Studi Sifat Fisika-Kimia Kemenyan (Styrax spp.) dari Tapanuli Utara
LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses pengeringan getah kemenyan (Styrax spp.)
Lampiran 2. Pengujian kadar air
a) Sampel sebelum dioven
b) Sampel setelah dioven
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Pengujian kadar abu
Lampiran 4. Pengujian kadar kotoran
a) Pengujian dengan pelarut metanol
b) Pengujian dengan pelarut aseton
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Pengujian titik lunak
Lampiran 6. Pengujian kadar asam sinamat
a) Contoh Uji dalam Larutan KOH Etanol
Universitas Sumatera Utara
b) Sampel uji dalam larutan air dan MgSO4
c) Penyaringan larutan
d) Proses ekstraksi
Universitas Sumatera Utara
e)
f)
Hasil Penguapan Kloroform
Contoh Uji dalam Larutan Etanol Netral
g)
Hasil Titrasi dengan NaOH
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Ekstrak kental pengujian skrining fitokimia
a) Pemisahan filtrat dan residu ekstrak etanol
b) Ekstrak kental getah kemenyan
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., and Iwatsuki, K. Antibacterial
Action Of Several Tennis Agains Staphylococcus aureus. Journal Of
Antimicrobial Chemoterapy. Vol.48:487-91.
Arbi, J. 2010. Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas
Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Getah Kemenyan (Styrax benzoin
Dryland.) Terhadap Beberapa Mikroba. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Atmoko, T. dan Ma’ruf, A. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak
Tumbuhan Sumber Pakan dan Orangutan Terhadap Larva Artemia Salina L.
Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam. Vol 6:37-45.
Azizah, B. dan Salamah, N. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol No.1 No.3, 2013:21-30.
BPS. 2011. Tapanuli Utara Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tapanuli Utara.
Botanical Dermatology Database. 2004. Styracaceae (Styrax family). Botanical
Dermatology Database. http://bodd.cf.ac. Diakses tanggal 22 Februari 2015.
Brahmana, H.R., Bangun, N. dan Ginting, M. 1981. Penentuan Kadar Asam
Sinamat dari Kemenyan Tapanuli (Styrax Sumaterana J.J Sm). Penelitian
FMIPA USU.
Darusman, D. 2001. Resiliensi kehutanan Masyarakat di Indonesia. Debut Press.
Yogyakarta.
Dede. 1998. Pengelolaan Hutan Rakyat Kemenyan (Styrax spp.) dan
kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Kehutanan
Masyarakat; Beragam Pola Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Hutan; Kerjasama IPB dan The Ford Foundation. CV. Dewi Sri Jaya.
Bogor.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Tanamana Kemenyan.
Jakarta.
Desmiaty, Y., Ratih, H., Dewi M.A. dan Agustin, R. 2008. Penentuan Jumlah
Tanin Total pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun
Sambang Darah (Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolometri dengan
Pereaksi Biru Prusia. Ortocarpus. Vol 8:106-109.
Universitas Sumatera Utara
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. Hal 29-31.
Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. Hal 321-326, 333-337.
Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol 55(3):263.
Harbone, JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah.
Bandung : ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Hal 47-245.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Umum.
Hughes,
I.
2002.
The
Resins
of
the
BP
and
BPC.
http://www.herbdatanz.com/resins_1.htm. Diakses. Diakses 20 Oktober
2015.
Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Hal 279.
Pasaribu, J.R., dan Sipayung, W. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax spp.)
Pedoman Teknis Konifera. Vol 2:1. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan dan Perkebunan. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.
Jayusman. 2014. Mengenal Pohon Kemenyan (Styrax spp.) Jenis dengan
Spektrum Pemanfaatan Luas yang Belum Dioptimakan. IPB Press. Bogor.
Khan, M.L. 2001. Loban (Styrax Benxoine). Known as an incense, Loban has
mutipli benefits even as an medicine. http://www.islamicvoice.com. Diakses
22 februari 2015.
Kiswandono, A.A. 2008. Pengaruh Proses Maserasi dan Refluks Pada Daun dan
Biji Kelor (Moringa Oleifera, lamk) Terhadap Identifikasi dan Rendemen
Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan. Hasil Penelitian. Universitas Tri Karya
Medan.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Karya
Ilmiah FMIPA. Universitas Sumatera Utara.
Lubis, I., Pandapotan M., dan Lubis A. 1984. Laporan Akhir Pemerikasaan Mutu
Kemenyan yang Ditanam oleh Rakyat di Tapanuli Utara. Departemen
Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
P3T Universitas Sumatera Utara. Medan.
Universitas Sumatera Utara
Lumingkewas, M., Manarisip, J., Indriaty, F., Walangitan, A., Mandei, J., dan
Suryanto, E. 2014.Aktivitas Antifotooksidan dan Komposisi Fenolik dari
Daun Cengkeh (Eugenia aromatic L.) .Chem. Prog Vol.7 No.2, November
2014.
Markham, K.R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB Press. Bandung.
Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin untuk Antitumor. http://www.chem-istrri.
Diakses 20 Oktober 2015.
Pinyopusarerk. 1994. Styrax tonkineenses. Taxonomy, ecology, silviculture and
Uses. The Australian Centre For Internasional Agriculture Research (Aciar).
Technical Report No.31. Canberra.
Prat DE, BJF. Hudson. 1990. dalam Kiswandono (2008). Pengaruh Proses
Maserasi dan Refluks Pada Daun dan Biji Kelor (Moringa Oleifera, lamk)
Terhadap Identifikasi dan Rendemen Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan.
Hasil Penelitian. Universitas Tri Karya Medan.
Purbaya, M., Sari, T.I., Saputri, C.A., dan Fajriaty, M.T. 2011. Pengaruh
Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks dan Hubungannya dengan Susut
Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas. Prosiding Seminar nasional
AvoER ke-3. ISBN: 979-587-395-4.
Redha, A. 2014. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Vol.9 No.2 Sep.2010:196-202.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB Press.
Bandung.
Rodiani, T. dan Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Kementerian
Pendidikan Nasional. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur.
Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak
Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Rudyanto, M. 2008. Synthesis of Some Cinnamic Acid Derivatives : Effect of
Groups Attached on Aromatic Ring to the Reactivity of Benzaldehyde.
Indo.J.Chem.,2008, 8(2), 226-230.
Rusdi. 1998. Tumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas
Andalas. Padang.
Sangi, S., Momuat, I., Kumaunang, M. 2012. Uji Toksisitas dan Skrining
Fitokimia Tepung Gabah Pelepah Aren (Arenga pinnata). Penelitian FMIPA
Universitas Sam Ratulangi.
Universitas Sumatera Utara
Santosa, G. 2010.Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu : Penyadapan Getah Pinus.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sasmuko, S.A. 1999. Karakteristik Kemenyan Sumatera Utara dan Laos.
Prosiding Expose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang
Siantar, 30 Maret 1999 di Medan. Hlm 57-67. Balai Penelitian Kehutanan,
Pematang Siantar.
Sasmuko, S.A. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan sebagai Komoditi Hasil
Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Sumatera Utara. Makalah Seminar
Nasional Himpinan Alumni-IPB HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah
Regional Sumatera. Medan.
Sitinjak, H. 2012. Analisis Sifat Fisika-Kimia Kemenyan (Styrax Sumaterana J.J.
SM) Asal Pengururan. Skripsi. Fakultas Kehutanan USU.
Sirait, M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. ITB. Bandung.
Standar Nasional Indonesia. Kemenyan (SNI 7940:2013).
Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopik. ITB Press.
Bandung.
Suradikusuma, E. 1989. Kimia Tumbuhan Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi.
Pau. Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Thomson, R.H. 1993. The Chemistri Of Natural Producst. 2 Edition,chapman and
hall ltd.glasgow,UK.
Van Steenis. 1953. dalam Jayusman (2014). Mengenal Pohon Kemenyan (Styrax
spp.) Jenis dengan Spektrum Pemanfaatan Luas yang Belum Dioptimakan.
IPB Press. Bogor.
Waluyo, T.K., Hastoeti, P., dan Prihatiningsih, T. 2006. Karakteristik dan Sifat
Fisika-Kimia Berbagai Kualitas Kemenyan Di Sumatera Utara. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 24 (1) : 47-61. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan. Bogor.
Wibowo, C. 2012. Analisis Sebaran Iklim Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Bantaeng
Sulawesi-Selatan. Skripsi. Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin.
Widiarto, S. 2009. Volumetri/Titrimetri. http://staff.unila.ac.id. Diakses 20
Oktober 2015.
Winarmo,W.P. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2015.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika
dan Ilmu Pegetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tempat pengambilan
sampel dilakukan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan
Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah getah kemenyan
(Styrax spp.) yang terdiri dari tiga jenis yaitu kemenyan Toba (Styrax
paralleloneurum PERK), kemenyan Durame (Styrax benzoine Dryland), dan
kemenyan Bulu (Styrax benzoine var hiliferum). Bahan kimia yang digunakan
adalah bahan-bahan kimia berkualitas pro analisis antara lain akuades, amonia,
asam klorida, asam sulfat, aseton, dietil eter, etanol, ferri klorida, indikator
fenoltalein, kalium hidroksida, kloroform, magnesium sulfat, metanol, natrium
bikarbonat, natrium hidroksida, pereaksi (dragendorff, liebermann-burchad,
mayer, dan wagner).
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium (batang pengaduk, beker, cawan porselen, gelas corong, erlenmeyer,
gelas ukur, labu corong, tabung reaksi), aluminium foil, botol semprot, desikator,
kamera digital, kertas lakmus, kertas saring, satu set alat melting point, oven,
23
Universitas Sumatera Utara
24
panci, pipet tetes, spatula, tanur, termometer, timbangan digital, lampu
spiritus, buret, dan tiang statif.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa membandingkan
kualitasnya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah kemenyan
(Styrax spp.) yang diperoleh dari kawasan sekitar Hutan Batang Toru Blok Barat,
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Persiapan bahan baku
Pada tahapan ini sampel getah kemenyan (Styrax spp.) dikering-anginkan
dengan cara disebar di atas karton. Sampel dikeringkan di areal yang teduh dan
tidak terkena sinar matahari hingga kering dan rapuh. Setelah kering sampel
dihaluskan dengan cara ditumbuk sampai menjadi serbuk.
Pembuatan larutan
1.
Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 gr raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 gr kalium iodida lalu dilarutkan dalam
10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995)
2.
Pereaksi Drangendorf
Sebanyak 0,8 gr bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml
asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 gr kalium iodida,
dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan
Universitas Sumatera Utara
25
didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan
diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.
Pereaksi Wagner
Sebanyak 10 ml akuades dipipet kemudian 2,5 gr iodin dan 2 gr kalium
iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu
takar (Romansyah, 2011).
4.
Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 0,6 gr bismut subnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml
akuades. Di wadah lain sebanyak 6 gr kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml
akuades. Kedua larutan tersebut dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml
akuades (Harborne, 1987).
5.
Larutan NaOH 0,1 N
Sebanyak 4 gr natrium hidroksida dilarutkan dalam 100 ml air suling
(Ditjen POM, 1979).
6.
Larutan H2SO4 2 N
Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai
100 ml (Ditjen POM, 1995).
7. Larutan Etanol Netral
Sejumlah etanol (95%) Pekat ditambahkan 0,5 ml larutan fenolftalein
pekat dan natrium hidroksida 0,02 atau 0,1 N secukupnya hingga larutan berwarna
merah jambu. Etanol netral pekat harus dibuat baru (Ditjen POM, 1979).
8.
Larutan Indikator Fenolftalein
Sebanyak 1 gr fenolftalein pekat dilarutkan dalam 100 ml etanol pekat
(Ditjen POM, 1979).
Universitas Sumatera Utara
26
9.
Larutan KOH-Etanol 0,5 N
Sebanyak 7 gr dan dilarutkan dengan etanol dalam labu takar 250 ml
sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N
dan indikator fenolftalein.
Pengujian visual
1.
Warna
Mutu didasarkan pada penampilan warna sebagaimana dilihat pada
tabel 4 :
Tabel 4. Klasifikasi getah kemenyan dengan parameter warna
Parameter
Kelas Mutu
B
A
Warna
2.
Putih Bersih
Putih kecoklatan
(50% putih 50% coklat)
C
Coklat keputihan
(25% putih 75% coklat)
Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan cara melihat butiran tidak lengket
satu sama lain dan jika dipegang tidak lengket di tangan, serta rapuh apabila
dipatahkan dengan tangan.
Pengujian laboratorium
1.
Kadar air
Contoh uji kemenyan ditimbang 2 gram dimasukkan ke dalam cawan
porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. Kemudian cawan tersebut
dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 ᵒC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan
di dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya, pemanasan
contoh uji diulang sampai diperoleh bobot yang kosntan. Kadar air dihitung
dengan rumus :
Kadar air =
B–C
x 100%
B–A
Universitas Sumatera Utara
27
Keterangan :
A
= Bobot cawan kosong (gram)
B
= Bobot cawan + sampel sebelum pengeringan (gram)
C
= Bobot cawan + sampel setelah pengeringan (gram)
2.
