Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh

(1)

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG

MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

S k r i p s i

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

SELVIDA ARIEF

041301010

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SKRIPSI

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

Dipersiapkan dan disusun oleh:

SELVIDA ARIEF 041301010

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof.Dr.Irmawati, psikolog NIP.195301311980032001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2011

SELVIDA ARIEF NIM 041301010


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Kebahagiaan pada Biarawati” ini. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan baik isi maupun cara penulisannya yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Papa, Mama yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis. Terimakasih atas segala kasih sayang, cinta serta dukangan baik moril dan materil yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya untuk membahagiakan Papa dan Mama. Penulis tidak akan mengecewakan Papa, Mama. Penulis juga mengharapkan dukungan dari Papa, Mama untuk kehidupan penulis kedepan. Terus doakan penulis. Buat Kakak (Kak Itha) dan Abang (Bang Adhy dan Bang Rudy) yang terus menyemangati penulis dan telah memberikan bantuan untuk kuliah dan skripsi penulis serta kasih sayang yang telah diberikan. Jasa-jasa kalian takkan penulis lupakan. Buat ponakan-ponakan yang lucu imut (Aditya dan Azaya), tanpa kalian hari-hari dalam


(5)

hidup ini takkan seindah ini. Semoga kalian juga sukses di masa depan. Amin.

3. Ibu Aprillia Fadjar Pertiwi, M.Si selaku dosen pembimbing penulis. Terimakasih banyak atas saran dan arahan yang telah diberikan serta kesabaran yang tulus dalam membimbing penulis.

4. Buat Ibu Ika Sari dan Kak Lisa, terimakasih banyak atas saran, masukan dan kesediaan untuk menjadi penguji saya.

5. Kak Juli (Kak Booss)… terimakasih peneliti ucapkan atas kesabarannya serta peneliti memohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati kakak baik ucapan atopun perilaku peneliti. Maafin yaa kak.

6. Terimakasih kepada Billy Zoel Coal yang telah rela menemani penulis hingga proses pembuatan skripsi ini selesai. Terimakasih juga atas semangat, arahan, ajaran yang bermanfaat dan dukungan yang telah diberikan, penulis akan selalu mengingatnya. Do’a penulis semoga cita-cita kita tercapai amiin..”. 7. Buat teman-teman seperjuangan Qoyin, Ema, Neni, Dinda, Risda dan lainnya

yang tak bisa penulis sebutkan satu-satu. Terimakasih atas semua yang telah kalian lakukan untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis bangga punya teman seperti kalian. Semoga kita semua sukses.

8. Kepada semua subjek peneliti yang telah bersedia dan telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner peneliti, terimakasih banyak.

9. Kepada seluruh staff dan dosen pengajar Fakultas Psikologi USU, penulis ucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan.


(6)

10. Buat pa’ As dan kak Devi, peneliti sangat berterimakasih, berkat kalianlah dan semangat dari kalian peneliti dapat siding tepat waktu.

11. Buat seluruh keluarga besar penulis, terimakasih untuk semua dukungan dan kasih sayang. Doakan Ayu sukses yaah.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman COVER HALAMAN DALAM

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK……...………..….i

KATA PENGANTAR……….……...iii

DAFTAR ISI…………...……….vi

DAFTAR TABEL………...viii

DAFTAR GRAFIK………..………ix

DAFTAR GAMBAR……….x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Perumusan masalah………..……6

C. Tujuan penelitian………..7

D. Manfaat penelitian………7

E. Sistematika penulisan……….…..8

BAB II LANDASAN TEORI A.KEBAHAGIAAN 1. Definisi Kebahagiaan………9

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan………..………...10

3.Unsur-Unsur Kebahagiaan pada Biarawati………...………12

4.Karakteristik Orang yang Bahagia………13

5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan………14

6.Pengukuran Kebahagiaan……….…17

B. BIARAWATI 1. Pengertian Biarawati………..……….21

2. Proses menjadi biarawati……….………..………..25

3. Kongregasi/ordo biarawati………..…26

C. Gambaran kebahagiaan pada biarawat………28

D. Permasalahan penelitian………..29


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi variabel penelitian………32

B. Definisi operasional variabel penelitian………..32

C. Populasi dan metode pengambilan sampel……….………33

D. Alat ukur yang digunakan……….….35

E. Validitas dan reliabilitas alat ukur………...37

F. Prosedur pelaksanaan penelitian………...……...41

G. Metode analisis data………...43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Analisa data………..45

1. Gambaran umum subjek penelitian……….45

2. Hasil penelitian………49

Pembahasan……….56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...66

B. Saran………...68

DAFTAR PUSTAKA………...70 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel.1 Komponen Kebahagiaan oleh Diener (1985)….………11 Tabel.2 Blue Print Distribusi Aitem Satisfaction with Life Scale…………...40 Tabel.3 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati………..50 Tabel.4 Gambaran Kriteria Kategorisasi Skor Kebahagiaan pada Biarawati…..51 Tabel.5 Hasil Analisa Deskiptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan Ordo/Kongregasi………..53 Tabel.6 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan

Usia………..54 Tabel.7 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar.1 Proses menjadi Biarawati………..……….….………25 Gambar.2 Kerangka Berfikir……….………..30


(11)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik.1 Penyebaran Usia Subjek………46 Grafik.2 Penyebaran Subjek berdasarkan Ordo/Kongregasi………...48 Grafik.3 Gambaran Kategorisasi Kebahagiaan pada Biarawati………..52


(12)

Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah

ABSTRAK

Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.


(13)

Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah

ABSTRACT

For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.

This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.

The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.


(14)

Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah

ABSTRAK

Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.


(15)

Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah

ABSTRACT

For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.

This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.

The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki tahap pencapaian kedewasaan dengan segala tantangan yang lebih beragam bentuknya. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal berkisar pada pembinaan hubungan dengan orang lain, terutama hubungan dengan lawan jenis, yang ditandai dengan saling mengenal pribadi seseorang baik kekurangan ataupun kelebihan masing-masing individu. Menurut pendapat Hurlock (1980), proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis ini dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.

Umumnya pacaran sudah dimulai sejak dewasa awal yang berada pada rentang usia 18-40 tahun dan merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula. Menurut Dacey dan Kenny (1997) pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga. Selanjutnya, Sazton (dalam Bowman, 1978), juga menyatakan bahwa pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Pacaran juga didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu didalam hati masing-masing.


