Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan Pada CV.Aneka Niaga Medan

(1)

MEKANISME PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BADAN

PADA CV.ANEKA NIAGA MEDAN

O L E H

NAMA : HAFIZA ULFANI NIM : 102600119

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Serta Shalawat dan Salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang yang dipenuhi oleh cahaya keimanan, semoga kita mendapat syafaat-Nya di yaumil akhir kelak. Amin.

Adapun judul Laporan Tugas Akhir yang dipilih penulis adalah :

“Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan Pada CV.Aneka Niaga Medan.”

Tujuan dari penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda H.Abdul Khalik, SE dan ibunda Hj.Sri Wahyuni, S.Pd

yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.


(3)

4. Bapak Irwansyah Lubis, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir.

5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

6. Seluruh Pegawai Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan 7. Seluruh Pegawai CV.Aneka Niaga Medan.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa/i Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan stambuk 2010.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat kesalahan baik dari segi bahasa maupun dari segi pemahaman. Oleh sebab itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.

Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan pengaruh positif demi tercapainya pelaksanaan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, Juni 2013 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) .... 1 B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

(PKLM) ... 3 C. Uraian Teoritis... ... 5 D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) .... 7 E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 7 F. Metode Pengumpulan Data ... 8 G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan

Mandiri (PKLM) ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

A. Sejarah singkat CV.Aneka Niaga Medan ... 11 B. Struktur Organisasi CV.Aneka Niaga ... 11 C. Deskripsi Tugas ... ... 12


(5)

B. Teori-Teori Keadilan Pemungutan Pajak ... 16

C. Cara Pemungutan Pajak ... 17

D. Bentuk Badan Usaha CV ... 19

E. Pembukuan Perpajakan ... 20

F. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Terutang ... 27

G. Surat Pemberitahuan Pajak ... 29

H. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 ... 32

I. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25... 32

J. Tarif Pajak Penghasilan atas Wajib Pajak Badan ... 34

K. Besarnya Pajak Penghasilan Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan ... 35

L. Surat Ketetapan Pajak Sebagai Dasar Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 ... 36

M. Angsuran PPh Pasal 25 Angsuran untuk Setiap Bulan dan Sesudah Adanya Keputusan Mengenai Kelebihan Pembayaran Pajak ... 37

N. Perhitungan PPh Pasal 25 Dalam Hal-Hal Tertentu ... 38

O. PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa dengan Hak Opsi, BUMN, dan BUMD ... 52


(6)

BAB IV ANALISA DATA DAN EVALUASI

A. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25

Badan Pada CV.Aneka Niaga ... 58 B. Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Penghasilan Pasal 25 Badan Pada CV.Aneka Niaga ... 66 C. Tingkat Kepatuhan CV.Aneka Niaga Dalam Mekanisme

Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 25 Badan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya membutuhkan kesiapsediaan semua pihak Perguruan Tinggi sebagai sebuah wadah pendidikan tertinggi dalam suatu jenjang pendidikan formal. Berperan serta dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga produk-produk yang dihasilkan benar-benar berkualitas, terampil dan siap dipekerjakan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Dan mahasiswa sebagai salah satu elemen perguruan tinggi dituntut untuk mampu berpikir kritis, tegas dan kreatif khususnya dibidang yang mereka pilih. Hal ini sangat penting karena mahasiswa sebagai generasi muda diharapkan dapat meneruskan pembangunan bangsa ini.

Guna memenuhi tuntunan kerja dibutuhkan produk-produk perguruan tinggi yang berkualitas, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus dari program pendidikannya tetapi juga harus mampu mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan dariilmu yang diperolehnya, untuk itu maka mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Dalam melaksanakan PKLM ini, maka mahasiswa memerlukan sebuah wadah atau tempat untuk mengaplikasikan teori perkuliahannya tersebut. Bahasan


(8)

Pemungutan Pajak di Indonesia menggunakan Self Assessment System.

Dalam Self Assessment System Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan (KUP).

Sehubungan dengan sistem pemungutan pajak “Self Assesment System” pemerintah selalu berusaha untuk memberikan keringanan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Sistem perpajakan Indonesia mengatur secara khusus mengenai salah satu bentuk keringanan tersebut berupa pembayaran pajak dengan angsuran atau cicilan pajak.

Fasilitas angsuran/cicilan pajak ini merupakan kesempatan yang baik bagi setiap Wajib Pajak, karena dalam penetapan besarnya angsuran pajak perbulannya tidak dikenakan bunga. Sehingga bagi Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban membayar pajak yang cukup besar dapat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah ini secara angsuran atau mencicil pembayaran terutang setiap bulannya, yang secara jelas diatur dalam Undang-Undang.

Pajak Penghasilan Pasal 25 ini merupakan salah satu jenis pajak yang menjadi sumber keuangan negara yang terbesar disamping penerimaan dari sektor pajak lainnya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dengan banyaknya jumlah perusahaan dan pengusaha yang berkembang dan bergerak di Indonesia saat ini, maka terbuka peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan melalui pemungutan pajak terutama Pajak Penghasilan 2


(9)

Pasal 25. Oleh sebab itu pemerintah pusat harus berpedoman pada aturan hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang, sehingga pemungutan pada sektor pajak lebih terarah dan tepat sasaran serta akan mencapai target penerimaan negara disektor pajak.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan mendalami bagaimana proses perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan. Oleh karena itu penulis memilih CV.Aneka Niaga sebagai tempat penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam skripsi minor yang diberi judul :

MEKANISME PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 25 BADAN PADA CV.ANEKA NIAGA MEDAN”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

1.1.Untuk mengetahui mekanisme perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan pada CV.Aneka Niaga Medan.

1.2.Untuk mengetahui proses pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 pada CV. Aneka Niaga Medan.

1.3.Untuk mengetahui tingkat kepatuhan CV.Aneka Niaga dalam hal mekanisme perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). 2.1. Bagi Mahasiswa


(10)

a. Untuk memperdalam wawasan di bidang perpajakan, khususnya tentang perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan. b. Agar dapat menerapkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan,

khususnya tentang Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.

c. Agar dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan PKLM dan mahasiswa dapat menuangkan keterampilan dan mengaplikasikan dengan baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi masalah yang timbul

d. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan penagihan pajak serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui penulisan laporan PKLM ini.

e. Dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya untuk menjadi mahasiswa yang siap memasuki dunia kerja yang semakin sulit, karena telah dibekali keterampilan dan pengalaman-pengalaman dunia kerja dalam melaksanakan PKLM ini.

