Ketepatan Pemeriksaan Terpadu Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-bajah) dan Ultrasonografi Pada Nodul Tiroid di RSUP H. Adam Malik Medan.

(1)

KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU

SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH)

DAN ULTRASONOGRAFI PADA NODUL TIROID

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH : JULIANA LINA

No.Reg. : 15.437

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Patologi Anatomi

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2010


(2)

PERNYATAAN

KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU

SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH) DAN ULTRASONOGRAFI PADA NODUL TIROID

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi.

Medan, 8 April 2010


(3)

Judul Tesis : Ketepatan Pemeriksaan Terpadu Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-bajah) dan Ultrasonografi Pada Nodul Tiroid di RSUP H. Adam Malik Medan.

Nama : Juliana Lina No. Registrasi : 15.437

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

PEMBIMBING I

(Prof. Dr. Gani W. Tambunan, Sp.PA(K)) NIP : 130 279 484

PEMBIMBING II

(Dr. Netty D. Lubis, Sp.Rad) NIP : 19640325 1989 02 2001

Ketua Program Pendidikan Ketua Departemen

Dokter Spesialis Patologi Anatomi Patologi Anatomi FK – USU Medan

(Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA) ( Dr. H. Soekimin, Sp.PA) NIP : 19460308 197802 1 001 NIP : 19480801 198003 1 002


(4)

KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH) DAN ULTRASONOGRAFI

PADA NODUL TIROID DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Juliana Lina

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Pembesaran nodul tiroid merupakan keadaan yang biasa ditemukan dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan neoplasma (5-10%). Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode pemeriksaan prabedah dan untuk memilih pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan neoplasma atau pengobatan (medikamentosa). Ultrasonografi (USG) dapat dipergunakan sebagai pengarah pada Si-BAJAH, agar jarum biopsi dapat lebih jelas dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. Ultrasonografi secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada Si-BAJAH pada nodul tiroid dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid di RSUP Adam Malik Medan, dan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya. Semua penderita dengan nodul tiroid ukuran ≥ 2 cm dilakukan biopsi aspirasi dan USG, kemudian dilakukan biopsi aspirasi ulang. Hapusan dicat dengan larutan Giemsa. Hasil pengukuran mendapati sensitifitas Si-BAJAH mencapai 13,0% (1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26). Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH, dimana sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26)


(5)

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemeriksaan USG meningkatkan nilai

akurasi diagnostik Si-BAJAH pada nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2 cm, terutama

pada lesi jinak.


(6)

ABSTRACT

Thyroid nodules are a common problem and only small presentage are neoplasms (5-10%). Fine needle aspiration biopsy (FNAB) is a preoperative method and to select the patients who need surgery for neoplastic disorders or medicamentosa. Ultrasonography (USG) can be perform as guiding for FNAB so that the needle can be insert precisely to the lesion. Ultrsonography significantly increased the sensitivity and specificity of FNAB in thyroid nodules. This study has been done descriptively using cross-sectional methods to evaluate the accuracy of FNAB and USG in thyroid nodules at the RSUP Adam Malik Medan, and the histopathology are the gold standart for diagnosis. All the patients with thyroid

nodules ≥ 2 cm are perform FNAB and USG, and the then FNAB are perform once

more. The smears are stained with Giemsa. The FNAB diagnosis had a sensitivity of 13,0% (1/8) and specificity of 100,0% (26/26). The diagnostic accuracy of FNAB and USG are higher than only FNAB, with sensitivity of 25,0% (2/8) and specificity of 100,0% (26/26).

Conclusion

In conclusion, this study showed that USG increased the diagnostic accuracy value of FNAB in thyroid nodules ≥ 2 cm, especially benign lesions.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah S.W.T., berkat Rahmat dan Ridho-nya saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Patologi Anatomi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran yang sangat pesat, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat disumbangkan dan dimanfaatkan dalam menambah kepustakaan, terutama dalam bidang Patologi Anatomi serta bidang ilmu yang berkaitan dengan tulisan ini

tentang Ketepatan Pemeriksaan Terpadu Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus

(Si-BAJAH) dan Ultrasonografi pada Nodul Tiroid di RSUP H. Adam Malik Medan.

Dengan selesainya penelitian dan penulisan tesis ini, sebagai tugas akhir studi saya, dalam kesempatan ini perkenankanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Bidang Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA, selaku Kepala Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,


(8)

serta Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA, selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Patologi Anatomi, yang telah bersedia menerima, mendidik, membimbing serta senantiasa mengayomi saya dengan sabar selama menjalani pendidikan, juga kepada Dr. H. Delyuzar, Sp.PA(K), selaku Sekretaris Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberi masukan serta bimbingan selama menjalani pendidikan.

Saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan setinggi-tingginya khususnya kepada Pembimbing I, Guru Besar di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gani W. Tambunan, Sp.PA(K), yang tidak bosan-bosannya membimbing, mendorong serta memberi semangat kepada saya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Juga kepada Dr. Netty D. Lubis, Sp.Rad, selaku Pembimbing II yang dalam kesibukan sehari-hari masih menyempatkan diri untuk memberi bimbingan dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis saya ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. H. M. Nadjib D. Lubis, Sp.PA(K), selaku Guru Besar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing saya selama menjalankan masa pendidikan. Demikian juga saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada guru saya Dr. Antonius Harkingto W.,Sp.PA dan Dr. Soegito Husodowijoyo, Sp.PA, walaupun telah menjalani masa purnabakti namun tetap semangat dan aktif dalam membimbing dan mendidik saya selama ini.


(9)

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para supervisor terutama di RSUP H.Adam Malik Medan, Dr. Sumondang Pardede, Sp.PA, selaku Kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. Jamaluddin, Sp.PA; Dr. Lisdine, Sp.PA dan Dr. Stephen Udjung, Sp.PA, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan; dan Dr. T. Intan Kemala, M.Pd, yang telah membimbing saya selama masa pendidikan. Terima kasih juga kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan statistik untuk penelitian ini. Terima kasih juga turut saya ucapkan kepada Bapak Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Dr. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA, selaku Kepala Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara dan seluruh staf pengajar, yang telah memberi bimbingan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian saya ini.

Salam hormat dan sayang yang tulus saya ucapkan kepada kedua orang tua saya; Dr. H. Muchtar Ibrahim dan Hj. Supiah Ishihara, dan bapak mertua saya; Drs. H. Thamrin Pakpahan, dan (almh) ibu mertua saya; Hj. Hadijah Pohan, M.Pd., berkat doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada saya, sehingga mampu melindungi dan menghantarkan saya dalam meraih cita-cita. Terima kasih untuk suamiku tercinta, Ir. Ervin Syahputra Pakpahan, atas kesabaran, pengorbanan, dorongan dan doa yang selalu diberikan kepada saya selama saya menjalani pendidikan, juga kepada putra putri yang saya cintai dan sayangi, Andryan Putra Pakpahan, Tora Syahputra Pakpahan dan Syawara Putri Pakpahan, yang telah banyak berkorban dan memberi semangat kepada mama dalam menyelesaikan


(10)

pendidikan. Terima kasih juga kepada adik-adik saya, yang selalu memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Dan akhirnya kepada teman sejawat PPDS, pegawai dan para analis di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saya ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan kepada saya. Selama saya mengikuti pendidikan tentunya saya tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik yang sengaja ataupun tidak sengaja, dalam kesempatan ini saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Allah S.W.T. senantiasa memberikan Rahmat dan Ridho-Nya kepada kita semua.

