17
BAB II PERCERAIAN DAN PORNOGRAFI
A. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Kata perceraian atau thalaq dalam bahasa Arab berasal dari قاط
– قاطي
– قاط
yang  bermakna  melepaskan  atau  menguraikan  tali  pengikat,  baik  tali  pengikat  itu bersifat  konkret  seperti  tali  pengikat  kuda  dan  unta  maupun  bersifat  abstrak  seperti
tali  pengikat  perkawinan.
1
Dalam  kamus  Arab  Indonesia  Al-Munawir,  cerai  adalah terjemahan  dari  bahasa  Arab  “thalaqa”  yang  secara  bahasa  artinya  melepaskan
ikatan.
2
Menurut  istilah,  thalaq  adalah  melepaskan  ikatan  perkawinan  atau menghilangkan ikatan pernikahan pada saat itu juga melalui thalaq ba’in atau pada
masa mendatang setelah iddah melalui thalaq raj’i dengan ucapan tertentu. Dalam kamus  istilah  agama,  thalaq  adalah  melepaskan  ikatan  dengan  kata-kata  jelas  atau
sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.
3
M azhab  Syafi’i  mendefinisikan  thalaq  sebagai  pelepasan  akad  nikah  dengan
lafal Thalaq atau semakna dengan lafa itu. Sedangkan mazhab Maliki mendefinisikan
1
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama di Jakarta, Ilmu Fiqih, Jakarta : Departemen Agama, 1985, Cet ke-2, h. 226
2
Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, Cet ke-14, h. 207
3
Salahudin Khairi Sadiq, Kamus Istilah Agama, Jakarta: CV. Sient Tarama, 1983, h. 385
thalaq sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan suami istri.
4
Pada Ensiklopedi  Islam di  Indonesia diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami istri secara sepihak dengan menggunakan kata Thalaq atau
seumpamanya.
As-Sayyid  Sabiq  dalam  kitabnya  Fiqh  Al-Sunnah  memberi  definisi  thalaq
sebagai berikut:
ح ل
ر با
ط ة
زلا ج
ا  ن علاء ا
ل  ق ة
زلا ج
ي  ة
“Thalaq ialah melepas tali perkawinan dengan mengakhhiri hubungan suami istri.”
Menurut  H.A  Fuad  Said  mendefinisikan  perceraian  adalah  putus  hubungan perkawinan antara suami dan istri.
5
Dari definisi-definisi yang telah dijabarkan, maka dapatlah  dipahami  bahwa  thalaq  adalah  menghilangkan  ikatan  perkawinan  sehingga
setelah  ikatan  perkawinan  istri  tidak  halal  lagi  bagi  suaminya,  dan  hal  ini  terjadi dalam  hal  thalaq  ba’in.  Sedangkan  dalam  arti  mengurangi  pelepasan  ikatan
perkawinan  adalah  berkurang  hak  thalaq  bagi  suami  yang  mengakibatkan berkurangnya  jumlah  thalaq  menjadi  hak  suami  dari  tiga  menjadi  dua,  dan  dua
menjadi satu menjadi hilang hak thalaq itu, yaitu terjadi dalam thalaq raj’i.
6
4
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. “Thalaq” Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar
Baru Van Hoeve, 1997, Cet Ke-4, h.53
5
H. A Fuad Said, Perceraian Dalam Hukum Islam, Jakarta : al-Husna, h. 1
6
Sri Mulyati, Relasi Suami Istri Dalam Islam, , Jakarta : PSW UIN Syarif Hidayatullah 2004, h. 16
Putus  ikatan perkawinan bisa diartikan juga salah seorang diantara keduanya meninggal  dunia,  antara  pria  dan  wanita  sudah  bercerai,  dan  salah  seorang  diantara
keduanya  pergi  ketempat  yang  jauh  kemudian  tidak  ada  beritanya  sehingga Pengadilan  menganggap  bahwa  yang  bersangkutan  sudah  meninggal.  Berdasarkan
semua  itu,  dapat  dikatakan  berarti  ikatan  suami  istri  sudah  putus  atau  bercerainya antara seorang pria dengan seorang wanita yang diikat oleh tali perkawinan.
7
Jadi  dari  beberapa  pengertian  diatas,  maka  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa thalaq  merupakan  pemutus  hubungan  suami  dan  istri  serta  hilanglah  pula  hak  dan
kewajiban  sebagai  suami  istri.  Meskipun  dalam  pengucapan  thalaq  menggunakan lafal-lafal  tertentu,  namun  penekanannya  dimaksudkan  bertujuan  yang  sama  yaitu
untuk  terpisahnya  hubungan  suami  istri,  dalam  arti  kata  putusnya  hubungan perkawinan.
Perceraian yang dilakukan secara wajar adalah perbuatan yang tidak terlarang menurut  pandangan  agama  dan  oleh  karena  itu  pula  Allah  tidak  menjadikannya
sebagai  perbuatan  yang  dibenci.  Talak  yang  dilakukan  secara  wajar  dimana perkawinan itu sudah tidak dapat lagi dipertahankan dengan baik dan meneruskannya
berarti  hanya  menghancurkan  diri  sendiri  dan  istri.  Dalam  keadaan  semacam  itu dibenarkan  untuk  bercerai,  karena  perceraian  adalah  jalan  yang  terbaik  bagi  suami
istri yang mengalami kemelut rumah tangga yang tak dapat dijelaskan.
8
7
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, h. 73
8
Al-Imam Ibnu Majah, Kitabun Nikah dan Kitabuth-Thalaq, Terjemahan M. Thalib, Solo : Ramadhani, 1994, Cetakan ke-2, h. 142