Aliran sesat sebagai penyebab perceraian : analisis putusan pengadilan agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT

(1)

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Nomor

055/Pdt.G/2009/PAJT

)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

oleh : Yaser Maulana NIM : 205044100586

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AL AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

ii

(

Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Nomor

055/Pdt.G/2009/PAJT)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

Yaser Maulana . NIM :205044100586 Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Syahrul Adam, M.A Dra. Maskufa, M.A .

NIP. 197305042000031002 NIP. 196807031994032002

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AL AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(3)

Skripsi yang berjudul ALIRAN SESAT SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 005/Pdt.G/2009/PAJT) yang disusun oleh Yaser Maulana dengan NIM : 205044100586 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 17 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada program Studi Peradilan Agama (PA)

Jakarta, 17 Desember 2010 Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,SH, MA, MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey,SH, MA (………)

NIP. 195510151979031002

Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (………)

NIP. 196404121994031004

Pemimbing I : Dr. Syahrul Adam, M.A (………)

NIP. 197305042000031002

Pemimbing II : Dra. Maskufa, M.A (………)

NIP. 196807031994032002

Penguji I : Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, LC, MA (………) NIP. 195008171989031001

Penguji II : H. A. Basyri Abd. Somad, M.Ag (………)


(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Juni 2010

Yaser Maulana Nim: 205044100586


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang paling sempurna. Di antara salah satu kesempurnaan Nya adalah Dia karuniakan manusia pikiran dan kecerdasan. Salawat dan salam kita sanjungkan kepada pemimpin revolusioner umat Islam sedunia tiada lain yakni, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan ummatnya yang selalu berpegang teguh hingga akhir zaman.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis betul-betul menyadari adanya rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis guna penyempurnaan skripsi ini.

Dengan demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih tiada terhingga terutama kepada Bapak:

1. Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bimbingan serta arahan baik secara langsung maupun tidak


(6)

v Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, M.A. dan Rosdiana, M.A. Ketua dan Sekretaris Program Studi Al Ahwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Djawahier Hejazziey, S.H., M.A., dan Drs. Ahmad Yani, M.A., Ketua dan Sekretaris Koordinator Teknis Program Non-Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat membantu dalam hal-hal teknis dan non-teknis penulisan skripsi, terima kasih dan semoga Allah membalasnya.

4. Dr. Syahrul Adam, M.A dan Dra. Maskufa M.A. sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa terima kasih dan doa semoga Allah SWT membalasnya.

5. Seluruh dosen Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teristimewa buat Ayahanda H. Asep Syaifullah. dan Ibunda tercinta Nur Huda serta kakak saya Darul Qutni dan Fitriani, serta seluruh keluarga besar tercinta. Tak lupa juga kepada Ria Susanti, dan Team DJC terima kasih atas segala doanya, kesabaran, jerih payah dan pengorbanan serta nasihat yang senantiasa


(7)

vi

kata yang pantas selain ucapan doa, sungguh jasamu tiada tara dan tak akan pernah terbalaskan.

7. Kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur beserta staf, dan para hakim yang telah bersedia untuk wawancara langsung, Penulis ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi dan bantuannya.

8. Teman-teman angkatan 2005/2006 Syariah dan Hukum Konsentrasi Peradilan Agama, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga persahabatan kita terjalin hingga rambut memutih.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Amin ya Rabba al- ‘alamin.

Jakarta : 17 Desember 2010 M 11 Muharam 1432 H


(8)

vii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

F. Studi Riview Terdahulu ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN ... 13

A. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya ... 13

B. Macam-macam Perceraian ... 18

C. Jenis dan Alasan-Alasan Perceraian ... 24

D. Akibat dan Hikmah Perceraian ... 32

BAB III : SEKILAS TENTANG ALIRAN SESAT ... 36

A. Pengertian dan Dasar Hukum Aliran Sesat ... 36

B. Macam-Macam Aliran Sesat di Indonesia ... 40

C. Kriteria Aliran Sesat Menurut MUI ... 52


(9)

viii

ALIRAN SESAT SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN ... 57

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 57

B. Kronologis Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Timur nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT ... 71

C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Dalam Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT ... 74

D. Analisis Penulis ... 79

BAB V : PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(10)

ALIRAN SESAT SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan Masalah C. Perumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Metode Penelitian F. Review Studi Terdahulu G. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN NUSYUZ A. Pengertian Perceraian, Bentuk Serta Alasan Perceraian

B. Pengertian Nusyuz

C. Penyebab dan Macam-macam Nusyus D. Akibat Nusyuz

BAB III.ALIRAN SESAT MENURUT HUKUM ISLAM DAN POSITIF A. Pengertian dan Macam-macam Aliran Sesat

B. Aliran Sesat Dilihat dari Hukum Islam C. Aliran Sesat Dilihat dari Hukum positif

BAB IV. ALIRAN SESAT SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur

B. Kronolgis Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT

C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Dalam Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT D. Analisis Penulis


(11)

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Langgeng kehidupan dalam ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang diutamakan dalam Islam. Akad nikah diadakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati curahan kaih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya sehingga mereka dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang paling suci dan kokoh, sehingga tidak ada suatu dalil yang lebih jelas menunjukan tentang kesuciannya yang begitu agung selain Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami dan istri dengan mitsaaqun ghalizun (perjanjian yang kokoh).1

Jika ikatan antara suami dan istri sedemikian itu kuatnya, tidak sepatutnya dirusak dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci oleh Islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri. Siapa saja yang merusak hubungan suami istri, Islam memandangnya telah keluar dari Islam dan tidak mempunyai tempat terhormat dalam Islam.


(13)

Apabila mitsaaqun ghalizun (perjanjian yang kokoh) dalam perkawinan itu disepelekan maka dapat terjadi kehancuran dalam rumah tangga. Dan yang menjadi tujuan dari perkawinan yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rohmah tidak akan tercapai. Maka bisa terjadi putusnya perkawinan yakni melalui jalan perceraian.

Dalam hukum Islam, perceraian dikenal dengan kata thalaq. Talak diambil dari kata ithlaq, yang artinya melepaskan atau meninggalkan.2 Dalam istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan perkawinan. Jadi talak dapat didefinisikan ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah hak talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak raj’i.

Dasar hukum talak dapat dilihat dari Al-Qur’an dan Hadis. Banyak ayat-ayat dalam Al-qur’an yang menunjukan dasar hukum perceraian. Diantaranya dalam Firman Allah SWT dalam surat At-Talaq ayat 1;

2 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat II, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 9.