(17)

Perasaan-perasaan ini dapat berupa perhatian, rasa sayang dan cinta, ingin memiliki, selalu ingin didekatnya, perasaan rindu dan lain-lain.

Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada lokasi yang sama. Long distance relationship adalah pacaran yang sering disebut dengan pacaran jarak jauh.

Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga memaksa hubungan mereka terpisah oleh jarak. Knys (1989) juga menyatakan pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan negara ataupun benua yang berbeda.

Menurut Ensiklopedia online wikipedia menjelaskan bahwa dalam menjalani pacaran jarak jauh seseorang akan mengalami keterpisahan secara fisik, keterpisahan secara geografis, tidak dapat selalu bersama, bertempat tinggal terpisah, memiliki keinginan untuk dapat bersama tetapi tidak dapat terpenuhi, tidak dapat berjumpa untuk waktu yang terhitung lama dan waktu untuk bersama terbatas. Selanjutnya, Mary E. Rohlfing (dalam Shumway,2003) dalam


(18)

penelitiannya mengenai hubungan pacaran jarak jauh, menyatakan bahwa hubungan pacaran jarak jauh memiliki sisi negatif, yaitu kedua belah pihak memerlukan biaya yang cukup besar untuk mempertahankan hubungan dan hal ini biasanya sangat dirasakan oleh mahasiswa yang hidup dalam anggaran yang terbatas. Mahalnya biaya telepon dan perjalanan jarak jauh menjadi kendali tersendiri. Selain itu, individu yang menjalani hubungan ini cenderung memiliki pengharapan yang tinggi akan kualitas waktu yang dihabiskan bersama pasangan. Jika waktu berkunjung tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan perasaan kecewa dan bahkan merasa kesepian.

Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik introvert maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh, perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara mengatasinya saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997) juga menyatakan bahwa pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa mendapatkannya karena harus berpisah baik fisik maupun emosional.

Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian (Fischman, dalam Baron & Byrne, 1997). Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya


(19)

telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima, mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.

Menurut penelitian Blomqvist, Roustasalo & Pitjaka (2003), kesepian adalah perasaan yang sangat dikhawatirkan, karena kesepian itu akan menimbulkan dampak negative daripada dampak positifnya. Pada penelitian mereka, perasaan kesepian dapat menimbulkan depresi, konsentrasi yang berkurang, dan bisa mengakibatkan kefatalan dan dapat merugikan diri sendiri. Kesepian merupakan fenomena yang universal dan hal tersebut didiagnosa sebagai terminal illness (Rokach,2000) dan kesepian merupakan masalah yang penting dan serius (Fisiloglu & Demir, 1999). Menurut Felman (1995) kesepian adalah ketidakmampuan dalam menciptakan tingkat kepuasan afiliasi. Hal ini didukung oleh Brock (1997) yang menyatakan bahwa individu yang kesepian berhubungan dengan perilaku menyimpang sebagai seseorang yang secara umum tidak terpuaskan.

Selain itu, Brehm (2002) mengatakan bahwa kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dalam suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang sangat memuaskan sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian, tetapi pada saat yang lain, dimana hubungan tersebut telah terpisahkan oleh jarak dan tidak lagi saling bertemu. Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan sosial yng diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki (dalam Brage, Meredith & Woodward, 1998). Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003) kesepian


(20)

merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Selanjutnya, menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan yang diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Kesepian terjadi didalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi dengan hanya melihat orang tersebut, sehingga kesepian lebih bersifat subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial. Kita mengalami suatu kekurangan yang bisa bersifat kuantitatif seperti kita mungkin tidak mempunyai teman atau mempunyai sedikit teman dimana tidak seperti yang kita inginkan; dan dapat pula bersifat kualitatif seperti kita merasa bahwa hubungan sosial kita kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang kita harapkan (Sears dkk, 1999).

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.


(21)

Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm et.al, 2002) menyatakan ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan depression. Pertama, desperation merupakan perasaan putus asa, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga seseorang mampu melakukan tindakan nekat. Kedua, impatient boredom merasakan perasaan bosan yang tidak tertahankan, jenuh, serta tidak sabar. Ketiga, self-deprecation merupakan perasaan dimana seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan diri sendiri serta mengutuk diri sendiri. Keempat, depression merupakan perasaan emosional yang tertekan secara terus menerus yang ditandai dengan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25 %-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas merupakan pacaran jarak jauh.

B. Pertanyaan Penelitian

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian yaitu: “Bagaimanakah gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh?”


(22)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesepian pada mahasiswa saat menjalani pacaran jarak jauh.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran kesepian pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi klinis, terutama yang berkaitan dengan tema kesepian dan pacaran jarak jauh serta diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti-peneliti lain yang berkaitan untuk meneliti tentang pacaran jarak jauh.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pasangan yang sedang menjalani pacaran jarak jauh dalam menghadapi kesepian yang dialaminya.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Kesepian diartikan oleh De Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan yang diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Menurut pendapat Robert Weiss (Dalam Santrock,2003), kesepian merupakan reaksi dari ketiadaan dari jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan. Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (Dalam Baron & Byrne,2000) menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkan.

Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu:

a. Merupakan pengalaman subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana.

b. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan

c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial (Dalam Wrightsman, 1993).

Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan berkurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Selanjutnya, kesepian


(24)

akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, serta menyalahkn diri sendiri (Anderson,1994).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan tidak adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak adanya hubungan intim karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang tertentu seperti anak, pasangan, orangtua atau relasi.

2. Bentuk-Bentuk Kesepian

Weiss (Dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu:

a. Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim,; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini.

b. Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.

Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd,2006) membagi kesepian dalam tiga bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialami, yaitu:


(25)

a. Transient Lonelliness , yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul sesekali , hanya dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak.

b. Transitional Lonellines, yaituketika individu yang sebelumnya sudah merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya (kematian orang yang dicintai, perceraian, pindah kelokasi baru).

c. Chronic Lonelliness , yaitu kondisi yang mempengaruhi seseorang yang tidak mampu mengembangkan kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic Lonelliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami Chronic Lonelliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi dengan orang lain dalam interaksi tersebut (Berg & Peplau,1982 ).

3. Penyebab Kesepian

Menurut Brehm et.al (2002) terdapat empat hal yang menyebabkan seseorang mengalami kesepian, yaitu:

a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang

Menurut Brehm et.al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut.


