Internal Control STP Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratamamedan Petisah

(1)

SKRIPSI

INTERNAL CONTROL STP TERHADAP PENERIMAAN PPH PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMAMEDAN PETISAH

Oleh :

FAUZIAH NOVI UTARI 110522134

PROGRAM STUDI AKUNTANSI EKSTENSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “INTERNAL CONTROL STP TERHADAP PENERIMAAN PPH PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/ atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/ atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 23 November 2013

Fauziah Novi Utari Nim. 110522134


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, dan kebijaksanaan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan judul: “Internal Control STP Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah” ini dengan baik guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Akuntansi.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan doa dari semua pihak baik secara moril maupun materil khususnya kepada kedua Orang Tua Tercinta penulis Ayahanda Jon Harry Fauzi dan Ibunda Lilik Harliani SE. Dengan segala kerendahan hati, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec,Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak selaku Sekretaris Departemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Abdillah Arif Nasution, SE., M.Si, Ak selaku pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi petunjuk, dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Arifin Hamzah, M.M., Ak selaku Dosen pembaca yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.


(4)

6. Buat saudara- saudara penulis, Dessy Iriani Putri, Muhammad Tri Kurniawan, Anggriani Mahdianiningsih, dan teristimewa untuk teman spesial penulis Ahmad Fauzul Lubis yang selalu memberi dukungan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis dalam hal pengetahuan dan pengulasan skripsi. Semoga Skripsi ini bermanfaat buat kita semua sebagai tambahan pengetahuan dan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam penyusunan skripsi berikutnya.

Medan, November 2013 Penulis,

Fauziah Novi Utari NIM .110522134


(5)

ABSTRAK

INTERNAL CONTROL STP TERHADAP PENERIMAAN PPH PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH

Pajak adalah Iuran wajib rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa/ pemerintah berdasarkan norma-norma hokum untuk menutup biaya produksi barang- barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan data primer dan data skunder, yaitu berupa data yang didapat dari sumber pertama dari instansi tersebut dan merupakan data pelengkap bagi data primer yang berupa bentuk tulisan dan diperoleh dari catatan dokumen dan data lainnya yang ada di instansi tersebut.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan berdasarkan dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Penghasilan (PPh) tersebut dan Internal Control yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.


(6)

ABSTRACT

INTERNAL CONTROL STP ON INCOME TAX ARTICLE 21 ON KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH

Tax is a compulsory contribution to the treasury of the people of the State under the Act , so it can be enforced with no direct remuneration received . taxes levied ruler / government based on legal norms to cover the cost of production of goods and services collectively to achieve common prosperity .

Methods of data collection in this study using primary data and secondary data , namely the data obtained from the first source of the agency and a complementary data for the primary data in the form of writing and documents obtained from the records and other data available in the institution .

Results of the study can be concluded based on the level of tax compliance in paying Income Tax (PPh ) and the Internal Control conducted by Pratama Tax Office field Petisah .


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Teoritis ... 6

2.1.1 Definisi STP ... 6

2.1.2 Fungsi Surat Tagihan Pajak ... 7

2.1.3 Penerbitan Surat Tagihan Pajak ... 7

2.1.4 SanksiAdministrasi ... 8

2.2 Definisi PPh Pasal 21 ... 9

2.2.1 Pemotongan PPh Pasal 21 ... ... .10

2.2.2 Subjek Pajak PPh Pasal 21... ... 11

2.2.3 Pengecualian Subjek PPh Pasal 21... ... 12

2.2.4 Objek Pajak PPh Pasal 21... ... 13

2.2.5 Pengecualian Objek PPh Pasal 21... ... 15

2.3 Penghitungan PPh Pasal 21 dan STP ... 16

2.4 Pengendalian Intern ... 19

2.4.1 Lingkungan Pengendalian ... ... .23

2.4.2 Penaksiran Resiko... ... 24

2.4.3 Informasi dan Komunikasi Akuntansi... ... 25

2.4.4 Aktivitas Pengendalian... ... 25

2.4.5 Pemantauan... ... 26

2.5 Pengendalian Inten Terhadap STP PPh Pasal 21 ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.1.1 Data Primer………. 29


(8)

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3.1 Penelitian Kepustakaan ... .30

3.3.2 Penelitian Lapangan... ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 30

3.4.1 Teknik Observasi ... .31

3.4.2 Teknik Wawancara... ... 31

3.5 Teknik Analisa Data Penelitian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

4.1Hasil ... 32

4.1.1 Sejarah Umum Instansi ... 32

4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Medan Petisah ... 35

4.1.2.1 Visi KPP Pratama Medan Petisah ... 36

4.1.2.2 Misi KPP Pratama Medan Petisah ... 36

4.1.3 Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah ... 36

4.1.4 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 38

4.1.5 Uraian Tugas dan Fungsi di KPP Pratama Petisah .... 39

4.1.6 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Petisah ... 44

4.2 Pembahasan ... 45

4.2.1 Penerbitan STP PPh Pasal 21 ... 45

4.2.2 Pengendalian Intern STP PPH Pasal 21 ... 48

4.2.3 Penyelesaian Contoh Kasus... ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran... 63


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 KPP Pratama Lingkungan Kantor Wilayah DJP SUMUT I... .. 32

4.2 Jumlah WP di KPP Pratama Medan Petisah ... 34

4.3 Jumlah Tagihan dan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 2010-2012 ... 56


(10)

ABSTRAK

INTERNAL CONTROL STP TERHADAP PENERIMAAN PPH PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH

Pajak adalah Iuran wajib rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa/ pemerintah berdasarkan norma-norma hokum untuk menutup biaya produksi barang- barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan data primer dan data skunder, yaitu berupa data yang didapat dari sumber pertama dari instansi tersebut dan merupakan data pelengkap bagi data primer yang berupa bentuk tulisan dan diperoleh dari catatan dokumen dan data lainnya yang ada di instansi tersebut.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan berdasarkan dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Penghasilan (PPh) tersebut dan Internal Control yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.


(11)

ABSTRACT

INTERNAL CONTROL STP ON INCOME TAX ARTICLE 21 ON KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH

Tax is a compulsory contribution to the treasury of the people of the State under the Act , so it can be enforced with no direct remuneration received . taxes levied ruler / government based on legal norms to cover the cost of production of goods and services collectively to achieve common prosperity .

Methods of data collection in this study using primary data and secondary data , namely the data obtained from the first source of the agency and a complementary data for the primary data in the form of writing and documents obtained from the records and other data available in the institution .

Results of the study can be concluded based on the level of tax compliance in paying Income Tax (PPh ) and the Internal Control conducted by Pratama Tax Office field Petisah .


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan yang adil dan merata di segala bidang memerlukan sumber penerimaan yang menunjang peningkatan sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan untuk membiayai pembangunan. Untuk mencapai target yang telah disusun, peningkatan kesadaran masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan perpajakan. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.

Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu mengalami jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih di imbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat.

Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan khususnya Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) maupun badan, menyebabkan banyak kesulitan dalam hal pelaksanaan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, selain itu juga kelalaian Wajib Pajak dalam hal pelaksanaan pembayaran pajak, selain itu juga kelalaian Wajib Pajak dalam hal pembayaran


(13)

pajak sangat mengkhawatirkan di dalam hal penerimaan kas negara. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Penetapan dan ketetapan pajak ini merupakan dasar penagihan pajak.