2.2. Bagi Perusahaan

a. Memperoleh pemikiran dan masukan sebagai upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kewajiban perpajakan khususnya pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.

c. Mendapat saran untuk perbaikan sistem kerja terutama menyangkut proses pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.


(11)

d. Dapat melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan juga akan tercipta kerja sama yang baik antara perusahaan dengan mahasiswa yang melaksanakan PKLM.

2.3. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU a. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan dengan perusahaan terkait tempat mahasiswa melaksanakan PKLM.

b. Dapat memperkenalkan sumber daya manusia yang terdapat di USU khususnya pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan. c. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan

kurikulum yang berlaku di USU khususnya pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

C. Uraian Teoritis 1. Defenisi Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2009 : 1)

Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan adalah


(12)

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu (Resmi, 2008 : 11) :

a. Official Assesment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang aparatur perpajakan (fiskus) menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang.

b. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak, yang

besarnya pajak yang terutang oleh seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga.

c. Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.

3. Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam Tahun Pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasala 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir Tahun Pajak yang dilaporkan


(13)

dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. (Waluyo, 2010 : 299)

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah khususnya pada mekanisme perhitungan dan proses pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi sesuai dengan metode yang digunakan, maka tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini, penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut PKLM ini, mulai dari mengajukan judul, penentuan judul dan tempat PKLM, mencari bahan untuk membuat proposal, serta konsultasi dengan dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti : buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Dirjen Pajak, artikel ilmiah maupun literatur yang berhubungan dengan PKLM.


(14)

Dalam tahap ini penulis melakukan peninjauan/pengamatan secara langsung pada objek praktik kerja lapangan dan meninjau secara langsung kondisi tempat pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui mekanisme perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan pada CV.Aneka Niaga.

4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang terdiri dari :

Data primer : data yang diperoleh dari karyawan yang bertugas di CV.Aneka Niaga yang mengetahui tentang objek kajian PKLM.

Data sekunder : data yang diperoleh dari laporan, buku agenda, buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, yang bertujuan untuk pengumpulan berbagai data yang berhubungan dengan penyusunan laporan PKLM.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data yang kemudian akan diinterpretasikan secara objektif, jelas, dan sistematis.

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam PKLM ini, maka penulis menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan menggunakan alat pengumpulan data sebagai berikut :


(15)

1. Daftar Wawancara

Yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Dan dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan langsung kepada para pegawai yang berhubungan dengan masalah yang dibahas atau bertanya langsung kepada karyawan yang bertugas di CV.Aneka Niaga.

2. Daftar Observasi

Yaitu menghimpun data penelitian melalui pengamatan peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan tentang gejala-gejala yang diamati, melalui observasi peneliti akan memperoleh informasi/data yang tidak mungkin bisa dihimpun melalui wawancara. Dalam metode ini penulis langsung turun kelapangan peninjauan, mendengar serta mencatat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. 3. Daftar Dokumentasi

Studi dokumentasi dengan mempelajari buku dan/atau literatur, hasil-hasil penelitian, meminta dokumen atau data-data pendukung yang berhubungan dengan Laporan PKLM.


(16)

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam pembahasan penulisan laporan ini, penulis menyajikan pembahasan laporan ini ke dalam 5 bab. Yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan PKLM adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi dari laporan. Bab ini berisikan Latar Belakang PKLM, Tujuan dan Manfaat PKLM, Uraian Teoritis, Ruang Ringkup PKLM, Metode PKLM, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan Laporan PKLM.

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai sejarah singkat CV.Aneka Niaga, struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi serta gambaran karyawan.

BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam bab ini penulis menguraikan gambaran berisi tentang asas-asas pemungutan pajak, pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25, Surat Pemberitahuan Masa, Pembukuan Perpajakan, Badan Usaha, dan peraturan yang berlaku terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 25.


(17)

BAB IV : ANALISIS DATA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan membandingkan penerapan teori yang ada dengan data yang diperoleh di lapangan, yaitu mengenai perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan pada CV.Aneka Niaga.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran. Dimana dalam bab ini disimpulkan uraian-uraian dari bab-bab sebelumnya dan saran yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat CV.Aneka Niaga Medan

CV. Aneka Niaga Medan berdiri sejak tanggal 8 Juni 2006, berkedudukan di Jalan Padang No.11, Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung. CV.Aneka Niaga hadir sebagai perseroan komanditer dalam bidang pengadaan barang-barang meliputi peralatan suku cadang teknik, mekanikal, elektrikal, dan barang-barang percetakan.

CV.Aneka telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak 02.474.244.7-113.000. Perusahaan ini terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Didalam akte pendirian perusahaan No.2 Tanggal 8 Juni 2006 oleh Notaris Hajjah Nurlian,SH disebutkan bahwa yang berkedudukan sebagai persero pengurus adalah H.Abdul Khalik,SE yang bertanggung jawab sepenuhnya serta berhak dan berkuasa mewakili perseroan dimanapun dan terhadap siapapun, baik didalam maupun diluar pengadilan dan berhak melakukan segala perbuatan pemilikan dan perbuatan pengurusan.


(19)

B. Struktur Organisasi C.V Aneka Niaga Medan

CV.Aneka Niaga Medan dalam merealisasikan tujuan mempunyai struktur organisasi yang didalamnya ditetapkan kedudukan, wewenang, tugas, dan tanggung jawab masing-masing anggota.

Struktur Organisasi CV. Aneka Niaga Medan

Sumber : CV.Aneka Niaga Medan

C. Deskripsi Tugas.

1. Direktur.

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan pengawasan atas jalannya usaha perusahaan. H.Abdul Khalik,SE

Direktur

Heriono Wakil Direktur

Maylani Staff Administrasi

Khairul Saleh Teknisi

Iskandar Teknisi

Andi Driver


(20)

c. Memimpin rapat perusahaan dan menentukan kebijakan perusahaan. d. Menandatangani semua dokumen penting dalam perusahaan.

