Aspek Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Milik Rumah ( Studi Pada Pt.Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan)

(1)

ASPEK HUKUM DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET

DENGAN JAMINAN HAK MILIK RUMAH ( STUDI PADA

PT.BANK RAKYAT INDONESIA,TBK UNIT TITI

KUNING CABANG MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

INKA FITRA DONNA RAMBE NIM: 090200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET

DENGAN JAMINAN HAK MILIK RUMAH ( STUDI PADA

PT.BANK RAKYAT INDONESIA,TBK UNIT TITI

KUNING CABANG MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

INKA FITRA DONNA RAMBE NIM: 090200278

Disetujui Oleh:

KETUA DEPAERTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP.19660303198508101 Dr.H.Hasim Purba,SH,M.Hum.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.H.Hasim Purba,SH,M.Hum

NIP.19660303198508101 NIP.196101181988031010

Zulkifli Sembiring,SH,M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : INKA FITRA DONNA RAMBE

NIM : 090200278

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : ASPEK HUKUM DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK MILIK RUMAH STUDI (PT. BANK RAKYAT INDONESIA,TBK UNIT TITI KUNING CABANG MEDAN).

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skrispi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut ciplakan,maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2013

INKA FITRA DONNA RAMBE NIM 090200278


(4)

ABSTRAK

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuiditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan, kebanyakan bank kesulitan menghadapi keuangan yang akut disebabkan terjerat kasus kredit macet dalam jumlah besar.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Akibat Hukum yang timbul terhadap jaminan hak milik rumah jika debitur meninggal dunia di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan dan Eksekusi terhadap jaminan hak milik rumah, jika debitur wanprestasi di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan. Eksekusi yang dilaksanakan adalah penyelesaian non litigasi yaitu : Melalui organisasi intern bank dengan melakukan restrukturisasi terhadap hutang debitur. Penyelesaian secara damai dengan melakukan penjualan agunan secara dibawah tangan, dan Melalui litigasi yang dilaksanakan oleh Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) dengan melakukan Parate Eksekusi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Dari hasil penelitian diperoleh untuk memperkecil risiko kerugian PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Titi Kuning Cabang Medan yang diakibatkan karena meninggalnya debitur KUPEDES dilihat dari masa jangka waktu kreditnya, maka bagi KUPEDES yang direalisir terhitung sejak tanggal 1 Juli 1989, diikutsertakan dalam pertanggungan asuransi jiwa kredit pada PT. Beringin Jiwa Sejahtera (PT. BJS) tanpa ada pembatasan umur maksimum bagi para peserta asuransi jiwa kredit tersebut. Penyelesaian kredit bermasalah telah dilakukan pula oleh pihak BRI secara maksimal dan prosedural melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang, sesuai dengan peraturan intern BRI yaitu Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT. BRI (Persero) Tbk. dan SK Direksi Bank Indonesia Nomor No.27/162/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), namun demikian hasilnya belum maksimal pada beberapa pelaksanaan restrukturisasi, apabila restrukturisasi tidak tercapai, maka penanganan kredit macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan, mempergunakan model penyelesaiannya dengan penyelamatan kredit melalui restrukturisasi dan penyelesaian kredit melalui penyelesaian secara damai dengan menjual agunan dibawah tangan dan penyelesaian melalui saluran hukum yang dilaksanakan oleh KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).


(5)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat ALLAH yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, dan berkat Rahmat serta Maghfirahnya, pada saat ini masih diberikan-Nya kesempatan yang tidak terhingga untuk dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ASPEK HUKUM DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK MILIK RUMAH ( Studi di PT.Bank Rakyat Indonesia,Tbk.Unit Titi Kuning,Cabang Medan )”, sebagai tugas akhir untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum ( S1 ) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama penelitian berlangsung, banyak pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH.,M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof.Dr.Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,M.H, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Bapak Dr.H.Hasim Purba, SH.,M.Hum, selaku Ketua Departermen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I, yang telah banyak membantu, memberikan arahan, bimbingan dan masukan bagi penulis.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, SH.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak mmeberikan arahan, bimbingan dan masukan bagi penulis.

8. Bapak Hemat Tarigan, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

9. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai yang memberikan partisipasinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta H.Nazirwan Rambe, SE., dan Dra. Hj. Faridah Yusmiati Hasibuan yang selalu memberikan bantuannya baik secara moril maupun materil, mendukung dalam segala bidang untuk mendorong selesainya kuliah hingga Skripsi ini.

11.Teristimewa juga kepada Kakakku Gusfanna Djuwita Rambe, SE.,dan Adikku Mhd.Franz Nanda Perwira Rambe yang selalu memberikan motivasi sehingga skripsi ini selesai.

12.Teristimewa juga kepada abangda Andri Natama Siregar,S.Sos,.dan adinda Melva Erinda Siregar yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Penulis ucapkan banyak terima kasih.


(7)

13.Kepada seluruh Staf Pegawai PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk.,Unit Titi Kuning Cabang Medan, khususnya bagian Kredit yang telah membantu penulis dalam memberikan data untuk menyelesaikan skripsi ini.

14.Kepada sahabat-sahabatku Anistia R.P.Siregar, Anggia Putri Rambe, Maria Stephanie Hutahaean, dan sahabatku lainnya khususnya stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

15.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis memahami berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Demikianlah sebagai kata pengantar yang penulis sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat dan menambah wawasan Ilmu Pengetahuan bagi semua pihak. Mohon maaf segala kekurangan, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penulisan ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 4

F. Metode Penelitian ... 5

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN A. Pengertian Bank ... 11

B. Dasar Hukum Perbankan ... 12

C. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank ... 15

D. Jenis bank dan kegiatan usaha bank ... 20

E. Pembinaan dan pengawasan bank ... 27

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN A. Pengertian Kredit ... 32

B. Prosedur Pemberian Kredit ... 35

C. Perjanjian kredit pada umumnya ... 45


(9)

E. Kredit Bermasalah ... 53 F. Restrukturisasi Kredit ... 61 BAB IV ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN KREDIT MACET

