Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan

(1)

MEKANISME PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ( PPh ) PASAL 21 KARYAWAN PADA RUMAH SAKIT

UMUM HAJI MEDAN

OLEH :

NAMA : ABDUL AJID

NIM : 030503106

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

PROGAM STUDI : S-1

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

” Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan ”

Adalah benar hasil karya saya dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas benar apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 10 Maret 2009 Yang membuat pernyataan

Abdul Ajid NIM : 030503106


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Program studi Reguler Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul MEKANISME PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ( PPh ) PASAL 21 KARYAWAN PADA RUMAH SAKIT UMUM

HAJI MEDAN.

Dengan rasa syukur dan penuh hormat penulis ingin mempersembahkan tulisan ini kepada ayahanda Sawin Kerta Dipa dan ibunda Mu’ijah, penulis menghanturkan rasa terima kasih yang tiada taranya karena telah memperjuangkan pendidikan pendidikan penulis hingga selesai dan mendapatkan gelar sarjana Ekonomi, dan juga kepada kakakanda penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

Di dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini hingga selesai, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Arifin Akhmad,MSi,Ak Selaku Ketua Departeman dan Drs. Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc.AK selaku Sekretaris Departeman


(4)

Akuntansi Fakultas Ekonomi Program Reguler Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syamsul Bahri Trb, MM, AK selaku pembimbing saya yang telah banyak memberikan petunjuk dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak dan Bapak Drs. Arifin Lubis, MM, Ak selaku penguji I dan penguji II yang telah banyak memberikan saran dan kritikan kepada penulis guna kesempurnaan skripsi yang penulis susun.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama diperkuliahan.

6. Bapak dan Ibu Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalalm pengurusan administrasi perkuliahan penulis. 7. Bapak Pimpinan dan seluruh pegawai di Rumah Sakit Umum Haji Medan

yang telah menerima penulis untuk melakukan riset dan telah memberikan bantuan dalam penyediaan data serta keterangan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sudarmanto dan Sukry Ghozali Pohan yang telah membantu penulis mencari perusahaan untuk melakukan riset, semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi dia dari kehidupan yang penuh percobaan.

9. Teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi ini, Sukri 03, lelek sudar 03, ikan mister 03, Edwin gendut 03, Mimbar 03. Dan rekan-rekan di


(5)

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara angkatan 2003, Samuel sampah 03, Ario kriting 03, Amsal MU 03, Yos jangkung 03, Muntal 03, Andi 03, Jhonson 03.

10.Teman-teman kost saya yang selalu memberikan spirit mulai dari, ganda tebing, henry rait, nasrul bungo, alex oh mama, pandi irut, cox doank, denan regar, Ronald kontraktor, daru Bigred, endah ndut, murni kfc, dan seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. 11.Kepada Namboru selaku pemilik kost saya ucapkan terimakasih karena

telah menyediakan kamar kost selama saya kuliah.

Kiranya Tuhan senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahaan hati penulis akan menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 10 Maret 2009 Penulis

( Abdul Ajid ) NIM : 030503106


(6)

ABSTRAK

Sebagaimana kita ketahui, peran pajak semakin besar dan penting dalam menyumbangkan penerimaan negara dalam rangka kemandirian membiayai pelaksanaan pembangunan nasional. Penelitian ini memfokuskan pada mekanisme perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 karyawan tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Perhitungan pajak pada umumnya mengacu kepada Undang-undang Perpajakan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak. Tujuan yang hendak dicapai adalah minimalisasi kesalahan dalam perhitungan,pemotongan dan pelaporan pajak sehingga tidak terjadi keterlambatan pembayaran. Dalam penelitian ini dianalisis kewajiban pajak PPh Pasal 21 yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan dan memberikan Perhitungan Pajak yang dapat ditempuh oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Dengan semakin konfleknya mengenai perpajakan serta seringnya terjadi perubahan Peraturan Perpajakan ini. Oleh karena itu Rumah Sakit Umum Haji Medan harus sering mengikuti perkembangan perubahan peraturan perpajakan yang berlaku, agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak tersebut.

Dari analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa Rumah Sakit Umum Haji Medan, dapat melakukan perhitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku.

Kata Kunci : PPh Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan, Undang-undang Perpajakan.


(7)

ABSTRAC

As we knew, role of important and ever greater tax in rendering acceptance of state for the agenda of independence defray exercise of national development. This research focussed at mechanism calculation and reporting of income tax section 21 employees without impinging regulation of applied taxation.

Calculation tax in general relate to Taxation [code/law] spent by Tax Director General. Purpose of which will be reached is mistake minimalisation in calculation, truncation and reporting of tax so that not happened delay in payment. In this research analysed obligation of tax PPh section 21 which have been done by Public hospital Haji Medan and give Calculation Tax available for gone through by Public hospital Haji Medan so that purpose of which have been specified can be reached.

By progressively the konflek hit taxation and also frequently happened alteration of regulation of this taxation.. Therefore Public hospital Haji Medan have to often keep abreast of alteration of regulation of applied taxation, in order not to invite mistake in calculation, truncation and the reporting of tax.

From the done analysis, can be taken by conclusion that Public hospital Haji, Medan, can do calculation, truncation and reporting of Income Tax Of Section of 21 as according to Applied taxation [code/law].

Keyword : Income Tax Of Section of 21 to Production Of employees, [code/law] Taxation.


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Konseptual ... 5

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 7

A.1.Dasar Hukum Pajak penghasilan Pasal 21 ... 8

A.2.Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 9

A.3.Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 13

A.4.Biaya Pengurang ... 23

A.5.Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 24

A.6.Penghasilan Kena Pajak ... 28

A.7.Tarif Pasal 17 UU PPh ... 29

A.8.PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah ... 30

B. Tatacara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 31

C. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 33

C.1.Fungsi Pajak ... 33

C.2.Sarana Dibidang Pajak ... 33

C.3.Sistem Pemungut an Pajak ... 36

4.Pelaporan Pajak ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 1.Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 40


(9)

3.Jenis Data ... 40

4.Teknik Pengumpulan Data ... 41

5.Metode Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 42

1. Sejarah dan Perkembangan RSU Haji Medan ... 42

2. Struktur Organisasi ... 45

3. Perhitungan PPh Pasal 21 ... 51

4. Pelaksanaan Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 21 ... 54

B. Analisis Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Terhadap Perhitungan dan Pemotongan PPh 21 .... 58

2. Analisis Terhadap Perhitungan Penggajian Pegawai Tetap.. 58

3. Mekanisme Perhitungan PPh Pasal 21 ... 59

4. Kesesuaian dan Kepatuhan Pembayaran PPh Pasal 21 ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai Negara yang berkembang, Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan di bidang ekonomi, sosial budaya, hukum, dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negara berupa pajak. Salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari pajak adalah Pajak Penghasilan Pasal 21, yang selanjutnya dikenal dengan PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 dikenakan atas pajak penghasilan berupa gaji, upah , honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lain.

Salah satu sistem Perpajakan yang digunakan untuk memotong pungutan PPh Pasal 21 yaitu Withholding system, dimana pajak yang dibayar seseorang atau badan, dipotong dan dipungut oleh pihak ketiga. Potongan PPh Pasal 21


(11)

dilakukan terhadap orang pribadi wajib pajak dalam negeri. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan lainnya. Penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 15/PJ/2006, dapat dikelompokkan menjadi yaitu pegawai tetap, pensiunan, pegawai tidak tetap,pemagang, calon pegawai, MLM.