Penetapan dan ketetapan pajak diterbitkan dalam bentuk : 1. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

2. Surat Tagihan Pajak (STP)

Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidak benaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fisik yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Dari data- data yang ada, bahwa jumlah penerimaan dari tahun 2008 ke 2009 mengalami penurunan sedangkan jumlah Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan meningkat dan pada tahun 2010 jumlah penerimaan pajak mengalami peningkatan dengan meningkatnya jumlah STP yang diterbitkan. Maka untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak dibutuhkan adanya Internal Control terhadap Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan.

Demi tercapainya suatu sistem perpajakan yang efektif, dalam peningkatan penerimaan negara, khususnya penerimaan dalam bidang pajak penghasilan, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak menekankan bahwa membayar pajak memang merupakan kewajiban yang bertujuan untuk menanamkan kepada masyarakat/ perorangan bahwa pajak bukan merupakan beban tapi kewajiban dan


(14)

dana yang dikumpulkan bukan untuk orang lain melainkan untuk masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan ini penulis tertarik untuk mengetahui seberapa baik dan efektif Internal Control Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 21 terhadap penerimaan pajak penghasilan setelah dikeluarkannya Surat Tagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah dan mengangkatnya menjadi sebuah karya ilmiah yan berjudul: “Internal Control STP Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses penelitian, guna membatasi ruang lingkup karya ilmiah yang akan dibuat sehingga materi yang akan dibahas tidak akan menyimpang dari pokok penelitian serta untuk memudahkan dalam mencapai jawaban dari masalah yang akan dibahas dan diteliti dengan seksama.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah internal control STP terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah tahun 2010-2012 telah berjalan dengan baik dan efektif serta apakah yang menjadi penyebab diterbitkannya Surat Tagihan Pajak”.


(15)

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis membuat penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan diterbitkannya STP

2. Untuk mengetahui pengaruh pengendalian intern STP Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 terhadap penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, adalah untuk memberi wawasan berkaitan dengan internal control STP terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai fakta dari lapangan dengan teori yang telah dipelajari.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

Agar dapat berguna bagi masyarakat luas yang ingin mengetahui tentang pelayan pajak, khususnya dalam hal penagihan pajak setelah dikeluarkannya STP.

3. Bagi Universitas

1. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan terhadap pelaksanaan pekerjaan di Kantor Pelayanan Pajak.


(16)

2. Sebagai bahan referensi dan tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang internal control STP PPh Pasal 21 terhadap penerimaan pajak penghasilan.

3. Sebagai media untuk melatih para mahasiswa di dalam mengungkapkan hasil pemikirannya secara sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

4. Bagi Peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi untuk lebih mengembangkan penelitian mengenai perpajakan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Definisi STP

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

Di dalam melakukan penagihan pajak, Surat Tagihan Pajak merupakan dasar dari penagihan pajak. Sesuai dengan Pasal 18 (1) UU No. 6/1983 yang berisi “STP, SKP, dan SKPT merupakan dasar penagihan pajak”.

Surat Tagihan Pajak (STP) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak yang lain sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur dalam Undang- undang Nomor 19 Tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun 1997.

Oleh karena STP merupakan dasar dari penagihan pajak, maka pengertian pajak dapat dilihat sebagai berikut:

Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tidak ada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut untuk menutupi biaya produksi barang- barang dan jasa- jasa yang kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.


(18)

“Serangkaian tindakan agar penanggungan pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperigatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyandraan, menjual barang- barang yang telah disita”.

Dengan melihat definisi penagihan pajak di atas dapat dikatakan bahwa penagihan pajak merupakan suatu cara yang dilakukan oleh aparatur Direktorat Jendral Pajak guna menagih pajak berdasarkan atas STP/SKP/SKPT berhubungan karena Wajib Pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya sebagian dan keseluruhan.

2.1.2 Fungsi Surat Tagihan Pajak Fungsi Surat Tagihan Pajak :

1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak Wajib Pajak;

2. Sebagai sarana menegakan sanksi administrasi beerupa bunga dan atau denda;

3. Sebagai alat untuk menagih pajak.

2.1.3 Penerbitan Surat Tagihan Pajak

Direktorat Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: 1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar;


(19)

2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau

bunga;

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tetap

membuat faktur pajak;

6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

2.1.4 Sanksi Administrasi

Jumlah penagihan yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Sebesar jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak (yaitu PPh yang tidak atau kurang bayar dalam tahun berjalan maupun kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung dari hasil penelitian Surat Tagihan Pajak) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat


(20)

terhutangnya pajak atau bagian tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

2. Sebesar sanksi administrasi berupa denda yaitu 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Sanksi ini dikenakan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menerima Surat Tagihan Pajak dengan alasan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak pada nomor 4, 5, dan 6.

2.2 Definisi PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak yang ditujukan pada subjek pajak atas pengasilan atau pendapatan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri selama dalam tahun pajak yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun takwim atau tahun kalender (1 Januari s/d 31 Desember). Dimana subjek pajak wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Hal ini diperjelas dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan bahwa :

“ Berdasarkan angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri untuk setiap bulan satu kali adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak lalu dikurangi dengan:


(21)

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana maksud Pasal 22;

2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negri yang boleh dikreditkan sebagaimana dalam pasal 24 di bagian 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak”. (Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, 2000 : 389)

2.2.1 Pemotongan PPh Pasal 21

Yang dimaksud Pemotongan PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000 untuk memotong PPh Pasal 21, termasuk Pemotongan PPh Pasal 21 adalah pemberi Kerja yang terdiri dari :

1. Orang Pribadi

2. Badan (termasuk BUT) 3. Penyelenggara kegiatan

4. Bendaharawan pemerintah termasuk Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instasi atau lembaga pemerintah, lembaga- lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.


(22)

5. Dana Pensiun, TASPEN, PT, ASTEK, Penyelenggara, JAMSOSTEK.

2.2.2 Subjek Pajak PPh Pasal 21

Menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2000 yang berbunyi :

1. Yang menjadi subjek pajak, adalah

1. Orang Pajak

2. Warisan yang belum terbagi

3. Badan yang terdiri dari PT. BUMN, atau dengan nama dan dalam bentuk apapun;

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

5. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri;

2. Subjek Pajak dalam negeri, yaitu :

1. Objek Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat kedudukan di Indonesia;

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;

3. Warisan yang terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.


(23)

3. Subjek Pajak luar negeri, yaitu :

1. Objek pajak yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;

2. Objek pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, 2000 : 370)

2.2.3 Pengecualian Subjek Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan adalah:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima


(24)

atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.2.4 Objek Pajak PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, disebut sebagai Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiunan bulanan, upah, honororium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa

jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;


(25)

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan, Uang tunjangan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenisnya;

4. Honoarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan jasa kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari :

5. Tenaga Ahli, Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film. Foto model, pragawan/ pragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya, Olahragawan, Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, Pengarang, penelitian, dan penerjemah, pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekenomi, dan sosial, Agen iklan;

6. Pegawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi ajasa kepada suatu kepanitian, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan, pembawa pesanan atau yang menemukan langganan, peserta perlombaan, petugas penjaja barang dagangan; 7. Petugas dinas luar asuransi peserta pendidikan, pelatihan, dan

pemagangan, Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya,


(26)

8. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan- tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun yang diterima oleh pensiuanan termasuk janda atau duda dan atau anak- anaknya.

9. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit)

10.Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.