Kadar abu
Contoh uji kemenyan ditimbang 3 gram dimasukkan ke cawan porselin
yang sudah diketahui beratnya. Selanjutnya dimasukkan ke tanur dengan suhu +
625 ᵒC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dan ditimbang sampai berat tetap.
Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu =
W1 – W
x 100%
W2 – W
Keterangan :
W = Bobot cawan kosong (gram)
W1 = Bobot cawan + abu (gram)
W2 = Bobot cawan + kemenyan (gram)
3.
Kadar kotoran
Contoh uji kemenyan ditimbang 2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer
100 ml dan dilarutkan dengan 25 ml aseton. Larutan disaring dengan kertas
saring. Residu kemenyan yang tertinggal dicuci dengan aseton dan dikeringkan
pada suhu (105 + 3) ᵒC selama 6 jam hingga bobot tetap. Kadar kotoran dihitung
dengan rumus :
Kadar kotoran =
W2 – W1
x 100%
W
Keterangan :
W = Bobot contoh uji (gram)
Universitas Sumatera Utara
28
W1 = Bobot kertas saring (gram)
W2 = Bobot kertas saring ditambah bahan tak larut aseton (gram)
4.
Titik lunak
Contoh uji kemenyan ditimbang 0,02 gram dimasukkan ke dalam pipa
kapiler yang terlebih dahulu salah satu ujungnya ditutup. Kemudian pipa kapiler
dan termometer di letakkan dalam alat melting point. Lalu diamati dan dicatat
suhu (ᵒC) yang tertera pada termometer saat contoh uji mulai meleleh sampai
contoh uji meleleh secara keseluruhan.
5.
Kadar asam sinamat
Contoh uji kemenyan ditimbang 1,5 gram dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer serta ditambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida dalam etanol 0,5 N
selama 1 jam. Etanol dalam erlenmeyer diuapkan, lalu dilarutkan dengan 50 ml air
panas hingga homogen dan didinginkan. Air 80 ml ditambahkan dan larutan 1,5
gram magnesium sulfat dalam 50 ml air, diaduk hingga rata kemudian didiamkan
selama 10 menit. Lalu disaring dan dicuci residu dengan 20 ml air. Filtrat dan
cairan hasil pencucian dikumpulkan kemudian diasamkan dengan 15 ml HCl 30%
(v/v). Setelah itu diekstraksi dengan 40 ml dietil eter dan dilakukan berulang
hingga larutan bening. Lapisan air dibuang dan dikumpulkan ekstrak dietil eter
yang diperoleh untuk kemudian diekstraksi secara bertahap dengan 70 ml natrium
bikarbonat 5% (b/v). Lapisan air yang diperoleh dikumpulkan kemudian
diekstraksi dengan 20 ml dietil eter. Lapisan dietil eter dibuang dan diasamkan
lapisan air dengan menggunakan 15 ml HCl 30% (v/v) lalu dikocok secara
bertahap dengan 80 ml kloroform. Lapisan kloroform diuapkan dengan udara
mengalir. Residu dilarutkan dalam 10 ml etanol (95%) hangat yang telah
Universitas Sumatera Utara
29
dinetralkan kemudian didinginkan. Indikator fenolftalein ditambahkan dan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Kemudian dihitung titer NaOH yang habis terpakai.
Kadar asam sinamat dihitung dengan rumus :
Kadar asam sinamat =
V x N x 148,2
x 100%
W
Keterangan :
V
= Volume NaOH yang habis terpakai (ml)
N
= Normalitas larutan NaOH (mg/ml)
148,2 = Bobot molekul asam sinamat
W
= Bobot contoh uji (mg)
Skrining Fitokimia
Contoh uji kemenyan ditimbang 25 gram dan direndam dalam etanol 100
ml selama 24 jam. Larutan tersebut disaring, kemudian residu hasil penyaringan
dibuang. Sementara etanol pada filtrat hasil penyaringan diuapkan sampai
terbentuk ekstrak kental yang akan digunakan sebagai contoh uji untuk
menentukan jenis metabolit sekunder. Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan
senyawa golongan alkaloida, flavonoid, senyawa fenolik, saponin, tanin, dan
triterpenoid/steroid sebagai berikut :
1.
Alkaloid
Sebanyak 0,3 gram contoh uji dilarutkan dalam 10 ml kloroform-amonia
lalu disaring. Fitrat hasil penyaringan ditambahkan beberapa tetes H2SO4 2M,
kemudian dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna)
dipepet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi mayer, dragendorff,
dan wagner. Jika terdapat endapan putih dengan pereaksi mayer, endapan merah
Universitas Sumatera Utara
30
jingga dengan pereaksi dragendorff, dan endapan coklat dengan pereaksi wagner,
maka sampel tersebut positif mengandung alkaloid (Suradikusuma et al., 1998).
2.
Flavonoid dan Senyawa Fenolik
Sebanyak 0,5 gram contoh uji ditambahkan metanol 30% sampai terendam
kemudian dipanaskan. Filtratnya ditambahkan NaOH 10% dan H2SO4. Warna
merah yang terbentuk karena penambahan NaOH 10% menunjukkan terdapatnya
senyawa fenolik hidrokuinon, sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan terdapatnya senyawa flavonoid
(Harbone, 1987).
3.
Saponin
Sebanyak 0,5 gram contoh uji di dalam gelas piala ditambahkan 50 ml air
panas dan dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Setelah itu larutan akan
diuji saponin dan tanin. Filtrat hasil penyaringan sebanyak 10 ml diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup selama 10 menit, terbentuknya busa
yang stabil menandakan adanya saponin (Kiswandono, 2008).
4.
Tanin
Sebanyak 10 ml filtrat yang dihasilkan pada pengujian saponin,
ditambahkan FeCl3 1%. Identifikasi tanin yang positif ditandai dengan adanya
warna biru tua atau hijau kehitaman (Kiswandono, 2008).
5.
Triterpenoid/steroid
Sebanyak 0,5 gram contoh uji ditambahkan 5 ml etanol lalu dipanaskan
dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter dan dikocok.
Lapisan eter dipisahkan dan ditambahkan pereaksi liebermann-burchad (3 tetes
Universitas Sumatera Utara
31
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Adanya warna merah atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Kiswandono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku
Pengeringan bahan baku dilakukan dengan cara pengeringan secara alami
yaitu dengan dikeringanginkan di udara terbuka sampai getah kemenyan kering
dan getas. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air disamping
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan baku yang disebabkan
karena kandungan air yang tinggi pada sampel jika tidak dikeringkan
(Kiswandono, 2008).
Getah kemenyan yang sudah kering dibuat menjadi serbuk dengan
dihaluskan menggunakan alu dan mortal. Tujuan dari dihaluskannya getah
kemenyan adalah untuk memperluas permukaan bahan baku sehingga pada tahap
ekstraksi, interaksi antara pelarut pengekstrak dengan sampel yang diekstraksi
menjadi lebih efektif dan pelarut pengekstrak akan lebih mudah mengambil zatzat yang terkandung dalam getah.
Gambar 6. Serbuk getah kemenyan (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Pengujian Visual
Warna dan kadar air
Mutu pada getah kemenyan didasarkan pada penetapan warna yang
dibedakan menjadi tiga kelas mutu yaitu A, B, dan C. Pada pengamatan kadar
32
Universitas Sumatera Utara
33
air dilakukan dengan melihat antara butiran getah kemenyan tidak lengket satu
sama lain. Hasil pengamatan warna dan kadar air pada getah kemenyan Toba,
Durame, dan Bulu sebagaimana dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Pengamatan visual getah parameter warna dan kadar air
Jenis Getah Kemenyan
Kemenyan Toba
(Styrax paralleloneurum PERK)
Kemenyan Durame
(Styrax benzoine Dryland)
Kemenyan Bulu
(Styrax benzoine var hiliferum)
Warna
Putih kekuningan
Kadar Air
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Putih kuning
kecoklatan
Coklat kehitaman
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Gambar 7. Pengamatan visual getah kemenyan (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Berdasarkan pengamatan pada warna yang dilakukan diperoleh data pada
Tabel diatas. Getah kemenyan Toba pada pengamatan berwarna putih kekuningan,
kemenyan Durame berwarna putih kuning kecoklatan, sedangkan pada kemenyan
Bulu berwarna coklat kehitaman. Pada semua getah kemenyan belum memenuhi
persyaratan visual SNI 7940:2013. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya
kotoran yang menempel pada kemenyan pada saat penyadapan yang belum
dibersihkan. Kotoran tersebut dapat berupa pasir, serpihan kulit batang dan lainlain.
Data pada pengamatan kadar air getah kemenyan dapat dilihat pada Tabel
diatas. Pada semua jenis getah kemenyan antara butiran satu dengan yang lain
tidak lengket. Jika getah kemenyan dipegang tidak lengket ditangan, dan rapuh
Universitas Sumatera Utara
34
apabila dipatahkan dengan tangan hal tersebut dipengaruhi proses pengeringan
getah kemenyan. Pada proses pengeringan yang dilakukan getah kemenyan
dihamparkan diatas karton dengan tumpukan yang tidak terlalu tinggi. Kemudian
getah kemenyan dibuat diruangan yang dapat dimasuki oleh udara. Getah
kemenyan tidak dapat dikeringkan dengan sinar matahari dikarenakan getah
kemenyan akan kembali menjadi lembek dan meleleh kembali. Pengeringan
dilakukan sampai getah kemenyan benar-benar kering dan getas. Pada penelitian
ini lama pengeringan getah kemenyan berkisar + dua bulan. Pada pengujian kadar
air telah memenuhi persyaratan visual getah kemenyan SNI 7940:2013.
Pengujian Laboratorium
Kadar air
Hasil pengujian kadar air yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
4,0000
3,1925
Kadar air (%)
3,5000
3,0000
3,0004
2,8085
2,5000
2,0000
1,5000
1,0000
0,5000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 8. Pengujian kadar air
Berdasarkan data pengujian kadar air yang dilakukan hasil yang
didapatkan pada setiap jenis kemenyan berbeda-beda. Rata-rata persen kadar air
tertinggi pada getah kemenyan Durame yaitu 3,1925% sedangkan persen kadar air
terendah pada getah kemenyan Toba yaitu 2,8085%. Penurunan bobot sampel
yang cepat menunjukkan mudahnya air keluar dari getah kemenyan sehingga
Universitas Sumatera Utara
35
perhitungan persen kadar air yang diperoleh juga relatif rendah. Demikian juga
sebaliknya penurunan bobot sampel yang lambat menunjukkan sulitnya air keluar
dari kemenyan, sehingga persen kadar air yang diperoleh relatif tinggi.
Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal
kandungan air yang masih ditolerir di dalam getah maupun ekstrak. Penentuan
kadar air berguna untuk menduga keawetan atau ketahanan sampel
dalam
penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang dihasilkan. Kadar air sampel
bahan alam biasanya harus lebih rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak
tumbuh sehingga sampel dapat disimpan dalam waktu yang lama (winarmo,
1997). Pengujian kadar air pada getah kemenyan yang dilakukan telah memenuhi
syarat SNI 7940:2013 dengan kadar air maksimun 5%.
Pengujian kadar air ditetapkan dengan cara gravimetri, yaitu diperoleh
dengan cara menghitung bobot bahan sebelum dan sesudah dikeringkan pada
temperatur di atas titik didih air. Sehingga diharapkan semua air akan menguap
pada suhu tersebut dan pada periode waktu tertentu (Harjadi, 1986).
Kadar abu
Hasil pengujian kadar yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
16,0000
12,8019
Kadar Abu (%)
14,0000
10,9514
12,0000
10,0000
7,7977
8,0000
6,0000
4,0000
2,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 9. Pengujian kadar abu
Universitas Sumatera Utara
36
Berdasarkan pengujian kadar abu yang dilakukan pada setiap jenis
kemenyan rata-rata persen kadar abu tertinggi terdapat pada getah kemenyan
Bulu yaitu 12,8018% sedangkan persen kadar abu terendah terdapat pada getah
Toba yaitu 7,7977%. Kandungan getah kemenyan tentu berbeda-beda
persentasenya untuk setiap jenis. Pada proses pemanasan untuk mendapatkan
kadar abu, kandungan getah kemenyan yang ada mengalami penguapan sehingga
menyisakan bahan-bahan atau materi yang tidak menguap. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Azizah (2013) yang menyatakan bahwa penetapan kadar abu
dilakukan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu + 625 ᵒC. Sampel yang
berada dalam tanur mengalami pemanasan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga yang tertinggal hanya
unsur mineral dan anorganik. Selain itu penetapan kadar abu juga dimaksudkan
untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda organik seperti tanah, pasir yang
seringkali terikut dalam sampel.
