Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Trust Pada Individu Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
TRUST PADA INDIVIDU YANG MENJALANI PACARAN
JARAK JAUH
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
MARGARET KHOMAN
051301058
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2008/2009
(2)
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Trust Pada Individu Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh
Margaret Khoman dan Ridhoi Meilona
ABSTRAK
Pada tahun belakangan ini, pacaran jarak jauh mengalami peningkatan. Banyak peneliti berkesimpulan bahwa pacaran jarak jauh mempunyai probabilitas kegagalan yang cukup besar dibandingkan dengan pacaran jarak dekat karena pacaran jarak jauh penuh dengan ketidakpastian (Reisman, dalam Beebe, Beebe & Redmond, 2004). Salah satu strategi dalam mengurangi ketidakpastian adalah trust (Dainton & Aylor, 2001). Individu yang memiliki kecerdasan emosi cenderung dipercayai orang lain. Selain itu, individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik memiliki kepercayaan diri yang kuat dan senantiasa memancarkan kepercayaan kepada orang disekitarnya.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 120 orang yang menjalani pacaran jarak jauh. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua
buah skala yaitu skala kecerdasan emosi dan skala trust yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Bar-On (2000) dan teori trust dari Johnson & Johnson (1997). Skala kecerdasan emosi memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.854 dan nilai reliabilitas skala trust (rxx)=0.891.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson
Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.335 dengan p<0.05
(p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
(3)
The Correlation Between Emotional Intelligence And Trust In Long-Distance Relationships
Margaret Khoman and Ridhoi Meilona
ABSTRACT
In recent years long-distance relationships have become increasingly prevalent. Researchers assumed that long-distance relationships has higher probability to fail than proximal relationships that individuals in long-distance relationships experience greater relational uncertainty due to physical distance.(Reisman, dalam Beebe, Beebe & Redmond, 2004). Trust should be considered an important uncertainty strategy for those in long-distance relationship (Dainton & Aylor, 2001). Indivuals, who have emotional intelligence, are more trustwrothy. Beside that, those have high self-confidence dan always trust other.
This research is a correlation research that aims to know the correlation between emotional intelligence and trust at individuals in long-distance relationships.
The samples taken in this research are individuals in long-distance relationships. The total of sample is 120. The sampling technique used is incidental sampling. Measuring tool used in this research is two scales that consist of emotional intelligence scale and trust scale. The researcher created the scales based on emotional intelligence theory from Bar-On (2000) and trust theory from Jhonson & Jhonson (1997). Emotional intelligence scale has reliability (rxx)=0.854 and reliabilility of trust (rxx)=0.891.
The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=0.335 with p<0.05 (p=0.000) so that researcher conclude that there is significant correlation between emotional intelligence and trust at individuals in long-distance relationships.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Depresi Ditinjau dari Kategori Bullying dan Jenis Kelamin pada Remaja Awal” ini. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, cinta dan dukungan yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya untuk membahagiakan keduanya dan keluarga.
3. Ibu Ridhoi Meilona, M.Si selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang Ibu berikan..Terima kasih kepada Ibu yang telah banyak bersabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(5)
4. Ibu Rika Eliana, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas arahan dan masukan serta perhatiannya. Kepada Ibu Etty Rachmawati, M.Si, K’ Lisa, Bu Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi yang telah memberikan arahan kepada penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis.Tanpa kalian semua penulis bukanlah apa-apa. Terima kasih kepada kak Ade, kak Ari, kak Devi, Pak Aswan, Pak Iskandar yang telah membantu penulis.
6. Kepada sahabat-sahabatku Vera, yang rela membagi ilmunya; beibeh, panda, cia2, juju, mayang, anggota PCI: Marie (teman berkubang di psikolib), elsa (makasi buat ilmu-ilmunya), nova (makasi atas ”halusinasinya”), dll yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima Kasih sebanyak-banyaknya.
7. Kepada teman-teman yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi dan menyebarkan angket terutama kepada Said (thanks a lot y!)
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan , Juni 2009
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... x
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah ...9
C. Tujuan Penelitian...10
D. Manfaat Penelitian ...10
E. Sistematika Penulisan ...11
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
A. Trust ... 11
1. Pengertian Trust ... 11
2. Komponen-Komponen Trust ... 12
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Trust ... 14
B. Kecerdasan Emosi... 16
1. Pengertian Kecerdasan Emosi ... 16
2. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosi... 17
(7)
1.Pacaran ... 20
a. Pengertian Pacaran ... 20
b. Komponen-Komponen Pacaran ... 21
c. Tipe-Tipe Pacaran ... 22
2.Pacaran Jarak Jauh ... 23
a.Pengertian Pacaran Jarak Jauh ... 23
b.Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh ... 25
D. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Trust Pada Individu yang menjalani Pacaran Jarak Jauh... 26
E. Hipotes Penelitian ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN ... 29
A. Identifikasi Variabel Penelitian...29
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...30
1. Kecerdasan Emosi...30
2. Trust ...30
C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel...31
1. Populasi Dan Sampel ... 31
2. Metode Pengambilan Sampel ... 32
D. Instrumen/Alat Ukur Yang Digunakan ...32
1. Skala Kecerdasan Emosi ...33
2. Skala Trust... ...35
(8)
1. Uji Validitas ...36
2. Uji Daya Beda Item...37
3. Uji Reliabilitas Alat Ukur ...37
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...38
1. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosi ...38
2. Hasil Uji Coba Skala Trust ...41
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian...42
1. Persiapan Penelitian ...42
2. Pelaksanaan Penelitian ...43
3. Tahap Pengolahan Data...44
H. Metode Analisa Data...44
1. Uji Normalitas...44
2. Uji Linieritas ...45
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...46
A. Gambaran Subjek Penelitian ...46
1. Usia Subjek Penelitian ...46
2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian...47
3. Status Pekerjaan Subjek Penelitian ...48
4. Beda Kota Tempat Tinggal Subjek Penelitian Dengan Pasangan48 5. Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh Subjek Penelitian...49
6. Ada atau Tidak Menjalani Pacaran Jarak Dekat Sebelumnya Subjek Penelitian...50
(9)
7. Intensitas Pertemuan Subjek Pertemuan ...50
B. Hasil Penelitian...51
1. Hasil Utama Penelitian...51
2. Hasil Tambahan Penelitian ...62
a. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Mean Empirik Dan Mean Hipotetik ...53
b. Gambaran Trust Berdasarkan Jenis Kelamin...56
c. Gambaran Trust Berdasarkan Beda Kota Tempat Tinggal Dengan Pasangan ...57
d. Gambaran Trust Berdasarkan Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh ...58
e. Gambaran Trust Berdasarkan Ada atau Tidaknya Menjalani Pacaran Jarak Dekat Sebelumnya ...59
f. Gambaran Trust Berdasarkan Intensitas Pertemuan ...60
g. Analisa Regresi Ke-15 Aspek Kecerdasan Emosi Dengan Trust ...61
C. Pembahasan ...65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...72
A. Kesimpulan ...72
B. Saran ...74
1. Saran Metodologis ...74
(10)
DAFTAR PUSTAKA ... 75
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Aitem-aitem Skala Kecerdasan Emosi... 33
Tabel 2 : Distribusi Aitem-aitem Skala Trust ... 35
Tabel 3 : Distribusi Aitem skala Kecerdasan emosi setelah uji coba... 39
Tabel 4 : Distribusi aitem skala kecerdasan emosi untuk penelitian ... 40
Tabel 5 : Distribusi item skala trust setelah uji coba...41
Tabel 6 : Distribusi item skala trust untuk penelitian ...42
Tabel 7 : Penyebaran subjek berdasarkan usia ...46
Tabel 8 : Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 47
Tabel 9 : Penyebaran subjek berdasarkan status pekerjaan 48
Tabel 10 : Penyebaran subjek berdasarkan beda kota tempat tinggal subjek penelitian dengan pasangan 48
Tabel 11 : Penyebaran subjek berdasarkan lama menjalani pacaran jarak jauh 49 Tabel 12 : Penyebaran subjek berdasarkan ada atau tidaknya menjalani pacaran jarak dekat sebelumnya 50 Tabel 13 : Penyebaran subjek berdasarkan intensitas pertemuan 50
(12)
Tabel 15 : Tabel ANOVA...52
Tabel 16 : Deskripsi data penelitian ...53
Tabel 17 : Kategorisasi data pada variabel kecerdasan emosi...55
Tabel 18 : Norma kategorisasi trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh ...56
Tabel 19 : Kategorisasi data pada variabel Trust ... . . ... ... 56
Tabel 20 : Deskripsi Skor Trust Berdasarkan jenis kelamin ... .. 57
Tabel 21 : Analisa varians Trust berdasarkan jenis kelamin ... ...57
