Rumusan Masalah Tujuan Penelitian KegunaanPenelitian Penelitian yang Relevan

emas yang bahan dasarnya berasal dari logam emas yang di berikan Belanda kepada keluarga dari raja-raja yang bersekutu dengan Belanda. Sebelumnya kedudukan logam emas sangat sentral dalam kehidupan Merapu agama asli Pulau Sumba. Dalam kepercayaan setempat logam mulia berasal dari langit. Matahari terbuat dari emas dan bulan bintang terbuat dari perak. Kemudian sebagian emas dari matahari jatuh kebumi saat matahari terbenam dan juga perak jatuh ke bumi melalui bintang jatuh meteorit. Baik logam emas dan perak dijadikan sebagai kekayaan dari kemurahan Tuhan yang disimpan menjadi relik suci oleh klan-klan di Sumba daun lontar, 2011. Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang symbol mamulidalam masyarakat Sumba, khususnya di Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya. Judul penelitian yang diajukan adalah: “Mamuli Sebagai Simbol Kebudayaan Sumba”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,makarumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa makna simbol mamuli dalam kebudayaan Sumba dalam masyarakat di Kecamatan kodi Kabupaten Sumba barat Daya? 2. Bagaimanakah fungsi mamuli dalam kebudayaan Sumbadalam masyarakat di Kecamatan kodi Kabupaten Sumba barat Daya?

C. Tujuan Penelitian

6 Tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan makna simbol mamuli dalam kebudayaan Sumbadalam masyarakat di Kecamatan kodi Kabupaten Sumba barat Daya. 2. Untuk mendeskripsikanfungsi mamuli dalam kebudayaan Sumbadalam masyarakat di Kecamatan kodi Kabupaten Sumba barat Daya.

D. KegunaanPenelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti Dalam unsur penelitian ini selaku penulis hendak berbicara dengan kata hati, diutamakan karena dalam diskusi Mahasiswa adalah tujuan utama yang diperhatikan khalayak pemerintah maupun masyarakat.Membantu pemerintah daerah dalam menyelamatkan kebudayaan yang berdasarkan simbol itu sendiri.Ikut peduli dalam eksistensi simbol Mamuli untuk menjaga kearifan lokal. Diharapkan penelitian ini akan berguna sebagai bahan dokumentasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah. 2. Manfaat bagi masyarakat Sumba Membantu daerah yang diteliti untuk menginformasikan kepada masyarakat luas.SehinggaDapat membantu untuk menambah nilai kebudayaan lokal setempatMembantu menafsirkan arti dari sebuah simbol Mamuli. 3. Manfaat bagi Lembaga IKIP Budi Utomo Malang Membantu lembaga perguruan tinggi IKIP budi Utomo Malang sebagai sumber referensi di masa yang akan datang. Untuk menambah bahan kajian budaya akan pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Definisioperasional yang di gunakandalamtulisansebagaiberikut: 7

a. Mamuli

Mamuli merupakan mas kawin yang digunakan orang Sumba yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan terkhususnya ibu dari sang mempelai wanita bermakna sebagai lambing kesuburan, kehidupan dan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada sang ibu yang telahmelahirkan sang anak mempelaiwanita. Mamuli adalah perhiasaan khas dari Pulau Sumba yang berbentuk anting- anting telinga yang ukurannya agak besar dengan tambahan hiasan ornamen pelengkap. Bentuk dasar Perhiasan mamuli menyerupai bentuk rahim atau kelamin perempuan, sebagai simbol kewanitaan dan perlambangan kesuburan, yang tentunya dimaksudkan menghormati kedudukan perempuan.Di Sumba Barat Daya Kodi yang polos disebut “kamomol”. Baik mamuli maupun lulu amah terbuat dari emas.Mamuli yang paling besar mencapai 20 gram.