Pada prinsipnya Rumah Sakit Umum Haji Medan melakukan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sehubungan dengan imbalan pekerjaan atau jasa atau kegiatan lain yang diterima wajib pajak yang dipotong atau dipungut pajak penghasilan diantaranya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pegawai tetap. Mengingat jumlah pegawai yang banyak, tingkat penghasilan, jabatan atau golongan serta status pegawai yang berbeda-beda, maka dapat memungkinkan terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan. Sehingga tidak jarang perusahaan harus membayar pajak penghasilan pasal 21 berikut denda administrasi perpajakan karena keterlambatan.

Disisi lain tidak jarang ditemui kekeliruan didalam pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang akan disetor, dimana perubahaan terhadap status wajib pajak orang pribadi (karyawan perusahaan) tidak dapat diakui di dalam Undang-Undang Perpajakan, seperti perubahan status karyawan atas tanggungannya yang terjadi diluar tahun pajak yang bersangkutan. Dan mungkin ada lagi kendala atau


(12)

kekeliruan lainnya, termasuk didalam angka-angka perhitungan didalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21.

Dengan memperhatikan hal diatas, terlihat jelas begitu pentingnya cara penghitungan, pemotongan, pemyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang baik dan benar atas pegawai tetap bagi perusahaan termasuk juga dalam hal pencatatan sebagai usaha menjalankan amanah kepercayaan yang diberikan negara kepada wajib pajak atas jenis penghasilan yang merupakan objek PPh. Dengan alasan diatas maka penulis memilih judul skripsi “Mekanisme

Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Rumah Sakit Umum Haji Medan”.


(13)

B. Batasan dan Perumusan Masalah

Pada Penulisan skripsi ini, penulis ingin membatasi permasalahan yang akan diteliti, dimana cara perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 pada karyawan tetap Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat di rumuskan adalah:

“Bagaimana mekanisme perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang menyangkut penghasilan pegawai tetap perusahaan, apakah telah sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui cara perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 atas pegawai tetap RSU Haji Medan, telah sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan.

Adapun manfaat yang penulis harapkan adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan dalam menentukan kebijakan perpajakan khususnya pajak penghasilan pasal 21.

2. Bagi penulis sendiri untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan mengenai perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21

3. Bagi masyarakat dan lingkungan akademis hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sarana penelitian lainnya.


(14)

D. Kerangka Konseptual

RSU Haji Medan

Pegawai Tetap

Gaji, Tunjangan, Penghasilan lainnya

Dikurangi : 1.biaya jabatan

2.iuran pensiun, Jht/Tht yang di bayar pegawai

Penghasilan Neto

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pasal 17 UU PPh KPP

KP4

Pelaporan Penyetoran

BANK PERSEPSI KANTOR POS

PPh yang Terutang

PTKP lebih besar dr ph neto

PKP Nihil Menggunakan SSp Dengan SPT juga SSP


(15)

Sebelum menentukan berapa besarnya pajak yang terutang,maka terlebih dahulu kita harus mengetahui subjek pajak yang dituju, dalam hal ini wajib pajak. Dimana wajib pajak disini adalah karyawan RSU Haji Medan berstatus pegawai tetap. Seperti terlihat diatas, bahwa RSU Haji Medan melakukan Pemungutan, pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan terhadap Pegawai tetap di RSU Haji Medan. Setelah mengetahui berapa besarnya pajak yang terhutang maka RSU Haji Medan melakukan penyetoran kepada bank Persepi dan Kantor Pos yang telah ditunjuk oleh pemerintah dimana hal ini Departemen Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ( SSP ). Batas waktu penyetoran dilakukan setiap tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir.

Setelah dilakukan penyetoran, maka RSU Haji Medan wajib melapor ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan KP4 dengan membawa Surat pemberitahuan (SPT) disertai Surat Setoran Pajak. Batas waktu pelaporan dilakukan setiap tanggal 20 hari setelah masa pajak berkahir.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Banyak para ahli Perpajakan yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian dari pada pajak, salah satu pakar yang terkenal di Indonesia adalah Rochmat Soemitro, (W.B.Ilyas dan R.Burton 2004:5), ia mengemukakan bahwa:

Pajak adalah “iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontark prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. “

Prof.Dr.P.J.A Adriani (Waluyo dan WB. Ilyas 2000:2) merumuskan pengertian pajak sebagai berikut ini

Pajak adalah “iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Sedangkan menurut S.I. Djajadiningrat (Waluyo dan W.B. Ilyas). Pajak adalah “sebagai kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan


(17)

pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.”

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2000, Penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”

Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah “pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya.”

A.1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Undang-Undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang No. 17 Tahun 2000, serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 Tanggal 29 Desember sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 15/ PJ/2006 Tanggal 23 Februari 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan ,Penyetoran, dan Pelaporan PPh pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan PPh pasal 21


(18)

atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun, dan THT atau JHT beserta peraturan pelaksanaannya.

A.2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

A.2.1 Penghasilan yang dipotong menurut pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun, atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenisnya yang sifatnya tidak tetap.

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dari upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta


(19)

uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagang yang merupakan calon pegawai.

4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau jaminan hari tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja.

5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas:

a. Tenaga ahli yaitu terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

c. Olahraga

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyulu, dan moderator e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer, dan sistem apliksinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial


(20)

h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada penelitian, dan peserta sidang atau rapat

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan j. Peserta lomba

k. Petugas penjaja barang dagangan l. Petugas dinas luar asuransi

m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai

n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.

6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabata Negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

7. Penghasilan yang dipotong pasal 21 di atas pada butir 1 sampai 6 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (demeed profit).

8. Dalam hal pemberi jasa pada butir 5 huruf “f” dalam memberikan jasa yang bersangkutan mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka


(21)

penghasilan yang diterima atau diperoleh pemberi jasa tersebut tidak dipotong PPh pasal 21, melainkan dipotong pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan pasal 23 Undang-Undang Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.

A.2.2.Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diatur dalam penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 pada butir di atas.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.

5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

6. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan IId dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajudan Inspektur Tingkat satu kebawah yang dibebankan kepada keuangan negara atau keuangan daerah berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apa pun.


(22)

A.2.3. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 Final

1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh badan pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

2. .Uang pesangon

3. Hadiah dan penghargaan perlombaan

4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Yang dimaksud dengan penjaja barang dagangan adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, pasta gigi, buku, dan barang-barang keperluan rumah tangga sehari-harinya.

5. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apa pun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan IId ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu letnan Satu kebawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

A.3. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

A.3.1. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun


(23)

tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Pegawai dapat dibedakan menjadi dua yaitu pegawai tetap dan pegawai lepas. Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secaa teratur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, sedangkan pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

2. Penerima pensiun, yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu,termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

3. Penerima honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau

memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.

4. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

5. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.


(24)

A.3.2. Tidak Termasuk Penerima Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang pribadi yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 574/ KMK 04/2000 tentang Organisasi Internasional, dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 601/KMK.03/2005 dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

A.3.3. Hak dan Kewajiban Penerima Penghasilan

1. Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwin atau pada permulaan menjadi subjek Pajak Dalam Negeri.


(25)

2. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan pula dalam hal ada perubahaan jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwin.

3. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang padanya dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

4. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai pemotong Pajak penghasilan Pasal 21, wajib untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah Pajak Penghasilan yang teruang dalam tahun berjalan dan atas penghasilan tersebut dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

A.3.4. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 adalah :

1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan maupun unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.


(26)

2. Bendaharawan Pemerintah termasuk bendahawaran pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar Negeri yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya.

3. Dana Pensiun badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.

4. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuan.

5. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri.

6. Yayasan (termasuk di bidang kesejahteraan, rumah sakit , pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi masa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama


(27)

apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

7. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagang.

8. Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

A.3.5. Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 1.Kewajiban Mendaftarkan Diri

a. Setiap Pemotong pajak, termasuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak, wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya kepada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.