2. Wakil Direktur Tugas dan Fungsi :

a. Memastikan kebijakan perusahaan dilaksanakan dengan konsisten. b. Melakukan koordinasi dengan rekanan perusahaan terkait dengan

proyek yang akan dilaksanakan.

c. Melakukan koordinasi dengan staff administrasi terkait dengan kebutuhan operasional perusahaan.

d. Membuat laporan pelaksanaan proyek untuk diserahkan kepada direktur.

e. Melakukan penjadwalan, pembelian, pengadaan dan mobilisasi semua sumber daya untuk memulai dan mempertahankan proyek.

f. Melakukan perencanaan pekerjaan, estimasi biaya, serta analisis financial dan resiko dari proyek.

g. Memantau status dan kemajuan proyek, persiapan laporan kemajuan. 3. Staff Administrasi

Tugas dan Fungsi :

a. Mencatat notulen rapat maupun dokumen penting sesuai aturan. b. Menjaga agar seluruh dokumen (baik softcopy maupun hardcopy)

tertata sesuai kronologis, sesuai tanggal.

c. Melaporkan seluruh dokumen penting kepada direktur. d. Menyelesaikan administrasi keuangan secara umum.


(21)

e. Mencatat dan mendata semua transaksi pembelian, penjualan barang dagangan.

f. Menyelesaikan dokumen penting proyek.

g. Melaksanakan urusan pembukuan, perhitungan, dan laporan keuangan. h. Menjalankan kewajiban tambahan lain sesuai kebutuhan dari waktu ke

waktu. 4. Teknisi

Tugas dan Fungsi :

Menjalankan proyek sesuai dengan prosedur.

Dalam hal melaksanakan kewajiban di bidang perpajakan, CV.Aneka Niaga harus menyusun laporan keuangan yang akan dilampirkan pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan. Yang bertanggung jawab terhadap pembukuan dalam rangka menyusun laporan keuangan pada CV.Aneka Niaga adalah staff adminstrasi, dan diketahui oleh direktur perusahaan.

Dalam hal penandatanganan dokumen terkait dengan kewajiban di bidang perpajakan, baik itu Surat Pemberitahuan Masa, Surat Pemberitahuan Tahunan, Faktur Pajak, Laporan Laba Rugi, Neraca, dan dokumen lain adalah kewenangan direktur perusahaan.


(22)

BAB III

GAMBARAN DATA

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Pertimbangan yang dilakukan dalam pemungutan pajak pada prinsipnya harus memperhatikan keadilan dan keabsahan dalam pelaksanaannya. Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan keabsahan tersebut perlu diperhatikan asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nation, mengenai The Four Maxims, yang dikutip oleh Suandy (2009 :27) : 1. Asas Equality.

Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality, tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Asas Certainty.

Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.


(23)

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Asas Economic of Collections.

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak tidak akan ada artinya jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

B. Teori-Teori Keadilan Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori keadilan pemungutan pajak dalam buku “Menggali

Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis” oleh Irwansyah Lubis, SE., M.Si, yang

menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori keadilan tersebut antara lain :

1. Teori Asuransi.

Negara melindungi keselamatan jiwa , harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu

premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2. Teori Kepentingan.

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan

(misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang kepada negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.


(24)

3. Teori Daya Pikul.

Beban Pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :

a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori Bakti.

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

C. Cara Pemungutan Pajak

Cara pemungutan pajak adalah sebagai berikut :

Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu sebagai berikut :


(25)

a.Stelsel nyata (riil stelsel).

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir Tahun Pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b.Stelsel anggapan (fictive stelsel).

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Sebagai contoh : penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal Tahun Pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk Tahun Pajak berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.

Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkankan pada keadaan yang sesungguhnya.

c.Stelsel campuran.

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.


(26)

D. Bentuk Badan Usaha CV (Commanditaire Vennootschap)

Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschap atau CV) adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan berbeda-beda diantara anggotanya.

Pendiri Persekutuan Komanditer terbagi dua, yaitu : 1. Persero Aktif.

Persero Aktif adalah persero pengurus dengan jabatan sebagai Direktur yang bertanggung jawab penuh melaksanakan kegiatan usaha termasuk menanggung segala resiko harta pribadinya.

2. Persero Pasif.

Persero Pasif atau Komanditer hanya bertanggung jawab sebatas besarnya jumlah modal yang disetor kedalam perusahaan.

Dalam hal besarnya modal perusahaan, didalam akta CV tidak disebutkan besarnya Modal Dasar, Modal ditempatkan, atau Modal disetor. Artinya, tidak ada kepemilikan saham didalam anggaran dasar CV. Besarnya penyetoran modal ditentukan dan dicatat sendiri secara terpisah oleh para pendiri. Bukti penyetoran modal oleh para pendiri yang terdiri dari Persero Aktif dan Persero Pasif dapat dibuat perjanjian sendiri yang disepakati oleh masing-masing pihak.

CV memiliki keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan usaha, karena beberapa bidang usaha ditetapkan dalam peraturan harus berbentuk Perseroan Terbatas. CV hanya dapat melakukan kegiatan usaha yang terbatas pada bidang :


(27)

perdagangan, pembangunan (kontraktor), perindustrian, pertanian, perbengkelan, percetakan, dan jasa.

Proses pendirian CV harus dibuat dengan akta yang memuat anggaran dasar perseroan dan dibuat oleh Notaris. Akta pendirian CV cukup didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat.

E. Pembukuan Perpajakan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus di lampirkan dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Laba usaha adalah selisih antara penghasilan lebih besar dari pada biaya-biaya. Biasanya untuk kepentingan bisnis pengusaha selalu memaksimalkan laba usaha dan pemerintah selalu memaksimalkan penerimaan pajak dan memperbesar APBN untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Tetapi pada saat untuk membayar pajak, pengusaha tidak melaporkan laba usaha atau peredaran usaha yang sebenarnya, sehingga fiskus selalu melakukan penggalian potensi pajak baik persuasif maupun law


(28)

enforcement untuk mencapai target APBN, sehingga dapat menimbulkan sengketa pajak sampai ke Pengadilan Pajak maupun Mahkamah Agung.

Pembukuan dan pencatatan menurut Undang-Undang KUP menyatakan bahwa: 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

2. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah


(29)

penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:

a. Stelsel pengakuan penghasilan b. Tahun buku

c. Metode penilaian persediaan d. Metode penyusutan dan amortisasi

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.

Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estate.

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.

Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.

Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang


(30)

lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.

6. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.

Contoh kasus:

Wajib Pajak dalam tahun 2011 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Jika dalam tahun 2012 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method, Wajib Pajak harus meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2012 dengan menyebutkan alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.


(31)

Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu, perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Tahun pajak adalah sama dengan tahun kalender kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, penyebutan tahun pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.

7. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Selain dapat dihitung besarnya pajak penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.


(32)

keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

8. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

9. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Pencatatan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan.

Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

10. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan


(33)

atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.

Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Dalam waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.

11. Perhitungan Pajak Terutang PPh Badan :

Penghitungan pajak terutang Pajak Penghasilan (PPh) badan yang dilakukan dalam suatu periode akuntansi, yaitu dua belas (12) bulan berturut-turut. Istilah periode akuntansi dalam perpajakan adalah tahun pajak, tahun buku dan bagian tahun pajak. Setelah laporan keuangan pajak sudah selesai disajikan dalam suatu periode, maka untuk kepentingan perpajakan maka di sajikan laporan keuangan pajak dengan pendekatan laporan laba rugi (income statement) dimana terjadi


(34)

atas perkiraan penghasilan, harga pokok penjualan dan beban setelah sesuai dengan ketentuan perpajakan dan menggambarkan keadaan sebenarnya, maka sebelum batas waktu penyampaian SPT maka di sampaikan/dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Bagan Siklus Akuntansi Pajak Dalam Suatu Tahun Pajak:

(PSAK : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)

F. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Terutang

PEMBUKUAN

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN BERDASARKAN PSAK

UU PERPAJAKAN

KOREKSI PAJAK: BAIK KOREKSI POSITIF DAN MAUPUN KOREKSI

NEGATIF

LAPORAN KEUANGAN PAJAK

PELAPORAN PAJAK DI SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN


(35)

Cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan Terutang dalam buku “Akuntansi dan Pelaporan Pajak” oleh Irwansyah Lubis, SE, M.Si, diuraikan sebagai berikut :

- Penghasilan Objek Pajak dikurangi Penghasilan Bukan Rp. XXX

Objek dan dikurangi PPh final

- Harga Pokok Penjualan sesuai dengan Undang-Undang Rp. XXX

Perpajakan (FIFO/Rata-Rata)

- Jumlah Penghasilan Bruto Pajak Rp.

XXX

- Pengurang penghasilan bruto sesuai ketentuan perpajakan Rp. XXX

- Jumlah Penghasilan Neto Pajak Rp.

XXX

- Kompensasi kerugian tahun sebelumnya Rp.

XXX

- Penghasilan Kena Pajak (PKP) satu periode Rp. XXX

Pajak Penghasilan(PPh) = Tarif Pajak x PKP Rp. XXX (A) Pajak Penghasilan Terutang= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


(36)

Kredit Pajak :

- Pajak telah dilunasi dalam tahun berjalan melalui pemotongan Pemungutan pihak lain antara lain :

PPh Pasal 22 Rp. XXX

PPh Pasal 23 Rp. XXX

PPh Pasal 24 Rp. XXX

- Pajak telah dilunasi sendiri dalam tahun berjalan :

PPh Pasal 25 Rp. XXX

PPh Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan Rp. XXX

Rp. XXX (B)

Kurang Bayar/Lebih Bayar/Nihil Rp. XXX (C)

Jika (A) lebih besar dari (B), maka terjadi Pajak Kurang Bayar dalam akhir Tahun Pajak.

Jika (A) sama besar dengan (B) nihil, tidak ada pembayaran pajak terutang.

Jika (A) lebih kecil dari (B), maka terjadi Pajak Lebih Bayar dalam akhir tahun pajak.

G. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sarana bagi Wajib Pajak yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban pelaporan SPT dapat bersifat jangka waktu setiap bulan, setiap tahun dan bersifat


(37)

insidental. Bila Wajib Pajak tidak atau terlambat melaporkan SPT sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan undang-undang perpajakan maka akan dikenakan sanksi administrasi denda dengan produk hukumnya STP (Surat Tagihan Pajak).

Dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) pajak juga memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Mendapat bukti potong.

2. Memaksimalkan Penhasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai kondisi pada wal tahun.

3. Melampirkan laporan keuangan dan keterangan lain.

4. Mempunyai bukti yang kuat atas pinjaman yang pernah dibuat.

5. Menghindari penggunaan rekening bank untuk menerima uang titipan dari pihak lain diluar penghasilannya.

6. Menghindari adanya dokumen kepemilikan aset yang mencantumkan nama Wajib Pajak yang sebenarnya bukan milik Wajib Pajak.

Fungsi Surat Pemberitahuan Pajak :

Fungsi Surat Pemberitahuan Pajak bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk : 1. Melaporkan, mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terutang.

2. Melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.


(38)

3. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.

Ada dua jenis Surat Pemberitahuan Pajak, yaitu :

1. Surat Pemberitahuan Masa, yaitu Surat Pemberitahuan yang digunakan Wajib Pajak untuk memberitahukan pajak terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.

2. Surat Pemberitahuan Tahunan, yaitu Surat Pemberitahuan yang digunakan Wajib Pajak untuk memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.

Dalam Surat Pemberitahuan Masa, disamping data dasar berisi pula data materiil untuk SPT Masa Pajak Penghasilan yaitu memuat :

1. Jumlah Objek Pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar.

2. Tanggal pembayaran atau penyetoran.

3. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Jangka Waktu Penyampaian SPT Masa .

Untuk SPT Masa PPh Pasal 25 disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Masa Pajak berakhir dalam bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-3 (tiga). Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, SSP untuk penyetoran PPh Pasal


(39)

25 berfungsi sebagai SPT PPh Pasal 25. Bagi Wajib Pajak yang SSP nya telah mendapat validasi dari pihak bank mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), maka Wajib Pajak tidak perlu lagi menyampaikan lembar ke-3 (tiga) SSP PPh Pasal 25 kepada Kantor Pelayanan Pajak karena dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. Dalam hal ini tanggal validasi yang ada di SSP dianggap sebagai tanggal pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25. Tetapi, bagi Wajib Pajak yang SSP nya tidak mendapat validasi bank atau tidak mendapat NTPN, wajib melaporkan SSP lembar ke-3 (tiga) SSP PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak.

Jangka Waktu Penyetoran Pajak Terutang.

Dalam hal penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang, harus dibayar/disetorkan paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan SSP.

Sanksi Keterlambatan Penyetoran.

