II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan
Perkosaan merupakan hal yang sangat ditakuti oleh kaum perempuan. Ada dua aspek yang menyebabkan perkosaan memiliki arti menakutkan. Aspek-aspek
tersebut dapat ditinjau dari segi yuridis formal dan segi sosiologis. Aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perbuatan yang
dinamakan perkosaan.
24
Pasal yang mengatur tentang tindak pidana perkosaan yaitu Pasal 285 KUHP yang
menyatakan : “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
” Selain diatur dalam KUHP, tindak pidana perkosaan khusus terhadap anak diatur secara
khusus dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal
76D Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan
24
Suparman Marzuki, Pelecehan Seksual, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1997, hlm. 25
bahwa Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Ancaman pidana terhadap seseorang yang melanggar ketentuan Pasal 76D
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak diatur dalam Pasal 81
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menentukan sebagai
berikut: 1. Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
lima miliar rupiah. 2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku pula bagi
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain. 3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 13 sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat 1. Kemudian Pasal 76E Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak mengatur bahwa: setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Ancaman pidana terhadap seseorang yang melanggar ketentuan
Pasal 76E Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Perkosaan
Pelaku tindak pidana perkosaan terhadap wanita ternyata tidak terbatas pada usia, pekerjaan ataupun status sosial melainkan pada umumnya pelakunya berlatar
belakang mewakili kaum lelaki yang termasuk telah mempunyai pengalaman dalam tindak pidana perkosaan tersebut. Adapun bentuk-bentuk tindak pidana
perkosaan yang diungkapkan oleh kriminolog Mulyana W. Kusuma, antara lain: a.
Sadistic Rape Perkosaan sadistic, artinya, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu
dalam bentuk kekerasan yang merusak, pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya,
melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
25
b.
Anger Rape
Anger Rape adalah penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram
dan marah yang tertahan. Di sini tubuh korban seakan-akan merupakan obyek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas
frustasi-frustasi, kelemahan-kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya.
26
c.
Domination Rape
Domination Rape adalah suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban.
Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.
27
d.
Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan
25
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi Atas Hak Perempuan, Bandung, Refika Aditama, 2001, hlm. 46
26
Ibid.
27
Ibid.