PADA BANK RAKYAT INDONESIA, Tbk UNIT TITI KUNING CABANG MEDAN

A. Gambaran Umum Mengenai PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk 64 B. Akibat Hukum terhadap jaminan hak milik rumah jika

debitur meninggal dunia ... 71 C. Eksekusi terhadap jaminan hak milik rumah, apabila

debitur wanprestasi ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuiditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan, kebanyakan bank kesulitan menghadapi keuangan yang akut disebabkan terjerat kasus kredit macet dalam jumlah besar.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Akibat Hukum yang timbul terhadap jaminan hak milik rumah jika debitur meninggal dunia di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan dan Eksekusi terhadap jaminan hak milik rumah, jika debitur wanprestasi di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan. Eksekusi yang dilaksanakan adalah penyelesaian non litigasi yaitu : Melalui organisasi intern bank dengan melakukan restrukturisasi terhadap hutang debitur. Penyelesaian secara damai dengan melakukan penjualan agunan secara dibawah tangan, dan Melalui litigasi yang dilaksanakan oleh Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) dengan melakukan Parate Eksekusi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Dari hasil penelitian diperoleh untuk memperkecil risiko kerugian PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Titi Kuning Cabang Medan yang diakibatkan karena meninggalnya debitur KUPEDES dilihat dari masa jangka waktu kreditnya, maka bagi KUPEDES yang direalisir terhitung sejak tanggal 1 Juli 1989, diikutsertakan dalam pertanggungan asuransi jiwa kredit pada PT. Beringin Jiwa Sejahtera (PT. BJS) tanpa ada pembatasan umur maksimum bagi para peserta asuransi jiwa kredit tersebut. Penyelesaian kredit bermasalah telah dilakukan pula oleh pihak BRI secara maksimal dan prosedural melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang, sesuai dengan peraturan intern BRI yaitu Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT. BRI (Persero) Tbk. dan SK Direksi Bank Indonesia Nomor No.27/162/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), namun demikian hasilnya belum maksimal pada beberapa pelaksanaan restrukturisasi, apabila restrukturisasi tidak tercapai, maka penanganan kredit macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan, mempergunakan model penyelesaiannya dengan penyelamatan kredit melalui restrukturisasi dan penyelesaian kredit melalui penyelesaian secara damai dengan menjual agunan dibawah tangan dan penyelesaian melalui saluran hukum yang dilaksanakan oleh KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Peranan Perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun pengusaha kecil. Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah dengan pemberian kredit, dimana hal ini merupakan salah satu sumber penyedia dana yang diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat atau perorangan dan badan usaha guna memenuhi kebutuhan konsumsi atau untuk meningkatkan produksi.1

Kebutuhan akan dana bagi perseorangan ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan kebutuhan yang amat esensial. Dana yang diperlukan pada umumnya berjumlah sangat besar, sedangkan dana pribadi yang dimiliki sangatlah terbatas. Oleh karenanya diperlukan dana dari berbagai sumber. Salah satu sumber dana tersebut berupa kredit. Dana yang berupa kredit dapat diperoleh dari bank, lembaga pembiayaan dan lain-lain. Bank mempunyai peran yang sangat penting untuk memberikan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kebutuhan masyarakat beraneka ragam sesuai dengan harkatnya selalu meningkat, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas.

1


(12)

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuiditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan, kebanyakan bank kesulitan mengdahapi keuangan yang disebabkan terjerat kasus kredit macet dalam jumlah besar.2 Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian, yaitu Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang bersifat riil, yang artinya bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminannya adalah assesor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok.3 Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku ( standart contract ), yang dalam prakteknya bentuk perjanjian ini telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya, dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan negoisasi atau tawar menawar4

2

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2003, hal 27.

3

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005, hal 71.

4

Ibid, hal 72.

. Menurut penjelasan di atas, bahwa bank sangat penting bagi masyarakat kecil dan masyarakat besar yang membutuhkan modal yang begitu besar, yang disertai jaminan. Jika terjadi wanprestasi oleh debitur, yang disebabkan oleh berbagai faktor, maka akan mengakibatkan kredit macet. Problematika yang muncul terkait dengan pemberian kredit yaitu ketika kreditur


(13)

memberikan pinjaman kepada debitur yang kurang memperhatikannya prinsip kehati-hatian dalam memberikan pinjaman, sehingga mengakibatkan banyak debitur identitasnya yang fiktif belaka yang dibuat debitur, sehingga bank sulit untuk menangih pinjamannya tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai masalah hukum yang harus dikaji dan diteliti terhadap proses penyelesaian kredit macet ini. Penulis merasa tertarik untuk mendalami Aspek Hukum dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Milik Rumah pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.

I. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu

1. Bagaimanakah akibat hukum terhadap jaminan hak milik rumah jika debitur meninggal dunia pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan?

2. Bagaimanakah eksekusi terhadap jaminan hak milik rumah, jika debitur wanprestasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan?

J. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu

1. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap jaminan hak milik rumah, jika debitur meninggal dunia di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.


(14)

2. Untuk mengetahui bagaimana eksekusi terhadap jaminan hak milik rumah, jika debitur wanprestasi di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.

K. Manfaat Penulisan 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Perbankan mengenai penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan hak milik rumah.

2. Secara Praktis

Penelitian ini daharapkan dapat berguna bagi para praktisi dan pembaca serta dapat memberikan sedikit gambaran bagi berbagai pihak tentang Aspek Hukum dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Milik Rumah pada PT.BRI, Tbk unit Titi Kuning Medan Cabang Medan.

L. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah aspek hukum penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak milik rumah studi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari


(15)

proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang Aspek Hukum Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Milik Rumah studi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

M. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari salah satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian megusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.5

1. Pendekatan Masalah

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan

5


(16)

kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang ada6

2. Sumber Data

mengenai penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak milik rumah pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisitis, yang menggambarkan masalah hukum, sistem hukum dan mengkajinya atau menganalisisnya mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak milik rumah pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka, sedangkan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung terhadap objek yang akan diteliti dengan cara mengadakan tanya jawab.7

a. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap dibuat dan dapat digunakan dengan segera

Data sekunder dilihat dari segi manfaatnya dapat digolongkan sebagai berikut:

b. Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan di isi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti-peneliti tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan data

6

Ibid, hal 52.

7


(17)

c. Tidak terbatas oleh waktu.

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder digolongkan dalam 3 bentuk, antara lain :

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan, dengan menelaah buku-buku literatur, Undang-Undang, brosur atau tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.8

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai pelengkap dalam penulisan.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu mempelajari, meneliti dan menghimpun data-data dari kepustakaan berupa buku ilmiah, dokumen, hasil penelitian yang berupa laporan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

8

Rony Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008, hal 11.


(18)

b. Studi Lapangan (Field Research) dalam studi lapangan penulis menggunakan dua metode yaitu :

1) Wawancara

Merupakan cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab guna memperoleh keterangan secara terperinci, jelas dan langsung dari pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.

2) Kuisioner

Merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengajukan daftar pertanyaan kepada orang-orang yang terkait dalam penyelesaian kredit macet dengan jaminan Hak Milik Rumah pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan untuk memperoleh jawaban secara tertulis.

4. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif yaitu data sekunder dan data primer yang telah terkumpul disusun kembali secara urut dan teratur untuk kemudian dianalisis secara sistematis agar mencapai kejelasan masalah yang dimaksud.

N. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul “Aspek Hukum dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Milik Rumah pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk


(19)

Unit Titi Kuning Cabang Medan”, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan menguraikan mengenai hal-hal berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN

Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian bank, dasar hukum perbankan, asas, fungsi dan tujuan bank, jenis bank dan kegiatan usaha bank serta pembinaan dan pengawasan bank.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN

Bagian ini akan menjelaskan tentang kredit bank, prosedur pemberian kredit, perjanjian kredit pada umumnya, jaminan kredit, kredit bermasalah serta restrukturisasi kredit.