(26)

Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm,dkk,2002) menyimpulkan beberapa alas an yang banyak dikemukakan oleh orang yang kesepian, yaitu sebagai berikut:

a. Being Unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki patner seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasih.

b. Alienation (terasing); merasa berbeda,merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat.

c. Being Alone (hidup sendiri); pulang kerumah tanpa ada yang menyambut. d. Force Isolation (Pengasingan); dikurung didalam rumah, dirawat inap

dirumah sakit, tidak bisa kemana-mana.

e. Dislocation (Dislokasi); jauh dari rumah (merantau), memiliki pekerjaan atau sekolah baru, sering pindah rumah dan sering melakukan perjalanan jauh.

Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan penyebabnya. being unattached, alienation, being alone disebabkan oleh karakteristik individu yang kesepian, sedangkan force isolation, dislocation disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada disekitar lingkungan individu yang merasa kesepian.

b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan.

Kesepian juga dapat muncul karena terjadinya perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang


(27)

dimiliki seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian. Akan tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm et.al,2002) perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu:

1. Perubahan mood seseorang. jenis hubungan yang diinginkan seseorang ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan ketika sedang sedih.

2. Usia. seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang membawa berrbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.

3. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat dengan orang lain yang sedang membina karir. Ketika karir sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.

c. Self-Esteem

Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang beresiko secara sosial (misalnya berbicara didepat umum dan berada dikerumunan orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini orang tersebut


(28)

akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus-menerus akibatnya akan mengalami kesepian.

d. Perilaku interpersonal

Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, akan menilai orang lain secara negative, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi tindakan orang lain secara negative, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat keterampilan sosial, cenderung pasif dibandingkan orang yang tidak mengalami kesepian , ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat didepan umum, cenderung tidak responsive, tidak sensitive secara sosial, dan lambat membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku akan membatasi kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman, Saks & Krupart, dalam Brehm et.al, 2002).

e. Atribusi Penyebab

Menurut pandangan Peplau& Perlman (dalam Brehm et.al, 2002), perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi menjadi komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat dilihat pada tabel berikut:


(29)

Tabel 1

Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab

Sumber: Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et.al, 2002)

Tabel diatas menunjukan bahwa individu yang memandang kesepian secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari rasa kesepian tersebut. Individu yang memandang kesepian secara internal dan tidak stabil memandang kesepian yang dialaminya hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi kesepian yang dialaminya. Individu yang mengalami kesepian secara eksternal dan stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang kesepian secara eksternal-tdan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah

Kestabilan Penyebab

Internal Eksternal

Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai.

Orang-orang disini tidak menarik. Tidak satupun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah. Tidak

Stabil

Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama, saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.

Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik diwaktu yang akan datang.


(30)

keadaan menjadi lebih baik sehingga memungkinkan untuk dapat keluar dari kesepian tersebut.

4. Perasaan Kesepian

Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan, kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama disetiap waktu. Faktanya, menunjukan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm, 1992).

Berdasarkan survey mengenai kesepian yang dilakukan Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) diuraikan bahwa terdapat empat jenis perasaan yang dialami oleh individu yang kesepian, yaitu desperation, impation boredom, self-deprecation, dan depression. Pembagiannya dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 2

Empat Jenis Perasaan Ketika Kesepian

Desperation Impatient

Boredom

Self Deprecation Depression

Sedih Tidak sabar Tidak atraktif Sedih

Tidak berdaya Bosan Terpuruk Depresi

Takut Berada ditempat

lain

Bodoh Hampa

Tidak punya harapan

Kesulitan Malu Terisolasi

Merasa ditinggalkan

Marah Merasa tidak

aman

Menyesali diri Mudah diserang Tidak dapat

berkonsentrasi

Melankolis Berharap memiliki seseorang yang spesial


(31)

a Desperation (Pasrah), merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan yang berani dan tanpa berpikir panjang., Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah: (1) putus asa yaitu memiliki harapan sedikit dan siap elakukan sesuatu tanpa eperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain, (2) tidak berdaya, yaitu mebutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu, (3) takut, yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu (sesuatu yang buruk akan terjadi, (4) tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukan harapan, (5) merasa ditinggalkan, yaitu ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) mudah mendapatkan kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai secara fisik maupun emosional.

b Impatient boredom merupakan perasaan bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indicator Impatient boredom seperti: (1) Tidak sabar, yaitu menunjukan perasaan kurang sabar, sangat mengingginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya berada ditempat yang berbeda dari tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with anger, serta (6) tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian, kekuatan, atau pengetahuan dalam memnerikan perhatian penuh terhadap sesuatu.


(32)

c Self-deprecation (mengutuk diri sendiri) merupakan suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri. Indicator Self-deprecation diantaranya: (1) Tidak aktraktif, yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak senang atau tidak tertarik terhadap suatu hal, (2) Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari yang sebelumnya, (3) Bodoh, yaitu menunjukan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu, yaitu menunjukan perasaan malu atau keadaan yang seangat memalukan terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu kurangnya kenyamanan, tidak aman. d Depression (depresi) merupakan suatu keadaan dimana individu merasa

kesedihan yang mendalam ataupun dalam kondisi tertekan, sehingga bila tidak dapat mengatasi kondisi tertekan tersebut dapat mengarahkannya kedalam perasaan depresi. Indicator Depression seperti: (1) Sedih, yaitu tidak bahagia dan menyebabkan penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung, muram,sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa dan tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga menyebabkan seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap memiliki seseorang yang special, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang yang dekat dengannya dan lebih intim.


(33)

5. Dampak Kesepian

Kesepian pada umumnya akan menimbulkan berbagai dampak pada orang yang mengalaminya, antara lain:

1. Tingkat perasaan kesepian yang mendalam akan berhubungan dengan berbagai masalah personal seperti depresi, pemakaian alcohol dan obat-obatan, penyakit fisik dan bahkan resiko kematian (Taylor, Peplau & Sears, 2000).

2. Kesepian disertai oleh berbagai emosi negative, seperti depresi, kekhawatiran, ketidakpuasan, dan menyalahkan diri sendiri (Anderson, dalam Baron & Byrne,2000).

3. Orang yang mengalami kesepian dapat tengelam dalam kepasifan yang menyedihkan, menangis, tidur, minum, makan, memakai obat penenang dan menonton televise tanpa tujuan (Deux, Dane & Wrightsman, 1993).

6. Karakteristik Orang yang Kesepian

Menurut Myers (1999) orang yang kesepian Secara kronis kelihatan terjebak didalam lingkaran setan kegagalan diri dalam kognisi dan perilaku sosial. Orang yang kesepian memiliki penjelasan yang negative terhadap depresi yang dialami, menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagi hal yang berada diluar kendali (Anderson & Snodgrass, dalam Myers, 1999).