Tabel 22 : Deskripsi Skor Trust Berdasarkan beda kota ... .. 57
Tabel 23 : Analisa varians Trust berdasarkan beda kota ... ...58
Tabel 24 : Deskripsi Skor Trust lama menjalani pacaran jarak jauh 58 Tabel 25 : Analisa varians Trust lama menjalani pacaran jarak jauh ... .59
Tabel 26 : Deskripsi Skor Trust Berdasarkan ada atau tidaknya menjalani pacaran jarak dekat sebelumnya ... .. 59
Tabel 27 : Analisa varians Trust berdasarkan ada atau tidaknya menjalani pacaran jarak dekat sebelumnya... ... ..60
Tabel 28 : Deskripsi Skor Trust Berdasarkan intensitas pertemuan .. 60
Tabel 29 : Analisa varians Trust berdasarkan intensitas pertemuan ... .. 61
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Gambaran Subjek Penelitian Lampiran B : Reliabilitas
Lampiran C : Skala Penelitian Lampiran D : Data Hasil Penelitian
(14)
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Trust Pada Individu Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh
Margaret Khoman dan Ridhoi Meilona
ABSTRAK
Pada tahun belakangan ini, pacaran jarak jauh mengalami peningkatan. Banyak peneliti berkesimpulan bahwa pacaran jarak jauh mempunyai probabilitas kegagalan yang cukup besar dibandingkan dengan pacaran jarak dekat karena pacaran jarak jauh penuh dengan ketidakpastian (Reisman, dalam Beebe, Beebe & Redmond, 2004). Salah satu strategi dalam mengurangi ketidakpastian adalah trust (Dainton & Aylor, 2001). Individu yang memiliki kecerdasan emosi cenderung dipercayai orang lain. Selain itu, individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik memiliki kepercayaan diri yang kuat dan senantiasa memancarkan kepercayaan kepada orang disekitarnya.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 120 orang yang menjalani pacaran jarak jauh. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua
buah skala yaitu skala kecerdasan emosi dan skala trust yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Bar-On (2000) dan teori trust dari Johnson & Johnson (1997). Skala kecerdasan emosi memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.854 dan nilai reliabilitas skala trust (rxx)=0.891.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson
Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.335 dengan p<0.05
(p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
(15)
The Correlation Between Emotional Intelligence And Trust In Long-Distance Relationships
Margaret Khoman and Ridhoi Meilona
ABSTRACT
In recent years long-distance relationships have become increasingly prevalent. Researchers assumed that long-distance relationships has higher probability to fail than proximal relationships that individuals in long-distance relationships experience greater relational uncertainty due to physical distance.(Reisman, dalam Beebe, Beebe & Redmond, 2004). Trust should be considered an important uncertainty strategy for those in long-distance relationship (Dainton & Aylor, 2001). Indivuals, who have emotional intelligence, are more trustwrothy. Beside that, those have high self-confidence dan always trust other.
This research is a correlation research that aims to know the correlation between emotional intelligence and trust at individuals in long-distance relationships.
The samples taken in this research are individuals in long-distance relationships. The total of sample is 120. The sampling technique used is incidental sampling. Measuring tool used in this research is two scales that consist of emotional intelligence scale and trust scale. The researcher created the scales based on emotional intelligence theory from Bar-On (2000) and trust theory from Jhonson & Jhonson (1997). Emotional intelligence scale has reliability (rxx)=0.854 and reliabilility of trust (rxx)=0.891.
The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=0.335 with p<0.05 (p=0.000) so that researcher conclude that there is significant correlation between emotional intelligence and trust at individuals in long-distance relationships.
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Cinta (love) merupakan salah satu tema yang paling umum dalam lagu-lagu, film, dan kehidupan sehari-hari. Sebagian besar orang menerima cinta sebagai pengalaman manusia yang paling umum. Menurut Sternberg (dalam Tambunan, 2001), cinta adalah sebuah kisah yang ditulis oleh setiap orang; merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Banyak cara untuk mengungkapkan cinta, bisa dengan kata-kata dan tindakan. Mengungkapkan cinta adalah cara untuk meraih satu tujuan yaitu arti cinta itu sendiri. Berawal dari adanya ketertarikan terhadap lawan jenis, rasa cinta kemudian dilampiaskan dengan cara berpacaran (”Cinta”, 2007). Berpacaran atau pacaran merupakan suatu proses pemilihan pasangan hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Benokraitis (1996) yang menyatakan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan masa dewasa muda (Havighurst dalam Lemme, 1995). Individu yang berada pada usia
(17)
17 – 40 tahun dapat digolongkan dalam masa dewasa muda (Levinson dalam Monks, 2002). Pada masa inilah, individu mencari pasangan hidup dengan membentuk hubungan romantik atau yang sering disebut dengan pacaran (Kiessinger, Shulman & Krenke, 2001). Selain itu, pada masa dewasa muda ini, individu juga mengembangkan karir dan membentuk mimpi mengenai kehidupan yang diinginkannya (Craig, 1986).
Kondisi mobilitas yang tinggi seperti pada masa sekarang ini menyebabkan kebanyakan orang berusaha mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik demi kelangsungan hidup. Namun, sebagai dampaknya, hubungan romantik antar pasangan harus dihadapkan dengan perpisahan fisik secara geografis yang cukup jauh. Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari mereka harus ditempatkan di tempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga memaksa hubungan mereka terpisahkan oleh jarak. Selain itu, ada juga hubungan yang mulai dibentuk walau terpisahkan oleh jarak. Pasangan yang menjalani hubungan ini harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak pernah bertemu secara fisik. Jenis hubungan ini bisa dimulai melalui berbagai cara misalnya melalui situs-situs perjodohan, personal ads., sahabat pena ataupun melalui ruang chatting.
Pacaran jarak jauh atau yang sering disebut dengan “long distance
relationship”, merupakan pacaran dimana pasangan dipisahkan oleh jarak fisik
yang tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu (Hampton, 2004). Beberapa peneliti menganggap keterpisahan fisik untuk periode
(18)
waktu tertentu sebagai salah satu faktor yang menbedakan pacaran jarak dekat dengan pacaran jarak jauh. Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan faktor waktu dan jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori waktu berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga kategori waktu pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan), dan tiga kategori jarak (0-1 mil, 2-294 mil, lebih dari 250 mil). Dari hasil penelitian Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) ini, ditemukan bahwa pacaran jarak jauh dapat dikategorisasikan berdasarkan ketiga faktor tersebut.
Pacaran jarak jauh selain berkaitan dengan trend sosial, seperti dalam peningkatan tenaga kerja wanita (Johnston & Packer dalam Kaufman, 2000), juga berkaitan dengan faktor pendidikan (Hampton, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Stafford, Daly, dan Reske (dalam Kaufmann, 2000) menunjukkan bahwa kira-kira sepertiga dari hubungan sebelum menikah yang dijalani mahasiswa merupakan pacaran jarak jauh. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci, & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25% - 40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa merupakan pacaran jarak jauh.
Salah satu artikel mengenai pacaran jarak jauh yang berjudul How to Make a
Long-Distance Relationship Work menyebutkan bahwa hambatan paling besar
yang bertentangan dengan hubungan sehat adalah masalah jarak. Berpisah secara fisik merupakan hal yang sulit. Pasangan mungkin berada di kota lain, atau berada
(19)
di negara lain. Pada kenyataannya, semakin jauh jarak yang memisahkan pasangan, semakin besar hambatan dan tantangan yang dihadapi pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh, khususnya mempersulit pasangan untuk dapat bertemu. Intensitas pertemuan yang minim akan menimbulkan kesulitan dalam hubungan tersebut (Rindfuss & Stephen dalam Stafford & Reske, 1990).
Berdasarkan hambatan-hambatan dalam pacaran jarak jauh, banyak peneliti yang kemudian berkesimpulan bahwa pacaran jarak jauh mempunyai probabilitas kegagalan yang cukup besar dibandingkan dengan pacaran jarak dekat (proximal
relationship) (Reisman, 1993 dalam Beebe, Beebe, & Redmond, 2004). Hal ini
disebabkan karena pacaran jarak jauh penuh dengan keraguan dan ketidakpastian (Lydon, Pierce, & O’Regan, 1997 dalam Stafford, 2006).
Ketidakpastian hubungan lebih mungkin terjadi dalam pacaran jarak jauh karena jarak fisik merupakan sumber utama dalam ketidakpastian hubungan (Dainton & Aylon, 2001). Planalp & Honeycutt (dalam Dainton & Aylon, 2001) menyatakan bahwa peningkatan dalam ketidakpastian hubungan berhubungan dengan penurunan trust. Oleh sebab itu, individu yang menjalani pacaran jarak jauh mengalami ketidakpastian hubungan yang tinggi, maka mereka akan memiliki trust yang rendah dibandingkan dengan individu yang menjalani pacaran jarak dekat (dalam Dainton & Aylon, 2001).