(14)

$

p

κ

š

r

'

t

ƒ

÷

É

<

¨

Ζ9

$

#

#

s

Œ

Î

)

Þ

Ο

ç

F

ø

)

=

s

Û

u

!

$

|

¡

Ïi

Ψ9

$

#

£

è

δθ

à

)

Ïk

=

s

Ü

s

ù

Í

κ

Ì

E

£

Ï

è

Ï

9

(

#

θ

Ý

Á

ô

m

r

&

u

ρ

n

ο

£

Ï

è

ø

9

$

#

(

(

#

θ

à

)

¨

?

$

#

u

ρ

©

!

$

#

ö

Ν

à

6

/

u

(

Ÿ

ω

è

δθ

ã

_

Ì



ø

ƒ

é

B

.

Ï

Β

£

Î

γ

Ï

?

θ

ã

ç

/

Ÿ

ω

u

ρ

š

ô

_

ã



ø

ƒ

s

H

ω

Î

)

β

r

&

t



Ï

?

ù

'

t

ƒ

7

π

t

±

Å

s

x

Î

/

7

π

u

Ζ

Éi



t

7

Β

4

y

7

ù

=

Ï

?

u

ρ

ß

Š

ρ

ß

ã

n

«

!

$

#

4

t

Β

u

ρ

£

y

è

t

G

t

ƒ

y

Š

ρ

ß

ã

n

«

!

$

#

ô

s

)

s

ù

z

Ν

n

=

s

ß

ç

!

|

¡

ø

t

Ρ

4

Ÿ

ω

Í

ô

s

?

¨

y

è

s

9

©

!

$

#

ß

^

Ï

ø

t

ä

y

÷

è

t

/

y

7

Ï

9≡

s

Œ

#

\



ø

Β

r

&

∩⊇∪

Artinya”Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (di ijinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatn keji yang terang. Itulah hukum-hukum allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim tehadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru”

Dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia mengenai masalah perceraian diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Pasal 38-41. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam menjelaskan lebih terperinci mengenai perceraian yaitu dalam Pasal 130-162.

Di Negara Indonesia perceraian yang sah adalah perceraian di depan pengadilan. Putusnya perkawinan mungkin atas inisiatif suami, mungkin pula atas inisiatif istri.

Menurut fikih hanya suami yang berhak menceraikan istrinya, yaitu dengan talak dan cukup secara lisan tanpa melalui penguasa. Istri dapat mohon cerai melalui pengadilan dengan jalan khulu’ dengan mengembalikan mahar


(15)

(‘iwadh). Undang-Undang kini mengatur soal perceraian tidak demikian sederhana lagi.

Semula karena tadinya suami mempunyai hak untuk menalak isterinya, seolah-olah tindakan sepihak, sehingga mengakibatkan talak yang semena-mena. Maka bentuk acaranya ialah dengan mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Agama. Tetapi dalam pelaksanaannya kemudian meskipun bernama permohonan (bersifat voluntair/sepihak) menurut instruksi pihak termohon instruksi (isteri) harus di dengar, bahkan berhak mohon banding bila keputusan tidak menyenangkan baginya.

Perkawinan dapat putus apabila:3

1. Ada permohonan cerai (talak) dari suami dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, pengadilan menetapkan hari untuk sidang ikrar talak (mengukuhkan talak yang pernah diucapkan dulu).

2. Ada gugatan cerai dari istri dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka perceraian terhitung mulai dari tanggal putusan yang telah mempunyai hukum tetap itu

3. Kematian terhitung sejak kematian.

Dalam hal perceraian atas permohonan talak, suami dapat mengajukan permohonan talak ke Pengadilan Agama dengan mengajukan alasan-alasan sesuai Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Dari pasal 116 Kompilasi Hukum Islam

3

Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Pengadilan Agama Dan Bidangnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 29.


(16)

tersebut penulis menemukan hal baru yang menyebabkan suami mengajukan permohonan talak ke Pengadilan Agama yaitu istri mengikuti aliran sesat. Hal inilah yang menyebabkan suami mengajukan permohonan talak. Sudah jelas dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tidak dijelaskan istri mengikuti aliran sesat dapat dijadikan alasan perceraian.

Salah satu alasan dalam kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah disebabkan karena istri mengikuti aliran sesat. Problem inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, dan mengambil contoh kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur yakni putusan nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT.

Bertitik tolak dari itulah maka penulis menyusun skripsi yang berjudul : “ALIRAN SESAT SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN”. Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan menyumbangkan sedikit keterangan mengenai perceraian yang disebabkan istri mengikuti aliran sesat.

B. Pembatasan Masalah

Berhubung karena judul skripsi ini, sangat luas dan agar pembahasannya terarah, maka penulis batasi masalahnya sekitar pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap alas an perceraian dan aliran sesat serta pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT tentang perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur.


(17)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan teori yang ada, istri mengikuti aliran sesat tidak dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Akan tetapi dalam prakteknya dilapangan, istri mengikuti aliran sesat dijadikan alasan perceraian yaitu pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT. Dari uraian-uraian diatas maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang ada adalah : 1. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap alasan

perceraian?

2. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap aliran sesat?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang alasan perceraian.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang aliran sesat.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT tentang perceraian.


(18)

Sedangkan kegunaan skripsi ini di harapkan agar secara teoritis dapat memberikan wawasan penulis agar lebih memahami tentang Aliran Sesat Sebagai Penyebab Perceraian. Dan secara praktis untuk dapat dijadikan gambaran dan bahan pelajaran bagi pihak yang memerlukan, juga sebagai bahan refrensi atau tambahan informasi bagi mereka yang ingin mempelajari lebih dalam lagi mengenai Aliran Sesat Sebagai Penyebab Perceraian.

E. Metode Penelitian

Metode yang penulis tempuh dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah :

1. Jenis penelitian a. Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri.4

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ini yaitu: pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan skripsi ini yang dianalisa data-datanya. Dengan cara ini

4 Arief Furchan, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif : Suatu Pendekatan Fenomologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.


(19)

penulis mengunjungi beberapa perpustakaan yang dapat dijangkau oleh penulis diwilayah DKI Jakarta.

2. Jenis Data

a. Data Primer yaitu data yang berupa putusan Hakim Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT.

b. Data Sekunder yaitu data yang didapat dari buku hukum, dan buku-buku lain yang berhubungan dengan tema penelitian ini.

