Fisik Respon X terhadap Peristiwa Kehilangan

2

4.1.1 Fisik

Melalui penelitian terhadap peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, secara fisik gejala awal yang ditunjukkan oleh X ialah menangis. Menangis merupakan respon fisik akibat dari refleks ataupun gejolak emosi yang dirasakan oleh seseorang. Dalam peristiwa kehilangan, reaksi menangis tidak mudah dibuat-buat atau dipalsukan, karena pada saat menangis air mata yang diproduksi seseorang mengaburkan pandangannya dan melumpuhkan kemampuannya untuk menyerang ataupun bertahan dan mengirimkan sinyal pada orang-orang terdekat bahwa orang tersebut dalam keadaan tubuh butuh pertolongan, ditenangkan atau ditemani. Gejala yang diperlihatkan oleh X memperlihatkan adanya kesesuaian dengan apa yang disampaikan dalam teori Worden bahwa tekanan stres menyebabkan ketidakseimbangan kimia dalam tubuh sehingga berujung pada tangisan. 2 Sejalan dengan Worden, Wiryasaputra juga memberi pemahaman yang sama, yakni bahwa menangis adalah gejala yang normal dalam proses berduka. 3 Adanya kesesuaian antara teori yang dipaparkan oleh Worden, Wiryasaputra dan temuan di lapangan disebabkan karena secara psikologis, menangis selalu memiliki kaitan dengan emosi seseorang pada saat senang, sedih, atau bahkan marah dan seseorang yang mengalami kehilangan akan memiliki kecenderungan untuk menangis. Dengan kata lain, menangis merupakan gejala universal yang akan dialami oleh setiap penduka dalam merespon kedukaannya. Menangis dapat terjadi sebagai respon awal dari kedukaan, namun 2 Worden, Grief Counseling........, 30. 3 Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 108. 3 menangis juga sewaktu-waktu dapat diperlihatkan setelah kematian, ketika memori penduka di bawa kembali kepada orang-orang yang telah meninggal. Dengan demikian menurut saya, keselarasan antara temuan di lapangan dengan teori Worden dan Wiryasaputra memberi gambaran bahwa menangis merupakan mekanisme alami yang harus dilakukan untuk meluapkan emosi atau kesedihan pasca mengalami kehilangan. Temuan berbeda juga diperoleh ketika X sempat dilarang oleh ibunya untuk tidak menangis ketika kematian sang ayah. Temuan ini memperlihatkan adanya kesenjangan dengan teori Worden dan Wiryasaputra. Kesenjangan yang terjadi antara teori dan temuan di lapangan disebabkan karena dalam keseharian masyarakat, menangis masih sering dianggap sebagai lambang kelemahan, sehingga anak-anak sering dilarang untuk menangis bila jatuh dan sebagainya. Selain itu, dalam masyarakattertentu menangis juga sering dianggap sebagai hal yang tidak perlu danberusaha menghentikannya. Berdasarkan temuan yang berbeda ini menurut saya, pemahaman tentang pentingnya menangis dalam merespon peristiwa kehilangan masih dianggap oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang tidak penting, walau dalam teori telah dijelaskan bahwa dalam proses kehilangan sebaiknya X dibiarkan saja menangis sepuasnya, karena menangis merupakan salah satu mekanisme penyembuhan dari rasa sakit. Selain menangis, X juga begitu hiperaktif ketika beraktivitas. Gejala hiperkatif yang diperlihatkan oleh X merupakan suatu bentuk peningkatan aktivitas motorik, 4 hingga pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan perilaku. Gejala hiperaktif yang dialami X memiliki kesesuaian dengan teori Wiryasaputra bahwa secara fisik seorang penduka akan menunjukkan beberapa gejala diantaranya hiperaktif. Teori Wiryasaputra didukung pula oleh Worden, yang mana secara mental, pasca peristiwa kehilangan sebagian penduka memilih untuk mencari alternatif lain yang memungkinkan penduka untuk menghindari ingatan terhadap kenangan dengan orang-orang terkasih yang telah meninggal. 4 Adanya kesesuaian antara temuan di lapangan dengan teori karena, secara psikologis hiperkatif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Dengan demikian, menurut saya pada gejala ini X memperlihatkan bahwa X belum mampu menyesuaikan diri dengan realita kematian kedua orang tuanya, sehingga mencoba mencari kesibukan lain yang dapat membuat dirinya melupakan kematian kedua orang tua.

4.1.2 Mental