Apabila Wajib Pajak membayar PPh Pasal 25 melewati jangka waktu yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga keterlambatan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP. Sanksi bunga yang akan dikenakan adalah 2% per bulan yang dikenakan adalah 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan


(40)

Maka perlu dianalisis kepatuhan kewajiban rutin pembayaran dan pelaporan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk menghindari Wajib Pajak membayar sanksi administrasi pajak berupa denda dan bunga yang merupakan pemborosan

cash flow bagi perusahaan. (Dalam buku “Memudahkan Urusan Pajak Bagi

Perorangan, Suami, Istri, dan Yayasan, oleh Irwansyah Lubis, SE., M.Si.)

H. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25.

Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam Tahun Pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir Tahun Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

I. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25.

Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan :

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 22 ; dan


(41)

2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam Bagian Tahun Pajak. Contoh :

Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahun Pajak

Penghasilan tahun 2011 : Rp.

50.000.000,00 Dikurangi :

a. Pajak Penghasilan yang dipotong

pemberi kerja (Pasal 21) Rp. 15.000.000,00 b. Pajak Penghasilan yang dipungut

oleh pihak lain (Pasal 22) Rp. 10.000.000,00 c. Pajak Penghasilan yang dipungut

oleh pihak lain (Pasal 23) Rp. 2.500.000,00 d. Kredit Pajak Penghasilan Luar Negeri

(PPh Pasal 24) Rp. 7.500.000,00

Jumlah Kredit Pajak Rp.

35.000.000,00

Selisih Rp.

15.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri tiap bulan untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp. 1.250.000 (Rp.15.000.000 dibagi 12).


(42)

Apabila Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksudkan dalam contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian pajak yang meliputi masa 6 (enam) bulan dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar : Rp. 15.000.000,00 : 6 = Rp .2.500.000,00.-

J. Tarif Pajak Penghasilan atas Wajib Pajak Badan

Tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :

1. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf b.

Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu sebesar 28%. Pajak Penghasilan terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Tarif tertinggi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar 28% tersebut dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif menjadi 25% mulai berlaku sejak tahun 2010.

2. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (2b).

Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib pajak tersebut dapat


(43)

memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf b (jadi besarnya tarif adalah 23% pada tahun 2009 dan 20% sejak tahun 2010)

3. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 31E.

Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00.

Perhitungan Pajak Penghasilan terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Jika perdaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00, maka perhitungan Pajak Penghasilan terutang yaitu sebagai berikut :

PPh terutang = 50% x 25% x seluruh Penghasilan Kena Pajak

b. Jika peredaran bruto lebih dari Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00, maka perhitungan Pajak Penghasilan terutang yaitu sebagai berikut :

PPh terutang = [(50% x 25%) x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas] + [ 25% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas]


(44)

Rp.4.800.000.000 x Penghasilan Kena Pajak Peredaran bruto

K. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga Tahun Pajak berikutnya, dan bagi Wajib Pajak Badan akhir bulan keempat Tahun Pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu.

L. Surat Ketetapan Pajak sebagai Dasar Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25.

Apabila dalam Tahun Pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

Contoh :


(45)

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 2011

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00

Pajak Penghasilan Terutang Rp. 10.000.000,00

Kredit Pajak Rp. 3.250.000,00

Data Surat Ketetapan Pajak Tahun 2010 yang terlihat bulan Juni 2012

Penghasilan Kena Pajak Rp. 200.000.000,00

Pajak Penghasilan Terutang Rp. 25.000.000,00

Kredit Pajak Rp. 3.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri Rp. 21.750.000,00 Berdasarkan ketentuan :

Pajak Penghasilan Pasal 25 mulai bulan Juli 2012 dan seterusnya = 1/12 x Rp. 21.750.000,00 = Rp. 1.812.500,00

Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.

M. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Setiap Bulan dan Sesudah Adanya Keputusan Mengenai Kelebihan Pembayaran Pajak

Apabila Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu lebih kecil dari jumlah Pajak Penghasilan yang telah dibayar atau dipotong, dan/atau dipungut selama Tahun Pajak yang bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan


(46)

memperhitungkan dengan utang pajak lain, sebelum Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai pengembalian atau perhitungan kelebihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk setiap bulan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu.

Setelah dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak, angsuran pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah keputusan itu, dihitung berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.

Contoh :

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2010 yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam bulan Maret 2011 menunjukkan kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulanan dalam tahun 2010 sebesar Rp. 1.000.000,00. Atas permohonan pengembalian pajak tahun 2010 tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan Agustus 2011 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak untuk setiap bulan untuk bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2011 adalah sebesar Rp. 1.000.000,00 dan mulai bulan September 2011 adalah nihil.

N. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Hal-Hal Tertentu.

Yang dimaksud dengan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal-hal tertentu yaitu :

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian

Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketatapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau


(47)

Putusan Banding sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 6 ayat (2) mengatur masalah kompensasi kerugian dan Pasal 31A mengatur kewenangan pemerintah untuk memberikan fasilitas kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu melalui Peraturan Pemerintah yang dapat berupa pengurangan penghasilan neto, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian, dan pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 20%, kecuali tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak. Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan diatas adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya (Wajib Pajak Bank, Wajib Pajak Sewa dengan hak opsi, dan Wajib Pajak BUMN/BUMD).

Contoh :

a. Penghasilan Neto PT.A tahun 2009 Rp. 120.000.000,00 b. Sisa kerugian tahun sebelumnya


(48)

c. Sisa kerugian yang belum

dikompensasikan tahun 2009 (Rp. 30.000.000,00) d. PPh terutang tahun 2009 Nihil

e. Kredit Pajak (Pasal 21, Pasal 22,

Pasal 23, Pasal 24) Rp. 2.000.000,00 (Rp. 2.000.000,00) f. PPh pasal 25 tahun 2009 (Rp.30.000.000,00) PPh yang kurang/lebih bayar Rp. 32.000.000,00

Perhitungan PPh Pasal 25 Tahun 2010 dilakukan :

Penghasilan Neto PT A tahun 2009 Rp.12.000.000,00 Sisa kerugian yang belum dikompensasikan

tahun 2009 Rp.30.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp.90.000.000,00 PPh Terutang dasar perhitungan PPh Pasal 25

28% x Rp.90.000.000,00 = Rp. 25.200.000,00

PPh Pasal 25 per bulan tahun 2010

(Rp.25.200.000,00 – Rp.2.000.000) = Rp.1.933.330,00 12

Apabila pada tahun 2009 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai


(49)

dengan ketentuan dalam Pasal 24, maka besarnya angsuran pajak bulanan PT A tahun 2010 = 1/12 x Rp.25.200.000,00 = Rp. 2.100.000,00.