BAB IV ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN KREDIT MACET PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA, Tbk UNIT TITI KUNING CABANG MEDAN.

Pada bab ini membahas tentang akibat hukum terhadap jaminan hak milik rumah jika debitur meninggal dunia pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan dan eksekusi yang dilakukan pihak kreditur terhadap debitur, jika


(20)

debitur wanprestasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Titi Kuning Cabang Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kredit macet.


(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN

F. Pengertian Bank

Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang ( kredit ) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya.

Di Indonesia bank diatur di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang selanjutnya disebut dengan UUP. Dalam UUP ini dinyatakan bahwa Pengertian Bank adalah: “ lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan usaha swasta, badan usaha milik negara, bahkan lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya”. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan bagi semua sektor perekonomian9

Tidak jauh berbeda dengan rumusan tersebut, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian bank adalah sebagai berikut:

.

10

9

Hermansyah, Op.,Cit, hal 7.

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2008, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.


(22)

Bank adalah : suatu badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Pengertian bank yang lain, dapat juga ditemui dalam Kamus istilah Hukum Fockema Andreae mengatakan bahwa bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada banker sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.11

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.12

G. Dasar Hukum Perbankan

Hukum Perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur masalah perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia. Dengan demikian berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang masih berlaku sampai saat ini. Menyangkut sumber hukum mengenai bidang Perbankan Indonesia, maksudnya menyangkut sumber hukum materil maupun sumber hukum formil. Sumber

11

Hermansyah, Op.,Cit, hal 8.

12


(23)

hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri13. Sedangkan sumber hukum formil itu tidak hanya terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang tidak tertulis. Sumber hukum formil di Indonesia, selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber utama. Sumber hukum formil mengenai bidang perbankan tersebut antara lain : 14

1. Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 33) 2. Ketetapan Majelis Permusyarakatan Rakyat

3. Undang-Undang Pokok di bidang perbankan dan Undang-Undang pendukung sektor ekonomi dan sektor lainnya yang terkait seperti :

a. Peraturan pokok yaitu Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang No.7 Tahun 1992. b. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia,

sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

d. Peraturan pendukung yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab-Undang-Undang Hukum Dagang serta Undang-Undang lain yang berkaitan dan banyak hubungannya dengan kegiatan perbankan, misalnya ;

13

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal 6-8.

14


(24)

1) Undang-Undang yang mengatur badan usaha seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah, Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 Tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara, Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang diubah menjadi Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang diubah menjadi Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil.

4. Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Perbankan seperti :

1) Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1998 Tentang Program Rekapitulasi Bank Umum.

2) Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 Tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional

3) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Perwakilan dari Kantor Cabang yang berkedudukan di Luar Negeri. 4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin

Usaha Pembubaran dan Likuidasi Bank.

5) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.


(25)

6) Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1999 Tentang Pembelian Saham Bank Umum.

7) Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 Tentang Bank Umum sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 Tentang Perkreditan Rakyat dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 Tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

8) Peraturan Pemerintah lainnya.

5. Keputusan Presiden (Keppres) dan Instruksi Presiden

a. Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1984 Tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia.

b. Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 Tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum.

H. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank 1. Asas-Asas Perbankan

Norma hukum tidak lahir dengan sendirinya, pembuatan suatu norma hukum selalu dilatar belakangi oleh dasar-dasar filosofi tertentu. Itulah yang dinamakan dengan asas hukum. Semakin tinggi tingkatannya, asas hukum itu


(26)

semakin abstrak dan sifatnya umum serta memiliki jangkauan kerja yang lebih luas guna menaungi norma hukumnya.15

Rachmadi Usman dalam bukunya Aspek Hukum Perbankan di Indonesia menyebutkan bahwa asas-asas hukum perbankan Indonesia terdiri dari asas-asas berikut ini:

16

a. Asas Demokrasi Ekonomi

Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UUP, bahwa dalam melakukan usahanya bank berasaskan pada demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip-prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi yang dijalankan perbankan Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

4) Sumber kekayaan dan keuangan negara dipergunakan dengan permufakatan lembaga perwakilan rakyat, dan pengawasan terhadap kebijakan ada pada lembaga perwakilan rakyat pula.

5) Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah dalam satu kesatuan perekonomian nasional dengan

15

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal 13.

16


(27)

mendayagunakan potensi dan peran serta daerah secara optimal dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 6) Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

7) Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

8) Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga dikembangkan sepenuhnya dalam batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Pada demokrasi ekonomi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pancasila, para pelaku kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya lembaga perbankan dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan demokrasi ekonomi Indonesia, kegiatan-kegiatan itu yang dilarang diantaranya adalah: 17 a) Penerapan sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi

terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia.

b) Penerapan sistem etatisme, adalah sistem di mana negara dan aparaturnya bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.

17


(28)

c) Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

b. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank pada dasarnya bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan di bank atas dasar kepercayaan dari nasabah terhadap pihak bank. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali oleh nasabah pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan dengan disertai imbalan berupa bunga. Hilangnya kepercayaan nasabah terhadap bank dapat menimbulkan ketidak percayaan nasabah lagi dalam menyimpan uang nya di bank.

c. Asas Kerahasiaan

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang nasabah dan simpanannya.


(29)

d. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian adalah asas yang mensyaratkan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.18

2. Fungsi Perbankan

Pasal 3 UUP dinyatakan di dalamnya bahwa, “Fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”, dari ketentuan ini tampak bahwa fungsi utama bank adalah sebagai lembaga inter mediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of fund).

3. Tujuan Perbankan

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientasi ekonomi, tetapi juga berorientasi kepada hal yang non ekonomi seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. 19

18

Zulfi Diane Zaini, Indepedensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, Bandung : Keni Media, 2012, hal 56.

19

Hermansyah, Op.,Cit, hal 20.

Mengenai tujuan Perbankan diatur dalam Pasal 4 UUP dinyatakan “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.”


(30)

I. Jenis Bank dan Kegiatan Usaha Bank 1. Jenis bank

Dalam praktek perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan yang diatur dalam UUP. Tetapi di antara UUP yang lama dengan UUP yang baru terdapat beberapa perbedaan pengaturan jenis bank. Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank, serta kepemilikan bank. Dalam UUP 1967, jenis bank dapat dibedakan dari segi fungsi dan segi pemilikannya. Jenis bank berdasarkan fungsinya terdiri dari 4 macam jenis bank, yaitu :20

a. Bank Sentral

Bank Sentral adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

b. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya memberikan kredit jangka panjang.

c. Bank Pembangunan

Bank Pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan jangka panjang dibidang pembangunan.

20


(31)

d. Bank Tabungan

Bank Tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam surat berharga.