Pada getah kemenyan Toba persen kadar abu yang didapatkan lebih
rendah dikarenakan unsur mineral dan senyawa anorganik yang dikandung
sedikit, dibandingkan dengan getah kemenyan Bulu persen kadar abu yang
didapatkan lebih tinggi dikarenakan unsur mineral dan senyawa anorganik yang
dikandung banyak. Pernyataan tersebut sama halnya dengan pendapat Wiryadi
(2007) yang menyatakan bahwa kadar abu merupakan bagian berat mineral dari
bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat anorganik yang tidak
menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Kandungan dan
komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannya. Persen kadar abu yang dihasilkan belum memenuhi SNI
Universitas Sumatera Utara
37
7940:2013 yang mensyaratkan persen kadar abu untuk mutu A dan B < 1 dan
mutu C berkisar antara > 1- < 2.
Kadar kotoran
Hasil pengujian kadar kotoran yang diperoleh disajikan pada gambar
berikut.
30,0000
22,1404
Kadar Kotoran (%)
25,0000
20,0000
13,7298
15,0000
9,7438
10,0000
5,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 10. Pengujian kadar kotoran pelarut aseton
18,0000
14,9860
Kadar Kotoran (%)
16,0000
13,2311
14,0000
12,0000
10,0000
8,0000
6,9072
6,0000
4,0000
2,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 11. Pengujian kadar kotoran pelarut metanol
Berdasarkan
pengujian
kadar
kotoran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan pelarut aseton dapat dilihat bahwa rata-rata persen kadar kotoran
tertinggi terdapat pada getah kemenyan Bulu yaitu 22,1402% sedangkan persen
kadar kotoran terendah pada kemenyan Toba yaitu 9,7438%. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
38
pengujian kadar kotoran yang dilakukan dengan pelarut metanol dapat dilihat
bahwa rata-rata persen kadar kotoran tertinggi terdapat pada getah kemenyan Bulu
yaitu 14,9860% sedangkan persen kadar kotoran terendah pada kemenyan Toba
yaitu 6,9072 %. Pada pengujian kadar kotoran pelarut yang digunakan ada dua
yaitu pelarut aseton dan metanol. Penggunaan dua pelarut ini dimaksudkan
sebagai perbandingan.
Pada data yang dihasilkan dapat dilihat bahwa pengujian kadar kotoran
dengan pelarut metanol lebih baik. Getah kemenyan lebih larut dalam pelarut
metanol hal ini terlihat dari persen kadar kotoran yang relatif lebih rendah.
Sedangkan dengan menggunakan pelarut aseton persen kadar kotoran yang
dihasilkan relatif lebih tinggi. Pada pengujian ini dapat dilihat bawah jenis pelarut
yang digunakan berpengaruh terhadap persen kadar kotoran yang dihasilkan. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena senyawa yang terdapat dalam getah
kemenyan ini lebih banyak yang bersifat polar dibandingkan bersifat semipolar.
Metanol merupakan salah satu pelarut yang bersifat polar, sedangkan aseton
adalah pelarut yang bersifat semipolar (Lumingkewas et al, 2014).
Pada pengujian kadar kotoran jumlah kandungan bahan yang tidak larut
dalam pelarut menunjukkan besar kecilnya persentase kadar kotoran yang dimiliki
sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waluyo et al (2006) yang menyatakan
bahwa kadar kotoran merupakan bahan-bahan yang tidak larut dengan kemenyan,
melekat pada saat penyaringan setelah kemenyan dilarutkan dengan pelarut.
Kotoran pada kemenyan meliputi serat-serat yang diperoleh dari kulit batang, abu
dan bahan lain yang melekat pada kemenyan namun tidak larut dengan kemenyan.
Semakin rendah kualitas getah kemenyan maka semakin tinggi pula kadar
Universitas Sumatera Utara
39
kotorannya, karena semakin kecil ukurannya maka semakin sulit dilakukan
pemisahan kemenyan dengan kotoran-kotoran yang ada. Persen kadar kotoran
yang dihasilkan belum memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan persen
kadar kotoran untuk mutu A dan B < 1 dan mutu C berkisar antara > 1 - < 5.
Titik lunak
Hasil pengujian titik lunak yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
100,8
100,5
Titik Lunak (ᵒC)
100,6
100,3
100,4
100,1
100,2
100,0
99,8
99,6
Toba
Durame
Bulu
Gambar 12. Pengujian titik lunak (ᵒC)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data titik lunak getah
kemenyan dimana rata-rata derajat titik lunak tertinggi terdapat pada getah
kemenyan Toba yaitu 100,5 ᵒC sedangkan rata-rata derajat titik lunak terendah
pada getah kemenyan Bulu yaitu 100,1 ᵒC. Getah kemenyan pada pengujian kadar
air, kadar abu, dan kadar kotoran memiliki hubungan terbalik dengan pengujian
titik lunak yaitu semakin tinggi kadar air, kadar abu, dan kadar kotoran getah
maka semakin rendah titik lunak yang diperoleh. Demikian juga sebaliknya
semakin rendah kadar air, kadar abu, dan kadar kotoran getah maka semakin
tinggi titik lunak yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitinjak (2012)
yang menyatakan bahwa pengujian titik lunak berhubungan dengan tingkat
kemurnian getah kemenyan.
Universitas Sumatera Utara
40
Penentuan derajat titik lunak dilakukan dengan metode pipa kapiler yaitu
dengan termometer dan pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat melting point.
Kemudian dicatat suhu saat sampel mulai meleleh dan saat sampel meleleh secara
keseluruhan. Titik lunak ditunjukan dengan perubahan bentuk getah kemenyan
dari zat padat menjadi cair (meleleh). Perubahan wujud getah kemenyan terjadi
pada suhu yang berbeda-beda pada setiap jenisnya. Titik lunak atau titik leleh
adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada tekanan
1 atm atau suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam keadaan
kesetimbangan (Sitinjak, 2012). Derajat titik lunak yang dihasilkan telah
memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan derjat titik lunak untuk mutu
A > 92, mutu B > 88 dan mutu C > 80.
Kadar asam sinamat
Hasil pengujian kadar asam sinamat yang diperoleh disajikan pada gambar
berikut.
Kadar Asam Sinamat (%)
45
40,1515
40
35
28,8545
30
25
20
15,3561
15
10
5
0
Toba
Durame
Bulu
Gambar 13. Pengujian kadar asam sinamat
Berdasarkan gambar 13 Persen kadar asam sinamat tertinggi pada getah
kemenyan Toba sebesar 40,1515% dan persen kadar asam sinamat terendah pada
Universitas Sumatera Utara
41
getah kemenyan Bulu yaitu 15,3561%. Kadar asam sinamat menunjukkan tingkat
kemurnian suatu kemenyan (Sitinjak, 2012). Pada setiap jenis kemenyan persen
kadar asam sinamat yang diperoleh bervariasi. Hal ini dikarenakan setiap jenis
kemenyan memiliki tingkat kemurnian yang berbeda-beda. Kemurnian dari getah
kemenyan dapat dipengaruhi oleh faktor pengotor seperti kulit batang, pasir,
tanah yang melekat pada getah. Kemurnian getah kemenyan semakin rendah
karena semakin sulit memilah antara getah dan kotoran (Waluyo et al, 2006).
Menurut Hughes (2002) kadar asam sinamat yang terdapat pada getah
kemenyan bebas minimal 11%. Kadar asam sinamat hasil pengujian pada getah
kemenyan semuanya jauh di atas 11% sehingga hasil penelitian ini memenuhi
persyaratan minimal kadar asam sinamat yang terkandung dalam getah. Hal ini
menunjukkan bahwa pengujian yang dilakukan telah berhasil dengan baik.
Menurut Khan (2001) bahan getah kemenyan mengandung asam sinamat,
asam benzoat, stirol, vanilin, stiracin, koniferilbenzoat, koniferilsinamat, resin
benzoeresinol, dan suma resinotannol. Menurut Brahmana et al (1981) Asam
sinamat merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan mutu dan harga
getah kemenyan. Senyawa asam sinamat ini memberikan bau yang spesifik pada
getah kemenyan (Lubis et al, 1984).
Asam sinamat adalah salah satu senyawa bahan alam yang digunakan
sebagai bahan penolong pada pembuatan berbagai bahan kimia. Senyawa ini
memiliki
berbagai
aktivitas
biologis
antara
lain
antibakteri,
anestetik,
antiinflamasi, antipasmodik, antimutagenik, fungisida, herbisida serta penghambat
enzim tirosinase (Rudyanto et al, 2008). Persen kadar asam sinamat yang
Universitas Sumatera Utara
42
dihasilkan telah memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan persen kadar asam
sinamat untuk mutu A > 30, mutu B berkisar antara 21-29, dan mutu C < 20.
Skrining Fitokimia
Hasil pengujian fitokimia pada sampel getah kemenyan sebagaimana
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji skrining fitokimia
Uji Fitokimia
Toba
Alkaloid
Mayer
Dragendorff
+
Wagner
Flavonoid dan Fenolik
NaOH 10%
H2SO4
+
Saponin
Pengocokan
+
Tanin
FeCl3
+
Triterpenoid/steroid
H2SO4
+
CeSO4
+
Keterangan :
+ : mengandung senyawa yang diperiksa
- : tidak mengandung senyawa yang diperiksa
Jenis Kemenyan
Durame
Bulu
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Skrining merupakan langkah awal dari pemeriksaan tumbuhan untuk
membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan. Pengujian
fitokimia dilakukan sebagai skrining awal untuk mengetahui kandungan metabolit
sekunder pada getah kemenyan. Pengujian yang dilakukan yaitu uji alkaloid,
flavonoid dan senyawa fenolik, saponin, tanin, dan triterpenoid/steroid.
Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan
atau gangguan yang ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan
(Atmoko dan Ma’ruf, 2009). Sampel yang digunakan adalah ekstrak kental hasil
perendaman getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu dengan bahan pelarut
etanol.
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 14. Pengujian alkaloid (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Pada pengujian alkaloid penambahan pereaksi Mayer akan menyebabkan
terbentuknya endapan berwarna putih yang menunjukkan hasil yang positif
mengandung senyawa alkaloid proses yang sama juga dilakukan pada
penambahan reaksi Dragendorff, dan Wagner. Pada pereaksi Dragendorff akan
terbentuk endapan berwarna merah jingga sedangkan untuk pereaksi Wagner akan
terbentuk endapan berwarna coklat. Menurut Sangi et al (2012) pereaksi Mayer
mengandung merkuri klorida dan kalium iodida. Pereaksi Drangendorff
mengandung kalium iodida dan bismuth subnitrat dalam asam asestat glasial.
Hampir semua alkaloid yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis
tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam
pengobatan. Jenis dan konsetrasi alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah
satu jenis alkaloid yang sangat beracun yaitu nikotin. Alkaloid memiliki kegunaan
di bidang medis antara lain sebagai analgetika dan narkotika, mengubah kerja
jantung, penurunan tekanan darah, obat asma, sebagai antimalaria, stimulan uterus
dan anestesi lokal (Sirait, 2007).
Pada gambar 14 dapat dilihat dalam pengujian terbentuk endapan coklat
dengan menggunakan pereaksi Dragendorff pada sampel getah kemenyan Toba,
Durame dan Bulu sedangkan pada pereaksi Mayer dan Wagner tidak terbentuk
Universitas Sumatera Utara
44
endapan pada seluruh sampel baik getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu. Hal
ini menunjukkan bahwa pada sampel getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu
hanya mengandung alkaloid dalam jumlah yang sangat sedikit.
Gambar 15. Pengujian flavonoid dan fenolik (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Prat dan Hudson (1990 dalam Kiswandono, 2008:30) menyebutkan bahwa
kandungan flavonoid dan senyawa fenolik yang ditemukan pada tanaman dapat
beraktivitas sebagai antioksidan dan penghambat pertumbuhan tumor. Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Redha (2010) yang menyatakan bahwa flavonoid
sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat dalam
jaringan tanaman dapat berperan sebagai antioksidan. Pada sampel yang
mengandung flavonoid penambahan H2SO4 pekat akan menyebabkan terbentuk
warna merah dan pada sampel yang mengandung senyawa fenolik penambahan
NaOH 10% akan menyebabkan tebentuk warna merah. Pada gambar 15 dapat
dilihat terbentuk warna merah pekat pada pengujian flavonoid yang menandakan
bahwa sampel getah kemenyan positif mengandung flavonoid dan pada pengujian
senyawa fenolik tidak terbentuk warna merah yang menandakan sampel tidak
mengandung senyawa fenolik.
Flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung,
hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavonoid snagat efektif
Universitas Sumatera Utara
45
digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini merupakan fenol
terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan mampu
menangkap radikal-radikal peroksida.