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Dainton & Aylon (2001) ditemukan bahwa trust menjadi salah satu strategi dalam mengurangi ketidakpastian bagi individu yang sedang membangun hubungan dan menjadi hal yang penting dalam mengurangi ketidakpastian hubungan. Selain itu, Blake
(20)
(2007) dalam bukunya “Loving Your Long Distance Relationship” juga menyatakan bahwa jarak tidak dapat, dan tidak akan melukai ikatan antara dua orang yang didasarkan atas cinta, komitmen, saling menghargai, dan kepercayaan (trust). Adapun Westefeld & Liddell (1982) juga menyatakan bahwa trust merupakan elemen yang penting dalam mempertahankan hubungan, khususnya yang terlibat dalam pacaran jarak jauh (dalam Dainton dan Aylon, 2001). Sejalan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kauffman (2000) juga ditemukan bahwa trust merupakan syarat dalam keberhasilan pacaran jarak jauh, dimana banyak responden yang meyakini trust sebagai kekuatan hubungan mereka.
Hal ini seperti yang terungkap dalam salah satu forum diskusi di salah satu
website internet yang membahas mengenai long-distance relationships:
“Saya pernah mengalami masa-masa pacaran long distance selama 4 tahun. Mungkin saya bisa sharing apa yang membuat saya dan pasangan berhasil dan menikah). Kunci keberhasilan saya selama long distance date ini cuma ada dua yaitu percaya dan terbuka. Kalau salah satu kunci ini sudah dilanggar berarti saya mulai mempertanyakan keseriusan hubungan kita. Kita harus percaya bahwa dia disana enggak main dibelakang kita. Dan untuk bisa tetap percaya kita mesti terbuka! Sekali lagi percaya & terbuka!. Dan prinsip ini bukan hanya berlaku buat kita seorang, tapi juga buat pasangan kita. Sejauh pasangan kita masih terbuka ama kita, nothing
to worry!”
(Curhat Room Indo Mp3z-01-08-2008)
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa trust merupakan kunci mempertahankan hubungan dalam menjalani pacaran jarak jauh.
Trust dalam suatu hubungan percintaan merupakan hal yang perlu ada, bahkan
dalam suatu hubungan tidak adanya trust akan mengantarkan ke suasana yang sangat negatif seperti saling curiga, saling tertutup, saling menipu dan kemunafikan (Gea, 2002). Saat pasangan sepakat untuk menjalani pacaran jarak
(21)
jauh, seringkali timbul kecurigaan dan kecemburuan karena tidak bisa selalu mengawasi pasangan. Oleh karena itu, kepercayaan kepada pasangan sangat dibutuhkan agar individu tidak selalu disesaki oleh rasa curiga yang berlebihan (Oktady dalam “Tips”, 2008).
Menurut Lewicki & Wiethoff (2000), trust dipengaruhi oleh orientasi psikologis. Deutsch (dalam Lewicki & Wiethoff, 2000) menyatakan bahwa individu membangun dan mempertahankan hubungan sosial mereka berdasarkan orientasi psikologisnya. Begitupula ketika individu sedang membangun hubungan percintaan dengan pasangannya. Cinta, sebentuk emosi yang yang mengandung ketertarikan, hasrat seksual, dan perhatian pada seseorang, membuat seseorang ingin memiliki hubungan khusus dengan orang lain melalui keterlibatan emosional yang mendalam dengan pasangannya. (Mendatu, 2009). Dalam membangun suatu hubungan, seseorang memutuskan untuk mempercayai orang lain berdasarkan informasi yang disediakan oleh emosi (Jones & George dalam Hoy & Moran, 2000). Oleh karena itu, individu perlu untuk memproses informasi yang disediakan oleh emosi dan mengatur emosinya dengan kecerdasan dalam menjalani dunia sosial (Lopes, Braket, Nezlek, dkk, 2004).
Menurut Levinson (1995) menyatakan bahwa untuk dapat dipercayai oleh pasangan maka individu harus berusaha menunjukkannya dalam kata dan perbuatannya. Kedua belah pihak harus menjaga agar apa yang dilakukan maupun dikatakan menimbulkan kepercayaan bagi pasangannya. Jadi kepercayaan ini tidak berarti karena pasangan saling cinta, mereka harus saling percaya tanpa mau berusaha agar apa yang dilakukan menimbulkan kepercayaan. Dengan kata lain,
(22)
cinta menuntut masing-masing pihak dalam hal kata dan perbuatannya dapat dipercaya (Ahmadi, 1999).
Individu yang secara verbal mampu mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menanggapi kesulitan dengan efektif, mampu bersikap asertif untuk menolak pengaruh-pengaruh negatif, mampu mendengarkan orang lain, dan secara non verbal mampu menunjukkan ekspresi wajah, sikap tubuh dan pandangan mata); mampu mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan serta terampil dalam berperilaku; mampu mengidentifikasikan dan mendefinisikan perasaan yang muncul;mampu mengungkapkan perasaan; mampu menilai intensitas (kadar) perasaan; mampu mengelola perasaan dan mampu mengendalikan diri sendiri, serta mampu mengurangi stres merupakan individu yang berkembang kecerdasan emosinya dengan baik dan terampil dalam mengelola emosinya (Hidayati & Masyum, 2005).
Menurut Hidayati dan Masyum (2005), kecerdasan emosi penting dan perlu dalam pacaran. Individu tidak hanya dituntut untuk mengenali emosinya sendiri, tetapi juga emosi pasangannya. Selain itu, yang paling penting adalah bagaimana individu bisa mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik. Sarbirin (2002) menyatakan bahwa hubungan dengan pasangan akan terjalin dengan baik apabila ada rasa nyaman, saling pengertian dan keterbukaan sehingga hubungan tersebut dapat terus dipertahankan.
Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
(23)
B. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah : 1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi sosial, terutama yang berkaitan dengan tema trust dan pacaran jarak jauh serta diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti-peneliti lain yang berkeinginan untuk meneliti tentang pacaran jarak jauh.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pasangan yang sedang menjalani pacaran jarak jauh mengenai aspek kecerdasan emosi dan trust
(24)
dalam menjalani dan mempertahankan hubungan pacaran, khususnya pacaran jarak jauh.
E. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika Penelitian dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini akan disajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat dari penelitian. Dalam penelitian ini manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis. Selain itu pula terdapat sistematika penulisan pada akhir Bab I.
Bab II Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah teori-teori yang berhubungan dengan kecerdasan emosi yang mencakup definisi dan komponen-komponen kecerdasan emosi. Selain itu, juga akan dipaparkan teori trust yang mencakup definisi, komponen-komponen trust, faktor-faktor yang mempengaruhi trust. Selain itu akan dibahas mengenai definisi pacaran dan pacaran jarak jauh.
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat
(25)
ukur yang digunakan, uji validitas, uji daya beda dan uji reliabilitas; prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan gambaran subjek penelitian dan pembahasan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian. Diskusi membahas mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.
(26)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TRUST
1. Pengertian Trust
Dalam buku intimate relationship (Miller, Perlman & Brehm, 2007), trust didefinisikan sebagai pengharapan bahwa pasangan akan memperlakukan dengan baik dan secara terhormat (Holmes dalam Miller, Perlman & Brehm, 2007).
Giffin (dalam Rakhmat, 1992) mendefinisikan trust sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.
Holmes & Rempel (dalam Hendrik & Hendrik,1992) menyatakan bahwa trust adalah kepercayaan bahwa pasangan tidak hanya akan responsif tetapi akan berkali-kali mengurangi atau bahkan mengorbankan minatnya untuk membantu pasangannya.
Menurut Johnson & Johnson (1997), trust merupakan aspek dalam suatu hubungan dan secara terus menerus berubah serta bervariasi yang dibangun melalui rangkaian tindakan trusting dan trustworthy. Trusting adalah kemauan untuk mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk, sedangkan
trustworthy adalah perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayaan
orang lain.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil suatu definisi bahwa trust adalah kepercayaan pada pasangan yang didasarkan pada kemauan untuk
(27)
mengambil resiko terhadap akibat baik atau buruk dan menerima kepercayaan dari pasangan.
2. Komponen – Komponen Trust
Menurut Johnson & Johnson (1997), komponen trust meliputi trusting dan
trustworthy. Trusting mencakup openness dan sharing, dan trustworthy mencakup
acceptance, support serta cooperative intentions.
a. Trusting
Komponen – komponen trusting:
1) Keterbukaan (openness): membagi informasi, ide-ide, pemikiran, perasaan, dan reaksi terhadap isu-isu yang terjadi.