2.2.5 Pengecualian Objek Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penghasilan

yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan


(27)

oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan norma perhitungan khusus (deemed profit);

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Mentri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah;

5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja; 6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

2.3 Penghitungan PPh Pasal 21 dan STP

Contoh 1 : Penghitungan PPh Pasal 21 (Pegawai Tetap)

Tn. A status menikah dan mempunyai satu orang anak bekerja pada PT. Bakti Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp 7.000.000,- PT. Bakti Jaya masuk program Jamsostek, premi asuransi, kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan masing- masing Rp 30.000,- dan Rp 10.000,- sedangkan yang ditanggung oleh Tn. A setiap bulan masing- masing Rp 20.000,- dan Rp 5.000,-. Di samping itu, pemberi kerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan dan pensiun yang


(28)

pendiriannya telah disahkan oleh disahkan oleh Mentri Keuangan dan iuran THT masing- masing sebesar Rp 35.000,- dan Rp 15.000,- sedangkan yang ditanggung Tn. A masing- masing sebesar Rp 25.000,- dan Rp 10.000,-. Hitunglah PPh Pasal 21 terhutang tahun 2010!

Penyelesaian contoh 1:

Gaji sebulan Rp 7.000.000,-

Premi asuransi kecelakaan kerja Rp 30.000,- Premi asuransi kematian Rp 10.000,- Penghasilan bruto satu bulan Rp 7.040.000,- Penghasilan bruto satu tahun (12 x Rp 7.040.000) Rp 84.480.000,- - PENGURANGAN :

Biaya jabatan (5% x Rp 7.040.000,-) Rp 352.000,- Iuran pensiun (12 x Rp 25.000,-) Rp 300.000,- Iuran JHT (12 x Rp 10.000,-) Rp 120.000,-

Rp 772.000,-

Penghasilan netto Rp 83.708.000,-

Penghasilan tidak kena pajak :

- Untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,- - Tambahan Wajib Pajak Kawin Rp 1.320.000,- - Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,-

Jumlah Penghasilan tidak kena pajak Rp 18.480.000,-


(29)

PPh Pasal 21 setahun :

Rp 50.000.000,- x 5% Rp 2.500.000,- Rp 15.228.000,- x 15% Rp 2.284.200,-

Rp 4.784.200,-

Hasil pajak terhutang yang harus dibayar di tahun 2010 adalah sebesar Rp 4.784.200,-

Contoh 2 : Perhitungan STP (Sanksi Administrasi)

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2011 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan Kurang Bayar sebesar Rp 800.000,-. Hitunglah jumlah pajak yang harus dibayar !

Penyelesaian contoh 2:

Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 30 Juni 2011 dengan perhitungan sebagai berikut :

Pajak terutang Rp 4.784.200,-

Berdasarkan hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan bayar Pajak Penghasilan sebesar : Rp 800.000,-

Bunga = 3 bulan x 2% x Rp 800.000,- Rp 48.000,- Jumlah yang harus dibayar Rp 848.000,-

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh fiskus terhadap Surat Pemberitahuan Wajib Pajak maka pajak terhutang Wajib Pajak terdapat kekurangan bayar sebesar Rp 800.000,- dan pajak yang harus dibayar oleh


(30)

Wajib Pajak adalah sebesar keterlambatan penyetoran dikalikan denda bunga sebesar 2% ditambah atas pajak kurang bayarnya sehingga menjadi

Rp 848.000,-.

2.4 Pengendalian Intern

Pengendalian Intern atau yang sering disebut juga pengawasan intern terdiri dari dua kata yaitu pengendalian dan intern. Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua yang terjadi sudah sesuai dengan rencana yang di tetapkan, pemerintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Dalam hal ini tindakan pengawasan dijalankan agar setiap kegiatan berjalan sesuai dengan rencana untuk mencapai hasil atau sasaran yang ditetapkan.

Pengawasan dapat dilakukan sebelum atau sesudah suatu kegiatan yang belum dilaksanakan, sedang dilaksanakan atau sudah selesai. Pengawasan mengisyaratkan umpan maju (feedforward), yaitu bahwa tujuan, rencana, kebijaksanaandan standar telah ditetapkan dan di komunikasikan kepada para manajer yang bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan. Dengan demikian, pengawasan yang efektif tergantung kepada perencanaan awal.

Pengawasan juga didasarkan atas konsep umpan balik (feedback)yang menilai pelaksanaan dan mengusulkan tindakan koreksi untuk menjamin pencapaian tujuan.


(31)

Dalam hal tertentu, pengawasan juga mengakibatkan perubahan dalam rencana dan tujuan awal, atau dalam pembentukan rencana baru.

Pengawasan atau pengendalian intern memiliki definisi sendiri pula.

“Ikatan Akuntansi Indonesia (2001 : 319.2) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh Dewan Komisaris, manajemen dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian (1) keandalan pelaporan keuangan (2) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

Dari definisi pengendalian intern diatas terdapat beberapa konsep dasar sebagai berikut ini :

1. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan suatu tindakan yang bersifat persuasif dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas.

2. Pengendalian intern dijadikan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedomana kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan


(32)

komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.

4. Pengendalian intern ditunjukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

Pengendalian intern merupakan usaha atau tindakan-tindakan yang tepat dan jujur yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Pelaksanaannya melibatkan seluruh anggota organisasi, bukan dibebankan pada bagian tertentu saja, sehingga memberikan keyakinan memadai atas seluruh aktivitas organisasi.

Pengendalian intern suatu organisasi dianggap sebagai Kantor Pelayanan Pajak terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan dapat dicapai yaitu meningkatkan pendapatan negara.

Pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia. Tujuan pengendalian intern menurut Mulyadi (2002 : 1880), yaitu :

1. Keandalan pelaporan keuangan

2. Mendorong efisiensi dan efektifitas operasional 3. Ketaatan kepada hukum dan peraturan


(33)

Berikut penjelasan dari pengertian diatas : 1. Keandalan pelaporan keuangan

Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan Laporan Keuangan bagi investor, kredit dan pengguna lainnya, manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesionalisme untuk menjamin bahwa informasitelah disiapkan sesuai dengan Standar Pelaporan yang ada. Misalnya, Prinsip Akuntansi yang berlaku umum.

2. Mendorong efisiensi dan efektivitas operasional

Pengendalian dalam sebuah organisasi adalah alat untuk mencegah kegiatan dan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif.

3. Ketaatan kepada hukum dan peraturan

Banyak sekali hukum dan peraturan yang harus diikuti oleh pengusaha diantaranya berkaitan tidak langsung dengan Akuntansi.

Misalnya: undang- undang lingkungan hidup dan undang- undang perburuhan. Peraturan yang lain sangat erat kaitannya dengan akuntansi.

Contoh : Undang- undang Perpajakan dan Undang- undang Perseroan.

Selain tujuan diatas pengendalian juga harus mempunyai unsur- unsur yang dapat meningkatkan kemungkinan dipercayanya data pemeriksaan, serta tindakan pengamanan setiap dokumen pembayaran pada Kantor Pelayanan Pajak.


