Tinjauan Pustaka Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Kebonbimo dalam Mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948 - 1949 T1 152010013 BAB II

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Peran Adanya konflik merupakan suatu bukti keberadaannya peranan pada suatu tempat atau wilayah oleh kelompok atau golongan yang sudah terkoordinasi. Maka dapat mempengaruhi tindakan dengan memiliki batasan-batasan perbuatan tertentu yang berdiri sendiri. Dengan mempunyai fungsi langsung dan kepentingan masing-masing, sehingga dapat digolongkan menjadi dua tipe peranan dasar yakni yang berkuasa dan yang dikuasai. Peranan yang berkuasa mempunyai kepentingan untuk mempertahankan keadaan dan yang dikuasai berkepentingan untuk kembali berkuasa. Pada kondisi-kondisi tertentu kesadaran akan adanya meningkatnya pertentangan antara dua kelompok yang berkepentingan, sehingga terjadi perubahan dalam kelompok atau golongan yang sudah terkoordinasi secara komando menjadi dua kelompok yang berlawanan Soerjono Soekanto dan Ratih Lestarini, 1988:78. Pada permasalahan yang akan diteliti kelompok yang bertentangan secara perlawanan melalui fisik yaitu pemerintah Belanda yang di wakili oleh pasukan Tentara Belanda dan pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia, Tentara Pelajar, maupun masyarakat pejuang kemerdekaan dari seluruh Indonesia pada 9 umumnya, dan pada khususnya pada masyarakat Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali. 2. Agresi Militer Diadakannya perencanaan persetujuan Renville ternyata menjumpai kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi baik dari pihak Belanda maupun dari pihak Indonesia yang mempunyai pendapat dan pandangan sendiri-sendiri tentang isi persetujuan C.S.T.Kansil dan Julianto, 1984:52. Setelah perundingan Renviile mengalami jalan buntu maka pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan aksi militernya terhadap RI. Akibatnya Ibukota RI yaitu Yogyakarta berhasil direbut dan diduduki oleh Pasukan Belanda. Pada hari yang sama Presiden dan wakil presiden RI dengan sejumlah pejabat negara ditawan oleh Belanda. Tetapi sebelumnya, pemerintah RI sudah memberi tugas dan wewenang kepada Menteri Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk dan memimpin pemerintahan darurat Republik Indonesia. Panglima Besar Angkatan Perang Indonesia yakni Jenderal Soedirman mengundurkan diri ke luar Ibukota Yogyakarta untuk memimpin perang gerilya secara total terhadap Tentara Belanda, meskipun dalam keadaan sakit Sartono Kartodirdjo, 1975:62. Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II menggunakan sistim Wehrkreise yaitu sistem pertahanan dengan membagi-bagi daerah pertempuran dalam lingkaran-lingkaran bahasa Jerman Kreise yang dapat mengadakan pertahanan bahasa Jerman Wehr secara berdiri sendiri 10 dengan memanfaatkan untuk menggabungkan semua tenaga manusia dan materiil serta bahan-bahan yang sudah ada dalam lingkaran –lingkaran sekitarnya. Konsepsi strategi ini pada segi taktis militernya dilengkapi dengan taktik gerilya Moehkardi, 1983:180. Dengan adanya Perintah Panglima Besar No.I tertanggal 10 November 1948 yang menjadi landasan dari berlangsungnya siasat perang gerilya semesta yang digelar dalam bentuk Wehrkreise , Wingate atau Long March N.S.S. Tarjo, 1984:15. Menurut A.H. Nasution dalam buku pokok-pokok Gerilya 2012, menjelaskan bahwa Perang gerilya adalah perang yang melibatkan seluruh kekuatan masyarakat, yang lebih dikenal dengan perang rakyat semesta. Dalam perang rakyat semesta secara bersamaan melaksanakan beberapa aspek yang sangat bermanfaat dalam mendukung perang gerilya, diantaranya seperti: aspek militer, politik, sosial-ekonomi, dan psikologis A.H.Nasution, 2012:27. Siasat gerilya ialah untuk memaksa musuh tersebar kemana-mana dan terpecah-pecah dengan cara dikepung dan dihancurkan, agar kekuatan musuh berkurang. Sehingga kekuatan musuh menjadi lemah dan persenjataan musuh dapat dirampas A.H.Nasution, 2012:50. 3. Nasionalisme Nasionalisme menurut Ir. Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi 1963 , merupakan suatu iktikad niat yang baik, suatu keinsyafan kesadaran rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu “bangsa” Soekarno, 1963:3. Nasionalisme pada masa penjajahan pada 11 hakikatnya baru mencapai taraf ingin mempunyai negara. Nasionalisme meliputi perjuangan untuk melepaskan ikatan kesatuan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Kepentingan pihak terjajah yang ingin melepaskan diri dari penjajahan berlawan dengan kepentingan pihak penjajah yang berusaha untuk mempertahankan dan mengabadikan kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu dalam usaha memperjuangkan kepentingan masing-masing selalu menimbulkan bentrokan yang melibatkan antara pihak nasionalis dan pihak yang berkuasa Slamet Muljana, 1968:7-9. Bangunnya rakyat terjajah dan penolakan terhadap hubungan kolonial disebut nasionalisme, yang didalamnya memiliki unsur-unsur semangat kebangkitan politik, ekonomi, sosial, cultural , dan religius, yang dikembangkan untuk mencapai pembaharuan ke arah kemandirian dan kesatuan bangsa Suhartono, 1994:19. 4. Masyarakat Masyarakat, dalam bahasa Inggris disebut dengan society yang berasal dari bahasa Latin socius , yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata syaraka yang berarti ikut serta atau berpartisipasi. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul dan berinteraksi.Tetapi tidak semua kesatuan manusia yang bergaul dan berinteraksi merupakan masyarakat, karena masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan tersebut ialah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas 12 kesatuan itu dan pola tersebut sudah menjadi adat istiadat yang khas Koentjaraningrat, 2002:144. Di dalam masyarakat terdapat suatu kesatuan manusia yang disebut golongan sosial yaitu kelas sosial atau lapisan sosial. Salah satunya yaitu dalam masyarakat modern seperti adanya lapisan petani, lapisan buruh, lapisan pegawai dari yang tinggi maupun rendahan, dan sebagainya. Lapisan semacam itu terjadi karena beberapa manusia yang dikelaskan ke dalamnya memiliki gaya hidup yang berbeda atau mempunyai ciri khas tersendiri, tergantung dari sudut pandang orang yang melihat, apakah lebih tinggi atau lebih rendah Koentjaraningrat, 2002:153. 5. Tentara Pelajar Pada masa pendudukan Jepang yaitu pada tahun 1943 di beberapa kota di Jawa berdiri Organisasi Pelajar diantaranya di Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gabungan Sekolah Menengah Mataram GASEMMA, kemudian di Solo berdiri dengan nama Gabungan Menengah Sekolah Surakarta GASEMSA, di Semarang dengan nama Gabungan Sekolah Menengan Semarang GASEMSE, sedangkan di Banyumas dengan nama Gabungan Sekolah Menengah Banyumas GASEMBA. Organisasi-organisasi Pelajar awalnya bersifat sosial, tetapi setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan terjadinya perebutan kekuasaan dengan Jepang, semua Organisasi Pelajar tersebut mengikuti kegiatan pertahanan keamanan 13 meskipun para pelajar tersebut masih berusia muda Sewan Susanto, 1985:13. Untuk menyesuaikan dengan pertahanan Kelaskaran Rakyat Pemerintah RI mengikutsertakan para pelajar dalam perjuangan perang kemerdekaan, maka Ikatan Pelajar Indonesia IPI, membentuk bagian pertahanan yaitu IPI Pertahanan. Untuk menghadapi serangan Belanda, Pemerintah RI berusaha memperkuat pertahanannya dengan mengerahkan segenap kelaskaran rakyat dan organisasi pelajar, termasuk yang tergabung dalam pasukan pelajar IPI-Pertahanan. Dengan persetujuan Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat MB-TKR, pasukan resimen pelajar dijadikan pasukan khusus pelajar dengan nama Tentara Pelajar. Tentara Pelajar di Yogyakarta yang menjadi pusat dari Tentara Pelajar Jawa Tengah, yang diresmikan pada tanggal 17 Juli 1946 oleh Dr. Mustopo dan Markas Pertahanan berada di Lapangan Pingit Yogyakarta Sewan Susanto, 1985:18-22.

B. Penelitian yang relevan

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15