91
dari masyarakat dekat maupun anak yang bukan dari masyarakat dekat. Pengangkatan anak harus mendapat persetujuan dari anggota kerabat, apabila anak tersebut berasal
dari masyarakat yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan orang tua
angkat tersebut. Dengan persetujuan dari para kerabat, maka diadakan upacara adat yang hanya dihadiri oleh anggota kerabat baik dari orang tua angkat maupun orang
tua kandung.
106
Berdasarkan pendapat para ahli dan Peraturan Pemerintah bahwa anak angkat merupakan anak dari masyarakat orang lain atau masih ada hubungan kekerabatan
namun hak asuh dan pemeliharaannya telah dipindahkan kepada orang tua angkatnya, anak angkat berhak mendapatkan semua kebutuhannya dari masyarakat angkatnya
tanpa dibedakan, anak angkat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, serta pemeliharaan yang sempurna dari orang tua angkatnya.
1. Pengangkatan anak yang dilakukan secara Terang dan Tunai
Terang, artinya perbuatan pengangkatan anak tersebut dilakukan dimuka pemuka adat dan disaksikan oleh masyarakat setempat. Tunai, artinya pengangkatan
anak tersebut dilakukan dengan pemberian uang atau barang-barang yang berkasiat kepada masyarakatnya semula menurut hukum adat Tionghoa.
Pengangkatan anak secara terang ini bisa lewat pengadilan dan juga pemberitahuan kepada tokoh adat Tionghoa dan diresmikan dirumah ibadah seperti
kelenteng dan juga pura, dengan mengundang tetangga untuk menghadiri acara
106
Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Tarsito, Bandung, 2005,hal. 50
Universitas Sumatera Utara
92
pengangkatan tersebut. Pengangkatan anak secara tunai ini bisa juga disebut pengangkatan anak secara resmi melalui hukum adat Tionghoa atau juga melalui
pengadilan negeri dan catatan sipil, pengangkatan anak secara tunai ini orang tua angkat juga memberikan imbalan atau barang-barang yang berharga kepada orang tua
kandung dari anak yang diangkat.
107
Sehingga dengan adanya pemberian barang-barang tersebut putuslah hubungan dan ikatan dengan masyarakat semula. Daerah yang menganut cara pengangkatan
secara terang dan tunai ini adalah Nias, Gayo, dan Lampung.
2. Pengangkatan anak yang dilakukan secara tidak terang dan tidak tunai
Tidak terang dan tidak tunai artinya, pengangkatan anak yang dilakukan secara diam-diam tanpa mengundang masyarakat seluruhnya. Hanya dihadir masyarakat
tertentu tidak dihadiri oleh pemuka adat atau desa, tidak dengan pembayaran uang adat, dan tidak ada penyerahan suatu barang sebagai simbolis, akibatnya tidak
memutuskan hubungan perdata antara anak tersebut dengan orang tua aslinya. Pelaksanaan pengangkatan anak secara diam-diam ini dilakukan oleh masyarakat
Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan termasuk juga etnis Tionghoa. Sementara Pengaturan
mengenai Proses pengangkatan anak di Indonesia
diatur juga dalam
dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun
2002 tentang
Perlindungan Anak, dalam pengaturan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pengangkatan anak
tidak memutuskan
hubungan darah antara
anak angkat
107
Wawancara dengan Minanoer Rachman, Hakim Pada Pengadilan Negeri, pada tanggal 15 Mei 2014 pukul 14.00 WIB diruang kerjanya di Pengadilan Negeri Pekanbaru
Universitas Sumatera Utara
93
dengan orang tua kandungnya. Mengenai hak dan kewajiban secara umum adalah hak dan kewajiban yang ada antara anak dan orang tua baik secara agama,
moral maupun kesusilaan. Undang-undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23
Tahun 2002 yaitu diatur dalam Pasal 39, 40 dan Pasal 41. Pengaturan
mengenai Prosedur
lebih lengkapnya
tentang permohonan
pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu
dijelaskan dalam
Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan
Anak terbitan
Departemen Sosial
Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagai berikut :
Permohonan pengangkatan
anak diajukan kepada
Instansi Sosial
KabupatenKota dengan melampirkan: 1
Surat penyerahan anak dari orang tuawalinya kepada instansi sosial; 2
Surat penyerahan
anak dari Instansi
Sosial PropinsiKabKota kepada
Organisasi Sosial orsos; 3
Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat; 4
Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari masyarakat suami-istri calon orang tua angkat;
5 Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;
6 Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;
7 Surat
keterangan sehat
jasmani berdasarkan keterangan
dari Dokter Pemerintah;
Universitas Sumatera Utara
94
8 Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.
108
Masyarakat Tionghoa melakukan pengangkatan anak secara tidak tunai kerana pengangkatan anak secara tunai akan memakan waktu yang lama membutuhkan dana
yang banyak, jika melalui pengadilan atau catatan sipil akan membutuhkan waktu yang lama lagi, karena akan melalui proses persidangan dan prosedurnya yang akan
dilalui oleh orang tua angkat sangat banyak. Dengan banyak syarat-syarat yang mesti harus dipenuhi maka masyarakat adat Tionghoa memilih pengakatan anak secara
tidak tunai atau tunai tapi tidak melalui proses peradilan atau catatan sipil, prosesnya lebih cepat karena hanya membutuhkan persetujuan orang tua kandung dari anak
yang akan diangkat, sementara orang tua angkat setuju untuk memenuhi semua kebutuhan dari anak angkat.
Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa, ”Pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia
mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain untuk meneruskan
keturunan apabila
dalam suatu
perkawinan tidak
memperoleh keturunan.” Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis
tidak bisa mendapatkan keturunantidak mungkin melahirkan anak dengan berbagai macam sebab, seperti mandul pada umumnya. Padahal mereka sangat mendambakan
kehadiran seorang anak ditengah-tengah masyarakat mereka.
108
http:www.hukumonline.comklinikdetailcl107anak-angkat,-prosedur-dan-hak-warisnya diunduh 12 Maret 2014
Universitas Sumatera Utara
95
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, menyebutkan bahwa, ”Pengangkatan anak
bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Adapun tujuan pengangkatan anak di Indonesia antara lain adalah :
109
1. Karena tidak mempunyai anak;
2. Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak
mampu memberikan nafkah kepadanya; 3.
Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua yatim piatu;
4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seorang anak
perempuan atau sebaliknya; 5.
Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung;
6. Untuk menambah tenaga dalam masyarakat;
7. Dengan maksud anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak;
8. Karena unsur kepercayaan;
9. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak
mempunyai anak kandung;
109
Emyati Effendy, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Hukum Adat, Arloka, Surabaya, 2007, hal. 62
Universitas Sumatera Utara
96
10. Adanya hubungan masyarakat, lagi pula tidak mempunyai anak, maka diminta
oleh orang tua kandung si anak kepada suatu masyarakat tersebut, supaya anaknya dijadikan anak angkat;
11. Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung
keturunan bagi yang tidak mempunyai anak; 12.
Ada juga karena merasa belas kasihan atas nasib si anak yang seperti tidak terurus;
13. Untuk mempererat hubungan kemasyarakatan;
14. Anak dahulu sering penyakitan atau selalu meninggal, maka anak yang baru
lahir diserahkan kepada masyarakat atau orang lain untuk di adopsi diangkat anak, dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur.
Pasal 12 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dinyatakan:
a Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak; b
Kepentingan kesejahteraan
anak angkat
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,
c Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di
luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang- undangan;
Pasal tersebut pengangkatan anak dengan cara adat istiadat, kebiasaan maupun peraturan perundang-undangan harus bertujuan untuk meningkatkan kehidupan
Universitas Sumatera Utara
97
jasinani dan rohani si anak angkat. Pasal ini terkandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat. Pasal 5 ayat 1 dan Stb. 1917 Nomor 129 tentang Adopsi
yang berlaku bagi golongan Tionghoa dinyatakan: Bila seorang laki-laki kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan
laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah manpun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya.
Selanjutnya di dalam Pasal 6 ketentuan tersebut dinyatakan: “Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang
tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain”. Adopsi menurut Stb. 1917 Nomor 129 bertujuan untuk mendapatkan anak laki-
laki sebagai penerus garis keturunan. Dari ketentuan tersebut terkandung suatu asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.
Namun sesuai perkembangannya berdasarkan yurisprudensi yaitu keputusan Pengadilan Negeri Daerah Istimewa Jakarta Nomot 9071963P tertanggal 29 Mei
1963 bagi golongan Tionghoa dibolehkan mengadopsi anak perempuan. Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dari perbuatan pengangkatan anak di
beberapa daerah antara lain; 1.
Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karma rasa takut bahwa masyarakat yang bersangkutan akan punah Fear of extinction of a family.
2. Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan
hilang garis keturunannya Fear of dying childless and so suffering the extinction of the line of descent.
Universitas Sumatera Utara
98
Motivasi di atas maka terkandung suatu asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.
Di daerah-daerah yang mengikuti garis kebapakan patrilineal antara lain Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali pada prinsipnya
pengangkatan anak hanya pada anak laki-laki dengan tujuan utama meneruskan keturunan. Di daerah-daerah yang mengikuti garis kebapakan di Tapanuli, Nias,
Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali pada prinsipnya pengangkatan anak hanya pada anak laki-laki dengan tujuan utama penerusan keturunan. Di daerah-
daerah yang mengikuti garis keibuan matrilineal terutama di Minangkabau pada prinsipnya tidak dikenal lembaga adat pengangkatan anak. Menurut hukum adat waris
yang berlaku didaerah Minangkabau maka mata pencarian seorang suami tidak akan diwarisi oleh anak-anaknya sendiri, melainkan oleh saudara-saudaranya sekandung
beserta turunan saudara perempuan sekandung.
110
Daerah-daerah yang mengikuti garis parental antara lain Jawa dan Sulawesi, pengangkatan
anak laki-laki atau wanita pada umumnya ditujukan pada keponakannya sendiri berdasarkan alasan-alasan atau tujuan:
1. Untuk memperkuat pertalian kemasyarakatan dengan orang tua anak yang di
angkat. 2.
Untuk menolong anak yang diangkat atas dasar belas kasihan.
110
M. Budiarto, Pengangkatan Ditinjau Dari Segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
99
3. Atas dasar kepercayaan agar dengan mengangkat anak, kedua orang tua angkat
akan dikaruniai anak sendiri. Perbuatan pengangkatan anak ini banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat
Indonesia, terutama masyarakat yang belum mempunyai anak atau yang memang tidak dapat menurunkan keturunan sendiri. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan masyarakat tersebut memang sudah ada anak tetapi ada alasan lain untuk mengambil anak, misalnya karena ingin mempunyai anak jenis kelamin yang
diinginkan. Anak yang diambil dapat berasal dari masyarakat lain yang sama sekali tidak ada hubungan kemasyarakatan atau dari kalangan masyarakat atau famili itu
sendiri.
111
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, menyebutkan Jenis Pengangkatan Anak terdiri atas :
1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
2. Pengangkatan anak antra Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia, meliputi :
a. Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat
111
Woerjanto Rahman, Motivasi Pengangkatan Anak Dalam Masyarakat Adat di Indonesia, Haji Mas Agung, Jakarta, 2006, hal.17
Universitas Sumatera Utara
100
dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengangkatan ini dapat dimohonkan Penetapan Pengadilan. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-
undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak. Pengangkatan ini dilakukan melalui Penetapan
Pengadilan. Penjelasan Pasal 10 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“pengangkatan anak secara langsung” adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada langsung dalam
pengasuhan orang tua kandung. Menurut Soerjono Soekanto, dikenal 2 dua macam pengangkatan anak
adopsi, yaitu : 1.
Adopsi Umum mencakup : a.
Adopsi yang sifatnya terang dan tunai b.
Adopsi yang sifatnya terang saja c.
Adopsi yang sifatnya tunai saja d.
Adopsi yang sifatnya tidak terang dan tidak tunai 2.
Adopsi Khusus, antara lain mencakup : a.
Mengangkat orang luar menjadi warga suatu clan marga b.
Mengangkat anak tiri menjadi anak kandung c.
Pengangkatan derajat anak.
112
112
Soerjono, Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Alumni, Bandung, 1980, hal.53
Universitas Sumatera Utara
101
BAB III KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM HUBUNGAN WARISAN PADA
WARGA NEGARA INDONESIA MASYARAKAT TIONGHOA DI KECAMATAN SENAPELAN KOTA PEKANBARU
A. Akibat Hukum Terhadap Hubungan Anak Angkat Dengan Orang Tua Kandung