3. Teknis Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Observasi dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

2. Interview atau wawancara dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam menumpulkan data primer dilapangan.5 Yaitu penulis mengadakan dialog langsung dengan responden dalam hal ini adalah Hakim, Panitera ataupun pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 3. Dokumentasi

Dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh penulis dalam menyusun skripsi didapatkan dari buku-buku, putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur dan dari akses Internet.

5

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Peraktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2006) cet. Ke 2, h.57


(20)

4. Objek Penelitian

Objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah istri nusyuz karena mengikuti aliran sesat sebagai alasan perceraian, hal ini yang terjadi Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan putusan nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT.

5. Teknis Pengolahan Data

Dengan mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, buku, dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, kemudian data yang sudah ada, penulis pilih sesuai dengan pokok bahasan.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis putusan hakim dalam perkara Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan metode content analisis, yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.6 Dalam menganalisi deskriptif yaitu data suatu metode analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yan diperoleh atau dari hasil penelitian. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan

6

http://andreyuris.wordpress.com/2009/09/02/analisis-isi-content-analysis/diakses


(21)

yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.7

Adapun teknik penulisan skrisi ini menggunakan buku “pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” tahun 2007.

F. Studi Review Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis mengambilnya untuk menjadikan sebuah perbandingan aliran sesat sebagai dampak dari perceraian, Yaitu:

1. Hari Pratama/Gugat Cerai Karena Suami Pengikut Aliran Sesat (Studi

Analisa Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor

158/Pdt.G/PAJS)/2009. Dalam Skripsi ini menjelaskan mengenai cerai gugat

yang diakibatkan oleh suami yang menjadi pengikut aliran sesat. Perbedan dengan skripsi yang penulis tulis adalah pada putusan pengadilan agama yang penulis ambil adalah putusan pengadilan Agama Jakarta Timur sedangkan skripsi dari Hari Pratama mengambil putusan dari pengadilan Agama Jakarta Selatan. Serta mengenai bentuk peceraiaannya, dalam skripsi Hari Pratama bentuk perceraiannya adalah cerai gugat,sedangkan dalam skripsi yang penulis tulis adalah cerai talak.

7

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R dan D, (Bandung, Alfabeta, 2007, cet ke-III, h.244)


(22)

2. Eri Setiawan/Perbandingan Mazhab Hukum/2009/ Analisis Terhadap Dua Putusan Pengadilan Negeri Mengenai Aliran-Aliran Sesat(Studi Kasus

Putusan Terhadap Ahmad Musadek Dan Lia Eden)”. Membahas mengenai

Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan aliran Jamaah Salamullah dalam pandangan hukum islam dan hukum positif tentang aliran sesat dan menganalisa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tindak pidana penodaan Agama. Perbedaan dengan skripsi yang penulis ambil adalah pada objek penelitian yang penulis bahas mengenai putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada perkara perceraian yang di sebabkan istri mengikuti aliran sesat sedangkan skripsi yang ditulis oleh Eri Setiawan membahas mengenai putusan Pengadilan Negeri atas tindak pidana Penodaan Agama.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini penulis bagi atas empat bab Dimana tiap-tiap bab dibagi lagi kedalam sub bab sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Isi bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, review study terdahulu, dan sistematika penulisan.


(23)

Bab II Tinjauan Umum Tentang Perceraian

Isi bab ini merupakan kerangka dasar teori yakni pembahasan tentang perceraian dan seputar aliran sesat. Diantaranya mengenai pengertian perceraian, macam-macam perceraian, jenis dan alasan perceraian, akibat dan hikmah perceraian.

Bab III Seputar Tentang Aliran Sesat

Isi bab ini adalah mengenai aliran sesat yang dilihat menurut hukum Islam dan positif. Diantaranya mengenai pengertian dan macam-macam aliran sesat, kriteria aliran sesat menurut MUI dan aliran sesat dilihat dari hukum positif.

Bab IV Putusan Hakim Peradilan Agama Tentang Aliran Sesat Sebagai Penyebab Perceraian

Isi bab ini adalah mengenai putusan hakim Peradilan Agama tentang aliran sesat sebagai penyebab perceraian. Yang mencakup gambaran umum Peradilan Agama Jakarta Timur, kronologis kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT, pertimbangan dan putusan hakim dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT, analisa penulis. Bab IV Penutup

Isi bab terakhir ini adalah kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.


(24)

13

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Perceraian.

Secara harfiyah talaq itu berarti lepas atau bebas.1 Talak terambil dari kata ithlaq yang menurut bahasa melepaskan atau meniggalkan,2dihubungkannya kata talaq dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah bebas.

Menurut istilah syara’, talak yaitu:

ﱡﻞﺣ

ﺭ

ﹺﺑ

ﹶﺍ ﺔﹶﻗ ﹶﻼﻌﹾﻟﺍ ُﺀ ﺎﻬﻧﺍﻭ ﹺﺝﺍﻭ ﺰﻟﺍ ﺔﹶﻄ

ﱠﹺﺟﻭ ﺰﻟ

ﻴﺔ

3

Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.

Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.4 Definisi yang agak panjang dapat dilihat didalam kitab Kifayat

al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan

perkawinan dan talak adalah lafadz jahiliyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah.5 Definisi talak Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikan talak sebagai pelepasan

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 198.

2

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 191. 3 al Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Juz II,(Beirut : Dar Al-Fiqr, 1983), h 278. 4 al Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, h. 278


(25)

ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan di masa yang akan datang. Yang dimaksud secara langsung adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan suami. Sedangkan yang dimaksud di masa yang akan datang adalah berlakunya hukum talak tersebut tertunda oleh sesuatu hal.6

Prof. Subekti SH, mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.7 Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia talak diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami terhadap istri secara`sepihak dengan menggunakan lafal talak atau seumpamanya.8

KHI mendefinisikan talak sebagai ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya prkawinan dengan cara sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.9

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 39 ayat 1).10 Hal ini sejalan dengan Kompilasi Hukum

6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Talak Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru An Hoeve, 1994), cet. Ke-3, jilid 5, h. 53.

7 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 1995), cet. ke- 27, h. 42.

8 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Sarana PT IAIN, 1987), cet. ke- 3, h. 940.

9

Lihat KHI pasal 117.