Gambar 16. Pengujian saponin dan tanin (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan
busa jika dikocok dalam air menurut Robinson (1995) saponin memiliki
kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Indikator positif dari uji saponin adalah
terbentuknya busa yang tetap stabil setelah sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi tertutup selama 10 menit. Pada gambar 15 dapat dilihat pada sampel
terbentuk busa yang stabil, dengan demikian getah kemenyan positif mengandung
saponin.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astrigen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan (Desmiaty et al, 2008). Identifikasi tanin yang positif ditandai dengan
adanya warna biru tua atau hijau kehitaman. Indikasi terhadap senyawa tanin
dilakukan melalui penambahan FeCl3. Senyawa tanin adalah senyawa yang
bersifat polar karena adanya gugus OH, ketika ditambahkan FeCl3 10% akan
terjadi perubahan warna seperti biru tua atau hijau kehitaman yang manandakan
Universitas Sumatera Utara
46
adanya senyawa tanin (Robinson, 1995). Menurut Sangi et al (2008) tanin
terhidrolisis akan menunjukkan warna biru kehitaman sedangkan tanin
terkondensasi akan menunjukkan warna hijau kehitaman ketika penambahan
FeCl3. Pada gambar 16 dapat dilihat bahwa getah kemenyan Toba, Durame, dan
Bulu mengandung tanin yang ditandai dengan terbentuknya warna biru atau hijau
kehitaman.
Gambar 17. Pengujian triterpenoid/steroid (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Menurut Thomson (1993) tripenoid mempunyai manfaat penting sebagai
obat tradisional, antibakteri, anti jamur dari gangguan kesehatan dan memberi bau
yang khas pada tumbuhan dan bunga. Pada uji triterpenoid/steroid, indikator
positif
ditunjukkan
dengan
terbentuknya
warna
merah
untuk
triterpenoid/steroid, terbentuknya warna biru, hijau, atau ungu untuk steroid. Bila
sampel positif mengandung triterpenoid/steroid dan steroid akan terbentuk warna
merah yang kemudian berubah menjadi warna biru, hijau, atau ungu. Hasil uji
dapat
dilihat
pada
gambar
17
getah
kemenyan
positif
mengandung
triterpenoid/steroid dengan terbentuknya warna merah dengan penambahan
pereaksi liebermann-burchad. Terbentuknya warna merah pada sampel tidak
diikuti dengan perubahan warna menjadi biru, hijau, atau ungu pada sampel
Universitas Sumatera Utara
47
yang menandakan sampel tidak mengandung steroid. Golongan-golongan
senyawa triterpenoid diketahui memiliki aktivitas fissiologis tertentu seperti
antijamur, antibakteri, antivirus, kerusakan hati, gangguan menstruasi, dan dapat
mengatasi penyakit diabetes (Asih et al, 2010). Dengan demikian hasil skrining
fitokimia yang dilakukan dapat dilihat bahwa getah kemenyan positif mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid dan negatif
mengandung senyawa fenolik dan steroid.
Penentuan Kualitas Getah Kemenyan
Menurut SNI 7940:2013 perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan
mempengaruhi penentuan kualitas atau mutunya. Sifat fisika dari setiap kualitas
getah kemenyan ditunjukkan dengan perbedaan pada warna sedangkan sifat
kimianya ditunjukkan dengan perbedaan pada kadar air, kadar abu, kadar kotoran,
titik lunak, dan kadar asam sinamat. Berdasarkan klasifikasi dan persyaratan
khusus getah kemenyan yang ditetapkan SNI 7940 : 2013 dapat diketahui kualitas
atau mutu dari tiga jenis getah kemenyan (Styrax spp.) seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Penentuan kualitas getah kemenyan
No.
1.
Parameter/Kualits
Warna
Toba
Putih kekuningan
Jenis Getah Kemenyan
Durame
Putih kuning
kecokelatan
10,9514
-
Mutu
Kadar abu (%)
7,7977
Mutu
3. Kadar kotoran (%)
-Pelarut aseton
9,7438
-Pelarut metanol
6,9072
Mutu
4. Titik Lunak (ᵒC)
100,5
Mutu
A
5. Kadar Asam Sinamat (%)
40,1515
Mutu
A
Keterangan :
- : Tidak termasuk dalam kelas mutu SNI 7940:2013
2.
13,7298
13,2311
100,3
A
28,8545
B
Bulu
Cokelat
kehitaman
12,8019
22,1404
14,9860
100,1
A
15,3561
C
Universitas Sumatera Utara
48
Asam sinamat merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan
kualitas atau mutu getah kemenyan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waluyo et
al (2006) yang menyatakan bahawa asam sinamat merupakan komponen utama
getah kemenyan, maka kadar asam sinamat menjadi unsur utama untuk
pengelompokan kualitas getah dan diikuti sifat-sifat lainnya seperti kadar kotoran,
kadar abu, dan titik leleh.
Pada kualifikasi SNI 7940:2013 pengujian kadar air tidak termasuk dalam
parameter penentunan kualitas getah kemenyan. Penetapan kadar air dilakukan
untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih ditolerir di dalam
getah maupun ekstrak. Penentuan kadar air berguna untuk menduga keawetan atau
ketahanan sampel dalam penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang
dihasilkan. Pengujian kadar air pada getah kemenyan yang dilakukan telah
memenuhi syarat standarisasi dengan kadar maksimum 5% (SNI 7940:2013).
Pada tabel 7 dapat dilihat perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan
Toba, Durame, dan Bulu. Pada pengujian warna, kadar kotoran, kadar abu ketiga
jenis kemenyan tidak memenuhi standar yang ditetapkan sedangkan pada
pengujian titik lunak dan kadar asam sinamat memenuhi standar yang ditetapkan.
Salah satu penyebab perbedaan kualitas pada ketiga jenis getah kemenyan yaitu
cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak. Sehingga pada sampel
ditemukan warna, bentuk, dan ukuran yang bervariasi yang mempengaruhi sifat
fisika-kimia getah kemenyan.
Perbedaan kualitas getah kemenyan juga kemungkinan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti bahan-bahan pengotor, faktor lingkungan, faktor genetik,
dan cara penyadapan getah kemenyan. Sesuai dengan pernyataan Santosa (2010)
Universitas Sumatera Utara
49
yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah
yaitu : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap
pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon
dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas getah dapat juga
disebabkan saat proses pemanenan getah setelah terlebih dahulu pohon ditakik,
diguris, dan disugi. Pohon yang diguris kemudian ditinggal selama 3–4 bulan,
selanjutnya pada luka bekas takikan akan keluar getah dari pohon menurut
Purbaya et al (2011) getah yang keluar dari pohon akan segera tercemar oleh jasad
renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad renik
ini akan mempengaruhi kualitas getah yang diperoleh.
Perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan berdampak terhadap
penentuan kualitasnya. Perbedaan kualitas getah yang dihasilkan akan
berpengaruh terhadap penentuan harga dipasaran. Semakin berkualitas getah
kemenyan maka nilai atau harga jualnya semakin tinggi demikian pula sebaliknya.
Penentuan kualitas getah kemenyan sangat penting diketahui karena sekitar 67%
ekspor getah kemenyan Indonesia berasal dari daerah Tapanuli Utara.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan sifat fisika-kimia
ketiga jenis getah kemenyan yang berdampak terhadap penentuan kualitas
getah kemenyan.
2.
Hasil pengujian titik lunak dan kadar asam sinamat pada getah kemenyan
(Styrax spp.) Tapanuli Utara sudah masuk dalam kualifikasi SNI 7940:2013.
3.
Pada skrining fitokimia yang dilakukan getah kemenyan mengandung jenis
metabolit
sekunder
alkaloid,
flavonoid,
saponin,
tanin,
dan
triterpenoid/steroid.
Saran
Kepada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perlakuan
pendahuluan pada getah kemenyan untuk mengurangi kotoran yang menempel
pada getah seperti pasir, tanah, serpihan kulit batang, daun supaya kotorankotoran tersebut tidak berpengaruh terhadap penentuan jenis metabolit sekunder.
50
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemenyan
Taksonomi pohon kemenyan menurut Jayusman (2014) sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Dilleniidae
Ordo
: Ebenales
Famili
: Styracaceae
Gambar 1. Pohon kemenyan (Styrax spp.)
Van Steenis (1953 dalam Jayusman, 2014:10) menyebutkan bahwa secara umum
hanya empat jenis tanaman kemenyan yang dibudidayakan dan bernilai ekonomi
yaitu: Toba (Styrax paralleloneurum PERK), Durame (Styrax benzoine
5
Universitas Sumatera Utara
6
DRYLAND), Bulu (Styrax benzoine var. hiliferum), dan Siam (Styrax
tonkinennsis).
Umumnya masyarakat di Tapanuli dan Dairi, Provinsi Sumatera Utara
hanya membudidayakan jenis Toba dan Durame secara luas sedangkan jenis Bulu
kurang banyak dibudidayakan. Jenis kemenyan Siam hingga saat ini belum
banyak dikembangkan di Indonesia, namun telah dirintis penguasaan budidayanya
oleh Balai Penelitian kehutanan Sumatera.
Morfologi Pohon Kemenyan
Morfologi pohon Kemenyan menurut Jayusman (2014) sebagai berikut :
Pohon
Kemenyan termasuk pohon besar, tinggi dapat mencapai (20-40) m dan
diameter batang mencapai (60-100) cm. Batang lurus dengan percabangan sedikit.
Kulit beralur tidak terlalu dalam (3-7) mm dengan warna kulit merah anggur.
Daun
Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral. Daun berbentuk
oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat dengan ujung
runcing. Sebelah atas daun berwarna hijau dan sebelah bawah berwarna kekuningkuningan dengan pinggiran daun rata. Panjang daun mencapai (4-15) cm, lebar
daun (5-7,5) cm, tangkai daun (5-13) cm, helai daun mempunyai nervi (7-13)
pasang. Warna daun jenis Toba lebih gelap kecoklatan dan lebih tebal
dibandingkan jenis Durame dan Bulu.
Bunga
Kemenyan berkelamin dua, dengan tangkai bunga memiliki panjang
(6-11) cm. Daun mahkota bunga (9-12) helai berukuran (2-3) mm, kelopak dan
Universitas Sumatera Utara
7
mahkota bunga masing-masing lima buah. Kemenyan berbunga secara teratur satu
kali setiap tahun. Waktu berbunga pohon kemenyan pada bulan November sampai
Januari.
Buah dan biji
Buah kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran (2,5-3)
cm. Biji berukuran (15-19) mm, dengan warna coklat keputihan. Biji kemenyan
terdapat di dalam buah dengan kulit buah berukuran (1,75-3,1) mm. Biji
kemenyan Toba berwarna coklat tua dan lebih gelap dibandingkan jenis Durame
dan Bulu.
Syarat Tumbuh Kemenyan
Tanaman ini umumnya tumbuh secara alami di Sumatera Utara, beberapa
syarat tumbuh kemenyan menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999)
sebagai berikut :
Tanah
Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan yang istimewa
terhadap jenis tanah, dapat tumbuh pada tanah bertekstur berat sampai ringan dan
tanah yang kurang subur sampai yang subur lebih baik. Jenis tanaman ini tidak
tahan terhadap genangan, sehingga untuk pertumbuhan memerlukan tanah yang
mempunyai porositas tinggi, di samping itu yang perlu diperhatikan tingkat
keasaman tanah (pH tanah). Berdasarkan kenyataan di lapangan tanaman
kemenyan tumbuh baik pada tingkat pH tanah antara 4 -7.
Iklim
Tanaman kemenyan memerlukan banyak cahaya matahari dan curah hujan
yang tinggi dan tersebar merata hampir sepanjang tahun berkisar 1916 – 2395
Universitas Sumatera Utara
8
mm/tahun, suhu bulanan (17-29) ᵒC dan kelembaban rata-rata 85,04% dengan
iklim basah Schmidt dan Ferguson tipe A dan B. Menurut Wibowo (2012) tipe
iklim A adalah daerah sangat basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika
(0 < Q < 14,3) dan tipe iklim B adalah daerah basah dengan ciri vegetasi hutan
hujan tropika (14,3 < Q < 33,3). Keadaan iklim sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman kemenyan.
Topografi
Secara alamiah tanaman kemenyan yang banyak terdapat di Sumatera
Utara tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (mdpl), tetapi rata-rata tumbuh pada ketinggian antara (100-700)
mdpl. Jenis tanaman ini tumbuh pada keadaan lapangan dari mulai datar sampai
berbukit/bergelombang.
Jenis-Jenis Kemenyan
Menurut Jayusman (2014) jenis-jenis kemenyan ada empat yaitu sebagai
berikut :
Kemenyan Toba (Styrax paralleloneurum PERK)
Kemenyan Toba merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan di
daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh da
Lampiran 1. Proses pengeringan getah kemenyan (Styrax spp.)