(34)

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Pernyataan Auditing Nomor 69 pada buku “Standar Profesional Akuntan Publik” (2002 : 319,4) menyatakan macam unsur serta penjelasan tentang unsur tersebut adalah :

2.4.1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat/ memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Faktor- faktor yang mempengaruhi tadi termasuk :

1. Integritas dan nilai- nilai etika,

Adalah produk standar dari standar etika dan prilaku, bagaimana standar tersebut dikomunikasikan dan dijalankan di dalam suatu perusahaan/ organisasi;

2. Komitmen terhadap kompetensi

Meliputi pertimbangan manajemen terhadap tingkat kompetensi dari pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkatan tersebut berubah menjadi keterampilan dan pengetahuan;

3. Partisipasi Dewan Komisaris atau Komite Audit

Dewan komisaris yang efektif adalah yang independen dari manajemen dan anggota- anggotanya aktif menilai aktivitas manajemen. Agar efektif komite audit memelihara komunikasi baik dengan auditor atau audit intern;


(35)

4. Filosofi dan gaya operasi manajemen

Manajemen melalui aktivitasnya, memberikan tanda yang jelas kepada pegawai tentang pentingnya pengendalian;

5. Struktur organisasi

Perusahaan/ organisasi membatasi garis tanggung jawab dan wewenang yang ada, serta menghubungkan garis arus komunikasi; 6. Penetapan wewenang dan tanggung jawab

Mencakup pentingnya pengendalian, organisasi formal, rencana operasi, deskripsi tugas pegawai, dokumen kebijakan perbedaan kepentingan dan kode etik prilaku formal;

7. Kebijakan dan prosedur kepegawaian

Pegawai yang kompeten dan dapat dipercaya penting dalam menyediakan pengendalian yang efektif.

2.4.2 Penaksiran Resiko

Penaksiran resiko terdiri dari metode catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasikan, menghimpun, menganalisis, mengelompokan, mencantumkan, dan melaporkan transaksi satuan usaha untuk menyelenggarakan pertanggungjawabkan aktiva dan kewajiban yang bersangkutan dengan transaksi tersebut. Sistem Akuntansi yang efektif mempertimbangkan pembuatan metode dan catatan yang akan :


(36)

1. Mengindentifikasikan ancaman resiko 2. Estimasi resiko

3. Estimasi keuangan

4. Estimasi manfaat dan pengorbanan

2.4.3 Informasi dan komunikasi akuntansi

1. Sistem yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan

2. Informasi yang dihasilkan dapat membantu manajemen dalam membuat keputusan

3. Adanya penerimaan tentang peran dan tanggung jawab mengenai Pengendalian Intern.

2.4.4 Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap Lingkungan Pengendalian dan penaksiran resiko yang diciptakan oleh manajemen untuk memberikan keyakian memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai. Aktivitas pengendalian dapat dikelompokan kedalam prosedur yang bersangkutan dengan:

1. Otoritas yang tepat terhadap aktivitas dan transaksi; 2. Pemisahan fungsi;

3. Perencanaan dan penggunaan dokumen yang memadai; 4. Perlindungan terhadap akses dan pengguna aktiva;


(37)

5. Pengecekan independen terhadap kinerja.

2.4.5 Pemantauan

1. Supervisi yang efektif

2. Pelaporan pertanggungjawaban

3. Internal auditing

2.5 Pengendalian Intern Terhadap STP PPh Pasal 21

Pengendalian intern sangat berpengaruh pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, dimana dalam pelaksanaannya akan berdampak secara langsung pada pemeriksaan untuk mencari adanya resiko salah saji dalam pengujian dengan mempertimbangkan faktor- faktor yang berkaitan dengan resiko tersebut.

Dalam Standar Profesioanal Akuntan Publik (Ikatan Akuntansi Indonesia) (2001 : 801,6), dinyatakan sebagai berikut :

“dalam suatu entitas penerimaaan mencakup pengetahuan tentang pengendaliana intern yang relevan dengan Laporan Keuangan yang dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- undangan yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan, jumlah yang tercantum dalam Laporan Keuangan dan tentang apakah Pengendalian Intern tersebut telah dioperasikan untuk mengidentifikasi tipe potensi salah saji potensi, untuk mempertimbangkan faktor- faktor yang berdampak terhadap resiko salah saji material dan untuk mendisain pengujian subtrantif”.


(38)

Pengendalian Intern Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak diatur dalam Standar Audit Pemerintah Paragraf 4.30, 4.31 dari Badan Pemeriksa Keuangan (2000 : 26-27), yaitu :

“4.30 Standar Umum Keempat :

Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan pada Standar Audit Pemerintah, harus meiliki Pengendalian Intern. Pengendalian Intern tersebut harus di-review oleh pihak lain yang kompeten. 4.31 Pengendalian Intern disusun oleh organisasi atau lembaga audit harus dapat memberikan keyakinan yang memadai, bahwa organisasi itu lembaga tersebut: (1) Telah menerapkan dan memenuhi Standar Akuntansi yang berlaku, (2) Telah menetapkan dan memenuhi kebijakan dan prosedur audir yang memadai sifat dan Lingkungan Pengendalian Intern atau Lembaga audit tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan kepada staf dan organisasi atau lembaga dari segi biayay dan manfaat yang semestinya. Dengan demikian Pengendalian Intern yang disusun oleh organisasi atau yang disusun oleh organisasi atau lembaga audit secara individual bervariasi begitu pula mengenai dokumentasinya”.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dititik beratkan pada bagaimana kantor pajak meneliti dan memeriksa penerimaan pajak pegawai- pegawai perusahaan, tetapi adakalanya Wajib Pajak PPh Pasal 21 terlambat atau sama sekali tidak memenuhi kewajiban tersebut. Maka dengan demikian Direktorat Jendral Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak yang berwewenang akan mengenakan sanksi yang sebelumnya akan diterbitkan STP PPh Pasal 21.


(39)

Pemeriksaan pajak dalam menunjang Pengendalian Intern dapat diketahui dari penjelasan Hardi (2003 : 87-88) yang menyatakan :

“Bahwa Peranan Pemeriksaan Pajak dapat dikatakan cukup dominan dalam mendongkrak penerimaan negara yang berasal dari pajak. Itulah sebabnya siapapun orangnya jika ia berada pada porsi sebagai otoritas Pajak yang dibebani tugas berat untuk mengurangkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak maka secara logis ia akan memakai pemeriksaan pajak sebagai salah satu alat kendali dalam menunjang pengendalian intern untuk menjelaskan tugas mengamankan penerimaan negara”.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa untuk menciptakan suatu Pengendalian Intern dalam Kantor Pelayan Pajak harus terdapat koordinasi dari struktur organisasi. Pengendalian Intern yang baik dapat membantu manajemen di dalam mengawasi jalannya kegiatan Kantor Pelayanan Pajak dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan, serta memberikan kepastian agar transaksi- transaksi yang dilakukan dalam Kantor Pelayanan Pajak dapat berjalan dengan baik dan lancar.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian data yang digunakan bersifat kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari data primer dan data skunder.

3.1.1 Data Primer mencakup :

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau instansi yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut.

Contoh : hasil wawancara, hasil data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

3.1.2 Data sekunder mencakup :

Data sekunder merupakan data pelengkap bagi data primer yang telah diolah lebih lanjut kedalam bentuk tulisan, dan diperoleh dari catatan dokumen dan data- data lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Contoh : data jumlah tagihan pajak dan jumlah penerimaan 5 tahun terakhir, data penghitungan PPh Pasal 21 dan STP.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut kuncoro(2003:103) “Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian, sedangkan sampel


(41)

merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi bila jumlah populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari populasi, karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut (Ety Rochaety,dkk, 2007:35). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data. Dan adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.3.1 Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data- data teoritis melalui buku- buku litelature, termasuk bahan- bahan perkuliahan yang pernah penulis peroleh.

3.3.2 Penelitian Lapangan (Field Research)

Dalam hal ini peneliti melakukan riset (pengambilan data) dan langsung melakukan wawancara dan tanya- jawab dengan personil Kantor Pelayan Pajak.