2) Berbagi (sharing): menawarkan bantuan material dan sumber daya kepada orang lain dengan tujuan untuk membantu mereka menuju penyelesaian tugas. Tingkah laku trusting adalah:
1) Kemauan untuk mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk. 2) Perilaku yang melibatkan keterbukaan diri dan kemauan untuk diterima dan
didukung secara terbuka oleh orang lain.
b. Trustworthy
Komponen – komponen trustworthy:
1) Penerimaan (acceptance): melakukan komunikasi dengan orang lain dan menghargai pendapat mereka tentang suatu hal yang sedang dibicarakan
(28)
2) Dukungan (support): hubungan dengan orang lain yang diketahui kemampuannya dan percaya bahwa mereka memiliki kapabilitas yang dibutuhkan
3) Niat untuk bekerjasama (cooperative Intentions): harapan bahwa orang lain dapat di ajak bekerja sama untuk mencapai pemenuhan tujuan.
Tingkah laku trustworthy adalah:
1) Kemauan untuk merespon terhadap resiko yang telah diambil orang lain yang menyakinkan bahwa orang tersebut akan menerima akibat yang baik.
2) Perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayaan orang lain.
Menurut Johnson & Johnson (1997), penerimaan (acceptance) mungkin merupakan perhatian yang pertama dan paling dalam yang muncul dalam sebuah hubungan. Penerimaan terhadap orang lain biasanya disertai penerimaan terhadap diri sendiri. Individu harus dapat menerima diri mereka sendiri sebelum mereka dapat sepenuhnya menerima orang lain. Penerimaan merupakan kunci untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan ketika mendapat kritik. Jika seseorang merasa tidak diterima, maka frekuensi dan partisipasinya berhubungan dengan orang lain akan berkurang. Untuk membangun trust dan memperdalam hubungan dengan orang lain, setiap individu harus bisa untuk mengkomunikasikan
acceptance, support dan cooperativeness.
Kunci untuk membangun dan mempertahankan trust adalah menjadi
trustworthy. Semakin acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain,
(29)
kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan reaksinya. Semakin trustworthy individu dalam merespon keterbukaan orang lain, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan
trust, maka trustworthiness harus ditingkatkan.
Keterampilan utama yang penting dalam mengkomunikasikan acceptance,
support dan cooperativeness melibatkan pengekspresian kehangatan, pengertian
yang akurat, dan keinginan untuk bekerjasama. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa ekspresi semacam itu dapat meningkatkan trust dalam suatu hubungan, bahkan ketika ada konflik yang tidak terselesaikan antara individu yang terlibat (Johnson & Johnson, 1997).
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Trust
Individu mengembangkan harapannya mengenai tingkat bagaimana seseorang dapat trust kepada orang lain, bergantung pada faktor-faktor di bawah ini (Lewicki & Wiethoff, 2000):
a. Predisposisi Kepribadian (Personality Predisposition)
Penelitian menunjukkan bahwa individu berbeda di dalam predisposisi mereka untuk percaya kepada orang lain (Rotter dalam Lewicki & Wiethoff, 2000). Semakin tinggi tingkat individu dalam predisposisi untuk trust, semakin besar harapan untuk dipercaya oleh orang lain.
b. Reputasi dan Stereotip (Reputation and Stereotype)
Meskipun individu tidak memiliki pengalaman langsung dengan orang lain, harapan individu dapat terbentuk melalui apa yang dipelajari dari teman ataupun
(30)
dari apa yang telah didengar. Reputasi orang lain biasanya membentuk harapan yang kuat yang membawa individu untuk melihat elemen untuk trust dan distrust serta membawa pada pendekatan pada hubungan untuk saling percaya.
c. Pengalaman Aktual (Actual Experience)
Pada kebanyakan orang, individu membangun faset dari pengalaman untuk berbicara, bekerja, berkoordinasi dan berkomunikasi. Beberapa dari faset tersebut sangat kuat di dalam trust, dan sebagian mungkin kuat pada distrust. Sepanjang berjalannya waktu, baik elemen trust maupun distrust memulai untuk mendominasi pengalaman, untuk menstabilkan dan secara mudah mendefinisikan sebuah hubungan. Ketika polanya sudah stabil, individu cenderung untuk mengenelarisasikan sebuah hubungan dan menggambarkannya dengan tinggi atau rendahnya trust atau distrust.
d. Orientasi Psikologis (Psychological Orientation)
Deutsch (dalam Lewicki & Wiethoff, 2000) menyatakan bahwa individu membangun dan mempertahankan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya. Orientasi ini dipengaruhi oleh hubungan yang terbentuk dan sebaliknya. Dalam artian, agar orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang sesuai dengan jiwa mereka. Hubungan dengan orang lain menentukan emosi seseorang. Jika individu tidak menjaga hubungannya dengan orang lain dengan emosi yang baik, maka emosi tersebut dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan yang akan mencelakakan hubungan yang telah dijalani.
(31)
Menurut Jones & George (dalam Hoy & Moran, 2000), dalam membangun suatu hubungan, seseorang memutuskan untuk mempercayai orang lain berdasarkan informasi yang disediakan oleh emosi dimana emosi sangat berhubungan erat dengan kejadian atau lingkungan khusus yang menghalangi proses kognitif dan perilaku seseorang. Individu yang tidak bisa menangani emosinya dengan baik akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Ciarrchi, Chan, Caputi, & Roberts, 2001).
Oleh sebab itu, diperlukan keterampilan emosi dalam berhubungan dengan orang lain (Keltner & Heidt, dalam Lopes, Bracket, Nezlek, dkk, 2004). Emosi positif berhubungan dengan kemampuan bergaul. Sedangkan emosi negatif menyebabkan orang saling berjauhan. Jadi, individu perlu untuk memproses informasi yang disediakan oleh emosi dan mengatur emosi dengan kecerdasan dalam menjalani dunia sosial (Lopes, Braket, Nezlek, dkk, 2004).
B. KECERDASAN EMOSI
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Salovey dan Mayer (dalam Clark & Fletcher, 2003) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai salah satu bentuk kecerdasan sosial yang mencakup
(32)
kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakannya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Berbeda dengan pengertian yang dikemukakan Salovey dan Mayer yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi berdasarkan kemampuan seseorang , Bar-On (dalam Schulze & Roberts, 2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai suatu interrelasi dari kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengenal, menggunakan dan mengatur emosi dengan tepat dan produktif sehingga sesuai dengan tuntutan dan tekanan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini menggunakan definisi kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Bar-On (dalam Schulze & Roberts, 2005) yaitu suatu interrelasi dari kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengenal, menggunakan dan mengatur emosi dengan tepat dan produktif sehingga sesuai dengan tuntutan dan tekanan lingkungan.
2. Komponen – Komponen Kecerdasan Emosi
Definisi dan konseptual kecerdasan emosi mencakup satu atau beberapa komponen di bawah ini (Bar-On dalam Stein & Book, 2000):
a. Kemampuan intrapersonal (Intrapersonal Skill)
Kemampuan intrapersonal yaitu kemampuan mengenali, memahami dan mengekspresikan emosi dan perasaan, diantaranya:
(33)
1) Kesadaran diri emosional (Emotional self awareness): Kemampuan untuk mengenali dan membedakan perasaan yang dirasakan, mengetahui apa yang sedang dirasakan dan mengapa merasakan hal tersebut.