Lampiran 2. Pengujian kadar air
a) Sampel sebelum dioven
b) Sampel setelah dioven
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Pengujian kadar abu
Lampiran 4. Pengujian kadar kotoran
a) Pengujian dengan pelarut metanol
b) Pengujian dengan pelarut aseton
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Pengujian titik lunak
Lampiran 6. Pengujian kadar asam sinamat
a) Contoh Uji dalam Larutan KOH Etanol
Universitas Sumatera Utara
b) Sampel uji dalam larutan air dan MgSO4
c) Penyaringan larutan
d) Proses ekstraksi
Universitas Sumatera Utara
e)
f)
Hasil Penguapan Kloroform
Contoh Uji dalam Larutan Etanol Netral
g)
Hasil Titrasi dengan NaOH
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Ekstrak kental pengujian skrining fitokimia
a) Pemisahan filtrat dan residu ekstrak etanol
b) Ekstrak kental getah kemenyan
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., and Iwatsuki, K. Antibacterial
Action Of Several Tennis Agains Staphylococcus aureus. Journal Of
Antimicrobial Chemoterapy. Vol.48:487-91.
Arbi, J. 2010. Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas
Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Getah Kemenyan (Styrax benzoin
Dryland.) Terhadap Beberapa Mikroba. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Atmoko, T. dan Ma’ruf, A. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak
Tumbuhan Sumber Pakan dan Orangutan Terhadap Larva Artemia Salina L.
Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam. Vol 6:37-45.
Azizah, B. dan Salamah, N. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol No.1 No.3, 2013:21-30.
BPS. 2011. Tapanuli Utara Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tapanuli Utara.
Botanical Dermatology Database. 2004. Styracaceae (Styrax family). Botanical
Dermatology Database. http://bodd.cf.ac. Diakses tanggal 22 Februari 2015.
Brahmana, H.R., Bangun, N. dan Ginting, M. 1981. Penentuan Kadar Asam
Sinamat dari Kemenyan Tapanuli (Styrax Sumaterana J.J Sm). Penelitian
FMIPA USU.
Darusman, D. 2001. Resiliensi kehutanan Masyarakat di Indonesia. Debut Press.
Yogyakarta.
Dede. 1998. Pengelolaan Hutan Rakyat Kemenyan (Styrax spp.) dan
kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Kehutanan
Masyarakat; Beragam Pola Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Hutan; Kerjasama IPB dan The Ford Foundation. CV. Dewi Sri Jaya.
Bogor.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Tanamana Kemenyan.
Jakarta.
Desmiaty, Y., Ratih, H., Dewi M.A. dan Agustin, R. 2008. Penentuan Jumlah
Tanin Total pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun
Sambang Darah (Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolometri dengan
Pereaksi Biru Prusia. Ortocarpus. Vol 8:106-109.
Universitas Sumatera Utara
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. Hal 29-31.
Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. Hal 321-326, 333-337.
Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol 55(3):263.
Harbone, JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah.
Bandung : ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Hal 47-245.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Umum.
Hughes,
I.
2002.
The
Resins
of
the
BP
and
BPC.
http://www.herbdatanz.com/resins_1.htm. Diakses. Diakses 20 Oktober
2015.
Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Hal 279.
Pasaribu, J.R., dan Sipayung, W. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax spp.)
Pedoman Teknis Konifera. Vol 2:1. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan dan Perkebunan. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.
Jayusman. 2014. Mengenal Pohon Kemenyan (Styrax spp.) Jenis dengan
Spektrum Pemanfaatan Luas yang Belum Dioptimakan. IPB Press. Bogor.
Khan, M.L. 2001. Loban (Styrax Benxoine). Known as an incense, Loban has
mutipli benefits even as an medicine. http://www.islamicvoice.com. Diakses
22 februari 2015.
Kiswandono, A.A. 2008. Pengaruh Proses Maserasi dan Refluks Pada Daun dan
Biji Kelor (Moringa Oleifera, lamk) Terhadap Identifikasi dan Rendemen
Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan. Hasil Penelitian. Universitas Tri Karya
Medan.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Karya
Ilmiah FMIPA. Universitas Sumatera Utara.
Lubis, I., Pandapotan M., dan Lubis A. 1984. Laporan Akhir Pemerikasaan Mutu
Kemenyan yang Ditanam oleh Rakyat di Tapanuli Utara. Departemen
Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
P3T Universitas Sumatera Utara. Medan.
Universitas Sumatera Utara
Lumingkewas, M., Manarisip, J., Indriaty, F., Walangitan, A., Mandei, J., dan
Suryanto, E. 2014.Aktivitas Antifotooksidan dan Komposisi Fenolik dari
Daun Cengkeh (Eugenia aromatic L.) .Chem. Prog Vol.7 No.2, November
2014.
Markham, K.R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB Press. Bandung.
Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin untuk Antitumor. http://www.chem-istrri.
Diakses 20 Oktober 2015.
Pinyopusarerk. 1994. Styrax tonkineenses. Taxonomy, ecology, silviculture and
Uses. The Australian Centre For Internasional Agriculture Research (Aciar).
Technical Report No.31. Canberra.
Prat DE, BJF. Hudson. 1990. dalam Kiswandono (2008). Pengaruh Proses
Maserasi dan Refluks Pada Daun dan Biji Kelor (Moringa Oleifera, lamk)
Terhadap Identifikasi dan Rendemen Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan.
Hasil Penelitian. Universitas Tri Karya Medan.
Purbaya, M., Sari, T.I., Saputri, C.A., dan Fajriaty, M.T. 2011. Pengaruh
Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks dan Hubungannya dengan Susut
Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas. Prosiding Seminar nasional
AvoER ke-3. ISBN: 979-587-395-4.
Redha, A. 2014. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Vol.9 No.2 Sep.2010:196-202.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB Press.
Bandung.
Rodiani, T. dan Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Kementerian
Pendidikan Nasional. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur.
Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak
Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Rudyanto, M. 2008. Synthesis of Some Cinnamic Acid Derivatives : Effect of
Groups Attached on Aromatic Ring to the Reactivity of Benzaldehyde.
Indo.J.Chem.,2008, 8(2), 226-230.
Rusdi. 1998. Tumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas
Andalas. Padang.
Sangi, S., Momuat, I., Kumaunang, M. 2012. Uji Toksisitas dan Skrining
Fitokimia Tepung Gabah Pelepah Aren (Arenga pinnata). Penelitian FMIPA
Universitas Sam Ratulangi.
Universitas Sumatera Utara
Santosa, G. 2010.Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu : Penyadapan Getah Pinus.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sasmuko, S.A. 1999. Karakteristik Kemenyan Sumatera Utara dan Laos.
Prosiding Expose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang
Siantar, 30 Maret 1999 di Medan. Hlm 57-67. Balai Penelitian Kehutanan,
Pematang Siantar.
Sasmuko, S.A. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan sebagai Komoditi Hasil
Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Sumatera Utara. Makalah Seminar
Nasional Himpinan Alumni-IPB HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah
Regional Sumatera. Medan.
Sitinjak, H. 2012. Analisis Sifat Fisika-Kimia Kemenyan (Styrax Sumaterana J.J.
SM) Asal Pengururan. Skripsi. Fakultas Kehutanan USU.
Sirait, M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. ITB. Bandung.
Standar Nasional Indonesia. Kemenyan (SNI 7940:2013).
Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopik. ITB Press.
Bandung.
Suradikusuma, E. 1989. Kimia Tumbuhan Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi.
Pau. Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Thomson, R.H. 1993. The Chemistri Of Natural Producst. 2 Edition,chapman and
hall ltd.glasgow,UK.
Van Steenis. 1953. dalam Jayusman (2014). Mengenal Pohon Kemenyan (Styrax
spp.) Jenis dengan Spektrum Pemanfaatan Luas yang Belum Dioptimakan.
IPB Press. Bogor.
Waluyo, T.K., Hastoeti, P., dan Prihatiningsih, T. 2006. Karakteristik dan Sifat
Fisika-Kimia Berbagai Kualitas Kemenyan Di Sumatera Utara. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 24 (1) : 47-61. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan. Bogor.
Wibowo, C. 2012. Analisis Sebaran Iklim Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Bantaeng
Sulawesi-Selatan. Skripsi. Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin.
Widiarto, S. 2009. Volumetri/Titrimetri. http://staff.unila.ac.id. Diakses 20
Oktober 2015.
Winarmo,W.P. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2015.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika
dan Ilmu Pegetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tempat pengambilan
sampel dilakukan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan
Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah getah kemenyan
(Styrax spp.) yang terdiri dari tiga jenis yaitu kemenyan Toba (Styrax
paralleloneurum PERK), kemenyan Durame (Styrax benzoine Dryland), dan
kemenyan Bulu (Styrax benzoine var hiliferum). Bahan kimia yang digunakan
adalah bahan-bahan kimia berkualitas pro analisis antara lain akuades, amonia,
asam klorida, asam sulfat, aseton, dietil eter, etanol, ferri klorida, indikator
fenoltalein, kalium hidroksida, kloroform, magnesium sulfat, metanol, natrium
bikarbonat, natrium hidroksida, pereaksi (dragendorff, liebermann-burchad,
mayer, dan wagner).
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium (batang pengaduk, beker, cawan porselen, gelas corong, erlenmeyer,
gelas ukur, labu corong, tabung reaksi), aluminium foil, botol semprot, desikator,
kamera digital, kertas lakmus, kertas saring, satu set alat melting point, oven,
23
Universitas Sumatera Utara
24
panci, pipet tetes, spatula, tanur, termometer, timbangan digital, lampu
spiritus, buret, dan tiang statif.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa membandingkan
kualitasnya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah kemenyan
(Styrax spp.) yang diperoleh dari kawasan sekitar Hutan Batang Toru Blok Barat,
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Persiapan bahan baku
Pada tahapan ini sampel getah kemenyan (Styrax spp.) dikering-anginkan
dengan cara disebar di atas karton. Sampel dikeringkan di areal yang teduh dan
tidak terkena sinar matahari hingga kering dan rapuh. Setelah kering sampel
dihaluskan dengan cara ditumbuk sampai menjadi serbuk.
Pembuatan larutan
1.
Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 gr raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 gr kalium iodida lalu dilarutkan dalam
10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995)
2.
Pereaksi Drangendorf
Sebanyak 0,8 gr bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml
asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 gr kalium iodida,
dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan
Universitas Sumatera Utara
25
didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan
diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.
Pereaksi Wagner
Sebanyak 10 ml akuades dipipet kemudian 2,5 gr iodin dan 2 gr kalium
iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu
takar (Romansyah, 2011).
4.
Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 0,6 gr bismut subnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml
akuades. Di wadah lain sebanyak 6 gr kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml
akuades. Kedua larutan tersebut dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml
akuades (Harborne, 1987).
5.
Larutan NaOH 0,1 N
Sebanyak 4 gr natrium hidroksida dilarutkan dalam 100 ml air suling
(Ditjen POM, 1979).
6.
Larutan H2SO4 2 N
Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai
100 ml (Ditjen POM, 1995).
7. Larutan Etanol Netral
Sejumlah etanol (95%) Pekat ditambahkan 0,5 ml larutan fenolftalein
pekat dan natrium hidroksida 0,02 atau 0,1 N secukupnya hingga larutan berwarna
merah jambu. Etanol netral pekat harus dibuat baru (Ditjen POM, 1979).
8.
Larutan Indikator Fenolftalein
Sebanyak 1 gr fenolftalein pekat dilarutkan dalam 100 ml etanol pekat
(Ditjen POM, 1979).
Universitas Sumatera Utara
26
9.
Larutan KOH-Etanol 0,5 N
Sebanyak 7 gr dan dilarutkan dengan etanol dalam labu takar 250 ml
sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N
dan indikator fenolftalein.
Pengujian visual
1.
Warna
Mutu didasarkan pada penampilan warna sebagaimana dilihat pada
tabel 4 :
Tabel 4. Klasifikasi getah kemenyan dengan parameter warna
Parameter
Kelas Mutu
B
A
Warna
2.
Putih Bersih
Putih kecoklatan
(50% putih 50% coklat)
C
Coklat keputihan
(25% putih 75% coklat)
Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan cara melihat butiran tidak lengket
satu sama lain dan jika dipegang tidak lengket di tangan, serta rapuh apabila
dipatahkan dengan tangan.
Pengujian laboratorium
1.
Kadar air
Contoh uji kemenyan ditimbang 2 gram dimasukkan ke dalam cawan
porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. Kemudian cawan tersebut
dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 ᵒC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan
di dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya, pemanasan
contoh uji diulang sampai diperoleh bobot yang kosntan. Kadar air dihitung
dengan rumus :
Kadar air =
B–C
x 100%
B–A
Universitas Sumatera Utara
27
Keterangan :
A
= Bobot cawan kosong (gram)
B
= Bobot cawan + sampel sebelum pengeringan (gram)
C
= Bobot cawan + sampel setelah pengeringan (gram)
2.
