PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN TENTANG PROSPEK KERJA GURU TERHADAP MINAT BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PKn FKIP UNILA TAHUN 2013

(1)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN TENTANG PROSPEK KERJA GURU TERHADAP MINAT BELAJAR MAHASISWA

PROGRAM STUDI PKn FKIP UNILA TAHUN 2013 Oleh

Putri Sujatmi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis apakah terdapat pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 235 orang yang diambil sampel berjumlah 47 orang. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat.

Dari hasil penelitian ini maka penulis dapat menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan positif dan cukup erat tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi pemahaman tentang prospek kerja guru, maka semakin tinggi minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013.

Kata Kunci : Prospek Kerja Guru, Minat Belajar, Pendidikan Kewarganegaraan


(2)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor penting untuk meningkatkan martabat manusia menjadi lebih baik. Hakekatnya pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan usaha pembinaan kepribadian dan kemajuan manusia baik jasmani, rohani dan berperan penting dalam menyiapkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia yang bermartabat. Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan seorang individu, kelompok masyarakat, suku, bahkan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat, semua pelaku yang terlibat dalam pendidikan harus selalu berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang baik.

Kualitas pendidikan yang baik dapat terbentuk melalui banyak element baik dari guru, siswa, orang tua, keadaan fasilitas sarana dan prasarana, maupun iklim pendidikan itu sendiri. Tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu kehidupan yang berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, dan sejahtera dapat dicapai.


(3)

Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh seseorang dan memiliki tujuan untuk menjadikan manusia dewasa yang berkualitas serta dapat mengabdikan dirinya kepada masyarakat sehingga berguna bagi bangsa dan negara. Kegiatan untuk mengembangkan potensi tersebut harus dilakukan secara berencana, terarah, dan sistematis agar dapat mencapai suatu tujuan dan menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri peserta didik. Tujuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi :

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Atas dasar pandangan di atas, sektor pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan yang sedang berlangsung. Sektor pendidikan menggarap unsur manusia yang diharapkan dapat mengelola sektor ekonomi dan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan lahir dari akal budi manusia yang dipelihara dan dipertajam melalui berbagai jenis sekolah atau dengan kata lain pendidikan. Hal-hal tersebut mempengaruhi pola pikir manusia untuk semakin memperbaiki kehidupan. Kondisi yang demikian justru memotivasi masyarakat untuk terus belajar dan meraih kesuksesan.

Perkembangan pendidikan saat ini sudah menjadi tujuan utama manusia untuk meningkatkan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia yang makin lama makin meningkat. Seperti diketahui


(4)

bahwa saat ini sangat sulit mencari peluang kerja di tengah ketatnya persaingan global. Bukan impian lagi, semua orang berlomba-lomba mencari gelar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, di sinilah lahan dimana manusia dapat belajar, menggali ilmu dan kreatifitas serta mengolah pikirannya. Dalam mencapai itu, terdapat keterbatasan manusia yang jika terus menerus dibiarkan akan berakibat fatal bagi generasi muda, yakni tingkat pemahaman masyarakat tentang prospek kerja yang ada. Jika masyarakat tak paham akan prospek kerja, maka pendidikan akan terbengkalai.

Salah satu bidang yang peminatnya mengalami peningkatan drastis dalam perguruan tinggi adalah FKIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Hal ini terjadi hampir di seluruh penjuru nusantara, dan salah satunya terjadi di Universitas Lampung, terlebih pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan pernyataan Bapak Holilulloh, M.Si. selaku ketua program Studi PKn, penyebabnya adalah karena dijanjikannya gaji guru akan meningkat semenjak masa pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini menyebabkan para remaja berbondong-bondong untuk menjadi guru.

Terdapat pemahaman yang salah pada masyarakat, yakni semakin membludaknya peminat profesi guru dari tahun ke tahun mengakibatkan semakin sempitnya peluang kerja guru. Beliau menuturkan bahwa sebenarnya itu semua tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada dan mengembangkan kreatifitas yang ada pada diri sendiri. Banyak pekerjaan di luar sana, hanya saja kembali ke pernyataan di atas, tidak semua orang


(5)

dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam mencari peluang kerja guru. Jika memang menginginkannya, banyak saudara kita di sana tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena alasan daerah yang pelosok. Jadi peluang kerja guru itu tidak hanya dicari, tetapi juga dicipatakan oleh diri kita sendiri.

Pemahaman mengenai prospek kerja guru seperti yang telah dipaparkan di atas masih terasa sulit direalisasikan, ini terbukti dari hasil pengamatan penulis bahwa tidak semua sarjana pendidikan bekerja sebagai guru, dan banyak guru yang berasal bukan dari sarjana pendidikan. Hal inilah yang mengakibatkan merosotnya kualitas pendidikan. Namun ada pula sebagian masyarakat yang memahami prospek kerja guru sehingga membuat mahasiswa bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan di bangku kuliah.

Dalam masa kemajuan sekarang ini, setiap mahasiswa perlu mendapatkan pendidikan dan pembinaan dari universitas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Depdikbud (1989) sebagaimana dikutip E. Mulyasa dalam Mujamil Qomar (2012:43) bahwa terdapat 3 faktor yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan. Salah satunya yakni, “Peran serta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim”.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orangtua wali diketahui bahwa kebanyakan orangtua hanya memberi dorongan materi, karena mereka hanya fokus untuk mencari uang guna membiayai kuliah anaknya tanpa menyadari bahwa selain itu mereka harus memberikan dorongan berupa motivasi dan semangat agar mahasiswa merasa diperhatikan dan diawasi sehingga mereka akan lebih serius dalam belajar. Dengan sikap


(6)

acuh tak acuh orangtua yang seperti itu mahasiswapun akan cuek dalam belajar, bahkan tidak sedikit dari mereka malah memanfaatkan pemberian materi yang diberikan orangtua mereka untuk hal-hal lain di luar keperluan kuliah. Inilah penyebabnya kurang perhatian orangtua terhadap anaknya.

Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam menumbuhkan minat belajar mahasiswa berasal dari dosen. Dosen merupakan orangtua kedua mahasiswa, tugas utamanya adalah mendidik serta mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Namun pada kenyataannya, dosen hanya mengajar, mengajar, dan mengajar. Dosen hanya memberikan ilmunya kepada mahasiswa tanpa mengembangkan bakat dan kreatifitas mahasiswa. Sehingga banyak mahasiswa yang setelah wisuda bingung dalam mencari pekerjaan karena mereka tidak dapat mengembangkan kreatifitas yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka justru sibuk merengek kepada orangtua untuk mencari jaringan guna memasuki lembaga pendidikan atau kantor guna mendapatkan pekerjaan, padahal itu semua tergantung dari seberapa dalam kreatifitas yang dapat mereka kembangkan. Hal fatal yang disebabkan karena hal tersebut adalah mereka terdidik manja, karena apa yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan jika memiliki jaringan dan uang. Ini pula yang menyebabkan mereka tak mampu bersaing secara sehat dalam dunia kerja dan akan tersisih dengan sendirinya.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada Program Studi PKn, hanya segelintir dosen yang peduli terhadap pengembangan kreatifitas mahasiswa, sisanya hanya membicarakan materi seputar mata kuliah yang diajarkan. Ada


(7)

pula dosen yang beranggapan bahwa dosen yang menerapkan system pendidikan bergaya bank, yakni pembiasaan-pmbiasaan dalam belajar yang mencerminkan mahasiswa tertindas secara keseluruhan. Dosen mengajar, mahasiswa diajar. Dosen bercerita, mahasiswa mendengarkan. Dosen memilih dan memaksakan tujuannya, mahasiswa menyetujui. Dosen memilih bahan dan isi perkuliahan, mahasiswa (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan perkuliahan tersebut. Jadi, situasi pembelajaran berpusat pada dosen (teacher centered learning).

Dosen berperan sebagai aktor di depan kelas. Ini menjadi mindset dosen dipandang sebagai suatu kebenaran. Ditambah lagi sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap beberapa mahasiswa Program Studi PKn, ada saat-saat dimana mereka harus berebut ruang kuliah dengan mahasiswa PKn angkatan lainnya dikarenakan ruangan yang terbatas. Kemudian ada pula saat dimana mereka harus mengambil kursi dari ruang satu ke ruang lainnya demi kelancaran mengikuti mata kuliah yang sedang berlangsung. Hal lain yang harus diperhatikan adalah media pembelajaran yang disediakan universitas seperti OHP, terkadang untuk menggunakannya dalam perkuliahan harus booking terlebih dahulu agar tidak digunakan mahasiswa angkatan lain.

Selain itu, tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikanpun berasal dari mahasiswa dan masyarakat itu sendiri. Kesadaran mahasiswa akan pentingnya hal tersebut masih sangat kurang, mereka lebih senang untuk menjajakan uang yang mereka memiliki daripada digunakan untuk membeli buku atau sarana


(8)

pendidikan lainnya. Hal inilah yang lagi-lagi harus diperhatikan oleh orangtua dalam membimbing anaknya menjadi sadar akan pendidikan. Bagaimana anak bisa sadar akan pendidikan, jika orangtuanya saja tidak paham mengenai itu.