Dilihat dari segi pemilikannya terdapat 5 ( lima ) jenis bank, yaitu :21

a) Bank Milik Pemerintah, dimana baik akte pendirian maupun modalnya dari pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula, seperti :

(1) Bank Negara Indonesia 46 ( BNI ) (2) Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) (3) Bank Tabungan Rakyat ( BTN )

Sedangkan bank milik Pemerintah Daerah ( Pemda ) terdapat didaerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi, seperti :

(1) BPD DKI Jakarta (2) BPD Jawa Barat (3) BPD Jawa Tengah (4) BPD Jawa Timur (5) BPD Sumatera Utara (6) BPD Sumatera Selatan (7) BPD Sulewesi Selatan (8) BPD Lainnya.

21


(32)

b) Bank Milik Swasta Nasional, dimana bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungan swasta pula, seperti :

1) Bank Muamalat 2) Bank Central Asia 3) Bank Bumi Putera 4) Bank Danamon 5) Bank CIMB Niaga

6) Bank Internasional Indonesia ( BII )

c) Bank Milik Koperasi, dimana kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi, seperti : Bank Umum Koperasi Indonesia

d) Bank Milik Asing, dimana cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri, seperti :

1) Bank of America 2) Bank of Tokyo 3) Bangkok Bank 4) City Bank

e) Bank Milik Campuran, kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia, seperti :


(33)

2) Bank CIMB Niaga 3) Bank HSBC

Namun dalam UUP 1992 tampaknya jenis bank hanya dilihat dari segi fungsinya saja. Hal ini diatur dalam Pasal 5 butir ( 1 ) yang terdiri dari :

a) Bank Umum, yaitu bank dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya, yang dipersamakan dengan itu.

Sedangkan dalam UUP 1998, kelembagaan bank ditata dalam struktur yang lebih sederhana menjadi 2 jenis. Perbedaan jenis bank ini ditegaskan dalam Pasal 5 UUP yang menurut jenisnya, bank terdiri dari :22

a) Bank Umum

Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu itu antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan. Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

22


(34)

b) Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat bukan bank pencipta giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Kegiatan Usaha Bank

Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan, sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas.23

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

Kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit.

Menurut ketentuan Pasal 6 UUP, kegiatan usaha Bank Umum yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

b. Memberikan kredit;

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;

23


(35)

d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; 3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5) Obligasi;

6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

8) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

9) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 10) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

Bank Umum dilarang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 UUP, yaitu :


(36)

a. Melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c ;

b. Melakukan usaha perasuransian ;

c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha.

Adapun kegiatan usaha yang dapat dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UUP antara lain :

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b) Memberikan kredit;

c) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), seperti deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.

Bank Perkreditan Rakyat dilarang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UUP, yaitu :

a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran ;

b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing ; c. melakukan penyertaan modal ;

d. melakukan usaha perasuransian ;

e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.


(37)

J. Pembinaan dan Pengawasan Bank

Kegiatan perbankan yang dilakukan sehari-hari, baik oleh bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat tidak terlepas dari berbagai kesalahan. Kesalahan dapat terjadi karena sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, agar dunia perbankan dapat berjalan dengan peraturan yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh dunia perbankan. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia.24

1. Kelembagaan;

Mengenai Pembinaan dan pengawasan Bank diatur dalam Pasal 29 s/d 37 UUP. Di dalam Pasal 29 butir ( 1 ) yang dimaksud Pembinaan adalah upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek :

2. Kepemilikan; 3. Kepengurusan; 4. Kegiatan usaha; 5. Pelaporan;

6. Aspek lain mengenai kegiatan operasional bank.

Pelaksanaan pengawasan meliputi pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, pengawasan tidak langsung dalam bentuk pengawasan melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank.

24

Wijanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Inonesia, Jakarta : Grafiti, 1997, hal 67.


(38)

Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan Bank Indonesia dengan menetapkan kesehatan bank yang meliputi aspek kecukupan modal, kualitas aset, kesulitan manajemen, likuiditas, yaitu kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang, rentabilitas, yaitu untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Serta solvabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh hutang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Kemudian pihak perbankan wajib memelihara kesehatan bank tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku, wajib menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan oleh Bank Indonesia dan wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi, yang dilakukan nasabah melalui bank.25

25

Kasmir, Op., Cit, hal 58.

Demikian pula Bank Indonesia berhak untuk memeriksa semua catatan dan berkas-berkas yang ada baik secara berkala maupun setiap waktu jika diperlukan.

Perbankan wajib pula menyampaikan kepada Bank Indonesia tentang laporan keuangannya, baik berupa neraca, laporan laba rugi tahunan ataupun laporan perubahan modal dalam waktu dan bentuk yang telah ditetapkan. Laporan keuangan yang disampaikan ini hendaknya telah diaudit oleh akuntan publik.


(39)

Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan hidupnya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :26

1. Pemegang saham menambah modal

2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris atau direksi bank

3. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya. 4. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.

5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kegiatan. 6. Bank menyerahkan pengelolahan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada

pihak lain.

7. Bank menjual sebagian atau seluruhnya harta atau kewajiban kepada bank atau pihak lain.

Kemudian apabila tindakan diatas tidak mampu untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank dan menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna membubarkan badan hukum dan membentuk tim likuidasi.

Oleh karena itu, pembinaan perbankan perlu terus dijalankan agar pihak perbankan selalu mematuhi rambu-rambu yang telah ditetapkan. Pembinaan ini juga ditujukan untuk kepentingan kemajuan bank itu sendiri agar jangan

26

Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004, hal 92.


(40)

menderita kerugian. Pembinaan yang dijalankan juga agar tetap konsisten sehingga dalam pelaksanaan dilapangan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tetapi pada akhir November 2008 Perbankan Nasional kembali diguncang kasus Bank Century karena diannggap berpotensi memicu krisis global, menyusul kalah kliring yang dihadapinya. Krisis yang dihadapi Bank Century disebabkan karena permasalahan internal bank tersebut dan lemahnya pengawasan Bank Indonesia. Permasalahan internal tersebut karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut : 27

1. Peneyelewangan dana nasabah hingga Rp.2,8 Triliun ( nasabah Bank Century sebesar Rp.1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp. 1,4 Triliun).

2. Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam.

Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan trasnsaksi perbankan dan uang mereka pun untuk sementara tidak dapat dicairkan.

Dalam upaya penyelamatan kasus Bank Century ini telah diputuskan pemerintah tahun lalu bersama Bank Indonesia. Biaya penyelamatan Bank Century hanya sekitar Rp. 1,3 Triliun yang disetujui oleh DPR, belakangan ketahuan uang dari kantong negara harus dikuras Rp.6,7 Triliun. Namun pemerintah dan Bank Indonesia menyatakan dalam proses penyembuhan bank ini,

27

http://darmawanachmad.wordpress.com /2010/02/27/pembinaan-dan-pengawasan-perbankan.


(41)

pemerintah harus menyuntikkan dana untuk memenuhi syarat kesehatan bank. Akhirnya biaya penyelamatan membengkak berlipat-lipat dari yang disetujui DPR.