10 R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (PT Pradnya Paramita, Jakarta,2006) cet ke-37.


(26)

Islam pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.11

Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian adalah menghilangkan atau melepas ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi dari pengertian di atas ada perbedaan bahwa para ulama mendefinisikan perceraian bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika kita melihat di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian dapat dilangsungkan hanya didepan sidang Pengadilan Agama.

Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan ia melakukan perceraian di luar pengadilan agama maka perceriannya itu tidak sah demi hukum atau batal demi hukum.

Dasar hukum perceraian itu dapat kita lihat dari beberapa ayat al-Qur'an atau Hadis, seperti:

1. Al-Baqarah Ayat 232

#

s

Œ

Î

)

u

ρ

ã

Λ

ä

ø

)

=

s

Û

u

!

$

|

¡

Ïi

Ψ9

$

#

z

ø

ó

n

=

t

6

s

ù

£

ß

γ

n

=

y

_

r

&

Ÿ

ξ

s

ù

£

è

δθ

è

=

à

Ò

÷

è

s

?

β

r

&

z

ó

s

Å

t

ƒ

£

ß

γ

y

_≡

u

ρ

ø

r

&

∩⊄⊂⊄∪

…….

)

ﺓﺮﻘﻟﺃ

:

٢٣٢

(


(27)

Artinya : “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka

kawin lagi dengan bakal suaminya”.(Q.S. Al-Baqarah Ayat 232)

2. Hadits Nabi Muhammad SِAW:

ﺍ ﻦﺑ ﷲﺍ ﺪﻴﺒﻋ ﻦﻋ ﺪﻟﺎﺧ ﻦﺑ ﺪﻤﳏ ﺎﻨﺛﺪﺣ ﻰﺼﻤﳊﺍ ﺪﻴﺒﻋ ﻦﺑ ﲑﺜﻛ ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﺪﻴﻟﻮﻟ

ﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲﺍﺪﺒﻋ ﻦﻋ ﺭﺎﺛﺩ ﻦﺑ ﺏﺭﺎﳏ ﻦﻋ ﰲﺎﺻﺰﻟﺍ

:

ﻝﺎﻗ

ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭ

:

ﻕﻼﻄﻟﺍ ﷲﺍ ﱃﺍ ﻝﻼﳊﺍ ﺾﻐﺑ ﺃ

)

ﻦﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ

ﻪﺟﺎﻣ

(

12 Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Uba’id al- Himsi,

telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalid dari Ubaidillah bin Walid al-Dzashofi dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar RA.: telah berkata Rasulullah Saw. : Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak atau

perceraian” (HR.Ibnu Majah)

Mengenai perceraian ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa : “perkawinan dapat putus karena: a. Kematian; b. perceraian; c. atas keputusan pengadilan”. Hal ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.

Dalam perundang-undangan Indonesia membedakan antara perceraian atas kehendak suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian

12 Abi Abdullah bin Yazin Al-Qazwainiy, Sunan Ibnu Majah (Beirut; Lebanon: Dar Al- Fikr, 1994), h. 633


(28)

sehingga proses penyelesaiannya pun berbeda.13 Maksud dari hal ini perceraian dapat terjadi akibat talak yang dilakukan oleh suami kepada istri seperti halnya talak yang dijelaskan oleh hukum Islam, dan perceraian dapat terjadi akibat gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri terhadap suami. Namun hal ini harus dilakukan didepan pengadilan seperti dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.

B. Macam-macam Perceraian

Dilihat dari kemaslahatan atau kemudaharatannya, hukum perceraian adalah sebagai berikut :14

1. Wajib

Apabila terjadi perselisihan antar suami isteri lalu tidak ada jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakam yang mengurus perkara keduanya. Jika kedua orang hakam tersebut memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka saat itulah talak menjadi wajib.

13

Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cet. ke-4, h. 206.

14

Syaikh Hasan Ayub. Fikih Keluarga, penerjemah M.Abd.Ghofur, E.M (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), cet. Ke-5, hal 208


(29)

2. Makruh

Talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagian ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh ini terdapat dua pendapat, yaitu :

Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan. Karena dapat

menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi isterinya, serta tidak mendatangkan manfaat apapun. Talak ini haram sama seperti tindakan merusak atau menghamburkan harta kekayaan tanpa guna.

Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. Bahwa talak

adalah suatu perbuatan yang halal akan tetapi di benci Allah.

Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan dan sebab yang membolehkan, dan karena talak semacam itu dapat membatalkan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang memang disunnahkan sehingga talak itu menjadi makruh hukumnya.

3. Mubah

Talak yang dilakukan karena ada kebutuhan, misalnya karena buruknya akhlak isteri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan. 4. Sunnah

Talak yang dilakukan pada saat isteri mengabaikan hak-hak Allah Ta’ala yang telah diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan kewajiban lainnya. Sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi


(30)

memaksanya. Atau isterinya sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.

5. Mazhur (Terlarang)

Talak yang dilakukan ketika isteri sedang haid, para ulama Mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini disebut juga dengan talak bid’ah. Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan itu menyalahi sunnah Rasull dan mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, sesuaikan firman Allah, yaitu :

$

p

κ

š

r

'

t

ƒ

÷

É

<

¨

Ζ9

$

#

#

s

Œ

Î

)

Þ

Ο

ç

F

ø

)

=

s

Û

u

!

$

|

¡

Ïi

Ψ9

$

#

£

è

δθ

à

)

Ïk

=

s

Ü

s

ù

€

Í

κ

Ì

E

£

Ï

è

Ï

9

(

Ý

Á

ô

m

r

&

u

ρ

n

ο

£

Ï

è

ø

9

$

#

∩⊇∪

Artinya : “Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat

(menghadapi) iddahnya (yang wajar)”.(Q.S. At Thalaaq Ayat 1)

Sedangkan dilihat dari dibolehkannya sang suami untuk kembali kepada isterinya,adalah:15

1. Talak raj’iy, talak yang sang suami diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru, selama isterinya itu masih dalam masa iddah. Talak raj’iy itu adalah talak satu atau talak dua tanpa didahului tebusan dari pihak isteri. Boleh ruju’ dalam talak satu atau dua itu dapat dilihat dalam firman Allah SWT, yaitu :

15

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan UU Perkawinan, hal 220


(31)

ß

,≈

n

=

©

Ü9

$

#

È

β$

s

?

