Dewan Pengawas Syariah merupakan eksekutif tertinggi bagi BPR Syariah, hal
ini berdasarkan SK Direksi Bank Indonesia No.3235KEPDIR dan No.3236KEPDIR masing-masing tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat dan Bannk Perkreditan Rakyat Syariah. Jumlah Direksi BPR dan BPR Syariah sekurang-kurangnya 2 dua orang. Pada BPR dengan volume
usaha yang besar, Direksi BPR dibantu oleh Kepala Bagian Oprasional.
3.3. Bentuk Hukum BPR
Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah Badan Usaha Milik
Daaerah, Koperasi Perseroan Terbatas ,dan bentuk lain yang ditetapkan Pemerintah.
3.4. Kepemilikan BPR
1. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia,
pemerintah hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
2. BPR yang membentuk hukum koperasi, kepemilikan diatur berdasarkan ketentuan dalam UU tentang perkoperasian yang berlaku.
3. BPR yang berbentuk perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.
4. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
5. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Mentri Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3.5. Pembinaan dan Pengawasan BPR
Fungsi Bank Indonesia sebagai pembinaan dan pengawasan bank pada umumnya terdapat dalam UU Pokok Perbankan Nomor 7 tahun 1992 Bab V Pembinaan dan
Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33,34, 35, 36, dan 37. Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi:
1. Pemberian bantuan dan llayanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu
dengan memberikan pinjaman kepada pedagang dan pengusaha kecil di desa daan di passar agar tidaak terjerat rentenir.
2. Membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarak guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. Penciptaan pemertaan kesempatan berusaha bagi masyarakat. Dalam melakukan pengawassan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu:
1. Organisasi dan sisitem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang ditetapkan.
2. Kekurangan tenaga terampil dan profesional
3. Mengalami masalah likuiditas 4. Belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya.
3.6 Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD dan BRI
1. BPR yang terdapat di desa sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank desa yang
ada dan kegiatannya siarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang
tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya.
Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.
3. BPR yang ditetapkan di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai atau bank sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan
pedagang di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adlah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.