b. Simbol

Simbol adalah satu kultur budaya yang didalamnya terdapat ada banyak perbedaan tetapi tidak untuk menghilagkan rasa nasionalis kita yang bebeda Agama atau warna kepercayaan,salah satunya adalah Simbol atau Makna tertentu dimana simbol ini memberikan banyak makna arti kehidupan yaitu simbol kesuburan dan tanda kekelurgaan yang erat. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kebudayaan 1. Pengertian Kebudayaan

Menurut ilmu antropologi Koentjaraningrat1979, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar. Hampir seluruh tindakan manusia didapatkan melalui pembelajaran dari lingkungan sekitarnya, oleh karena itu manusia akan melahirkan budaya sepanjang hidupnya. Hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Endraswara 2006 bahwa manusia akan menciptakan budaya dari lahir 9 sampai matinya.Kebudayaan meliputi berbagai aspek kehidupan,yang mencakup sikap,kesadaran dan perilaku hidup serta menunjuk pada kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat Endraswara 2006; Ember dan Ember 1973.Kebudayaan diturunkan dalam masyarakat dari generasi ke generasi dan merupakan sesuatu yang khas dan dimiliki bersama oleh suatu masyarakat.Jadi, jika hanya dilakukan atau dipikirkan oleh satu orang saja, maka tidak dapat dikatakan kebudayaan.