Orang yang Loneliness cenderung menjadi Self-conscious dan memiliki Self esteem yang rendah (Cheek, Melcior & Vaux dalam Myers, 1999 ). Ketika


(34)

berbicara dengan orang asing, orang yang kesepian lebih banyak membicarakan diri sendiri dan menaruh sedikit ketertarikan terhadap lawan bicaranya.

7. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Tidak ada orang yang dapat kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau & Sears, 2000). Selanjutnya, menurut Brehm (1992) beberapa orang rentan terhadap kesepian dan beberapa orang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia, status pernikahan dan gender.

a. Usia

Orang yang berusia tua memiliki stereotype tertentu di dalam masyarakat. Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa kesepian. Tetapi banyak penelitian yang membuktikan stereotype ini keliru. Berdasarkan penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm, 1992) ditemukan bahwa orang yang paling kesepian justru berasal dari orang-orang yang berusia remaja dan dewasa awal. Fenomena ini kemudian diteliti lagi oleh Perlman pada tahun 1990 (Taylor, Peplau & Sears, 2000) dan menemukan hasil yang sama bahwa kesepian lebih tinggi diantara remaja dan dewasa awal dan lebih rendah diantara orang-orang yang lebih tua.

Menurut Brehm (1992) orang-orang yang lebih muda menghadapi banyak transisi sosial yang besar, seperti meninggalkan rumah untuk pertama kali, merantau, memasuki dunia kuliah, atau memasuki dunia kerja full time untuk


(35)

pertama kalinya, yang mana semuanya ini dapat menyebabkan kesepian. Sejalan dengan bertambahnya usia, kehidupan sosial mereka menjadi semakin stabil.

b. . Status Perkawinan

Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam Brehm, 1992). Perbedaan ini diperhitungkan dengan membandingkan antara orang yang menikah dengan orang yang berceai (Perlman & Peplau; Rubeinstein & Shaver dalam Brehm, 1992). Ketika kelompok orang yang menikah dan kelompok orang yang belum menikah dibandingkan, kedua kelompok ini menunjukan level kesepian yang sama (Perlman & Peplau dalam Brehm, 1992). Berdasarkan penelitian ini Brehm menyimpulkan bahwa kesepian lebih merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital relationship) daripada ketidakhadiran dari pasangan suami/ istri pada diri seseorang.

c. Gender

Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm, 1992) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotype peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotype peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuaibagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Borys & Perlman, dalam Deaux, Dane & Wrightsman, 1993).


(36)

d. Status Sosial Ekonomi

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi.

e. Dukungan Sosial

Ada berbagai pendapat yang mengemukaakn bahwa kesepian terkait langsung denagn keterbatasan dukungan social. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan social merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepin, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian (Gunarsa, 2004).

f. Karakteristik Latar Belakang yang Lain

Rubeinstein & Shaver (dalam Brehm, 1992) menemukan satu karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor. Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila dibandingkan dengan individu dengan orang tua yang tidak bercerai. Menurut Brehm (1992) proses perceraian meningkatkan potensi anak-anak dengan orangtua yang bercerai untuk mengalami kesepian ketika anak-anak tersebut dewasa.


(37)

B. PACARAN DAN PACARAN JARAK JAUH 1. Pacaran

a. Pengertian Pacaran

Pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga (Dacey dan Kenny, 1997). Hubungan pacaran ini digambarkan dengan keterlibatan fisik, emosi dan komitmen yang lebih dekat. Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.

Menurut Sazton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Jadi, pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga untuk menjajaki kemungkinan untuk dijadikan pasangan hidup.

b. Komponen-Komponen Pacaran

Menurut Karsner (2001) ada 4 komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tersebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan pacaran yang dijalin. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut antara lain:


(38)

a. Saling percaya (Trust each other)

Untuk mempertahankan pacaran kepercayaan adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan. Kepercayaan ini akan menjamin apakah suatu hubungan itu akan berlanjut/ akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangan. Apabila dsalam hubungan pacaran kurang dalam kepercayaan , maka yang timbul adalah pemikiran negatif berupa curiga, cemburu dan perasaan tidak aman bahwa pac\sangan akan selingkuh. Percaya kepada pasangan itu penting karena dengan kepercayaan hubungan pacaran dapat dipertahankan khususnya pada pacarn jarak jauh.

b. Komunikasi (Communicate your self)

Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap oranglain. Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam supratiknya,2004).

c. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat dengan pasangan (Stenberg dalam Shumway,2004). Keintiman tidak terbatas hanya kedekatan fisik saja. Berdasarkan hasil penelitian Stenberg (1988), keintiman mengacu kepada individu yang menikmati kebersamaan dengan pasangannya, dimana kebersamaan ini akan menjadi suatu hal yang menyenangkan dan mereka akan terus mengingatnya.


(39)

d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Suatu hubungan tidak akan komplit tanpa adanya komitmen antara kedua belah pihak. Menurut Brehm (1992) komitmen adalah dasar perkembangan dari suatu hubungan.

2. Pacaran Jarak Jauh

a. Pengertian Pacaran Jarak Jauh (Long- Distance Relationship)

Individu yang menjalin pacaran dimana keduanya dipisahkan oleh jarak, salah satu berada pada kota bahkan negara yang berbeda yang terpaksa harus berpisah karena suatu alasan disebut dengan menjalin pacaran jarak jauh atau dikenal dengan istilah “long-distance relationship “(Sarwono,2001).

Philips (2004) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh adalah hubungan yang dijalin dengan jarak minimal 250 mil, dengan frekuensi pertemuan paling sedikit satu kali dalam enam bulan.

Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan factor waktu dan jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori antara lain pertama, waktu lamanya berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan. Kedua intensitas pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan) dan ketiga, jarak yang memisahkan (0-1 mil, 2-249 mil, lebih dari 250 mil). Mengacu pada Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) maka subjek dalam penelitian ini dapat dikatakan menjalin pacaran jarak jauh apabila memiliki pasangan yang berada


(40)

ditempat lainnya dan jarak fisik tertentu, telah menjalin pacaran jarak jauh minimal 6 bulan, dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pacaran jarak jauh adalah proses dimana seseorang bertemu dengan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga untuk menjajaki kemungkinan untuk dijadikan pasangan hidup yang berada ditempat lainnya dengan jarak fisik tertentu, telah menjalani pacaran jauh minimal 6 bulan dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulannya.

b. Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh

Kaufmann (2000) menyatakan bahwa factor-faktor penyebab individu menjalani pacaran jarak jauh diantaranya:

1) Pendidikan

Salah satu faktor penyebab pacaran jarak jauh adalah ketika individu berusaha untuk mengejar dan mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga hubungan mereka dengan pasangan harus dipisahkan oleh jarak. Stafford, Daly, dan Reske (dalam Kauffmann, 2000) menyatakan bahwa sepertiga dari hubungan pacaran didalam universitas yang dijalani oleh mahasiswa merupakan pacaran jarak jauh.

2) Pekerjaan

Pacaran jarak jauh juga berhubungan dengan kecenderunagn sosial pada saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja keluar negeri (Johnson dan Packer dalam Kuffmann,2000) dan juga dengan adanya kondisi mobilitas kerja pada saat ini sehingga dalam usaha pencapaian


(41)

karir mereka, sehingga hubungan percintaan yang terjadi harus dipisahkan oleh jarak.

c. . Bentuk Komunikasi Dalam Pacaran Jarak Jauh

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu hubungan. Buck (dalam Hamptom,2004) mengatakan bahwa komunikasi adalah salah satu fondasi untuk dapat mempertahankan suatu hubungan yang dekat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hamptom (2004), dihasilkan bahwa komunikasi adalah salah satu faktor yang bersifat penting khususnya bagi individu yang menjalin pacaran jarak jauh. Pacaran jarak ajuh adalah bentuj\k hubungan yang dipisahakan oleh jarak fisik, yang tidak memungkinkan adanya pertemuan (kunjungan sang pacar), komunikasi dengan tatap langsung.

Watson (2004) mengatakan ada 4 jenis komunikasi yang digunakan dalam menjalin hubungan pacaran jarak jauh, yaitu:

a. Telepon

Komunikasi dalah hubungan pacaran yang dilakukan khususnya pada pacaran jarak jauh melalui telepon adalah yang paling sering dan banyak dilakukan, dan komunikasi jenis ini menimbulkan kepuasan yang tertinggi bagi masing-masing pasangan. Telepon adalah salah satu komunikasi untuk hubungan yang dibatasi oleh waktu atau tekanan yang ada khususnya untuk yang menjalin pacaran jarak jauh.

b. Surat

Menulis surat kepada pasanagn yang biasanya ditulis secara manual yaitu denagn menggunakan tangan.


(42)

c. Elektronik mail (E-mail)

Merupakan bentuk komunikasi denagn menulis, mengirim dan menerima pesan melalui sistem komunikasi elektronik dengan bantuan internet.

d. Online Chatting Sessions

Bentuk komunikasi ini juga dibantu oleh sistem internet. Melakukan percakapan langsung denagn pasangan dalam bentuk tulisan.

C. Mahasiswa

Mahasiswa menurut Salim & Salim (dalam kamus umum bahasa Indonesia, 2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan diperguruan tinggi.

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk kedalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari smester V s/d semester VIII (Winkel, 1997).

Pada rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut: stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam alam perasaan mulai berkurang. Meskipun demikian ciri khas dari masa remaja


(43)

masih sering muncul tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa. Pada rentang umur yang kedua pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut: usaha memantapkan diri dalam hubungan keahlian yang telah dipilih maupun yang berkaitan dengan percintaan; memutarbalikkan pikiran untuk mengatasi beraneka ragam masalah. Pada masa ini terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama yang bersifat psikologis, seperti; mendapat penghargaan dari teman, dosen, dan sesama anggota keluarga lainnya; mempunyai pandangan spiritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik (Winkel, 1997).

D. Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh

Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada lokasi yang sama. Long Distance Relationship adalah pacaran yang sering disebut dengan pacaran jarak jauh.

Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga memaksa hubungan mereka terpisah oleh jarak. Knys (1989) juga menyatakan


(44)

pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan negara ataupun benua yang berbeda.

Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian (Fischman, dalam Baron & Byrne, 1997). Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima, mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.

Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh pasti akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik introvert Maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh, perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara mengatasinya saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997)menyatakan bahwa pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa mendapatkanny karena harus berpisah baik fisik maupun non fisik.

Menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan yang


(45)

diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlbatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, pera-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.

Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) menyatakan ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan depression.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25 %-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas merupakan pacaran jarak jauh.


(46)

E. Paradigma Penelitian

DEWASA AWAL

TUGAS PERKEMBANGAN: MEMBINA HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN

Pacaran

PACARAN JARAK JAUH

PACARAN JARAK DEKAT

- Keterpisahan secara fisik - Keterpisahan secara geografis - Bertempat tinggal berpisah - Tidak dapat selalu bersama - Tidak dapat bertemu dalam waktu

yang terhitung lama

- Waktu untuk bersama terbatas

- Tidak terpisah secara fisik

- Tinggal dalam kota atau Negara yang sama - Dapat selalu bersama - Dapat selalu bertemu kapan saja dan dimana saja

- Tidak ada batasan untuk selalu bersama

KESEPIAN

Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian:

a. Desperation

b. Impatient boredom c. Self-deprecation, dan d. Depression.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan hubungan antar variable, dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variable-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata, atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1995).

Punch (1998) menyatakan bahwa ada dua kegunaan dilakukannya penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang baru, dimana sebelum merencanakan/ melakukan penelitian yang lebih mendalam (exploratory studies ) adalah lebih baik untuk terlebih dahulu memusatkan


(48)

perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian. Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami factor apa saja yang mempengaruhi suatu variable dan factor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah kesepian.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kesepian

Kesepian adalah kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan tidak adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak adanya hubungan intim karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang tertentu seperti anak, pasangan, orangtua atau relasi.

Kesepian dalam penelitian ini akan diungkap dengan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan perasaan-perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) yaitu desperation, impatient-baredom, self-deprecation dan depression. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya semakin tinggi perasaan kesepian yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dimiliki seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya semakin rendah perasaan kesepian yang dimilikinya.