§

÷

s

(

8

8$

|

¡

ø

Β

Î

*

s

ù

>

∃ρ

á



÷

è

o

ÿ

Ï

3

÷

ρ

r

&

7

Î

Ž

ô

£

s

?

9

≈

|

¡

ô

m

Î

*

Î

/

∩⊄⊄∪

Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang

baik. “ ( Q.S.Al-Baqarah : 229)

2. Talak bain, talak yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru, talak bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan.

Talak bain ini terbagi kepada dua macam :

a. Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan akad baru. Yang termasuk bain sughra ini adalah :

Pertama : talak yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh suami. Talak

dalam bentuk ini tidak memerlukan iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju’, sebab ruju’ hanya dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sesuai firman Allah, yaitu :

$

p

κ

š

r

'

t

ƒ

t



Ï ©

$

#

(

#

þ

θ

ã

Ζ

t

Β#

u

#

s

Œ

Î

)

Þ

Ο

ç

F

ó

s

s

3

t

Ρ

Ï

M≈

o

Ψ

Ï

Β

÷

σ

ß

ϑ

ø

9

$

#

¢

Ο

è

O

£

è

δθ

ß

ϑ

ç

G

ø

)

=

s

Û

Ï

Β

È

ö

6

s

%

β

r

&

€

è

δθ



¡

y

ϑ

s

?

$

y

ϑ

s

ù

ö

Ν

ä

3

s

9

£

Î

γ

ø

Š

n

=

t

æ

ô

Ï

Β

;

ο

£

Ï

ã

$

p

κ

t

Ξρ

t

F

÷

è

s

?

(

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu


(32)

Kedua. Talak yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak isteri atau disebut khulu’, hal ini dipahami dari isyarat dalam firman Allah, yaitu :

÷

β

Î

*

s

ù

÷

Λ

ä

ø

&

Å

z

ā

ω

r

&

$

u

Κ‹

É

)

ã

ƒ

y

Šρ

ß

ã

n

«

!

$

#

Ÿ

ξ

s

ù

y

y$

o

Ψ

ã

_

$

y

ϑ

Í

κ

ö

Ž

n

=

t

ã

$

u

Κ‹

Ï

ù

ô

N

y

t

G

ø

ù

$

#

Ï

5

Î

/

3

y

7

ù

=

Ï

?

ß

Šρ

ß

ã

n

«

!

$

#

Ÿ

ξ

s

ù

$

y

δρ

ß

t

G

÷

è

s

?

4

t

Β

u

ρ

£

y

è

t

G

t

ƒ

y

Šρ

ß

ã

n

«

!

$

#

y

7

Í

×

s

9

'

ρ

é

'

s

ù

ã

Ν

è

δ

t

βθ

ã

Κ

Î

=≈

©

à9

$

#

∩⊄⊄∪

Artinya : “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar

hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

( Q.S. Al-Baqarah : 229)

Ketiga. Perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut

fasakh.

b. Bain Kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’, kepada mantan isterinya, dia hanya boleh kembali kepada isterinya apabila isterinya telah kawin lagi dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis masa iddahnya. Hal ini tersirat di dalamfirman Allah SWT yaitu :

β

Î

*

s

ù

$

y

γ

s

)

=

s

Û

Ÿ

ξ

s

ù

Ï

t

r

B

ã

s

.

Ï

Β

ß

÷

è

t

/

4

®

L

y

m

y

x

Å

s

?

%

¹

`

÷

ρ

y

ç

ν

u

Ž

ö



x

î

3

β

Î

*

s

ù

$

y

γ

s

)

=

s

Û

Ÿ

ξ

s

ù

y

y$

u

Ζ

ã

_

!

$

y

ϑ

Í

κ

ö

Ž

n

=

t

æ

β

r

&

!

$

y

è

y

_#

u

Ž

t

I

t

ƒ


(33)

Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya

(bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali “ ( Q.S.

Al-Baqarah : 230 )

Sedangkan dilihat dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:16

1. Talak Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.

Imam Syafi’I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiganya disebut dalam Al-qur’an dan hadits.

Al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata tersebut, karena syara’ telah mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara’. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti suami berkata kepada isterinya :

a. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga. b. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga. c. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepas sekarang juga.


(34)

Apabila suami menjatuhkan talak terhadap isterinya dengan talak yang sharih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauan sendiri. 2. Talak Kinayah, yaitu talak denagn mempergunakan kata-kata sindiran atau

samar-samar seperti suami berkata kepada isterinya : a. Engkau sekarang telah jauh dari diriku.

b. Selesaikan sendiri segala urusanmu. c. Janganlah engkau mendekati aku lagi.

d. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga. e. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga. f. Susullah keluargamu sekarang juga.

g. Pulanglah ke rumah orang tuamu juga sekarang.

h. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu. i. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang. j. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.

Talak dengan kata-kata tersebut di atas bisa menjadi jatuh talak, apabila sang suami mengatakan hal tersebut dengan niat memang menceraikan isterinya, niatlah yang menjadi indikator menurut Taqiyudin Al-Husaini.17 Jika sebaliknya tanpa adanya niat maka tidak akan jatuk talak tersebut.

17 Dikutip dari buku Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 196.


(35)

C. Jenis dan Alasan-Alasan Perceraian 1. Jenis Perceraian

a. Cerai Talak

Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 129, 130 dan 131.

b. Cerai Gugat

Dalam sebuah perkawinan, keputusan untuk bercerai tidak hanya tergantung pada seorang suami, isteri juga bisa mengajukan gugatan perceraian apabila sudah tidak merasa cocok lagi dan tidak tahan oleh tingkah laku suaminya.

Dalam Islam, gugat cerai biasa disebut khulu’. Khulu’ berasal dari lafadz kha-la-‘a yang secara bahasa berarti menanggalkan atau membuka pakaian. Pengertian ini dihubungkan dengan perkawinan karena Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187, Allah SWT berfirman:

£

è

δ

Ó

¨$

t

6

Ï

9

ö

Ν

ä

3

©

9

ö

Ν

ç

r

&

u

ρ

Ó

¨$

t

6

Ï

9

£

ß

γ

©

9

3

….