Tujuan pendidikan ini dapat dicapai apabila ada motivator baik dari dalam maupun dari luar diri anak. Salah satu faktor pendukung minat belajar anak berasal dari diri mereka sendiri, yakni seberapa dalam mereka memahami bahwa baik sekarang maupun kelak apa yang ia dapatkan di lembaga pendidikan maupun non pendidikan akan sangat berguna bagi kelangsungan hidupnya, terlebih apabila mereka paham akan peluang kerja guru di masa mendatang.

Keberhasilan dalam belajar dapat dilihat dari prestasi yang diperoleh para peserta didik. Secara umum hal-hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar terbagi atas dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa faktor biologis (kondisi umum jasmani) dan faktor psikologis (intelegensi, sikap, minat, bakat, dan motivasi). Sedangkan faktor eksternal dapat berupa faktor lingkungan, keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, salah satunya yaitu minat belajar. Minat belajar adalah energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Keinginan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai akan menimbulkan energi dalam diri mahasiswa untuk melakukan aktivitas belajar sesuai dengan kebutuhan berprestasi guna memperoleh prestasi belajar yang baik. Seorang mahasiswa harus memiliki rasa kebutuhan akan belajar


(9)

dan berprestasi. Ia harus berusaha mengarahkan segala daya dan upaya untuk mencapainya. Hal ini dimaksud agar remaja dapat belajar dengan baik tanpa adanya kendala sehingga akan mencapai hasil yang optimal.

Faktor lainnya adalah faktor eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar diri peserta didik antara lain adalah kelengkapan literatur, dosen, pergaulan remaja dan keluarga. Literatur merupakan bahan bacaan yang digunakan dalam berbagai aktivitas baik secara intelektual maupun rekreasi. Sedangkan pergaulan remaja merupakan acuan bagi remaja dalam melakukan suatu hal atau trend yang sedang berkembang saat ini.

Faktor lainnya adalah keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama bagi kehidupan anak, karena keluargalah yang pertama menerima anak saat kelahirannya, memeliharanya, dan memberikan perlindungan hingga anak tumbuh berkembang menjadi dewasa. Perhatian orang tua yang optimal dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Adanya perhatian dari orang tua diharapkan dapat berdampak positif bagi prestasi belajar remaja. Bentuk perhatian orang tua yang diharapkan oleh anak sebagai remaja adalah usaha orang tua agar dapat mengambil bagian dalam meningkatkan minat belajarnya. Adapun bentuk konkretnya adalah dukungan baik yang bersifat material maupun inmaterial seperti memberikan perhatian, motivasi dan membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi secara cepat dan tepat.

Pendidikan yang diperoleh anak disekolah merupakan pendidikan lanjutan yang telah diterima di lingkungan keluarga. Prestasi belajar yang baik dipengaruhi oleh perhatian orang tua. Kerjasama yang baik antara keluarga


(10)

dan pihak sekolah sangat diperlukan dalam usaha untuk mengembangkan remaja dalam mencapai prestasinya. Yang terakhir adalah dosen, merupakan salah satu penunjang dan pembimbing mahasiswa agar mencapai hasil belajar yang baik.

Mahasiswa program studi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai generasi muda yang akan mengisi posisi guru dalam masyarakat di masa yang akan datang, akan meneruskan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di masa depan. Mahasiswa telah dibekali dengan berbagai ilmu untuk menghadapi zaman yang berubah dari waktu ke waktu. Mahasiswa dituntut untuk dapat berpikir dalam menciptakan peluang kerja sendiri dalam aspek Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk menentukan pilihannya, mahasiswa memerlukan tingkat kemandirian yang tinggi, dan memerlukan informasi guna merealisasikan pengetahuannya dalam membuat keputusan yang sesuai dengan minat dan keberbakatannya.

Peneliti melakukan pengamatan terhadap mahasiswa FKIP Program Studi PKn pada saat pra penelitian, dan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pra-survey melalui observasi yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013

Pemahaman tentang urgensi pendidikan pada mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013

Aspek yang dinilai Tinggi Sedang Rendah Tingkat pemahaman mengenai

prospek kerja guru

Minat belajar remaja √

Sumber : Data observasi pada mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013


(11)

Berdasarkan data pada tabel di atas, disimpulkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa mengenai prospek kerja guru masih rendah, dan minat belajar remaja adalah tidak terlalu tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa mahasiswa FKIP PKn 2010, 2011, dan 2012, saya mengetahui bahwa mayoritas mahasiswa yang memutuskan untuk mengambil FKIP Pkn kurang paham mengenai prospek kerja guru PKn. Pada dasarnya mereka memiliki gambaran bahwa, lulusan FKIP PKn tidak harus menjadi guru PKn, tetapi bisa menjadi guru IPS, seni atau yang lainnnya tergantung peluang kerja yang ada nanti, bahkan lulusan FKIP PKn tidak harus menjadi guru, banyak peluang kerja non guru yang membutuhkan jasa tenaga yang paham mengenai hukum dan kenegaraan seperti BUMN atau pemerintah daerah.

Memang pada umumnya segala jurusan yg berbasis pendidikan akan menjadi guru tetapi mungkin juga bisa bekerja di instansi pemerintahan. Bagi mahasiswa mandiri, mereka tidak akan keberatan jika dosen hanya memberikan sebuah diktat sebagai modal belajar karena mereka dapat mencari dan mengolah data pelajaran dari berbagai sumber, akan tetapi bagi mahasiswa pasif, mereka akan merasa kesulitan untuk mencerna materi-materi kuliah sehingga tak ayal banyak mahasiswa yang gagal dalam ujian kuliah. Dengan demikian diperlukan usaha-usaha dalam mencari dan menciptakan peluang kerja. Hal ini perlu ditanamkan dan dikembangkan oleh dosen dan masyarakat khususnya orangtua. Perlu sebuah sentuhan terdapat mahasiswa agar mereka tidak menjadi mahasiswa manja yang hanya dicekoki


(12)

materi-materi perkuliahan, tetapi juga perlu pengembangan kreatifitas dalam menciptakan peluang kerja.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membentuk mindset bahwa pekerjaan menjadi guru membutuhkan lulusan-lulusan pendidikan yang memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan lulusan pendidikan yang hanya mampu bekerja dengan gelar S.Pd. belaka yang terbiasa melakukan jalan pintas. Perlu pemahaman dari masyarakat dan dosen bahwa tidak ada kualitas pendidikan yang baik bila dilakukan secara instan, apalagi tanpa proses. Kedua, mendemonstrasikan dan mendalami model sebagai contoh. Model terdekat dengan mahasiswa adalah keluarga dan dosen. Apabila keluarga mereka bekerja tidak hanya dengan gelar yang dimiliki tetapi juga dengan potensi yang dikembangkan, maka mereka akan merasa bahwa akan menjadi seperti itulah mereka nanti karena hal tersebut akan sangat membanggakan untuk diri sendiri dan orang di sekelilingnya.

Dosenpun seperti itu, jika dosen bekerja hanya mengandalkan title dan relasi, maka mahasiswa akan berpikiran, “beliau saja bisa menjadi seorang dosen, padahal cara mengajarnya pas-pas-an saja tidak pas”. Hal ini yang mengakibatkan mahasiswa enggan belajar setius danminat belajarnya menurun.

Ketiga, pelaku pendidikan harus melakukan tugasnya masing-masing dengan benar dan jujur. Terutama dosen, dosen harus bisa menyadarkan mahasiswanya untuk meningkatkan semangat belajarnya dan mendidik


(13)

mahasiswa menjadi mandiri dalam mengerjakan tugasnya. Dengan demikian mahasiswa akan terbiasa untuk mandiri sampai ia memasuki dunia kerja kelak.

Melaksanakan hal-hal di atas tidak semudah teorinya, lagi-lagi pemerintah juga berperan penting dalam usaha-usaha tersebut. Diperlukan kebijakan dan penanganan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam dunia kerja. Namun jika dengan hal tersebut belum juga dapat teratasi, kembali kepada diri sendiri. Seberapa sadar diri kita dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam memasuki dunia kerja, bagaimana menguasai materi yang disajikan dalam perkuliahan dan bagaimana mereka dapat menerapkannya dalam dunia kerja nanti.

Kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi dapat dilihat dari hasil belajar, akan tetapi tidak semua keberhasilan belajar dapat berjalan tanpa kendala karena hasil belajar banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adanya tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dicoba diungkap tentang pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah berdasarkan faktor intern dan ekstern sebagai berikut:

1. Kurang adanya pemahaman dari keluarga mengenai prospek kerja guru terhadap anak dan kurangnya pengawasan orangtua terhadap proses belajar anak


(14)

2. Dalam proses pembelajaran, dosen hanya memberikan materi tanpa memberikan pemahaman mengenai prospek kerja guru yang akan berguna setelah mahasiswa lulus nanti

3. Persepsi masyarakat terhadap Program Studi PKn masih memandang sebelah mata

4. Sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai

5. Motivasi mahasiswa untuk belajar dan berprestasi masih sangat kurang 6. Pemahaman mahasiswa tentang prospek kerja guru masih rendah

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013?

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.


(15)

1.6Kegunaan Teoretis dan Praktis 1.6.1 Kegunaan Teoretis

Penelitian tentang pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013 menerapkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan pada kajian pendidikan nilai dan moral yang berkaitan dengan pemahaman prospek kerja guru yang berkembang di kalangan mahasiswa guna meningkatkan minat belajar remaja dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan memudahkan mencari peluang kerja.

1.6.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi Dosen Pembimbing

Hasil penelitian ini dapat mengoptimalkan kemampuan dosen dalam memotivasi mahasiswa dalam peningkatan minat belajar.

2. Bagi Kalangan Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman tentang prospek kerja guru guna meningkatkan minat belajar mahasiswa dalam mencapai hasil belajar yang baik.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini berguna sebagai masukan yang positif bagi masyarakat agar memberi pemahaman tentang prospek kerja guru


(16)

dengan baik sehingga dapat menumbuhkan minat belajar mahasiswa.

1.7Ruang Lingkup

1.7.1 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam pnelitian ini adalah ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam wilayah kajian pendidikan nilai dan moral.

1.7.2 Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.

1.7.3 Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.

1.7.4 Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Brojonegoro No. 1, Gedung Meneng, Bandar Lampung

1.7.5 Ruang Lingkup Waktu

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan .


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi Teoritis

A. Tinjauan Umum Tentang Minat Belajar 2.1.1 Pengertian Minat Belajar

Minat memegang peranan yang sangat penting dalam kemampuan berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan, karena dapat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran.

Pendapat yang diungkapkan Winkel dalam Doni Apriandoko (2012:10), “minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung pada bidang itu”.

Pendapat lain disampaikan oleh Kurt Singer dalam Doni Apriandoko (2012:10), “minat adalah suatu landasan yang paling menyakitkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seseorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatkannya”.


(18)

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati dan dipelajari seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.

Berdasarkan pengertian minat di atas, dapat didefinisikan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang dan tertarik terhadap kegiatan atau bidang tertentu. Minat belajar timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat belajar dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.

Pendapat Usman Effendi (1985: 720), minat dapat ditimbulkan dengan berbagai cara meliputi:

1. Membangkitkan suatu kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk dapat penghargaan dan sebagainya.

2. Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau.

3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga akan menimbulkan rasa puas

Minat dalam Doni Apriandoko (2012:11) itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti:

1. Yang bersumber dari diri sendiri : a. Kesehatan anak

b. Ketidakmampuan anak mengikuti pelajaran di sekolah c. Kemampuan intelektual yang taraf kemampuannya lebih


(19)

2. Yang bersumber dari luar diri anak : a. Keadaan keluarga :

1) Suasana keluarga 2) Bimbingan orang tua 3) Harapan orang tua

4) Cara orang tua menumbuhkan minat belajar anak b. Keadaan sekolah :

1) Hubungan anak dengan anak lain yang menyebabkan anak tidak mau sekolah.

2) Anak tidak senang sekolah karena tidak senang dengan gurunya.

2.1.2 Fungsi Minat

Berikut ini adalah beberapa fungsi minat dalam Doni Apriandoko (2012:12), yaitu :

1. Minat sebagai alat pembangkit motivasi dalam belajar.

Secara teoritis bahwa semakin kuat minat seseorang semakin besar pula dorongan untuk melakukan sesuatu, seperti dalam halnya belajar. Minat sebagai motivasi dalam belajar dalam arti dapat mendorong seseorang untuk belajar lebih baik. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1983: 66) menyatakan bahwa “Belajar dengan minat akan mendorong anak belajar dengan baik”.

2. Minat sebagai pusat perhatian

Adanya minat, seseorang memungkinkan lebih berkonsentarsi penuh terhadap suatu objek yang diminati. Misalnya seseorang tertarik akan sesuatu benda yang mengandung arti baginya. Dalam situasi yang demikian minat untuk meneliti benda tersebut


(20)

sehingga perhatian terhadap benda akan lebih terpusatkan selama penyelidikan berlangsung.

3. Minat sebagai sumber hasrat belajar

Salah satu fungsi belajar menurut Sofyan Ahmad dalam Doni Apriandoko (2012: 13) yaitu “ mempertinggi derajat hidup dengan meninggalkan kebodohan dan meningkatkan kemauan dan kemampuan”. Kelancaran kegiatan belajar sangat tergantung kepada minat yang ada yang menjadi sumber hasrat belajar.

4. Minat untuk mengenal kepribadian

Sarwono dalam Doni Apriandoko (2012: 13) minat salah satu aspek kewajiban yang tidak tampak dari luar untuk mengenal kepribadian seseorang dapat diketahui “arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai”.

Minat bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang begitu saja melainkan merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan minat adalah di lembaga pendidikan. Banyak upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan minat dalam belajar adalah dengan adanya variasi mengajar dengan berbagai media dan metode yang dipakai dalam mengajar, pemahaman mengenai prospek kerja, dan sentuhan dosen terhadap mahasiswa.


(21)

2.1.3 Pengertian Belajar

Belajar pada hakikatnya merupakan bentuk tingkah laku individu dalam usahanya memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan. Adanya kebutuhan -merupakan pendorong individu untuk belajar. Menurut pengertian psikologi, belajar merupakan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan pendapat Gagne dalam Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono (2009:10), “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.”

Pengertian belajar menurut para ahli psikologi dalam Oemar Hamalik (2009: 40), “belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup”.

J. Herbart dalam Oemar Hamalik (2009: 42), ”belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang-perangsang dari luar”.

Pendapat lain disampaikan Sardiman (2007: 30), “belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya”.


(22)

Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 2) :

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Akan tetapi tidak semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja. Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, kebutuhan, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman. Dengan kata lain, minat belajar itu merupakan kebutuhan, rasa suka dan rasa puas seseorang (mahasiswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi, keaktifan dan hasil dalam belajar.

2.2Tinjauan Umum tentang Pemahaman tentang Prospek Kerja Guru 2.2.1 Pengertian Pengaruh

Pengaruh merupakan efek yang terjadi setelah dilakukannya proses penerimaan pesan sehingga terjadilah proses perubahan baik pengetahuan, pendapat, maupun sikap. Suatu pengaruh dikatakan berhasil apabila terjadi sebuah perubahan pada si penerima pesan seperti apa yang telah disampaikan dalam sebuah pesan.


(23)

Pendapat Stuart dalam Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan”. Sedangkan berdasarkan pendapat Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan”.

Pendapat lainnya disampaikan oleh beberapa ahli dalam Carapedia.com, yaitu:

1. WIRYANTO

Pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi. 2. M. SUYANTO (Amikom Yogyakarta)

Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.

3. UWE BECKER

Pengaruh merupakan kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan.

(involed is formatif vermogen dat - in tegens telling tot macht - niet direct verbonden is met strijd en de doorzetting van belangen)

4. NORMAN BARRY

Pengaruh merupakan suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.

(influence is a type of power in that a person who is influenced to act in a certain way may be said to be caused so to act, even though an overt threat of santions will not be the motivating force)

5. ROBERT DAHL

A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan. 6. SOSIOLOGI PEDESAAN

Pengaruh merupakan kekuasaan yang mengakibatkan perubahan perilaku orang lain atau kelompok lain.


(24)

7. BERTRAM JOHANNES OTTO SCHRIEKE

Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya.

8. ALBERT R. ROBERTS & GILBERT

Pengaruh merupakan wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.

Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator. Pengaruh dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.

Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap ialah adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya.

Definisi dari perubahan perilaku itu sendiri ialah perubahan yang terjadi dalam bentuk tindakan. Antara perubahan sikap dan perilaku terdapat hubungan yang erat, sebab perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan sikap. Tetapi dalam hal tertentu, bisa juga perubahan sikap didahului oleh perubahan perilaku.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh adalah perbedaan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan sebelum dan setelah menerima pesan sehingga terjadi perubahan pada diri individu baik pengetahuan, sikap, maupun perilaku.


(25)

2.2.2 Pengertian Pemahaman

Berdasarkan pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) ”Pemahaman merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia”. Pengertian ini menunjukkan bahwa aspek pemahaman erat kaitannya dengan sikap intelektual dan ini berkaitan dengan apa yang diketahui oleh manusia.