Kadar abu
Contoh uji kemenyan ditimbang 3 gram dimasukkan ke cawan porselin
yang sudah diketahui beratnya. Selanjutnya dimasukkan ke tanur dengan suhu +
625 ᵒC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dan ditimbang sampai berat tetap.
Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu =
W1 – W
x 100%
W2 – W
Keterangan :
W = Bobot cawan kosong (gram)
W1 = Bobot cawan + abu (gram)
W2 = Bobot cawan + kemenyan (gram)
3.
Kadar kotoran
Contoh uji kemenyan ditimbang 2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer
100 ml dan dilarutkan dengan 25 ml aseton. Larutan disaring dengan kertas
saring. Residu kemenyan yang tertinggal dicuci dengan aseton dan dikeringkan
pada suhu (105 + 3) ᵒC selama 6 jam hingga bobot tetap. Kadar kotoran dihitung
dengan rumus :
Kadar kotoran =
W2 – W1
x 100%
W
Keterangan :
W = Bobot contoh uji (gram)
Universitas Sumatera Utara
28
W1 = Bobot kertas saring (gram)
W2 = Bobot kertas saring ditambah bahan tak larut aseton (gram)
4.
Titik lunak
Contoh uji kemenyan ditimbang 0,02 gram dimasukkan ke dalam pipa
kapiler yang terlebih dahulu salah satu ujungnya ditutup. Kemudian pipa kapiler
dan termometer di letakkan dalam alat melting point. Lalu diamati dan dicatat
suhu (ᵒC) yang tertera pada termometer saat contoh uji mulai meleleh sampai
contoh uji meleleh secara keseluruhan.
5.
Kadar asam sinamat
Contoh uji kemenyan ditimbang 1,5 gram dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer serta ditambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida dalam etanol 0,5 N
selama 1 jam. Etanol dalam erlenmeyer diuapkan, lalu dilarutkan dengan 50 ml air
panas hingga homogen dan didinginkan. Air 80 ml ditambahkan dan larutan 1,5
gram magnesium sulfat dalam 50 ml air, diaduk hingga rata kemudian didiamkan
selama 10 menit. Lalu disaring dan dicuci residu dengan 20 ml air. Filtrat dan
cairan hasil pencucian dikumpulkan kemudian diasamkan dengan 15 ml HCl 30%
(v/v). Setelah itu diekstraksi dengan 40 ml dietil eter dan dilakukan berulang
hingga larutan bening. Lapisan air dibuang dan dikumpulkan ekstrak dietil eter
yang diperoleh untuk kemudian diekstraksi secara bertahap dengan 70 ml natrium
bikarbonat 5% (b/v). Lapisan air yang diperoleh dikumpulkan kemudian
diekstraksi dengan 20 ml dietil eter. Lapisan dietil eter dibuang dan diasamkan
lapisan air dengan menggunakan 15 ml HCl 30% (v/v) lalu dikocok secara
bertahap dengan 80 ml kloroform. Lapisan kloroform diuapkan dengan udara
mengalir. Residu dilarutkan dalam 10 ml etanol (95%) hangat yang telah
Universitas Sumatera Utara
29
dinetralkan kemudian didinginkan. Indikator fenolftalein ditambahkan dan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Kemudian dihitung titer NaOH yang habis terpakai.
Kadar asam sinamat dihitung dengan rumus :
Kadar asam sinamat =
V x N x 148,2
x 100%
W
Keterangan :
V
= Volume NaOH yang habis terpakai (ml)
N
= Normalitas larutan NaOH (mg/ml)
148,2 = Bobot molekul asam sinamat
W
= Bobot contoh uji (mg)
Skrining Fitokimia
Contoh uji kemenyan ditimbang 25 gram dan direndam dalam etanol 100
ml selama 24 jam. Larutan tersebut disaring, kemudian residu hasil penyaringan
dibuang. Sementara etanol pada filtrat hasil penyaringan diuapkan sampai
terbentuk ekstrak kental yang akan digunakan sebagai contoh uji untuk
menentukan jenis metabolit sekunder. Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan
senyawa golongan alkaloida, flavonoid, senyawa fenolik, saponin, tanin, dan
triterpenoid/steroid sebagai berikut :
1.
Alkaloid
Sebanyak 0,3 gram contoh uji dilarutkan dalam 10 ml kloroform-amonia
lalu disaring. Fitrat hasil penyaringan ditambahkan beberapa tetes H2SO4 2M,
kemudian dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna)
dipepet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi mayer, dragendorff,
dan wagner. Jika terdapat endapan putih dengan pereaksi mayer, endapan merah
Universitas Sumatera Utara
30
jingga dengan pereaksi dragendorff, dan endapan coklat dengan pereaksi wagner,
maka sampel tersebut positif mengandung alkaloid (Suradikusuma et al., 1998).
2.
Flavonoid dan Senyawa Fenolik
Sebanyak 0,5 gram contoh uji ditambahkan metanol 30% sampai terendam
kemudian dipanaskan. Filtratnya ditambahkan NaOH 10% dan H2SO4. Warna
merah yang terbentuk karena penambahan NaOH 10% menunjukkan terdapatnya
senyawa fenolik hidrokuinon, sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan terdapatnya senyawa flavonoid
(Harbone, 1987).
3.
Saponin
Sebanyak 0,5 gram contoh uji di dalam gelas piala ditambahkan 50 ml air
panas dan dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Setelah itu larutan akan
diuji saponin dan tanin. Filtrat hasil penyaringan sebanyak 10 ml diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup selama 10 menit, terbentuknya busa
yang stabil menandakan adanya saponin (Kiswandono, 2008).
4.
Tanin
Sebanyak 10 ml filtrat yang dihasilkan pada pengujian saponin,
ditambahkan FeCl3 1%. Identifikasi tanin yang positif ditandai dengan adanya
warna biru tua atau hijau kehitaman (Kiswandono, 2008).
5.
Triterpenoid/steroid
Sebanyak 0,5 gram contoh uji ditambahkan 5 ml etanol lalu dipanaskan
dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter dan dikocok.
Lapisan eter dipisahkan dan ditambahkan pereaksi liebermann-burchad (3 tetes
Universitas Sumatera Utara
31
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Adanya warna merah atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Kiswandono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku
Pengeringan bahan baku dilakukan dengan cara pengeringan secara alami
yaitu dengan dikeringanginkan di udara terbuka sampai getah kemenyan kering
dan getas. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air disamping
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan baku yang disebabkan
karena kandungan air yang tinggi pada sampel jika tidak dikeringkan
(Kiswandono, 2008).
Getah kemenyan yang sudah kering dibuat menjadi serbuk dengan
dihaluskan menggunakan alu dan mortal. Tujuan dari dihaluskannya getah
kemenyan adalah untuk memperluas permukaan bahan baku sehingga pada tahap
ekstraksi, interaksi antara pelarut pengekstrak dengan sampel yang diekstraksi
menjadi lebih efektif dan pelarut pengekstrak akan lebih mudah mengambil zatzat yang terkandung dalam getah.
Gambar 6. Serbuk getah kemenyan (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Pengujian Visual
Warna dan kadar air
Mutu pada getah kemenyan didasarkan pada penetapan warna yang
dibedakan menjadi tiga kelas mutu yaitu A, B, dan C. Pada pengamatan kadar
32
Universitas Sumatera Utara
33
air dilakukan dengan melihat antara butiran getah kemenyan tidak lengket satu
sama lain. Hasil pengamatan warna dan kadar air pada getah kemenyan Toba,
Durame, dan Bulu sebagaimana dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Pengamatan visual getah parameter warna dan kadar air
Jenis Getah Kemenyan
Kemenyan Toba
(Styrax paralleloneurum PERK)
Kemenyan Durame
(Styrax benzoine Dryland)
Kemenyan Bulu
(Styrax benzoine var hiliferum)
Warna
Putih kekuningan
Kadar Air
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Putih kuning
kecoklatan
Coklat kehitaman
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Rapuh/antara butiran tidak lengket
Gambar 7. Pengamatan visual getah kemenyan (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Berdasarkan pengamatan pada warna yang dilakukan diperoleh data pada
Tabel diatas. Getah kemenyan Toba pada pengamatan berwarna putih kekuningan,
kemenyan Durame berwarna putih kuning kecoklatan, sedangkan pada kemenyan
Bulu berwarna coklat kehitaman. Pada semua getah kemenyan belum memenuhi
persyaratan visual SNI 7940:2013. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya
kotoran yang menempel pada kemenyan pada saat penyadapan yang belum
dibersihkan. Kotoran tersebut dapat berupa pasir, serpihan kulit batang dan lainlain.
Data pada pengamatan kadar air getah kemenyan dapat dilihat pada Tabel
diatas. Pada semua jenis getah kemenyan antara butiran satu dengan yang lain
tidak lengket. Jika getah kemenyan dipegang tidak lengket ditangan, dan rapuh
Universitas Sumatera Utara
34
apabila dipatahkan dengan tangan hal tersebut dipengaruhi proses pengeringan
getah kemenyan. Pada proses pengeringan yang dilakukan getah kemenyan
dihamparkan diatas karton dengan tumpukan yang tidak terlalu tinggi. Kemudian
getah kemenyan dibuat diruangan yang dapat dimasuki oleh udara. Getah
kemenyan tidak dapat dikeringkan dengan sinar matahari dikarenakan getah
kemenyan akan kembali menjadi lembek dan meleleh kembali. Pengeringan
dilakukan sampai getah kemenyan benar-benar kering dan getas. Pada penelitian
ini lama pengeringan getah kemenyan berkisar + dua bulan. Pada pengujian kadar
air telah memenuhi persyaratan visual getah kemenyan SNI 7940:2013.
Pengujian Laboratorium
Kadar air
Hasil pengujian kadar air yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
4,0000
3,1925
Kadar air (%)
3,5000
3,0000
3,0004
2,8085
2,5000
2,0000
1,5000
1,0000
0,5000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 8. Pengujian kadar air
Berdasarkan data pengujian kadar air yang dilakukan hasil yang
didapatkan pada setiap jenis kemenyan berbeda-beda. Rata-rata persen kadar air
tertinggi pada getah kemenyan Durame yaitu 3,1925% sedangkan persen kadar air
terendah pada getah kemenyan Toba yaitu 2,8085%. Penurunan bobot sampel
yang cepat menunjukkan mudahnya air keluar dari getah kemenyan sehingga
Universitas Sumatera Utara
35
perhitungan persen kadar air yang diperoleh juga relatif rendah. Demikian juga
sebaliknya penurunan bobot sampel yang lambat menunjukkan sulitnya air keluar
dari kemenyan, sehingga persen kadar air yang diperoleh relatif tinggi.
Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal
kandungan air yang masih ditolerir di dalam getah maupun ekstrak. Penentuan
kadar air berguna untuk menduga keawetan atau ketahanan sampel
dalam
penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang dihasilkan. Kadar air sampel
bahan alam biasanya harus lebih rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak
tumbuh sehingga sampel dapat disimpan dalam waktu yang lama (winarmo,
1997). Pengujian kadar air pada getah kemenyan yang dilakukan telah memenuhi
syarat SNI 7940:2013 dengan kadar air maksimun 5%.
Pengujian kadar air ditetapkan dengan cara gravimetri, yaitu diperoleh
dengan cara menghitung bobot bahan sebelum dan sesudah dikeringkan pada
temperatur di atas titik didih air. Sehingga diharapkan semua air akan menguap
pada suhu tersebut dan pada periode waktu tertentu (Harjadi, 1986).
Kadar abu
Hasil pengujian kadar yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
16,0000
12,8019
Kadar Abu (%)
14,0000
10,9514
12,0000
10,0000
7,7977
8,0000
6,0000
4,0000
2,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 9. Pengujian kadar abu
Universitas Sumatera Utara
36
Berdasarkan pengujian kadar abu yang dilakukan pada setiap jenis
kemenyan rata-rata persen kadar abu tertinggi terdapat pada getah kemenyan
Bulu yaitu 12,8018% sedangkan persen kadar abu terendah terdapat pada getah
Toba yaitu 7,7977%. Kandungan getah kemenyan tentu berbeda-beda
persentasenya untuk setiap jenis. Pada proses pemanasan untuk mendapatkan
kadar abu, kandungan getah kemenyan yang ada mengalami penguapan sehingga
menyisakan bahan-bahan atau materi yang tidak menguap. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Azizah (2013) yang menyatakan bahwa penetapan kadar abu
dilakukan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu + 625 ᵒC. Sampel yang
berada dalam tanur mengalami pemanasan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga yang tertinggal hanya
unsur mineral dan anorganik. Selain itu penetapan kadar abu juga dimaksudkan
untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda organik seperti tanah, pasir yang
seringkali terikut dalam sampel.