Dalam hal jumlah kerugian tidak habis dikompensasi sehingga masih dapat dikompensasi pada tahun berikutnya, dicontohkan berikut ini :

a. Data SPT Tahunan PPh Badan 2009

Penghasilan Neto Rp. 100.000.000,00

Sisa kompensasi kerugian tahun 2008 Rp. 320.000.000,00 Sisa kerugian yang dikompensasikan

pada tahun 2009 Rp.100.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Nihil

Angsuran PPh Pasal 25 Nihil

b. Data SKP Tahun Pajak 2009 yang diterbitkan Juni 2010

Penghasilan Neto Rp.150.000.000,00

Kompensasi di tahun 2009 Rp.150.000.000,00 Sisa kerugian tahun 2008 yang masih

dapat dikompensasikan

(Rp.320.000.000,00 – Rp.150.000.000,00) Rp.170.000.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 Nihil, karena sisa kerugian yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2009 lebih besar dari penghasilan neto menurut SKP Tahun Pajak 2009.


(50)

2. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur

Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selain dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan/atau modal, misalnya keuntungan dari pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap Tahun Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta, dan atau/modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.

Apabila Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak.

3. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahun Lalu Disampaikan Terlambat. Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai berikut :


(51)

a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 terakhir dari tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.

b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut :

- Sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam Tahun Pajak.

- Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi keruguan atau bagi Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana yang telah diuraikan diatas. Perhitungan kembali tersebut berlaku mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak


(52)

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas lebih besar daripada Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Contoh :

- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal 25 Mei 2010 dengan data sebagai berikut : a. Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500.000.000,00 b. Pajak Penghasilan Terutang

28% x Rp.50.000.000.00,00 = Rp. 140.000.000,00 c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24

yang dapat dikreditkan Rp. 42.500.000,00 Rp. 97.500.000,00 - Diberikan izin perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sampai dengan 30 Juni 2010.


(53)

- Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Desember 2009 sebesar Rp. 4.000.000,00.

- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 disampaikan pada tanggal 5 Juni 2010, dengan data sebagai berikut : a. Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak Rp. 500.000.000,00 b. Pajak Penghasilan Terutang

28% x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 140.000.000,00 c. Pajak Penghasilan Pasal 22, Pasal 23,

dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp. 42.500.000,00 Berdasarkan data tersebut di atas, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun Pajak 2010 dihitung sebagai berikut :

a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa Desember 2009, yaitu sebesar Rp. 4.000.000,00. b. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai

dengan Mei 2010 masing-masing sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 menurut perhitungan sementara yaitu sebesar Rp. 5.791.660,00.

c. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sebagai berikut :


(54)

2. Pajak Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak adalah 28% x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 140.000.000,00 3. Pajak Penghasilan Pasal 22, Pasal 23,

dan Pasal 24 Tahun Pajak 2009 adalah Rp. 42.500.000,00 Rp. 97.500.000,00 4. Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan

Desember 2010 sebesar Rp. 97.500.000,00 x 1/12 = Rp. 8.125.000,00 untuk setiap bulan.

d. Oleh karena Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010 yang telah disetor masing-masing sebesar Rp. 5.791.660,00, maka atas kekurangan masing-masing sebsar Rp. 2.333.340,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar :

1. Untuk masa Maret 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai dengan tanggal penyetoran.

2. Untuk masa April 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010 sampai dengan tanggal penyetoran.

3. Untuk masa Mei 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2010 sampai dengan tanggal penyetoran.

Dalam hal perhitungan kembali Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2009 menghasilkan jumlah yang lebih kecil dari jumlah Pajak Penghasilan Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010, maka kelebihan setoran bulan Maret dan Mei tahun 2010 dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Juni 2010 dan seterusnya.


(55)

4. Wajib Pajak yang diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

Dalam hal Wajib Pajak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai berikut :

a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sampai dengan bulan sebelum disampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan perhitungan sementara yang disampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan perhitungan sementara yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali : - Menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak

yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.


(56)

dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Perhitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung kembali seperti pada butir 2 di atas, lebih besar daripada Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sampai dengan bulan disampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampain dengan tanggal penyetoran.

Contoh :

1. Permohonan perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 disampaikan pada tanggal 10 Januari 2010, dengan menyampaikan perhitungan sementara sebagai berikut : a. Penghasilan Neto Rp. 400.000.000,00

b. PPh terutang


(57)

28% x Rp. 400.000.000,00 = Rp. 112.000.000,00

c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Tahun Pajak 2009 Rp. 42.500.000,00 PPh Pasal 25 = (Rp. 112.500.00,00 – Rp. 42.500.000,00) x 1/12 =

Rp. 5.791.660,00

2. Diberikan izin perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sampai dengan 30 Juni 2010. 3. Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Desember 2009 sebesar Rp. 400.000.000,00 4. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009

disampaikan pada tanggal 5 Juni 2010, dengan data sebagai berikut : a. Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak Rp. 500.000.000,00 b. PPh Terutang :

28% x Rp. 500.000.00,00 = Rp. 140.000.000,00 c. PPh Pasal 22,Pasal 23, dan Pasal 24

yang dapat dikreditkan Rp. 42. 500.000,00

Berdasarkan data tersebut di atas, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun Pajak 2010 dihitung sebagai berikut :

a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2009, yaitu sebesar Rp. 4.000.000,00.

b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010 masing-masing sama besarnya dengan PPh Pasal 25 menurut perhitungan sementara yaitu sebesar Rp. 5.791.660,00.


(58)

c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sebagai berikut :

1. Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan, sebesar Rp. 500.000.000,00.

2. PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500.000.000,00 adalah

28% x Rp. 500.000.000 = Rp. 140.000.000,00 3. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24

Tahun Pajak 2009 = Rp. 42. 500.000,00

Rp. 97.500.000,00

4. PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp. 97.500.000,00 x 1/12 = Rp. 8.125.000,00 untuk setiap bulan. d. Oleh karena Pajak Penghasilan Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Mei

2010 yang telah disetor masing-masing sebesar Rp. 5.791.660,00, maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp. 3.125.000.000,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar :

1. Untuk masa Maret 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai dengan tanggal penyetoran ;

2. Untuk masa April 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010 sampai dengan tanggal penyetoran;

3. Untuk masa Mei 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2010 sampai dengan tanggal penyetoran.


(59)

Dalam hal perhitungan kembali PPh Pasal 25 Tahun 2009 menghasilkan jumlah yang lebih kecil dari jumlah PPh Pasal 25 , Masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010, maka kelebihan setoran bulan Maret dan Mei tahun 2010 dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Juni 2010 dan seterusnya.

5. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang Mengakibatkan Angsuran Bulanan Lebih Besar dari Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan.

Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan pembetulan tersebut dan berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila terjadi besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, maka kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga.

6. Terjadi Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak.

Perubahan keadaan badan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan atau peningkatan usaha. Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya satu tahun pajak (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-537/PJ/2000 Tanggal 29 Desember 2000). Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya


(60)

Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25.

Pengajuan permohonan pengurangan tersebut dapat dilaksanakan dengan syarat : a. Diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat

Wajib Pajak terdaftar,

b. Wajib Pajak harus menyampaikan perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterima surat permohonan pengurangan tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberi keputusan, maka permohonan pengurangan tersebut tidak diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan perhitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam waktu satu tahun Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.


(61)

O. Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa dengan Hak Opsi, BUMN, dan BUMD.

Yang dimaksud dengan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal-hal tertentu yaitu :

a. Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru

Wajib Pajak baru sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 Tanggal 31 Desember 2008 adalah Wajib Pajak Orang pribadi dan Badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.

Prinsip perhitungan besarnya angsuran bulanan dalam Tahun Pajak Berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu. Namun, ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar perhitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan.

1. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam Tahun Pajak berjalan perlu diatur perhitungan besarnya angsuran, karena Wajib Pajak belum pernah memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.


(62)

2. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan angsuran tersendiri, karena terdapat kewajiban menyampaikan kepada instansi pemerintah yaitu laporan yang berkaitan dengan pengolaan keuangan dalam suatu periode tertentu, yang dapat dipakai sebagai dasar perhitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan.

3. Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili, maka besarnya angsuran pajaknya perlu diatur tersendiri agar besarnya angsuran mendekati keadaan sebenarnya.

Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam Tahun Pajak berjalan, perlu diatur mengenai besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam Tahun Pajak berjalan, karena Wajib Pajak baru belum memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru dihitung berdasarkan penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dikalikan Tarif


(63)

pajak yang dihasilkan dibagi 12 (dua belas). Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung untuk setiap bulan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Penghasilan Neto tersebut, ditentukan sebagai berikut :

1. Bagi Wajib Pajak baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto Wajib Pajak baru tersebut dihitung berdasarkan pembukuannya.

Contoh :

PT.Dadali terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP Jakarta Tambora sejak tanggal 1 Februari 2010. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari 2010 sebesar Rp.68.000.000,00.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Februari 2010 adalah : a. Penghasilan Neto bulan Februari 2010 Rp. 68.500.000,00 b. Penghasilan Neto disetahunkan Rp. 816.000.000,00 c. Pajak Penghasilan terutang :

25% x Rp. 816.000.000,00 = Rp. 204.000.000,00

d. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Februari 2010 : 1/12 x Rp.204.000.000,00 = Rp. 17.000.000,00 2. Bagi Wajib Pajak baru tersebut menggunakan Norma Perhitungan


(64)

pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto Wajib Pajak baru tersebut dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan brutonya.

P. Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi BUMN dan BUMD

Ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang Undang Paja Penghasilan memberikan kewenangan terhadap Menteri Keuangan untuk menetapkan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 usaha Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala. Pengaturan yang telah ada tentang penetapan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD.

1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan bagi Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah selain bank dan sewa dengan hak opsi dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas Laba Rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun Pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).


(65)

2. Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 bulan terakhir Tahun Pajak sebelumnya. Setelah RKAP disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 1, mulai bulan awal Tahun Pajak yang bersangkutan.

Contoh :

Menutut RKAP Tahun 2010 yang sudah disahkan, PT. Jogja Bangkit (sebuah BUMD yang dimiliki Pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan neto sebesar Rp. 1.000.000,00. Kredit pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 dapat dikreditkan) Tahun 2009 berjumlah Rp. 40.000.000,00 Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Penghasilan Neto Rp. 1.000.000.000,00

PPh terutang

28% x Rp. 1.000.000.000,00 Rp. 280.000.000,00 Kredit Pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24) Rp. 40.000.000,00 PPh yang dibayar sendiri Rp. 240.000.000,00 PPh Pasal 25 = Rp. 240.000.000,00 / 12


(66)

BAB IV

ANALISA DATA DAN EVALUASI

A. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan Pada CV.Aneka Niaga.

Pada dasarnya konsep peraturan perpajakan adalah mempertemukan pendapatan dan biaya yang terjadi selama satu periode yang sama. Konsep ini bertitik tolak pada perkiraan bahwa biaya yang diperoleh melalui transaksi penjualan. Pada CV.Aneka Niaga dalam perhitungan laba ruginya untuk periode yang berakhir 31 Desember 2012 dilaporkan sebagai berikut :

CV.Aneka Niaga Medan Perhitungan Laba Rugi Periode 31 Desember 2012

Penjualan Rp .380.500.000,00

Harga Pokok Penjualan Rp. 271.075.000,00

Laba Bruto Rp. 109.425.000,00

Beban Usaha :

Biaya Gaji Rp. 30.000.000,00 Biaya Kantor Rp. 14.200.000,00 Biaya Penyusutan Rp. 2.500.000,00

Total Biaya Rp. 46.700.000,00

Laba sebelum pajak Rp. 62.725.000,00


(67)

Sumber : CV.Aneka Niaga

Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan oleh perusahaan untuk melaporkan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2012

CV.Aneka Niaga Medan

No. Uraian Rupiah

1 Penghasilan Neto Fiskal 62.725.000,00

2 Penghasilan Kena Pajak 62.725.000,00

3 PPh Terutang 8.781.500,00

4 Kredit Pajak Dalam Negeri 8.325.500,00 5 PPh yang harus dibayar sendiri 456.000,00

6 PPh Pasal 25 Bulanan 220.000,00

7 PPh yang Kurang Dibayar 236.000,00 8 Penghasilan Yang Menjadi Dasar

Perhitungan Angsuran

62.725.000,00

9 Penghasilan Kena Pajak 62.725.000,00

10 PPh Yang Terutang 8.781.500,00

11 Kredit Pajak 8.325.000,00


(68)