Pendapat lainnya disampaikan oleh Frank J. Bruno dan Anwar Arifin yang dikutip dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) menjelaskan bahwa ”Pemahaman merupakan sebuah proses persepsi yang terjadi secara tiba-tiba tentang keterikatan yang terjadi dalam keterikatan yang terjadi dalam keseluruhan”. Jadi, pemahaman merupakan suatu proses persepsi atas keterhubungan antara beberapa faktor yang saling mengikat secara menyeluruh dan persepsi diartikan sebagai penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemahaman adalah mengerti atau dapat menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, sebab apa, bagaimana, dan untuk apa.

Terkait dengan pemahaman dalam penelitian ini, David O Sears , Jonathan L. Freeman dan L. Anne Peplau dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:29) mengemukakan ”teori yang disebut dengan teori pemahaman sosial (kognisi sosial), teori ini diarahkan pada penelaahan berbagai proses kognitif yang difokuskan pada stimuli sosial, terutama terhadap perorangan dan kelompok”. Yang menjadi inti pendekatan


(26)

pemahaman sosial adalah pandangan bahwa persepsi manusia merupakan proses kognitif yang memandang orang sebagai pengamat yang terorganisasikan secara aktif, jadi bukan sekedar kotak yang pasif, mereka memiliki motivasi untuk mengembangkan kesan yang terpadu dan berarti, bukan sekedar rasa suka atau benci. Jadi, pemahaman merupakan pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu.

.

2.2.3 Pengertian Prospek Kerja Guru 1. Pengertian Prospek Kerja

Pengertian prospek berdasarkan pendapat para ahi dalam Taqinpanteraya.blogspot.com adalah sebagai berikut:

a. Paul R. Krugman (2003:121) menyatakan bahwa “Prospek adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk mendapatkan profit atau keuntungan”.

b. Djasmin (1994:28) menyatakan bahwa “prospek adalah kebijakan perusahaan untuk meningkatkan kinerja penjualan dengan meraih peluang yang ada serta mengatasi berbagai hambatan dan ancaman baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek”.

c. Siswanto Sutejo (1945:28) menyimpulkan secara jelas “prospek adalah suatu gambaran keseluruhan, baik ancaman ataupun peluang dari kegiatan pemasaran yang akan datang yang berhubungan dengan ketidakpastian dari aktifitas pemasaran atau penjualan”.


(27)

Dengan demikian prospek kerja merupakan kondisi yang akan dihadapi oleh seseorang dimasa yang akan datang baik kecenderungan untuk meningkatkan atau menutup. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai peluang dan ancaman yang dihadapi. Kelemahan dan kekuatan yang dimiliki seseorang sehingga diperlukan perencanaan dan perumusan strategis secara baik. Khususnya dalam peningkatan efisiensi dan kreativitas seseorang dalam mengolah hal-hal yang baru dengan memanfaatkan peluang-peluang dan mengetahui berbagai bentuk ancaman dikemudian hari.

2. Pengertian Guru

Guru merupakan seorang yang bertanggungjawab mencerdaskan siswa-siswinya, karena sudah menjadi tugas dan kewajiban guru dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

Berdasarkan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2005:31) mengatakan bahwa “guru merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik”.

Berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.


(28)

Definisi guru menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) dalam definisimu.blogspot, bahwa:

Guru merupakan pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.

Definisi guru menurut Peraturan Pemerintah merupakan “jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri”.

Definisi guru menurut Keputusan Men.Pan, “guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah”.

Jadi, guru merupakan seorang yang memiliki tugas mengajar dan mendidik, yakni bertanggungjawab memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing peserta didik menjadi manusia yang kreatif, cerdas, mandiri, dan bermoral baik.

Berdasarkan teori di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa prospek kerja guru merupakan kondisi yang akan dihadapi oleh calon guru dalam menghadapi dan menanggapi peluang-peluang kerja yang


(29)

ada, dan kondisi dimana calon guru diuji untuk menciptakan hal-hal yang baru sehingga dapat menciptakan peluang kerja bagi dirinya dengan cara meningkatkan efisiensi dan kreativitas baik dalam menyalurkan ilmunya maupun dalam mendidik peserta didik menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan bermoral baik sehingga tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai seperti tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.

2.2.4 Pemahaman Prospek Kerja Guru

Proses pendidikan masih terus berlangsung hingga saat ini, namun tujuan pendidikan itu sendiri belum dapat tercapai. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian tujuan pendidikan, spesifiknya lagi terhadap prospek kerja guru, diantaranya kondisi pendidik (dosen/guru), peserta didik, sistem pembelajaran, pemahaman mengenai prospek kerja guru, dan lain-lain yang pada akhirnya akan memengaruhi pola pikir peserta didik dalam memahami dunia ilmu dan pendidikan dan dalam mengambil keputusan.

Telah banyak dijumpai banyak pengangguran dalam hal pekerjaan. Pengangguran terjadi pada orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan,


(30)

tetapi ironisnya juga terjadi pada kalangan terdidik. Mengenai sebabnya pengangguran, Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:30-31) mengurai argumentasi terjadinya pengangguran dan setengah pengangguran tenaga kerja terdidik sebagai berikut.

1. Terjadinya ketimpangan dalam pergeseran struktur persediaan tenaga kerja terdidik dengan kesempatan kerja dalam struktur ekonomi Indonesia sampai saat ini.

2. Sistem pendidikan masih menekankan fungsinya sebagai pemasok tenaga kerja terdidik (educated manpower supply

system) daripada sebagai penghasil tenaga penggerak

pembangunan (driving force).

3. Terdapat kecenderungan bahwa mutu tenaga kerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan belum mampu berperan sepenuhnya sebagai kekuatan penggerak pembangunan (driving force) yang mampu melakukan pembaruan, dan penciptaan gagasan baru dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.

4. Akibat dari pola pemikiran human capital yang terlalu kuat telah memengaruhi tumbuhnya sikap-sikap “apriori” bahwa pendidikan formal dapat membentuk ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

5. Sikap-sikap apriori yang sangat kuat bahwa pendidikan formal dapat menghasilkan tenaga yang langsung dapat dipakai, juga dimiliki oleh para penerima kerja.

Berdasarkan pandangan Mujamil Qomar (2012:31) terhadap kreatifitas masyarakat adalah:

Masyarakat kita hampir tidak ada orang yang memiliki inisiatif. Kelemahan tidak adanya inisiatif biasanya berdampak pada kelemahan kreativitas, sebab kreativitas itu terjadi diawali dari adanya inisiatif, dan dari inisiatif ini ditindaklanjuti oleh kreativitas. Bedanya inisiatif lebih tampak pada ide-ide atau gagasan-gagasan baru, sedangkan kreativitas lebih tampak pada level aktivitas atau tindakan-tindakan baru.

Tanpa adanya inisiatif dan kreativitas, karya-karya baru tidak dapat diciptakan. Sementara dalam kompetisi global ini kita dituntut untuk melahirkan karya-karya yang baru. Oleh karena itu, tenaga-tenaga kerja terdidik yang dihasilkan pendidikan memiliki sikap ketergantungan yang amat tinggi kepada pemerintah, pemilik perusahaan, atau orag lain yang memiliki kewenangan untuk menentukan pilihan-pilihan tenaga kerja.


(31)

Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:33) menilai bahwa “program-program pendidikan di Indonesia cenderung menghasilkan calon-calon pencari pekerjaan daripada calon-calon pengusaha atau pekerja mandiri”. Konsekuensinya, tenaga-tenaga kerja terdidik kita cenderung bersikap praktis, pragmatis, potong kompas (by pass), dan senang terhadap hal-hal yang instan. Misalnya, mengikuti tes CPNS dengan booking kursi, yakni menyuap instansinya agar peserta dapat lolos tes CPNS. Contoh lain yang terjadi dalam masyarakat adalah banyak sarjana pendidikan yang bekerja di bank, bidang pariwisata, dan lain-lain dengan mengandalkan jaringan atau kerabat yang bekerja di tempat tersebut. Ini yang menjadikan pola pikir mahasiswa “kuliah yang penting wisuda, bekerja yang penting menghasilkan uang”.

Berdasarkan penelitian Djohar (2003:43), “orientasi pendidikan kita selama ini diarahkan pada tujuan. Namun, evaluasi hasilnya tidak mengukur keberhasilan tujuan itu, sehingga peserta didik tidak memperoleh apa-apa dari pendidikan tersebut”. Ini merupakan pendidikan yang mubazir, suatu pendidikan yang telah mengerahkan biaya, tenaga, pikiran, dan waktu, tetapi tidak memberikan keuntungan secara signifikan kepada peserta didik apalagi masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan perlu dievaluasi.

Sesungguhnya problem pendidikan bisa berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah, para penyelenggara pendidikan, para pelaksana pendidikan, dan para guru/dosen, tetapi juga dari masyarakat, termasuk


(32)

di dalamnya orangtua wali/mahasiswa. Di kalangan peserta didik juga terdapat kesenjangan, mereka tidak memiliki target dalam mempelajari ilmu, sehingga tidak mengukur keberhasilan belajarnya.

