PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BINTANG LAUT Culcita sp. TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Salmonella typhi
ABSTRAK
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BINTANG LAUT Culcita sp. TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Salmonella typhi
Oleh
Redopatra Asa Gama
Latar Belakang: Resistensi bakteri pada penyakit infeksi sudah menjadi masalah internasional. Resistensi mengakibatkan antibiotik gagal berespon terhadap pengobatan dan menimbulkan beberapa konsekuensi yang buruk. Salah satu penanganan masalah resistensi adalah dengan mencari alternatif yang memiliki sifat antibakteri. Salah satu bahan alternatif sebagai antibakteri adalah bintang laut. Dalam penelitian ekstraksi bintang laut mampu menghasilkan senyawa antibakteri. Salah satu bintang laut yang terdapat di Provinsi Lampung adalah Culcita sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri bintang laut Culcita sp terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
Metode Penelitian: Dalam penelitian ini dilakukan sintesis ekstrak bintang laut dalam konsentrasi 1000, 2000, 4000, 8000, dan 16000 ppm melalui proses ekstraksi bertingkat pada serbuk bintang laut kering yang diperoleh dari Perairan Ketapang. Pada penelitian ini dilakukan empat kali pengulangan pada dua kelompok uji yaitu Staphylococcus aureus dan kelompok Salmonella typhi serta kontrol positif (kloramfenikol) dan kontrol negatif (aquadest). Uji antibakteri dilakukan pada media kultur Muller Hinton Agar (MHA) dengan teknik disk diffusi kirby bauer. MHA diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan dilakukan pengukuran zona hambat.
Hasil Penelitian: Didapatkan ekstrak bintang laut memiliki aktifitas antibakteri terhadap bakteri Sthapylococcus aureus dan Salmonella typhi. Hal tersebut terlihat dengan adanya zona hambat yang terbentuk dan didapatkan daya hambat yang terbesar pada konsentrasi 16000 ppm.
Simpulan Penelitian: Setelah dilakukan penelitian tidak terdapat perbedaan efektifitas antibakteri ekstrak bintang laut terhadap kedua bakteri.
(2)
ABSTRACT
COMPARISON OF ANTIBACTERIAL EFFECTIVITY STAR FISH Culcita sp EXTRACT AGAINST
Staphylococcus aureus AND Salmonella typhi Growth.
By
Redopatra Asa Gama
Background: Bacterial resistance to infectious diseases has become an international problem. Resulting in antibiotic resistance fails to respond to treatment and raises some worst consequences. One of the handling of the problem of resistance is to look for alternatives that have antibacterial properties. One alternative materials as antibacterial is a starfish. In the study the extraction of star fish are able to produce antibacterial compounds. One starfish contained Lampung province is Culcita sp. This study aims to determine the antibacterial effect of star fish Culcita sp against Staphylococcus aureus and Salmonella typhi.
Methods: In this research, synthesis of starfish extract in a concentration of 1000, 2000, 4000, 8000, and 16000 ppm through the extraction process starfish storied dry powder obtained from Ketapang. In this research, four repetitions in two test group, namely Staphylococcus aureus and Salmonella typhi groups and positive control (Chloramphenicol) and negative control (Aquadest). Antibacterial test conducted at culture medium Muller Hinton Agar (MHA) with the disk diffusion technique of Kirby bauer. MHA incubated at 37 ° C for 24 hours and measuring the inhibition zone
Results: The result showed extracts of starfish have antibacterial activity against bacteria Sthapylococcus aureus and Salmonella typhi. It is seen by the inhibition zone formed and obtained the greatest inhibition at concentrations of 16000 ppm.
Conclusions: After a study there is no difference of antibacterial effectivity starfish extracts against both bacteria
(3)
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BINTANG LAUT Culcita sp. TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Salmonella typhi
Oleh
REDOPATRA ASA GAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Jurusan Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2016
(4)
(5)
(6)
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lirik pada 12 Juni 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Ahmad Natal dan Ibu Asna.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Islam, Riau pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 8 Pasir Penyu, Riau pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Pasir Penyu diselesaikan pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Pasir Penyu diselesaikan pada tahun 2012.
Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif menjadi anggota pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina tahun 2012-2014. Penulis juga terdaftar sebagai Asdos Farmakologi tahun 2015/2016.
(8)
Sebuah persembahan sederhana untuk Papa,
Mama, Abang, Adikku, Kamu, dan Keluarga
Besarku tercinta.
“Allah mengangkat derajat orang yang beriman diantara kalian serta
orang-orang yang menuntut ilmu beberapa derajat” (Al Mujaddah: 11)
(9)
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya, dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Perbandingan Efektifitas Antibakteri Ekstrak Bintang Laut Culcita sp Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes., Sp.MK, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, motivasi, saran, kritik, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
(10)
3. dr. Ety Apriliana, M.Biomed, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, pengarahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes, selaku Penguji Utama pada ujian skripsi dan selaku Pembimbing Akademik; terima kasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini dan juga atas bimbingan dan arahan selama 3,5 tahun masa perkuliahan.
5. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Yang tercinta Mama, Dra. Asna atas kiriman doanya setiap waktu, semangat, kesabaran, keikhlasan, kasih sayang, dan atas segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis. Papa tercinta Drs. Ahmad Natal yang tidak henti-hentinya mendoakanku dan mendukungku, yang selalu memberikan doa, masukan, pelajaran hidup, kasih sayang, dan semangat juang kepadaku. Abangku, dr.Betwindo Arman Gaoss dan Adikku, Mia Larasaky.terima kasih atas doa, dukungan, saran dan mortivasi yang selalu diberikan ini. Juga terima kasih kepada Keluarga besarku yang selalu mendukung aktivitas perkuliahanku. 6. Seluruh dokter dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita. Bapak dan Ibu Staf pegawai dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
7. Kepada laboran mikrobiologi, mbak Romi atas arahannya selama penelitian berlangsung.
(11)
8. Kepada mitraku dalam penelitian ini, Adi Nugraha DJ Anwar atas kerjasama, motivasi serta semangatnya selama melakukan penelitian. Serta teman-teman PKM (Adi,Ria,Zyga,Asep) atas bantuan dan semangatnya selama melakukan penelitian.
9. Sahabat-sahabatku, BBBB (Rivandi, Andhika Mahatidanar, Lutfi, Hanif, Janis, Kautsar, Laksa, Tantra, Risol, Soni, Ridho, Hambali dan Abet) atas canda tawa, keakraban, dan kebersamaannya selama ini.
10.Sahabat-sahabatku, Andika yusuf, Restiko, Luqmanul Hakim, Agam Anggoro, Hendra Efendi, Eduard, dan Anggota Kostan Abbas Alkindi (Dwi, Reza, Santos, Toper dan Agung) atas motivasi, semangat dan batuannya dalam proses penyelesaian skripsi. Serta sahabat-sahabatku, Iyen, Silvi, Tinut, Kadek atas saran-sarannya selama ini.
11.FSI FK Unila, atas pengalaman-pengalamannya di luar pendidikan akademik. Para Asdos Farmakologi tahun 2015/2016 atas waktu-waktu kebersamaannya. 12.Teman-teman FK Unila 2012, terima kasih atas kesertaannya yang secara
langsung berada disekitarku dalam menjalani proses pendidikanku. Adik-adik dan kakak-kakak FK Unila, yang selalu membantu persebaran informasi di lingkungan FK Unila.