3.2 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan penulis menggunakan beberapa teknik yaitu :


(42)

3.2.1 Teknik Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap prosedur instansi

3.2.2 Teknik Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pihak- pihak terikat dalam penyediaan informasi yang diperlukan.

3.3 Teknik Analisa Data Penelitian

Dalam skripsi ini penulis menggunakan teknik analisa deskriptif untuk mrnganalisi data. Teknik analisis deskriptif adalah suatu teknik dengan mengumpulkan data, disusun, dikelompokan, diinterpretasikan, dan di analisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi.


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil

Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Umum Instansi

Sebagai gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 dan dengan adanya modernisasi di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP), maka sejak tanggal 27 Mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 191/KMK.01/2008 yang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, yang akan melayani Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta melakukan pemeriksaan tetapi bukan lembaga yang memutuskan keberatan.


(44)

Tabel 4.1

Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang bernaung di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I

No Nama Kantor Kode Alamat Kantor No.Telp No. Fax 1 KPP Pratama

Medan Barat

111 Jln. Asrama No 7 A 8468967 8467439

2 KPP Pratama Medan Belawan

112 Jln. K.L. Yos Sudarso KM. 8,2 Tanjung Mulia

6642764 6642763

6643695 6642764 3 KPP Pratama

Medan Timur

113 Jln. Suka Mulya No.17A

4536897 4567093

4512635

4 KPP Pratama Medan Polonia

121 Jln. P. Diponegoro No.30 A GKN II

4529353 4529343

5 KPP Pratama Medan Kota

122 Jln. P. Diponegoro No.30 A GKN I

4529379 4529403

6 KPP Pratama Medan Petisah

124 Jln.Asrama No. 7 A 8467616 8467568 8467951

8467744

Sumber :

Adapun ruang lingkup wilayah kerja dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah meliputi :

1. Kecamatan Medan Petisah 2. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kecamatan Medan Sunggal

Semenjak reorganisasi, wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah meliputi antara lain :


(45)

1. Kelurahan Petisah Tengah 2. Kelurahan Sei Putih Tengah 3. Kelurahan Sei Putih Timur 4. Kelurahan Sei Putih Barat 5. Kelurahan Sekip

6. Kelurahan Cinta Damai 7. Kelurahan Simpang Tanjung 8. Kelurahan Sei Sikambing 9. Kelurahan Tanjung Rejo 10.Kelurahan Tanjung Gusta 11.Kelurahan Helvetia Tengah 12.Kelurahan Helvetia Timur 13.Kelurahan Babura Sunggal 14.Kelurahan Lalang

15.Kelurahan Sunggal 16.Kelurahan Dwikora

KPP Pratama adalah instansi vertikal Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan dan pelayanan pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan yang saat ini hanya


(46)

menangani sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan (P3) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah per 01 Januari 2013 sebagai berikut :

Tabel 4.2

Jumlah Wajib Pajak di KPP Pratama Medan Petisah per 01 Januari 2013 Keterangan Jumlah

Orang Pribadi 10.135 Orang

Badan 79.784 Orang

Bendaharawan 584 Orang Jumlah 90.503 Orang

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Medan Petisah

Keberhasilan program modernisasi di lingkungan DJP, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP, tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktek- praktek good governance pada institusi pemerintah secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendral Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.


(47)

Adapun Visi dan Misi tersebut adalah sebagai berikut : 4.1.2.1 Visi KPP Pratama Medan Petisah

Menjadi institusi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

4.1.2.2 Misi KPP Pratama Medan Petisah

1. Misi Fiskal : Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.

2. Misi Ekonomi : Mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan dengan meminimalkan distorsi.

3. Misi Politik : Mendukung proses demokratisasi bangsa.

4. Misi Kelembagaan : Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknologi perpajakan serta administrasi perpajakan yang mutakhir.

4.1.3 Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah

Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Medan Petisah menyelenggarakan fungsi :


(48)

1. Pengumpulan, pencarian, dan pengelolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Perikanan (P3);

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT), serta penerimaan surat lainnya;

4. Penyuluhan perpajakan;

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak (WP); 6. Pelaksanaan ekstensifikasi;

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; 8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; 10. Pelaksanaan konsultasi pajak;

11. Pelaksanaan intensifikasi; 12. Pembetulan ketetapan pajak;

13.Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan (P3);


(49)

4.1.4 Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Petisah Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah terdiri dari 11 (sebelas) seksi yang masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum;

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI); 3. Seksi Pelayanan;

4. Seksi Penagihan; 5. Seksi Pemeriksaan;

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan; 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I; 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II; 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III;


(50)

10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV; 11. Kelompok Jabatan Fungsional

4.1.5 Uraian Tugas dan Fungsi Setiap Seksi di KPP Pratama Petisah Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor 14/PJ/2008, tanggal 13 Maret 2008, maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi adalah sebagai berikut :

4.1.5.1 Kepala KPP (Kepala Kantor)

Kepala kantor mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan penyusunan rencana strategi kantor wilayah;

2. Mengkoordinasi penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak, perkembangan kegiatan ekonomi, keuangan, dan realisasi penerimaan tahun lalu;

3. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU) sesuai arahan kepala kantor wilayah;

4. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan;


(51)

5. Mengkoordinasi pelaksanaan rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan;

6. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan.

7. Menkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak berdasarkan hasil penhitungan ketetapan pajak.

8. Mengkoordinasi pengolahan data guna menyajikan informasi perpajakan.

9. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.

10. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan tahunan PPh, pembayaran masa PPN/PPnBM dan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan (P3) untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan pelaksanaan pemeriksaan pajak.

4.1.5.2 Sub Bagian Umum

Sub bagian umum terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu tata usaha dan kepegawaian, keuangan, dan bagian rumah tangga.

1. Tata Usaha dan Kepegawaian, tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan


(52)

berkas penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Keuangan, tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian pegawai KPP Pratama Medan Petisah.

3. Bagian Rumah Tangga, tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan keperluan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah agar dapat menunjang kelancaran tugas di KPP Pratama Medan Petisah.

4.1.5.3 Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang tugasnya mengkoordinir urusan pengolahan data dan penyajian informasi pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi sesuai pertaturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencairan, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perajakan, pengalokasia Pajak Bumi dan/ atau Bangunan (PBB) sektor P3, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi elektronik, pengaplikasian Sistem


(53)

Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), dan Sistem Informasi Geografi (SIG), sera penyiapan laporan kinerja.

4.1.5.4 Seksi Pelayanan

Seksi pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkan perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wjib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

4.1.5.5 Seksi Penagihan

Seksi pengaihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, pengaihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta penyimanan dokumen-dokumen pengaihan.

4.1.5.6 Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(54)

4.1.5.7 Seksi Ekstensifikasi

Seksi ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan subjek dan objek pajak, penilaian pajak dalam rangka ekstensifikasi.

4.1.5.8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, dan IV

Seksi pengawasan dan konsultasi I. Seksi pengawasan dan konsultasi II, Seksi pengawasan dan konsultasi III, dan Seksi pengawasan dan konsultasi IV, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakana Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan Konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.

4.1.5.9 Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Penilai

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.

Pejabat fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.


(55)

Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala kantor wilayah sebagai supervisor, atau kepala KPP yang bersangkutan.

Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.6 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Petisah

Telah dijelaskan di atas bahwa wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ini dikepalai oleh seorang Kepala Kantor yang membawahi 10 seksi dan 1 kelompok Jabatan Fungsional. Berdasarkan data hingga Januari 2013, jumlah pegawai KPP Medan Petisah adalah sebanyak 81 orang, dengan perincian sebagai berikut :

4.1.6.1 Berdasarkan Pendidikan : 1. Master (S2) 5 orang

2. Sarjana (S1) 27 orang 3. D-IV 1 orang

4. D-III/Sarjana Muda 18 orang 5. D-I 19 orang

6. SLTA 9 orang 7. SLTP 2 orang


(56)

4.1.6.2 Berdasarkan Pangkat 1. Golongan IV 2 orang 2. Golongan III 45 orang 3. Golongan II 35 orang 4.1.6.3 Berdasarkan Esselon :

1. Eselon III 1 orang 2. Eselon IV 9 orang 3. Fungsional 12 orang

4. Account Representative (AR) 20 orang

5. Pelaksanaan 40 orang

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penerbitan STP PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda (pasal 1 angka 20 UU KUP). Surat Tagihan Pajak (STP) ini berupa Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa yang dikeluarkan Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga, dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah


(57)

tulis dan/atau salah hitung. Yang dimaksud dengan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitunganna sesuai dengan dasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STP yang diterbitkan akibat kasus tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.

Pihak-pihak yang terkait dalam penerbitan STP ini adalah 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak

2. Kepala Seksi Penagihan 3. Pelaksanaan Seksi Penagihan 4. Wajib Pajak

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) harus dikembalikan dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) oleh Wajib Pajak control penagihannya ada pada AR (Account Representative) atau Seksi Waskon dan jika Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak dikembalikan maka dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) ditambah denda 25% dari pokok pajak dan jika dalam jangka waktu 30 hari sampai batas waktu


(58)

jatuh tempo tidak dikembalikan maka terhadap Surat Ketetapan Pajak tersebut dapat dikirim ke Manajemen Kasus dan Pelaksanaan Seksi Penagihan mencetak dokumen konsep STP bunga penagihan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan. Kepala Seksi Penagihan mencetak dokumen konsep STP bunga penagihan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan Pajak. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani konsep STP bunga penagihan kemudian pelaksana Seksi Penagihan menatausahakan dan mengirimkan STP bunga penagihan sebesar 2% sebulan melalu Subbagian Umum.

Jika Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dikembalikan dalam waktu 30 hari maka Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang dan ternyata Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak benar (ketetapan kurang), maka selanjutnya dari Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tersebut dapat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) karena ketidak beneran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) ditambah denda 25% dari selisih pajak terhutang, dan mempunyai waktu jatuh tempo 30 hari sampai diterbitkannya STP, dan ditambah bunga 2% sebulan, Sanksi Administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai batas dengan diterbitkannya STP. Sanksi Administrasi berupa bunga 2% ini mempunyai batas perhitungan sampai dengan 24 bulan (2 tahun).


(59)

4.2.2 Pengendalian Intern STP PPh Pasal 21 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah

Pengendalian Intern dapat dilakukan atau dikerjakan dengan cara Pemeriksaan Pajak, hal ini sangat penting untuk menjamin semua kegiatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan mencegah terjadinya penyelewengan yang memungutnya.

Definiasi Pemeriksaan Pajak menurut UU KUP yang mulai berlaku 1 Januari 2008 adalah, serangkaian kegiatan menghimpun data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak.

Guna menciptakan suatu Pengendalian Intern dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah harus terdapat koordinasi dari struktur organisasi. Pengendalian Intern yang baik dapat membantu manajemen di dalam mengawasi jalannya kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan, serta memberikan kepastian agar transaksi-transaksi yang dilakukan dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pasal 29 ayat 1 UU KUP menyebutkan “Dirjen Pajak berwewenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak.


(60)

Tata cara pemeriksaan pajak sesuai dengan Pasal 31 UU KUP diatur dengan atau berdasarkan PMK, yaitu

1. Mengatur pemeriksaan ulang; 2. Jangka waktu pemeriksaan;

3. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada WP

4. Dan hak WP untuk hadir pada pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

Kriteria Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak 1. Harus dilakukan Dirjen Pajak

Dirjen Pajak harus melakukan pemeriksaan dalam hal WP mengajukan permohonan restitusi pajak sebagai mana dimaksud dalam pasal 17B UU KUP, yaitu permohonan pembayaran kembali (restitusi) kelebihan pajak yang dinyatakan dalam SPT selain WP dengan kriteria tertentu (Pasal 17D UU KUP). Pemeriksaan tersebut diikuti dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 12 bukan sejak permohonan diterima lengkap, SKP harus sudah diterbitkan. Apablia jangka waktu 12 bulan tersebut terlewati dan SKP belum diterbitkan maka atas permohonan restitusi pajak tersebut dianggap dikabulkan dan paling lambat satu bulan berikutnya SKP LB sudah harus diterbitkan.


(61)

Selain yang tersebut pada huruf (a) di atas, sesuai PMK No. 199/PMK.03/2007, pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal WP :

1. Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah dberikan pengembalian pendahuluan kebijakan pajak;

2. Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;

3. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi tidak melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran;

4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau;

5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak terpenuhi sesuai ketentuan.

Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa Pasal 29 mengatur tentang kewajiban WP ketika dilakukan pemeriksaan yaitu :

1. Wajib Pajak yang diperiksa wajib

1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek pajak yang terhutang pajak


(62)

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

3. Memberikan keterangan lain yang diperlukan.

2. Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain tersebut wajib dipenuhi oleh WP paling lama 1 bulan sejak permintaan disampaikan

3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiaknnya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Apabila WP tidak memenuhi kewajiban ketika dilakukan pemeriksaan maka dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi ataupun sanksi pidana tergantung jenis pelanggarannya, yaitu :

1. Menolak dilakukan pemeriksaan;

2. Tidak memperlihatkan dan/atau tidak meminjamkan buku atau catatan dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas WP;

3. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;


(63)

4. Tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; 5. Tidak memberikan keterangan lain yang diperlukan.

Apabila Wajib Pajak melakukan tindakan sebagaimana huruf a, b, dan c diatas maka atas tindakan tersebut dapat dikenai sanksi administrasi pasal 13 ayat (1) huruf d dan ayat (3) ataupun sanksi pidana menurut pasal 39 ayat (1) huruf e, f dan huruf g serta ayat (2) UU KUP. Tindakan pada huruf d dan e tidak termasuk dalam tindak pidana di bidang perpajakan karena tidak diatur dalam UU KUP sebagai tindak pidana. Namun demikian tetap ada dikenai sanksi administrasi karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) hurud d dan ayat 3 UU KUP.

Produk Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan WP ini berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP) atau dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan bukti permulaan dalam hal hasil pemeriksaan memberikan indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan.

Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan salah satu faktor pengawasan atau Pengendalian Intern di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam rangka mengamankan penerimaan pajak dan atau lebih diperjelas kembali dengan adanya Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pajak No. SE.29/PJ/441/1991 yang menyatakan bahwa perlunya diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) setiap tiga bulan sekali (triwulan) untuk Pajak Penghasilan kekurangan membayar atau keterlambatan menyetor atau


(64)

terlambat melaporkan Pajak Penghasilan (PPh). Selain berdasarkan Surat Edaran No.SE.29/PJ.441/1991 dikeluarkan pula Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP.28/PJ.41/1993 tentang adanya perubahan pada lampiran Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP.14/PJ.BT.5/1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan yang berisikan “Bahwa untuk meningkatkan kemampuan kepatuhan para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban membayar Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan secara tertib, perlu ditingkatkan pengeluaran Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 29.

Berdasarkan Surat Keputusan di atas, maka dengan dikeluarkannya Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada Wajib Pajak dalam meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak dalam meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan kewajibannya membayar Pajak Penghasilan dengan baik dan tertib.