Diperlukan pengkondisian situasi akademik dari guru atau dosen terhadap peserta didik. Selain menyampaikan materi pelajaran/matakuliah, tetapi juga menyelami gejolak batin atau problem-problem psikologis yang dialami peserta didik. Karena dalam hal ini, meskipun peserta didik/mahasiswa sudah memasuki usia dewasa, mereka masih memerlukan bimbingan dari para dosen dalam memahami problem pendidikan dan cara mengatasinya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pemahaman mengenai prospek kerja guru dari para dosen agar minat belajar mereka meningkat.

Terkadang pendidikan memang dirasakan sebagai suatu dilema, jika mahasiswa hanya dicekoki doktrin mereka menjadi pasif-konsumtif, tetapi kalau mereka dilatih berpikir kritis akhirnya tumbuh menjadi orang-orang yang suka menggugat seperti tercermin dari maraknya demonstrasi. Lulusan-lulusan pendidikan dikenal jago-jago memainkan intrik politik, tetapi sangat lemah dalam menguasai substansi keilmuan. Pendidikan Kewarganegaaran merupakan pendidikan moral yang digalakkan pemerintah sejak Orde Baru yang dilaksanakan pada semua tingkat lembaga pendidikan formal mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi, namun pada praktekknya tidak sedikit lulusan kewarganegaraan yang melakukan KKN terutama dalam dunia kerja.


(33)

Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:95) mengenai pendidikan di Indonesia adalah:

Pendidikan di Indonesia makin mengalami degradasi moral dan spiritual. Proses pendidikan makin dijauhkan dari pertimbangan sosial-religius sebagai idealisme yang ingin diwujudkan melalui pesan-pesan Pancasila. Pendidikan kita makin diarahkan pada sifat-sifat materialistik, mengejar materi sebanyak-banyaknya, dan menumpuk modal sebesar-besarnya sebagai jaminan ketahanan suatu lembaga pendidikan. Bahkan, pengumpulan materi atau modal tersebut sebagai jaminan bagi kelangsungan hidup, pengelola, pelaksana, guru dan tenaga kependidikan, sehingga atmosfer pendidikan menjadi beraroma ekonomis bahkan bisnis laksana dalam lembaga-lembaga perekonomian.

Seperti diungkapkan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:97) bahwa “pendidikan kita didesain seperti perlombaan atau pertandingan. Lembaga pendidikan lain dianggap kompetitor, mahasiswa lain sebagai rival, dan lulusan dari sekolah lain apalagi luar negeri sebagai pesaing. Desain ini memaksa hadirnya konsep daya saing”. Tilaar menuturkan, “dewasa ini “daya saing” merupakan momok baru di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Segala sesuatu diarahkan pada peningkatan daya saing sehingga proses pendidikan telah mengabaikan proses pembudayaan serta penajaman moral”. Hal ini semakin memperkuat asumsi bahwa pendidikan kita dipaksa mengikuti keinginan pasar. Di dalam masyarakat terdapat unsur perlombaan harga, pertandingan dan persaingan. Sementara di pasar juga terdapat banyak penipuan, seperti lulusan pendidikan kita yang menipu masyarakat luas.

Pendidikan kita mengalami banyak kelemahan. Benni Setiawan (2008:103-104) menyatakan bahwa:


(34)

Sistem pendidikan di Indonesia masih timpang. Pendidikan di Indonesia masih berorientasi pasar. Pendidikan belum mampu menyadarkan manusia dari keterasingan hidup. Akibatnya, pendidikan hanya dijadikan komoditas pemilik modal. Pemilik modal membutuhkan uang dan masyarakat membutuhkan status. Untuk itu, kurikulum harus mengusahakan kesempatan individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap berpartisipasi secara produktif dan memuaskan dalam dunia kerja yang akan menyesuaikan perubahan terus-menerus.

Ada banyak materi pelajaran maupun mata kuliah yang sangat menarik dan menyajikan berbagai wawasan keilmuan secara mendalam, terpaksa ditinggalkan dalam membangun struktur kurikulum, hanya karena tidak memfasilitasi peserta didik dengan keterampilan bekerja. Demikian juga keberadaan jurusan atau program studi yang tidak banyak diminati peserta didik maupun masyarakat seperti Pendidikan Kewarganegaraan , lantaran Pendidikan Kewarganegaraan dipandang rendah dan kurang penting, terlebih dalam dunia kerja. Hal ini yang mengakibatkan sarjana PKn malu karena dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting. Inilah yang terkadang mengakibatkan lulusan-lulusan PKn melenceng saat memasuki dunia kerja, seperti mengajar sosiologi, IPS, atau bahkan ada yang bekerja di instansi lain seperti bank.

Seperti diungkapkan oleh H.A.R. Tilaar (2000:131) bahwa “keranjingan masyarakat pada gelar mempunyai nilai yang positif karena menandakan masyarakat ingin maju”. Tetapi pada akhirnya pendidikan kita hanya disubordinasikan pada pasar atau lapangan kerja. Sebenarnya pendidikan bisa diperankan dan difungsikan secara maksimal dan lebih terhormat lagi.


(35)

Pendidikan bukan hanya mencetak tenaga-tenaga kerja terdidik, melainkan dapat diberdayakan untuk mencetak lulusan-lulusan yang terampil dan lincah dalam membuka lapangan kerja baru, mencari terobosan-terobosan untuk mengangkat pengangguran dan kemiskinan, mampu menciptakan peradaban yang maju, dan mampu membangun keselarasan antara kemajuan material dengan spiritual. Dengan istilah lain, pendidikan mampu melahirkan subjek kehidupan, mampu menghasilkan orang-orang yang terampil mengatasi masalahnya sendiri, dan mampu meluluskan orang-orang yang lepas sama sekali dari ketergantungan.

Fakta inilah yang memberikan pengaruh negatif kepada mahasiswa, mereka tidak lagi murni berkonsentrasi mencari ilmu. Mereka telah terkontaminasi oleh kecenderungan dan sikap pragmatis tersebut. George B. Leonard menyatakan bahwa “salah satu faktor yang merusak pelajar kita sekarang ini adalah perlombaan dalam mencari gelar perguruan tinggi”.

Seperti yang dikemukakan Darmaningtyas (2005:214) bahwa:

Banyak orang beranggapan bahwa kuliah sekedar untuk mendapatkan ijazah atau gelar saja. Implikasinya, tidak jarang di antara mereka menggunakan biro jasa pembuatan karya tulis, skripsi, atau tesis karena yang mereka utamakan adalah bukan pengetahuan dan pengalaman membuat karya tulis, skripsi,atau tesis, melainkan status, ijazah atau gelarnya. Sikap pragmatis dan reduksionis itulah yang melegitimasi terjadinya praktek jual beli gelar dan kebijakan yang rusak dalam bidang pendidikan.


(36)

Demikian juga yang terjadi di kalangan sebagian mahasiswa. Semangat mereka terfokus pada dmonstrasi menantang pimpinan kampus dan dosennya. Mereka memalsu absen, dalam mengerjakan tugas seeringkali dilakukan dengan mencari artikel-artikel di Google dan copy

paste, menyontek, memanfaatkan deadline untuk mendapatkan

persetujuan pembimbing kala bimbingan skripsi atau tesis orang lain hanya diganti data lapangannya, kemudian diakui sebagai karyanya sendiri sehingga pada saat ujian mereka tidak menguasai sama sekali, meminta orang lainuntuk membuatkan karya ilmiah dan skripsi atau tesis, memalsu nilai, dan sebagainya.

Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:39) menganalisis ada tiga sebab mengapa pendidikan di berbagai negara terkadang menjadi buah simalakama.

1. Pendidikan masih merupakan suatu komoditas yang diperebutkan untuk memperoleh hak-hak istimewa (privilege) untuk naik pada tangga sosial seperti halnya pada zaman kolonial.

2. Pendidikan akan mengakibatkan adanya harapan masyarakat. 3. Pendidikan akan melahirkan pendidikan yang lebih baik lagi

sejalan dengan terbukanya horizon pemikirannya.

Terdapat pula sebuah pemahaman keliru yang melekat dalam diri mahasiswa dan masyarakat, bahwa sebuah pendidikan bermutu yang disandarkan pada fasilitas belajar, semakin mutu pendidikan, semakin mahal dan elit sebuah sistem pembelajaran. Padahal sebenarnya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dengan mengembangkn cara berpikir yang baru, seperti A. Malik Fadjar dalam Mujamil Qomar


(37)

(2012:47) yang menyarankan, “diperlukan strategi peningkatan mutu pendidikan, yaitu peningkatan kualitas pendidikan berorientasi keterampilan (brood-based education) dan peningkatan kualitas pendidikan berorientasi akademik (hight-based education)”. Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai strategi, namun lagi-lagi masih belum bisa mencapai mutu pendidikan.