2. Kebudayaan Marapu

Unsur kebudayaan Marapu yaitu budaya yang memberikan dan menyampaikan pesan lewat media alam dan dianalogikan lewat benda-benda keramat salah satunya batu kubur tempat pemakaman. Batu kubur bagi orang Sumba diyakini memberikan tanda kehidupan yang mempunyai jiwa mistis lewat perantara roh dan jiwa leluhur nenek moyang. Kepercayaan Marapu atau Merapu adalah “keyakinan hidup” yang masih dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Sumba yang masih menganut kepercayaan Marapu atau “ajaran para leluhur” senantiasa melakukan upacara dan perayaan ritual untuk mengiringi berbagai sendi kehidupan mereka.Kepercayaan ini dilambangkan dengan ritual, perayaan upacara, dan pengorbanan untuk penghormatan kepada sang pencipta juga arwah para leluhur mereka.Marapu dalam bahasa Sumba berarti “Yang dipertuan atau dimuliakan” terutama untuk menyebut arwah-arwah para leluhur mereka. Menurut Hadiwijono 1977: 29-31 mengemukakan tentang Marapu sebagai berikut:” Marapu adalah tokoh ilahi yang di dalamnya termasuk alam gaib, baik dalam arti dewa maupun dalam arti roh, jiwa serta barang-barang 10 duniawi yang menajdi tanda-tanda atau symbol kehadiran Marapu dan alam gaib tadi.”atas dasar yang dikemukakan itu, berikut adalah penggolongan Marapu sesuai dengan kedudukan, pangkat, dan kekuasaan Daeng, 2008:118: 1 Marapu Inyangita Marapu Langit atau Marapu Awange Marapu Awan. Marapu-marapu jenis ini hidup di alam sana, jadi tidak termasuk alam manusia. Mereka berkuasa atas hidup dan mati manusia. Kedalam golongan Marapu Inyangita atau Marapu Awange dimasukkan marapu-marapu berikut: a Marapu yang tertinggi, yang hidup samar-samar dalam kenang-kenangan; oleh masyarakat Marapu yang tertinggi dikatakan sebagai yang menjadikan dan pengayam manusia. Di Sumba Barat, Marapu yang tertinggi disebut Inna Kalada-Ama Kalada nenek dan kakek. Oleh sub- kelompok etnik lain diberi namaInna Matunggu- Ama Matunggu. bMarapu yang memerintah, pelaksana kehendak Marapu tertinggi. Marapu ini disebut Inna Nuku-Ama Hara, karena merekalah yang menjamin bahwa nuku hukum dan hara cara yang terpelihara dalam masyarakat. c Marapu Pengawas untuk para dewa sebagai pelaksana segala-galanya yang direncanakan oleh Marapu yang memerintahDaeng, 2008:118. 2 Marapu yang tergolong dalam alam manusia, yang selanjutnya dirinci sebagai berikut; a Marapu mete Marapu orang mati ialah Marapu arwah orang yang sudah mati, yang berpindah dari alam nyata kea lam gaib. 11 bMarapu Moripa marapu hidup ialah roh-roh yang karena keadaannya memang menjadi marapu; mereka hanya dapat didekati manusia dengan perantara Marapu mateDaeng, 2008:118. 3 Di samping marapu-marapu yang disebut diatas, ke dalam Marapu digolongkan: a Watu Kabala batu meteor yang dijadikan perantara dalam hubungan dengan Marapu Kabala yang dapat dimintai pertolongan untuk tujuan- tujuan destruktif bagi orang lain. Oranng sering membawa sesajian pada watu kabala. bPeralatan kerja dan senjata yang pernah digunakan oleh nenek moyang; peralatan itu dipandang berpengaruh positif maupun negative bagi manusia. c Batu-batu di Sumba Tengah dan Sumba Timur disebut Katoda, yang dijadikan tempat untuk meletakkan sesajian yang diteruskan kepada Marapu yang bersangkutan Daeng, 2008: 120. Marapu terdiri dari dua kata, ma dan rapu. Kata ma berarti yang. Sedangkan kata rapu berarti dihormati dan didewakan. Atau mera dan appu. Mera artinya serupa dan appu artinya nenek moyang. Jadi Marapu artinya serupa dengan nenek moyang. Dalam kaitannya ini, Marapu merupakan kepercayaan asli orang Sumba. Pemujaan arwah nenek moyang atau leluhur yang didewakan merupakan unsur yang menonjol. Mereka disebut Marapu, yang 12 dipertuan, yang diperdewa, yang diperilah adalah para leluhur yang sangat dihormati oleh anak cucunya turun temurun Boim, 2010. Marapu terbagi menjadi dua golongan, yaitu Marapu dan Marapu Ratu.Marapu yang pertama merupakan arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu keluarga luas, clan. Sedangkan marapu Ratu ialah merapu yang dianggap turun dari langit dan merupkan leluhur dari para Marapu lainnya. Kehadiran para marapu bagi masyarakat sumba di dunia nyata diwakili dan dilambangkan dengan lambang-lambang suci yang berupa perhiasan mas atau perak ada pula berupa patung atau guci yang disebut Tanggu Marapu.Lambang-lambang suci itu disimpan di Pangiangu Marapu, yaitu di bagian atas dalam menara uma bokulu rumah besar, rumah pusat suatu kabihu.Walaupun mempunyai banyak Marapu yang sering disebut namanya, dipuja dan dimohon pertolongan, tetapi hal itu sama sekali tidak menyebabkan pengingkaran terhadap adanya Sang Maha Pencipta.Tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata kepada arwah para leluhur saja, tetapi kepada Mawulu Tau-Majii Tau Pencipta dan Pembuat Manusia, Tuhan Yang Maha EsaWacana, 2012. Pengakuan adanya Sang Maha Pencipta biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat kiasan. Itu pun hanya dalam upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja.Dalam keyakinan Marapu, Sang Maha Pencipta tidak campur tangan dalam urusan duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut nama-Nya pun dipantangkan. Sedangkan para Marapu itu sendiri dianggap sebagai media atau perantara untuk menghubungkan manusia dengan Penciptanya. Kedudukan dan peran para Marapu itu dimuliakan dan dipercaya sebagai lindi papakalangu – ketu 13 papajolangu titian yang menyeberangkan dan kaitan yang menjulurkan, sebagai perantara antara manusia dengan Tuhannya.