Medan, 8 April 2010 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ………....……..………

ABSTRACT ………..………..…...…… KATA PENGANTAR ……… DAFTAR ISI ………

i iii iv viii DAFTAR TABEL ………

DAFTAR GAMBAR ………..

xi xii

BAB 1. PENDAHULUAN ……….………. 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ………..………….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……….……….. 3

1.3. Hipotesis ………. 4

1.4. Tujuan Penelitian ……….………. 4

1.5. Manfaat Penelitian ……….. 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………..………. 6

2.1. Kelenjar Tiroid ………. 6

Embriologi ……….……….. 6

Anatomi dan Fisiologi ………..……….. 6

Histologi ………. 9

2.2. Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid ……….……. 10

Radang .……….……… 10

Goiter atau Struma ………. 11

Neoplasma ………..………. 11


(12)

Insiden ... 13

Epidemiologi ... 14

Etiologi ... 14

Faktor Resiko ... 15

Diagnosis ... 15

Klasifikasi Histopatologi Neoplasma Tiroid ……….. 16

Adenoma Folikular ……… 17

Karsinoma Papilari ... ... 17

Karsinoma Folikular ... 19

Karsinoma Medular ... 19

Karsinoma Anaplastik ... 20

Staging Karsinoma Tiroid ... 21

2.3. Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH) .. ... 22

Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus ... 23

Klasifikasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus ... Akurasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi JarumHalus (Si-BAJAH) 24

24

2.4. Ultrasonografi Tiroid ... 25

Akurasi Ultrasonografi Tiroid ... 27

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1. Rancangan Penelitian ... ... 28

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .... ... 28

3.3. Populasi Penelitian ... 29


(13)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

3.6. Kerangka Konsep Penelitian .... ... 31

3.7. Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.8. Cara Kerja ... 32

3.9. Batasan Operasional ... 32

3.10. Pengolahan Data dan Analisa Statistik ... 34

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1. Hasil Penelitian ... 4.2. Pembahasan ... BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ... 35 35 43 44 44 45 REFERENSI ... 46 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan umur ... 35

Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 36

Tabel 4.3. Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul ... 36

Tabel 4.4. Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga ... 37

Tabel 4.5. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH ... 37

Tabel 4.6. Karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi ... 38

Tabel 4.7. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH - USG ... 38

Tabel 4.8 Karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi 39

Tabel 4.9. Hubungan umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi 39

Tabel 4.10. Hubungan jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 40

Tabel 4.11. Hubungan ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 40

Tabel 4.12. Hasil pengukuran SI-BAJAH dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 41

Tabel 4.13. Hasil pengukuran USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 41

Tabel 4.14. Hasil pengukuran SI-BAJAH – SG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 42


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Anatomi tiroid. 7

Gambar 2. Diagram pengaturan sekresi tiroid. 9


(16)

KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH) DAN ULTRASONOGRAFI

PADA NODUL TIROID DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Juliana Lina

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Pembesaran nodul tiroid merupakan keadaan yang biasa ditemukan dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan neoplasma (5-10%). Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode pemeriksaan prabedah dan untuk memilih pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan neoplasma atau pengobatan (medikamentosa). Ultrasonografi (USG) dapat dipergunakan sebagai pengarah pada Si-BAJAH, agar jarum biopsi dapat lebih jelas dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. Ultrasonografi secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada Si-BAJAH pada nodul tiroid dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid di RSUP Adam Malik Medan, dan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya. Semua penderita dengan nodul tiroid ukuran ≥ 2 cm dilakukan biopsi aspirasi dan USG, kemudian dilakukan biopsi aspirasi ulang. Hapusan dicat dengan larutan Giemsa. Hasil pengukuran mendapati sensitifitas Si-BAJAH mencapai 13,0% (1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26). Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH, dimana sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26)


(17)

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemeriksaan USG meningkatkan nilai

akurasi diagnostik Si-BAJAH pada nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2 cm, terutama

pada lesi jinak.


(18)

ABSTRACT

Thyroid nodules are a common problem and only small presentage are neoplasms (5-10%). Fine needle aspiration biopsy (FNAB) is a preoperative method and to select the patients who need surgery for neoplastic disorders or medicamentosa. Ultrasonography (USG) can be perform as guiding for FNAB so that the needle can be insert precisely to the lesion. Ultrsonography significantly increased the sensitivity and specificity of FNAB in thyroid nodules. This study has been done descriptively using cross-sectional methods to evaluate the accuracy of FNAB and USG in thyroid nodules at the RSUP Adam Malik Medan, and the histopathology are the gold standart for diagnosis. All the patients with thyroid

nodules ≥ 2 cm are perform FNAB and USG, and the then FNAB are perform once

more. The smears are stained with Giemsa. The FNAB diagnosis had a sensitivity of 13,0% (1/8) and specificity of 100,0% (26/26). The diagnostic accuracy of FNAB and USG are higher than only FNAB, with sensitivity of 25,0% (2/8) and specificity of 100,0% (26/26).

Conclusion

In conclusion, this study showed that USG increased the diagnostic accuracy value of FNAB in thyroid nodules ≥ 2 cm, especially benign lesions.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti. Dan pada sebagian besar golongan masyarakat didaerah tertentu, keadaan ini merupakan suatu hal yang biasa dijumpai. Nodul tiroid tersebut mungkin saja merupakan suatu neoplasma (5-10%), apakah itu jinak atau ganas, dan keadaan ini bergantung pada usia dan ukuran tumor. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia, dan defisiensi iodium. (1,2,3,4,5)

Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, dengan angka prevalensi yang sangat bervariasi, bergantung pada sensitivitas metode yang digunakan dan populasi yang diteliti. Pada studi rumah sakit, Boedisantoso pada tahun 1993 melaporkan kasus nodul tiroid di RSUPN-CM Jakarta sebesar 50,3% dengan rasio perbandingan wanita : pria sekitar 8 : 1. (1,2,5)

Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode pemeriksaan atau prosedur baku yang sudah mengglobal, yang makin banyak digunakan dalam menentukan diagnosis sitologi prabedah; sebagai prosedur diagnostik pada nodul tiroid terutama dalam menentukan suatu neoplasma dan sebagai deteksi dini atau “skreening” pada kanker tiroid.


(20)

(3,4,5,6)

Prinsip utama daripada pelaksanaan Si-BAJAH pada nodul tiroid adalah untuk memilih pasien-pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan neoplasma atau pengobatan (medikamentosa)

pada kelainan fungsional atau peradangan. Si-BAJAH terbukti dapat

mengurangi tindakan pembedahan sampai 20-50%. (7,8,9,10)

Penggunaan pencitraan ultrasonografi (USG) dalam pemeriksaan nodul tiroid menjadi semakin populer dan berkembang terutama dengan dipergunakannya alat USG yang mempunyai daya resolusi yang tinggi. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang non-invasif, tidak menggunakan sinar pengion, sehingga dapat digunakan berulang-ulang, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, pemeriksaannya relatif cepat dan mudah, nilai akurasi diagnostiknya yang cukup tinggi, dan tidak memiliki kontra indikasi apapun. (11)

Ultrasonografi dapat dipergunakan sebagai pengarah pada Si-BAJAH, dengan demikian jarum biopsi dapat dengan lebih jelas dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. (4,11,12) USG secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH pada nodul tiroid dan menurunkan jumlah non-diagnostik sampel dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH.(12) Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi, karena ukurannya yang sangat kecil atau letaknya yang dalam dan pada nodul tiroid yang berhubungan dengan adanya proses yang difus seperti pada kasus tiroiditis. Pada kasus lain seperti adanya perubahan kistik yang luas atau fibrosis, dengan bantuan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke bagian


(21)

yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. (12) Pasien yang didiagnosis mempunyai satu nodul secara palpasi, ternyata mempunyai nodul tambahan 15-48% jika diperiksa dengan USG. (1)

Berdasarkan latar belakang seperti yang dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian guna untuk mengetahui dan menemukan satu metode prosedur pemeriksaan terpadu antara Si-BAJAH dan USG.