1. Lingkungan Pengendalian Intern STP PPh Pasal 21

Lingkungan pengendalian intern STP PPh Pasal 21 atau piutang bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mencerminkan sikap dan tindakan pimpinan dan manajemen instansi. Hal ini sudah terdapat pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yaitu adanya pandangan dari Direktorat Jendral Pajak tentang pentingnya pengendalian intern piutang pajak mengingat nilainya yang relatif besar dan sumber pendapatan negara. Selain itu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga menyerahkan tugas dan tanggung jawab


(65)

terhadap dan kelancaran produktivitas dan penagihan piutang kepada masing-masing bagian, yaitu pada Seksi Penagihan, Seksi Pemeriksaan, Account Repressentative (AR) yang berada dibawah pengawasan dan bimbingan Seksi Pengawasan dan Konsultasi.

2. Sistem Informasi yang terintegrasi

Sistem informasi ini terdiri dari catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, menghimpun, mencatat, dan melaporkan perkembangan Wajib Pajak dan menyelenggarakan pertanggung jawaban piutang dan kewajiban yang bersangkutan dengan piutang tersebut.

Sistem informasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah sudah memadai. Hal ini terlihat pada gabungan antara SIP dan SISMIOP yang digunakan. Dengan penggabungan kedua sistem tersebut akan tercipta suatu sistem informasi yang terintegrasi yang akan membawa dampak pada peningkatan pelayanan, mempermudah pengawasan, dan optimalisasi pemanfaatan data. Dengan bersatunya NPWP dan NOP dalam suatu sistem database maka mempermudah dalam mengeksplorasinya.

3. Prosedur pengendalian intern

Prosedur pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem informasi yang telah diciptakan oleh manajemen untuk memberi keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai.


(66)

Prosedur pengendalian intern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah sudah memadai. Hal ini dapat dinilai pada pemisahan tugas dan wewenang antara bagian yang menyusun profil Wajib Pajak, pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak sehingga dapat diawasi penerbitan Surat Teguran kepada Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT, pemeriksaan pajak dan penyidikan pajak, pengawasan langsung kelancaran arus dokumen penagihan dan pengawasan langsung kelancaran arus dokumen penagihan dan pengawasan langsung pelaksanaan tugas dari hasil pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh petugas pemegang buku register pengawasan piutang. Selain di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga melakukan pengecekan atas kinerja pegawai yang telah dilakukan oleh setiap kepala bagian dan penerapan kode etik pegawai yang diberlakukan sejak pegawai masuk dan ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan menandatangani pernyataan kesanggupan melaksanakan kode etik pegawai.

4. Aktivitas pengawasan intern

Aktivitas pengawasan intern dimulai dari pengawasan profile Wajib Pajak sampai pada penagihan kepada Wajib Pajak. Pengendalian pada pengawasan profile Wajib Pajak, pemeriksaan dan penagihan yang dilakukan oleh Account

Repressentative (AR), Seksi Pemeriksaan dan Seksi Penagihan sudah cukup

memadai dimana ada pemisahan fungsi bagian yang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penagihan.


(67)

5. Pemantauan

Pemantauan adalah suatu proses untuk menilai kualitas efektivitas pelaksanaan pengawasan intern sepanjang waktu. Pemantauan ini dilakukan oleh pegawai yang ada kemudian didukung oleh adanya kode etik pegawai dan selalu memperhatikan jika ada keluhan dari Wajib Pajak, karena keluhan ini menjadi saran untuk perbaikan pengawasan atau pengendalian intern ke depan. Pengendalian intern STP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ini sudah cukup memadai.

Surat Tagihan Pajak (STP) Pengawasan diterbitkan oleh AR ( Account

Repressentative) yang berada dibawah kontrol penagihan Kepala Seksi Waskon.

Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Pemeriksaan, dibawah kontrol Seksi Penagihan berupa Surat Teguran dan Surat Paksa.

Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya. Sedangkan Surat Paksa diterbitkan dalam jangka waktu 21 hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.


(68)

Tabel 4.3

Jumlah Tagihan dan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

Tahun 2010 – 2012 No Tahun Jumlah STP

PPh Pasal 21

Jumlah Tagihan (Rp)

Jumlah Penerimaan/ Pencairan (Rp)

1 2010 268 114.588.911 28.679.290

2 2011 187 54.868.356 52.537.206

3 2012 36 21.443.673 19.341.582

4 2012 (penerimaan Pajak PPh Pasal 21 dari tagihan

kekurangan tahun sebelumnya)

- 66.487.797

Jumlah 491 190.900.940 167.045.825

Tabel 4.4

Jumlah Tagihan dan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Berdasarkan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2010 – 2012

No Tahun

Jumlah WP KPP Medan Petisah

Jumlah Penerimaan/ Pencairan

Badan OP Bend Badan (Rp) OP (Rp) Bend (Rp)

1 2010 9498 75.024 632 237 86.388.911 29 1.400.000 29 26.800.000

2 2011 10.270 81.363 646 185 54.668.356 2 200.000 -


(69)

Dari rata-rata 3 tahun (2010 – 2012) jumlah tagihan yang ada yaitu sebesar Rp 63.633.647,- dan rata – rata penerimaan yang didapat yaitu sebesar Rp 55.681.942,- .

Rumus :

- Rata – rata jumlah tagihan - Persentase Penerimaan Jumlah seluruh tagihan Jumlah Penerimaan . Jumlah Tahun akm. Jlh tagihan dan penerimaan

x 100%

- Rata – rata penerimaan - Persentase tagihan

Jumlah seluruh penerimaan Jumlah Tagihan . Jumlah tahun akm. Jlh tagihan dan penerimaan

x 100%

Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa persentase penerimaan tidak sampai setengah dari jumlah tagihan atau dapat juga dikatakan bahwa jumlah penerimaan masih rendah dari jumlah tagihan yang keluar.

Penerimaan tersebut merupakan pencairan yang belum seutuhnya diterima karena penerimaan di tahun yang dimaksud bisa saja pembayarannya dilakukan di tahun selanjutnya.

Rendahnya tingkat penerimaan pajak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :

1. Kurangnya tingkat kesadaran dari Wajib Pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya terutama atas pajak kurang bayar


(70)

2. Kecilnya denda bunga atas STP yang terlambat bayar sehingga dapat membuat leluasa Wajib Pajak untuk menghindarkan pembayaran pajaknya.