Berdasarkan pendapat Chan dan Sam dalam Mujamil Qomar (2012:52-53), sikap mahasiswa dalam menghadapi prospek kerja guru terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu:

1. Sebagian menunjukkan rasa kegembiraan karena mereka telah lama menunggu.

2. Sebagian bersikap biasa-biasa saja karena menganggap sebagai konsekuensi dari perubahan system politik/pemerintahan. 3. Sebagian bersikap pesimistis karena menganggap kebijakan

tersebut sebagai wujud ketidakberdayaan pemerintah pusat dalam mengelola masyarakat daerah.

4. Sebagian bersikap skeptic yang memperlihatkan ketidakpercayaan terhadap maksud baik pemerintah pusat. 5. Sebagian bersikap khawatir dan rasa takut karena keterbatasan

dana, sarana, dan prasarana yang dimiliki.

Menghadapi situasi seperti ini, universitas tidak mungkin mewujudkan hasil pendidikan, yang diwujudkan sekadar hasil pengajaran. Lulusan-lulusan FKIP Pendidikan Kewarganegaraan bisa saja pintar-pintar tetapi tidak memiliki tanggung jawab. Selain karena kurang mendapat bimbingan, pelatihan, pembiasaan, dan keteladanan, tingkat kesadaran mahasiswa akan pengolahan prospek kerja guru masih tergolong rendah. Hal ini dapat ditanggulangi melalui pemberdayaan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran. Mahasiswa diarahkan agar menghindari kebiasaan bergantung dan disuap, serta diarahkan pada kebiasaan


(38)

mandiri, berinisiatif, produktif, berencana, tuntas, kreatif, sabar, jujur, terbuka, dan transparan. Para mahasiswa dimotivasi, distimulasi, difasilitasi agar minat belajarnya meningkat. Dengan demikian, mereka terlatih berpikir kritis dalam menangkap masalah prospek kerja guru dan berani mengembangkan pemikiran kritis menjadi ide-ide, gagasan-gagasan, dan pemikiran-pemikiran baru dalam seluruh proses pembelajaran.

Sebagaimana dikutip Susilo, Sartini dalam Mujamil Qomar (2012:77) menjabarkan corak pendidikan dan kepribadian anak akibat dari model pendidikan yang diberikan orangtua mereka.

Apa yang dikatakan Sartini tidak jauh berbeda dengan Dorothy Law Nolte.

1. Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan. 2. Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang. 3. Jika anak diahntui ketakutan, ia akan terbiasa mersa cemas. 4. Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasib. 5. Jika anaksering diolok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu. 6. Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah. 7. Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar. 8. Jika anak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri. 9. Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai.

10.Jika anak diterima di lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi.

11.Jika anak tidak sering disalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri.

12.Jika anak mendapat pengkuan dari kiri-kanan, ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya.

13.Jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa melihat kebenaran.

14.Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan.

15.Jika anak mengenyam rasa aman, ia akan terbiasa mengendalikan diri sendiri dan mempercayai orang sekitar. 16.Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian


(39)

Demikianlah akibat yang akan terjadi pada anak berbeda-beda lantaran perlakuan yang diterima tidak sama, terlebih pada poin 8, jika anak diberi dorongan ia akan terbiasa percaya diri. Hal ini sangat dibutuhkan dalam memahami prospek kerja guru. Tanpa dorongan dari lingkungan sekitar, maka anak tidak dapat mencari dan menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa guru atau dosen sebagai ujung tombak pendidikan berada di garis terdepan dalam menangani proses pendidikan. Sehebat-hebat guru dan atau dosen, mereka tidak akan mampu memajukan lembaga pendidikan karena bukan tugas dan wewenangnya. Mereka tidak memiliki kekuasaan politik (political power), sedangkan yang memiliki kekuasaan adalah manajer tersebut. Namun, sehebat apapun kepala sekolah, direktur, ketua, dekan dan rector, mereka tidak akan mampu memajukan pendidikan di lembaganya tanpa peran aktif seorang guru dan atau dosen. Oleh karena itu, posisi guru atau dosen menjadi sangat penting dalam mewujudkan kemajuan proses sekaligus hasil pendidikan. Hal inilah yang seharusnya ditanamkan kepada mahasiwa agar mereka memahami pentingnya menjadi seorang guru sehingga minat belajar mereka meningkat.

Fakta lainnya yang bertolak belakang dengan hal di atas adalah gaji guru honor yang tergolong rendah. Berdasarkan survei yang mempertanyakan cita-cita mahasiswa Prodi PKn, ternyata hampir tidak ada yang ingin menjadi guru dan sedikit sekali yang ingin menjadi


(40)

dosen karena gajinya rendah. Fenomena ini sungguh mencemaskan pemerintah, sehingga pemerintah berusaha meningkatkan kesejahteraan pendidik baik guru dan dosen melalui sertifikasi pendidik.

Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:121-124), langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kesadaran para pelaku pendidikan seperti berikut.

1. Siswa

Siswa yang sadar pendidikan adalah peserta didik yang tugas utamanya belajar. Kesadaran ini mendorongnya untuk mengisi waktu dalam jumlah dominan dengan kegiatan belajar.

2. Guru

Guru yang sadar pendidikan adalah pendidik yang menggerakkan semua pemikiran, penghayatan, dan tindakan untuk membangun kesadaran siswa dalam aktivitas belajar. 3. Kepala sekolah

Kepala sekolah yang sadar pendidikan adalah kepala sekolah yang berfungsi sebagai pembimbing guru dalam proses belajar mengajar dan menjadi teldan bagi warga sekolah.

4. Mahasiswa

Mahasiswa yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha memburu dan mendalami ilmu pengetahuan.

5. Dosen

Dosen yang sadar pendidikan adalah dosen yang mengedepankan tugas utamanya pada kegiatan mendidik serta mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.

6. Rektor/dekan/ketua/direktur perguruan tinggi

Rektor/dekan/ketua/direktur perguruan tinggi yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha keras mengkondisikan perguruan tingginya benar-benar berbasis akademik dan lebih utama lagi bila berbasis research sehingga mampu menjadi agent of change, agent of modernization, agent of innovation.


(41)

7. Pemerintah

Pemerintah yang sadar pendidikan adalah pemerintah yang menjadikan pendidikan sebagai basis utama dalam mengatasi krisis multidimensional.

8. Masyarakat

Masyarakat yang sadar pendidikan adalah masyarakat yang mendukung sepenuhnya terhadap peningkatan pendidikan serta konsekuensinya.

Kesadaran menjadi intisari dalam aktivitas kerja. Seseorang baru dipandang benar-benar bekerja kalau pekerjaan tersebut didasari kesadaran. Demikian pula pekerjaan pendidik, guru baru dapat disebut pendidik apabila kegiatannya dilakukan dengan penuh kesadaran. Peserta didik/mahasiswapun baru bisa disebut belajar apabila mereka benar-benar memahami dan mendalami ilmu yang sedang diembannya sehingga mengetahui prospek kerja kedepannya.

Mujamil Qomar (2012:121-124) mengungkapkan terdapat upaya-upaya membangun kesadaran pendidikan pada mahasiswa dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Upaya membangun kesadaran bisa dimulai dengan kegiatan menelusuri latar belakang mereka, dari sisi psikologis, sosial, dan ekonomi.

Eal James Mc Grath melaporkan dalam bukunya Education Th Willspring of Democracy (Alabama: University of Alabama Press, 1951:33) bahwa studi yang cermat telah mnunjukkan bahwa masing-masing anak memiliki serangkaian pertumbuhan yang unik. Sekolah yang baik dapat membantu dia mengembangkan kapasitasnya daripada standar yang disarankan. Itulah yang mendasati pendidikan dan metodologi dalam filosofi perkembangan yang mana seluruh orang tanpa mempedulikan tahap kemajuan atau lebih jauh perkembangan potensialnya meningkat untuk mencapai sikap, pemahaman, apresiasi, dan keterampilan yang diinginkan.

2. Menerapkan system pendidikan dan pembelajaran yang ketat pada semua perguruan tinggi.


(42)

Pengetatan dimulai ketika seleksi penerimaan mahasiswa baru, pertemuan tatapmuka perkuliahan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik mahasiswa, pelaksanaan ujian dan pelulusan akhir. 3. Di kalangan guru atau dosen, perlu dilakukan pengondisian

agar melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah secara serius dan intensif untuk memperkukuh profesionalisme mereka.

Gaji sertifikasi guru dan dosen dapat dijadikan alat untuk memaksa mereka meningkatkan kegiatan-kegiatan ilmiah secara signifikan melalui bukti-bukti riil yang bisa dipertanggungjawabkan.

4. Menggeser paradigma masyarakat pemikiran masyarakat dari “gila gelar” ke arah “gila kualitas”, dari “symbol” ke arah “aksi” (M. Joko Susilo, 2007:122)

Sosialisasi secara intensif tentang pentingnya pendidikan yang berkualitas dan bahaya terjadinya penyimpangan-penyimpangan pendidikan. Kemudian pada saat penyaringan pegawai, baik dari lembaga negeri maupun swasta hendaknya betul-betul memilih atau menerima orang-orang yang berkompeten dan berkualitas.