Pada getah kemenyan Toba persen kadar abu yang didapatkan lebih
rendah dikarenakan unsur mineral dan senyawa anorganik yang dikandung
sedikit, dibandingkan dengan getah kemenyan Bulu persen kadar abu yang
didapatkan lebih tinggi dikarenakan unsur mineral dan senyawa anorganik yang
dikandung banyak. Pernyataan tersebut sama halnya dengan pendapat Wiryadi
(2007) yang menyatakan bahwa kadar abu merupakan bagian berat mineral dari
bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat anorganik yang tidak
menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Kandungan dan
komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannya. Persen kadar abu yang dihasilkan belum memenuhi SNI
Universitas Sumatera Utara
37
7940:2013 yang mensyaratkan persen kadar abu untuk mutu A dan B < 1 dan
mutu C berkisar antara > 1- < 2.
Kadar kotoran
Hasil pengujian kadar kotoran yang diperoleh disajikan pada gambar
berikut.
30,0000
22,1404
Kadar Kotoran (%)
25,0000
20,0000
13,7298
15,0000
9,7438
10,0000
5,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 10. Pengujian kadar kotoran pelarut aseton
18,0000
14,9860
Kadar Kotoran (%)
16,0000
13,2311
14,0000
12,0000
10,0000
8,0000
6,9072
6,0000
4,0000
2,0000
0,0000
Toba
Durame
Bulu
Gambar 11. Pengujian kadar kotoran pelarut metanol
Berdasarkan
pengujian
kadar
kotoran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan pelarut aseton dapat dilihat bahwa rata-rata persen kadar kotoran
tertinggi terdapat pada getah kemenyan Bulu yaitu 22,1402% sedangkan persen
kadar kotoran terendah pada kemenyan Toba yaitu 9,7438%. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
38
pengujian kadar kotoran yang dilakukan dengan pelarut metanol dapat dilihat
bahwa rata-rata persen kadar kotoran tertinggi terdapat pada getah kemenyan Bulu
yaitu 14,9860% sedangkan persen kadar kotoran terendah pada kemenyan Toba
yaitu 6,9072 %. Pada pengujian kadar kotoran pelarut yang digunakan ada dua
yaitu pelarut aseton dan metanol. Penggunaan dua pelarut ini dimaksudkan
sebagai perbandingan.
Pada data yang dihasilkan dapat dilihat bahwa pengujian kadar kotoran
dengan pelarut metanol lebih baik. Getah kemenyan lebih larut dalam pelarut
metanol hal ini terlihat dari persen kadar kotoran yang relatif lebih rendah.
Sedangkan dengan menggunakan pelarut aseton persen kadar kotoran yang
dihasilkan relatif lebih tinggi. Pada pengujian ini dapat dilihat bawah jenis pelarut
yang digunakan berpengaruh terhadap persen kadar kotoran yang dihasilkan. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena senyawa yang terdapat dalam getah
kemenyan ini lebih banyak yang bersifat polar dibandingkan bersifat semipolar.
Metanol merupakan salah satu pelarut yang bersifat polar, sedangkan aseton
adalah pelarut yang bersifat semipolar (Lumingkewas et al, 2014).
Pada pengujian kadar kotoran jumlah kandungan bahan yang tidak larut
dalam pelarut menunjukkan besar kecilnya persentase kadar kotoran yang dimiliki
sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waluyo et al (2006) yang menyatakan
bahwa kadar kotoran merupakan bahan-bahan yang tidak larut dengan kemenyan,
melekat pada saat penyaringan setelah kemenyan dilarutkan dengan pelarut.
Kotoran pada kemenyan meliputi serat-serat yang diperoleh dari kulit batang, abu
dan bahan lain yang melekat pada kemenyan namun tidak larut dengan kemenyan.
Semakin rendah kualitas getah kemenyan maka semakin tinggi pula kadar
Universitas Sumatera Utara
39
kotorannya, karena semakin kecil ukurannya maka semakin sulit dilakukan
pemisahan kemenyan dengan kotoran-kotoran yang ada. Persen kadar kotoran
yang dihasilkan belum memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan persen
kadar kotoran untuk mutu A dan B < 1 dan mutu C berkisar antara > 1 - < 5.
Titik lunak
Hasil pengujian titik lunak yang diperoleh disajikan pada gambar berikut.
100,8
100,5
Titik Lunak (ᵒC)
100,6
100,3
100,4
100,1
100,2
100,0
99,8
99,6
Toba
Durame
Bulu
Gambar 12. Pengujian titik lunak (ᵒC)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data titik lunak getah
kemenyan dimana rata-rata derajat titik lunak tertinggi terdapat pada getah
kemenyan Toba yaitu 100,5 ᵒC sedangkan rata-rata derajat titik lunak terendah
pada getah kemenyan Bulu yaitu 100,1 ᵒC. Getah kemenyan pada pengujian kadar
air, kadar abu, dan kadar kotoran memiliki hubungan terbalik dengan pengujian
titik lunak yaitu semakin tinggi kadar air, kadar abu, dan kadar kotoran getah
maka semakin rendah titik lunak yang diperoleh. Demikian juga sebaliknya
semakin rendah kadar air, kadar abu, dan kadar kotoran getah maka semakin
tinggi titik lunak yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitinjak (2012)
yang menyatakan bahwa pengujian titik lunak berhubungan dengan tingkat
kemurnian getah kemenyan.
Universitas Sumatera Utara
40
Penentuan derajat titik lunak dilakukan dengan metode pipa kapiler yaitu
dengan termometer dan pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat melting point.
Kemudian dicatat suhu saat sampel mulai meleleh dan saat sampel meleleh secara
keseluruhan. Titik lunak ditunjukan dengan perubahan bentuk getah kemenyan
dari zat padat menjadi cair (meleleh). Perubahan wujud getah kemenyan terjadi
pada suhu yang berbeda-beda pada setiap jenisnya. Titik lunak atau titik leleh
adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada tekanan
1 atm atau suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam keadaan
kesetimbangan (Sitinjak, 2012). Derajat titik lunak yang dihasilkan telah
memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan derjat titik lunak untuk mutu
A > 92, mutu B > 88 dan mutu C > 80.
Kadar asam sinamat
Hasil pengujian kadar asam sinamat yang diperoleh disajikan pada gambar
berikut.
Kadar Asam Sinamat (%)
45
40,1515
40
35
28,8545
30
25
20
15,3561
15
10
5
0
Toba
Durame
Bulu
Gambar 13. Pengujian kadar asam sinamat
Berdasarkan gambar 13 Persen kadar asam sinamat tertinggi pada getah
kemenyan Toba sebesar 40,1515% dan persen kadar asam sinamat terendah pada
Universitas Sumatera Utara
41
getah kemenyan Bulu yaitu 15,3561%. Kadar asam sinamat menunjukkan tingkat
kemurnian suatu kemenyan (Sitinjak, 2012). Pada setiap jenis kemenyan persen
kadar asam sinamat yang diperoleh bervariasi. Hal ini dikarenakan setiap jenis
kemenyan memiliki tingkat kemurnian yang berbeda-beda. Kemurnian dari getah
kemenyan dapat dipengaruhi oleh faktor pengotor seperti kulit batang, pasir,
tanah yang melekat pada getah. Kemurnian getah kemenyan semakin rendah
karena semakin sulit memilah antara getah dan kotoran (Waluyo et al, 2006).
Menurut Hughes (2002) kadar asam sinamat yang terdapat pada getah
kemenyan bebas minimal 11%. Kadar asam sinamat hasil pengujian pada getah
kemenyan semuanya jauh di atas 11% sehingga hasil penelitian ini memenuhi
persyaratan minimal kadar asam sinamat yang terkandung dalam getah. Hal ini
menunjukkan bahwa pengujian yang dilakukan telah berhasil dengan baik.
Menurut Khan (2001) bahan getah kemenyan mengandung asam sinamat,
asam benzoat, stirol, vanilin, stiracin, koniferilbenzoat, koniferilsinamat, resin
benzoeresinol, dan suma resinotannol. Menurut Brahmana et al (1981) Asam
sinamat merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan mutu dan harga
getah kemenyan. Senyawa asam sinamat ini memberikan bau yang spesifik pada
getah kemenyan (Lubis et al, 1984).
Asam sinamat adalah salah satu senyawa bahan alam yang digunakan
sebagai bahan penolong pada pembuatan berbagai bahan kimia. Senyawa ini
memiliki
berbagai
aktivitas
biologis
antara
lain
antibakteri,
anestetik,
antiinflamasi, antipasmodik, antimutagenik, fungisida, herbisida serta penghambat
enzim tirosinase (Rudyanto et al, 2008). Persen kadar asam sinamat yang
Universitas Sumatera Utara
42
dihasilkan telah memenuhi SNI 7940:2013 yang mensyaratkan persen kadar asam
sinamat untuk mutu A > 30, mutu B berkisar antara 21-29, dan mutu C < 20.
Skrining Fitokimia
Hasil pengujian fitokimia pada sampel getah kemenyan sebagaimana
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji skrining fitokimia
Uji Fitokimia
Toba
Alkaloid
Mayer
Dragendorff
+
Wagner
Flavonoid dan Fenolik
NaOH 10%
H2SO4
+
Saponin
Pengocokan
+
Tanin
FeCl3
+
Triterpenoid/steroid
H2SO4
+
CeSO4
+
Keterangan :
+ : mengandung senyawa yang diperiksa
- : tidak mengandung senyawa yang diperiksa
Jenis Kemenyan
Durame
Bulu
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Skrining merupakan langkah awal dari pemeriksaan tumbuhan untuk
membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan. Pengujian
fitokimia dilakukan sebagai skrining awal untuk mengetahui kandungan metabolit
sekunder pada getah kemenyan. Pengujian yang dilakukan yaitu uji alkaloid,
flavonoid dan senyawa fenolik, saponin, tanin, dan triterpenoid/steroid.
Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan
atau gangguan yang ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan
(Atmoko dan Ma’ruf, 2009). Sampel yang digunakan adalah ekstrak kental hasil
perendaman getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu dengan bahan pelarut
etanol.
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 14. Pengujian alkaloid (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Pada pengujian alkaloid penambahan pereaksi Mayer akan menyebabkan
terbentuknya endapan berwarna putih yang menunjukkan hasil yang positif
mengandung senyawa alkaloid proses yang sama juga dilakukan pada
penambahan reaksi Dragendorff, dan Wagner. Pada pereaksi Dragendorff akan
terbentuk endapan berwarna merah jingga sedangkan untuk pereaksi Wagner akan
terbentuk endapan berwarna coklat. Menurut Sangi et al (2012) pereaksi Mayer
mengandung merkuri klorida dan kalium iodida. Pereaksi Drangendorff
mengandung kalium iodida dan bismuth subnitrat dalam asam asestat glasial.
Hampir semua alkaloid yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis
tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam
pengobatan. Jenis dan konsetrasi alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah
satu jenis alkaloid yang sangat beracun yaitu nikotin. Alkaloid memiliki kegunaan
di bidang medis antara lain sebagai analgetika dan narkotika, mengubah kerja
jantung, penurunan tekanan darah, obat asma, sebagai antimalaria, stimulan uterus
dan anestesi lokal (Sirait, 2007).
Pada gambar 14 dapat dilihat dalam pengujian terbentuk endapan coklat
dengan menggunakan pereaksi Dragendorff pada sampel getah kemenyan Toba,
Durame dan Bulu sedangkan pada pereaksi Mayer dan Wagner tidak terbentuk
Universitas Sumatera Utara
44
endapan pada seluruh sampel baik getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu. Hal
ini menunjukkan bahwa pada sampel getah kemenyan Toba, Durame, dan Bulu
hanya mengandung alkaloid dalam jumlah yang sangat sedikit.
Gambar 15. Pengujian flavonoid dan fenolik (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Prat dan Hudson (1990 dalam Kiswandono, 2008:30) menyebutkan bahwa
kandungan flavonoid dan senyawa fenolik yang ditemukan pada tanaman dapat
beraktivitas sebagai antioksidan dan penghambat pertumbuhan tumor. Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Redha (2010) yang menyatakan bahwa flavonoid
sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat dalam
jaringan tanaman dapat berperan sebagai antioksidan. Pada sampel yang
mengandung flavonoid penambahan H2SO4 pekat akan menyebabkan terbentuk
warna merah dan pada sampel yang mengandung senyawa fenolik penambahan
NaOH 10% akan menyebabkan tebentuk warna merah. Pada gambar 15 dapat
dilihat terbentuk warna merah pekat pada pengujian flavonoid yang menandakan
bahwa sampel getah kemenyan positif mengandung flavonoid dan pada pengujian
senyawa fenolik tidak terbentuk warna merah yang menandakan sampel tidak
mengandung senyawa fenolik.
Flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung,
hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavonoid snagat efektif
Universitas Sumatera Utara
45
digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini merupakan fenol
terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan mampu
menangkap radikal-radikal peroksida.