3. Simbolisme a. Pengertian Simbolisme

Simbol diyakini oleh berbagai kalangan untuk mendapatkan satu petunjuk atau sebagai perwujudan sang pencipta yang tak terlihat oleh kasat mata manusia,tetapi sangat dihormati dengan cara mendoakan atau megadakan salah satu upacara adat setempat.Simbol selalu dikaitkan dengan kehidupan manusia yang berperan sebagai perjalanan kisah antara kehidupan dan kematian.Simbolisme merupakan tanda atau lambang yang memberi arti tertentu yang sangat besar dan dipercaya memberikan suatu kehidupan yang baru.Menurut Konjoronigrat dan Endraswara 2006:12 bahwa simbolisme adalah suatu penyatuan antara manusian dan alam sekitar.

b. Jenis-Jenis SimbolismeMenurut Masyarakat Sumba 1 Parang Sumbagolok

Parang Sumba merupakan simbol kejantanan laki laki atau makna dari sebuah perlidungan jiwa dan raga bahkan sudah menjadi primadona dalam akhir akhir ini tentang simbol parang Sumba. Parang Sumba tidak semua sama.pada dasarnya parang Sumba selallu disarungkan dengan kulit kayu dengan diameter panjang 1meter Frans W.Heby 2001:32 2 Koteka Sumbakabala Koteka Sumba adalah jenis pakain yang terbuat dari kulit kayu yang selalu dicawatkan didepan bagian bawah kelamin laki laki. Koteka atau cawat sampai saat ini masih terjaga akan kelestariannya. Koteka saat ini sering dipertunjukan dalam acara budaya misalanya pagelaran budaya dan HUTRI setiap bulan agustus.Emilia C.Reckit 1992.17 3 Seni tenun simbol 14 Seni tenun simbol ini diyakini oleh orang Sumba,bahwa setiap pemberian makna simbol pasti ada berkahnya,karena semauanya itu adalah tentang manusia yang lahir akan dunia baru dan tercipta segala ikatan tali cinta kasih. Kain tenun mamuli adalah cara mengungkapakan bagaimana cara disaat seorang wanita Sumba tidak sanggup mengucpkan lewat kata kata tetapi memberikan salah satu simbol agar bisa dipahami,karena wanita adalah makhluk misterius. Abilla.G. Mari 2003:156 4 NjunggaJukis Njungga adalah alat musik tradisional yang sering dimainkan oleh para kstaria Sumba sebagai simbol rasa terima kasih kepada sang leluhur. Njungga terkadang berubah alih,tidak hanya kstaria saja tetapi masyarakat biasa juga sudah bisa dipermainkan. Njungga dengan senar 4 melambangkan tali persaudaraan yang begitu erat dimulai dari anak,remaja,dewasa dan sampai pada masa Tua. Njungga sudah lama dikenal masyarakat luas,keberadaan njungga sekarang sudah berbeda dari tahun ke tahun contohnya perubahan cara membuat dan cara menggunakannya. Hal ini dikarenakan oleh perubahan jaman. Peminat Njungga tidak sebanyak peminat gitar jaman sekarang dimna warna musickirama sangat berbeda dengan gitar biasa. Untuk itu masyarakat Sumba harus benar benar sadar akan keberadaan alat musik tradisional supaya tidak terjadi kepunahanFrans W.Heby 2001: 23. 5 Tarian adat Woleka Tarian budaya woleka adalah tarian yang disuguhkan untuk para tamu undangan dalam acara ritual adat Sumba. Tarian ini mencertikan bahwa seorang anak perempuan jaman dahulu kala yang masih perawan dan belum mendapatkan jodoh. Tarian woleka saat ini sudah di perbaharui oleh 15 kebnyakn orang,tarian woleka tidak hanya dipesta budaya atdat Sumba tetapi sudah sering ditampilkan diacara pemerintahan seperti acara HUT RI dan lain lain. Frans W.Heby 1999:34 . 6 Sirih dan Pinang Sirih dan Pinang merupakan perwujudan makna saling menerima antara satu sama lain dan sudah menjadi tradisi dalam adat istiadat orang Sumba yang dipercaya untuk proses mempersunting atau melakukan pernikahan secara adat Sumba.

