Studi Proses Pembuatan Cabai Merah (Capsicum annum) Giling
Yenny Lubis. F.31.1153. Studi Proses Pembuatan Cabai Merah (Capsicum annum)
Giling. Di bawah bimbingan Erliza Harnbali Dan Meika Syahbana Rusli.
Cabai merupakan produk hortikultura yang dibudidayakan secara komersial
di daerah tropis. Penggunaan utama cabai ialah untuk cabai bubuk, rnemberi rasa
pedas, dan memberi warna pada produk rnakanan. Cabai yang terrnasuk kelompok
. , ,
ini adalah cabai merah besar (Capsicun annum) (Santika, 1995)
Salah satu sifat cabai adalah mudah rusak setelah panen, sehingga
dibutuhkan proses pasca panen-.cabai. Proses pasca panen yang dilakukan
terhadap cabai meliputi pernberian bahan pengawet, penyimpanan suhu dingin,
penggunaan pengemasan yang termodiikasi, d a n pengolahan menjadi produk baru
(saus).
Penelitian ini bertujuan untuk studi proses pernbuatan cabai merah giling
dengan penambahan bahan pengawet NsC1 dan Natrium benzoat. Metode
pemanasan cabai merat1 giiiny yang digunakan a d a dua, yaitu metode radiasi
microwave d a n metode autoklaf.
Penelitian ini terdiri dari d u a tahap, yaitu t a h a p pendahuluan dan utama.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan jumlah NaCl yang diambahkan
k e dalam cabai merah giling d a n menentukan waktu pemanasan cabai merah giling
yang rnenggunakan metode radiasi microwave. Konsentrasi NaCl yang diuji pada
cabai rnerah giling s e b e s a r 4 %, 6 % dan 10 % (b/b), sedangkan waktu pemanasan
dengan rnetoda radiasi microwave a d a dua tingkat waMu yaitu satu menit dan d u a
menit.
Penelitian utarna bertujuan untuk rnelihat kondisi cabai merah giling (halus
dan kasar) yang sudah diberi perlakuan penambahan bahan pengawei selama
penyirnpanan 35 hari. Bahan pengawet yang digunakan adalah NaCl dan natrium
benzoat. NaCl yang diambahkan pada cabai giling s e b e s a r 6 % (dari peneliian
pendahuluan), dan konsentrasi natrium benzoat masing-masing 0 %, 0,025 %,
0,05 %, 0,075 %, dan 0,1 % (b/b)). Analisa yang digunakan dalam peneliian ini
adalah analisa total mikroba, uji organoleptik terhadap warna, pH, dan tingkat
kepedasan cabai merah giling.
Hasit peneliiian menunjukkan bahwa pemanasan cabai merah giling dengan
menggunakan autoklaf rnernpunyai iota1 mikroba yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan pernanasan menggunakan radiasi microwave. Cabai merah giling yang
dihasilkan dari penggunaan metoda autoklaf selarna penyirnpanan 35 hari
rnempunyai total mikroba kurang dari 1 x lo5 koloni/gram (total mikroba rnaksimum
berdasarkan SNI (0230-90) s e b e s a r Ix io5 kolonilgram). Cabai giling awet yang
dihasilkan dengan menggunakan metoda radiasi microwave dan konsentrasi natrium
benzoat 0,05 %, 0,075 %, d a n 0'1 % menunjukkq mutu yang masih baik sampai
penyimpanan 35 hari, sedangkan cabai merah giling halus dengan konsentrasi
natriurn benzoat 0 % dan 0,025 % sudah rusak pada hari ke-15. Cabai merah giling
kasar yang dihasilkan dari penggunaan metoda microwave secara keseluruhan
mengalami kerusakan pada penyimpanan 35 hari.
Data tingkat kesukaan terhadap warna cabai diuji secara statistik
menggunakan uj chi-square. Hasii uji organoleptik yang dihasilkan menunjukkan
bahwa panelis lebih menyukai cabai merah giling halus yang dihasilkan dengan
menggunakan metoda radiasi microwave dengan konsentrasi natrium benzoat
0,05 %. Untuk cabai merah giling halus yang dihasilkan dengan menggunakan
metoda autoklaf lebih disukai pada penarnbahan natrium benzoat o % (kontrol),
sedangkan uniuk cabai merah giling kasar yang dihasilkan dengan menggunakan
autoklaf lebih disukai dengan penarnbahan nairium benzoat 0,05 %.
Cabai merah giling awet selama masa penyimpanan mengalami penurunan
pH. Tetapi berdasarkan analisa varians, perubahan pH cabai tersebut tidak berbeda
nyata pada alpha 0.05, kecuali untuk cabai merah giling kasar yang dihasilkan dari
penggunaan rnetoda autoklaf. Penurunan pH tersebut disebabkan karena selarna
penyimpanan terjadi perubnhan natrium benzoat rnenjadi asarn benzoat dan adanya
asarn yang dihasilkan oleh bakteri asarn iaktat.
Tingkat kepedasan cabai diukur pada awal dan akhir penyimpanan. Tingkat
kepedasan cabai cenderung menurun setelah penyimpanan. Hal ini diakibatkan
oleh adanya penguapan zat -zat penyebab rasa pedas pada cabai merah giling awet
selarna penyimpanan.