1.2. Rumusan Masalah

Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan prosedur diagnostik pada nodul tiroid yang soliter atau multinodul khususnya untuk neoplasma. Untuk memperoleh akurasi yang lebih baik dilakukan pemeriksaan terpadu Si-BAJAH dan USG. Diharapkan melalui prosedur pemeriksaan terpadu ini dapat mendiagnosa secara tepat terutama pada kasus keganasan pada kelenjar tiroid.

Pemeriksaan klinis kelenjar tiroid, Si-BAJAH, USG dan pemeriksaan histopatologi merupakan satu rangkaian pemeriksaan pada nodul tiroid.

1.3. Hipotesis

Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika hanya dengan sitologi biopsi aspirasi.

1.4. Tujuan Penelitian


(22)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akurasi daripada sarana diagnosis Si-BAJAH dan USG pada pasien dengan nodul tiroid di RS H. Adam Malik Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat satu standart baku untuk penelitian selanjutnya di RS H. Adam Malik Medan, dan agar dapat lebih selektif terhadap pasien dengan nodul tiroid terutama pada kasus-kasus neoplasma.

1.5. Manfaat Penelitian

• Menentukan akurasi pemeriksaan Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid

di RS H. Adam Malik Medan.

• Diharapkan agar prosedur pemeriksaan terpadu tersebut dapat menjadi

sarana diagnostik dalam penatalaksaanan nodul tiroid di RS H. Adam Malik Medan.

• Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelenjar Tiroid

Embriologi

Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. Dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20 gram. (13,14,15)

Anatomi dan Fisiologi

Kelenjar tirod terletak pada leher, bagian anterior daripada trakea, dan terdiri dari 2 lobus konikal yang dihubungkan oleh suatu jaringan yang disebut isthmus tiroid. Kadang-kadang ditemukan juga lobus ke 3, terdapat pada isthmus ke atas atau di bagian depan larings yang disebut lobus piramidalis. Lobus-lobus ini dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous menjadi lobulus-lobulus, yang masing-masing terdiri dari 30-40 folikel. Kelenjar tiroid ini mengandung banyak pembuluh darah dan mempunyai kecepatan arus darah yang tinggi. (7,13,14,15,16)


(24)

Gambar 1. Tiroid manusia. (13)

Kelenjar tiroid berperanan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan

O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan

hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan. (13)

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4


(25)

yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. (13,14,15,16)


(26)

Histologi

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid. (7,13,15)

Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells. (7)


(27)

Gambar 3. Histologi kelenjar tiroid normal. (16)

2.2. Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu kelainanradang, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan. (6,7,17)

Radang

Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan pada tiroid dari radang akut supuratif sampai terjadinya proses kronik. Tiroiditis akut jarang dijumpai. Berupa lesi berwarna merah, terasa nyeri, dan demam. Termasuk disini yakni tiroiditis granulomatous (subakut, deQuervain’s), tiroiditis limfositik (Hashimoto’s disease), dan struma Riedel. (7

Goiter atau Struma

Ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid; nodular atau difus. Disebut juga adenomatous goiter, endemik goiter, atau multinodular goiter. Keadaan ini biasanya disebabkan adanya hiperplasia kelenjar tiroid


(28)

oleh karena defisiensi iodine. Keadaan ini dapat mengenai keseluruhan daripada kelenjar atau muncul secara fokal dan membentuk nodul yang soliter. Merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada biopsi aspirasi. (7)

Neoplasma

Neoplasma tiroid mencakup neoplasma jinak (adenoma folikular) dan neoplasma ganas (karsinoma). Nodul tiroid dapat diraba secara klinis sekitar 5-10% populasi orang dewasa di Amerika Serikat. (3) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut jinak atau ganas. (3,18,19)

Beberapa hal yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara lain: (2,3,18,19)

• Ada riwayat keluarga menderita penyakit autoimun (Hashimoto

tiroiditis) atau menderita nodul tiroid jinak.

• Adanya disfungsi hormon tiroid (hipo atau hipertiroidisme)

• Nodul yang disertai rasa nyeri

• Nodul yang lunak dan mudah digerakkan

• Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan

• Gambaran kistik pada USG.

Beberapa hal yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada nodul tiroid, yaitu : (2,3,18,19)


(29)

• Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun

• Jenis kelamin laki-laki

• Disertai gejala–gejala disfagi atau distoni

• Adanya riwayat radiasi leher

• Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid.

• Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan

• Adanya limfadenopati servikal

• Gambaran solid atau campuran pada USG.

Karsinoma tiroid

Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Tumor ini banyak mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering ditemukan pada umur belasan tahun dan ukuran tumor yang relatif kecil, bahkan sering tersembunyi atau sulit diraba walaupun sudah terjadi metastasis. (20)

Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, walau sebagian kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang buruk. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan secara cepat apakah nodul tersebut jinak atau ganas. (1,20,21)


(30)

Insiden

Angka insiden kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1.700 diantaranya mengakibatkan kematian. Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. (20)

Epidemiologi

Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering di Indonesia.(17) Di Amerika Serikat, karsinoma tiroid ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis kanker dan 0,4%

kematian akibat kanker. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan

jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin.(20)

Prevalensi keganasan pada nodul tiroid berkisar antara 5-10% pada populasi dewasa. Anak-anak usia di bawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko keganasan 2 kali lebih besar dibandingkan kelompok dewasa. Kelompok usia diatas 60 tahun, disamping mempunyai prevalensi keganasan lebih tinggi juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat, dengan lebih seringnya dijumpai kasus-kasus jenis karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi. (3)


(31)

Etiologi

Etiologi yang pasti dari tumor ini belum diketahui; yang berperan khususnya untuk karsinoma dengan diferensiasi baik (papiler dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar. (21-27)

Faktor resiko(22)

1. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau.

Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun.

2. Pengaruh usia dan jenis kelamin.

Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun dan diatas 70 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Penderita laki-laki memiliki prognosa keganasan yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita wanita.

3. Pemakaian iodin yang berlebihan, terutama pada daerah endemik. 4. Genetik.

Diagnosis

Pada anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan data untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non toksik. Biasanya


(32)

nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan tiroiditis akut/subakut. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada esofagus dan trakea. (22)

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.

Klasifikasi Histopatologi Neoplasma Tiroid

Klasifikasi WHO 1988


(33)

o Adenoma folikuler o Karsinoma papilari o Karsinoma folikuler

o Karsinoma medulari

o Karsinona undiferensiasi

• Tumor-tumor non-epitelial

• Limfoma malignan

• Tumor-tumor miselaneous

Adenoma Folikular.

Merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel. Lesi biasanya soliter. Tumor ini sulit dibedakan dengan karsinoma folikular pada pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, maka pendiagnosaannya disebut dengan neoplasma folikular. Merupakan tumor yang berbatas tegas dan berkapsul jaringan ikat fibrous dengan diferensiasi sel folikel yang menunjukkan gambaran yang seragam. Pada pemotongan tampak massa yang homogen tapi kadang-kadang disertai perdarahan dan berkistik. Secara mikroskopis, sel-sel tersusun dalam folikel-folikel yang mengandung massa koloid dengan dinding kapsulnya yang tebal. (22)

Karsinoma Papilari

Karsinoma papilari adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering ditemukan (75-85%) yang timbul pada akhir masa kanak- kanak atau awal kehidupan dewasa. Merupakan karsinoma tiroid yang terutama berkaitan dengan riwayat terpapar radiasi pengion. Tumor ini tumbuh lambat,


(34)

penyebaran melalui kelenjar limfe dan mempunyai prognosis yang lebih baik diantara jenis karsinoma tiroid lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun, wanita dan jenis histologik dominan papilari. Sifat biologik daripada tumor jenis papilari ini yakni tumor atau lesi primer yang kecil bahkan mungkin tidak teraba tetapi metastasis ke kelenjar getah bening dengan massa atau tumor yang besar atau nyata. Lesi ini sering tampil sebagai nodul tiroid soliter dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, dengan angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 95%. (1,3,19-23)

Mikroskopis, karsinoma papilari berupa tumor yang tidak berkapsul dengan struktur berpapil dan bercabang. Sel karakteristik dengan inti sel yang berlapis-lapis dan sitoplasma yang jernih. Ada beberapa varian dari karsinoma papilari yaitu microcarcinoma, encapsulated, follicular, tall-cell, columnar-cell, clear-cell dan diffuse sclerosing carcinoma. Dua puluh sampai delapan puluh persen berupa tumor yang multisentrik dan bilateral pada 1/3 kasus. (20,22,28)

Karsinoma Folikular

Karsinoma folikular meliputi sekitar 10-20% keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada usia dewasa pertengahan atau diatas 40 tahun. Pada kasus yang jarang, tumor ini mungkin hiperfungsional (tirotoksikosis). Insiden karsinoma folikular meningkat di daerah dengan defisiensi yodium. Diagnosa tumor ini secara sitologi sulit dibedakan dengan adenoma folikular, diagnosa pasti dengan pemeriksaan frozen section pada durante operasi atau dengan pemeriksaan histopatologi untuk melihat adanya invasi


(35)

ke kapsul atau pembuluh darah. Karsinoma folikular bermetastasis terutama melalui pembuluh darah ke paru, tulang, hati dan jaringan lunak. Karsinoma folikular diterapi dengan tiroidektomi total diikuti pemberian iodine radioaktif. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk memantau kekambuhan tumor. Angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 85%. (20,22,28)

Karsinoma Medular

Karsinoma medular meliputi sekitar 5 % keganasan tiroid dan berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi kalsitonin. Karsinoma ini timbul secara sporadik (80%) dan familial (20%), dimana tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom; apakah berhubungan dengan MEN-2a atau MEN-2b atau endokrinopati lainnnya. Karsinoma medular terutama ditemukan pada usia 50-60 tahun tetapi pernah juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan anak. Penyebarannya terutama melalui kelenjar limfe. Bila dicurigai adanya karsinoma medulr maka perlu diperiksa kadar kalsitonin darah. Angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 40%.(3,19-23)

Massa tumor berbatas tegas dan keras pada perabaan, pada lesi yang lebih luas tampak daerah nekrosis dan perdarahan dan dapat meluas sampai ke kapsul. Mikroskopis, tampak kelompokan sel-sel bentuk poligonal sampai lonjong dan membentuk folikel atau trabekula. Tampak adanya


(36)

deposit amiloid pada stromanya yang merupakan gambaran khas pada karsinoma tipe medular ini. (20,22,28)

Karsinoma Anaplastik

Karsinoma anaplastik tiroid merupaka salah satu keganasan pada manusia yang paling agresif dan jarang dijumpai yaitu kurang dari 5%. Karsinoma anaplastik ini berkembang dengan menginfiltrasi ke jaringan sekitarnya. Tumor ini terutama timbul pada usia lanjut, terutama di daerah endemik gondok dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kasus muncul dengan riwayat pembengkakan yang cepat membesar pada leher, disertai dengan adanya kesulitan bernafas dan menelan, serta suara serak karena infiltrasi ke nervus rekurens. Pertumbuhannya sangat cepat walaupun diterapi. Metastasis ke tempat jauh sering terjadi, tetapi umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang dari setahun. Angka ketahanan hidup 5 tahun <5%.(3,19-23,25)

Tampak massa tumor yang tumbuh meluas ke daerah sekitarnya. Mikroskopis, tampak sel-sel anaplastik (undifferentiated) dengan gambaran morfologi yang sangat pleomorfik, serta tidak terbentuknya gambaran folikel, papil maupun trabekula. (20,22,28)

Staging Karsinoma Tiroid (20)

Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM T- (Tumor primer)

• Tx Tumor primer tidak dapat dinilai • T0 Tidak didapat tumor primer


(37)

• T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm namun tidak lebih dari 4cm masih terbatas pada tiroid

• T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid • T4 Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah berekstensi keluar kapsul tiroid

N- (Kelenjar getah bening regional)

• Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

• N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening • N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening

• N1a Metastasis ke kelenjar getah bening cervical ipsilateral

• N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical bilateral, midline, contralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal

M- (Metastasis jauh)

• Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai • M0 Tidak terdapat metastasis jauh • M1 Terdapat metastasis jauh

2.3. Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)

Biopsi jarum sebagai pendiagnosaan pada nodul tiroid pertama kali diperkenalkan oleh Martin dan Ellis pada tahun 1930 dengan menggunakan jarum ukuran 18-gauge. Metode ini awalnya banyak yang menolaknya karena kekhawatiran akan implan sel-sel ganas pada jarum, hasil yang negatif palsu dan komplikasinya yang serius. Hingga akhirnya Scandinavian memperkenalkan biopsi aspirasi tiroid dengan jarum halus pada tahun 1960, dan mulai banyak dipergunakan secara luas sejak tahun 1980. (4)


(38)

Pada sekarang ini, pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) pada kelenjar tiroid merupakan suatu test diagnostik yang dapat diandalkan, murah, mudah dilaksanakan, dapat segera dilakukan pengambilan ulang kembali dan akurat yang dapat dilakukan sebagai langkah awal dalam mengevaluasi kelainan-kelainan nodular pada kelenjar tiroid dengan komplikasi yang minimal seperti infeksi dan perdarahan. Pada penelitian dari American Thyroid Association terbukti hampir 96% nodul tiroid dilakukan biopsi aspirasi jarum halus untuk pendiagnosaan. (4)

Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan

angka ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%). (29,30)

Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus

1. Jinak

Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan kromatin yang dense dan homogen. Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi kadang-kadang ditemukan sel-sel onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan.

2. Curiga

Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel membesar, bulat atau oval dengan kromatin yang bergranul dan anak inti


(39)

yang menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, karakteristik akan perubahan sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.

3. Ganas

a. Bentuk papilari – sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papilari. Inti bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk palisada.

b. Bentuk medular – sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi

denganinti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik dengan gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid jarang terlihat.

c. Bentuk anaplastik – terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya

multinukleated sel raksasa dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak inti yang menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.

Klasifikasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)

(31) Kategori Si-Bajah Sitologi THY 1 THY 2 THY 3 THY 4 THY 5

Bahan tidak cukup (Insufficient material) Jinak (nodul goiter) ( Benign (nodular goitre) Curiga suatu neoplasma

(Suspicious of neoplasm (follicular))

Curiga keganasan (papilari/meduler/anaplastik)

(Suspicious of malignancy (papillary/medullary/anaplastic)) Positif ganas


(40)

Akurasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)

Carpi dkk melaporkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH masing sebesar 90% dan 80%. Nilai prediksi negatif dan positif

masing-masing sebesar 97% dan 40% (Cap dkk, 1999). Gharib dkk melaporkan

bahwa Si-BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%. Tjahjono melaporkan mendapati nilai sensitivitas sebesar 85,89%, spesifitas 89,69%, dan akurasi 87,3%. (2,7) Hal ini membuktikan Si-BAJAH cukup handal digunakan sebagai alat diagnostik preoperatif. (7,12)

2.4. Ultrasonografi Tiroid

Ultrasonografi pertama kali digunakan untuk pemeriksaan jaringan tubuh sekitar tahun 1937 yaitu menjelang Perang Dunia ke II, tetapi hasilnya belum memuaskan. Dan sekarang, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan yang penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.(2) Misken dan Rosen pada tahun 1973 pertama kali menggunakan USG pada pemeriksaan kelenjar tiroid. (5,11)

Ultrasonografi dapat membedakan apakah lesi nodul tersebut berada pada intra atau ekstratiroid. Selain itu, juga dapat membedakan lesi kistik dari lesi solid, dengan nilai akurasi diagnostik mencapai 100%. Hal ini


(41)

dengan lebih mudah dapat menentukan apakah lesi di tiroid tersebut tunggal atau lebih dari satu, dimana hal ini cukup penting karena kecenderungan

untuk keganasan tiroid banyak ditemukan pada lesi tunggal. Beberapa

penulis melaporkan bahwa jika secara klinis teraba satu tonjolan di tiroid, maka sebanyak 40-50% akan ditemui lesi yang multipel pada pemeriksaan USG dan histopatologi. Sampai saat ini USG belum dapat membedakan lesi jinak dari lesi ganas secara pasti, walaupun ada beberapa kriteria secara USG untuk menyatakan satu lesi itu cenderung ganas atau jinak. (11,31,32,33-44)

USG juga mempunyai peranan pada golongan resiko tinggi untuk menemukan keganasan tiroid yaitu kelompok pasien yang pernah memperoleh radiasi di daerah leher semasa anak-anak. Selain itu, pemeriksaan serial USG juga bermanfaat untuk menilai respon pengobatan supresif. (11)

USG dapat memberikan gambaran atau informasi yang akurat yang bisa dipakai dalam menilai nodul tiroid, seperti : (32)

• Ukuran nodul

• Banyaknya nodul

• Struktur ekografi (solid, kistik atau campuran)

• Ekogenisiti (iso-, hiper- atau hipoekoik)

• Ada tidaknya kalsifikasi

• Batas lesi


(42)

Akurasi Ultrasonografi Tiroid

Dalam membedakan lesi jinak dan ganas, ultrasonografi mempunyai nilai rata-rata sensitifiti 63-94%, spesifisitas 61-95% dan akurasi 80-94%. Analisa statistik yang dilakukan di FK Universitas Baskent tahun 2001, dilaporkan angka sensitivitas, spesifitas, dan akurasi masing-masing sebesar 60%, 59%, dan 59% untuk USG. (33)

Ultrasonografi sebagai pengarah pada biopsi aspirasi jarum halus, secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada Si-BAJAH. Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi oleh karena ukurannya yang sangat kecil, letaknya yang lebih dalam dan pada kasus-kasus adanya perubahan kistik yang luas atau adanya fibrosis; dengan panduan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke bagian yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. Angka sensitivitas, spesifitas, akurasi, nilai prediksi positif dan negatif untuk BAJAH dipandu USG. masing-masing sebesar 100%, 73%, 85%, 57.1% dan 100%. (12)


(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) dan ultrasonografi pada nodul tiroid di RSU H. Adam Malik Medan, dan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Patologi Anatomi dan Radiologi RSU H. Adam Malik Medan.

Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2008 hingga jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini tercapai, meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian dan penulisan.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien dengan adanya nodul tiroid dan pemeriksaan TSH normal, yang datang ke Bagian Penyakit Dalam RSU H. Adam Malik Medan, dan kemudian di kirim ke Bagian Patologi Anatomi dan Radiologi untuk dilakukan biopsi aspirasi jarum halus dan ultrasonografi.


(44)

3.4. Besar Sampel

Jumlah sampel yang diperlukan adalah berdasarkan hasil perhitungan dengan melihat proporsi yang ada menggunakan rumus :

d 2 n = zα2 .p (1-p)

n = besar sampel

zα= tingkat kepercayaan (95% Æ z-score = 1,96) p = proporsi penelitian(95%)

d = ketepatan (0,1) Hasil perhitungan :

n = (1,96) 2 (0,95) (0,05) (0,1) 2

= 18,2476 = 18.

Jumlah sampel ditetapkan sebesar 18 kasus.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi

• Pasien usia 15-70 tahun.

• Adanya nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm.

• TSH normal.

• Belum pernah diterapi.

Kriteria Eksklusi


(45)

• Nodul dengan ukuran < 2 cm.

• Pasien dengan toksikosis.

• Pembesaran leher tetapi bukan kelenjar tiroid.

3.6. Kerangka Konsep Penelitian

Nodul tiroid

FNAB

Jinak Curiga Ganas

Pembedahan

Histopatologi FNAB - USG

3.7. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan antara lain : 01 Pistolet.

02 Spuit 10 cc dengan jarum ukuran 22 G. 03 Kaca objek.

04 Kapas alkohol. 05 Alkohol 96%.


(46)

06 Regensia Giemsa untuk pengecatan 07 Mikroskop binokuler.

08 Formulir permintaan pemeriksaan ultrasonografi. 09 Formalin 10%.

10 Bahan-bahan untuk proses jaringan histopatologi.

11 Digital Ultrasonic Diagnostic Imaging System model

DP-6600, version 1,4. Shenzhen Mindray.Bio-Medical Electronic Co.Ltd. 50/60 Hz. 2006-2007. Mobile Trolley UMT-1000.

3.8. Cara Kerja

Semua pasien dengan adanya nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm

dilakukan biopsi aspirasi jarum halus, dan kemudian diarahkan ke departemen radiologi untuk dilakukan ultrasonografi. Setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, pasien diarahkan kembali untuk dilakukan biopsi aspirasi jarum halus ulang. Sediaan aspirat diletakkan pada kaca objek, dibiarkan mengering dan kemudian dilakukan pengecatan dengan menggunakan larutan Giemsa.

3.9. Batasan Operasional

Nodul tiroid

Adanya pembesaran/nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm yang di

palpasi secara klinis.

Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)

Penilaian sitologi dari nodul tiroid dan bahan pamemeriksaannya diambil dengan menggunakan teknik biopsi aspirasi dengan


(47)

menggunakan jarum halus yang dilakukan pengecatan menggunakan larutan Giemsa.

Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan terhadap sediaan jaringan dari nodul tiroid setelah melalui proses blok parafin dan pewarnaan Hematoxylin-Eosin.

Karsinoma folikular

Karsinoma folikular merupakan tumor solid tiroid dengan diferensiasi sel seperti adenoma folikular dengan pelapis sel lebih besar dan inti hiperkromatik dengan adanya invasi ke kapsul, pembuluh darah atau jaringan sekitarnya sebagai tanda keganasan.

Karsinoma papilari

Karsinoma berbentuk papil dan bercabang, dilapisi oleh pelapis epitel kubus berlapis. Inti sel dengan ground-glass appearance. Stroma edema terdiri dari hialin, tampak sel limfosit dan makrofag.

Karsinoma medular

Karsinoma tiroid dengan gambaran glandular, tubular atau folikular dengan sel-sel kecil, onkositik, skuamous dan sel giant.

Karsinoma anaplastik

Karsinoma anaplastik atau undifferentiated dengan gambaran folikel yang tidak terlihat lagi, tampak sel-sel bentuk spindel dan sel giant, terlihat gambaran seperti sarkomatoid.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi nodul dengan ukuran 2-3 mm, menentukan jumlah nodul, letak nodul, solid/kistik, atau pembesaran KGB .


(48)

3.10. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Data pemeriksaan dicatat dalam formulir penelitian, dilakukan penataan dan pengolahan data secara manual dan komputerisasi. Lalu data dianalisa dengan uji diagnostik dengan tabel 2x2.


