dihasilkan belum matang dan belum dapat digunakan langsung pada tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Deptan 2006 bahwa proses pengomposan secara
aerob, lebih cepat dibanding anaerob dan waktu yang diperlukan tergantung rasio CN bahan kompos. Sedangkan pada pengomposan dengan komposter aerob
pupuk organik yang dihasilkan sudah matang yang ditandai dengan ratio CN yang rendah yang mendekati CN tanah.
2. Perubahan suhu
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh adanya perubahan suhu pada setiap komposter. Dimana dapat dilihat suhu akan meningkat dan juga akan
mengalami penurunan. Fluktasi suhu harian proses pengomposan dari tiap-tiap ulangan percobaan disetiap perlakuan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
10 20
30 40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
su hu
KA II KAn II
Keterangan : KA : Komposter Aerob
KAn : Komposter anaerob
Gambar 2. Profil suhu selama proses pengomposan pada komposter aerob dan anaerob.
Dari Gambar 2. menunjukkan perubahan suhu selama proses pengomposan komposter aerob dan komposter anaerob. Dari gambar dapat dilihat
bahwa suhu pada komposter aerob lebih tinggi dibandingkan pada komposter anaerob, karena komposter anaerob memiliki kadar air yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan komposter aerob, menurut Arifianto dan Kuswadi, 2008 temperatur akan lebih rendah jika kondisi kadar air berlebih karena panas yang
dihasilkan akan digunakan untuk proses penguapan. Sedangkan pada komposter aerob kadar airnya tidak berlebih sehingga menghasilkan panas yang dapat
mempercepat proses pengomposan dan sekaligus berguna untuk menghilangkan bakteri pathogen.
Menurut Kastaman, dkk 2008 proses pengomposan mengalami 3 tahapan berbeda dalam kaitannya dengan suhu, yaitu : mesophilik, thermophilik dan tahap
pendinginan. Pada tahap awal mesophilik suhu proses akan naik dengan adanya fungi bakteri pembentuk asam, tahap ini terjadi pada hari 1 3 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Suhu proses akan terus meningkat ke tahap thermophilik selama 3 - 4 hari, dalam penelitian ini suhu maksimal yang dapat
dicapai pada komposter aerob adalah 46
o
C, walaupun rata-rata suhu maksimal adalah 45,6
o
C sedangkan pada komposter anaerob adalah 35
o
C, walaupun rata- rata suhu maksimal adalah 34,6
o
C dimana mikroorganisme akan digantikan oleh bakteri thermopilik, actinomycetes dan fungi, namun suhu tersebut masih dalam
kisaran suhu ideal minimum proses pengomposan. Kondisi suhu tersebut juga diperlukan untuk proses inaktivasi bila ada bakteri pathogen. Tahap pendinginan
ditandai dengan penurunan aktivitas mikroba dan penggantian dari mikroorganisme thermophilik dengan bakteri fungi mesophilik. Fase ini terjadi
pada hari ketujuh sampai hari ke empat belas. Aktivitas ini ditandai dengan penurunan suhu pengomposan sampai sama dengan suhu lingkungan. Selama
tahap pendinginan ini, proses penguapan air dari material yang telah dikomposkan akan masih terus berlangsung, demikian pula stabilisasi pH dan penyempurnaan
Universitas Sumatera Utara
pembentukan humus. Kadar air, suplai udara, ukuran dan bentuk tumpukan, kondisi lingkungan sekitar dan kandungan nutrisi sangat mempengaruhi suhu
dalam tumpukan kompos. Kecenderungan suhu akan lebih rendah jika kondisi kadar air berlebih karena panas yang dihasilkan akan digunakan untuk proses
penguapan. Sebaliknya kondisi kadar air yang rendah akan menurunkan aktivitas mikroba dan menurunkan kecepatan pembentukan panas.
3. Derajat Keasaman pH