(49)

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai sample penelitian, atau yang dikenal dengan nama sample. Adapun karakteristik sample dalam penelitian ini adalah: mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan insidental atau kebetulan (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000) teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan didalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya dan adanya keterandalan subjektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan. Kelemahan dari teknik ini adalah tidak dapat memberi taraf


(50)

keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun mengeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan sampel.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada mahasiswa yang berada di kota Medan. Pemilihan lokasi merupakan domisili peneliti sehingga dapat memberikan kemudahan untuk menemukan partisipan dan memperlancar proses penelitian. 4. Jumlah Sampel Penelitian

Tidak ada batasan mengenai berapa jumlah sample ideal yang harus digunakan dalam suatu penelitian. Menurut Azwar (2000), secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sample yang lebih dari 50 subjek sudah cukup banyak. Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sample yang banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sample yang sedikit. Mengingat keterbatasan peneliti untuk mendapatkan subjek yang tersedia, maka penelitian ini menggunakan sample sebanyak 50 orang.

D. Alat Ukur yang digunakan

Metode yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh adalah metode skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indicator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).


(51)

Azwar (2000) mengemukakan kebaikan- kebaikan skala dan alasan-alasan penggunaanya, yaitu:

1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.

2. Skala digunakan untuk mengungkapkan suatu atribut tunggal.

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pertanyaan skala.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesepian, dengan menggunakan skala kesepian yang dibuat berdasarkan teori yang dikemukankan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) yaitu desperation, impatien boredom, self-deprecation, dan depression.

Jenis skala dalam penelitian ini adalah skala langsung, yaitu skala yang diberikan secara langsung kepada subjek penelitian. Sedangkan menurut tipenya skala kesepian adalah tipe pilihan, yaitu skala yang telah disediakan alternatif jawaban sehingga subjek tinggal memilih salah satu alternatif jawaban tersebut. Hadi (1990) mengemukakan bahwa angket type pilihan akan lebih menarik bagi responden karena hanya diperlukan waktu yang lebih singkat untuk menjawabnya. Skala ini menggunakan skala interval dan disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Nilai setiap pilihan jawaban bergerak dari bobot penilaian untuk setiap pernyataan, apakan favorable atau unfavorable.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000). Penilaian skala


(52)

kesepian diatas berdasarkan format skala Likert. Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (Favourable) atau tidak mendukung (Unfavourable) terhadap setiap pernyataan dalam keempat kategori jawaban yaitu ”sangat setuju (SS)”, ”setuju (S)”,”tidak setuju (TS) ”,dan ”sangat tidak setuju (STS)”. Penilaian butir Favourable bergerak dari angka 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju) dan angka 1 (sangat tidak setuju). Penilaian butir Unfavourable bergerak dari angka 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju) dan angka 4 (sangat tidak setuju).

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian valifitas (Azwar, 2007). Di dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi. Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal. Pendapat professional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Item dan Reliabilitas alat ukur

Dalam praktek pengukuran, ada 2 syarat ilmiah yang harus dimiliki suatu alat ukur agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

a. Daya beda aitem

Daya beda aitem atau daya diskriminasi aitem merupakan parameter paling penting pada skala psikologis (Azwar, 2000). Uji daya beda item dilakukan


(53)

untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan. Prinsip yang menjadi dasar pemilihan aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur skala seperti yang dikehendaki oleh peneliti. Pada penelitian ini teknik analisa daya beda aitem yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi product moment.

Menurut Azwar (2007) semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Maka, pada penelitian ini peneliti menggunakan batasan rix≥ 0.30.

b.Reliabilitas

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila item-item yang terpilih lewat prosedur analisis item telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antaritem atau antarbagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000).

Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows.


(54)

Rumusan yang digunakan untuk pengkategorisasian kesepian pada nahasiswa adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Kategorisasi Norma Nilai Kesepian

Rentang Nilai Kategorisasi

X < (μ – 1, 0 ó) (μ - 1,0 ó) ≤ X < (μ + 1.0 ó)

(μ - 1,0 ó) ≤ X

Sangat kesepian Cukup Kesepian Kurang Kesepian Keterangan tabel 3 :

μ : mean skor Kesepian ó : standar deviasi

3.Hasil uji coba alat ukur

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukan keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur.

Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 125 orang baik laki-laki maupun perempuan yang menjalani pacaran jarak jauh (kecuali mahasiswa) di Kota Medan. Uji coba alat ukur dilakukan mulai tanggal 19 April- 27 April 2011. Dari 100 skala yang disebar,yang kembali 120 skala, dan yang bisa dipalkai hanya


(55)

100 skala. Data yang diperoleh dari skala yang dipakai dianalisa dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 15.0 For Windows dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Dalam Skala Kesepian yang disebar, terdapat 48 aitem. Tabel 4 menunjukan blue print Skala Kesepian sebelum uji coba.

Tabel 4

Blue-Print Skala Kesepian Sebelum Uji Coba

No Perasaan Kesepian Nomor Butir Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Desperation 1,9,17,

25,33,41

5,13,21, 29,37,45

12

2 Impatien Boredom 2,10,18,

26,34,42

6,14,22, 30,38,46

12

3 Self- Deprecation 3,11,19,

27,35,43

7,15,23, 31,39,47

12

4 Depression 4,12,20,

28,36,44,

8,16,24, 32,40,48

12

Total 24 24 48

Skala kesepian ini diolah melalui tiga kali perhitungan agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standart ukur dan daya beda aitem ≥ 0.30. Reliabilitas alpha cronbach yang diuji cobakan adalah 0.905.

Perhitungan reliabilitas ini menyebabkan sebanyak 15 aitem pada skala ini gugur yang diakibatkan tidak terpenuhinya standar ukur dan indeks daya beda


(56)

aitem. Penyebaran 15 aitem yang gugur pada setiap perasaan kesepian adalah 4 aitem pada perasaan kesepian desperation,, 5 aitem pada perasaan kesepian impation boredom, 2 aitem pada perasaan kesepian self-deprecation dan 4 aitem pada perasaan kesepian depression. Sehingga hanya terdapat 33 aitem yang dapat digunakan untuk penelitian. Penyebaran 33 aitem pada setiap perasaan kesepian adalah 8 aitem pada perasaan kesepian desperation, 7 aitem pada perasaan kesepian impation boredom, 10 aitem pada perasaan kesepian self-deprecation dan 8 aitem pada perasaan kesepian depression. Berikut Tabel 5 menunjukan 31 aitem yang tersisa dan gugur.

