Deskripsi Botanis Pometia spp.

5 berwarna putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna coklat muda sampai kehitam-hitaman. 2.1.3 Pemanfaatan Secara tradisional suku Genyem, Sentani, Amumen, Ekari dan Ayamaru memanfaatkan buah dan biji matoa sebagai bahan pangan. Buah yang dapat dimakan adalah varietas kelapa, papeda, dan kenari. Biji, buah dan daun matoa jenis P. pinnata mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Hasil penelitian Praptiwi dan Harapini 2004 menunjukkan bahwa pemisahan ekstrak etil asetat kulit batang matoa dengan kolom kromatografi menghasilkan 12 fraksi yang mempunyai daya hambat terhadap 3 isolat bakteri uji yaitu Pseudomonas pseudommallei, Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis. Fraksi ke-10 mempunyai daya hambat pertumbuhan terbesar 21 mm terhadap P. Pseudomallei. 2.1.4 Perbanyakan Matoa pada umumnya dikembangbiakkan melalui biji generatif. Biji matoa cepat kehilangan viabilitas setelah terpapar udara luar. Benih matoa tidak memiliki sifat dormansi dan akan segera mati beberapa hari setelah dikeluarkan dari buahnya atau jika dibiarkan terbuka Widarsih 1997 dalam Nurmiaty 2006. Selama penyimpanan terbuka, benih matoa mengalami pengeringan alami yang merupakan salah satu ciri benih rekalsitran, yaitu benih yang menghendaki penyimpanan dengan kadar air dan kelembaban tinggi sehingga benih tetap lembab dan enzim-enzimnya tetap aktif. Hasil penelitian Widarsih 1997 dalam Nurmiaty 2006 menyimpulkan bahwa penyimpanan secara alami terbuka menurunkan viabilitas benih yang ditunjukkan dengan menurunnya daya berkecambah. Penyimpanan secara alami selama 6 hari menurunkan daya berkecambah dari 72 menjadi 19. Matoa juga dapat dikembangbiakkan secara vegetatif seperti cangkok, okulasi hingga teknik kultur jaringan. Untuk memperoleh jumlah bibit dalam jumlah banyak dan seragam serta untuk perbaikan sifat tanaman di masa mendatang, telah dilakukan penelitian perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Hasil penelitian Sudarmonowati et al. 1995, menunjukkan bahwa kultur biji muda dan embrio matoa dapat tumbuh pada media MS yang mengandung kombinasi 4,0 mgL BAP dan 0,5 mgL NAA sehingga akan sangat bermanfaat dalam program konservasi karena biji muda dapat diselamatkan sebelum terserang hama. Pada kultur tunas samping, perpanjangan tunas terhambat karena pengkalusan, sedangkan kultur anter dapat menghasilkan embrioid dalam jumlah banyak. 6 A Gambar 2 Profil tanaman P. pinnata: A. pohon; B. batang: C. daun; D. buah; E. daging buah Gambar 3 Profil tanaman P. coriacea: A. pohon; B. batang; C. daun; D. buah; E. buah yang terserang hama C E B D D B D C B D E C B D A 7

2.2 Kultur Jaringan

Kultur jaringan tanaman merupakan suatu upaya mengisolasi bagian- bagian tanaman protoplas, sel, jaringan dan organ, kemudian mengkulturkannya pada nutrisi buatan yang steril di bawah kondisi lingkungan terkendali sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali Debergh dan Zimmerman 1991; Zulkarnain 2009. Kultur jaringan memiliki potensi besar sebagai perbanyakan vegetatif dari spesies tanaman penting yang memiliki nilai ekonomis Torres 1989. Menurut Zulkarnain 2009 kultur jaringan mempunyai beberapa manfaat secara umum yaitu perbanyakan klon secara cepat, keseragaman genetik, kondisi aseptik, seleksi tanaman, stok tanaman mikro, lingkungan terkendali, pelestarian plasma nutfah, produksi tanaman sepanjang tahun dan memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensional. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan teknik kultur jaringan juga yaitu memiliki tingkat multiplikasi yang tinggi, sistem yang aseptik dan penyimpanan yang mudah dan bebas patogen, ruang yang dibutuhkan tidak terlalu luas, erosi genetik dapat dikurangi, tanaman haploid dapat dihasilkan dari program inbreeding, mendukung langkah konservasi Wilkins Dodds 1983. Menurut Hartmann et al. 1990 dalam mikropropagasi terdapat lima tipe dasar yaitu kultur meristem, proliferasi tunas aksilar, induksi pucuk adventif, organogenesis dan embriogenesis somatik. Langkah-langkah dalam kegiataan kultur jaringan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu persiapan eksplan, perbanyakan kultur atau multiplikasi, dan pembentukan plantlet Wetherell 1982. 2.2.1 Eksplan Eksplan merupakan bagian tanaman propagul yang digunakan untuk menginisiasi pembiakan tanaman secara mikro atau proses kultur jaringan Hartmann dan Kester 1997. Seleksi bahan eksplan yang cocok merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan program kultur jaringan. Sistem kultur jaringan yang baru dengan spesies dan kultivar yang baru, seringkali menghendaki analisis yang sistematis terhadap potensi eksplan dari setiap tipe jaringan. Tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam seleksi bahan eksplan yaitu genotipe, umur, dan kondisi fisiologi bahan tersebut Zulkarnain 2009. 2.2.2 Sterilisasi eksplan Proses sterilisasi adalah kegiatan mengeliminasi dan mematikan mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi untuk berkembang biak dan menjadi sumber kontaminan. Eksplan yang diperoleh tidak dari perlakuan steril misalnya rumah kaca, sangat besar kemungkinan terkontaminasi debu dan mikroorganisme. Kegiatan sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya kontaminasi yang umumnya terjadi adalah yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Komposisi penyusun media kultur banyak mengandung bahan-bahan yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme tersebut, yang jika diberi kesempatan maka mikroorganisme ini akan tumbuh dengan cepat dan dalam waktu singkat sudah menutupi permukaan media serta eksplan yang ditanam. Beberapa jenis mikroorganisme mampu melepaskan senyawa beracun kedalam media yang dapat menyebabkan kematian eksplan Zulkarnain 2009. 8 Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada kultur jaringan antara lain media, lingkungan kerja yang kurang steril dan pelaksanaan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, eksplan yang secara internal kontaminan terbawa di dalam jaringan tanaman dan eksternal kontaminan yang berada dipermukaan eksplan akibat prosedur sterilisasi yang kurang sempurna, serangga atau hewan kecil yang masuk ke dalam botol kultur setelah diletakkan pada ruang kultur Debergh Zimmerman 1991. Dari semua sumber kontaminasi tersebut yang paling sulit diatasi ialah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih metode sterilisasi dan bahan yang digunakan untuk mensterilisasi Tabel 2.1 haruslah selekstif, dengan tetap mengingat prinsip semaksimal mungkin menghilangkan mikroorganisme penyebab kontaminasi yang tidak diiinginkan dengan mengurangi sekecil mungkin gangguan yang dapat merusak jaringan eksplan. Tabel 1 Bahan sterilisasi yang biasa digunakan dalam sterilisasi permukaan No Nama Bahan Konsentrasi Lama Perendaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kalsium hipoklorit Natrium hipoklorit Hidrogen peroksida Gas klorin Perak nitrat Merkuri klorid Betadine Fungisida Antibiotik Alkohol 1 - 10 1 - 2 3 - 10 - 1 0,1 - 0,2 25 - 10 2 gl 50 mgl 70 5 - 30 menit 7 - 15 menit 5 - 15 menit 1 - 4 jam 5 - 30 menit 10 - 20 menit 5 - 10 menit 20 – 30 menit ½ - 1 jam ½ -1 menit S umber: Gunawan 1992. 2.2.3 Media kultur Media kultur merupakan salah satu komponen penting dalam penanaman sel dan metode kultur jaringan. Aplikasi yang sukses dalam prosedur kultur jaringan tanaman bergantung pada media kultur dengan komposisi yang tepat Evans et al. 2003. Medium hara untuk kultur jaringan tanaman mengandung lima kelompok senyawa yaitu garam organik, sumber karbon, vitamin, pengatur tumbuh, dan pelengkap organik Gamborg 1991. Wetherell 2000 juga menyatakan bahwa media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang mengandung nutrien makro mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, serta sumber energi umumnya menggunakan sukrosa, serta mengandung satu atau dua macam vitamin dan zat pengatur tumbuh. Salah satu media yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah media Murashige dan Skoog yang dikemukakan oleh Toshio Murashige pada tahun 1962 Zulkarnain 2009. Media Murashige dan Skoog yang dikenal dengan nama MS mengandung 40 mM nitrogen dalam bentuk NO 3 dan 29 mM dalam bentuk NH 4+ . Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White Gunawan 1988.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascaloicum L.)

6 85 199

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L Dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Produksi Dan Pertumbuhan Legum Stylo (Stylosanthes Gractlis)

0 34 66

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hydrasil Dan Pupuk Nitrophoska Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Semangka (Citrullus Vulgaris Schard)

0 41 71

Pengaruh Pemberian Pupuk Stadya Daun Dan Zat Pengatur Tumbuh Atonik 6,5 L Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.)

0 41 96

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Kualitas Legum Stylo (Stylosanthes gracilis)

1 56 64

Pengarah campuran media tanam dan zat pengatur tumbuh Giberellin terhadap pertumbuhan bibit mengkudu (Morinda citrifolia L.)

0 27 84

Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jahe Muda (Zingiber officinale Rosc.)

4 51 92

Komposisi Media Pembibitan tl-m Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L Mempengaruhi Pertumbuhan Bibit Enten Tanaman Durian (Durio zibhethinus M u n*) Dibawah Naungan Tanaman Pepaya.

0 61 50

Komposisi zat pengatur tumbuh untuk organogenesis dan induksi Kalus Pometia coriaceae secara In Vitro

1 5 101

INDUKSI KALUS MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) DARI SUMBER EKSPLAN DAUN DENGAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH SECARA IN VITRO.

13 46 22