2) Asertivitas (Assertiveness): Kemampuan mengekspresikan perasaan (misalnya menerima dan mengekspresikan kemarahan dan kehangatan), kemampuan mengekspresikan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (misalnya mampu menyuarakan pendapat, ketidaksetujuan) dan berani membela hak pribadi (tidak membiarkan orang lain menganggu atau mendapat keuntungan dari indiviu)
3) Kemandirian (Independence): Kemampuan untuk memimpin dan mengendalikan diri dalam berpikir dan berperilaku serta bebas dari ketergantungan emosi,
4) Menghargai diri (Self-regard): Kemampuan untuk menghormati dan menerima diri sendiri,
5) Aktualisasi diri (Self-Actualization): Kemampuan menyadari kapasitas potensial yang dimiliki.
b. Kemampuan interpersonal (Interpersonal Skill)
Kemampuan interpersonal yaitu kemampuan untuk memahami bagaimana yang dirasakan oleh orang lain dan berhubungan dengan mereka, diantaranya:
1) Empati (Emphaty): Kemampuan mengetahui, memahami dan menyadari perasaan dan pikiran orang lain, bagaimana dan mengapa orang lain merasakan dan berpikir dengan cara mereka
(34)
2) Tanggung jawab sosial (Social Responsibility): Kemampuan menunjukkan sebagai anggota yang kooperatif, memberikan kontribusi, dan konstruktif 3) Hubungan interpersonal (Interpersonal relationship): Kemampuan
membangun dan mempertahankan kepuasan hubungan yang dikarakteristikkan dengan adanya kedekatan dan memberi dan menerima kasih sayang.
c. Penyesuaian diri (Adaptability)
Penyesuaian diri yaitu kemampuan untuk mengatur perubahan, beradaptasi dan memecahkan masalah personal dan interpersonal, diantaranya:
1) Pemecahan Masalah (Problem Solving): Kemampuan mengenali dan menjelaskan masalah serta membuat dan melaksanakan solusi yang efektif 2) Uji realitas (Reality testing): Kemampuan untuk menilai hubungan antara
apa yang dialami dengan apa yang ada secara objektif
3) Fleksibilitas (Flexibility): Kemampuan untuk menyesuaikan emosi, pikiran dan perilaku terhadap perubahan situasi dan kondisi.
d. Penanganan stres (Stress Management)
Penanganan stres yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan emosi, diantaranya:
1) Ketahanan menanggung stres (Stress Tolerance): Kemampuan untuk melawan kejadian yang buruk dan situasi stres secara aktif dan pasif mengatasi stres
2) Pengendalian impuls (Impulse Control): Kemampuan untuk menahan atau menunda impuls, dorongan atau godaan untuk bertindak.
(35)
e. Suasana hati (General Mood)
Suasana hati yaitu kemampuan untuk menghasilkan perasaan positif dan memotivasi diri, diantaranya:
1) Kebahagiaan (Happiness): Kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan diri sendiri, mengembirakan diri sendiri dan orang lain, dan bersenang-senang
2) Optimisme (Optimism): Kemampuan untuk melihat sisi yang lebih baik dari kehidupan dan mempertahankan sikap positif bahkan dalam menghadapi kesulitan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil subkomponen dari komponen-komponen utama dari kecerdasan emosi sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosi.
C. PACARAN DAN PACARAN JARAK JAUH
1. Pacaran
a. Pengertian Pacaran
Pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga (Dacey & Kenny, 1997). Salah satu karakteristik dari pacaran yaitu kedekatan atau keintiman secara fisik (physical intimacy). Keintiman (intimacy) tersebut meliputi berbagai perilaku seksual seperti berpegangan tangan, berciuman dan berbagai interaksi perilaku seksual lainnya (Baron & Byrne, 1997).
(36)
Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Jadi, pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga untuk menjajaki kemungkinan untuk dijadikan pasangan hidup yang meliputi aktivitas bersama.
b. Komponen – Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001), ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
1) Saling Percaya (Trust each other)
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.
(37)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap orang lain.
3) Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Dalam pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms (short messaging
service), surat atau email (electronic mail).
4) Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
c. Tipe – Tipe Pacaran
Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (romantic relationship) menjadi dua tipe yaitu:
(38)
Proximal Relationship dikenal dengan pacaran jarak dekat dimana pasangan
tidak dipisahkan oleh jarak fisik yang berarti oleh karena itu kedekatan fisik dimungkinkan (Hampton, 2004). Persepsi hubungan jarak jauh atau dekat tergantung dengan persepsi subjek (Dellman-Jenkins dkk, 1994 dalam Skinner 2005), namun ada beberapa literatur yang membuat standar jarak dekat seperti kurang dari 60 mil (Shumway, 2004) atau 200 mil (Knox, Zusman, Daniels, & Brantley, 2002).
2) Pacaran Jarak Jauh (Long-Distance Relationship)
Long-Distance Relationship adalah pacaran yang sering disebut pacaran jarak
jauh dimana pasangan dipisahkan oleh jarak fisik yang tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu (Hampton, 2004). Beberapa penelitian menggunakan batas jarak jauh sekitar 60 mil (Shumway, 2004) sampai 200 mil (Knox, Zusman, Daniels, & Brantley, 2002), namun ada pula beberapa penelitian yang menggunakan batas jarak jauh tergantung dari persepsi subjek akan hubungan jarak jauh yang dialaminya (Dellman-Jenkins dalam Skinner 2005).
2. Pacaran Jarak Jauh
a. Pengertian Pacaran Jarak Jauh
Dalam jurnal Perceptions of College Students in Long Distance Relationships (Skinner, 2005) disebutkan bahwa pengertian pacaran jarak jauh berbeda-beda berdasarkan penelitian yang dilakukan. Mayoritas penelitian menggunakan kriteria “pisah jarak”, bagaimanapun jarak yang digunakan berbeda-beda.
(39)
Contohnya, Schwebel dkk. (1992) menggunakan 50 mil atau lebih dalam penelitiannya, sedangkan Lydon, Pierce, and O’Regan (1997) dan Knox dkk. (2002) menggunakan 200 mil atau lebih untuk mendefinisikan pacaran jarak jauh. Penelitian lainnya menggunakan definisi berdasarkan persepsi partisipan terhadap hubungan tersebut (Dellman-Jenkins dkk, 1994). Definisi yang berbeda-beda ini menandakan bahwa banyak faktor yang berperan dalam menentukan apakah suatu hubungan termasuk hubungan jarak jauh atau bukan dan ada lebih dari satu jenis hubungan jarak jauh (dalam Skinner, 2005).
Penelitian lainnya (Carpenter & Knox, 1986; Stafford & Reske, 1990) menetapkan jarak minimum untuk pacaran jarak jauh yang berkisar dari 100 mil hingga 421 mil, Helgeson (dalam Kidenda, 2002) menyatakan bahwa pacaran jarak jauh harus diluar area tertentu, sedangkan Stephen (dalam Kidenda, 2002) mendefinisikan pacaran jarak jauh sebagai hubungan dimana pasangan berada di negara lainnya.
Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan faktor waktu dan jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori waktu berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga kategori waktu pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan), dan tiga kategori jarak (0-1 mil, 2-294 mil, lebih dari 250 mil). Dari hasil penelitian Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) ini, ditemukan bahwa pacaran jarak jauh dapat dikategorisasikan berdasarkan ketiga faktor tersebut.
(40)
Pada penelitian ini, pacaran jarak jauh didefinisikan sebagai hubungan dimana pasangan berada di kota lainnya, telah menjalani pacaran jarak jauh minimal 6 bulan dan mengadakan pertemuan maksimal 1 kali per bulan.
b. Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh
Kaufmann (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab individu menjalani pacaran jarak jauh diantaranya:
1) Pendidikan
Salah satu faktor penyebab pacaran jarak jauh adalah ketika individu berusaha untuk mengejar dan mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga hubungan mereka dengan pasangan harus dipisahkan oleh jarak. Stafford, Daly, & Reske (dalam Kauffman, 2000) menyatakan bahwa sepertiga dari hubungan pacaran di dalam universitas yang dijalani oleh mahasiswa merupakan pacaran jarak jauh.
2) Pekerjaan
Pacaran jarak jauh juga berhubungan dengan kecenderungan sosial pada saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja ke luar negeri (Johnson & Packer dalam Kauffman, 2000) dan juga dengan adanya kondisi mobilitas kerja pada saat ini sehingga dalam usaha pencapaian karir mereka, hubungan percintaan yang terjadi harus dipisahkan oleh jarak.
(41)
D. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN TRUST
PADA INDIVIDU YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH
Hubungan pacaran jarak jauh sering dipandang sebagai hubungan yang mustahil, dimana pasangan yang menjalani hubungan ini kerap mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pasangannya. Menurut Salhstein (2004), jarak aktual pasangan dapat memepengaruhi berjalannya suatu hubungan. Keadaan pasangan yang berjauhan dapat menyebabkan ketidakjelasan hubungan yang dikarenakan minimnya interaksi tatap muka.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dainton & Aylon (2001) ditemukan bahwa trust merupakan salah satu strategi dalam mengurangi ketidakpastian bagi individu yang sedang membangun hubungan dan menjadi hal yang penting dalam mengurangi ketidakpastian hubungan. Westefeld & Liddell (dalam Dainton dan Aylon, 2001) juga menyatakan bahwa trust merupakan elemen yang penting dalam mempertahankan hubungan, khususnya yang terlibat dalam pacaran jarak jauh. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kauffman (2000) ditemukan juga bahwa trust dipercaya sebagai syarat dalam keberhasilan pacaran jarak jauh dimana banyak responden meyakini trust sebagai kekuatan hubungan mereka.