(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan adanya nodul tiroid teraba secara klinis, dilakukan sitologi biopsi aspirasi jarum halus, ultrasonografi, dan dilanjutkan dengan operasi untuk kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi, yang datang ke Bagian Patologi Anatomi dan Departemen Radiologi RS H. Adam Malik Medan selama kurun waktu Juni 2008 hingga Juni 2009.

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan umur.

Umur Frekuensi

n %

< 40 tahun 14 41.2

≥ 40 tahun 20 58,8 Total 34 100,0

Karakteristik responden berdasarkan umur ditemukan terbesar pada umur ≥ 40

tahun sebesar 20 kasus dari 34 kasus (58,8%), sedangkan pada umur < 40 tahun sebesar 14 kasus dari 34 kasus (41,2%).


(50)

Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi

n %

LK 8 23,5 P 26 76,5 Total 34 100,0

Hasil penelitian mendapatkan bahwa nodul tiroid terutama ditemukan pada kelompok perempuan sebesar 26 kasus dari 34 kasus (76,5%), sedangkan kelompok laki-laki sebesar 8 kasus dari 34 kasus (23,5%).

Tabel 4.3. Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul.

Ukuran nodul Frekuensi

n %

2 cm 4 11,8 3 cm 21 61,8 4 cm 9 26,5 Total 34 100,0

Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul terbesar ditemukan dengan ukuran 3 cm sebesar 21 kasus (61,8%), sedangkan ukuran 4 cm sebesar 9 kasus (26,5%), dan ukuran 2 cm sebesar 4 kasus (11,8%) dari 34 kasus.


(51)

Tabel 4.4. Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga

Riwayat keluarga Frekuensi

n %

Tidak ada 28 82,4 Ada 6 17,6 Total 34 100,0

Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga terbesar ditemukan dengan tidak ada riwayat keluarga sebesar 28 kasus (82,4%), sedangkan ada riwayat keluarga sebesar 6 kasus (17,6%) dari 34 kasus.

Tabel 4.5. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH.

Hasil Frekuensi

n %

Koloid goiter 30 88,2 Neoplasma folikular 3 8,8 Karsinoma papilari 1 2,9 Total 34 100,0

Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH ditemukan terbanyak pada kasus koloid goiter sebesar 30 kasus (88,2%), diikuti neoplasma folikular sebesar 3 kasus (8,8%), dan karsinoma papilari sebesar 1 kasus (2,9%) dari 34 kasus yang diteliti.


(52)

Tabel 4.6. Karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi.

Hasil Frekuensi

n %

Jinak 30 88,2 Ganas 4 11,8 Total 34 100,0

Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi ditemukan terbanyak pada kasus jinak sebesar 30 kasus (88,2%), dan ganas sebesar 4 kasus (11,8%) dari 34 kasus yang diteliti.

Tabel 4.7. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH – USG.

Hasil Frekuensi

n %

Koloid goiter 29 85,3

Neoplasma folikular 3 8,8

Karsinoma papilari 2 5,9

Total 34 100,0

Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH – USG ditemukan terbanyak pada kasus koloid goiter sebesar 29 kasus (85,3%), diikuti neoplasma folikular sebesar 3 kasus (8,8%), dan karsinoma papilari sebesar 2 kasus (5,9%) dari 34 kasus yang diteliti.


(53)

Tabel 4.8. Karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

Hasil Frekuensi

n %

Koloid goiter 25 73,5

Adenoma folikular 1 2,9 Karsinoma folikular 3 8,8 Karsinoma papilari 5 14,7

Total 34 100,0

Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi ditemukan terbanyak pada kasus koloid goiter sebesar 25 kasus (73,5%), diikuti karsinoma papilari sebesar 5 kasus (14,7%), karsinoma folikular sebesar 3 kasus (8,8%), dan adenoma folikular sebesar 1 kasus (2,9%), dari 34 kasus yang diteliti.

Tabel 4.9. Hubungan umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

Diagnosa Jinak

n %

Ganas n %

Total n %

11 42,3% 3 37,5% 14 41,2%

Umur < 40 tahun

≥ 40 tahun 15 57,7% 5 62,5% 20 58,8%

Total 26 100,0% 8 100,0% 34 100,0%


(54)

Tabel 4.10. Hubungan jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

Diagnosa Jinak

n %

Ganas n %

Total n %

5 19,2% 3 37,5% 8 23,5%

Jenis Kelamin LK

P

21 80,8% 5 62,5% 26 76,5%

Total 26 100,0% 8 100,0% 34 100,0%

p=0,355

Tabel 4.11. Hubungan ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

Diagnosa Jinak

n %

Ganas n %

Total n %

3 11,8% 1 0,0% 4 10,0% 16 52,9% 5 100,0% 21 60,0%

Ukuran Nodul 2 cm 3 cm

4 cm 7 35,3% 2 0,0% 9 30,0%

Total 26 100,0% 8 100,0% 34 100,0%

p=0.993

Dari tabel diatas didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=1,000), tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0,355), dan tidak terdapat hubungan antara ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0.993).


(55)

Tabel 4.12. Hasil pengukuran Si-Bajah dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

Diagnosa Si-Bajah

Ganas Jinak

Total

Ganas 1 0 1

Jinak 7 26 33

Total 8 26 34

Dari perhitungan tabel hasil pengukuran diatas didapatkan sensitifitas Si-BAJAH dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 13,0% (1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif sebesar 79,0%.

Tabel 4.13. Hasil pengukuran USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

Diagnosa USG

Ganas Jinak

Total

Ganas 4 0 4

Jinak 4 26 30

Total 8 26 34

Dari tabel diatas hasil pengukuran diatas didapatkan sensitifitas USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 50,0% (4/8) dan spesifisitas


(56)

100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif sebesar 87,0%.

Tabel 4.14. Hasil pengukuran Si-Bajah – USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.

.

Diagnosa Si-Bajah - USG

Ganas Jinak

Total

Ganas 2 0 2

Jinak 6 26 32

Total 8 26 34

Dari tabel hubungan umur, jenis kelamin, dan ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=1,000), tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0,355), dan tidak terdapat hubungan antara ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0.993).

4.2. PEMBAHASAN

Dari perhitungan tabel 4.12. hasil pengukuran didapatkan sensitifitas Si-BAJAH dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 13,0%


(57)

(1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif sebesar 79,0%. Dari tabel 4.13. didapatkan sensitifitas USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 50,0% (4/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif sebesar 87,0%. Dari tabel 4.14. didapatkan sensitifitas Si-BAJAH - USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif sebesar 81,0%.

Dari hasil penelitian diatas mendapati bahwa akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi dibandingkan jika hanya dengan SI-BAJAH; dimana sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26). Si-BAJAH dan USG dapat dilakukan atau sensitif terutama pada lesi-lesi jinak, tetapi tidak dapat atau kurang sensitif dalam menentukan keganasan. Untuk menentukan ketepatan diagnosa keganasan terutama karsinoma papilari dengan Si-BAJAH – USG perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih representatif. Jumlah sampel yang lebih banyak diharapkan dapat meningkatkan sensitifitas daripada Si-BAJAH dan USG; serta penggunaan alat USG yang lebih canggih akan dapat meningkatkan nilai-nilai diatas.


(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

• Dari penelitian ini didapatkan bahwa untuk pemeriksaan terpadu sitologi

biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) dan ultrasonografi pada nodul tiroid dengan ukuran > 2 cm menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan pemeriksaan Si-BAJAH; sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26). Angka ini tentu saja berkaitan erat dengan keahlian para patologis dalam pengambilan dan interpretasi hasil aspirasi Si-BAJAH.