∩⊇∇∠∪

)

ة أ

:

١٨٧

(

Artinya: “Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian

bagi mereka”. (QS. Al-Baqarah: 187)

Secara istilah, kata Khulu’ diartikan talak yang berlaku dengan keinginan isteri dan kesunguhannya untuk bercerai, maksudnya adalah


(36)

isteri menebus dirinya agar dibebaskan dari ikatan perkawinan dengan cara mengembalikan mas kawin yang telah mereka sepakati sebelumnya.18

Definisi lain dari khulu’ secara bahasa berarti tebusan dan menurut istilah adalah talak yang diucapkan oleh isteri dengan mengembalikan mahar yang penah dibayarkan suami.19

Sebagian Ulama mendefinisikan khulu’ secara harfiah adalah “lepas” atau “copot” tetapi secara istilah khulu’ diartikan “perceraian dengan tebusan (dari pihak isteri kepada pihak suami) dengan menggunakan lafadz talak atau khulu”.20

2. Alasan perceraian

Alasan perceraian adalah suatu kondisi dimana suami atau isteri mempergunakanya sebagai alasan untuk mengakhiri atau memutuskan tali perkawinan mereka.

Di dalam menjalankan kehidupan perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan rohmah. Namun terkadang dalam perjalanannya sebuah perkawinan ada yang tidak mencapai tujuan tersebut, maka terjadi putusnya perkawinan yakni melalui jalan perceraian. Dalam sebuah perceraian harus ada alasan kuat yang melatar belakangi terjadinya perceraian ini. Setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi

18

Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dan Ali Asy-Syarbaji, kitab fiqh madzhab syafie, jilid ke 4, (Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN BHD, 2005).

19

Syaikh Hasan Ayub, fikih keluarga,hal. 305.

20 Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh,(Jakarta: Kencana Prenada Media,2003) edisi ke-1. hlm. 131.


(37)

dalam kehidupan rumah tangga, yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutus atau terputusnya perkawinan yaitu;21

a. Terjadinya nusyuz dari pihak istri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan, dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Berkenaan dengan hal ini Al-Qur’an memberi tuntunan bagaimana mengatasi nusyuz istri agar tidak terjadi perceraian. Adapun petunjuk mengenai langkah-langkah menghadapi istri melakukan nusyuz, surat an-Nisa’ ayat 34:

ã

Α%

y

`

Ìh

9

$

#

š

χθ

ã

Β≡

§

θ

s

%

n

?

t

ã

Ï

!

$

|

¡

Ïi

Ψ9

$

#

$

y

ϑ

Î

/

Ÿ

ā

Ò

s

ù

ª

!

$

#

ó

Ο

ß

γ

Ÿ

Ò

÷

è

t

/

4

n

?

t

ã

<

Ù

÷

è

t

/

!

$

y

ϑ

Î

/

u

ρ

(

à

)

x

r

&

ô

Ï

Β

ö

Ν

Î

γ

Ï

9≡

u

θ

ø

Β

r

&

4

à

M≈

y

s

Î

=≈

¢

Á9

$

$

s

ù

ì

M≈

t

G

Ï

Ζ≈

s

%

×

M≈

s

à

Ï

&≈

y

m

É

=

ø

t

ó

ù

=

Ïj

9

$

y

ϑ

Î

/

x

á

Ï

&

y

m

ª

!

$

#

4

É

L≈

©

9

$

#

u

ρ

t

βθ

è

ù$

s

ƒ

r

B

€

è

δ

y

—θ

à

±

è

Σ

€

è

δθ

Ý

à

Ï

è

s

ù

£

è

δρ

ã



à

f

÷

δ

$

#

u

ρ

Î

û

Æ

ì

Å

_$

Ÿ

Ò

y

ϑ

ø

9

$

#

£

è

δθ

ç

/

Î

Ž

ô

Ñ

$

#

u

ρ

(

÷

β

Î

*

ù

s

ö

Ν

à

6

u

Ζ

÷

è

s

Û

r

&

Ÿ

ξ

s

ù

(

ä

ó

ö

7

s

?

£

Í

κ

ö

Ž

n

=

t

ã

¸

ξ‹

Î

6

y

3

¨

β

Î

)

©

!

$

#

š

χ%

x

.

$

w

Š

Î

=

t

ã

#

Z

Ž

Î

6

Ÿ

2

∩⊂⊆∪

)

ء

ا

:

٣٤

(

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah

21

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), cet.


(38)

telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkan diri mereka dari tempat tidur mereka ,dan pukulah mereka. kemudian jika mereka menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi

Maha Besar” (Q.S. an-Nisa’ : 34).

Petunjuk tersebut apabila dirinci, dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Isteri diberi nasihat tentang berbagai kemungkinan negatif dan positifnya (al-Tarhib wa al-Targib), dari tindakannya itu, terlebih apabila sampai terjadi perceraian, dan yang terutama agar kembali lagi berbaikan dengan suaminya.

2) Apabila usaha pertama berupa pemberian nasihat tidak berhasil, langkah kedua adalah memisahkan istri dari tempat tidur suami, meski masih dalam satu rumah.

3) Apabila langkah kedua tersebut tidak juga dapat mengubah pendirian istri untuk nusyuz, maka langkah ketiganya adalah memberi pelajaran, atau dalam bahasa Al-Qur’an memukulnya. Para mufasir menafsirkan dengan memukul yang tidak melukai atau yang lebih tepat mendidiknya.

b. Terjadinya nusyuz dari pihak suami

Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat juga nusyuz yang datang dari suami. Selama ini sering disalahpahami bahwa nusyuz hanya datang dari pihak istri.


(39)

Dalam surat an-Nisa’ ayat 128 dinyatakan:

È

β

Î

)

u

ρ

î

ο

r

&

z

÷

ö

$

#

ô

M

s

ù%

s

{

.

Ï

Β

$

y

γ

Î

=

÷

è

t

/

#

—

—θ

à

±

ç

Ρ

÷

ρ

r

&

$

Z

Ê#

{



ô

ã

Î

)

Ÿ

ξ

s

ù

y

y$

o

Ψ

ã

_

!

$

y

ϑ

Í

κ

ö

Ž

n

=

t

æ

β

r

&

$

y

s

Î

=

ó

Á

ã

ƒ

$

y

ϑ

æ

η

u

Ζ

÷



t

/

$

[

s

ù

=

ß

¹

4

ß

x

ù

=

÷

Á9

$

#

u

ρ

×

Ž

ö



y

z

3

Ï

N

u

Ž

Å

Ø

ô

m

é

&

u

ρ

Ú

à

F

{

$

#

£

x

±9

$

#

4

β

Î

)

u

ρ

(

ã

Ζ

Å

¡

ó

s

è

?

(

à

)

G

s

?

u

ρ

€

χ

Î

*

s

ù

©

!