(28)

2.Kewajiban Menghitung, Memotong, dan menyetorkan:

a. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.

b. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank BUMN atau BUMD atau bank lainnya yang ditunjuk Direktur Jenderal Anggaran, atau PT Posindo, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

c. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwimberikutnya.

d. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang dalam bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. e. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21

kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Namun, apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, bukti pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.


(29)

3.Kewajiban Menghitung Kembali PPh Pasal 21 yang terutang:

a. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berkahir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut Pasal 17.

b. Jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan kembali PPh Pasal 21 tersebut, didasarkan pada kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya berawal atau berakhir dalam Tahun Pajak, dengan penghitungan sebagai berikut:

1) Bila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau perolehannya dalam tahun pajak yang bersangkutan dan tidak disetahunkan.

2) Bila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan pendatang dari luar negeri , dan mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan, Penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan. 3) Bila pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun takwim berakhir

karena meniggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada akhir bulan berhentinya pegawai tersebut, perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan


(30)

yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan.

c. Apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan perhitungan kembali tersebut lebih besar daripada jumlah pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotong dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada waktu dilakukannya perhitungan kembali.

d. Apabila jumlah pajak terutang berdasarkan penghitungan kembali tersebut lebih rendah daripada jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitugan kembali.

4.Kewajiban Mengisi, Menandatangani, dan Menyampaikan SPT:

a. Setiap Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan

menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotongan Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

b. Bila pemotong pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.

c. Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang lain selain pemotong pajak harus dilampirkan Surat Kuasa Khusus.

d. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya meskipun tahun pajak atau bukunya tidak sama dengan tahun takwim bukunya.


(31)

e. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus dilampiri dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan.

f. Apabila terdapat pegawai berkebangsaan asing, SPT Tahunan Pasal 21 yang bersangkutan harus dilampiri fotokopi surat izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau instansi yang berwenang. g. Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjang

jangka waktu penyampaian SPT. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang.

h. Bila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor, maka kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 25 Maret Tahun Takwim berikutnya.

i. Bila Jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih kecil daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor, maka kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, sisa tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.


(32)

A.1.4. Biaya Pengurang

Secara garis besar, untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 21 dalam suatu masa kerja, maka jenis penghasilan sebagaimana telah diuraikan penulis diatas dikurangi dengan biaya pengurang penghasilan bruto yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu:

a. Biaya Jabatan, adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya ditentukan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum yang diperkenankan adalah Rp. 1.296.000 per tahun atau Rp. 108.000 per bulan. Kemudian dipilih yang terkecil berdasarkan masa kerja dengan ketentuan bahwa biaya jabatan melekat pada perusahaan tempat dia bekerja.

Contoh :

Pak Ahmad bekerja pada Rumah sakit Umum Haji Medan dengan gaji Rp. 5.000.000 pebulan sejak 1 juli 2003, maka perhitungannya adalah :

Mengingat biaya jabatan melekat pada PPh Pasal 21 maka biaya jabatan tergantung tahun takwin yaitu Januari sampai Desember, asumsi pak Ahmad masih bekerja, maka dia bekerja sejak 1 Juli sampai dengan Desember 2003.

Pak Ahmad bekerja selama 6 bulan maka biaya jabatan yang diperkenankan sebagai pengurang dari penghasilan bruto adalah sebesar Rp. 648.000 yaitu dipilih yang terkecil diantara :


(33)

5 % x (Rp. 6 x 5.000.000) = Rp. 1.500.000 6 bulan x Rp. 108. 000 = Rp. 648.000

b. Biaya pensiun 5 % dari penghasilan bruto, maksimum yang diperkenankan sebesar Rp. 4320.000 setahun atau 36.000 sebulan.

c. Iuran yang melekat pada gaji, adalah iuran yang jumlah pemotongannya berdasarkan persentase tertentu dari gaji pokok yang diterima karyawan dan sifatnya mengurangi penghasilan karyawan. Iuran ini biasanya berupa iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau Badan Penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun.

A.1.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan pengurang penghasilan neto yang diperkenenkan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dan PPh yang terutang dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, atau dengan kata lain untuk menghitung Penghasilan kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri adalah dengan mengurangi penghasilan netonya dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pengurangan penghasilan yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi selain dari pengurangan biaya jabatan, dimana PTKP melekat ke orang pribadi maka PTKP tetap setahun meskipun bekerja sebagai karyawan tetap kurang dari setahun (12 bulan). Besarnya PTKP bagi wajib pajak orang pribadi adalah berdasarkan


(34)

status wajib pajak yang bersangkutan. Sedangkan status wajib pajak ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian pajak, status wajib pajak terdiri dari:

 Tidak kawin (TK) beserta tanggungannya kalau ada. Misalnya TK/1 artinya tidak kawin dengan satu tanggugan, TK/2, TK/3, dan TK/0.

 Kawin beserta tanggungannya, misalnya: Kawin tanpa tanggungan (K/0), kawin dengan satu tanggungan (K/1), (K/2), (K/3). Wajib pajak untuk status seperti ini berarti WP kawin, istrinya tidak mempunyai penghasilan atau istrinya mempunyai penghasilan tetapi tidak digabung dengan penghasilan suaminya di SPT PPh Orang pribadi.

 Kawin, istri mempuyai penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan suaminya, serta jumlah tanggungannya, disingkat K/I……, misalnya : K/I/0 artinya kawin, istrinya punya penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan suaminya di SPT dan tanpa tanggungan.

 Yang boleh menjadi tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti orang tua lurus ke atas dan anak lurus kebawah, dan keluarga semenda dalam garis lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti mertua serta anak angkat. Yang boleh menjadi tanggungan paling banyak adalah 3 orang, yang dimaksud menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.


(35)

Ketentuan mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam Pasal 7 UU PPh, yang salah satunya memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menentapkan besarnya PTKP tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi, moneter, dan kebutuhan pokok setiap tahunnya.

Menteri Keuangan telah beberapa kali mengubah besarnya PTKP tersebut dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.03/2005 Tanggal 30 Desember 2005 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang mulai berlaku efekti mulai Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Rp.13.200.000 untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi

2. Rp. 1.200.000 tambahan untuk wajib pajak kawin. 3. Rp. 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan

keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

PTKP Tahun > 2004 Tahun 2005 Tahun 2006

1. Diri Pegawai RP.2.880.000 Rp.12.000.000 Rp.13.200.000

2.Tambahan untuk pegawai yang kawin

Rp. 1.440.000 Rp.1.200.000 Rp.1.200.000

3.Tambahan untuk setiap tanggungan maks 3 orang


(36)

Menurut penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU PPh, keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, antara lain: orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat, diberikatan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.

Apabila dikelompokkan kedalam status karyawan, Tidak Kawin (TK), Kawin (K), menjadi sebagai berikut :

PTKP Tahunan Bulanan dibagi 12

bulan

Harian yang dibagi 360 hari

TK / - 13.200.000 1.100.000 36.666,7

TK / 1 14.400.000 1.200.000 40.000

TK / 2 15.600.000 1.300.000 43.333,33

TK / 3 16.800.000 1.400.000 46.666,67

K / - 14.400.000 1.200.000 40.000

K / 1 15.600.000 1.300.000 43.333,33

K / 2 16.800.000 1.400.000 46.666,67

K / 3 18.000.000 1.500.000 50.000

Selain itu ada karyawan yang tidak berhak mendapatkan Penghasilan Tidak Kena Pajak yaitu terdiri dari :


(37)

 karyawan tidak tetap ( tenaga kerja lepas, pemagang, calon pegawai ), anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, mantan pegawai yang menerima jasa produksi atau gratifikasi, dan peserta program pensiun yang menarik dana pensiun dari dana pensiun ketika belum memasuki masa pensiun.