4. Mamuli

Mamuli adalah perhiasaan khas dari Pulau Sumba yang berbentuk anting-anting telinga yang ukurannya agak besar dengan tambahan hiasan ornamen pelengkap. Sebagaimana perhiasan adalah salah satu bentuk peradaban manusia maka mamuli diyakini sebagai lambang jati diri sebagai perhiasan yang digunakan oleh masyarakat Sumba. Bentuk dasar Perhiasan mamuli menyerupai bentuk rahim atau kelamin perempuan, sebagai simbol kewanitaan dan perlambangan kesuburan, yang tentunya dimaksudkan menghormati kedudukan perempuanAnymous, 2016. Ada pertanda bagi para perempuan Sumba yang menggunakan mamuli sebagai anting di sebelah kanan, yang berarti belum atau tidak menikah. Tidak hanya digunakan oleh perempuan, mamuli juga digunakan oleh laki-laki sebagai bentuk penghormatan yang digunakan pada saat menari dan pergelaran upacara-upacara adat. Walaupun mamuli sebagai perlambagan perempuan feminim, namun dianggap 16 mengandung nilai maskulinitas berdasarkan karakteristik sekunder dari ornamen yang ada. Seperti pada gambar berikut memperlihatkan oranamen tambahan prajurit membawa tombak dan perisai maskulin sebagai konsep perlindungan dan saling melengkapi, perlu juga diketahui bahwa logam emas bagi masyarakat adat Sumba merupakan simbolisme laki-laki anymous, 2016. Dalam kebudayaan Sumba, logam mulai dipercaya berasal dari langit. Matahari dibuat dari emas dan bulan-bintang dibuat dari perak. Emas dan perak tertanam di bumi karena matahari dan bulan tenggelam atau karena bintang jatuh dari langit. Benda yang terbuat dari emas menunjukkan kekayaan dan berkah dari Tuhan. Mamuli disimpan bersama benda-benda keramat lainnya oleh suku Sumba dan digunakan antara lain oleh dukun sakti untuk berhubungan dengan arwah nenek moyang. Mamuli yang paling berharga dan dianggap kuat jarang dikeluarkan dari tempat penyimpanan karena dipercaya memiliki kesaktian yang bisa menimbulkan bencana alam atau membawa malapetaka bagi orang di sekitarnya. Mamuli juga digunakan sebagai jimat atau mahar pernikahan bagi pengantin perempuanNgera, 2011. 17 Gambar 2.1 Seorang Perempuan Sumba Menggunakan Mamuli Sumber:Ngera, 2011 Secara umum mamuli mengambil bentuk alat kelamin perempuan, namun sifat feminin atau maskulin mamuli ditentukan oleh karakteristik sekundernya. Mamuli “jantan” memiliki bentuk dasar yang melebar, yang dihiasi oleh gambar halus berbentuk manusia, hewan atau benda lain. Mamuli yang memiliki detil rumit ini menggambarkan para petarung bersorban dan bercawat yang memegang pedang dan tameng, sedang berjalan dengan gagah didampingi oleh figur kecil yang tampak dalam posisi berdoa Ngera, 2011. 