$

#

š

χ%

x

.

$

y

ϑ

Î

/

š

χθ

è

=

y

ϑ

÷

è

s

?

#

Z

Ž

Î

6

y

z

∩⊇⊄∇∪

)

ء

ا

:

١٢٨

(

Artinya: “Dan jika seseorang khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya dan perdamaian itu itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan” (Q.S. an-Nisa’ : 128).

Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya terdapat keterangan bahwa jalan yang ditempuh apabila suami nusyuz seperti acuh tak acuh, tidak menggauli dan tidak memenuhi kewajibannya, maka upaya perdamaian bisa dilakukan dengan cara istri merelakan haknya dikurangi untuk sementara agar suaminya bersedia kembali kepada istrinya dengan baik. c. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami dan istri

Jika dua kemungkinan diatas menggambarkan salah satu pihak nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal, maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua-duanya terlibat dalam

syiqaq (percekcokan), misalnya disebabkan kesulitan ekonomi, sehingga


(40)

÷

β

Î

)

u

ρ

ó

Ο

ç

F

ø

&

Å

z

s

−$

s

)

Ï

©

$

u

Κ

Í

κ

È

]

÷



t

/

(

è

W

y

è

ö

/

$

$

s

ù

$

V

ϑ

s

3

y

m

ô

Ïi

Β

Ï Î ÷

δ

r

&

$

V

ϑ

s

3

y

m

u

ρ

ô

Ïi

Β

!

$

y

γ

Î

=

÷

δ

r

&

β

Î

)

!

#

y

‰ƒ

Ì



ã

ƒ

$

[

s≈

n

=

ô

¹

Î

)

È

,

Ïj

ù

u

θ

ã

ƒ

ª

!

$

#

!

$

y

ϑ

å

κ

s

]

ø

Š

t

/

3

¨

β

Î

)

©

!

$

#

t

β%

x

.

$

¸

ϑŠ

Î

=

t

ã

#

Z

Ž

Î

7

y

z

∩⊂∈∪

)

ء

ا

:

٣٥

(

Artinya: “Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscayaAllah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. an-Nisa’ : 35).

Penunjukan hakam dari kedua belah pihak ini diharapkan dapat mengadakan perdamaian dan perbaikan untuk menyelesaikan persengketaan antara kedua belah pihak suami dan istri. Apabila karena sesuatu hal hakam yang ditunjuk tidak dapat melaksanakan tugasnya, dicoba lagi dengan menunjuk hakam lainnya.

d. Terjadinya salah satu pihak melakukan perbuatan zina.

Hal ini juga disebut dengan fakhisyah, hal ini menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduanya. Cara penyelesaiannya adalah membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an. Li’an sesungguhnya telah memasuki “gerbang putusnya perkawinan, dan bahkan untuk selama-lamanya karena akibat li’an adalah terjadinya talak ba’in kubra”.


(41)

Dalam hukum Islam perceraian dapat disebabkan oleh alasan-alasan sebagai berikut:22

1) Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih sayang yang merupakan tujuan dan hikmah dari perkawinan.

2) Karena salah satu pihak berpindah agama (murtad).

3) Salah satu pihak melakukan perbuatan keji yang dilarang agama. 4) Istri meminta cerai kepada suami dengan alasan suami tidak

berapologi dengan alasan yang dicari-cari dan menyusahkan istri. 5) Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak istri.

6) Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu akad pernikahan (taklik talak).

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, alasan-alasan perceraian itu adalah:23

a. Suami tidak dapat memberi nafkah. b. Suami berbuat aniaya terhadap istri. c. Suami ghaib (berjauhan).

d. Suami di hukum penjara.

22

Muhammad Hamidy, Perkawinan Dan Permasalahannya, (Surabaya : Bina Ilmu, 1980), h. 89.

23 al Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah Jilid 3 , penerjemah Nor Hasanudin, LC, MA, DKK (Jakarta : Pena pundi aksara, 2007), cet ke-2, hal 181-187


(42)

Di dalam muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menerangkan dan menjelaskan bahwa alasan-alasan perceraian sebagai berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain luar kemampuanya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan hal yang sama tentang alasan-alasan perceraian akan tetapi di dalam kompilasi hukum Islam ada tambahan dua point dalam penyempurnaannya yaitu:


(43)

b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

D. Akibat dan Hikmah Perceraian

1. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai dan perceraian yang diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada pasal-pasal berikut ini, yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 41

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya.

2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlakukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 149


(44)

1) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al-Dukhul.

2) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

3) Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila Qobla al-Dukhul.

4) Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Pasal 150

Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah.

Pasal 151

Bekas isteri selama dalam masa iddah wajib menjaga dirinya tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.

Pasal 152

Bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz.

Pasal 156

a. anak yang belum Mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh:

1) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu; 2) Ayah;

3) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah; 4) Saudara perempuan dari anak yang besangkutan;

5) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

b. Anak yang sudah Mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.


(45)

c. Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang ternyata bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun).

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), dan (d).

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

2. Hikmah Perceraian

Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukannya.

Suatu kejadian pastilah terdapat hikmah yang akan didapatkan, begitu juga pada permasalahan perceraian akan ada hikmah yang akan kita dapatkan baik bagi sang suami atau sang isteri. Talak pada dasarnya sesuatu yang halal tetapi hal yang paling dibenci oleh Allah SWT, hikmah dibolehkannya talak itu adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga itu. Dalam keadaan begini kalau dilanjutkan akan menimbulkan mudharat


(46)

bagi kedua belah pihak baik itu sang suami atau isteri bahkan kepada sang anak itu sendiri.24

Allah SWT Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya, kecuali untuk kepentingan suami, istri atau keduanya, atau untuk kepentingan keturunannya. Selain hal itu, hikmah adanya perceraian akan menambahkan kita pada pembelajaran hidup bahwasanya dalam hidup terdapat dinamika yang harus kita jalani, baik itu bersifat senang ataupun sedih. Karena semua ini sudah ada ketentuannya yang telah lama ditentukan oleh Allah SWT sehingga diharapkan semua peristiwa yang kita alami dapat kita ambil hikmah atau sebagai pembelajaran untuk kehidupan kita kedepan agar lebih baik dan bisa lebih mendekatkan diri dengan sang pencipta yaitu Allah SWT.

24 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh dan Munakahat dan UU perkawinan,), hal. 109-200.