Jelas bahwa masalah kasus Bank Century disebabkan lemahnya Bank Indonesia mengawasi pengoperasian Perbankan Nasional, sehingga merugikan keuangan Negara. Bank Indonesia dinilai lalai dalam pengawasan, sehingga Direksi dan pemilik Bank Century sejak Tahun 2005 leluasa melarikan dana milik nasabah ke luar negeri melalui penerbitan Obligasi fiktif. Kemudian DPR merasa dilangkahi pemerintah, karena pemerintah dan DPR hanya bersepakat mengeluarkan dana sebesar 1,3 Triliun, nyatanya Rp. 6,7 Triliun. Pengambil alihan Bank Century oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan tidak memiliki konsep yang jelas dan akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan dalam upaya penyehatan Century yang mencapai Rp. 6,7 Triliun, kemungkinan dana tersebut tidak akan bisa kembali pada nasabah.

Dengan melihat sistem pengawasan perbankan pada Bank Indonesia seharusnya dijalankan dengan akuntabilitas, transparan, responbilitas, sehingga kasus Bank Century tidak akan terjadi, untuk kedepannya diharapkan kepada Bank Indonesia harus benar-benar berperan sebagai lembaga independen sebagaimana diiamanatkan Undang-Undang, dan tidak terpangaruh pada tekanan politik, pengawasan Bank Indonesia benar benar diperlukan demi terciptanya dunia perbankan yang sehat28.

28


(42)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN

G. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.29

Op. Simorangkir menyatakan kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

Dalam Pasal 1 butir 11 UUP 1998 bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

30

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak

Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang transaksi kreditnya menyangkut uang sebagai alat kredit.

29

Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 12.

30

Simorangkir Op. Ek dan H. Untung Budi, Seluk-beluk Bank Komersial, Jakarta : Aksara Persada, 1986, hal 1.


(43)

mata melunasi hutangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Dari pengertian-pengertian kredit di atas, terdapat unsur-unsur dalam kredit yaitu :31

1. Adanya Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi (uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang.

2. Adanya Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberi prestasi dengan saat pengembaliannya. Karena dalam unsur waktu terdapat nilai uang yakni nilai uang sekarang dan nilai uang dimasa yang akan datang.

3. Adanya Prestasi, yaitu suatu yang dihubungkan dengan kredit, maka yang dimaksud prestasi dalam hal ini adalah uang.

4. Adanya Resiko, yaitu suatu kerugian yang mungkin timbul dari pemberian kredit.

5. Adanya Jaminan, yaitu untuk menghindari resiko yang mungkin timbul, maka harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan suatu jaminan sebagai upaya terakhir pengamanan kredit.

Klasifikasi bentuk kredit yang disalurkan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat di dasarkan pada kriteria, sebagai berikut :32

1. Kriteria kegunaan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu :

31

Mariam Darul Badrulzaman., Perjanjian Kredit Bank, Alumni : Bandung, 1983, hal 21.

32


(44)

a) Kredit Investasi ( investment loan ) adalah: kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan proyek baru yang memerlukan jumlah dana besar dalam jangka waktu yang lebih lama.

b) Kredit Modal Kerja ( productive loan ) adalah : kredit yang digunakan untuk membiayai usaha dalam rangka peningkatan produksi.

2. Kriteria tujuan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 3 ( tiga ) yaitu :

a) Kredit Produktif ( productive loan ) adalah : kredit yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan usaha, sehingga menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah yang begitu besar.

b) Kredit Konsumtif ( consumer loan ) adalah : kredit yang bertujuan untuk memenuhi keperluan pribadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perumahan dan kendaraan.

c) Kredit Perdagangan ( commercial loan ) adalah : kredit yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan usaha perdagangan, misalnya usaha pertokoan, dan kredit ekspor.

3. Kriteria jaminan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu :33

a) Kredit dengan jaminan ( secured loan ) adalah: kredit yang diberikan dengan jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan oleh calon debitur.

33


(45)

b) Kredit Tanpa Jaminan ( unsecured loan ) adalah : kredit yang tidak dilindungi dan tidak didukung oleh jaminan barang atau orang. Kredit ini dasarkan pada kepercayaan terhadap prospek usaha dan kejujuran calon debitur.

4. Kriteria jangka waktu

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 3 ( tiga ) yaitu :

a) Kredit Jangka Pendek ( short term loan ) adalah : kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari 1 ( satu ) tahun, misalnya untuk modal kerja.

b) Kredit Jangka Menengah ( medium term loan ) adalah : kredit yang jangka waktu pengembaliannya antara 1 ( satu ) tahun sampai dengan 3 ( tiga ) tahun, misalnya : investasi.

c) Kredit Jangka Panjang ( long term loan ) adalah : kredit yang jangka waktu pengembaliannya lebih dari 3 ( tiga ) tahun, misalnya untuk investasi proyek perkebunan kelapa sawit.

H. Prosedur dalam Pemberian Kredit

Kredit Umum Pedesaan selanjutnya disingkat KUPEDES adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit Titi Kuning Cabang Medan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak. KUPEDES diutamakan untuk membiayai usaha kecil dimasyarakat namun demikian dapat pula diberikan kepada non golongan berpenghasilan tetap dan golongan berpenghasilan tetap.


(46)

Plafond merupakan jumlah besarnya pemberian kredit kepada calon debitur. Pada BRI Unit Titi Kuning Cabang Medan, plafond KUPEDES yang diberikan yaitu sebesar 25 juta s/d 50 juta, sedangkan plafond pemberian kredit diatas 50 juta diatur oleh kantor cabang. Besarnya plafond berpengaruh terhadap besarnya presentasi bunga. Semakin besar plafond kredit maka semakin kecil presentasi bunga yang diberikan, begitupun sebaliknya.

Melalui Surat Edaran No. S. 12-DIR/ADK/04/2005, mengenai Pelayanan KUPEDES dengan Plafond Kredit diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- , Khusus untuk Non Golongan Berpenghasilan Tetap seperti Pengusaha, dan Wiraswasta, dan golongan berpenghasilan tetap seperti ABRI dan PNS. Sesuai Pasal 8 Undang 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan asas-asas pemberian kredit yang sehat. Seiring dengan misi BRI untuk melakukan kegiatan perbankan yang mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat maka BRI memberikan usaha mikro melalui KUPEDES dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Dengan semakin besarnya respon perbankan untuk membiayai bisnis mikro dan ritel guna meningkatkan daya saing produk KUPEDES, maka Direksi memberlakukan ketentuan mengenai Pelayanan KUPEDES dengan Plafond Kredit diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,-, Khusus untuk Non Golongan Berpenghasilan Tetap dan golongan berpenghasilan tetap.


(47)

Adapun Ketentuan Umum tersebut sebagai berikut :34 1. Besar Kredit

Besar kredit yang diberikan diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 2. Tujuan Penggunaan Kredit

KUPEDES Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- dapat dipergunakan untuk investasi maupun modal kerja.