Besarnya Penghasilan bruto merupakan besarnya Penghasilan Tidak Kena pajak atau dengan kata lain besarnya Pajak Penghasilan yang terutang.

 Serta orang pribadi yang berstatus bukan sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap sebagai jasa ahli, yang terdiri dari pengacara, akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Aktuaris, Konsultan , dan lain-lain.

Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan terutang atas PPh Pasal 21 yang di kenakan kepada tenaga ahli adalah sebesar:

15 % x 50 % x Penghasilan bruto Atau

7,5 % x Penghasilan bruto

A.1.6. Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang .Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu dengan cara penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang sebenarnya. Namun apabila penghasilan netonya lebih kecil dari pada penghasilan tidak kena pajak maka Penghasilan Kena Pajaknya Nihil.


(38)

A.1.7. Tarif Pasal 17 UU PPh

Dalam pemungutan pajak, tarif merupakan tolak ukur untuk menetapkan beban pajak, selain pembagian penghasilan kena pajak dalam lapisan penghasilan kena pajak. Berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 1 Tahun 2000, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:

• Sampai dengan Rp 25.000.000 dikenakan tarif 5%

• Di atas Rp 25.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan tarif 10%

• Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000 dikenakan tariff 15%

• Di atas Rp 100.0000.000 sampai dengan Rp 200.000.000 dikenakan tarif 25%

• Di atas Rp 200.0000.0000 dikenakan tarif 35%

Pengenaan tarif berdasarkan sistem progresif tax, dimana semakin tinggi penghasilan seseorang, maka semakin besar tarif yang di kenakan terhadap penghasilan. Dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang pasal 21 atas penghasilan kena pajak, harus melalui lima interval tarif tersebut diatas secara berurutan dari tarif yang terkecil.


(39)

Contoh :

Rudi ( K/2 ) memperolah gaji sebesar 120.000.000 selama setahun, maka PPh terutang adalah sebagai berikut :

Gaji Rp. 120.000.000

Biaya Jabatan ( Rp. 1.296.000 ) ( maksimal ) Penghasilan Netto Rp. 118.704.000

PTKP ( K/2 ) (Rp. 16.800.000 )

PKP Rp. 101.904.000

Maka PPh terutang Rp. 11.535.600

Jumlah PPh yang terutang sebesar Rp. 11.535.600 berasal dari : 5 % x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000

10 % x Rp. 25.000.000 = Rp. 2.500.000 15 % x Rp. 51.904.000 = Rp. 7.785.600

A.1.8. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah a. Karyawan Tetap (PNS)

Berdasarkan PP 45 Tahun 1994, atas PPh Pasal 21 yang terutang untuk PNS/ Militer/ Polisi dan Pejabat Negara dan Pensiunan yang penghasilannya diterima rutin dalam sebulan atau sifatnya tetap, ditanggung Pemerintah.

Sedangkan jika penghasilannya tidak rutin, misalnya honor, imbalan, uang lembur, dan gaji ke-13, atas penghasilan tersebut tetap dikenakan pajak dan tidak ditanggung pemerintah, termasuk jika Instansi setempat meminta PNS dari


(40)

Instansi lain untuk memberikan pengajaran dan lain-lain, Pajak Penghasilan pasal 21 juga tidak ditanggung pemerintah. Yang dikenakan PPh ini adalah PNS Golongan III/a keatas atau Letnan Dua keatas atau IPDA keatas.

b. Karyawan

Karyawan selain PNS/ Militer/ Polri/, berdasarkan PP No.5 Tahun 2003, Jo PP 47 Tahun 2003 dan KMK No.486/KMK.03/2003, PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah diatur sebagai berikut :

 Upah/ Gaji atau penghasilan bruto sebulan dibawah Rp. 1.000.0000, atas penghasilan yang diterima, PPh pasal 21 ditanggung Pemerintah.

 Upah/ Gaji atau penghsilan bruto sebulan dibawah Rp. 2.000.000, atas penghasilan yang diterima, PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah adalah hanya sebesar penghasilan bruto Rp. 1000.000 sebulan.

 Upah/ gaji atau penghasilan bruto sebulan diatas Rp. 2000.000, atas penghasilan yang diterima, PPh pasal 21 tidak ada yang ditanggung pemerintah.

Karyawan swasta yang ditanggung pemerintah adalah pegawai tetap, upah harian, upah mingguan, upah bulanan, pemagang, dan calon pegawai.

B. Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif dengan Penghasilan kena Pajak. Mekanisme perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara penghitungan pajak penghasilan pada umumnya. Namun dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi


(41)

penerima-penerima penghasilan tertentu, selain pengurang berupa PTKP juga diberikan pengurang-pengurang penghasilan berupa biaya jabatan, biaya pensiun, dan iuran pensiun, dimana hal ini diatur dalam pasal 21 UU PPh, pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) KEP-DJP No. 545/Pj/2000, bahwa pegawai tetap berhak atas pengurangan berupa Biaya Jabatan dan PTKP.

Untuk menghitung besarnya jumlah Pajak penghasilan Pasal 21 yang terutang dapat dilakukan berdasarkan petunjuk berikut :

a) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dicari penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran jaminan hari tua atau tunjangan hari tua yang dibayarkan oleh pegawai, kemudian disetahunkan.

b) Untuk menghitung penghasilan neto setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan 12 bulan.

c) Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai wajib pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja dalam tahun berjalan, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.

d) Penghasilan neto setahun pada huruf (a ) dan ( b) diatas selanjutnya dikurangi dengan PTKP untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak tersebut kemudian dihitung PPh Pasal 21 setahun.


(42)

e) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan, jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksudkan pada huruf (a) dibagi dengan 12.

f) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan atas penghasilan sebagaimana dimaksudkan dalam huruf (b), jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja.

C. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 C.1. Fungsi Pajak

Dalam literatur pajak sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu budgeter dan fungsi reguleren. Namun pada perkembangannya fungsi pajak tersebut berkembang dan bertambah yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi. Menurut Richar Burton dan Wirawan B Ilyas

 Fungsi Budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu untuk mengumpulkan uang pajak yang sebanyak-banyaknya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.

 Fungsi Reguleren adalah pajak yang digunakan sebagai alat mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan yang tertentu.

C.2. Sarana dibidang Pajak

Dalam perpajakan ada sarana atau alat bantu yang diperlukan untuk menunjang dari pada pajak itu sendiri antara lain adalah:


(43)

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), adalah Nomor Pokok Wjaib Pajak yang merupakan kartu identitas wajib pajak jika berhubungan dengan pajak. Ada empat fungsi NPWP, yaitu:

a) Mengetahui identitas NPWP

b) Guna memenuhi salah satu kewajiban-kewajiban perpajakan. c) Guna mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu, misalnya

Kantor Perbendaharaan Negara, Izin Usaha, kantor migrasi bea dan cukai.

d) Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan.

2. Surat Pemberitahuan (SPT),adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Surat Tagihan Pajak (STP), adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila:

 Pajak penghasilan pada tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

 Dari hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah


(44)

kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan besarnya jumlah yang harus dibayar.

5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT hanya diterbitkan setelah dikeluarkannya SKPKB, SKPLB, atau SKPN. Disamping itu, syarat diterbitkannya SKPKBT adalah adanya data baru atau data yang belum terungkap pada saat dikeluarkannya SKPKB. SKPKBT dapat dikeluarkan dalam jangka waktu sepuluh tahun setelah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. Tetapi, apabila setelah lewat jangka waktu sepuluh tahun, wajib Pajak dipidana karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan, maka SKPKBT tetap dikeluarkan.

6. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Dengan SKPLB, Wajib Pajak berhak memperoleh pengembalian atas kelebihan bayar pajak yang telah dilakukan. SKPLB dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan Wajib Pajak, baik berupa SPTLB, SPTKB, maupun, SPTN.

7. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.


(45)

8. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT),yaitu surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam satu tahun pajak.

C.3. Sistem Pemungutan Pajak

Untuk ketertiban dan kelancaran diperlukan sistem perpajakan yang baik guna menghimpun seluruh dana masyarakat, dan untuk itu Departemen Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan sistem perpajakan yaitu:

• Official Assessment sistem

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menetukan besarnya pajak yang terutang . Ciri-ciri Official Assessment Sistem:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Untuk pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya utang pajak. Jadi dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai hutang pajaknya, keadaan ini sering disalah gunakan oleh aparat fiskus untuk mencari keuntungan bagi dri fiskusnya sendiri.


(46)

• Self Assessment Sistem

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dalam sistem ini, fiskus hanya berperan untuk mengawasi seperti misalnya melakukan penelitian apakah Surat Pemberitahuan (SPT) telah diisi dengan lengkap dan semua lampiran sudah disertakan, juga meneliti kebenaran penghitungan dan penulisan.

• Withholding Sistem

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak serta melaporkan pajak yang sudah dipotong atau dipungut tersebut. Misalnya pemberi kerja wajib menghitung dan menetapkan bebrapa Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dipotong atas penghasilan (gaji, upah, dan sebagainya) yang diterima oleh pegawainya. Lalu pihak ketiga juga harus menyetorkan PPh yang telah dipotong tersebut, kemudian melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak.

C.4. Pelaporan Pajak

Kewajiban pelaporan dilakukan oleh wajib pajak dengan mengambil sendiri dan mengisi Surat Pemberitahuan serta menyampaikannya kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat atau Kantor Pelayanan Pajak yang ditetapkan bagi


(47)

wajib pajak tertentu. Kantor Pelayanan Pajak tempat melapor adalah kantor dimana wajib pajak yang bersangkutan terdaftar. Pada dasarnya, Surat Pemberitahuan digunakan untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan jumlah pajak yang terutang untuk suatu tahun atau masa pajak. Ada dua macam Surat Pemberitahuan, yaitu Surat Pemberitahuan Masa (SPM) dan Surat

Pemberitahuan Tahunan (SPT). Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat

Pemberitahuan untuk suatu masa pajak, sedangkan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Secara garis besar, pelaporan pajak dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

 Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (ayat 1)

 Surat Pemberitahuan diambil sendiri oleh Wajib Pajak (ayat 2)

 Batas waktu penyampaian (ayat3)

o Surat Pemberitahuan Masa ,20 hari setelah akhir masa pajak.

o Surat Pemberitahuan Tahunan, 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

 Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT pajak penghasilan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 3 paling lama 6 bulan (ayat 4).

 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diajukan secara tertulis disertai Surat Penyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang (ayat 5).

 Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 3 atau batas waktu perpanjangan


(48)

penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 4, diterbitkan surat teguran (ayat 5A).

 Surat Pemberitahuan harus dilampirkan keterangan dan dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pisah harta dan penghasilan, dokumen yang berkenaan dengan impor atau ekspor dan Surat Setoran Pajak (ayat 6)

 Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak

ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 6 (ayat 7).

Wajib Pajak yang telah melakukan pelunasan PPh, baik PPh yang terutang atas dirinya sendiri atau yang telah dipungut atau dipotong, juga mempunyai kewajiban untuk melaporkan PPh yang telah dilunasinya sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan. Pelaporan pajak sesuai waktu yang telah ditentukan. Namun demikian, apabila batas waktu pelaporan pajak jatuh pada hari libur maka batas tersebut diajukan pada hari berikutnya yang bukan merupakan hari libur.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data maupun informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dimulai oleh penulis pada bulan November 2007 sampai dengan selesai. Lokasi penelitian pada RSU Haji Medan..

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang yang digunakan adalah desain penelitian yang terstruktur yaitu dengan membandingkan data yang ada dengan fakta yang ada sehingga hasil penelitian memberikan informasi yang benar dan tepat.

3. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan dengan cara melakukan penelitian langsung pada RSU Haji Medan melalui wawancara dengan beberapa pihak yang ditunjuk RSU Haji Medan untuk memotong pajak penghasilan pasal 21, guna mendapatkan data yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan dan data perusahaan sepaerti SPT dan SSP, buku-buku, tulisan, serta surat Edaran


(50)

Direktur Jenderal Pajak, jurnal Perpajakan serta data dari perusahaan yang berhubungan dengan pemotongan pajak penghasilan, seperti :

a. Sejarah singkat perusahaan b. Struktur organisasi perusahaan

c. Tugas dan fungsi setiap bagian dalam struktur organisasi d. Pemotongan pajak penghasilan pasal 21

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah pihak yang ditunjuk oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan bagian lain yang berhubungan dengan Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21.

4. Teknik Pengumpulan Data

A. Teknik Wawancara, dilakukan dengan cara tanya jawab dan diskusi langsung dengan pimpinan dan pihak yang ditunjuk oleh RSU Haji untuk memungut dan memotong pajak penghasilan pasal 21.

B. Studi Dokumentasi, yaitu dengan melalui pencatatan dan pengcopyan atas data-data penelitian untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah

A. Metode Deskriptif yaitu suatu metode dengan mengumpulkan data, menyusun selanjutnya menginterprestasikan dan dianalisis dengan mengolah kembali data yang diperoleh sehingga memberikan keterangan yang lengkap pemecahan masalah yang dihadapi.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Haji Medan 1.Sejarah dan Perkembangan Rumah Sakit Umum Medan

Sejak awal tahun 1960-an sudah mulai terdengar suara dikalangan umat Islam di Sumatera Utara, khususnya di kota Medan, yang mendambakan sebuah rumah sakit yang benar-benar bernafaskan Islam.

Hal ini disebabkan karena rumah sakit yang ada dirasakan belum mampu membawakan dakwah atau misi Islam secara menyeluruh. Sementara itu beberapa rumah sakit yang membawakan misi dari agama lain sudah dulu ada di kota Medan. Sementara gagasan mendirikan rumah sakit yang bernafaskan Islam terus berkembang.

Pada musim Haji tahun 1990 terjadi musibah terowongan MINA yang banyak menimbulkan korban korban Jamaah Haji Indonesia, maka gagasan yang pernah muncul kepermukaan tersebut segera direalisasikan dan pelaksanaan pembangunan rumah sakit ini sejalan pula dengan niat pemerintah untuk membangun Rumah Sakit Haji di empat embarkasi calon jemaah haji Indonesia.

Gagasan mendirikan sebuah rumah sakit yang bernafaskan Islam pernah dicetuskan juga oleh Bapak Gubernur KDH propinsi Sumatera Utara pada saat kegiatan safari Ramadhan 1410 H.

Pada saat rencana pembangunan rumah sakit yang bernafaskan Islam di Sumatera Utara pada waktu itu sedang dalam proses, segera mendapatkan


(52)

persetujuan dan dukungan nyata dari pemerintah pusat yakni berupa penyaluran bantuan Garuda Indonesia, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila bahkan bantuan-bantuan dari tiap Pemda Tk II seluruh Sumatera Utara, Instansi-instansi pemerintah dan swasta. Juga dukungan masyarakat melalui infaq pegawai negeri yang beragama Islam.