13.Sahabat-sahabat alumni SDN 8 Pasir Penyu, SMPN 1 Pasir Penyu, dan SMAN 1 Pasir Penyu, yang secara tidak langsung terus memotivasiku untuk terus melakukan hal-hal yang terbaik dan bermanfaat.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan baik dari Allah SWT. Aamiin.
(12)
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Februari 2016. Penulis
(13)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Deskripsi Bintang Laut Culcita sp ... 6
2.2. Komponen Bioaktif ... 8
2.3. Bakteri Gram (+) Staphylococcos aureus ... 12
2.4. Bakteri Gram (-) Salmonella typhi ... 16
2.5. Uji Aktivitas Antibakteri ... 20
2.6. Kerangka Teori Penelitian ... 22
2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 25
2.8. Hipotesis ... 25
III. METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Desain Penelitian ... 26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26
3.3. Bahan dan Alat Penelitian ... 26
3.3.1. Bahan Uji ... 27
(14)
3.3.3. Media Kultur ... 27
3.3.4. Alat Alat Penelitian ... 27
3.4. Besar Sampel ... 27
3.5. Prosedur Penelitian ... 28
3.5.1. Pengambilan dan Preparasi Bahan Baku ... 28
3.5.2. Sterilisasi Alat ... 29
3.5.3. Pembuatan Ekstrak Bintang Laut ... 29
3.5.4. Identifikasi Bakteri Uji ... 30
3.5.5. Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan McFarland ... 32
3.5.6. Pembuatan Suspensi Bakteri ... 32
3.5.7.Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA) ... 33
3.5.8. Uji Aktivitas Antimikroba ... 33
3.5.9. Kontrol positif ... 34
3.5.10. Kontrol negatif ... 34
3.5.11. Alur Penelitian ... 35
3.6. Variabel Penelitian ... 36
3.6.1. Variabel Bebas ... 36
3.6.2. Variabel Terikat ... 36
3.7. Definisi Opresional ... 36
3.8. Analisa Data ... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1. Hasil Penelitian ... 38
4.2. Pembahasan ... 43
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1. Simpulan ... 48
5.2. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA
(15)
i
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategori kekuatan aktivitas antibakteri ... 22
2. Definisi operasional penelitian ... 36
3. Hasil isolasi dan pewarnaan Gram bakteri uji... 38
4. Hasil uji biokimia ... 39
5. Zona hambat Staphylococcus aureus ... 39
6. Zona hambat Salmonella typhi ... 40
7.Hasil analisis univariat Staphylococcus aureus ... 41
8. Hasil analisis univariat Salmonella typhi ... 41
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bintang laut Culcita sp. ... 7
2. Staphylococcus aureus pembesaran 1000x ... 12
3. Salmonella typhi pada agar McConkey ... 16
4. Kerangka Teori Penelitian... 24
5. Kerangka Konsep Penelitian ... 25
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Selain disebabkan oleh virus, bakteri juga tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan penyakit infeksi (Mulholland, 2005). Penyakit infeksi bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi. Penyakit yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus seperti keracunan makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. Staphylococcus aureus patogen juga dapat menyebabkan hemolisis darah, mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim dan toksin ekstraselular. Pada Salmonella typhi, bakteri ini merupakan penyebab penyakit demam tifoid, enterokolitis dan dapat terjadi bekteremia dengan lesi fokal. Kedua bakteri ini juga cepat menjadi resisten terhadap banyak obat antimikroba, sehingga menyebabkan masalah terapi yang sulit (Jawetz et al., 2008).
Masalah resistensi bakteri pada antibiotika telah menjadi masalah internasional. Saat ini sedang digalakkan kampanye dan sosialisasi
(18)
pengobatan secara rasional yang meliputi pengobatan tepat, dosis tepat, lama penggunaan yang tepat serta biaya yang tepat. Bakteri menjadi resisten untuk dapat bertahan hidup setelah melalui beberapa proses tertentu. Pada akhirnya konsekuensi yang ditimbulkan sangat merugikan baik dari segi kesehatan, ekonomi maupun kesehatan masyarakat (Rahayu, 2011).
Resistensi antibiotik pada mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang buruk. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit. Ketika respon terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk beberapa waktu yang lama. Hal ini memberikan peluang yang lebih besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas (Deshpande dan Joshi, 2011), sehingga menyebabkan kegagalan terapi antibakteri semakin meningkat. Berbagai strategi disusun untuk mengatasi masalah resistensi, diantaranya dengan mencari antibakteri baru (Fauziyah, 2010).
Antibakteri baru dapat disintesis dari bahan-bahan alam, salah satunya yang berasal dari laut. Dengan luasnya wilayah laut di Propinsi Lampung yang kaya akan biota laut memungkinkan untuk mengembangkannya menjadi obat herbal alami yang memiliki efek samping lebih rendah. Keanekaragaman
(19)
3
biota laut yang tak sepenuhnya diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan sering dijumpai adalah bintang laut. Salah satu bintang laut di Perairan Lampung adalah Culcita sp. Culcita sp merupakan salah satu jenis Echinodermata yang belum banyak dimanfaatkan dan sebagian besar masyarakat belum mengetahui akan keberadaan dan potensi yang dimiliki bintang laut tersebut (Agustina, 2012).
Bintang laut Culcita sp merupakan satu spesies dari kelas Asteroidea dan merupakan kelompok Echinodermata. Bintang laut memiliki komponen bioaktif alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, dan fenol hidrokuinon yang dapat digunakan sebagai antioksidan, antibakteri, dan antifungi (Agustina, 2012).
Aktivitas antibakteri pada bintang laut juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan terhadap bintang laut Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus. Pada penelitian ini didapatkan bahwa bintang laut memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini ditandai adanya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak bintang laut Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas auroginosa, dan
Eschericia coli (Kumaran et al., 2011).
Penelitian tentang aktivitas antibakteri yang terdapat pada bintang laut
Culcita sp masih terbatas pada sifat antibakteri saja. Hal tersebut yang mendasari untuk dilakukannya penelitian tentang “ Perbandingan Efektifitas Antibakteri Ekstrak Bintang Laut (Culcita sp) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
(20)
1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapat dari latar belakang diatas adalah apakah terdapat perbedaan efektifitas dari ekstrak bintang laut Culcita sp
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan Salmonella typhi.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas antibakteri ekstrak bintang laut Culcita sp
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui diameter zona hambat ekstrak bintang laut Culcita sp
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
2. Mengetahui diameter zona hambat ekstrak bintang laut Culcita sp
terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
3. Mengetahui perbandingan daya hambat ekstrak bintang laut
Culcita sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dengan Salmonella typhi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan terutama pengetahuan mengenai bintang laut sebagai antibakteri.
(21)
5
2. Bagi peniliti selanjutnya, sebagai bahan rujukan/referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi masyarakat, memberikan dasar ilmiah mengenai penggunaan bintang laut sebagai antibakteri.