Semua usaha di atas memberikan pemahaman, pengertian, dan kemantapan kepada masyarakat luas agar mereka sadar pendidikan sepenuhnya.

Sementara itu, pembudayaan kesadaran akan prospek kerja guru Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan yang telah diungkapkan Mujamil Qomar (2012:121-124) sebagai berikut.

1. Membentuk mindset

Mengarahkan dan meyakini bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang sangat penting dalam proses perkembangan masyarakat menjadi warganegara yang baik.

2. Mendemonstrasikan dan mendalami model sebagai contoh. Mahasiswa lebih dapat tersentuh dengan contoh-contoh riil daripada teori belaka karena contoh-contoh ini lebih mudah dipahami dan ditiru dalam kehidupan sosial mereka.


(43)

3. Melaksanakan secara realistis tugas masing-masing.

Pelaksanaan ini bisa diwujudkan dengan berbagai bentuk yang sangat terkait dengan tugas dari masing-masing pihak, khususnya pelaku pendidikan yang telah dijabarkan sebelumnya.

4. Mempublikasikan dan mempopularisasikan hasil dan dampak kesadaran pendidikan.

Penerapan kesadaran yang telah diwujudkan harus segera dipublikasikan. Promosi ini memiliki kekuatan untuk memengaruhi mahasiswa dalam membudayakan kesadaran pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

5. Melakukan evaluasi kritis.

Melakukan evaluasi secara kritis mulai dari membentuk mindset, proses, hasil, berikut dampaknya dan membandingkan kondisi kesadaran pendidikan dengan yang terjadi sebelumnya untuk mengukur keberhasilan pembudayaan kesadaran masyarakat.

6. Melakukan tindak lanjut.

Berdasarkan hasil evaluasi, kemudian dianalisis dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan yang lebih strategis, yang disebut tindak lanjut yang mengandung nilai-nilai penguatan. Demikianlah tahap-tahap upaya menumbuhkan budaya kesadaran pendidikan yang sebelumnya tidak atau belum tumbuh. Tentu kondisi ini berbeda dengan kondisi masyarakat yang telah memiliki kesadaran pendidikan, upaya yang dilakukan bersifat pengembangan semata.

2.3 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan

2.3.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan program studi yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku mahasiswa. Mahasiswa berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara


(44)

Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.

Arnie Fajar (2005: 141) bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11), Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:


(45)

1)Civic Intellegence

Yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, mupun sosial.

2)Civic Responsibility

Yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warg negara yang bertanggung jawab.

3)Civic Particiption

Yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.

Salah satu komponen yang masuk kedalam keterampilan kewarganegaraan adalah keterampilan intelektual kewarganegaraan (intellectual skill) yaitu keterampilan yang berkenaan dengan penguasaan materi pelajaran kewarganegaraan yang meliputi kajian atau pembahasan tentang negara, warga negara, hubungan antara negara dengan warganegaranya, hak dan kewajiban negara dan warga negara, masalah pemerintahan, hukum, politik, moral, dan sebagainya. Sedangkan keterampilan intelektual mengandung arti keterampilan, kemauan, atau kapabilitas manusia yang menyangkut aspek kognitif, bukan aspek gerakan (psycomotor) fisik atau sikap (Depdiknas 2003: 3).

Warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian


(46)

warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat didefinisikan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program studi yang memberikan pengetahuan mengenai hubungan antar warga negara, pemenuhan hak dan kewajiban warga negara, kesadaran terhadap hukum dan politik sehingga tercipta suasana yang demokratis.

2.3.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11) menyatakan visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partisipasif, dan bertanggung jawabyang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis.

2.3.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan kepada visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, maka dapat dikembangkan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:

1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan yang rasional untuk menyusun pendidikan


(47)

kewarganegaraan sebagai pendidikan intelektual kearah pembentukan warga negara yang demokratis.

2) Menyusun substansi pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalamkonteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia.

2.3.4 Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan

Tindak lanjut visi dan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11) juga mengajukan fungsi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2.3.5 Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 12), tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:

1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.


(48)

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung degan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2.4 Kerangka Pikir

Belajar merupakan aktivitas siswa yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak dapat dikatakan belajar jika seseorang tidak melakukan minat untuk belajar, itulah sebabnya minat merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.

Belajar sendiri dapat definisikan suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya dengan memahami prospek kerja guru. Tanpa memahami hal tersebut, minat belajar siswa menjadi rendah karena tidak memikirkan prospek pendidikan di masa mendatang.

Untuk meningkatkan kesadaran pendidikan tersebut diperlukan upaya-upaya dari pelaku pendidikan terutama diri sendiri dengan harapan akan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

Untuk menyederhanakan mengenai pembahasan pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung, dibuat kerangka pikir sebagai berikut:


(49)

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka hipotesis sementara yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru berpengaruh terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung tahun 2013.

Pengaruh Tingkat Pemahaman Tentang Prospek Kerja Guru a). Peluang

b). Hambatan c). Ancaman

Minat Belajar Mahasiswa Program Studi PKn

a) Ketertarikan b) Rasa Senang c) Keinginan


(50)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel X dan variabel Y yang dideskripsikan secara sistematis dan menuntut untuk dicarikan jalan keluarnya. Peneliti menggangap metode deskriptif kuantitatif dalam penelitian ini sangat tepat, karena sarana dan kajiannya adalah untuk membahas pengaruh tingkat pemahaman prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa pada Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung Tahun 2013.

3.2Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Berdasarkan penelitian pendahuluan di Prodi PKn FKIP Universitas Lampung tahun 2013, diketahui bahwa jumlah seluruh mahasiswa tersebut adalah 235 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.


(51)

Tabel 2. Jumlah mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung Tahun 2013

No Angkatan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 2010 25 52 77

2 2011 20 50 70

3 2012 25 63 88

Jumlah 70 165 235

Sumber: Data keseluruhan mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung Tahun 2013

Berdasarkan data diatas maka dapat kita lihat bahwa jumlah mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung Tahun 2013 adalah 235 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sasaran dalam penelitian ini. Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto (1986: 117) “sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Dalam penelitian ini berpedoman kepada pendapat Suharsimi Arikunto (1986: 120) yaitu bila “subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar atau lebih dari 100, maka sampelnya dapat dianbil antara 10-15 % atau 20-25 %”.

3. Teknik Sampling

Berdasarkan teori di atas, maka sampel diambil 20% dari 235 mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung tahun 2013 dan diperoleh sampel 47 mahasiswa.


(52)

Teknik pengambilan data sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling sederhana, hal ini digunakan karena setiap unsur dalam populasi mempunyai probabilitas yang sama untuk terambil sebagai unsur dalam sampel.

Agar lebih jelas lihat tabel rincian sampel perkelas dibawah ini:

Tabel 3. Jumlah dan sebaran Sampel mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung Tahun 2013

No Angkatan Perhitungan

1. 2010 77 mahasiswa x 20% = 15,4 2. 2011 70 mahasiswa x 20% = 14 3. 2012 88 mahasiswa x 20% = 17,6

Jumlah 235 mahasiswa x 20%= 47 mahasiswa Sumber : Hasil perhitungan proposional random sampling

3.3Variabel Penelitian

Di dalam suatu variabel penelitian terkandung konsep yang dapat dilihat dan diukur. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Variabel bebasnya

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru (X).

2) Variabel terikatnya

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung tahun 2013.


(53)

3.4Definisi Konseptual Variabel

1. Pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru

Pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru merupakan pengukuran seberapa jauh mahasiswa memahami peluang kerja guru untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja baik dari segi pendidikan itu sendiri maupun dari segi lain demi peningkatan kualitas hidup masyarakat.

2. Minat Belajar

Minat belajar adalah aspek psikologis seseorang yang menampakkan diri, seperti ketertarikan, rasa senang, dan keinginan terhadap kegiatan tertentu, melalui proses belajar.

3.5Definisi Operasional Variabel

Untuk mempermudah pengukuran di lapangan, maka beberapa konsep dalam penelitian ini perlu dioperasionalkan, yaitu:

1. Tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru merupakan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengembangan ilmu dan kreatifitas pendidikan bagi remaja dalam mahasiswa untuk meningkatkan minat belajar, sehingga remaja makin giat belajar dan dapat membuka peluang kerja bagi dirinya sendiri guna memperbaiki kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini indikator untuk mengukur pengaruh tingkat pemahaman prospek kerja guru dilihat dari (X):

a. Peluang b. Hambatan c. Ancaman


(54)

2. Minat adalah penilaian siswa dengan indikator mengenai rasa ketertarikan, rasa senang, dan keinginan pada bidang tertentu atau perasaan senang dalam mengikuti suatu hal. Dalam hal ini minat belajar yang dapat dilihat yaitu ketertarikan, rasa senang, dan keinginan siswa dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dapat ditunjukkan melalui partisipasi dan keaktifan dalam mencari pengetahuan dan pengalaman tersebut.