Pada tanggal 2 Februari 1991 di Jakarta, Presiden Republik Indonessia menandatangani prasasti untuk ke empat rumah sakit haji yakni, Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan Medan. Melalui Surat Keputusan Gubernur KDH Tk. I Propinsi Sumatera Utara No. 445.05/712.K, tanggal 7 Maret 1991 dibentuk Panitia Pembangunan Rumah Sakit Umum Haji Medan dan diakhirnya diletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Umum Haji Medan oleh Bapak Menteri Agama Republik Indonesia H. Munawirn Sjadali, dan Gubernur KDH Sumatera Utara Bapak H. Raja Inal Siregar pada tanggal 11 Maret 1991.

Allhamdulillah, pada tanggal 4 Juni 1992, Bapak Presiden Soeharto berkenan meresmikan Rumah Sakit Haji Medan. Sejak Berdiri sampai sekarang ini dengan kurun waktu delapan tahun, RSU Haji Medan terus berusaha membenahi diri dan berkembang, perkembangan tersebut demikian cepat dan pesatnya, sehingga operasional perusahaan menjadi semakin besar dan luas.

2.Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas RSU Haji Medan

Setiap tindakan atau usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai suatu tujuan dengan sempurna mungkin akan gagal dalam pencapaian tujuan tersebut tanpa adanya kerjasama dengan orang lain.


(53)

Untuk menciptakan kerjasama yang baik maka diperlukan organisasi. Organisasi adalah suatu bentuk dan wadah tertentu dari sekelompok manusia didalam usahanya untuk mencapai sutau tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Organisai dibentuk untuk mengembangkan dan memelihara hubungan baik antara tiap bagian atau kelompok kerja tersebut, sehingga terdapat koordinasi yang baik diantara pegawai.

Dengan adanya struktur organisasi, orang dapat mengetahui tempat dan fungsinya dengan tujuan masing-masing, untuk bekerja dan menunaikan tugasnya sesuai dengan tujuan pokok yang digariskan oleh pimpinan. Tanpa struktur organisasi yang baik maka tujuan perusahaan sulit untuk dicapai. Struktur organisasi Rumah Sakit Haji Medan dapat dilihat pada gambar berikut:


(54)

YAYASAN RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

DIREKTUR DEWAN PENYANTUN

SATUAN PENGAWASAN INTERN

WADIR UMUM & KEUANGAN WADIR PENUNJANG MEDIS & PENDIDIKAN

WADIR PELAYANAN MEDIS & PERAWATAN

Ka. Bid Pelayanan Medik

Ka. Bid Perawatan

Ka. Bid Penunjang

Medis Ka. Bid Diklit

Ka. Bag Umum

Ka. Bag. Peny. Anggaran & Perbendaharaan Ka. Bag Akuntansi Ka. Bag. Perencanaan Rekam Medik Ka. Inst. Rawat Jalan

Ka. Inst. Rawat Inap Ka. Inst. Gawat Darurat Ka. Inst. Perawatan Instensif Ka. Inst. Bedah Sentral Ka. Inst. Hemodialisa

Ka. Inst. Radiologi Ka. Inst. Patologi Klinik Ka. Inst. Patologi Anatomi Ka. Inst. Farmasi Ka. Bedah Gizi

Ka. Inst. Pemulasraan Jenazah

Ka. Sub. Bag Tata Usaha Ka. Sub. Bag Kepegawaian

Staff Medis Fungisional

Ka. Sub. Bag Penyusunan Anggaran Ka. Sub. Bag

Verifikasi Ka. Sub. Bag Perbendaharaan

Ka. Sub. Bag Akuntansi Keuangan Ka. Sub. Bag

Akuntansi Manajemen Ka. Sub. Bag Mobilisasi Dana

Ka. Sub. Bag Penyusunan Program dan

Laporan Ka. Sub. Bag Rekam Medis &

Perpustakaan Ka. Sub. Bag Publikasi dan Pemasaran

Ka. Bag. Kerohaniawan


(55)

bidang-bidang.

2. Memimpin,mengarahkan,mengendalikan dan mengawasi semua

pelaksanaan kegiatan yang ada dalam perusahaan. 3. Pengelolaan keuangan dan administrasi rumah sakit.

4. Menetapkan program kerja dan sarana rumah sakit setiap tahun setelah mendapatkan persetujuan pemilik.

5. Mengkoordinasi penyelenggaraan fungsi-fungsi pelayanan medis, administrasi dan keuangan serta perawatan.

6. Menetapkan dan pengangkatan promosi, demosi dan pemberhentian kepala bagian dan seleksi serta karyawan golongan tingkat tinggi rumah sakit.

b. Wakil Direktur Pelayanan Medis

1. Menetapkan dan mengkoordinasi serta mengendalikan penyelenggaraan pelayanan medis dan perawatan pada pasien.

2. Menetapkan tarif / jasa pelayanan kepada pasien setelah berkonsultasi dengan Wakil Direktur Administrai dan keuangan dan mendapatkan persetujuan dari Direktur / Kepala Rumah Sakit Haji.

3. Mengambil keputusan mengenai masalah-masalah penting yang

menyangkut kelangsungan penyelenggaraan pelayanan medis dan perawatan kepala pasien.


(56)

c. Kepala Bidang Pelayanan Medis

1. Melaksanakan diagnosa pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan serta penyuluhan kesehatan.

2. Memberikan pelayanan medis secara terpadu kepada pasien diinstansi sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing.

d. Kepala Bidang Keperawatan

1. Melakukan bimbingan pelaksanaan kegiatan perencanaan asuhan dan pelayanan perawatan dan mutu.

2. Melakukan penyusunan standar asuhan dan pelayanan keperawatan.

3. Melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan.

4. Melakukan penempatan tenaga para medis, perawatan atas usulan kepala bidang terkait.

e. Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan

1. Menetapkan dan mengkoordinasi dan mengendalikan kebutuhan

penunjang medis.

2. Menetapkan dan menyelenggarakan penyediaan dan pasilitas pelayanan penunjang medis.

3. Menetapkan dan menyelenggarakan pendidikan, latihan dan penelitian terhadap para medis.


(57)

f. Kepala Penunjang Medis

1. Melakukan penyusunan kebutuhan tenaga para medis, non medis, obat-obatan dan bahan untuk kebutuhan fasilitas pelayanan penunjang medis. 2. Melakukan penyediaan fasilitas pelayanan penunjang medis.

3. Melakukan pengawasan dan pengendalian pasien.

g. Kepala Bidang pendidikan dan Penelitian

1. Melakukan penyelenggaraan program pendidikan dan penelitian medis dan non medis.

2. Memberikan bimbingan, asuhan, informasi kepada tenaga medis dan non medis.

3. Memberikan bimbingan sekaligus mendampingi serta membantu bagi siswa yang akan melakukan penelitian.

h. Wakil Direktur Umum dan Keuangan ( Controller )

1. Menggerakkan, mengkoordinasi, mengevaluasi proses pengolahan tugas diri bimbingan umum, penyusunan anggaran dan pembendaharaan, akuntansi perencanaan dan rekaman medik dan kerohanian.

2. Melaksanakan fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian dan penganggaran.

3. Mengusulkan pengangkatan promosi, demosi dan pemberhentian

karyawan lingkungan administrasi umum dan keuangan.

4. Menetapkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan kegiatan penujang medis, pelayanan rawat inap dan penunjang umum.


(58)

i. Kepala Bagian Umum

1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijaksanaan yang telah dibuat oleh pimpinan yang berkaitan dengan ketatausahaan, kepegawaian serta hal umum lainnya.

2. Melaksanakan kebijakan organisasi.

3. Melaksanakan kebijakan berbagai prosedur, metode dan sistem

perkantoran serta melakukan standar pekerjaan kantor.