4. Bagi pemerintah, dapat menjadi perhatian dalam rangka mengembangkan ilmu pengobatan serta upaya preventif dibidang kesehatan terutama masalah penyakit yang berhubungan dengan infeksi.
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bintang Laut Culcita Sp
Bintang laut adalah salah satu spesies dari kelas Asteroidea, dan merupakan kelompok Echinodermata. Filum Echinodermata terdiri atas lebih kurang 6.000 spesies, dan semuanya hidup di air laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan simetris radial (Lariman, 2011). Klasifikasi bintang laut menurut James (1989) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia Filum: Echinodermata Kelas: Asteroidea Ordo: Forcipulata Famili: Oreasteridae Genus: Culcita Spesies: Culcita Sp.
(23)
7
Gambar 1. Bintang laut Culcita sp.
(Sumber: Agustina, 2012)
Culcita Sp merupakan jenis bintang laut yang berukuran 15-25 cm, yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna tubuh dari bintang laut ini adalah kuning kecoklatan (Gambar 1). Culcita sp
hidup di daerah terumbu karang, dasar berpasir, dan padang lamun. Bintang laut bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan dan pada umumnya menempati daerah yang digenangi air (Agustina, 2012).
Bintang laut berbentuk simetris radial, permukaan bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat bertindak sebagai cakram penyedot. Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel pada bebatuan dan untuk merangkak secara perlahan-lahan, sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram sekali lagi. Bintang laut juga menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsa, antara lain remis dan tiram (Lariman, 2011).
(24)
Bintang laut sebagaimana anggota filum Echinodermata lainnya mempunyai susunan tubuh bersimetri lima (pentraradial simetri), tubuh berbentuk cakram yang di dalamnya terdapat sistem pencernaan, sistem respirasi, dan sistem saraf. Tubuh dilindungi oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang sama yaitu di sisi oral (Safitri, 2010). Kehadiran bintang laut biru Linckia laevigata dan bintang bantal Culcita novaeguinenae merupakan pemandangan umum pada ekosistem terumbu karang. Bintang laut pemakan poli karang (Acanthaster planci) relatif jarang dijumpai di perairan ini. Penelitian bintang laut di Indonesia masih jarang dilakukan. Informasi kelompok hewan ini biasanya merupakan hasil studi ekologi dan dipublikasikan sebagai bagian dari filum Echinodermata (Aziz dan Al-Hakim, 2007).
2.2 Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp.
Bintang laut memiliki komponen bioaktif yang terdiri dari alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon yang memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antifungi (Agustina, 2012).
2.2.1 Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengandung nitrogen dengan bilangan oksidasi negatif, yang penyebarannya terbatas pada makhluk hidup. Alkaloid juga merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar, yang pada saat ini telah diketahui sekitar 5500 jenis alkaloid. Alkaloid pada umumnya mempunyai keaktifan fisiolog
(25)
9
yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan.
Biota laut yang memiliki kandungan alkaloid yaitu spons, moluska, dan coelenterata. Alkaloid pada hewan laut dapat dikelompokkan menjadi pyridoacridine, indole, pyrrole, pyridine, isoquinoline guanidine dan streroidal alkaloids. Sebagian besar alkaloid yang diisolasi dari hewan laut dapat bersifat sebagai antiviral, antibakterial, antioksidan, dan antikanker (Kumar dan Rawat, 2011).
2.2.2 Saponin
Saponin adalah jenis senyawa glikosida dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah (Rustaman et al, 2006). Saponin dapat bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya, yang disebut sapotoksin. Saponin dapat menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika (Sirait, 2007).
Pada uji fitokimia dari bintang laut Anasterias minuta terdapat komponen bioaktif berupa saponin. Saponin yang diisolasi dari
(26)
bintang laut tersebut memiliki kemampuan sebagai sitotoksik, hemolisis, antifungi, dan antiviral. Isolasi dan purifikasi dari ekstrak bintang laut ini menghasilkan steroidaal glikosid yang memiliki kemampuan sebagai antifungi (Bhat et al., 2009).
2.2.3 Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid adalah senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon.
Flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung dan flavon yang terhidroksilasi dapat berfungsi sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2007). Gavin dan Durako (2012) mengatakan bahwa senyawa aktif sitosolik flavonoid yang diisolasi dari bintang laut
Linckia laevigata berfungsi sebagai antioksidan.
2.2.4 Steroida/Triterpenoida
Triterpenoida merupakan metabolit sekunder paling banyak dihasilkan oleh tumbuhan namun pada invertebrata dihasilkan dalam jumlah yang sedikit. Senyawa terpenoida ini dapat ditemukan pada tumbuhan tinggi, lumut, alga, liken, insekta, mikroba dan biota laut. Senyawa ini
(27)
11
berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi. Nama lain dari triterpenoida ada dua yaitu terpenoida sebenarnya dan terpen atau isoprenoid yang merupakan golongan dari steroida (Sirait, 2007).
Diterpenoida merupakan suatu senyawa turunan dari terpenoida. Diterpenoida yang terdapat pada biota laut yaitu tipe labdane dan tipe marine. Tipe labdane merupakan metabolit sekunder dari fungi, biota laut, insekta, dan tumbuhan tinggi yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, sitotoksik, antiviral, anti-inflamasi, dan antiprotozoa. Selain tipe labdane, tipe marine diterpenoida merupakan salah satu diterpenoida alami dari biota laut yang pontensial untuk obat anti-inflamasi. Streroidal glikosid atau sulfated steroidal oliglikosid (asterosaponin) merupakan metabolit utama dari bintang laut yang memiliki potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis, sitostatis, antikanker, antibakterial, antiviral dan antifungi (Heras dan Hortelano, 2009).
2.2.5 Fenol Hidrokarbon
Fenol adalah sekelompok senyawa hidrokarbon aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air dan cenderung bersifat asam. Fenol dalam penggunaannya dapat dijadikan sebagai antiseptic (Sirait, 2007). Hasil penelitian
(28)
Wiyanto (2010), mengatakan fenol yang terdapat pada biota laut memiliki aktivitas antibakteri.
2.3 Bakteri Gram (+) Staphylococcus aureus 2.3.1 Deskripsi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan Staphylococcus aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 2008).
(29)
13
2.3.2 Klasifikasi
Pemberian nama bakteri golongan Staphylococcus dilakukan dengan sistem binomial oleh Rosenbach pada tahun 1884. Penamaan ini bertujuan untuk memudahkan klasifikasi identifikasi secara internasional. Klasifikasi Staphylococcus aureus sebagai berikut (Shodikin et al., 2006):
Kingdom: Bacteria Phylum : Firmicutes Kelas: Bacilli Ordo: Bacillales
Family: Staphylococceae Genus: Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus
Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka (Welsh et al., 2010). Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya untuk tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler.
(30)
Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi adalah (Jawetz et al. 2008):
1. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus.
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada Staphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn, dan delta hemolisin. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni
Staphylococcus aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Staphylococcus
(31)
15
aureus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba.
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Staphylococcus aureus patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis.
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit.
6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh.
(32)
7. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
2.4 Bakteri Gram (-) Salmonella typhi 2.4.1 Morfologi
Salmonella typhi merupakan bakteri batang Gram-negatif famili
Enterobacteriaceae yang memiliki panjang bervariasi. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrika (peritrichous flagella). Salmonella typhi mudah tumbuh pada medium sederhana, yang secara khas memfermentasikan laktosa dan manosa tanpa memproduksi gas tetapi tidak memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Salmonella typhi yang tumbuh pada media McConkey memiliki bentuk bulat tebal (Gambar 3). Organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa serta menghasilkan gas H2S. Salmonella typhi
dapat bertahan dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. Sebagian besar organisme ini umumnya bersifat patogen untuk manusia dan hewan bila termakan (Jawetz et al., 2008).
(33)
17
2.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi Salmonella typhi sebagai berikut (Meilisa, 2009): Phylum: Eubacteria
Class: Prateobacteria Ordo: Eubacteriales Family: Enterobacteriaceae Genus: Salmonella
Spesies: Salmonella typhi
2.4.3 Patogenesis dan Gambaran Klinis.
Dari sekian banyak spesies Salmonella, hanya Salmonella typhi,
Salmonella choleraesuis, Salmonella paratyphi A dan Salmonella paratyphi B yang bersifat infeksius terhadap manusia. Salmonella typhi ditularkan melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105 -108Salmonella typhi (Jawetz et al., 2008).
Salmonella typhi menyebabkan tiga macam penyakit utama pada manusia (Jawetz et al., 2008), yaitu:
1. Demam Tifoid
Sindroma ini adalah yang paling sering diakibatkan oleh
Salmonella typhi, bakteri yang tertelan mencapai usus halus, masuk kedalam aliran limfatik dan kemudian masuk ke aliran darah.
(34)
Organisme ini dibawa oleh darah ke berbagai organ, termasuk usus. Salmonella typhi bermultiplikasi dijaringan limfoid usus dan dieksresikan di dalam feses.
Setelah masa inkubasi selama 10-14 hari, timbul gejala demam, malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardi, dan mialgia. demam meningkat sampai plateau yang tinggi, dan terjadi pembesaran limpa serta hati. Meskipun jarang pada beberapa kasus, namun bisa terlihat bintik-bintik merah atau red spots yang timbul sebentar di bagian abdomen atau dada. Sebelum pemberian antibiotik, komplikasi utama adalah pendarahan dan perforasi usus.
2. Bakteremia Dengan Lesi Fokal
Keadaan ini umumnya disebabkan oleh setiap serotipe dari Salmonella. Biasanya infeksi berasal dari mulut, yang kemudian terjadi invasi dini ke aliran darah dengan kemungkinan lesi fokal di paru, tulang, meninges, tetapi manifestasi di usus sering tidak ada.
3. Enterokolitis
Enterokolitis merupakan manifestasi infeksi Salmonellatyphi yang paling sering terjadi. Gejala terjadi setelah 48 jam tertelannya bakteri, seperti demam ringan yang disertai mual, sakit kepala, muntah, dan diare hebat, dengan beberapa leukosit di dalam feses.
(35)
19
2.4.4 Faktor Virulensi
Ada tiga faktor yang menentukan virulensi bakteri Salmonella typhi
(Raffatellu et al, 2005), yaitu : 1. Daya invasi
Dalam usus halus, bakteri Salmonella typhi berpenetrasi di epitel dan masuk ke dalam jaringan subepitel sampai lamina propia, prosesnya menyerupai fagositosis. Setelah proses penetrasi tersebut bakteri akan difagosit oleh makrofag. Dengan kemampuan Salmonella typhi yang dapat bertahan hidup dalam makrofag dan mampu melakukan multiplikasi di dalam fagosom yang tidak berfusi. Sehingga bakteri tersebut dapat berkembang dengan baik didalam makrofag dan nantinya akan menginvasi ke bagian tubuh yang lain melalui makrofag.
2. Endotoksin
Membran sel Salmonella typhi mengandung kompleks lipopolisakarida (LPS) yang berfungsi sebagai endotoksin dan merupakan faktor virulensi. Endotoksin terdiri dari 3 lapisan, yaitu O-spesific polysaccaride di bagian luar, core polysaccaride
di bagian tengah dan lipid A di bagian dalam. Dengan struktur LPS yang demikian lengkap menjadikannya lebih resisten terhadap enzim yang memproses antigen, yaitu dengan cara memperlambat pemrosesan dan menghambat aktivasi epitop tertentu. Hal ini juga dapat merintangi aktivasi sel T, khususnya
(36)
CD4 karena pada umumnya mereka lebih mengenali epitop peptida daripada polisakarida. Endotoksin juga dapat merangsang pelepasan zat pirogen dari sel makrofag dan sel-sel polimorfonuklear (PMN) sehingga mengakibatkan demam. Selain itu, sirkulasi endotoksin dalam peredaran darah dapat menyebabkan kejang akibat infeksi.
3. Enterotoksin dan Sitotoksin
Toksin lain yang dihasilkan oleh Salmonella typhi adalah enterotoksin dan sitotoksin. Kedua toksin ini diduga juga dapat meningkatkan daya invasi dan merupakan faktor virulensi Salmonella typhi.
2.5 Uji Aktivitas Antibakteri
Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode difusi dan metodi dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya metode disk diffusion (tes Kirby & Baur), E-test, ditch-plate technique.
Sedangkan pada metode dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat (Pratiwi, 2008).
1. Metode difusi
a. Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur) meggunakan piringan yang berisi agen antimikroba, kemudian diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami mikrorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan
(37)
21
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
b. Metode E-test digunakan untuk mengestimasi kadar hambat minimum (KHM), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikrooraganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah sampai tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme sebelumnya.
c. Ditch-plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengan secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba tersebut
d. Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan disk diffusion dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikrooraganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
2. Metode dilusi
a. Metode dilusi cair. Metode ini digunakan untuk mengukur konsentrasi hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
(38)
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.
b. Metode dilusi padat. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
c. Penentuan aktivitas daya hambat antimikroba mengacu pada tabel kategori kekuatan aktivitas antibakteri (Tabel 1)
Tabel 1. Kategori Kekuatan Aktivitas Antibakteri. Kode Diameter Zona Hambat (mm) (-)
(+) (++) (+++)
≤10 11-15 16-20 >20
Keterangan: (-) tidak beraktivitas, (+) aktivitas lemah, (++) aktivitas sedang, dan (+++) aktivitas kuat(Widyaningtias et al, 2011).
2.6 Kerangka Teori
Bintang laut Culcita sp merupakan anggota dari kelas Asteroidea dan merupakan kelompok Echinodermata. Kandungan yang ditemukan pada bintang laut Culcita sp. berupa alkaloid, steroid, flavanoid, saponin, dan fenol hidrokarbon (Agustina, 2012). Diantara senyawa-senyawa tersebut alkaloid, flavanoid, dan saponin memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Bhat
(39)
23
antiviral dan antifungi (Heras dan Hortelano 2009), sedangkan fenol hidrokarbon lebih bersifat sebagai antiseptik.
Senyawa-senyawa antibiotik pada ekstrak bintang laut memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Saponin menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lainnya (Setiabudy, 2007). Alkaloid mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Kurniawan & Aryana, 2015). Sedangkan flavanoid dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Cushnie & Lamb, 2011).
(40)
Adapun kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Kerangka Teori Penelitian
Kematian sel bakteri Flavanoid Mendenaturasi protein yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri Menghambat pertumbuhan bakteri Alkaloid mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh Fenol hidrokarbon Bersifat sebagai antiseptic Steroid bersifat sebagai sitotoksik, antiviral, antifungi dan sebagai analgesik. Bintang laut Culcita
sp. Asterosaponin berinteraksi dengan membran sterol menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba
(41)
25
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian.
2.8 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan efektifitas ekstrak bintang laut terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
4000 ppm 2000 ppm
8000 ppm 16000 ppm 1000 ppm
Konsentrasi Ekstrak Bintang laut Culcita sp.
Diameter zona hambat
Staphylococcus aureus
Diameter zona hambat
(42)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik laboratorik (Notoadmojo, 2012). Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari ekstrak bintang laut (Culcita sp.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2015 bertempat di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Biologi Fakultas MIPA, serta Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,
3.3 Bahan dan Alat Penelitian. 3.3.1 Bahan uji
Bahan penelitian adalah bintang laut Culcita sp yang didapatkan dari perairan Ketapang, Kab.Pesawaran yang diekstraksi di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Lampung.
(43)
27
3.3.2 Bakteri uji
Bakteri uji yang dipergunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus
dan Salmonella typhi yang berasal dari Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.
3.3.3 Media Kultur
Media kultur yang digunakan pada penelitian ini adalah media
Mannitol Salt Agar (MSA) yang digunakan untuk mengkultur bakteri
Staphylococcus aureus dan media Shigella-Salmonella Agar (SSA) yang digunakan untuk mengkultur bakteri Salmonella typhi. Kemudian digunakan media agar MHA (Muller Hinton Agar) sebagai media tempat dilakukannya uji daya hambat bakteri.
3.3.4. Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pisau, cawan petri, timbangan digital, aluminium foil, oven, kompor listrik, kertas saring Whatman 42, kapas, pipet mikro, labu Erlenmeyer 250 ml dan 500 ml, gelas ukur, hammer mills, corong kaca, botol gelas, gelas piala, tabung reaksi, pipet tetes, pipet mikro, blender, sendok plastik, cakram kertas, pipa kapiler, gelas, inkubator, handscoon, dan alat tulis.
3.4 Besar Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah ekstrak bintang laut
Culcita sp. dengan kadar 16000 ppm, 8000 ppm, 4000 ppm, 2000 ppm, dan 1000 ppm yang diberikan untuk mempengaruhi pertumbuhan bakteri
(44)
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi. Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini digunakan rumus federer (Sastroasmoro, 1995):
(n-1)(k-1)≥15 (n-1)(7-1)≥15 (n-1) x 6 ≥15 (6n-6) ≥15 n ≥3,5
Keterangan:
n = banyaknya sampel (pengulangan) k = banyaknya perlakuan
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang digunakan adalah 3,5. Untuk menghindari terjadinya kesalahan, maka dibulatkan ke atas menjadi 4. Besar sampel ini digunakan sebagai acuan dilakukanya pengulangan pada penelitian ini.
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan dan preparasi bahan baku, sterilisasi alat, pembuatan senyawa ekstrak dari bintang laut, pembuatan kultur bakteri, uji antimikroba.
3.5.1 Tahapan Pengambilan dan Preparasi Bahan Baku
Pada tahap pengambilan sampel, bintang laut Culcita Sp. berasal dari Perairan Ketapang. Bintang laut kemudian dikeringkan dengan suhu rendah menggunakan freeze dryer dengan suhu kurang dari -40oC. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang dikandungnya. Kadar air yang rendah menunjukkan
(45)
29
bahwa air bebas dalam bahan berada dalam jumlah yang rendah, sehingga proses pembusukan, hidrolisis komponen aktif dan oksidasi dalam sampel selama dilakukan maserasi dapat dihindari (Winarno, 2008).
Bintang laut yang telah kering kemudian dihaluskan dengan hammer mills, sehingga didapat tekstur yang halus. Ukuran sampel yang lebih kecil (bubuk atau tepung) diharapkan dapat memperluas permukaan bahan yang dapat berkontak langsung dengan pelarut, sehingga proses ekstraksi komponen aktif dapat berjalan dengan maksimal. Bubuk atau tepung bintang laut akan digunakan dalam proses ekstraksi (Nurulita, 2012)
1.5.1 Sterilisasi Alat
Seluruh alat yang digunakan pada penelitian ini dicuci bersih, kemudian disterilisasi di dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC dengan tekanan 1,5 atm.
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Bintang Laut
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi bertingkat. Metode ini menggunakan pelarut heksana (p.a), etil asetat (p.a), dan metanol (p.a). Masing–masing sampel sebanyak 50 g dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut secara bertingkat heksana, etil asetat, metanol dengan perbandingan 1:3 (b/v atau gr/ml), kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat ekstrak pelarut masing-masing yang diperoleh kemudian dievaporasi sehingga semua pelarut
(46)
terpisah dari ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada temperatur 50ºC dan tekanan 500 mmHg. Residu yang tersisa selanjutnya digunakan untuk proses ekstraksi selanjutnya. Proses ini akan menghasilkan ekstrak metanol yang kental dengan kadar 100% setara dengan larutan konsentrasi 106 ppm. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi dengan besaran parts per million (ppm). Parts per million merupakan istilah kimia yang digunakan untuk mendeskripsikan konsentrasi yang sangat kecil dari sebuah larutan. Konsentrasi yang digunakan merujuk pada penelitian Juariah (2014) sebesar 16000 ppm, 8000 ppm, 4000 ppm, 2000 ppm, dan 1000 ppm.
Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus :
M = 106 x
Keterangan:
M = Konsentrasi hasil pengenceran (ppm)
Vekstrak = Volume awal ekstrak yang akan di encerkan (ml) Vekstrak + pelarut = Volume akhir hasil pengenceran (ml)
3.5.3 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri dilakukan dengan pewarnaan Gram dan tes-tes biokimiawi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pewarnaan Gram
Dari bahan pemeriksaan akan dibuat sediaan dari bahan kaca objek glass, lalu di warnai dengan prinsip pewarnaan Gram, dan diamati di bawah mikroskop. Bakteri Gram positif akan terlihat dengan
(47)
31
warna ungu sedangkan bakteri Gram negatif akan terlihat berwarna merah muda (Jawetz et al, 2008)
2. Kultur Bakteri
Ambil biakan murni bakteri sebanyak 1 ose kemudian dikultur ulang pada media yang sesuai, media MSA untuk bakteri
Staphylococcus aureus dan media SSA untuk bakteri Salmonella typhi, selanjutnya masukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.
3. Tes Biokimiawi Bakteri Gram Positif a. Tes Katalase
Untuk membedakan Staphylococcus sp dengan Streptococcus sp
dilakukan dengan cara meneteskan H2O2 pada koloni yang diambil sebanyak satu ose dan dipindahkan ke atas kaca objek. Hasil positif apabila terdapat busa, menandakan Staphylococcus sp. Hasil negatif apabila tidak terdapat busa yang menandakan
Streptococcus sp.