Gambar 16. Pengujian saponin dan tanin (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan
busa jika dikocok dalam air menurut Robinson (1995) saponin memiliki
kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Indikator positif dari uji saponin adalah
terbentuknya busa yang tetap stabil setelah sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi tertutup selama 10 menit. Pada gambar 15 dapat dilihat pada sampel
terbentuk busa yang stabil, dengan demikian getah kemenyan positif mengandung
saponin.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astrigen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan (Desmiaty et al, 2008). Identifikasi tanin yang positif ditandai dengan
adanya warna biru tua atau hijau kehitaman. Indikasi terhadap senyawa tanin
dilakukan melalui penambahan FeCl3. Senyawa tanin adalah senyawa yang
bersifat polar karena adanya gugus OH, ketika ditambahkan FeCl3 10% akan
terjadi perubahan warna seperti biru tua atau hijau kehitaman yang manandakan
Universitas Sumatera Utara
46
adanya senyawa tanin (Robinson, 1995). Menurut Sangi et al (2008) tanin
terhidrolisis akan menunjukkan warna biru kehitaman sedangkan tanin
terkondensasi akan menunjukkan warna hijau kehitaman ketika penambahan
FeCl3. Pada gambar 16 dapat dilihat bahwa getah kemenyan Toba, Durame, dan
Bulu mengandung tanin yang ditandai dengan terbentuknya warna biru atau hijau
kehitaman.
Gambar 17. Pengujian triterpenoid/steroid (a) Toba (b) Durame (c) Bulu
Menurut Thomson (1993) tripenoid mempunyai manfaat penting sebagai
obat tradisional, antibakteri, anti jamur dari gangguan kesehatan dan memberi bau
yang khas pada tumbuhan dan bunga. Pada uji triterpenoid/steroid, indikator
positif
ditunjukkan
dengan
terbentuknya
warna
merah
untuk
triterpenoid/steroid, terbentuknya warna biru, hijau, atau ungu untuk steroid. Bila
sampel positif mengandung triterpenoid/steroid dan steroid akan terbentuk warna
merah yang kemudian berubah menjadi warna biru, hijau, atau ungu. Hasil uji
dapat
dilihat
pada
gambar
17
getah
kemenyan
positif
mengandung
triterpenoid/steroid dengan terbentuknya warna merah dengan penambahan
pereaksi liebermann-burchad. Terbentuknya warna merah pada sampel tidak
diikuti dengan perubahan warna menjadi biru, hijau, atau ungu pada sampel
Universitas Sumatera Utara
47
yang menandakan sampel tidak mengandung steroid. Golongan-golongan
senyawa triterpenoid diketahui memiliki aktivitas fissiologis tertentu seperti
antijamur, antibakteri, antivirus, kerusakan hati, gangguan menstruasi, dan dapat
mengatasi penyakit diabetes (Asih et al, 2010). Dengan demikian hasil skrining
fitokimia yang dilakukan dapat dilihat bahwa getah kemenyan positif mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid dan negatif
mengandung senyawa fenolik dan steroid.
Penentuan Kualitas Getah Kemenyan
Menurut SNI 7940:2013 perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan
mempengaruhi penentuan kualitas atau mutunya. Sifat fisika dari setiap kualitas
getah kemenyan ditunjukkan dengan perbedaan pada warna sedangkan sifat
kimianya ditunjukkan dengan perbedaan pada kadar air, kadar abu, kadar kotoran,
titik lunak, dan kadar asam sinamat. Berdasarkan klasifikasi dan persyaratan
khusus getah kemenyan yang ditetapkan SNI 7940 : 2013 dapat diketahui kualitas
atau mutu dari tiga jenis getah kemenyan (Styrax spp.) seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Penentuan kualitas getah kemenyan
No.
1.
Parameter/Kualits
Warna
Toba
Putih kekuningan
Jenis Getah Kemenyan
Durame
Putih kuning
kecokelatan
10,9514
-
Mutu
Kadar abu (%)
7,7977
Mutu
3. Kadar kotoran (%)
-Pelarut aseton
9,7438
-Pelarut metanol
6,9072
Mutu
4. Titik Lunak (ᵒC)
100,5
Mutu
A
5. Kadar Asam Sinamat (%)
40,1515
Mutu
A
Keterangan :
- : Tidak termasuk dalam kelas mutu SNI 7940:2013
2.
13,7298
13,2311
100,3
A
28,8545
B
Bulu
Cokelat
kehitaman
12,8019
22,1404
14,9860
100,1
A
15,3561
C
Universitas Sumatera Utara
48
Asam sinamat merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan
kualitas atau mutu getah kemenyan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waluyo et
al (2006) yang menyatakan bahawa asam sinamat merupakan komponen utama
getah kemenyan, maka kadar asam sinamat menjadi unsur utama untuk
pengelompokan kualitas getah dan diikuti sifat-sifat lainnya seperti kadar kotoran,
kadar abu, dan titik leleh.
Pada kualifikasi SNI 7940:2013 pengujian kadar air tidak termasuk dalam
parameter penentunan kualitas getah kemenyan. Penetapan kadar air dilakukan
untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih ditolerir di dalam
getah maupun ekstrak. Penentuan kadar air berguna untuk menduga keawetan atau
ketahanan sampel dalam penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang
dihasilkan. Pengujian kadar air pada getah kemenyan yang dilakukan telah
memenuhi syarat standarisasi dengan kadar maksimum 5% (SNI 7940:2013).
Pada tabel 7 dapat dilihat perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan
Toba, Durame, dan Bulu. Pada pengujian warna, kadar kotoran, kadar abu ketiga
jenis kemenyan tidak memenuhi standar yang ditetapkan sedangkan pada
pengujian titik lunak dan kadar asam sinamat memenuhi standar yang ditetapkan.
Salah satu penyebab perbedaan kualitas pada ketiga jenis getah kemenyan yaitu
cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak. Sehingga pada sampel
ditemukan warna, bentuk, dan ukuran yang bervariasi yang mempengaruhi sifat
fisika-kimia getah kemenyan.
Perbedaan kualitas getah kemenyan juga kemungkinan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti bahan-bahan pengotor, faktor lingkungan, faktor genetik,
dan cara penyadapan getah kemenyan. Sesuai dengan pernyataan Santosa (2010)
Universitas Sumatera Utara
49
yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah
yaitu : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap
pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon
dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas getah dapat juga
disebabkan saat proses pemanenan getah setelah terlebih dahulu pohon ditakik,
diguris, dan disugi. Pohon yang diguris kemudian ditinggal selama 3–4 bulan,
selanjutnya pada luka bekas takikan akan keluar getah dari pohon menurut
Purbaya et al (2011) getah yang keluar dari pohon akan segera tercemar oleh jasad
renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad renik
ini akan mempengaruhi kualitas getah yang diperoleh.
Perbedaan sifat fisika-kimia getah kemenyan berdampak terhadap
penentuan kualitasnya. Perbedaan kualitas getah yang dihasilkan akan
berpengaruh terhadap penentuan harga dipasaran. Semakin berkualitas getah
kemenyan maka nilai atau harga jualnya semakin tinggi demikian pula sebaliknya.
Penentuan kualitas getah kemenyan sangat penting diketahui karena sekitar 67%
ekspor getah kemenyan Indonesia berasal dari daerah Tapanuli Utara.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan sifat fisika-kimia
ketiga jenis getah kemenyan yang berdampak terhadap penentuan kualitas
getah kemenyan.
2.
Hasil pengujian titik lunak dan kadar asam sinamat pada getah kemenyan
(Styrax spp.) Tapanuli Utara sudah masuk dalam kualifikasi SNI 7940:2013.
3.
Pada skrining fitokimia yang dilakukan getah kemenyan mengandung jenis
metabolit
sekunder
alkaloid,
flavonoid,
saponin,
tanin,
dan
triterpenoid/steroid.
Saran
Kepada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perlakuan
pendahuluan pada getah kemenyan untuk mengurangi kotoran yang menempel
pada getah seperti pasir, tanah, serpihan kulit batang, daun supaya kotorankotoran tersebut tidak berpengaruh terhadap penentuan jenis metabolit sekunder.
50
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemenyan
Taksonomi pohon kemenyan menurut Jayusman (2014) sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Dilleniidae
Ordo
: Ebenales
Famili
: Styracaceae
Gambar 1. Pohon kemenyan (Styrax spp.)
Van Steenis (1953 dalam Jayusman, 2014:10) menyebutkan bahwa secara umum
hanya empat jenis tanaman kemenyan yang dibudidayakan dan bernilai ekonomi
yaitu: Toba (Styrax paralleloneurum PERK), Durame (Styrax benzoine
5
Universitas Sumatera Utara
6
DRYLAND), Bulu (Styrax benzoine var. hiliferum), dan Siam (Styrax
tonkinennsis).
Umumnya masyarakat di Tapanuli dan Dairi, Provinsi Sumatera Utara
hanya membudidayakan jenis Toba dan Durame secara luas sedangkan jenis Bulu
kurang banyak dibudidayakan. Jenis kemenyan Siam hingga saat ini belum
banyak dikembangkan di Indonesia, namun telah dirintis penguasaan budidayanya
oleh Balai Penelitian kehutanan Sumatera.
Morfologi Pohon Kemenyan
Morfologi pohon Kemenyan menurut Jayusman (2014) sebagai berikut :
Pohon
Kemenyan termasuk pohon besar, tinggi dapat mencapai (20-40) m dan
diameter batang mencapai (60-100) cm. Batang lurus dengan percabangan sedikit.
Kulit beralur tidak terlalu dalam (3-7) mm dengan warna kulit merah anggur.
Daun
Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral. Daun berbentuk
oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat dengan ujung
runcing. Sebelah atas daun berwarna hijau dan sebelah bawah berwarna kekuningkuningan dengan pinggiran daun rata. Panjang daun mencapai (4-15) cm, lebar
daun (5-7,5) cm, tangkai daun (5-13) cm, helai daun mempunyai nervi (7-13)
pasang. Warna daun jenis Toba lebih gelap kecoklatan dan lebih tebal
dibandingkan jenis Durame dan Bulu.
Bunga
Kemenyan berkelamin dua, dengan tangkai bunga memiliki panjang
(6-11) cm. Daun mahkota bunga (9-12) helai berukuran (2-3) mm, kelopak dan
Universitas Sumatera Utara
7
mahkota bunga masing-masing lima buah. Kemenyan berbunga secara teratur satu
kali setiap tahun. Waktu berbunga pohon kemenyan pada bulan November sampai
Januari.
Buah dan biji
Buah kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran (2,5-3)
cm. Biji berukuran (15-19) mm, dengan warna coklat keputihan. Biji kemenyan
terdapat di dalam buah dengan kulit buah berukuran (1,75-3,1) mm. Biji
kemenyan Toba berwarna coklat tua dan lebih gelap dibandingkan jenis Durame
dan Bulu.
Syarat Tumbuh Kemenyan
Tanaman ini umumnya tumbuh secara alami di Sumatera Utara, beberapa
syarat tumbuh kemenyan menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999)
sebagai berikut :
Tanah
Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan yang istimewa
terhadap jenis tanah, dapat tumbuh pada tanah bertekstur berat sampai ringan dan
tanah yang kurang subur sampai yang subur lebih baik. Jenis tanaman ini tidak
tahan terhadap genangan, sehingga untuk pertumbuhan memerlukan tanah yang
mempunyai porositas tinggi, di samping itu yang perlu diperhatikan tingkat
keasaman tanah (pH tanah). Berdasarkan kenyataan di lapangan tanaman
kemenyan tumbuh baik pada tingkat pH tanah antara 4 -7.
Iklim
Tanaman kemenyan memerlukan banyak cahaya matahari dan curah hujan
yang tinggi dan tersebar merata hampir sepanjang tahun berkisar 1916 – 2395
Universitas Sumatera Utara
8
mm/tahun, suhu bulanan (17-29) ᵒC dan kelembaban rata-rata 85,04% dengan
iklim basah Schmidt dan Ferguson tipe A dan B. Menurut Wibowo (2012) tipe
iklim A adalah daerah sangat basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika
(0 < Q < 14,3) dan tipe iklim B adalah daerah basah dengan ciri vegetasi hutan
hujan tropika (14,3 < Q < 33,3). Keadaan iklim sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman kemenyan.
Topografi
Secara alamiah tanaman kemenyan yang banyak terdapat di Sumatera
Utara tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (mdpl), tetapi rata-rata tumbuh pada ketinggian antara (100-700)
mdpl. Jenis tanaman ini tumbuh pada keadaan lapangan dari mulai datar sampai
berbukit/bergelombang.
Jenis-Jenis Kemenyan
Menurut Jayusman (2014) jenis-jenis kemenyan ada empat yaitu sebagai
berikut :
Kemenyan Toba (Styrax paralleloneurum PERK)
Kemenyan Toba merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan di
daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh da