Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

3.7 Analisis Kerugian

Setelah diperoleh hasil hubungan antara umur pakai pisau terhadap kadar pati yang tertinggal di dalam onggok, maka dilakukan analisis tentang hubungan umur pakai pisau dengan kerugian rupiah yang terjadi selama produksi.

3.8 Diagram Alir

Diagram alir prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 12. Diagram Alir Prosedur Penelitian Mulai Sampel Onggok Timbang di Udara Timbang di dalam Air Hitung Kadar Pati Analisis Data Masa Penggantian Pisau Pemarut Selesai

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh umur pakai pisau pemarut singkong terhadap peningkatan kadar pati yang tertinggal di dalam onggok. Di industri tepung tapioka yang digunakan sebagai tempat penelitian ini, pisau pemarut singkong digunakan selama enam hari ±34 jam kerja dan menghasilkan onggok dengan kadar pati mencapai 10,25 dari onggok. 2. Potensi kerugian semakin meningkat selama kadar pati yang tertinggal di dalam onggok juga meningkat. Peningkatan ini terjadi akibat tumpulnya pisau pemarut yang disajikan dengan rumus matematika Y=0,190t+3,784 t = 1–34 jam dengan nilai R 2 = 0,889. Potensi kerugian mencapai 7,1 dari singkong basah pada umur pakai 34 jam. 3. Potensi kerugian yang terjadi adalah sebesar Rp 393.400,00 lama penggunaan pisau 10,7 jam, Rp 952.300,00 lama penggunaan pisau 16,4 jam, Rp 1.766.800,00 lama penggunaan pisau 22,1 jam, Rp 2.931.000,00 lama penggunaan pisau 27,6 jam, dan Rp 4.684.100,00 lama penggunaan pisau 34,1 jam.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pisau pemarut diganti setelah ±16 jam 3 hari pemakaian, sehingga dapat mengurangi potensi kerugian sebesar Rp 1.766.800,00. 2. Pihak industri harus selalu memastikan bahwa pada saat proses pencucian singkong tidak ada benda asing yang ikut tercampur dengan singkong. DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2011. Proses Pengolahan Tepung Tapioka. Sinartani Edisi 4-10 Mei 2011 No. 3404 Tahun XLI. 10 hlm. Badan Standarisasi Nasional BSN. 1992. Standar Mutu Tepung Tapioka. SNI No. 01-2973-1992. 3 hlm. Bank Indonesia. 2012. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Pengolahan Tepung Tapioka. Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM. 29 hlm. BPS. 2012. Tanaman Pangan. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. 2 hlm. BPS. 2013. Tanaman Pangan. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. 2 hlm. Damardjati, D.S. 1995. Food Processing in Indonesia: the Development of Small Scale Industri. Bogor Research Institute for Food Crops Biotechnology Agency for Agricultural Research and Development, Bogor. 13 hlm. Dinas Pertanian Lampung Timur. 2004. Perkembangan Produksi Singkong. Lampung Timur. Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian. 2005. Pengembangan Usaha Pengolahan Tepung Tapioka. Departemen Pertanian, Jakarta. Fauzi, A.M., A. Rahmawakhida, dan Y. Hidetoshi. 2012. Kajian Strategi Bersih di Industri Kecil Tapioka. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Volume 182: 60–65. Guritno, B., B.D. Argo, dan R. Yulianingsih. 2011.Desain Unit Pengolahan Bioetanol untuk Petani di Desa Ngajum Kecamatan Sumber Pucung Kabupaten Malang. Jurnal Rekayasa Mesin. Volume 21: 83–91. Hidayat, B., K. Nurbani, dan Surfiana. 2009. Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinasi Parsial. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Volume 142: 23–49.