4. Menerima laporan pemasukan dan pendistribusian alat-alat perlengkapan medis setiap hari.

5. Menerima laporan setiap akhir bulan dari sub bagian tata usaha berkaitan dengan persediaan.

6. Membuat laporan perpindahan, pemberhentian, pengunduran diri dan penambahan pegawai atas persetujuan pimpinan.

j. Kepala Bagian Penyusunan Anggaran dan Perbendaharaan

1. Bertanggung jawab atas penyusunan rencana, mobilisasi dana, pemasaran dan pembelian rumah sakit.

2. Mengkoordinasikan dan melakukan pengawasan terhadap setiap sub bagian dibagian anggaran perbendaharaan.

3. Mengembangkan metode baru dalam melaksanakan pekerjaan untuk menciptakan suatu sistem kerja yang efisien dan efektif.


(59)

k. Kepala Bidang Administrasi

1. Memimpin pelaksanaan kegiatan akuntansi yang meliputi pengumpulan dan pengolahan data penyusunan laporan dengan sistem akuntansi yang ditetapkan.

2. Memberikan keabsahan setiap bukti pembukuan dan transaksi.

3. Membukukan setiap faktur yang masuk yang telah ditetapkan jatuh tempo kebukuan besar pendapatan uang.

4. Mencatat honor dokter kebukuan besar dokter.

l. Kepala Bidang Perencanaan dan Rekaman Medik

1. Melaksanakan pengawasan kerja terhadap setiap sub bagian rekaman medik dan perencanaan.

2. Membina hubungan yang harmonis dengan sub-sub yang ada dalam rumah sakit haji, agar setiap data informasi yang bersunber dari bagian dan untuk tersebut dapat disampaikan pada saat yang tepat dan lengkap.

3. Menciptakan dan mengkoordinasi sistem bekerja dari bagian medik dan laporan yang efektif dan efisien.

4. Bertanggung jawab dalam penyampaian laporan hasil analisa yang ada dibagian rekaman medik dan laporan.

5. Bertanggung jawab dalam menyampaikan laporan hasil analisa mengenai kegiatan rumah sakit kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

6. Menyusun anggaran bagian rekaman medik dan laporan untuk


(60)

m. Kepala Bagian Keuangan

1. Bertanggung jawab terhadap kelancaran keuangan rumah sakit yang menyangkut kewajiban dan tagihan-tagihan.

2. Menerima laporan posisi keuangan harian pertanggung jawaban saldo kas dan bank.

3. Membuat laporan posisi keuangan, tagihan-tagihan maupun utang-utang yang jatuh tempo.

4. Memiliki kebenaran tentang daftar gaji, uang lembur, honor dokter dan lainnya yang akan dibayarkan oleh bagian keuangan.

5. Bertanggung jawab terhadap perhitungan dan pembayaran pajak Rumah Sakit, karyawan maupun dokter.

6. Menyusun anggaran bagian keuangan untuk disampaikan kepada


(61)

3.Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Cara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara perhitungan Pajak Penghasilan pada umumnya. Namun, dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan tertentu wajib pajak dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan, biaya pensiun, dan iuran pensiun. Selain itu, tarif yang diterapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai denga pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan atau tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya.

Bagi perusahaan ( swasta maupun negeri ) yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, pemerintah mewajibkan untuk mengikutsertakan pagawai atau karyawannnya pada program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek ). Program ini menyediakan kepada pegawai atau buruh perusahaan yang menjadi anggota jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Secara nasional, program ini dikelola oleh PT. Jamsostek, suatu perusahaan yang didirikan oleh pemerintah untuk menangani program tersebut.Untuk menjadi peserta program Jamsostek, perusahaan harus membayar iuran bulanan yang jumlahnya tergantung pada jenis program dan jenis usaha. Iuran tersebut ada yang harus ditanggung oleh perusahaan dan ada juga yang harus ditanggung pegawai. Iuran yang ditanggung pegawai akan dipotong dari gaji / upah. Secara garis besar, perhitungan pemotongan PPh pasal 21 dan pelaporannya mengacu kepada formulir SPT Tahunan PPh Pasal 21 formulir 1721-A1, dengan format ( dalam rupiah ) sebagai berikut :


(62)

Gaji/Pensiun/THT

Penghasilan Bruto:

Tunjangan PPh

Tunjangan lainnya, uang lembur, dsb Honorarium dan imbalan lain sejenisnya Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21

Jumlah ( 1 s/d 6 )

Tantiem, bonus gratifikasi, jasa produksi, dan THR Jumlah Penghasilan Bruto ( 7 + 8 )

Biaya Jabatan/biaya pensiun atas penghasilan pada angka 9

Pengurangan:

Iuran pensiun atau Iuran THT/JHT Jumlah pengurangan ( 10 + 11 )

Penghitungan PPh Pasal 21 :

Jumlah Penghasilan Neto (9-13) Penghasilan Neto masa sebelumnya

Jumlah Penghasilan Neto untuk PPh Pasal 21 (setahun/disetahunkan) Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak setahun/disetahunkan

PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak setahun/disetahunkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya

PPh Pasal 21 yang terutang

PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah

PPh Pasal 21 Yang Harus Dipotong yang harus dipotong

PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang yang telah dipotong dan dilunasi Yang kurang dipotong

Jumlah PPh Pasal 21

Yang lebih dipotong

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22 20


(63)

4.Pelaksanaan Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 21 a. Pelaksanaan Pemungutan PPh Pasal 21

Sistem perpajakan yang digunakan untuk pemotongan pemungutan PPh pasal 21 menggunakan withholding system. Withholding adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang seorang berada pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh wajib pajak itu sendiri.

Pihak yang melakukan pemotongan pemungutan PPh Pasal 21 adalah pihak Rumah Sakit Umum Haji Medan, selaku pemberi kerja. Dimana besarnya potongan tergantung pada berapa besarnya penghasilan yang diterima setiap pegawai.

b. Pelaksanaan Penyetoran PPh Pasal 21

Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun, baik bagi wajib pajak yang menggunakan tahun takwim ataupun tahun buku, tergantung tahun apa yang dipilih oleh wajib pajak. Namun demikian, untuk memberikan keringanan dan kemudahaan pembayaran pajak atas penghasilan, serta prinsip pengenalan pajak pada saat adanya penghasilan, maka besarnya penghasilan yang akan terjadi pada akhir tahun tersebut dapat diperkirakan sejak awal tahun, dan besarnya PPh yang akan terutang pada akhir tahun tersebut pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan atau pada setiap transaksi, dengan cara dipungut, dipotong pihak lain, atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pada akhir tahun besarnya PPh yang masih kurang dibayar harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum Surat pemberitahuan (SPT) tahunan dilaporkan.


(64)

Sarana yang digunakan wajib pajak dalam membayar atau melunasi PPh adalah menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) pada Bank Persepsi, Kantor Pos. SSP dimaksudkan sebagai surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara. SSP ini selanjutnya berfungsi sebagai alat bukti dan laporan pembayaran pajak.

Pembayaran pajak telah ditentukan batas waktunya. Apabila batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak jatuh pada hari libur maka batas waktu tersebut diundur pada hari berikutnya yang bukan merupakan hari libur. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak jatuh tempo. Batas waktu Pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah masa pajaknya berakhir.

Rumah Sakit Umum Haji Medan yang merupakan wajib pajak, melakukan pembayaran atau penyetoran PPh pasal 21 dengan menggunakan SSP pada Bank Negara Indonesia Cabang Pembantu Medan Aksara. Penyetoran dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.

B. Analisis Hasil Penelitian

Sistem sangat diperlukan dalam kelancaran suatu kinerja,dimana sistem yang baik akan dapat menghasilkan kinerja yang baik pula. Selain itu sistem yang diterapkan diharapkan berguna dalam menilai suatu kinerja dan memiliki kemampuan untuk memberikan masukan yang lebih baik lagi terhadap sistem


(65)

yang diterapkan tersebut. Begitu juga halnya dengan sistem pemungutan pajak yang didukung oleh sistem akuntansi penggajian yang diharapkan berjalan dengan baik dalam operasional perusahaan dan dapat membantu pencapaian tujuan perusahaan dengan optimal.