(47)

36

SEPUTAR ALIRAN SESAT

A. Pengertian dan Dasar Hukum Aliran Sesat

Paham dan aliran, adalah dua kata yang sering diucapkan seseorang dengan maksud yang sama, seakan tidak ada bedanya. Karena memang keduanya mengandung arti adanya suatu pemikiran yang dianut oleh sebagian orang dalam sebuah komunitas atau kelompok tertentu. Namun demikian, ada sisi perbedaan dalam dua kata tersebut.1

Menurut bahasa kata aliran adalah terjemahan dari kata arab ا suku kata arab berbentuk tunggal (د ) dan bentuk jamaknya ق yang mempunyai banyak makna diantaranya : aliran, golongan, dan faham.2

“Aliran sesat” ditinjau dari arti kamus bahasa Indonesia terdiri dari dua kata yaitu aliran dan sesat. Kata aliran berasal dari kata dasar alir yang mendapat akhiran -an. Arti kata aliran adalah sesuatu yang mengalir (tentang hawa, air, listrik dan sebagainya); sungai kecil, selokan, saluran untuk benda cair yang mengalir (seperti pipa air); gerakan maju zat alir (fluida), misal gas, uap atau cairan secaraberkesinambungan.3 Arti kata sesat adalah salah jalan, tidak melalui

1 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal. 9.

2 Ibrahim Mustofa dkk, Al Mu’jam al- Wasith, (Turky: Maktabah Al-Islamiyah), cet II, hal.685

3 Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Karya Abdi Tama, Surabaya, 2001, hal. 30.


(1)

85

pemahaman yang terkait dengan perkara aqidah atau syariah, tapi diyakini kebenarannya yang konsekuensinya adalah kekufuran. Sedangkan aliran sesat dalam pandangan hukum positif dapat dilihat dalam pasal 1 dan 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1965, yang bunyinya:

a. Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

b. Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 56a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

1) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

2) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

3. Dalam kasus perceraian putusan nomor 055/Pdt.G/2009/PAJT Pengadilan Agama Jakarta Timur, alasan yang diberikan oleh pemohon adalah istri pengikut aliran sesat, dan menurut hakim istri pengikut aliran sesat hanya


(2)

sebagai pemicu terjadinya perselisihan dan pertengkaran sesuai dengan pasal 19 huruf ( f ) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam huruf ( f ), oleh karena itu yang menjadi dasar hakim menetapkan memberi ijin kepada pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap termohon.

B. Saran-Saran

Saran-saran yang diberikan penulis mengenai perkara perceraian adalah sebagai berikut :

1. Dalam perkara perceraian Pengadilan Agama dalam putusannya sering kali mengambil dasar Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Yang seharusnya dapat mengambil dasar pasal-pasal lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Apabila tejadi perselisihan dalam rumah tangga maka upayakanlah perdamaian antara suami dan isteri dan jika tidak berhasil kirimlah hakam atau juru damai dari pihak suami atau isteri.

3. Sebagai makhluk Allah yang beriman harus mempunyai ketelitian dalam ajaran-ajaran mengenai Islam. Kadangkala kita sering tertipu akan kehebatan suatu tokoh atau aliran yang ternyata dapat menyesatkan kita ke jurang ke kufuran.


(3)

87

4. Bagi pemerintah agar lebih mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengenai perkawinan khususnya hak dan kewajiban suami dan istri kepada masyarakat.


(4)

88

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang; CV Toha Putra, Edisi Baru Revisi Terjemah,1989)

Abdullah bin Yazin Al-Qazwainiy, Abi. Sunan Ibnu Majah. Beirut, Lebanon: Daar Al- Fikr, 1994.

Abdullah, Sufyan Raji. Mengenal Aliran Aliran Dalam Islam dan CIri-Ciri Ajarannya. Jakarta: Pustaka al Riyald.

Abdurrahman. 2004. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Akademika Pressindo. Abidin, Slamet & Aminuddin. Fiqih Munakahat II. Bandung : CV. Pustaka Setia,

1999, Cet. Ke-1.

Arto, Mukri. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Jakarta : Pustaka Pelajar, 2003, cet. ke-4.

Anwar, Dessy. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Abdi Tama, 2001.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Assa’idi, Sa’dullah. Hadis-Hadis Sekte. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, Cet.1 Ayub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga. Pustaka Al-Kautsar

Departemen Agama. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Sarana PT IAIN, 1987, cet. ke- 3.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Talak Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru An Hoeve, 1994), cet. Ke-3, jilid 5.

Furchan, Arief. Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif : Suatu Pendekatan Fenomologis

Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Surabaya : Usaha Nasional, 1992.

Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003.


(5)

89

Jaiz, Hartono Ahmad. 2010. Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dan Ali Asy-Syarbaji. 2005. Kitab Fiqh Madzhab Syafi. Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN BHD

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Sabiq,Sayyid. Fiqh Sunnah jilid 3. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.

Sou’yb, M. Joesoef. 1997. “Syiah Studi Tentang Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokohnya”. Jakarta: Al Husna Zikra.

Subekti, R. & Tjirosudibio, R. Kitab Undang Hukum Perdata: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 2004, cet. ke- 35.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT. Intermasa, 1995, cet. ke- 27. Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis besar Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media. Syarifudin, Amir. 2007. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh

Munakahat dan UU Perkawinan. Jakarta: Kencana.

Talib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam. Jakarta: UI Press, 1982.

Taqiyyuddin. Kifayat Al-Akhyar, Juz II. Bandung : Al Ma’arif. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965

Waluyo, Bambang. 2006. Penelitian Hukum dalam Peraktek. Jakarta: sinar grafika. al- Wasith, Al Mu’jam. Turky: Maktabah Al-Islamiyah.

Yogaswara, A. dan Jalidu, Maulana Ahmad. 2008. Aliran Sesat dan Nabi-Nabi Palsu”Riwayat Aliran Sesat dan Para Nabi Palsu di Indonesia”. Yogyakarta: Narasi.

http:// bangkapos.com/ dwi haryadi/2007/11/11/aliran-sesat-dalam-kacamata-hukum/diakses tanggal 6 Mei 2010.


(6)

http://hukumonline.com/mempersoalkan-skb-pelarangan-aliran-sesat/2008/05/05/ diakses tanggal 6 Mei 2010.

http://andreyuris.wordpress.com/2009/09/02/analisis-isi-content-analysis/diakses tanggal 6 Mei 2010