4. Tes Biokimiawi Bakteri Gram Negatif a. Uji TSIA
Berupa agar miring yang mengandung 3 jenis gula yaitu glukosa, laktosa, dan sakarosa. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri memfermentasi gula dan menghasilkan sulfur.
(48)
5. Uji Sitrat
Merupakan tes biokimiawi untuk melihat kemampuan suatu organisme untuk menggunakan natrium sitrat sebagai sumber utama metabolisme dan pertumbuhan. Positif bila berubah warna menjadi warna biru yang bermakna timbul warna asam.
3.5.4 Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan McFarland
Larutan baku McFarland terdiri atas 2 komponen, yaitu larutan BaCl2 1% dan H2SO4 1%. Larutan BaCl2 1% sebanyak 0,05 ml dicampur dengan larutan H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml dan dikocok homogen. Nilai absorban larutan baku McFarland 0,5 ekuivalen dengan suspensi sel bakteri konsentrasi 1,5 x 108 CFU/ml. Larutan harus dikocok terlebih dahulu hingga homogen setiap akan digunakan untuk membandingkan suspensi bakteri.
3.5.5 Pembuatan Suspensi Bakteri
Pembiakan bakteri diambil sebanyak 1-2 ose dan disuspensikan kedalam 5 mL NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang sesuai dengan standar 0,5 McFarland atau sebanding dengan jumlah bakteri 108(CFU)/mL. Suspensi bakteri diteteskan sebanyak 50 µL kemudian diratakan pada media MHA dan didiamkan selama 30 menit (Wardhani, 2012).
(49)
33
3.5.6 Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)
Media dibuat dengan melarutkan sebanyak 3,8 Gram Agar Muller-Hinton dalam aquadest sebanyak 100 ml, kemudian dipanaskan hingga mendidih disertai pengadukan sampai bubuk benar-benar larut. Media ini kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 50 menit. Selanjutnya sebanyak 3 ml media ini, dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat, kemudian disimpan dalam lemari pendingin (Silvikasari, 2011; Silaban, 2009).
3.5.7 Uji Aktifitas Antimikroba
Uji aktifitas antimikroba dilakukan untuk melihat efek antibakteri yang dihasilkan dengan melihat adanya diameter zona hambat yang terbentuk, prosedur uji antimikroba pada penelitian ini antara lain (Juriyah, 2014):
1. Mengusap biakan bakteri Staphylococcus aureus pada lempeng
Muller Hinton Agar (MHA) dengan menggunakan lidi kapas steril (media I).
2. Mengusap biakan bakteri Salmonella typhi pada lempeng Muller Hinton Agar (MHA) dengan menggunakan lidi kapas steril (media II).
3. Meletakkan cakram kertas yang telah direndam selama ± 15 menit dengan ekstrak bintang laut menggunakan konsentrasi 16000 ppm, 8000 ppm, 4000 ppm, 2000 ppm, dan 1000 ppm pada media I dan
(50)
II dengan cara membagi media menjadi empat bagian dengan jarak disk sekitar 25 mm.
4. Menginkubasi kedua media (media I dan II) pada suhu 37◦C selama 24 jam.
5. Mengukur zona hambat yang terbentuk disekitar cakram dengan menggunakan penggaris.
6. Melakukan pengulangan sebanyak empat kali.
3.5.8 Kontrol positif
Kontrol positif pada penelitian ini adalah kloramfenikol. Kontrol positif diperlukan untuk membandingkan perlakuan ekstrak dengan antibiotik murni. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang berspektrum luas sehingga dapat menghambat Gram positif dan Gram negatif (Pelezar dan Chan, 2008). Pada penelitian ini dilakukan pengulangan kontrol positif sebanyak empat kali pada setiap bakteri uji.
3.5.9 Konrol Negatif
Kontrol negatif pada penelitian ini adalah aquadest. kontrol negatif pada penilitian ini dilakukan dengan empat kali pengulangan.
(51)
35
Sampel bintang laut Culcita Sp.dari Perairan Ketapang,
Kab.Pesawaran
Ekstraksi secara bertingkat
(n-heksana, etil asetat, metanol)
Pengeringan dengan freeze drying
Penghalusan menggunakan hammer mills
Membuat konsentrasi 16000ppm, 8000ppm, 4000ppm, 2000ppm, 1000 ppm
Bubuk
Larutan Ekstrak bintang laut
Ekstrak dengan konsentrasi 16000ppm, 8000ppm, 4000ppm, 2000ppm, 1000 ppm
Membuat larutan 0,5 Mc Farland dan bandingkan dengan suspensi bakteri sampai homogen
Rendam dalam disk kosong (± 15 menit)
Homogen
Bakteri yang didapatkan dari Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.
Identifikasi dengan pemeriksaan biokimiawi
Lakukan uji katalase
Lakukan uji TSIA dan Sitrat.
Suspensikan bakteri kedalam 5 mL NaCl 0,9%
Kultur pada media Mc Conkey
Kultur pada lempeng agar darah
Staphylococcus aureus Salmonella typhi
Biakan Staphylococcus aureus Biakan Salmonella typhi
Biakan Staphylococcus aureus murni Biakan Salmonella typhi murni
Suspensi bakteri
lakukan pengulangan 4 kali Zona hambat
Hasil analisis
Inkubasi 24 jam
Ukur zona hambat
Analisis data Disk yang
mengandung ekstrak bintang laut
3.5.10 Penelitian
Dioleskan pada media MHA
Ditempel pada media
Gambar 7. DiaGram alur penelitian
Media MHA yang sudah diolesi bakteri
(52)
3.6 Variabel Penelitian 3.6.1 Variabel Bebas
Ekstrak bintang laut (Culcita sp.) dengan konsentrasi 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 8000 ppm, 16000 ppm.
3.6.2 Variabel Terikat
Variabel terikat untuk penelitian ini adalah diameter zona hambat ekstrak bintang laut (Culcita sp.) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
3.7 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi operasional penelitian
Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
Ekstrak bintang laut ( Culcita sp )
Suatu zat yang diperoleh dari ekstraksi zat aktif dari bintang laut Culcita sp. secara mekanik dan kimiawi
Menggunakan persamaan:
M =106x
M1= 16000 ppm
M2=8000 ppm
M3=4000 ppm
M4=2000 ppm
M5=1000 ppm
Rasio Diameter zona hambat Pertumbuhan mikroba yang terbentuk setelah diberikan variabel independen Dengan menggunakan metode Kirby Bauer
Diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri uji (mm)
Rasio
3.8 Analisis Data
Analisis data yang didapatkan dari penelitian ini dilakukan secara analitik
comparative, yakni membandingkan antar variabel dalam penelitian. Pengamatan diuji analisis mengunakan software statistik. Pada uji pertama yang dilakukan adalah uji normalitas (shapiro-wilk) dikarenakan besar sampel dalam penelitian ini < 50. Distribusi dikatakan normal bila p > 0,05
Vekstrak
(53)
37
(memenuhi asumsi normalitas) dan jika p < 0,05 distribusi dikatakan tidak normal. Apabila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama, dilakukan uji alternatif yaitu uji kruskal-wallis. Uji statistik yang akan digunakan selanjutnya adalah one way-anova. Uji bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu
p<0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji post-hoc untuk ANOVA satu arah adalah
(54)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian aktivitas antimikroba pada ekstrak bintang laut
Culcita sp dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ekstrak bintang laut Culcita sp memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
2. Zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi didapatkan hasil rerata terbesar pada ekstrak bintang laut dengan konsentrasi 16000 ppm.
3. Tidak terdapat perbandingan efektifitas antibakteri ekstrak bintang laut
Culcita sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan
Salmonella typhi.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap bintang laut Culcita sp
untuk sifat toksisitas dan uji klinis sehingga dapat dimanfaat dengan baik. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan kimia yang
terdapat pada bintang laut Culcita sp agar dapat ditentukan aktivitas biologisnya.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, DS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp. [Skripsi]. bogor agricultural university.
Aziz A & Al-Hakim I. 2007. Fauna Echinodermata Perairan Terumbu Karang sekitar Bakauheni. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33(2) : 187-198. Bhat SV, Nagasampagi BA, & Meenakshi S. 2009. Natural Products : Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi. India.
Brooks GF, Carrol KC, Butel JS, & Morse SA. 2013. Mikrobiologi Kedokteran
25th ed., Jakarta: EGC.
Chamundeeswari K, Saranya S, & Rajagopal S. 2012. Exploration of potential antimicrobial activity of sea star Astropecten indicus. J Applied Pharmaceutical Scienc. 2(7): 125-128.
Cushnie TP & Lamb AJ. 2011. Recent advances in understanding the antibacterial properties of flavonoids. International Journal Antimicrob Agentsnternational Journal of Antimicrobial Agents, 38(2), pp.99–107.
Dahlan MS. 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta Dash BK, Sultana S, & Sultana N. 2011. Antibacterial Activities of Methanol and Acetone Extracts of Fenugreek (Trigonella foenum) and Coriander (Coriandrum sativum). Life Sciences and Medicine Research, Volume 2011: LSMR-27
Deshpande JD & Joshi M. 2011. Antimicrobial Resistance: The Global Public Health Challenge. International Journal of Student Research.Volume I. Issue 2. Dewi FK. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu(Morinda citrifolia, linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
(56)
Jakarta: Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kefarmasian, Universitas Indonesia.
Gavin NM & Durako MJ. 2012. Localization and antioxidant capacity of flavonoid to experimental light and salinity variation. Journal of Experimental MarineBiology and Ecology. 416-417:32-40.
Guo C, Tang X, & Yang Y. 2009. Studies on The Expectorant, Antitussive and Antiasthmatic Properties of Asterosaponin Extracted from Liquida quinaria.
African Journal of Biotechnology.8(23):6694-6696.
Hector FM. 2004. Optimal Spray Driyer of Orange Oil. Procedding of International Drying Symposium. Brazil
Heras D, Hortelano S. 2009. Molecular basic of the anti-inflammatory effect of terpenoids. Inflammation and Allerg-Drug Targets 8:28-39.
James DB. 1989. Marine living resources of the union territory of lakshadweepan -indicative survey with suggestions for development. Central Marine Fisheries Research Institute Bulletin 43:97-144.
Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. S, Rina, Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Juariah, S. 2014. Aktivitas Senyawa Antibakteri Bintang Laut (Asterias forbesii) Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen. [Tesis]. Medan : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Kumaran NS, Bragadeeswaran S, & Thangaraj. 2011. Antimicrobial Activities in Starfishes Protoreaster lincki and Pentaceraster regulus Against Isolated Human, Fish Pathogenic and Biofilm Microorganism. J. Appl. Sci. Res. 7(6):818-825. Kumar D, & Rawat DS. 2011. Marine natural alkaloid as anticancer. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in Medical Chemistrtry 2:213-268. Kurniawan B, & Aryana WF. 2015. Binahong ( Cassia alata L ) AS Inhibitor Of
Escherichia coli Growth. Majority, 4(4), pp.100–104.
Lariman. 2011. Keanekaragaman fylum echinodermata di pulau beras basah kota Bontang Kalimantan Timur. Mulawarman Scientifie 10(2):207-218.
Meilisa. 2009. Uji Aktivitas Anti Bakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza, Roxb) Terhadap Beberapa Bakteri. [Skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
(57)
Mulholland Adegbola. 2005. Bacterial infections - A major cause of death among children in Africa. NEJM ; 352:75-7.
Notoatmodjo Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nurulita HP. 2012. Kandungan Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bintang LautCulcita schmideliana.[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlanga, Jakarta
Prima MI. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ganggang Merah (Garacilaria verrucosa) Terhadap Beberapa Bakteri patogen Gram positif dan Gram negatif. [Sripsi]. Jakarta. Fakultas Farmasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahayu EU. 2011. Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. El Hayah, 1(4), pp.191–198.
Raffatellu M, Chessa D, Wilson RP, Dusold R, Rubino S, & Bäumler AJ. 2005. The Vi capsular antigen of Salmonella enterica serotype typhi reduces toll-like receptor dependent Interleukin-8 expression in the intestinal mucosa. Infect. Immun. 73:3367-74.
Rustaman, Abdurahman M, & Al Anshori J. 2006. Skrining Fitokimia Tumbuhan di Kawasan Gunung Kuda Kabupaten Bandung sebagai Penelaahan Keanekaragaman Hayati. Lembaga Penelitian Univesitas Padjadjaran, (0151), 1– 43.
Safitri D. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Lili Laut (Comaster sp). [Skripsi] dalam Agustina, DS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang Laut (Culcita Sp).[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Sastroasmoro S. 1995. Metode Penelitian Klinis Dasar. Jakarta : PT. Bina Rupa Aksara.
Setiabudy R. 2007. Pengantar Antimikroba. Dalam : Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nefrialdi, Elysabeth (Editor). Farmakologi dan Terapi Edisi Ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hlm. 585-7
Shodikin MA, Suswati E, & Mufida DC. 2006. Diktat Mikrobiologi:Bakteri Staphyloccus. Jember: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
(58)
Silvikasari. 2011. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar flavonoid daun gambir
(Uncaria gambir Roxb). Skripsi. IPB. Bogor.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wardhani AK. 2012. Uji Antimikroba Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. [Skripsi]. Bandar Lampung ; Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Welsh KJ, Abbott AN, Lewis EM, Gardiner JM, Kruzel MC, Lewis CT, et al. 2010. Clinical characteristics, outcomes, and microbiologic features associated with methicillin-resistant Staphylococcus aureus bacteremia in pediatric patients treated with vancomycin. Journal of Clinical Microbiology, 48(3), pp.894–899.
Winarno FG.2008. Kimia Pangan dan Gizi. dalam Agustina, DS. 2012. AktivitasAntioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang Laut (Culcita sp) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Widyaningtias NMSR, Yustiantara PS, & Paramita NLPV. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Udayana.
Wiyanto DB. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Euhema denticullatum terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan
(1)
37
(memenuhi asumsi normalitas) dan jika p < 0,05 distribusi dikatakan tidak normal. Apabila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama, dilakukan uji alternatif yaitu uji kruskal-wallis. Uji statistik yang akan digunakan selanjutnya adalah one way-anova. Uji bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p<0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji post-hoc untuk ANOVA satu arah adalah Bonferroni.
(2)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian aktivitas antimikroba pada ekstrak bintang laut Culcita sp dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ekstrak bintang laut Culcita sp memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
2. Zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi didapatkan hasil rerata terbesar pada ekstrak bintang laut dengan konsentrasi 16000 ppm.
3. Tidak terdapat perbandingan efektifitas antibakteri ekstrak bintang laut Culcita sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap bintang laut Culcita sp untuk sifat toksisitas dan uji klinis sehingga dapat dimanfaat dengan baik. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan kimia yang
terdapat pada bintang laut Culcita sp agar dapat ditentukan aktivitas biologisnya.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, DS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp. [Skripsi]. bogor agricultural university.
Aziz A & Al-Hakim I. 2007. Fauna Echinodermata Perairan Terumbu Karang sekitar Bakauheni. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33(2) : 187-198. Bhat SV, Nagasampagi BA, & Meenakshi S. 2009. Natural Products : Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi. India.
Brooks GF, Carrol KC, Butel JS, & Morse SA. 2013. Mikrobiologi Kedokteran 25th ed., Jakarta: EGC.
Chamundeeswari K, Saranya S, & Rajagopal S. 2012. Exploration of potential antimicrobial activity of sea star Astropecten indicus. J Applied Pharmaceutical Scienc. 2(7): 125-128.
Cushnie TP & Lamb AJ. 2011. Recent advances in understanding the antibacterial properties of flavonoids. International Journal Antimicrob Agentsnternational Journal of Antimicrobial Agents, 38(2), pp.99–107.
Dahlan MS. 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta Dash BK, Sultana S, & Sultana N. 2011. Antibacterial Activities of Methanol and Acetone Extracts of Fenugreek (Trigonella foenum) and Coriander (Coriandrum sativum). Life Sciences and Medicine Research, Volume 2011: LSMR-27
Deshpande JD & Joshi M. 2011. Antimicrobial Resistance: The Global Public Health Challenge. International Journal of Student Research.Volume I. Issue 2. Dewi FK. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu(Morinda citrifolia, linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
(4)
Fauziyah S. 2010. Hubungan Antara Penggunaan Antibiotika Pada Terapi Empiris Dengan Kepekaan Bakteri di Ruang Perawatan ICU (Intensive Care Unit) RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2009 - Maret 2010. [Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kefarmasian, Universitas Indonesia.
Gavin NM & Durako MJ. 2012. Localization and antioxidant capacity of flavonoid to experimental light and salinity variation. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 416-417:32-40.
Guo C, Tang X, & Yang Y. 2009. Studies on The Expectorant, Antitussive and Antiasthmatic Properties of Asterosaponin Extracted from Liquida quinaria. African Journal of Biotechnology. 8(23):6694-6696.
Hector FM. 2004. Optimal Spray Driyer of Orange Oil. Procedding of International Drying Symposium. Brazil
Heras D, Hortelano S. 2009. Molecular basic of the anti-inflammatory effect of terpenoids. Inflammation and Allerg-Drug Targets 8:28-39.
James DB. 1989. Marine living resources of the union territory of lakshadweepan -indicative survey with suggestions for development. Central Marine Fisheries Research Institute Bulletin 43:97-144.
Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. S, Rina, Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Juariah, S. 2014. Aktivitas Senyawa Antibakteri Bintang Laut (Asterias forbesii) Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen. [Tesis]. Medan : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Kumaran NS, Bragadeeswaran S, & Thangaraj. 2011. Antimicrobial Activities in Starfishes Protoreaster lincki and Pentaceraster regulus Against Isolated Human, Fish Pathogenic and Biofilm Microorganism. J. Appl. Sci. Res. 7(6):818-825. Kumar D, & Rawat DS. 2011. Marine natural alkaloid as anticancer. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in Medical Chemistrtry 2:213-268. Kurniawan B, & Aryana WF. 2015. Binahong ( Cassia alata L ) AS Inhibitor Of Escherichia coli Growth. Majority, 4(4), pp.100–104.
Lariman. 2011. Keanekaragaman fylum echinodermata di pulau beras basah kota Bontang Kalimantan Timur. Mulawarman Scientifie 10(2):207-218.
Meilisa. 2009. Uji Aktivitas Anti Bakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza, Roxb) Terhadap Beberapa Bakteri. [Skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
(5)
Mulholland Adegbola. 2005. Bacterial infections - A major cause of death among children in Africa. NEJM ; 352:75-7.
Notoatmodjo Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nurulita HP. 2012. Kandungan Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bintang Laut Culcita schmideliana.[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlanga, Jakarta
Prima MI. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ganggang Merah (Garacilaria verrucosa) Terhadap Beberapa Bakteri patogen Gram positif dan Gram negatif. [Sripsi]. Jakarta. Fakultas Farmasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahayu EU. 2011. Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. El Hayah, 1(4), pp.191–198.
Raffatellu M, Chessa D, Wilson RP, Dusold R, Rubino S, & Bäumler AJ. 2005. The Vi capsular antigen of Salmonella enterica serotype typhi reduces toll-like receptor dependent Interleukin-8 expression in the intestinal mucosa. Infect. Immun. 73:3367-74.
Rustaman, Abdurahman M, & Al Anshori J. 2006. Skrining Fitokimia Tumbuhan di Kawasan Gunung Kuda Kabupaten Bandung sebagai Penelaahan Keanekaragaman Hayati. Lembaga Penelitian Univesitas Padjadjaran, (0151), 1– 43.
Safitri D. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Lili Laut (Comaster sp). [Skripsi] dalam Agustina, DS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang Laut (Culcita Sp).[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Sastroasmoro S. 1995. Metode Penelitian Klinis Dasar. Jakarta : PT. Bina Rupa Aksara.
Setiabudy R. 2007. Pengantar Antimikroba. Dalam : Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nefrialdi, Elysabeth (Editor). Farmakologi dan Terapi Edisi Ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hlm. 585-7
Shodikin MA, Suswati E, & Mufida DC. 2006. Diktat Mikrobiologi:Bakteri Staphyloccus. Jember: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
(6)
Silaban LW. 2009. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri dari kulit buah sentul (Sandoricum koetjae (burm. f.) Merr) terhadap beberapa bakteri secara in vitro. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Silvikasari. 2011. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar flavonoid daun gambir (Uncaria gambir Roxb). Skripsi. IPB. Bogor.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wardhani AK. 2012. Uji Antimikroba Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. [Skripsi]. Bandar Lampung ; Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Welsh KJ, Abbott AN, Lewis EM, Gardiner JM, Kruzel MC, Lewis CT, et al. 2010. Clinical characteristics, outcomes, and microbiologic features associated with methicillin-resistant Staphylococcus aureus bacteremia in pediatric patients treated with vancomycin. Journal of Clinical Microbiology, 48(3), pp.894–899. Winarno FG.2008. Kimia Pangan dan Gizi. dalam Agustina, DS. 2012. AktivitasAntioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang Laut (Culcita sp) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Widyaningtias NMSR, Yustiantara PS, & Paramita NLPV. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Udayana.
Wiyanto DB. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Euhema denticullatum terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan Vibrio harveyii. Jurnal Kelautan 3(1):1-17.