3. Suku Bunga

Berdasarkan hasil rapat ALCO ( kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas ) BRI, suku bunga KUPEDES diatur sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Direksi No. S.E. S7-DIR/AD/03/2005 Tentang Suku Bunga KUPEDES BRI.

Khusus untuk BRI Unit BRINETS, perubahan tingkat suku bunga dilakukan melalui screen pemeliharaan data rate di AA Creation Menu.

4. Besar Angsuran, Hak PBTW ( Hak Pembayaran Bunga Tepat Waktu ) dan Restitusi Bunga

a. Untuk BRI Unit STU, penentuan besar angsuran pokok + bunga, hak PBTW dan restitusi bunga sebagaimana tabel angsuran yang akan dikeluarkan oleh Divisi Bisnis Mikro dan merupakan satu kesatuan dengan Surat Edaran.

b. Untuk BRI Unit BRINETS, penentuan besar angsuran hak PBTW dan restitusi bunga berpedoman pada hasil perhitungan yang dilakukan secara otomatis oleh sistem BRINETS.

34

Syarat-Syarat Ketentuan Umum Pemberian Kredit KUPEDES pada PT. Bank Rakyat Indonesia.


(48)

5. Jangka Waktu dan Pola Angsuran

a. Jangka waktu dan pola angsuran KUPEDES harus memperhatikan karakteristik usaha yang akan dibiayai, siklus usaha cash flow debitur sebagaimana telah ditetapkan dalam PKK Bisnis Mikro.

b. Untuk calon debitur yang memilih pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan, dapat diberikan alternatif cara pembayaran angsuran sebagai berikut:

1) Pembayaran angsuran pokok + bunga tetap dilakukan sesuai dengan jadwal pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan.

2) Pembayaran angsuran pokok tetap dilakukan sesuai dengan jadwal pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, tetapi angsuran bunga dibayar perbulan. Besar angsuran bunga yang dibayar perbulan tersebut dihitung secara proporsional berdasarkan besar angsuran bunga setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, sebagaimana tercantum dalam tabel angsuran.

6. Agunan

a. Agunan KUPEDES dapat berupa tanah atau bangunan dengan status kepemilikan berupa Surat Hak Milik ( SHM ), Surat Hak Guna Bangunan ( SHGB ), Surat Hak Guna Usaha ( SHGU ), serta BPKB Kendaraan Bemotor roda 4 atau lebih ( mobil, truk, dll ). Agunan yang diberikan oleh calon debitur harus mengcover KUPEDES yang diberikan pokok + bunga.


(49)

b. Penilaian agunan untuk kredit mikro ( KUPEDES ) didasarkan pada nilai likuidasi ( dahulu disebut sebagai Taksiran Harga Lelang Sita / THLS ) yaitu nilai atau harga jual barang agunan pada penilaian dilakukan, dengan asumsi penjualan dilakukan dengan mudah, baik secara damai maupun dengan lelang.

Penetapan nilai likuidasi didasarkan pada pertimbangan antara lain : 1) Kualitas barang,

2) Tingkat kepentingan atau fungsi barang dalam kehidupan masyarakat, 3) Ketersediaan barang dipasar,

4) Peluang adanya barang subtistusi, 5) Tingkat daya beli masyarakat.

Ketentuan lainnya sehubungan dengan agunan kredit mengacu pada S.E Direksi NO.S.E: S.8-DIR/ADK/05/2004 tanggal 11 Maret 2004 Tentang Agunan Kredit.

c. Untuk agunan berupa tanah atau tanah dan bangunan harus diikat dengan Hak Tanggungan dan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) harus di buat secara notaril sesuai ketentuan yang berlaku. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 Tanggal 8 Mei 1996 Pasal 1 buitr 3 ditentukan bahwa untuk Kredit Umum Pedesaan BRI ( KUPEDES BRI ) maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ( SKMHT ) yang diberikan oleh calon debitur untuk


(50)

menjamin pelunasan kreditnya berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok.

d. Sesuai dengan UU.No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Pasal 15 butir 1 bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta notaril atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan.

2) Tidak memuat kuasa subtitusi

3) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah hutang dan nama serta identitas kreditur, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan.

e. Sedangkan untuk BPKB kendaraan bermotor diikat dengan fidusia. 7. Asuransi

Untuk mengurangi risiko tidak terbayarnya kredit, maka setiap debitur KUPEDES diasuransikan kepada perusahaan asuransi jiwa rekanan BRI yang telah ditunjuk. Premi asuransi menjadi beban BRI. Ketentuan mengenai besarnya premi asuransi dan syarat-syarat penutupan asuransi lainnya mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

Adapun Persyaratan Pemberian Kredit KUPEDES, antara lain :

1. Calon debitur harus mempunyai usaha yang layak untuk dibiayai dengan repayment capasity ( RPC ) mencukupi.


(51)

2. Persyaratan calon debitur antara lain : a. WNI cakap hukum

b. Usia calon debitur minimal 21 tahun atau sudah menikah

c. Harus ada surat keterangan usaha dari kepala desa/ lurah setempat. d. Menyerahkan fotocopy KTP calon debitur.

e. Fotocopy kartu keluarga yang masih berlaku sesuai dengan aslinya. f. Pejabat Kredit Lini ( PKL ) harus memastikan kebenaran alamat calon

debitur, dengan melakukan cross check dengan kartu keluarga atau rekening listrik calon debitur. Fotocopy KTP atau Kartu Identitas lainnya harus diberi paraf oleh Pejabat Kredit Lini (Mantri atau Kaunit) sebagai bukti bahwa alamat calon nasabah pada fotocopy KTP tersebut benar dan cocok dengan aslinya.

3. Apabila debitur mendapat fasilitas KUPEDES atau pernah mendapat fasilitas KUPEDES, maka secara kumulatif debitur yang bersangkutan tidak pernah menunggak lebih dari 3 ( tiga ) kali angsuran pokok atau bunga.

4. Pejabat Kredit Lini ( Mantri atau Kaunit ) wajib mencari informasi tentang calon debitur ke BRI Unit/ Kanca BRI terdekat. Apabila calon debitur ternyata sedang mendapat kredit di BRI Unit/ Kanca BRI, maka seluruh pinjaman yang sudah didapat dan yang akan diberikan, harus ditotal dan tidak melebihi Rp.50.000.000,-.


(52)

Sistem dan Prosedur Pemberian Kredit, antara lain :

1. Permohonan KUPEDES harus dilakukan secara tertulis dengan menggunakan Surat Keterangan Permohonan Pinjam ( SKPP )

2. Analisis KUPEDES dilakukan dengan menggunakan pendekatan Repayment Capasity ( RPC ) melalui wawancara dengan calon debitur. Hasil wawancara dituangkan dalam bentuk Neraca dan Rugi Laba dengan menggunakan Model 70-b KUPEDES, sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan KUPEDES calon debitur yang bersangkutan.

3. Apabila dari hasil analisis KUPEDES yang dilakukan oleh Mantri dan Kaunit terdapat hal-hal yang diragukan kebenaran, keakuratan dan atau kewajarannya maka Pejabat Pemutus ( Pinca, MBM, dan AMBM ) dapat melakukan pemeriksaan ulang secara on site untuk memastikan kebenaran, keakuratan, kewajaranmya. Hasil pemeriksaan ulang tersebut dituangkan dalam lembaran terpisah dan disatukan dengan tetap menggunakan Model 70-b dan disatukan dengan Model 70-b hasil analisis sebelumnya.

4. Maksimal waktu proses adalah 14 ( empat belas ) hari kerja terhitung sejak calon debitur mengajukan permohonan.

5. Kewenangan Memutus diatur sebagai berikut:

Sebgaimana telah ditentukan dalam Surat Keputusan Direksi No: S.63-DIR/ADK/10/2003 tanggal 20 Oktober 2003 Tentang Putusan Delegasi Wewenang Kredit ( PDWK ) berserta perubahannya, kewenangan memutus KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- merupakan kewenangan Pemimpin Cabang dan dapat


(53)

didelegasikan kepada Manajer Bisnis Mikro ( MBM ), dengan ketentuan sebagai berikut :

a. BRI Unit tetap dapat melayani pemberian KUPEDES dengan plafond diatas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- apabila Non Performing Loan ( NPL ) khusus untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- di BRI Unit yang bersangkutan < 2,75 %, dan diputus sesuai dengan kewenangan ( Pinca atau MBM sesuai limit ).

b. Namun apabila NPL ( Non Perfoming Loan ) Khusus untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- disuatu BRI Unit lebih dari 2,75 % maka atas permohonan KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- tersebut harus dimintakan ijin prinsip secara case by case ke Pemimpin Wilayah dengan ketentuan :

1) Ijin prinsip dapat diberikan dapat diberikan apabila NPL khusus untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- dalam satu wilayah kerja Kanca BRI tidak melebihi 3 %.

2) Namun apabila NPL khusus untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp. 25.000.000,- s/d RP. 50.000.000,- dalam satu wilayah kerja Kanca BRI tidak melebihi 3 %, maka Kanca yang bersangkutan tidak boleh memberikan KUPEDES dengan plafond plafond diatas Rp. 25.000.000,- s/d RP. 50.000.000,- , kecuali


(54)

terhadap nasabah lama yang tidak mempunyai riwayat tunggakan tetap, dapat diberikan ijin prinsip secara case by case oleh Pemimpin Wilayah.

Untuk golongan berpenghasilan tetap, persyaratan yang harus dipenuhi sama dengan persyaratan golongan non berpenghasilan tetap, tetapi hanya ada sedikit perbedaan antara lain :

a. Domisili kantor yang menerima kredit atau tempat pemotongan gaji atau pensiun berada pada wilayah kerja BRI Unit yang bersangkutan.

b. Tidak sedang menikmati kredit di Kantor Cabang atau di BRI Unit lainnya.

c. Menyerahkan asli Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai tetap yang pertama dan asli SK penetapan pangkat pegawai yang terakhir.

d. Menyerahkan asli kartu peserta TASPEN (Tanda Sebagai Pegawai Negeri) bagi pegawai negeri, asli kartu peserta ASABRI (Anggota Satuan ABRI) bagi anggota ABRI atau asli kartu identitas pensiun (KARIP) bagi para pensiunan dan asli KARPEG (Kartu Pegawai) untuk pegawai negeri sipil. e. Menyerahkan daftar perincian gaji atau pensiun karyawan yang

bersangkutan dan telah disahkan oleh kepala kantor yang bersangkutan. f. Ada rekomendasi dari kepala kantor, pimpinan perusahaan atau kantor

pembayaran pensiun yang bersangkutan yang menyatakan bahwa yang menerima kredit benar-benar akan mengajukan KUPEDES di BRI Unit setempat.


(55)

g. Menyerahkan keterangan lain yang diperlukan, misalnya kewajiban angsuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan bukti bahwa yang menerima kredit tidak menunggak angsuran KPR tersebut (bila ada).

h. Bersedia untuk membuka rekening tabungan di BRI Unit yang bersangkutan.

I. Perjanjian kredit pada umumnya

Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, defenisi mengenai Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Marhainis Abdul Hay memberikan batasan bahwa kredit adalah merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan35, sedangkan menurut R. Subekti kata kredit berarti mendapat kepercayaan dari bank.36

Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.”37

35

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pradya Paramita, 1976, hal 142.

36

R. Subekti, Jaminan- Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,

Alumni : Bandung, 1982, hal 11.

37

Mariam Darul Badrulzaman, Op., Cit, hal 28.

Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditur dan debitur). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan,


(56)

barulah ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak.

Para ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata, yang dibuat oleh Pembentuk Undang-Undang, misalnya : Perjanjian sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam dan hibah, akan tetapi sebagian ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama di luar KUHPerdata, yang dibuat oleh Pemerintah melalui Keputusan, misalnya Perjanjian sewa beli atau leasing diatur Menteri Keuangan, perjanjian distributor, serta perjanjian kredit. 38

Berdasarkan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 dalam memberikan kredit, bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

.

“Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.”

39

38

Sutarno,Op,.Cit, hal 68.

39

Muhammad Djumhana, Op,.Cit, hal 385.

Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian


(57)

tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.40 Bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan, akan tetapi yang harus diperhatikan bahwa perjanjian tersebut isinya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian tersebut harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, yang isinya memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu diperhatikan, guna mencegah adanya kebatalan dari perjanjian yang dibuat (invalidity), sehingga dengan demikian pada saat dilakukan perbuatan hukum (perjanjian) tersebut jangan sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.41

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUHPerdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;42

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanian; 3. Mengenai hal atau obyek tertentu; 4. Suatu sebab (causa) yang halal;

40

Ibid, hal 97.

42

Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Lyberti,, 1989, hal 3.


(58)

Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara bank dengan debitur. Dalam praktek bank mengenal dua bentuk perjanjian kredit, antara lain :43

a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan. Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut.

b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris dinamakan akta otentik atau akta notariil. Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit

43


(59)

disiapkan bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik ini biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank.

J. Jaminan Kredit

Istilah “jaminan“ berasal dari istilah “zekerheid” atau “ cautie “merupakan terjemahan bahasa Belanda, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau hutang yang diterima debitur terhadap kreditur.

Menurut Pasal 1 butir 23 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan ( UUP ) yang dimaksud Agunan, adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank, dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Menurut Hasanudin Rahman, jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada pihak kreditur, karena pihak kreditur


(60)

mempunyai suatu kepentingan, bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.44

Adapun fungsi jaminan hutang adalah untuk, antara lain :45

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank ( kreditur ) untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah (debitur) melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

2. Menjamin agar nasabah atau debitur berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah . 3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit.

Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Pasal 8 butir 1 UUP disebutkan bahwa kredit yang diberikan bank apabila mengandung risiko, dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan dalam arti bank mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Asas-asas perkreditan yang sehat ,di antara nya: 46

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis.

44

Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, Bandung, : Citra Aditya bakti, 1996, hal 233.

45

Thomas Suyatno, Op.,Cit, hal 88.

46


(61)

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian.

3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

4. Bank tidak diperkenakan memberikan kredit melampaui batas pemberian kredit (legal lending limit)

Jenis jaminan kredit dapat dikelompokkan, sebagai berikut :47

1. Jaminan yang lahir karena Undang-Undang dan lahir karena perjanjian. a. Jaminan yang lahir karena Undang-Undang adalah jaminan yang adanya

karena ditentukan oleh Undang-Undang, tidak perlu ada perjanjian antara kreditur dengan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari Undang-Undang ini adalah Pasal 1131 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya. Artinya setiap kreditur yang memberikan pinjaman kepada debitur maka seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan.

b. Jaminan lahir karena perjanjian adalah adalah jaminan ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Jaminan dalam bentuk hak tanggungan/hipotik, fidusia, gadai tergolong jaminan karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur agar kreditur

47


(62)

memiliki hak istimewa atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh debitur, maka jaminan tersebut harus diikat secara khusus.

2. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu berada (droit de suite) dan dapat dialihkan. “Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteit artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu maka akan didahulukan pelunasan hutangnya dibanding memegang jaminan hak kebendaan kemudian.”

3. Jaminan Penanggungan Hutang (Borgtocht)

Jaminan penanggungan hutang adalah jaminan yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap kekayaan debitur tertentu, contohnya borgtocht. Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai asas kesamaan (Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata) artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan penjamin dan tidak mengindahkan urutan terjadinya48

Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang), dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur (si berutang). Perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga (penjamin) dapat

.

48


(63)

dilakukan dengan sepengetahuan debitur (si berhutang) atau tanpa sepengetahuan si debitur.

K. Kredit Bermasalah

Bisnis perbankan adalah bisnis yang sangat berisiko namun juga sangat menguntungkan. Bisnis perbankan banyak diatur oleh negara (Bank Indonesia dan Pemerintah), karena bisnis ini melibatkan penghimpunan dan penyaluran dana-dana milik masyarakat. Salah satu penyebab rusaknya sistem perbankan nasional adalah perilaku pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengabaikan prinsip kehati-hatian serta lemahnya pengawasan Bank Indonesia. Prinsip kehati-hatian sangat penting dilakukan guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan kokoh. Krisis perbankan yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 menunjukkan betapa lemahnya komitmen untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian di kalangan pelaku dan pengawasan perbankan.

Prinsip-prinsip analisis pemberian kredit bank meliputi 5C, dan 7P, dan 3R . Adapun penjelasan untuk analisis pemberian kredit 5-C adalah sebagai berikut :49

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat di percaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, dan hobi. Ini semua merupakan ukuran kemauan membayar.

1. Character

49


(1)

jaminan secara lelang di depan umum, agar kredit yang telah diberikan dapat dilunasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan dibahas di atas, maka penulis memberikan masukan dan saran sebagai berikut :

1. Di dalam memberikan kredit kepada calon debitor, pejabat bank terutama pejabat bank bagian kredit dalam melaksanakan analisis sistem dan tata cara 5 C’s of Credit, Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economi

diharapkan melakukan analisis tersebut dengan lebih cermat dan cerdik. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah/macet pada masa yang akan datang, karena berhasil tidaknya penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kolektibiltas bank yang bersangkutan. Diharapkan dalam penyelesaian kredit bermasalah, terjadi kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak ketiga yang membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut.

2. Seorang debitur sebaiknya menasuransikan barang jaminannya baik itu asuransi jiwa maupun asuransi barang, guna untuk mencegah timbulnya sengketa atau permasalahan yang akan datang jika debitur meninggal dunia.


(2)

3. Dalam hal eksekusi sebaiknya dilakukan secara damai atau musyawarah diantara debitur dan kreditur. Karena apabila terjadi suatu sengketa dalam eksekusi jaminan tersebut maka akan memakan waktu yang cukup panjang dan biaya yang mahal, yang dapat merugikan kedua belah pihak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004.

Bahsan, M Hukum Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2007.

Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Lyberti,, 1989

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta : Djambatan, 1996. Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, Bandung,

: Citra Aditya bakti, 1996.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005. Iswi Hariyani,dkk, Bebas Jeratan Hutang Piutang, Yogyakarta : Pustaka Yustisia,

2010.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Raja Grafindo, 2011. Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pradya Paramita,

1976.

Mariam Darul Badrulzaman., Perjanjian Kredit Bank, Alumni : Bandung, 1983

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer , Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

R. Subekti, Jaminan- Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni : Bandung, 1982.

Rony Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008.


(4)

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Simorangkir Op. Ek dan H. Untung Budi, Seluk-beluk Bank Komersial, Jakarta : Aksara Persada, 1986.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986. Suharno, Analisa Kredit, Jakarta : Djambatan, 2003.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1988

Sutarno, Aspek- Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2003. Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang,

bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2003.

Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta : Gita Karya, 1963 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

2003.

Wijanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Inonesia, Jakarta : Grafiti, 1997. Zulfi Diane Zaini, Indepedensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank

Bermasalah, Bandung : Keni Media, 2012

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960


(5)

Indonesia, Undang-Undang No 24 Tahun 1999 Tentang Lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan.

Presedium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2 / 539/UPK / Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam pemberian kredit dalam bentuk apapun, Bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit

Surat Edaran Kantor Pusat BRI No. S.143/Dir/ BUD/9/91 tanggal 18 September 1991

SK Direksi Bank Indonesia No.31/147/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 Surat Edaran Nomor S.12-Dir/ADK/04/2005 mengenai Pelayanan KUPEDES Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Buku Pedoman Kredit PT.Bank Rakyat Indonesia.

Syarat-Syarat Ketentuan Umum Pemberian Kredit KUPEDES pada PT. Bank Rakyat Indonesia.

Litigasi yaitu proses penyelesaian secara hukum yang dilakukan oleh para ahli hukum. Non Litigasi yaitu proses penyelesaian melalui lembaga-lembaga hukum yang ditunjuk untuk itu tanpa harus melibatkan para ahli hukum. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2008, Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional Balai Pustaka.

Hasil Wawancara dengan Bpk.Boy Chandra Wibowo, selaku Kepala Unit Titi Kuning Cabang Medan, tanggal 1 Mei 2013, pukul 13.00 Wib pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk


(6)

Hasil Wawancara dengan Pihak Bank Bpk. Boy Chandra Wibowo, selaku Kepala Unit Titi Kuning, Cabang Medan, 3 Juni 2013, pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk

C. Website

Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22978/4/Chapter%20II.diakses tanggal 1 Mei 2013