Adanya orientasi psikologis mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk
trust (Lewicki & Wiethoff, 2000). Deutsch (dalam Lewicki & Wiethoff, 2000)
menyatakan bahwa individu membangun dan mempertahankan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya. Agar orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang sesuai dengan jiwa mereka. Hubungan dengan orang lain menentukan emosi seseorang. Dalam membangun suatu
(42)
hubungan, seseorang memutuskan untuk mempercayai orang lain berdasarkan informasi yang disediakan oleh emosi dimana emosi sangat berhubungan erat dengan kejadian atau lingkungan khusus yang menghalangi proses kognitif dan perilaku seseorang (Jones & George, dalam Hoy & Moran, 2000). Individu yang tidak bisa menangani emosinya dengan baik akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Ciarrchi, Chan, Caputi, & Roberts, 2001).
Oleh sebab itu, diperlukan keterampilan emosi dalam berhubungan dengan orang lain (Keltner & Heidt, dalam Lopes, Bracket, Nezlek, dkk, 2004). Disamping itu, individu juga perlu untuk memproses informasi yang disediakan oleh emosi dan mengatur emosi dengan kecerdasan dalam menjalani dunia sosial (Lopes, Braket, Nezlek, dkk, 2004).
Salah satu tantangan paling sulit dalam hubungan percintaan adalah mengatasi perbedaan dan selisih pendapat. Stafford & Reske (2006) mengatakan bahwa pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh seringkali memiliki perbedaan persepsi akibat komukasi yang terbatas, yang pada akhirnya dapat memicu konflik.
Salah satu cara yang paling mudah untuk menghindari pertengkaran adalah dengan mengetahui kapan meminta maaf dan tidak menyalahkan pasangan ketika ia berbuat salah (Ogden Nash dalam Fitness, 2001). Untuk mengetahui kapan, mengapa dan bagaimana dan kemampuan untuk melatih mengendalikan diri bahkan di bawah lingkungan penuh cobaan, diperlukan keterampilan emosi misalnya empati, pengendalian diri, dan pemahaman yang mendalam dalam
(43)
kebutuhan dan perasaan manusia. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan inilah yang dinamakan kecerdasan emosi.
Ketika suatu hubungan sedang berjalan dan kehidupan pasangan saling berkaitan satu sama lain, kemungkinan untuk terjadinya konflik akan meningkat. Dengan hadirnya konflik ini memberikan kesempatan bagi masing-masing pasangan untuk menunjukkan perhatian terhadap hubungan dan kesediaan untuk memperhitungkan kebutuhan pasangan (Levinson, 1995). Jika pasangan mengalami kesuksesan dalam hal keterbukaan dan pemecahan konflik, bukan hanya trust menjadi kuat tetapi juga akan menambah bukti terhadap komitmen pasangan dalam hubungan dan juga kepercayaan yang lebih besar bahwa hubungan akan berjalan (Levinson, 1995).
E. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan
(44)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggung-jawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode penelitian korelasional digunakan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2003). Dalam hal ini peneliti ingin melihat bagaimana hubungan antara kecerdasan emosi dengan trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh.
Berikut akan dibahas mengenai identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, uji validitas, uji daya beda dan uji reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisis data.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel X : Kecerdasan Emosi
(45)
B. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah serangkaian kemampuan individu untuk mengenal, menggunakan dan mengatur emosi; membina hubungan dengan orang lain; mengatur perubahan, beradaptasi dan memecahkan masalah personal dan interpersonal; serta mengatur dan mengendalikan situasi stress; menghasilkan perasaan positif dan memotivasi diri dengan baik sehingga bisa diterapkan dalam menghadapi tekanan dan tuntutan lingkungan.
Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi yang diperoleh berdasarkan komponen-komponen kecerdasan emosi yang dikemukan oleh Bar-On (dalam Stein & Book, 2000) yaitu kemampuan intrapersonal, kemampuan interpersonal, penyesuaian, penanganan stres, dan suasana hati. Total skor yang diperoleh pada skala kecerdasan emosi menggambarkan tingkat kecerdasan emosi subjek. Semakin tinggi total skor pada skala kecerdasan emosi maka semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi subjek. Sebaliknya, semakin rendah total skor skala kecerdasan emosi maka semakin rendah kecerdasan emosi subjek.
2. Trust
Trust merupakan kepercayaan individu terhadap pasangannya yang didasarkan
keterbukaan, hal berbagi, penerimaan, dukungan dan niat untuk bekerjasama dengan pasangan.
(46)
Trust diukur dengan menggunakan skala trust yang didasarkan komponen –
komponen trust yang dikemukakan Johnson & Johnson (1997) yaitu openness,
sharing, acceptance, support, dan cooperative intentions. Total skor yang
diperoleh pada skala trust menggambarkan tingkat trust subjek. Semakin tinggi total skor pada skala trust maka semakin tinggi tingkat trust subjek. Sebaliknya, semakin rendah total skor skala trust maka semakin rendah trust subjek.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
1. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Adapun karakteristik subjek penelitian dalam penelitian ini adalah:
a) berusia 17 – 40 tahun
b) Individu memiliki pasangan yang berada di kota lainnya. c) Lama menjalani pacaran jarak jauh minimal 6 bulan d) Memiliki intensitas pertemuan maksimal 1 kali per bulan
Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes
(47)
statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 120 orang. Sedangkan untuk uji coba alat ukur (try out) dilakukan sekaligus terhadap 72 orang subjek penelitian untuk skala kecerdasan emosi dan skala trust.
2. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memakai teknik incidental sampling. Dalam incidental sampling, tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi anggota sampel, hanya individu-individu yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diteliti (Hadi, 2000). Teknik pengambilan sampel ini merupakan jenis nonprobability sampling, dimana besarnya peluang anggota populasi terpilih sebagai sampel tidak diketahui.
D. INSTRUMEN/ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2006).
(48)
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2006).
1. Skala Kecerdasan Emosi
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah skala kecerdasan emosi yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan mengkombinasikan komponen-komponen kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Bar-On (dalam Stein & Book, 2000).
Tabel 1. Distribusi Aitem-Aitem Skala Kecerdasan Emosi
N O
Nomor Aitem Total Dimensi Kecerdasan Emosi
Favorabel Unfavorabel
1 Kemampuan Intrapersonal: a.Kesadaran diri emosional b. Asertivitas
c. Kemandirian d. Menghargai Diri e. Aktualisasi diri
1, 31 7, 37 16, 32 28, 47 19, 38 13, 43 23, 51 2, 46 17, 54 8, 49 20
2 Kemampuan Interpersonal: a. Empati
b.Tangggung jawab sosial c.Hubungan interpersonal
21, 53 9, 24 14, 44
3, 33 39, 58 30, 55
12
3 Penyesuaian diri: a. Pemecahan masalah b. Uji realitas
c. Fleksibilitas 25, 59 15, 56 4, 22 10, 40 29, 45 34, 60 12
4 Penanganan Stres:
a. Ketahanan menangung stres 18, 48 5, 35
(49)
b. Pengendalian impuls 12, 42 27, 52
5 Suasana hati: a. Kebahagiaan b. Optimisme
11, 41 6, 36
26, 57 20, 50
8
Total 30 30 60
Setiap dimensi-dimensi pada tabel 1 akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang
unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor
dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.
(50)
2. Skala Trust
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur trust adalah skala trust yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan mengkombinasikan komponen-komponen
trust yang dikemukakan oleh Johnson & Johnson (1997).
Tabel 2. Distribusi Aitem-Aitem Skala trust N
O
Nomor Aitem Total
Dimensi Trust
Favorabel Unfavorabel
1 Keterbukaan 8, 13, 23, 38 2, 17, 27, 33 8
2 Berbagi 7, 18, 29, 36 4, 11, 24, 34 8
3 Penerimaan 1, 10, 15, 25 6, 19, 22, 30 8
4 Dukungan 9, 14, 21, 35 5, 26, 32, 39 8
5 Niat untuk bekerjasama 12, 20, 31, 40 3, 16, 28, 37 8
Total 20 20 40
Setiap dimensi-dimensi pada tabel 2 akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang
unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor
dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.
(51)
E. UJI VALIDITAS, UJI DAYA BEDA DAN UJI RELIABILITAS ALAT
UKUR
Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 13.0 for
windows. Aitem yang memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung
reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien Alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 13.0 for windows. Aitem-aitem dalam skala yang memiliki daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi dan trust.
1. Uji Validitas
Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content
(52)
Validitas isi menunjukkan sejauh mana aitem-aitem yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).
2. Uji Daya Beda Item
Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan emosi dan trust.
3. Uji Reliabilitas Alat Ukur
Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila aitem-aitem yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
(53)
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antaritem atau antar bagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000).
Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 13.0 for Windows.