Giling. Di bawah bimbingan Erliza Harnbali Dan Meika Syahbana Rusli.
Cabai merupakan produk hortikultura yang dibudidayakan secara komersial
di daerah tropis. Penggunaan utama cabai ialah untuk cabai bubuk, rnemberi rasa
pedas, dan memberi warna pada produk rnakanan. Cabai yang terrnasuk kelompok
. , ,
ini adalah cabai merah besar (Capsicun annum) (Santika, 1995)
Salah satu sifat cabai adalah mudah rusak setelah panen, sehingga
dibutuhkan proses pasca panen-.cabai. Proses pasca panen yang dilakukan
terhadap cabai meliputi pernberian bahan pengawet, penyimpanan suhu dingin,
penggunaan pengemasan yang termodiikasi, d a n pengolahan menjadi produk baru
(saus).
Penelitian ini bertujuan untuk studi proses pernbuatan cabai merah giling
dengan penambahan bahan pengawet NsC1 dan Natrium benzoat. Metode
pemanasan cabai merat1 giiiny yang digunakan a d a dua, yaitu metode radiasi
microwave d a n metode autoklaf.
Penelitian ini terdiri dari d u a tahap, yaitu t a h a p pendahuluan dan utama.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan jumlah NaCl yang diambahkan
k e dalam cabai merah giling d a n menentukan waktu pemanasan cabai merah giling
yang rnenggunakan metode radiasi microwave. Konsentrasi NaCl yang diuji pada
cabai rnerah giling s e b e s a r 4 %, 6 % dan 10 % (b/b), sedangkan waktu pemanasan
dengan rnetoda radiasi microwave a d a dua tingkat waMu yaitu satu menit dan d u a
menit.
Penelitian utarna bertujuan untuk rnelihat kondisi cabai merah giling (halus
dan kasar) yang sudah diberi perlakuan penambahan bahan pengawei selama
penyirnpanan 35 hari. Bahan pengawet yang digunakan adalah NaCl dan natrium
benzoat. NaCl yang diambahkan pada cabai giling s e b e s a r 6 % (dari peneliian
pendahuluan), dan konsentrasi natrium benzoat masing-masing 0 %, 0,025 %,
0,05 %, 0,075 %, dan 0,1 % (b/b)). Analisa yang digunakan dalam peneliian ini
adalah analisa total mikroba, uji organoleptik terhadap warna, pH, dan tingkat
kepedasan cabai merah giling.
Hasit peneliiian menunjukkan bahwa pemanasan cabai merah giling dengan
menggunakan autoklaf rnernpunyai iota1 mikroba yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan pernanasan menggunakan radiasi microwave. Cabai merah giling yang
dihasilkan dari penggunaan metoda autoklaf selarna penyirnpanan 35 hari
rnempunyai total mikroba kurang dari 1 x lo5 koloni/gram (total mikroba rnaksimum
berdasarkan SNI (0230-90) s e b e s a r Ix io5 kolonilgram). Cabai giling awet yang
dihasilkan dengan menggunakan metoda radiasi microwave dan konsentrasi natrium
benzoat 0,05 %, 0,075 %, d a n 0'1 % menunjukkq mutu yang masih baik sampai
penyimpanan 35 hari, sedangkan cabai merah giling halus dengan konsentrasi
natriurn benzoat 0 % dan 0,025 % sudah rusak pada hari ke-15. Cabai merah giling
kasar yang dihasilkan dari penggunaan metoda microwave secara keseluruhan
mengalami kerusakan pada penyimpanan 35 hari.
Data tingkat kesukaan terhadap warna cabai diuji secara statistik
menggunakan uj chi-square. Hasii uji organoleptik yang dihasilkan menunjukkan
bahwa panelis lebih menyukai cabai merah giling halus yang dihasilkan dengan
menggunakan metoda radiasi microwave dengan konsentrasi natrium benzoat
0,05 %. Untuk cabai merah giling halus yang dihasilkan dengan menggunakan
metoda autoklaf lebih disukai pada penarnbahan natrium benzoat o % (kontrol),
sedangkan uniuk cabai merah giling kasar yang dihasilkan dengan menggunakan
autoklaf lebih disukai dengan penarnbahan nairium benzoat 0,05 %.
Cabai merah giling awet selama masa penyimpanan mengalami penurunan
pH. Tetapi berdasarkan analisa varians, perubahan pH cabai tersebut tidak berbeda
nyata pada alpha 0.05, kecuali untuk cabai merah giling kasar yang dihasilkan dari
penggunaan rnetoda autoklaf. Penurunan pH tersebut disebabkan karena selarna
penyimpanan terjadi perubnhan natrium benzoat rnenjadi asarn benzoat dan adanya
asarn yang dihasilkan oleh bakteri asarn iaktat.
Tingkat kepedasan cabai diukur pada awal dan akhir penyimpanan. Tingkat
kepedasan cabai cenderung menurun setelah penyimpanan. Hal ini diakibatkan
oleh adanya penguapan zat -zat penyebab rasa pedas pada cabai merah giling awet
selarna penyimpanan.