18 Gambar 2.2 Mamuli yang berfungsi sebagai ornament telinga Sumber: Ngera, 2011 Pada upacara pernikahan, ritual adat, ataupun kunjungan persahabatan, emas dijadikan sebagai simbol serah terima hadiah dan ditukarkan dengan kain, secara simbolis emas dianggap sebagai sesuatu yang maskulin dan kain diangap sebagai sesuatu yang feminim. Mamuli emas yang berbentuk omega adalah perhiasan yang dianggap penting bagi masyarakat sumba. Saat ini Mamuli dilingkarkan di leher sebagai perhiasan pakaian dan dijadikan seperti liontin, namun beda halnya pada jaman dahulu, Mamuli dipasang di telinga, sehingga masih kelihatan pada nenek-nenek yang sudah berumur telinganya panjang-panjang akibat dari tarikan Mamuli tersebut, jangan heran hal ini memang adalah sebuah kebiasan yang sudah turun-temurun sebagai tanda untuk mempercantik diri. Perhiasan Mamuli juga sebagai simbol dari strata sosial. Selain itu Mamuli juga dianggap sebagai lambang rahim atau tempat tumbuhnya kehidupan yang tidak lain adalah wanita itu sendiri Umbu, 2014. 19 Gambar 2.3 Mamuli Emas dengan detil rumit Sumber: Norbert Umbu, 2014 Saat ini mamuli jarang lagi digunakan sebagai perhiasan telinga, dahulunya digunakan sebagai anting-anting dengan cara memperbesar lubang pada telinga untuk disematkan anting- anting mamuli.Namun kini telah dimodifikasi dengan kaitan untuk disematkan tanpa memperbesar lubang pada telinga. Selain dijadikan anting-anting, fungsi mamulijuga bertambah karena ukurannya yang besar digunakan sebagai kalung liontin pendantyang biasa dipakai dalam pergelaran tarian adat. Mamuli juga dapat dilekatkan pada pakaiansebagai bros Daun Lontar, 2011. Perhiasaan berbentuk Omega Ω ini terbuat dari emas yang bahan dasarnya berasal dari logam emas yang di berikan Belanda kepada keluarga dari raja-raja yang bersekutu dengan Belanda. Sebelumnya kedudukan logam emas sangat sentral dalam kehidupan Merapu agama asli Pulau Sumba. Dalam 20 kepercayaan setempat logam mulia berasal dari langit. Matahari terbuat dari emas dan bulan bintang terbuat dari perak. Kemudian sebagian emas dari matahari jatuh kebumi saat matahari terbenam dan juga perak jatuh ke bumi melalui bintang jatuh meteorit. Baik logam emas dan perak dijadikan sebagai kekayaan dari kemurahan Tuhan yang disimpan menjadi relik suci oleh klan-klan di SumbaDaun Lontar, 2011. Gambar 2.4 Mamuli dengan fungsi sebagai pendant Sumber: Daun Lontar, 2011 Secara adat mamuli dijadikan sebagai mas kawin, digunakan dalam ritual adat, menjadi bekal kubur selain perhiasan lainnya dan juga bagi keluarga bangsawan, mamuli merupakan salah satu benda pusaka yang disimpan secara khusus karena memliki pertalian dengan para luluhur. Selain itu bentuk mamuli banyak ditemukan dalam motif kain tenun SumbaDaun Lontar, 2011. 21 Mamuli ada yang polos dan ada yang memiliki asesoris berbentuk benjolan-benjolan atau bintik-bintik serta gambar-gambar semisal ayam.Luluh amah atau kanatar berbentuk lonjong, ujungnya serupa alat kelamin laki- laki.Mamuli ada yang kecil dan ada yang besar. Di Sumba Barat Daya Kodi yang polos disebut “kamomol”. Baik mamuli maupun lulu amah terbuat dari emas.Mamuli yang paling besar mencapai 20 gram.Dalam perkawinan adat, suku Kodi menganggapnya sebagai hulu belis.Ini berlaku untuk semua anak gadis Kodi.Kini hulu belis bisa diaganti dengan kerbau jantan besar.Rupanya orang Kodi mengangap lebih menguntungkan karena harga satu ekor kerbau jantan besar di Kodi di atas Rp 25.000.000Hebi, 2014.