F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR
Uji coba skala kecerdasan emosi dan skala trust dilakukan pada 72 orang yang sedang menjalani pacaran.
1. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosi
Hasil uji coba skala kecerdasan emosi menghasilkan 34 item yang diterima dari 60 aitem yang diujicobakan. Indeks diskriminasi item rix 0,25 dengan koefisien reliabilitas rxx = 0,876. Indeks item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0,275 sampai dengan rix= 0, 658.
(54)
Tabel 3. Distribusi aitem skala kecerdasan emosi setelah uji coba N
O
Nomor Aitem Total Dimensi Kecerdasan Emosi
Favorabel Unfavorabel
1 Kemampuan Intrapersonal: a.Kesadaran diri emosional b. Asertivitas
c. Kemandirian d. Menghargai diri e. Aktualisasi diri
- 37 16, 32 28 19, 38 13 23 2 17, 54 49 12
2 Kemampuan Interpersonal: a. Empati
b.Tangggung jawab sosial c.Hubungan interpersonal 53 9 44 - - 30, 55 5
3 Penyesuaian diri: a. Pemecahan masalah b. Uji realitas
c. Fleksibilitas - 15 4, 22 10 - 34, 60 6
4 Penanganan Stres:
a. Ketahanan menangung stres b. Pengendalian impuls
18 42
5, 35 27, 52
6
5 Suasana hati: a. Kebahagiaan b. Optimisme 41 6, 36 57 50 5
Total 17 17 34
Pada skala di atas akan dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur dan tidak terpilih, tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem skala yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 4.
(55)
Tabel 4. Distribusi aitem skala kecerdasan emosi untuk penelitian N
O
Nomor Aitem Total Dimensi Kecerdasan Emosi
Favorabel Unfavorabel
1 Kemampuan Intrapersonal: a.Kesadaran diri emosional b. Asertivitas
c. Kemandirian d. Menghargai diri e. Aktualisasi diri
- 6 23, 30 14 25, 32 1 20 11 28, 34 15 12
2 Kemampuan Interpersonal: a. Empati
b.Tangggung jawab sosial c.Hubungan interpersonal 2 7 16 - - 12, 26 5
3 Penyesuaian diri: a. Pemecahan masalah b. Uji realitas
c. Fleksibilitas - 8 17, 31 3 - 13, 24 6
4 Penanganan Stres:
a. Ketahanan menangung stres b. Pengendalian impuls
4 21
18, 27 9, 29
6
5 Suasana hati: a. Kebahagiaan b. Optimisme 19 10, 33 5 22 5
(56)
2. Hasil Uji Coba Skala Trust
Hasil uji coba skala trust menghasilkan 32 aitem yang diterima dari 40 aitem yang diujicobakan. Indeks diskriminasi item rix 0.275 dengan koefisien reliabilitas rxx = 0,905. Indeks item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0,291 sampai dengan rix= 0, 608.
Tabel 5. Distribusi aitem skala trust setelah uji coba N
O
Nomor Aitem Total
Dimensi Trust
Favorabel Unfavorabel
1 Keterbukaan 8, 38 27 3
2 Berbagi 7, 18, 29, 36 4, 11, 24, 34 8
3 Penerimaan 10, 15, 25 6, 19, 22, 30 7
4 Dukungan 9, 14, 21, 35 5, 26, 32, 39 8
5 Niat untuk bekerjasama 20, 31, 40 3, 16, 28 6
Total 16 16 32
Pada skala di atas (tabel 5) akan dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur dan tidak terpilih, tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem skala yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6.
(57)
Tabel 6. Distribusi aitem skala trust untuk penelitian N
O
Nomor Aitem Total
Dimensi trust
Favorabel Unfavorabel
1 Keterbukaan 1, 11 6 3
2 Berbagi 2, 12, 20, 28 7, 16, 24, 31 8
3 Penerimaan 8, 17, 25 3, 13, 21, 29 7
4 Dukungan 4, 14, 22, 30 9, 18, 26, 32 8
5 Niat untuk bekerjasama 10, 19, 27 5, 15, 23 6
Total 16 16 32
G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Sebelum dilaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti perlu melakukan beberapa prosedur, yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :
a. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala kecerdasan emosi dan skala
trust yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan
sebelumnya. Dalam melakukan penyusunan aitem, peneliti dibantu oleh dosen pembimbing peneliti sebagai professional judgement. Peneliti membuat 60 aitem
(58)
emosi dan skala trust dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.
b. Uji coba alat ukur
Uji coba dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 sampai 16 April 2009 kepada individu yang menjalani pacaran. Total skala yang disebar berjumlah 80 eksemplar dan yang kembali berjumlah 72 eksemplar.
c. Revisi alat ukur
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 72 subjek, peneliti menguji reliabilitas kecerdasan emosi dan skala trust dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha dari Cronbach dengan bantuan aplikasi program SPSS version 13.0 for windows. Setelah diketahui aitem-aitem yang reliabel, peneliti kemudian menjadikan aitem-aitem tersebut sebagai skala yang akan digunakan untuk mengambil data penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diadakan dengan menyebarkan skala kecerdasan emosi dan skala trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh yang telah memenuhi karakteristik subjek penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal 27 April 2009 sampai dengan 2 Mei 2009.
(59)
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah skala terkumpul, maka data hasil penelitian dari skor skala kecerdasan emosi dan skala trust kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS version 13.0 for windows
H. METODE ANALISA DATA
Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi
Pearson Product Moment. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi: 1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas sebaran pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal.
Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 13.0. for
windows. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat
kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal.
(60)
2. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Test for Linearity dengan bantuan program komputer SPSS version 13.0 for windows. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (p<0,05).
(61)
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan pembahasan sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum mengenai subjek penelitian kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil utama penelitian dan hasil tambahan.
A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian berjumlah 120 orang subjek penelitian, yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 70 orang perempuan. Dari 120 orang yang menjalani pacaran jarak jauh diperoleh gambaran subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin, status pekerjaan, kota tempat tinggal, lama menjalani pacaran jarak jauh, ada atau tidaknya menjalani pacaran jarak dekat sebelumnya dan intensitas bertemu.
1. Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan teori Levinson (Monks, 2002), penyebaran subjek penelitian menurut usia dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (N) Presentase
17 – 22 tahun 84 orang 70 %
23 – 28 tahun 31 orang 25,83 %
(62)
34 – 40 tahun 1 orang 0,84 %
Total 120 orang 100%
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa subjek terbanyak adalah subjek dengan rentang usia 17 – 22 tahun sebanyak 84 orang (70%), usia 23 – 28 tahun sebanyak 31 orang (25,83%), usia 29 – 33 tahun sebanyak 4 orang (3,33%) dan usia 34 – 40 tahun sebanyak 1 orang (0,84%).
2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase
Laki - laki 50 orang 41,67%
Perempuan 70 orang 58,33%
Total 120 100 %
Berdasarkan tabel 8 dapat disimpulkan bahwa subjek terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yang berjumlah 70 orang (58,33 %), sedangkan yang lebih sedikit adalah subjek berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 50 orang (41,67 %).
(63)
3. Status Pekerjaan Subjek Penelitian
Berdasarkan status pekerjaan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 9. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan
Status Pekerjaan Jumlah (N) Persentase
Mahasiswa 77 orang 64,17 %
Pekerja 43 orang 35,83 %
Total 120 orang 100 %
Berdasarkan tabel 9, sebagian besar subjek penelitian adalah mahasiswa, yaitu 77 orang (64,17 %), sedangkan yang berstatus bekerja berjumlah 43 orang (35,83 %).
4. Beda Kota Tempat Tinggal Subjek Penelitian dengan Pasangan
Berdasarkan beda kota dengan pasangan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Beda Kota Tempat Tinggal dengan Pasangan
Beda Kota Jumlah (N) Persentase
Satu Provinsi 8 orang 6,66 %
Beda Provinsi 39 orang 32,5 %
Beda Pulau 53 orang 44,17 %
(64)
TOTAL 120 orang 100 %
Berdasarkan tabel 10, jumlah subjek penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh beda pulau, yaitu 53 orang (44,17 %). Sedangkan yang paling sedikit adalah subjek penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh pada satu provinsi yang sama yaitu 8 orang (6,66%).
5. Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh Subjek Penelitian
Berdasarkan lama menjalani pacaran jarak jauh, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 11. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh
Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh Jumlah (N) Persentase 6 bulan – 1 tahun 16 orang 13,33 %
> 1 – 3 tahun 74 orang 61,67 %
> 3 – 5 tahun 24 orang 20 %
> 5 – 7 tahun 6 orang 5 %
TOTAL 120 orang 100 %
Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa kebanyakan subjek penelitian menjalani pacaran jarak jauh > 1 – 3 tahun sebanyak 74 orang (61,67%). Sedangkan yang paling sedikit adalah subjek penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh > 5 – 7 tahun sebanyak 6 orang (5%).