• Dari penelitian ini mendapati bahwa pada nodul tiroid setelah dilakukan

biopsi aspirasi jarum halus sangat dianjurkan untuk dilakukan operasi untuk diagnosa histopatologi sebagai gold standart.

• Nodul tiroid merupakan hal yang biasa ditemukan dan hanya persentasi

kecil merupakan malignan.

• Pendiagnosaan sedini mungkin dengan Si-BAJAH dapat menseleksi

tindakan berikutnya.

5.2. SARAN

• Walaupun Si-BAJAH merupakan alat diagnostik yang dapat diandalkan

dalam mendiagnosa lesi-lesi jinak dan malignan pada kasus-kasus nodul tiroid, tetapi untuk diagnostik pasti tetap memerlukan pemeriksaan histopatologi sebagai gold standart.

• Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat memberikan gambaran


(59)

banyak dan proporsi yang lebih seimbang untuk meningkatkan sensitifitas daripada Si-BAJAH.


(60)

Referensi

01 Kurnia Ahmad. Penanganan Nodul Tiroid. FKUI/RSCM. Jakarta. 2007.

02 Subekti Imam. Diagnostik Medik Nodul Tiroid. FKUI/RSUPN-CM. Jakarta.

03 Fine Needle Biopsy of Thyroid Nodules. Available

at:http://www.endocrineweb.com/fna.html

04 Mayo Foundation for Medical Education and Research. “Thyroid Manager”.

2005.

05 Sultan Qaboos University Journal For Scientific Research. Medical

Sciences. Are scintigraphy and ultrasonography necessary before fine-needle aspiration cytology for thyroid nodules? Oman. 2001. Vol.1. p:29-33. 06 Tjahjono. Artikel “Pendekatan morfometrik sel epitel folikel kelenjar tiroid pada neoplasma folikuler dan struma adenomatosa”. Majalah Kedokteran indonesia. Vol: 47. No:6. 1997. hal: 314.

07 Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases.

The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th

ed. Philadelphia. 2006. p:1149-1172.

08 Ersoy E, et al. Preoperative fine-needle aspiration cytology versus frozen section in thyroid surgery. Endocrine regulations. Vol.33. 1999. p:141-144.

09 Kocjan G. Fine-needle aspiration cytology “Diagnostic Principles and

Dilemmas”. Springer. London. 2006. p: 215.

10 Editor K.J. Lee. Essensial Otolaryngology “Head and Neck Surgery”. 8th ed. McGraw-Hill. USA. 2003. p:632-634.

11 Rasad Sjahriar, dkk. Radiologi Diagnostik. Ultrasonografi Tiroid. Edisi


(61)

12 Seiberling Kristin A, et al. Ultrasound-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy of Thyroid Nodules Performed in the Office. The American Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. The Laryngoscope 118. USA. 2008. p: 228-231.

13 Ganong W.F. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. EGC. Jakarta. 1987: 271-272.

14 Price Sylvia Anderson. Patofisiologi “Konsep klinik Proses-proses

Penyakit”. Edisi 2. Bagian 2. EGC. Jakarta. 1985: 334-343.

15 Cotton R.E. Lecture Notes on Pathology. 4th ed. Blackwell Scientific

Publications, London. 1992. p: 127-137.

16 Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Robbins Basic Pathology. 7th ed.

Saunders. Philadelphia. 2003. p:726-738.

17 Tambunan Gani W. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker

Terbanyak di Indonesia. Cetakan I. EGC. Jakarta. 1991: 169-182.

18 Shahab Alwi. Tinjauan Pustaka. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nodul

Tiroid. FK Unsri/RSU Dr. Mohammad Hoesin. Palembang.

19 Cibas Edmund S et al. Cytology Thyroid “Diagnostic Principles and Clinical Correlates”. 2nd ed. Saunders. 2003. p: 247-269.

20 Moore Francis D, et al. Endocrine Tumors and Malignancies. Atlas of

Diagnostic Oncology. 3rd ed. Dana-Farber Cancer Institute. Edited by Arthur T. Skarin. Mosby. 2003. p:282-284.

21 Santacroce Luigi. Article eMedicine Thyroid, Papillary Carcinoma. Medical School, State University at Bari, Italy. 2006.

22 Mills, Stacey E, M.D, et al. Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th ed. Vol.1.A. Lippincott, Philadelphia. 2004. p: 557- 586.


(62)

23 Rosai J. Ackerman’s Surgical Pathology. 8th ed. Mosby. St Louis. 1996. p: 493-549.

24 Rubin Emanuel et al. Pathology. 3rd ed. Vol.II. Philadelphia. 1999. p: 1174-1178.

25 De Vita, Jr, Vincent T,et al. Cancer “Principles & Practice of Oncology”. 7th ed. Lippincott, Philadelphia. 2005. p: 1502-1510.

26 Chandrasoma P, Taylor C.R. Concise Pathology.3rd ed. Singapore. 2001. p:850-855.

27 Himawan Sutisna. Kumpulan Kuliah patologi Anatomi. Edisi 1. Cetak

ulang. FK UI. Jakarta. 1985: 353-360.

28 Stevens Alan, et al. Pathology. 2nd ed. International ed. Toronto. Mosby. 2000. p:332-338.

29 Orell Svante R, et al. Fine Needle Aspiration Cytology. 4th ed. Elsevier. London. 2005. p: 125-158.

30 C. Capelli, et al. The predictive value of ultrasound findings in the

management of thyroid nodules. QJM Advance Acces. Italia. 2006. p:29-35. 31 Endocrine Surgery. A Companion to Specialist Surgical Practice. 3rd ed.

Edited by Tom W.J. Lennard. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2006. p: 43-74.

32 Camargo Rosalinda YA, et al. Preoperative assessment of thyroid nodules: role of ultrasonography and fine needle aspiration biopsy followed by cytology. Clinics. Vol.62. No.4. São Paulo. 2007.

33 K Venkatesh, et al. Imaging of Thyroid. Journal of Postgraduate Medical

Education, Training & Research. Vol.I, No. I & II. Department of Radiology. Kochi. p:39-41.


(63)

34 Baskent University Faculty of Medicine. Department of Pediatric Surgery. Ankara. Turkey. 2001.

35 C. Delia, et al. The role of fine needle aspiration biosy in differentiated thyroid carcinoma

36 Vikram Kate & N. Ananthakeishnan. Surgical Management of Common

Diseases of Thyroid. Departement of Surgery. Jawaharlal. Journal of Postraduate Medical Education, training & Research, Pondicherry. Vol. 1 No. I & II. p :48-52.

37 Suen Kenneth C. Fine-needle aspiration biopsy of the thyroid. CMAJ.

September 3rd , 2002.p: 491-495

38 Chen Cheng-Chieh et al. Cytology of Hashimoto’s Thyroiditis coexistent

with Papillary Thyroid Carcinoma : A case report.Taipei, Taiwan. J Biomed Lab Sci. 2008. Vol. 20 No. 1-2. p:22-25

39 Matesa Neven et al. The risk of thyroid malignancy in patients with solitary thyroid nodule versus patients with multinodular goiter. Department of Oncology and Nuclear Medicine. Sestre milosrdnice. University Hospital. Zagreb. Croatia. Acta Clin Croat 2005; 44:7-10.

40 Schlumberger Martin Jean, M.D. Papillary and Follicular Thyroid

Carcinoma. Medical Progress. Massachusetts Medical Society. 1998. Vol.338. No.5. p:297-305.

41 Okutan Ozerk et al. Metastasis of Follicular Carcinoma of the thyroid to Lumbar Vertebrae : A case report. Turkish Neurosurgery, 2005, Vol.15. No.1. p: 32-35.

