harus dapat menunjukan perbandingan antara elemen bangunan dengan elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan manusia, menurut Zahnd (1999) dalam hal ukuran suatu ruang atau bangunan dari dua tempat akan sangat berbeda walaupun skalanya tepat sama. Selain itu Asihara (1974) menjelaskan bahwa sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60ᴼ, tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan berkurang menjadi 1ᴼ. Dan orang dapat melihat keseluruhan bangunan bila sudut pandangan 27ᴼ atau bila D/H = 2, yaitu jarak dibagi dengan tinggi sama dengan 2.

4) Kesimbangan (Balance), merupakan nilai-nilai pada suatu obyek dimana daya tarik visual di kedua sisi dari pusatnya adalah seimbang atau pusat daya tarik adalah keseimbangan. Pusat keseimbangan yang dimaksud adalah merupakan


(5)

titik istirahat mata atau titik perhentian mata yang mengilaukan kekacauan dan ketidak pastian terhadap visual.

5) Warna (colour), kesan suatu bangunan atau kawasan salah satu yang menimbulkan kesan tertentu adalah adanya peranan warna. Kualitas estetika dari Town Scape ditentukan antara lain oleh peranan warna yang cukup kuat. Cita rasa yang ditimbulkan dari setiap individu yang memiliki bangunan tersebut akan diperoleh pola komposisi warna yang berbeda-beda. Hal tersebut sebaiknya dipertimbangkan oleh para perancang (arsitek) agar bangunan yang dirancang tersebut mempunyai dukungan karakter terhadap kawasannya.

Sebagai sebuah sistem visual, garis langit kota dimaknai akan memberikan sebuah totalitas pemandangan tentunya membutuhkan pendekatan terhadap faktor-faktor tersebut diatas. Kelengahan dalam menyandingkan berbagai faktor-faktor diatas menjadikan nilai sebuah garis langit kota menjadi buram, kehilangan estetikanya dan bisa sampai pada penurunan citra terhadap kota tersebut. Maka penulis menggunakan faktor-faktor diatas sebagai panduan untuk penelitian ini.

2.6 GARIS LANGIT DAN CITRA KOTA

The skys aper, ore tha a y other bulding type,has the capicity to capture the pu lik i agi atio ’’(Howeler,2003)

Citra (image) adalah sesuatu yang tampak oleh indera manusia,tetapi tidak memiliki eksitensi substansial. (yasraf amir piliang, 2003 dalam thenearto, 2008).Dalam hal ini Garis Langit sebuah kota dipahami sebagai potret atau gambaran kota yang kemudian membuat orang yang melihatnya menafsirkan dalam sebuah citra. Garis Langit kota menampilkan proyeksi bangunan secara vertikal dari sebuah kawasan di kota atau lebih besar lagi (dalam hal keruangan).sehingga dapat dikatakan

pula e upaka it a pe kotaa se a a ak o. Appeal of cities manifest itself in their public space,which includespublic urban macro images.in otherwords,urban

skyli e,’’ luki , .

Lebih lanjut dijelaskan pula oleh thomas W.J Mitchel bahwa tipologi citra dapat berrbentuk grafis (gambara,patung,desain), optikal (cermin dan fantasi) dan yang


(6)

terakhir citra verbal (metafora dan deskripsi).Dalam wujud grafis,citra adalah sebuah objek yang dibentuk oleh unsur-unsur visual yang konkret di dalam ruang (garis,bentuk,bidang,Warna dan tekstur).Sedangkan dalam wujud perseptual,citra merupakan unsur-unsur visual sebuah objek sebagaimana ia hadir dalam pemikiran seseorang.

Kita tidak mungkin bisa mempresentasikan citra suatu Garis Langit kota secara objektif dan seragam sebab sebuah objek dapat mempunyai dua citra,yaitu citra aktual dan citra mental yang dibentuk oleh orang yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di sub bab sebelumnya,bahwa kemampuan dalam lingkungan sekitar mempengaruhi seseorang dalam memaknai sesuatu yang ia lihat, dalam hal ini yaitu citra dari sebuah Garis Langit kota.

Garis Langit kota terdiri dari bangunan-bangunan tinggi yang dapat dihubungkan

de ga it a ode ka e a istilah ode disi i e kaita de ga istilah a sitektu et opolita da fe o e a ig ess seolah ide tik de ga kota esa , so aya, ) Dikatakan pula bah a a sitektu et opolita e iliki kecenderungan untuk menghasilkan bangunan-bangunan berukuran besar,yang melebihi skala manusia. Dalam hal ini termasuk bangunan pencakar langit.Rem Koolhaas juga menyebutkan bahwa bigness dan arsitekturnya adalah fenomena yang tidak terelakan bagi kota metropolitan,sehingga segala bentuk penyangkalan terhadapnya akan sia-sia(soraya,2003).

Gambar2.4.Garis langit kota (Skyline)sebagaiPemandanganyangBercitra.