Diharapkan dengan sistem akuntansi penggajian dan pengupahan melalui daftar gaji dan upah mampu memberikan informasi yang optimal bagi perusahaan mengenai besarnya jumlah bersih yang harus dibayarkan kepada pegawai dan mengenai besarnya jumlah potongan pegawai yang harus terutang oleh perusahaan. Semua informasi tersebut dapat tersaji pada daftar gaji dan upah melalui metode-metode tersendiri yang digunakan oleh perusahaan dengan sistem dan proses akuntansi penggajian.

Melalui sarana Perpajakan yaitu SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat secara jelas memberikan informasi bagaimana kinerja sistem pemungutan PPh pasal 21 yang berlangsung dalam perusahaan. Munculnya ketetapan kurang bayar, nihil dan lebih bayar dapat memberikan informasi kepada perusahaan sejauh mana metode-metode yang diterapkan dalam penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21.

Jika hasil akhir metode tersebut menunjukan bahwa perusahaan ditetapkan kurang bayar yang dikeluarkan SKPKB oleh aparat Perpajakan maka ketetapan waktu untuk melunasi tunggakan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum jatuh tempo dimana masih merupakan bagian lebih lanjut dari sistem pemungutan pajak yang digunakan perusahaan dan dituntut kebijaksanaan bagaimana perusahaan untuk segera mengalokasikan kekurangan tersebut kepada


(1)

Abdul Ajid : Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Penghasilan pegawai yang bersifat tidak teratur meliputi uang cuti, Tunjangan Hari Raya, Penghargaan, insentif atau bonus.

b. Penghasilan Gaji Bersih Pegawai

Penghasilan bersih pegawai merupakan jumlah total yang diterima pegawai dari penjumlahan gaji pokok ditambah tunjangan dan bantuan sosial dikurangi potongan dan PPh Pasal 21.

3.Mekanisme Perhitungan PPh Pasal 21

Mekanisme perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada Rumah Sakit Umum Haji Medan adalah sebagai berikut:

a. Perhitungan Pajak Penghasilan yang dipotong dari para karyawan diperoleh dengan menggunakan daftar gaji karyawan perusahaan yang berisi rincian masing-masing karyawan meliputi gaji pokok, tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan, iuran yang dipungut dari karyawan. b. Perusahaan mengelompokkan para karyawannya berdasarkan statusnya

yaitu sudah kawin atau belum atau tidak kawin dan juga sudah punya anak atau tanggungan atau belum punya anak untuk membantu proses penetapan Pajak Penghasilan.

c. Pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan setiap bulan dengan memotong penghasilan para karyawan.

d. Perusahaan menetapkan bahwa perusahaan menggunakan pembayaran pajak dengan cara bulanan atau menggunakan SPT Masa.


(2)

e. Perusahaan dalam menentukan pajak penghasilan menggunakan pembukuan dan hal ini ditandai dengan penggunaan laporan keuangan perusahaan dan daftar gaji para karyawan perusahaan.

4.Kesesuaian dan Kepatuhan Pembayaran PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak penghasilan yang berlaku dan khusus untuk bonus yang diperoleh oleh para karyawan. Rumah Sakit Umum Haji Medan Menerapkan persentase tarif pajak seperti pada Undang-Undang Perpajakan yang berlaku umum.

Walau pernah terjadi status kurang bayar atau muncul SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang dialami oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan, namun pada dasarnya perusahaan tidak bermaksud atau telah merencanakan upaya hasil akhir yang diperoleh adalah status kurang bayar yaitu antara tanggal waktu penyetoran akhir PPh Pasal 21.


(3)

Abdul Ajid : Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan, 2009.

USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian pada RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN, dan penulis dapat menganalisa dan mengevaluasi mengenai kebijaksanaan yang diterapkan dalam penetapan Pajak Penghasilan pasal 21 serta mengkaji aspek-aspek yang terkait langsung didalam mekanisme perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan upah yang diperoleh pegawai, maka diakhir penulisan ini penulis menarik kesimpulan bahwa.

1. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Haji Medan, dalam memenuhi perpajakkannya RSU Haji Medan belum memiliki Tax Planning untuk Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 yang mengakibatkan seringnya terjadi kurang bayar.

2. RSU Haji Medan telah melakukan pemenuhan kewajiban pajak PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dengan memotong, menyetor, dan melaporkan besarnya PPh Pasal 21.

B. Saran

Berdasarkan kelemahan-kelemahan didalam Mekanisme penetapan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang penulis kemukakan diatas, penulis mencoba memberikan saran yang mungkin akan berguna bagi perusahaan dalam pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 di perusahaan, antara lain:


(4)

1. Pemerintah jangan terlalu sering mengganti Undang-undang Perpajakan karena akan merepotkan pihak-pihak yang berkaitan dengan perpajakan. 2. Usahakan keterbukaan atau transparansi dalam hal gaji para pegawai

sehingga akan mempermudah penetapan PPh pasal 21 dan adanya transparansi dengan para pegawai mengenai gaji mereka yang sesungguhnya.

3. Akibat adanya perubahan peraturan dalam Undang-undang Perpajakan yang didalamnya mengatur tentang besarnya PTKP, tarif pajak dan hal-hal lain pokok perpajakan lainnya maka perusahaan juga harus memberikan penjelasan bagi karyawan perusahaan tentang perubahaan tersebut dan biasanya dilakukan dengan tertulis maupun lisan dan ini dilakukan oleh bagian keuangan RSU Haji Medan, dan hal ini dilakukan dengan berulang kali dan akan diulangi bila karyawan tidak terlalu peduli dengan pajak, karena yang mereka utamakan adalah memperoleh gaji setiap bulan.

4. Penulis memberikan rekomendasi untuk mengupdate tax planning, karena pembayaran PPh pasal 21 pegawai juga ditanggung oleh perusahaan.


(5)

Abdul Ajid : Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Boediono,B, 2002, Perpajakan Indonesia, Penerbit Diadit Media, Jakarta.

Djuanda,Gustian dan Irwansyah Lubis, 2001. Pelaporan Pajak Penghasilan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton, 2004. Huku Pajak, PT Salemba Empat, Jakarta

Ilyas, Wirawan B. dan Rudy Suhartono, 2007. Pajak penghasilan :Panduan komprehensif dan Praktis, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Muljono, Djoko, 2007. Pengantar PPh dan PPh Pasal 21 Lengkap dengan Undang-Undang, CV Andi Offset, Yogyakarta.

Setiawan, Agus dan Basri Musri, 2006. Perpajakan Umum, Edisi Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemarso, 2007. Perpajakan : Pendekatan Komprehensif, PT Refika Aditama, Bandung.

Soemitro, Rochmat, 1993. Pajak penghasilan, Edisi Revisi, PT Eresco, Bandung. Suandy, Erly, 2002. Hukum Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi, Edisi Ke-5, CV Alfabeta, Bandung

Suliyanto, 2006. Metode Riset Bisnis, Edisi ke-12, CV Andi Offset, Yogyakarta. Tjahjono ,Achmad dan Triyono Wahyudi, 2003. Perpajakan Indonesia

Pendekatan Soal dan Kasus, Edisi Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Waluyo dan W.B. Ilyas , 2006. Perpajakan Indonesia, Edisi ke-6, PT. Salemba Empat, Jakarta

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Departemen Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk Teknik Penulisan Proposal Penelitian dan PenulisanSkripsi, Medan.


(6)

Undang-Undang Perpajakan Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan dan Penjelasannya.

Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan dan Penjelasannya.