42 Schlumberger Martin Jean, M.D. Anaplastic Thyroid Carcinoma. Orphanet


(64)

43 Vasko Vasily V et al. Thyroid follicular adenomas may display features of follicular carcinoma and follicular variant of papillary carcinoma. Experimental study. European Journal of Endocrinology. 2004. No.151. p: 779-786.

44 AACE/AME Medical Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. Endocrine Practice. Vol.12 No.1. JAN/Feb 2006. p: 63-102.


(1)

banyak dan proporsi yang lebih seimbang untuk meningkatkan sensitifitas daripada Si-BAJAH.


(2)

Referensi

01 Kurnia Ahmad. Penanganan Nodul Tiroid. FKUI/RSCM. Jakarta. 2007. 02 Subekti Imam. Diagnostik Medik Nodul Tiroid. FKUI/RSUPN-CM. Jakarta. 03 Fine Needle Biopsy of Thyroid Nodules. Available

at:http://www.endocrineweb.com/fna.html

04 Mayo Foundation for Medical Education and Research. “Thyroid Manager”. 2005.

05 Sultan Qaboos University Journal For Scientific Research. Medical Sciences. Are scintigraphy and ultrasonography necessary before fine-needle aspiration cytology for thyroid nodules? Oman. 2001. Vol.1. p:29-33. 06 Tjahjono. Artikel “Pendekatan morfometrik sel epitel folikel kelenjar tiroid pada neoplasma folikuler dan struma adenomatosa”. Majalah Kedokteran indonesia. Vol: 47. No:6. 1997. hal: 314.

07 Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006. p:1149-1172.

08 Ersoy E, et al. Preoperative fine-needle aspiration cytology versus frozen section in thyroid surgery. Endocrine regulations. Vol.33. 1999. p:141-144. 09 Kocjan G. Fine-needle aspiration cytology “Diagnostic Principles and

Dilemmas”. Springer. London. 2006. p: 215.

10 Editor K.J. Lee. Essensial Otolaryngology “Head and Neck Surgery”. 8th ed. McGraw-Hill. USA. 2003. p:632-634.

11 Rasad Sjahriar, dkk. Radiologi Diagnostik. Ultrasonografi Tiroid. Edisi kedua. Cetakan ke-6. Jakarta. 2005. hal: 453-457, 528-535,


(3)

12 Seiberling Kristin A, et al. Ultrasound-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy of Thyroid Nodules Performed in the Office. The American Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. The Laryngoscope 118. USA. 2008. p: 228-231.

13 Ganong W.F. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. EGC. Jakarta. 1987: 271-272. 14 Price Sylvia Anderson. Patofisiologi “Konsep klinik Proses-proses

Penyakit”. Edisi 2. Bagian 2. EGC. Jakarta. 1985: 334-343.

15 Cotton R.E. Lecture Notes on Pathology. 4th ed. Blackwell Scientific Publications, London. 1992. p: 127-137.

16 Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Robbins Basic Pathology. 7th ed. Saunders. Philadelphia. 2003. p:726-738.

17 Tambunan Gani W. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan I. EGC. Jakarta. 1991: 169-182.

18 Shahab Alwi. Tinjauan Pustaka. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nodul Tiroid. FK Unsri/RSU Dr. Mohammad Hoesin. Palembang.

19 Cibas Edmund S et al. Cytology Thyroid “Diagnostic Principles and Clinical Correlates”. 2nd ed. Saunders. 2003. p: 247-269.

20 Moore Francis D, et al. Endocrine Tumors and Malignancies. Atlas of Diagnostic Oncology. 3rd ed. Dana-Farber Cancer Institute. Edited by Arthur T. Skarin. Mosby. 2003. p:282-284.

21 Santacroce Luigi. Article eMedicine Thyroid, Papillary Carcinoma. Medical School, State University at Bari, Italy. 2006.

22 Mills, Stacey E, M.D, et al. Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th ed. Vol.1.A. Lippincott, Philadelphia. 2004. p: 557- 586.


(4)

23 Rosai J. Ackerman’s Surgical Pathology. 8th ed. Mosby. St Louis. 1996. p: 493-549.

24 Rubin Emanuel et al. Pathology. 3rd ed. Vol.II. Philadelphia. 1999. p: 1174-1178.

25 De Vita, Jr, Vincent T,et al. Cancer “Principles & Practice of Oncology”. 7th ed. Lippincott, Philadelphia. 2005. p: 1502-1510.

26 Chandrasoma P, Taylor C.R. Concise Pathology.3rd ed. Singapore. 2001. p:850-855.

27 Himawan Sutisna. Kumpulan Kuliah patologi Anatomi. Edisi 1. Cetak ulang. FK UI. Jakarta. 1985: 353-360.

28 Stevens Alan, et al. Pathology. 2nd ed. International ed. Toronto. Mosby. 2000. p:332-338.

29 Orell Svante R, et al. Fine Needle Aspiration Cytology. 4th ed. Elsevier. London. 2005. p: 125-158.

30 C. Capelli, et al. The predictive value of ultrasound findings in the management of thyroid nodules. QJM Advance Acces. Italia. 2006. p:29-35. 31 Endocrine Surgery. A Companion to Specialist Surgical Practice. 3rd ed.

Edited by Tom W.J. Lennard. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2006. p: 43-74.

32 Camargo Rosalinda YA, et al. Preoperative assessment of thyroid nodules: role of ultrasonography and fine needle aspiration biopsy followed by cytology. Clinics. Vol.62. No.4. São Paulo. 2007.

33 K Venkatesh, et al. Imaging of Thyroid. Journal of Postgraduate Medical Education, Training & Research. Vol.I, No. I & II. Department of Radiology. Kochi. p:39-41.


(5)

34 Baskent University Faculty of Medicine. Department of Pediatric Surgery. Ankara. Turkey. 2001.

35 C. Delia, et al. The role of fine needle aspiration biosy in differentiated thyroid carcinoma

36 Vikram Kate & N. Ananthakeishnan. Surgical Management of Common Diseases of Thyroid. Departement of Surgery. Jawaharlal. Journal of Postraduate Medical Education, training & Research, Pondicherry. Vol. 1 No. I & II. p :48-52.

37 Suen Kenneth C. Fine-needle aspiration biopsy of the thyroid. CMAJ. September 3rd , 2002.p: 491-495

38 Chen Cheng-Chieh et al. Cytology of Hashimoto’s Thyroiditis coexistent with Papillary Thyroid Carcinoma : A case report.Taipei, Taiwan. J Biomed Lab Sci. 2008. Vol. 20 No. 1-2. p:22-25

39 Matesa Neven et al. The risk of thyroid malignancy in patients with solitary thyroid nodule versus patients with multinodular goiter. Department of Oncology and Nuclear Medicine. Sestre milosrdnice. University Hospital. Zagreb. Croatia. Acta Clin Croat 2005; 44:7-10.

40 Schlumberger Martin Jean, M.D. Papillary and Follicular Thyroid Carcinoma. Medical Progress. Massachusetts Medical Society. 1998. Vol.338. No.5. p:297-305.

41 Okutan Ozerk et al. Metastasis of Follicular Carcinoma of the thyroid to Lumbar Vertebrae : A case report. Turkish Neurosurgery, 2005, Vol.15. No.1. p: 32-35.

42 Schlumberger Martin Jean, M.D. Anaplastic Thyroid Carcinoma. Orphanet encyclopedia. March 2004.


(6)

43 Vasko Vasily V et al. Thyroid follicular adenomas may display features of follicular carcinoma and follicular variant of papillary carcinoma. Experimental study. European Journal of Endocrinology. 2004. No.151. p: 779-786.

44 AACE/AME Medical Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. Endocrine Practice. Vol.12 No.1. JAN/Feb 2006. p: 63-102.