commit to user
xxviii
B. Keempukan Daging
Hasil  perhitungan  terhadap  keempukan  daging  ayam  petelur  afkir dengan dosis injeksi papain kasar 0, 1, 2 dan 3 mgkg BB pada jenis otot dada
dan paha disajikan pada Tabel 2. Tabel 2.  Hasil Analisis Keempukan Daging Ayam Petelur Afkir dengan Dosis
Injeksi Papain Kasar pada Jenis Otot yang Berbeda Newton Dosis Injeksi Papain Kasar mgkg BB
Jenis Otot  Ulangan 1
2 3
Rerata Dada
1 0,188
0,096 0,048
0,030 2
0,172 0,074
0,041 0,022
3 0,138
0,090 0,041
0,025 4
0,148 0,079
0,042 0,026
Rerata 0,162
0,085 0,043
0,026 0,079
A
Paha 1
0,227 0,107
0,088 0,019
2 0,218
0,112 0,069
0,041 3
0,146 0,129
0,082 0,029
4 0,229
0,127 0,060
0,031 Rerata
0,205 0,119
0,075 0,030
0,107
B
Rerata 0,183
A
0,102
B
0,059
C
0,028
D
Keterangan  :
A,  B,  C,  D
Superskrip  yang  berbeda  pada  kolom  atau  baris  yang sama  menunjukkan  perbedaan  yang  sangat  nyata
P0,01 Rerata  nilai  keempukan  daging  ayam  petelur  afkir  dengan  dosis  injeksi
papain 0, 1, 2 dan 3 mgkg BB masing-masing adalah 0,183; 0,102; 0,059 dan 0,028  Newton.  Hasil  analisis  statistik  menunjukkan  bahwa  daging  ayam
petelur afkir dengan dosis injeksi papain yang berbeda memberikan perbedaan sangat  nyata  P0,01  terhadap  nilai  keempukan  daging.  Hasil  penelitian  ini
menunjukkan  semakin  meningkatnya  dosis  injeksi  papain  terjadi  penurunan nilai daya tusuk daging.
Semakin rendah nilai daya tusuk daging menunjukkan terjadinya  peningkatan  keempukan  daging,  hal  ini  sesuai  dengan  pendapat
Soeparno  2005  bahwa  semakin  kecil  nilai  keempukan  daging  semakin empuk.
Tingkat  keempukan  ditentukan  oleh  banyak  sedikitnya  protein  pada jaringan  ikat,  yaitu  protein  kolagen,  aktomiosin  dan  elastin  Lawrie,  2003.
Protein-protein  jaringan  ikat  tersebut  oleh  enzim  papain  akan  dihidrolisis
commit to user
xxix menjadi  senyawa  yang  sederhana,  sehingga  daging  menjadi  lebih  empuk.
Jaringan  ikat  yang  sedikit  menjadikan  daging  lebih  empuk  dibanding  pada daging dengan jaringan ikat lebih banyak.
Dari  data  di  atas  pemberian  dosis  injeksi  papain  0  mgkg  BB  berbeda sangat nyata dengan 1, 2 dan 3 mgkg BB, hal ini disebabkan enzim protease
merupakan glukoprotein yang dapat mempercepat terjadinya hidrolisa protein. Pemberian  dosis  1  mgkg  BB  sudah  cukup  memberikan  peningkatan
keempukan  daging.  Enzim  protease  tanaman  biduri  yang  diaplikasikan  pada daging menunjukkan peningkatan keempukannya dibanding daging yang tidak
diberi  perlakuan  enzim  Murtini  dan  Qomarudin,  2003.  Terhidrolisisnya protein kolagen dan miofibril menyebabkan hilangnya ikatan antar serat dan
juga  pemecahan  serat  menjadi  fragmen  yang  lebih  pendek,  menjadikan  sifat serat otot lebih mudah terpisah sehingga daging semakin empuk Istika, 2009.
Pada penelitian Brooks et al. 1985 hidrolisis kolagen adalah penyebab utama pembentuk  kelembutan  daging  pada  perlakuan  antemortem  papain.  Semakin
banyak  enzim  yang  ditambahkan,  semakin  banyak  jaringan  ikat  yang terhidrolisis dan daging semakin empuk.
Pada  penelitian  ini  rerata  nilai  keempukan  daging  ayam  petelur  afkir pada jenis otot dada dan paha masing-masing adalah 0,079 dan 0,107 Newton.
Hasil  analisis  statistik  menunjukkan  bahwa  daging  ayam  petelur  afkir  pada jenis  otot  yang  berbeda  memberikan  perbedaan  sangat  nyata  P0,01
terhadap  nilai  keempukan  daging.  Nilai  rerata  keempukan  daging menunjukkan  daging  dada  lebih  empuk  dibanding  daging  paha.  Protein
struktural  kolagen  dan  miofibril  pada  dada  lebih  sedikit  dibanding  dengan paha.  Dada  tidak  digunakan  untuk  aktifitas,  jumlah  protein  struktur  sedikit
sehingga sifat dagingnya lunak. Kadar kolagen sebagai penyusun jaringan ikat otot mempengaruhi kealotan atau keempukan daging. Proses hidrolisis secara
enzimatik  didahului  dengan  bereaksinya  enzim  dengan  substrat,  sehingga terbentuk  kompleks  enzim  substrat.  Hidrolisis  terus  berlangsung  sehingga
akan  terbentuk  enzim  dan  produk,  yang  akan  berlangsung  sampai  substrat akan  terdegradasi  semua  Lehninger,  1994.  Otot  yang  aktif  akan
commit to user
xxx menghasilkan  daging  yang  lebih  alot  daripada  otot  yang  kurang  aktif
Shackelford  et  al.,  1995.  Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian Saifudin  2000  lokasi  asal  otot  pada  spesies  unggas  memberikan  pengaruh
sangat nyata P0,01 terhadap besarnya nilai keempukan daging dengan nilai rerata keempukan daging dada 2,23 Newton dan daging paha 2,73 Newton.
Hasil analisis  statistik menunjukkan bahwa tidak ada interaksi P0,05 antara  penambahan  dosis  injeksi  papain  dan  jenis  otot  terhadap  nilai
keempukan  daging.  Tidak  adanya  interaksi  karena  jumlah  substrat  pada  otot dada dan otot paha yang berbeda.
Kedua substrat ini memiliki titik jenuh yang berbeda,  sehingga  apabila  sudah  mencapai  titik  jenuh  tidak  dapat
meningkatkan kecepatan
reaksi Nichola,
2010. Menurut
Askurrahman  2010  pada  konsentrasi  substrat  yang  rendah,  tidak  semua molekul-molekul  enzim  akan  berkombinasi  dengan  substrat.  Jika  konsentrasi
ditingkatkan,  molekul-molekul  enzim  akan  lebih  banyak  yang  berkombinasi dengan  substrat  sampai  terjadi  kondisi  enzim  jenuh  dengan  substrat.
Peningkatan  konsentrasi  substrat  lebih  lanjut  tidak  akan  meningkatkan  laju reaksi. Waktu kerja enzim juga mempengaruhi keaktifan enzim, semakin lama
waktu  reaksi  maka  kecepatan  reaksi  enzim  makin  meningkat.  Menurut Astutiamin’s  2009  pertambahan  konsentrasi  enzim  akan  menaikkan
kecepatan  reaksi  hidrolisis  jaringan  ikat,  akan  tetapi  pada  batas  konsentrasi tertentu  tidak  terjadi  kenaikan  jumlah  jaringan  ikat  yang  terhidrolisis
walaupun  konsentrasi  enzim  diperbesar.  Tidak  adanya  interaksi  antara  dosis papain  dan  jenis  otot  terhadap  nilai  keempukan  daging  disebabkan  karena
faktor tersebut diatas.
C. Kekuatan Tarik Daging