Tabel 5

Blue-Print Skala Kesepian Setelah Uji Coba

No Perasaan Kesepian Nomor Butir Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Desperation 1,9,17,

25,33,41

5,13,21, 29,37,45

8

2 Impatien Boredom 2,10,18,

26,34,42

6,14,22, 30,38,46

7

3 Self- Deprecation 3,11,19,

27,35,43

7,15,23, 31,39,47

10

4 Depression 4,12,20,

28,36,44,

8,16,24, 32,40,48

8

Total 33

Keterangan tabel 5:

Nomor yang ditebalkan berarti memiliki daya diskriminasi yang diinginkan pada masing-masing perasaan kesepian dan merupakan aitem yang dipakai.


(57)

Setelah memperoleh aitem yang sesuai dengan daya diskriminasi dan reliabilitas yang memenuhi standar ukur, peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk Skala Kesepian yang digunakan untuk penelitian, sebagaimana tertera pada Tabel 6.

Tabel 6

Blue-Print Skala Kesepian Untuk Penelitian

No Perasaan Kesepian Nomor Butir Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Desperation 1(3) , 9 (6),

33 (14) , 41 (25)

13(1), 21 (9), 29(17), 45 (29)

8

2 Impatien Boredom 2 (8), 10 (4) , 42 (16)

6 (2), 22(11), 30(19), 46 (22)

7

3 Self- Deprecation 11(10),19(18), 27(26), 43 (31)

7(5), 15(13), 23(21),31(24), 39(28), 47(33)

10

4 Depression 12(12),20 (20) 8 (7), 16 (15),

24(23),32(27), 40(30),48 (32)

8

Total 33

Keterangan tabel 6:

Angka yang didalam kurung dan bercetak tebal adalah penomoran ulang aitem yang lama

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

Untuk memperoleh hasil penelitian ini, peneliti mengalami proses penelitian yang panjang dari yang seharusnya dikarenakan peneliti melakukan dua kali pelaksanaan penelitian. Oleh karena itu, maka peneliti melakukan


(58)

pengulangan. pelaksanaan penelitian untuk mendapatkan gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Maka peneliti melakukan tahap-tahap sebagai beriktu:

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Pembuatan alat ukur

Pada tahapan ini peneliti mempersiapkan alat ukur berupa skala kesepian. Skala kesepian menggunakan model skala Likert. Skala ini menggunakan empat kategori perasaan yang dirasakan seseorang ketila mengalami kesepian, yaitu deprecation, impation boredom, self-deprecation dan depression yang dikemukakan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002).

Selain itu, dalam melakukan penyusunan aitem, peneliti dibantu oleh Professional judgement. Skala dibuat dalam bentuk lembaran ukuran kertas A4 dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

b. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut kedalam alat ukur yang digunakan untuk mengambil data penelitian. Skala dibuat dalam bentuk buku dari kertas berukuran A4 yang dibagi dua dengan huruf Times New Roman Ukuran 28.


(59)

2.Tahap pelaksanaan penelitian

Setelah alat ukur direvisi, maka dilaksanakan penelitian pada subjek yang memenuhi kriteria populasi. Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan melibatkan mahasiswa maupun mahasiswi di Perguruan tinggi Negeri maupun Swasta di Kota Medan.

Pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur berupa skala kesepian. Subjek diminta memberi respon pada skala tersebut, dengan terlebih dahulu meminta izin dan kesediaan subjek untuk mengisi skala. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Mei sampai tanggal 12 Mei dengan melibatkan 50 subjek.

3. Tahap pengolahan data penelitian

Setelah diperoleh data dari skala kesepian, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisa menggunakan bantuan SPSS version 15.0 For Windows. Analisa data digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik. Alasan yang mendasari digunakannya analisa statistik adalah karena statistik dapat menunjukan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal (Hadi,2000).

G. Metode Analisa Data

Azwar (2000), menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan menyajikan data secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan


(1)

5. Pada aitem 2 (“kondisi kehidupan saya sempurna”) dan aitem 3 (“saya puas dengan kehidupan saya”) diperoleh bahwa masih ada subjek yang memberikan respon tidak setuju pada pernyataan tersebut walaupun hanya sebagian kecil saja. Hal ini disebabkan karena adanya kondisi-kondisi tertentu misalnya kondisi lingkungan ataupun biara yang mempengaruhi respon subjek yang pada penelitian ini.

B.SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis ingin mengemukakan beberapa saran, yaitu:

1. Saran Praktis

Adapun saran praktis dari hasil penelitian ini adalah : a. Bagi biarawati

- Agar biarawati dapat memahami kebahagiaan yang akan lebih dirasakan seiring dengan bertambahnya usia mereka disebabkan seiring dengan bertambahnya usia semakin banyak pengalaman yang ia dapatkan dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kehidupannya.

- Ordo/kongregasi yang melayani secara sosial dapat dijadikan saran untuk calon biarawati yang terpanggil untuk menjadi biarawati


(2)

dikarenakan ordo dengan misi spiritual dalam bidang pelayanan sosial dalam penelitian ini memiliki mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan ordo lainnya yang ada pada penelitian.

b. Bagi pihak Gereja Katolik

- Adanya responden yang menyatakan tidak setuju pada aitem yang ada pada kuesioner penelitian sehingga pihak gereja dapat mengetahui bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang masih dapat ditingkatkan agar para biarawati dapat menjadi lebih bahagia.

2. Saran Penelitian Lanjutan

Bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal berikut: a. Menambah jumlah sampel yang lebih besar agar hasil penelitian dapat

digunakan untuk generalisasi yang lebih luas.

b. Melibatkan jumlah ordo yang lebih banyak dengan ragam spiritualitas dan bidang pelayanan yang lebih luas.

c. Melakukan penelitian tipe lain yakni penelitian secara kualitatif untuk menggali penghayatan kebahagiaan pada biarawati. Hal ini disebabkan oleh dari hasil gambaran kebahagiaan pada biarawati dari masing-masing aitem yang diketahui bahwa masih ada biarawati yang merespon tidak setuju pada aitem 2 dan aitem 3. Sehingga perlu digali lebih mendalam kondisi kehidupan seperti apa yang membuat mereka tidak bahagia.


(3)

d. Untuk penelitian selanjutnya, perlu memperhatikan kuesioner kebahagiaan yang akan dipakai apabila menggunakan karakteristik sampel penelitian yang khusus.

e. Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk melakukan pendekatan sehingga dapat meyakinkan subjek untuk lebih terbuka dalam pengisian skala penelitian ataupun dalam wawancara agar diperoleh hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan para biarawati lebih tertutup dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar (2006). Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A & Byrne, D. (1997). Social Psychology: Understanding Human Interaction, 9th edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Baron, R. A & Byrne, D. (2000). Social Psychology: Understanding Human Interaction, 9th edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Beebe, S. A., Beebee, S.J., & Redmond, M.V. (2004). Interpersonal

Communications: Relating to others (4th ed). Boston: Pearson

Educationin. Inc.