Dalam hal ini indikator untuk mengukur pengaruh tingkat pemahaman prospek kerja guru dilihat dari (Y):

a. Membangkitkan rasa ketertarikan mahasiswa dalam belajar.

b. Membuat mahasiswa merasa senang terhadap bidang yang ditekuninya.

c. Membangkitkan rasa ingin belajar mahasiswa.

3.6Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah: 1. Tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru (X) :

a. Paham

b. Kurang Paham c. Tidak Paham

2. Meningkatkan minat belajar mahasiswa Program Studi PKn (Y) meliputi : a. Berminat

b. Cukup Berminat c. Kurang Berminat


(55)

3.7Teknik Pengumpulan Data

Salah satu cara dalam melengkapi penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap yang nantinya dapat mendukung keberhasilan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Teknik Pokok

a. Angket/ Kuesioner

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung. Skala pengukuran untuk data ini adalah interval sehingga kuesioner yang digunakan berbentuk semantic differential.

Teknik angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan maksud menjaring data dan informasi langsung dari responden yang bersangkutan. sasaran angket adalah mahasiswa Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung tahun 2013.

Responden memilih jawaban yang telah disediakan sesuai dengan keadaan subjek. Setiap item memiliki tiga alternatif jawaban yang masing-masing mempunyai skor bobot berbeda-beda,yaitu:

1. Alternatif jawaban yang setuju diberi skor 3

2. Alternatif jawaban yang kurang setuju diberi skor 2 3. Alternatif jawaban yang tidak setuju diberi skor 1


(1)

59

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap kemampuan guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, yaitu :

n x

x

c 2

2

Keterangan :

c : koefisien kontigensi X2 : chi kuadrat

n : jumlah sampel (Sudjana, 1986 : 280)

Agar harga C yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksium ini dapat dihitung dengan rumus :

C maks

M M 1

Keterangan :

C maks : koefisien kontigensi maksimum.

M : harga minimum antara banyak baris dan kolom dengan kreteria uji hubungan “ makin dekat harga C pada Cmaks, makin besar derajat asosiasi antara faktor”.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan mengenai pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013 maka penulis dapat menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan positif dan cukup erat tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi pemahaman tentang prospek kerja guru, maka semakin tinggi minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013.

5.2 Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas, menganalisis data dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran bahwa:


(3)

106

1. Rektor Unila/Dkan FKIP Unila

Kepada Rektor Unila/Dekan FKIP Unila menerapkan sistem pendidikan dan pembelajaran yang ketat. Pengetatan dimulai ketika seleksi penerimaan mahasiswa baru, pertemuan tatapmuka perkuliahan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik mahasiswa, pelaksanaan ujian dan pelulusan akhir. Mensosialisasikan tentang prospek kerja guru secara intensif di masa yang akan datang.

2. Ketua Program Studi/Dosen

Kepada Ketua Program Studi/dosen untuk memberikan sarana dan prasarana yang memadai untuk memberi kemudahan bagi mahasiswa dalam mendukung kegiatan belajar. Kemudian menjelaskan tentang prospek kerja guru PKn baik di bidang pendidikan maupun non pendidikan dan memberi teladan di dalam proses pelaksanaan tugas.

3. Mahasiswa

Kepada mahasiswa Program Studi PKn agar lebih memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia, sehingga materi yang diberikan oleh dosen dapat diperjelas dengan sumber belajar yang ada. Mahasiswa yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha memburu dan mendalami ilmu pengetahuan.

4. Masyarakat

Masyarakat yang sadar pendidikan adalah masyarakat yang mendukung sepenuhnya terhadap peningkatan pendidikan serta konsekuensinya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Apriandoko, Doni. 2012. Peranan Media Massa Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Di SMA N 1 Pringsewu Tahun Pelajaran 2011/2012. Universitas Lampung Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak-rusakan. LKiS. Yogyakarta.

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Citra Umbara. Bandung.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006.

Perkembangan PKn Pasca KBK dan Praktik Pembelajarannya. Depdiknas.

Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. PT. Rineka Cipta. Jakarta.Djohar. 2003. Pendidikan Sangat Strategik Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan. CESFI. Yogyakarta.

Effendi, Usman. 1985. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Pustaka Panji Mas. Jakarta.

Fajar, Arnie. 2005. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(5)

Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta. Malo, Manase. 1986. Metode Penelitian Sosial. Kurnia. Jakarta.

Muzammil, Ria S. Fatimah. 2010. Hubungan Tingkat Pemahaman Konsep Politik dalam Materi Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) dengan Tingkat Aspirasi Politik Pemilih Pemula pada Siswa SM Negeri 13 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010. Universitas Lampung.

Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Qomar, Mujamil. 2012. Kesadaran Pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sapa’at, Asep. 2012. Stop Menjadi Guru!. PT. Tangga Pustaka. Jakarta.

Sardiman . 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.Setiawan, Benni. 2008. Agenda Pendidikan Nasional. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Soemardjan, Selo. 1990. Perkembangan Peserta Didik. PT Rineka Cipta : Jakarta Sudjana. 1986. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono, 2005. Statistika Untuk Penelitian Sosial. Alfabeta. Bandung.

Susilo, M. Joko. 2007. Pembodohan Siswa Tersistematis. PINUS. Yogyakarta. Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. PT. Rineka Cipta.

Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _2005. Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari Segi Perspektif Posmodernisme dan Studi Kultural. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sekratariat Negara. Jakarta. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999.

Undang-Undang No. 40 tahun 1999, Pers. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002.


(6)

WS Winkel. 1985. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. PT. Gramedia. Jakarta.

Pengertian dan Definisi Pengaruh.

http://carapedia.com/pengertian_definisi_pengaruh_info2117.html. 2 Februari 2012

Kuu, Gayo. 2010. Pengertian Prospek.

http://taqinpanteraya.blogspot.com/2010/10/pengertian-prospek.html. 2 Februari 2013


Dokumen yang terkait

PERILAKU BELAJAR MAHASISWA MAGANG 3 TERHADAP MINAT MENJADI GURU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI Perilaku Belajar Mahasiswa Magang 3 Terhadap Minat Menjadi Guru Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Ums Tahun Ajaran 2016/2017.

0 1 15

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PROFESI GURU DAN PRESTASI BELAJAR TERHADAP MINAT MENJADI GURU AKUNTANSI PADA MAHASISWA PROGAM STUDI Pengaruh Persepsi Mahasiswa Tentang Profesi Guru Dan Prestasi Belajar Terhadap Minat Menjadi Guru Akuntansi Pada Maha

0 0 18

PENGARUH SIKAP MAHASISWA ATAS PROFESI GURU PKn DAN PEMAHAMAN TENTANG KOMPETENSI GURU TERHADAP PENGARUH SIKAP MAHASISWA ATAS PROFESI GURU PKn DAN PEMAHAMAN TENTANG KOMPETENSI GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR PPL MAHASISWA JURUSAN PKn FKIP UMS TAHUN AKADEMI

0 2 9

PENGARUH SIKAP MAHASISWA ATAS PROFESI GURU PKn DAN PEMAHAMAN TENTANG KOMPETENSI GURU TERHADAP PENGARUH SIKAP MAHASISWA ATAS PROFESI GURU PKn DAN PEMAHAMAN TENTANG KOMPETENSI GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR PPL MAHASISWA JURUSAN PKn FKIP UMS TAHUN AKADEMI

1 5 85

Pengaruh program studi, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), dan pemahaman mahasiswa tentang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) terhadap minat mahasiswa mengikuti PKM : studi kasus mahasiswa FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 1 176

Pengaruh persepsi mahasiswa FKIP tentang kesejahteraan guru terhadap minat mahasiswa FKIP menjadi guru : studi kasus pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 0 146

PENGARUH PERSEPSI TENTANG PROFESI GURU DAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN TERHADAP MINAT MENJADI GURU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FKIP UNS TAHUN 2016.

0 0 16

PENGARUH FAKTOR SUMBER BELAJAR TERHADAP PEMAHAMAN PENDIDIKAN KARAKTER MAHASISWA FKIP UNISRI Siti Supeni Program Studi: PPKN FKIP UNISRI Abstract - PENGARUH FAKTOR SUMBER BELAJAR TERHADAP PEMAHAMAN PENDIDIKAN KARAKTER MAHASISWA FKIP UNISRI

0 0 7

Pengaruh Persepsi Mahasiswa Tentang Kesejahteraan Guru dan Prestasi BelajarTerhadap Minat Menjadi Guru Ekonomi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP UNS

0 1 13

Pengaruh persepsi mahasiswa FKIP tentang kesejahteraan guru terhadap minat mahasiswa FKIP menjadi guru : studi kasus pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

0 1 144