B. Penelitian yang Relevan

1. Eka Hikmawati 2016 mahasiswa Universitas Negeri Raden Patah dengan judul penelitian, “Makna Simbl dalam Aesan Gede dan Pak Sangkong Pakaian Adat Pernikahan Palembang.” Tujuan penelitian ini adalah, 1 Mendeskripsikan umum pakaian adat pernikahan Palembang; 2 Mendeskripsikan proses akulturasi budaya Jawa dan Cina dalam pakaian adat pernikahan Palembang; 3 Mendeskripsikan makna-makna simbol apa saja yang terkandung dalam aesan gede dan pak sangkong. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akulturasi dan teori makna simbol. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode kebudayaan yang mana metode ini merupakan suatu deskripsi fenomena mengenai kebudayaan yang timbul di dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini dapat 22 disimpulkan sebagai berikut. Deskripsi Pakaian adat Palembang ini dibagi menjadi dua yaitu pakaian utama dan ada yang disebut pelengkap Pakaian. Perpaduan budaya Jawa, Cina dan Arab pada aesan gede dan pak sangkong tidak menghilangkan kebudayaan asli di Palembang ini merupakan hasil dari akulturasi budaya. Serta, banyak makna simbol yang terkandung pada pakaian adat pernikahan Palembang ini yang kesemuanya memiliki pesan yang luhur untuk kebaikan dunia dan akhirat. 2. Sri Asyanti 2016 mahasiswa Universitas negeri Medan dengan judul penelitian, “Intrepretasi Makna dan symbol Perhiasan Pengantin Suku Angkola pada Pesta Perkawinan di Kota Padangsidimpuan.“ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan simbol yang terkandung pada perhiasan yang dikenakan oleh pengantin suku Angkola di Kota Padangsidimpuan. Waktu penelitian selama 2 bulan yaitu pada awal April sampai dengan Mei 2016. Lokasi penelitian adalah daerah Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara. Populasi pada penelitian ini berjumlah 17 perhiasan pengantin. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Perhiasan yang dikenakan oleh kedua pengantin pada upacara pesta perkawinan berjumlah 17 jenis perhiasan. Pada pengantin laki-laki terdapat 3 jenis perhiasan yaitu Hampu, Puttu, dan Keris. Sedangkan pada pengantin perempuan terdapat 16 jenis perhiasan antara lain: Bulang, Jarunjung, Jagar-jagar, Tarojak, Suri sere, Tusuk sanggul, Tabur sanggul, Anting-anting, Puttu, Rumbung, Gaja meong, Sori bulantapak kuda, Pamontang, Sisilon sere, dan Keris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada setiap perhiasan yang dikenakan oleh pengantin dalam upacara adat perkawinan mengadung nilai-nilai yang menjunjung tinggi budaya suku 23 Angkola. nilai-nilai yang terdapat di masing-masing jenis perhiasan adalah untuk saling melengkapi peran pasangan pengantin perempuan dan laki- laki dalam memasuki kehidupan rumah tangga 3. Suprayitno 2014 dengan judul penelitian, “Makna Simbolik dibalik Kain Lurik Solo- Yogyakarta.” Sebagaimana kain tenun lainnya di Nusantara, kain tenun Lurik memiliki nilai-nilai filosofi dan juga sarat dengan makna simbolik. Kain tenun Lurik tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan masyarakat sebagaimana halnya upacara ritual keagamaan maupun adat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ulang makna simbolis pada kain tenun Lurik tersebut, dengan pendekatan metode kualitatif melalui tahapan studi literatur dan wawancara. Filosofi dan makna simbolik sehelai lurik biasanya tercermin dalam motif dan warnanya. Tenun Lurik dengan beragam coraknya dianggap memiliki nilai sakral memberi tuah, dan ada pula yang mensiratkan nasehat, petunjuk, dan harapan. Kesemuanya tercermin dalam sehelai corak motif kain tenun Lurik. 24 BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan JenisPenelitian