Benokraitis, Nijole V. (1996). Marriiage and Families 2nd edition : Changes, Choices and Constraint. New Jersey : Prentice-Hall Inc.

Blomqvist. L, Pitkala.K & Routasalo. P (2007). Image of Loneliness: Using Art as an Educational Method in Professional Training. The Journal of Continuing Education Nursing, March/ April- Vol 38, no.2.

Bowman, H.A & Spanier, G.B.(1978). Modern Marriage (8th ed). New York: McGraw Hill Co.


(4)

Brehm, S. (1992). Intimate Relationship. Second edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Brehm, S.S. (2002). Intimate Relationship, 2nd ed. New York: McGraw-Hill.

Bruno, F.J.(2002). Conguer Loneliness, Menaklukan Kesepian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Brock, H & Rokach. (1997).Loneliness and the effect of The life Change. The Journal of Psychology. Vol. 131, Iss. 3; pg. 284, 15 pgs. http:// proquest.umi.com/pqdweb?index=434&did=12198690&SrchMode=1 &sid=1&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName= PQD&TS=1187922155&cliendtId=63928.

Dacey & Kenny. (1997). Adolescent Development (2nd ed). USA: Brown & Benchmark Publishers.

Dainton, M.& Aylor, Brooks.(2001). A Relational Uncertainty Analysis of Jealousy, Trust, and Maintenance in Long- Distance Versus Geographically Close Relationships.Academic Research Library, 49, 172-188.

Deux, Kay, Dane, F.C & Wrightsman, L.S. (1993). Social Psychology in the ‘90s. (6th ed). California : Brooks/ Cole Publishing Company.

Faisal, S. (1995). Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Feldman, Robert S. (1995). Social Psychology. New Jersey: Prentice-, Inc.

Feldman, S. (1996). Understanding Psychology. Fourth edition. McGraw-Hill, Inc. United State of America.

Gierveld, J.& Havens, B. (2004). Cross-national comparisonsof social isolation and loneliness : introduction and Overview. Canadian Journal On Aging. Http:// www. nidi knaw .nl/en/output/2004/cja-23-02-dejonggierveld.pdf/cja-23-02-dejonggierveld.pdf.Tanggal Akses : 30 Desember 2010.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Penerjemah: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga..


(5)

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Hamptom, JR.P.(2004).The effect of communication on satisfaction in long distance and proximal relationship of college students. Psychology Loyola University N.O.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1-4). Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Karsner, L.(2001).Belief about apartners personal qualities that facilitate intimacy. Journal of marriage & the family.

Kauffman, M. H. (2000). Relational Maintenance in Long-distance Relation. Ships: Staying Close. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.

Kindenda, Thomas J. (2002). A Study of Cultural Variability and Relational Maintenance Behaviour for International and Domestic Proximal and Long distance Interpersonal Relationship. [Paper]. 109pages.

Knys, P. (1989).Cinta Muda-Mudi.Pustaka kaum muda.Penerbit Kanisius.

Kauffman, M.H. (2000). Relational Maintenance in Long-Distance Relation Ships: Staying Close. Fakulty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.

Lydon,J., Pierce, T., & O’Regan (1997). Coping with Moral Commitment to Long- distance dating Relationship . Journal of Personality and Social Psychology, 73, 104-113.

Mayntz. (2006).Long Distance Relationships. [on-line].

Myers, D. G. (1999). Social Psychology, 5th Edition. New York : McGraw-Hill. Punch, K.F. (1998). Introduction to Social Research, Quantitative and Qualitative

Approaches. British : SAGE Publications.

Phillip, B. (2004).Long-distance Relationship. [On-Line]. http://pandjiwinoto.co.cc/2009/03/tipstrik-dan-resep-pacaran-jarak -jauh/. Tanggal Akses: 1 Januari 2011.


(6)

Rokach, Ami. (1998). The Relation of Cultural Background to the Causes of Loneliness. Journal of Social and Clinical Psychology,Vol.17, No.1, 1998, pp.75-88.

Stafford, L., & Reske, J.R. (1990). Idealization and communication in long- distance premarital relationship. Family Relations, 39,274-279.

Shumway,B.(2003).The effect of distance on intimacy,passion dan commitment in romantic relationship in college students. Saint anselm college.

Schriewer, R. (2000).Interpersonal Communication: How Long Distance Relationships Work.

Santrock, J.W.(2003). Adolenscence, Perkembangan Remaja (Alih bahasa : Shinto B. Adelar &Sherly Saragih). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono.(2001). Pacaran Jarak Jauh . [On-Line]

Stenberg. R. J. (1988). The Triangular of Love. Boston : Basicbook Inc Publisher. Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Taylor, E, Peplau & David O. Sears. (2000). Social Psicology, 10th ed.New Jersey: Prentice, Inc.

Watson,M.E.(2004).Effect of Communication on College student satisfaction in long distance and proximal relationship.Dapartement of Psychology Loyola University.

Weiten, W. & Lydon, M. (2006).Psycology Applied to Modern Life.: Adjudsment in the 21 st century. Eighth Edition Canada : Thomson Wadsworth. Wrightman, L.S. (1993). Sosial Psychology In the 90’s.USA: Brooks/ Cole


Dokumen yang terkait

Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

47 223 112

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

2 84 9

Sistem Pengontrolan Lampun Jarak Jauh Mengunakan Modem Wavecome Dan Sensor LDR Berbasis Mikrockontroler Atmega 8535

2 84 88

Sistem Pengiriman Data Temperatur Jarak Jauh Menggunakan Infrared Berbasis AT89S51

1 31 68

Pengendali Jarak Jauh (Remote Control)Berbasis Mikrokontroler AT89S51 Dengan Dioda Led Sebagai Pemancar Gelombang Inframerah

0 38 58

Pemanfaatan Dtmf Sebagai Pengendali Alat-Alat Listrik Jarak Jauh Berbasis Mikrokontroler AT89S52.

0 28 66

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Trust Pada Individu Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh

2 66 140

Studi Deskriptif Mengenai Komitmen Pada Mahasiswa Yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh di Universitas "X" Bandung.

0 0 38

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN.

1 1 9

POLA KOMUNIKASI PASANGAN YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Pasangan yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh atau Long Distance Relationship (LDR) Dalam Memelihara Hubungan di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu S

9 28 17