13 PPh Pasal 25 38.000,00 Sumber : CV.Aneka Niaga

1. ANALISA

Angsuran Pajak Penghasilan untuk tahun berjalan 2013 adalah sebesar Rp.456.000,00 : 12 bulan = Rp.38.000,00.

a. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan

Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa penghasilan yang menjadi Objek Pajak yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Berdasarkan data dari perusahaan, didapatkan bahwa penghasilan yang merupakan objek pajak dari perusahaan adalah sebesar Rp.62.500.00,00 yang merupakan laba usaha. Penghasilan yang termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan dan metode pengakuannya sesuai dengan ketentuan perpajakan tidak memerlukan koreksi fiskal atau langsung dapat diperhitungkan untuk menambah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan penghasilan yang termasuk sebagai objek pajak tetapi metode pengakuannya tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan, maka memerlukan koreksi fiskal. Apabila diakui lebih besar dari ketentuan perpajakan, maka diperlukan koreksi fiskal negatif. Sebaliknya, apabila diakui lebih kecil daripada ketentuan perpajakan, maka diperlukan koreksi positif.


(69)

Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu melakukan koreksi fiskal untuk penghasilan, karena seluruh penghasilan tersebut pengakuan dan metodenya sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan.

b. Biaya yang dapat dikurangkan

Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dijelaskan bahwa Biaya yang dikurangkan dari penghasilan menurut laba/rugi fiskal adalah biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Adapun biaya-biaya berdasarkan laporan laba rugi perusahaan antara lain :

1. Beban gaji.

Jumlah nominal ini sudah termasuk gaji dan THR. Namun perusahaan tidak memberikan rincian besarnya THR yang dikeluarkan. Gaji dan THR yang diberikan ini tidak termasuk penghasilan yang diberikan kepada sekutu perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dimana gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau peseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham tidak dapat dikurangkan terhadap penghasilan bruto.

Menurut data dari perusahaan, biaya yang dikeluarkan sebagai beban gaji adalah sebesar Rp.30.000.000,00

2. Beban Penyusutan.


(1)

mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Sanksi keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 mengacu pada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan sanksi keterlambatan lapor mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.

C. Tingkat Kepatuhan CV.Aneka Niaga Dalam Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan.

Dalam mekanisme perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25, CV.Aneka Niaga belum mengikuti aturan yang terbaru untuk tarif Pajak Penghasilan Badan yang telah berubah mulai tahun 2010. Sehingga setelah dilakukan evaluasi lebih lanjut, ternyata pada tahun 2012 CV.Aneka Niaga mempunyai pajak terutang yang lebih bayar sebesar Rp.425.000,00 dan mengakibatkan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 menjadi nihil. Oleh karena itu, CV. Aneka Niaga harus melakukan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak 2012. Selain itu, CV.Aneka Niaga juga bisa mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak.

Dalam hal penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25, CV.Aneka Niaga selalu mengikuti aturan yang berlaku yaitu penyetoran selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan pelaporan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. CV.Aneka Niaga adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Leveransir. Pada tahun 2012 mempunyai peredaran bruto sebesar Rp. 380.500.000,00 dan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.62.725.000,00. 2. Dari evaluasi yang dilakukan, terdapat kesalahan mekanisme perhitungan

Pajak Penghasilan Pasal 25. Kesalahan tersebut antara lain :

a. Bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000 dikenakana tarif Pajak Penghasilan badan sebesar 50% x 25% atau sebesar 12,5% (untuk tahun pajak 2010 dan tahun berikutnya).

C.V Aneka Niaga masih menggunakan tarif yang berlaku sebelum tahun 2010, yaitu 50% x 28% atau sebesar 14%.

b. Kesalahan tarif tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan yang Kurang Bayar untuk Tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 236.000,00.

c. Setelah dilakukan evaluasi dengan menghitung Pajak Penghasilan dengan menggunakan tarif yang baru yaitu 12,5%, maka untuk Tahun Pajak 2012 terdapat Pajak Penghasilan yang Lebih Bayar sebesar Rp. 704.875,00.


(3)

d. Karena terdapat Pajak Penghasilan yang lebih bayar pada tahun 2012, angsuran Pajak Penghasilan untuk tahun 2013 adalah nihil.

e. Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan untuk Tahun Pajak 2012 dan bisa mengajukan permohonan restitusi atas Pajak Penghasilan yang Lebih Bayar.

3. Dalam hal tingkat kepatuhan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 dan pelaporan Surat Pemberitahuan tahunan, CV.Aneka Niaga termasuk perusahaan yang tingkat kepatuhannya cukup baik. CV.Aneka Niaga selalu menyetor dan melapor Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Saran

Untuk meningkatkan tingkat kepatuhan CV.Aneka Niaga dalam hal menghitung, menyetor, dan melapor Pajak Penghasilan Pasal 25, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga tidak ada kesalahan dan perusahaan akan tetap dapat menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesalahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Diharapkan pihak perusahaan agar tetap dapat melakukan perhitungan,


(4)

teliti serta berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nantinya tidak menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda ataupun sanksi pidana.

3. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai kewajiban perpajakan terutama mengenai mekanisme perhitungan pajak.


(5)

Diana, Anastasia., dan Lilis Setaiwati, 2010, Cara Mudah Menghitung Pajak, Andi : Yogyakarta

Ilyas, B.Irawan, dan Rudy Suhartono, 2012, Perpajakan, Mitra Wacana Media : Jakarta

Irwansyah Lubis, SE., M.Si, 2009, Akuntansi dan Pelaporan Pajak, Elex Media Komputindo : Jakarta

Irwansyah Lubis, SE., M.Si, 2009, Memudahkan Urusan Pajak Bagi Perorangan, Suami, Istri, dan Yayasan, Elex Media Komputindo : Jakarta

Irwansyah Lubis, SE., M.Si, 2010, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan Hukum, Elex Media Komputindo : Jakarta

Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi 2009, Andi : Yogyakarta

Resmi, Siti, 2008, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 4, Salemba Empat : Jakarta Suandy, Erly, 2009, Hukum Pajak, Salemba Empat : Jakarta

Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat : Jakarta

Yamin, Mohammad, 2012, Pajak Penghasilan Jilid II, Graha Ilmu : Yogyakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan

Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 208/PMK.03/2009 Tentang Besarnya Perhitungan Angsuran Pajak yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK.03/2010 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara


(6)

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25.