(65)
6. Ada Atau Tidak Menjalani Pacaran Jarak Dekat Sebelumnya Subjek
Penelitian
Berdasarkan ada atau tidaknya menjalani pacaran jarak jauh sebelumnya, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 12. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Ada Atau Tidak Menjalani Pacaran Jarak Dekat Sebelumnya
Ada atau tidak menjalani pacaran jarak
dekat sebelumnya Jumlah (N) Persentase
Ada 90 75 %
Tidak 30 25 %
TOTAL 120 100 %
Berdasarkan tabel 12 dapat disimpulkan bahwa subjek terbanyak adalah subjek yang telah menjalani pacaran jarak dekat sebelum menjalani pacaran jarak jauh sebanyak 90 orang (75%), sedangkan subjek yang menjalani pacaran jarak jauh tanpa didahului pacaran jarak dekat adalah sebanyak 30 orang (25%).
7. Intensitas Pertemuan Subjek Penelitian
Berdasarkan intensitas pertemuan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 13. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Intensitas Pertemuan
Intensitas Pertemuan (/tahun) Jumlah (N) Persentase
1 – 3 kali 77 orang 64,17 %
(1)
SELF_REGARD -1,754 ,658 -,298 -2,668 ,009
AKTUALISASI_DIRI 2,411 ,940 ,285 2,565 ,012
EMPATI 2,699 1,555 ,163 1,735 ,086
TG_JWB_SOS 1,196 2,033 ,054 ,588 ,557
PEMECAHAN_MASAL
AH -3,552 1,749 -,221 -2,031 ,045
FLEKSIBILITAS 2,139 ,680 ,354 3,148 ,002
PENGENDALIAN_IMP
ULS ,656 ,643 ,094 1,020 ,310
KEBAHAGIAAN ,443 ,848 ,050 ,522 ,603
OPTIMISME ,474 ,728 ,067 ,651 ,516
6 (Constant) 48,044 10,691 4,494 ,000
KEMANDIRIAN ,764 ,749 ,114 1,020 ,310
SELF_REGARD -1,766 ,655 -,300 -2,697 ,008
AKTUALISASI_DIRI 2,457 ,932 ,290 2,637 ,010
EMPATI 2,680 1,549 ,162 1,730 ,086
TG_JWB_SOS 1,205 2,025 ,054 ,595 ,553
PEMECAHAN_MASAL
AH -3,357 1,694 -,209 -1,981 ,050
FLEKSIBILITAS 2,127 ,677 ,352 3,143 ,002
PENGENDALIAN_IMP
ULS ,657 ,640 ,095 1,027 ,307
KEBAHAGIAAN ,500 ,837 ,056 ,597 ,551
OPTIMISME ,499 ,724 ,071 ,690 ,492
7 (Constant) 49,905 10,193 4,896 ,000
KEMANDIRIAN ,800 ,744 ,120 1,074 ,285
SELF_REGARD -1,802 ,650 -,306 -2,772 ,007
AKTUALISASI_DIRI 2,460 ,929 ,290 2,648 ,009
EMPATI 2,865 1,514 ,173 1,893 ,061
PEMECAHAN_MASAL
AH -3,467 1,679 -,215 -2,065 ,041
FLEKSIBILITAS 2,224 ,655 ,368 3,395 ,001
PENGENDALIAN_IMP
ULS ,672 ,638 ,097 1,054 ,294
KEBAHAGIAAN ,443 ,829 ,050 ,535 ,594
OPTIMISME ,582 ,708 ,082 ,822 ,413
8 (Constant) 50,572 10,084 5,015 ,000
KEMANDIRIAN ,829 ,740 ,124 1,121 ,265
(2)
AKTUALISASI_DIRI 2,556 ,908 ,302 2,814 ,006
EMPATI 2,913 1,506 ,176 1,934 ,056
PEMECAHAN_MASAL
AH -3,432 1,672 -,213 -2,052 ,042
FLEKSIBILITAS 2,215 ,653 ,367 3,393 ,001
PENGENDALIAN_IMP
ULS ,692 ,635 ,100 1,091 ,278
OPTIMISME ,613 ,703 ,087 ,872 ,385
9 (Constant) 52,557 9,813 5,356 ,000
KEMANDIRIAN ,980 ,719 ,147 1,364 ,175
SELF_REGARD -1,757 ,644 -,299 -2,730 ,007
AKTUALISASI_DIRI 2,753 ,879 ,325 3,132 ,002
EMPATI 3,087 1,491 ,186 2,070 ,041
PEMECAHAN_MASAL
AH -3,307 1,665 -,206 -1,987 ,049
FLEKSIBILITAS 2,113 ,641 ,350 3,294 ,001
PENGENDALIAN_IMP
ULS ,800 ,622 ,115 1,285 ,201
10 (Constant) 58,506 8,679 6,741 ,000
KEMANDIRIAN 1,199 ,700 ,179 1,712 ,090
SELF_REGARD -1,708 ,644 -,290 -2,652 ,009
AKTUALISASI_DIRI 2,694 ,880 ,318 3,060 ,003
EMPATI 2,904 1,489 ,175 1,951 ,054
PEMECAHAN_MASAL
AH -2,871 1,634 -,178 -1,757 ,082
FLEKSIBILITAS 2,010 ,638 ,333 3,149 ,002
(3)
T-Test
Group Statistics
50 34,70 3,803 ,538
70 34,59 3,433 ,410
50 67,50 6,290 ,890
70 67,39 6,293 ,752
JK LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN TRUSTING
TRUSTWORTHY
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Independent Samples Test
1,235 ,269 ,172 118 ,864 ,114 ,665 -1,202 1,431 ,169 98,858 ,866 ,114 ,676 -1,228 1,456 ,039 ,844 ,098 118 ,922 ,114 1,165 -2,193 2,421 ,098 105,735 ,922 ,114 1,165 -2,195 2,424 Equal variance
assumed Equal variance not assumed Equal variance assumed Equal variance not assumed TRUSTING
TRUSTWORT
F Sig. Levene's Test for Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper 95% Confidence Interval of the
Difference t-test for Equality of Means
T-Test
Group Statistics
90 101,50 9,486 1,000
MENJALANI_PCRAN_ DKT
YA TIDAK TRUST
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
(4)
Independent Samples Test
,525 ,470 -1,169 118 ,245 -2,267 1,939 -6,106 1,57
-1,255 56,673 ,215 -2,267 1,807 -5,885 1,35 Equal variances
assumed Equal variances not assumed TRUST
F Sig. Levene's Test for Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper 95% Confidence
Interval of the Difference t-test for Equality of Means
OneWay
Descriptives TRUST
8 101,50 10,184 3,601 92,99 110,01 93 123
39 100,51 8,369 1,340 97,80 103,23 87 117
53 102,26 10,206 1,402 99,45 105,08 78 125
20 104,80 7,403 1,655 101,34 108,26 94 117
120 102,07 9,210 ,841 100,40 103,73 78 125
Satu provinsi Beda provinsi Antar pulau Beda Negara Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
TRUST
,761 3 116 ,518
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
TRUST
248,221 3 82,740 ,975 ,407
9845,245 116 84,873
10093,467 119
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
(5)
Descriptives
TRUST
16 106,00 9,092 2,273 101,16 110,84 94 120
74 100,53 9,124 1,061 98,41 102,64 78 123
24 105,13 9,294 1,897 101,20 109,05 87 125
6 99,67 5,279 2,155 94,13 105,21 94 108
120 102,13 9,224 ,842 100,47 103,80 78 125
6 bln - 1 tahun >1 tahun - 3 tahun > 3 tahun - 5 tahun > 5 tahun - 7 tahun Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
TRUST
,922 3 116 ,432
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
TRUST
681,462 3 227,154 2,791 ,044
9442,404 116 81,400
10123,867 119
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
OneWay
Descriptives
TRUST
77 101,81 9,427 1,074 99,67 103,94 78 125
11 102,09 7,190 2,168 97,26 106,92 87 111
6 100,67 12,226 4,991 87,84 113,50 83 117
26 103,15 9,005 1,766 99,52 106,79 87 123
120 102,07 9,210 ,841 100,40 103,73 78 125
1 - 3 KALI >3 - 6 KALI > 6 - 9 KALI > 9 -12 KALI Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
(6)
Test of Homogeneity of Variances
TRUST
,828 3 116 ,481
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
TRUST
47,762 3 15,921 ,184 ,907
10045,705 116 86,601
10093,467 119
Between Groups Within Groups Total
Sum of