4.2.3 Penyelesaian Contoh Kasus 1.

Rumus :

Contoh 1 : PPh Pasal 21 terhutang (Pegawai Tetap)

Tarif Pajak Pasal 17 x (PKP)

PKP = Penghasilan bruto – (Biaya jabatan-iuran pensiun-iuran jamsostek) – PTKP

Penghitungan PPh Pasal 21 pertahun 2012 adalah sebagai berikut :

Gaji Sebulan Rp 7.000.000

Premi Asuransi Kecelakaan Rp 30.000 Premi Asuransi Kematian

Penghasilan bruto satu bulan Rp 7.040.000 Rp 10.000

Penghasilan bruto satu tahun (12 x Rp 7.040.000) Rp 84.480.000 Pengurangan :

1. Biaya Jabatan (5% x Rp 7.040.000) Rp 352.000 2. Iuran Pensiun (12 x Rp 25.000) Rp 300.000 3. Iuran JHT (12 x Rp 10.000) Rp 120.000

Penghasilan Netto

Rp 772.000 Rp 83.708.000


(71)

Penghasilan Tidak Kena Pajak :

- Untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000 - Tambahan Wajib Pajak Kawin Rp 1.320.000 - Tambahan 1 anak Rp 1.320.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 65.228.000

Rp 18.480.000

PPh Pasal 21 setahun :

Rp 50.000.000 x 5% Rp 2.500.000 Rp 15.228.000 x 15%

Rp 4.784.200 Rp 2.284.200

Hasil pajak terutang yang harus dibayar di tahun 2012 sebesar Rp 4.784.200,- Contoh 2 : Penghitungan STP (Sanksi Administrasi)

Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 30 Agustus 2012 dengan perhitungan sebagai berikut :

Pajak Terutang Rp 4.784.200,-

Berdasarkan hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan bayar Pajak Penghasilan sebesar : Rp 500.000,- Bunga : 5 bulan x 2% x Rp 500.000

Jumlah yang harus dibayar Rp 550.000,-

Rp 50.000,-

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh fiskus terhadap Surat Pemberitahuan Wajib Pajak maka pajak terhutang Wajib Pajak terdapat


(72)

kekurangan bayar sebesar Rp 500.000,- dan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah sebesar keterlambatan penyetoran dikalikan denda bunga sebesar 2% ditambah atas pajak kurang bayarnya sehingga menjadi Rp 550.000,-.


(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil riset yang telah penulis lakukan dan data- data yang telah diuraikan oleh penulis pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain sebagai berikut

5.1.1 Berdasarkan data- data yang penulis dapatkan dari hasil riset tersebut persentase penerimaan tidak sepenuhnya dari jumlah tagihan atau dapat juga dikatakan bahwa jumlah penerimaan masih rendah dari jumlah tagihan yang keluar. Hal ini mengindikasikan bahwa pengendalian intern STP PPh Pasal 21 masih belum sepenuhnya efektif. Sehingga penerimaan tersebut merupakan pencairan yang belum seutuhnya diterima karena penerimaan di tahun yang dimaksud bisa saja pembayarannya dilakukan ditahun selanjutnya.

5.1.2 Pengendalian intern STP PPh Pasal 21 KPP Pratama Medan Petisah sudah cukup memadai. Hal ini dilihat dari lingkungan pengendalian intern KPP Pratama Medan Petisah yang sudah memadai, yaitu dengan adanya perhatian direksi terhadap piutang pajak. Sistem informasi yang menunjang lingkungan pengendalian juga sudah memadai, yaitu dengan penggunaan SIP dan SISMIOP. Prosedur dan aktivitas pengendalian intern yang memadai juga semakin mendukung pengawasan intern STP


(1)

Penghasilan Tidak Kena Pajak :

- Untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000

- Tambahan Wajib Pajak Kawin Rp 1.320.000

- Tambahan 1 anak Rp 1.320.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 65.228.000

Rp 18.480.000

PPh Pasal 21 setahun :

Rp 50.000.000 x 5% Rp 2.500.000 Rp 15.228.000 x 15%

Rp 4.784.200 Rp 2.284.200

Hasil pajak terutang yang harus dibayar di tahun 2012 sebesar Rp 4.784.200,- Contoh 2 : Penghitungan STP (Sanksi Administrasi)

Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 30 Agustus 2012 dengan perhitungan sebagai berikut :

Pajak Terutang Rp 4.784.200,-

Berdasarkan hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan bayar

Pajak Penghasilan sebesar : Rp 500.000,-

Bunga : 5 bulan x 2% x Rp 500.000

Jumlah yang harus dibayar Rp 550.000,-

Rp 50.000,-

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh fiskus terhadap Surat Pemberitahuan Wajib Pajak maka pajak terhutang Wajib Pajak terdapat


(2)

kekurangan bayar sebesar Rp 500.000,- dan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah sebesar keterlambatan penyetoran dikalikan denda bunga sebesar 2% ditambah atas pajak kurang bayarnya sehingga menjadi Rp 550.000,-.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil riset yang telah penulis lakukan dan data- data yang telah diuraikan oleh penulis pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain sebagai berikut

5.1.1 Berdasarkan data- data yang penulis dapatkan dari hasil riset tersebut persentase penerimaan tidak sepenuhnya dari jumlah tagihan atau dapat juga dikatakan bahwa jumlah penerimaan masih rendah dari jumlah tagihan yang keluar. Hal ini mengindikasikan bahwa pengendalian intern STP PPh Pasal 21 masih belum sepenuhnya efektif. Sehingga penerimaan tersebut merupakan pencairan yang belum seutuhnya diterima karena penerimaan di tahun yang dimaksud bisa saja pembayarannya dilakukan ditahun selanjutnya.

5.1.2 Pengendalian intern STP PPh Pasal 21 KPP Pratama Medan Petisah sudah cukup memadai. Hal ini dilihat dari lingkungan pengendalian intern KPP Pratama Medan Petisah yang sudah memadai, yaitu dengan adanya perhatian direksi terhadap piutang pajak. Sistem informasi yang menunjang lingkungan pengendalian juga sudah memadai, yaitu dengan penggunaan SIP dan SISMIOP. Prosedur dan aktivitas pengendalian intern yang memadai juga semakin mendukung pengawasan intern STP


(4)

PPh Pasal 21 ini ditambah lagi dengan adanya pemantauan yang secara rutin dilakukan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan diatas, penulis memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi instansi antara lain sebagai berikut :

5.2.1 Dengan adanya pengelakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bidang ekonomi hendaknya petugas pelayanan pajak/ penyuluhan pajak harus bisa lebih gencar dalam melakukan penyuluhan pajak. Menyiapkan tenaga- tenaga penelitian yang handal baik dari segi kualitas maupun kuantitas, yang selama ini dirasa kurang untuk dapat meneliti STP PPh dengan cermat sehingga dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak.

5.2.2 Perlu diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP) setiap tiga bulan sekali (triwulan) untuk Pajak Penghasilan kekurangan membayar atau keterlambatan menyetor atau terlambat melaporkan Pajak Penghasilan (PPh).

5.2.3 Aparat pemungut pajak harus ditingkatkan sikap jujur, penuh pengabdian, transparan, setia, dan sebagainya karena keberhasilan pembangunan nasional tergantung pada tekad, sikap dan mental yang baik serta partisipasi seluruh masyarakat dan penyelenggara negara.


(5)

Apabila jajaran aparat pemerintah termasuk aparat pajak telah menunjukkan citra yang baik maka kesadaran masyarakat dalam membayar pajak meningkat pula.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pemeriksaan Keuangan. (2000). Standar Audit Pemerintah. Jakarta.

BPS. (2010). Statistical Yearbook of Indonesia 2010. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Hadi, H.Mulyo. (2003). Dasar – Dasar Penagihan Pajak Negara. Edisi ke lima.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasan, Widyaiswara. (2011). Valuer’s Learning Modules Compilation. Pusdiklat Pajak, BPPK,

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). (2001). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Akuntansi Indonesia (IAI). (2002). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Mulyadi. (2003). Auditing. Edisi ke enam. Yogyakarta: Salemba Empat.

Ortax, org. (2011). Undang – Undang – 19 Tahun 2000. The 1st Indonesian Tax Community Media,

15,2011

Resmi, Siti. (2003). Perpajakan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. (2002). Perpajakan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Salemba Empat. Triyono. (2008). Standard Operational Procesures (SOP) Direktorat Jendral Pajak. Widjaja Tunggal, Amin. ___________. Pelaksanaan Pajak Perseorangan. Jakarta: