BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Normalitas NaOH
Untuk mengetahui normalitas NaOH maka dilakukan pembakuan degan menggunakan lebih kurang 150 mg kalium biftalat P yang sebelumnya telah
dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120
o
4.2 Penetapan Kadar Furosemida Baku
C selama 2 jam, dan dilarutkan dalam 15 ml air bebas karbondioksida P. Ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan
dititrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda yang mantap. Normalitas NaOH yang diperoleh adalah sebesar 0,0918 N. Hasil dapat
dilihat pada lampiran 2 halaman 44.
Penetapan kadar furosemida baku dilakukan secara titrasi semi bebas air yaitu denagn menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pentiter dan indikator
fenolftalein sehingga diperoleh kadar furosemida baku sebesar 99,3276 . Hasil dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 45.
4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Furosemida Dalam Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis
Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum furosemida dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis maka dilakukan pengukuran pada larutan
induk baku furosemida 7,5 mcgml dengan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet. Dari pengukuran diperoleh panjang gelombang furosemida dalam
larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis adalah 277,0 nm. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 halaman 47 dan 48.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Furosemida Dalam Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis
Untuk menentukan kurva kalibrasi dari furosemida baku dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan induk
furosemida pada konsentrasi 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 5,5; 7,5; 9,5 dan 11,5 mcgml sehingga diperoleh absorbansi dari masing-masing konsentrasi. Hasil dapat dilihat
pada Lampiran 6 dan 7, halaman 49 - 51.
4.5 Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Terhadap Konsentrasi Kumulatif Larutan Tablet Furosemida Generik Yang Terabsorpsi Pada Kantung
Terbalik Everted sac Jejunum Kelinci
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap absorpsi kumulatif larutan tablet furosemida generik, dilakukan pengujian dalam larutan
dapar fosfat pH 6,0 isotonis pada temperatur 37 ± 0,5
o
Tabel 1. Data Konsentrasi Kumulatif Tablet Furosemida Generik pada Interval Waktu Tertentu dalam mcgml
C dengan hasil seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Menit ke
Konsentrasi Tablet Furosemid Generik mcgml F
Hitung 0,001 M
0,002 M 0,003 M
5 71,0568 ± 10,7200
5,3628 ± 2,4537 8,9905 ± 6,0227
75,583 10
95,3076 ± 16,2251 8,6751 ± 6,2457
17,1136 ± 5,4650 71,303
15 116,9033 ± 24,1369 33,0442 ± 8,9225
42,3502 ± 29,9713 12,823
20 149,2902 ± 5,2420
30,9148 ± 11,7108 58,4648 ± 36,3735
10,000 25
177,7208 ± 3,5132 40,0894 ± 11,9844
59,5820 ± 26,4886 10,756
30 173,2124 ± 32,7231 41,2066 ± 20,4659
99,3691 ± 9,7032 16,126
35 194,2166 ± 41,1625 51,5510 ± 15,2794
117,7839 ± 2,5094 11,800
40 208,7277 ± 40,8872
74,1325 ± 8,2533 118,6909 ± 69,5954 10,545
45 228,8906 ± 35,9878 82,4132 ± 26,9905 189,3927 ± 25,2618 6,5000
Dari hasil uji statistik konsentrasi kumulatif tablet furosemida generik pada berbagai konsentrasi yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat menggunakan
Analysis of Variance ANOVA, diperoleh harga F hitung F tabel
Universitas Sumatera Utara
Sudjana, 1992. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kumulatif tablet furosemida yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat pada berbagai konsentrasi
menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kumulatif furosemida yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat
pH 6,0 isotonis pada konsentrasi 0,001 M 228,8906. ± 35,9878 mcgml konsentrasi 0,003 M 189,3927 ± 25,2618 mcgml konsentrasi 0,002 M
82,4132 ± 26,9905 mcgml. Laju absorpsi tablet furosemida generik untuk ketiga konsentrasi dapat
dilihat pada Tabel 2. Laju absorpsi pada konsentrasi 0,001 M sebesar 3,8338 mcgml menit, konsentrasi 0,002 M sebesar 1,875 mcgml menit dan konsentrasi
0,003 M sebesar 4,0604 mcgml menit. Laju absorpsi diperoleh dengan cara memplot konsentrasi terhadap waktu dan mencari persamaan garis lurusnya untuk
memperoleh slope seperti pada Gambar 9 yang merupakan orde reaksi nol, dengan nilai korelasi R yang terbesar dibandingkan orde reaksi satu dan orde
higuchi sehingga yang ditampilkan hanyalah gambar grafik orde reaksi nol. Keadaan ini tidak bertentangan dengan yang dinyatakan oleh Connors, et al
1986, bahwa reaksi peruraian furosemida mengikuti pseudo first order reaction.
Universitas Sumatera Utara
-50 50
100 150
200 250
10 20
30 40
50
waktu menit k
ons e
nt ra
s i k
um ula
tif m
c gm
l
0,001 M; y = 3,8338 x + 61,413 0,002 M; y = 1,875 x - 6,644
0,003 M; y = 4,0604 x - 22,427
Gambar 9. Grafik Konsentrasi Kumulatif Terhadap Waktu dari 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M Tablet Furosemida Generik
Gambar 9 menunjukkan slope masing-masing konsentrasi dari persamaan garisnya di mana laju absorpsi adalah merupakan slope, yakni laju absorpsi
mengacu kepada orde reaksi nol, dimana dcdt = k, laju absorpsi ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Laju Absorpsi Tablet Furosemida Generik pada Berbagai Konsentrasi mcgml.menit
Konsentrasi 0,001 M
0,002 M 0,003 M
Laju Absorpsi 3,8338
1,8750 4,0604
Tabel 2 menunjukkan bahwa laju absorpsi pada konsentrasi 0,003 M paling tinggi, dibanding konsentrasi 0,001 M dan 0,002 M. Hal ini merupakan
salah satu indikasi adanya pengaruh konsentrasi terhadap proses tersebut. Nilai laju absorpsi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai laju absorpsi pada
konsentrasi 1 M lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 0,002 M, hal ini
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan bahwa kemungkinan mekanisme permeasi tidak hanya difusi pasif saja, tetapi juga bekerja sistem transpor yang lain sehingga dapat disimpulkan
dalam hal ini bahwa konsentrasi mempengaruhi laju absorpsi dari tablet furosemida generik.
Berdasarkan hal di atas, maka dilakukan penentuan harga AUC Area Under The Curve tablet furosemida generik pada berbagai konsentrasi untuk
mengetahui perbedaan jumlah furosemida yang terabsorpsi, yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Perbandingan Harga AUC Area Under The Curve Furosemida pada Berbagai Konsentrasi dalam mcg.menitml
n Konsentrasi 0,001 M Konsentrasi 0,002 M Konsentrasi 0,003 M
1 23,1510
10,5515 18,7583
2 17,5705
8,1905 15,2800
3 24,9213
5,3675 13,7423
Rata-rata 21,8809
8,0365 15,9268
Keterangan : F hitung = 15,470 dan F tabel = 5,14 Dari Tabel 3 terlihat bahwa harga AUC furosemida pada konsentrasi
0,001 M lebih besar dari pada harga AUC furosemida pada konsentrasi 0,002 M dan 0,003 M.
Dari hasil uji statistik pada harga AUC furosemida menggunakan ANOVA dan LSD berdasarkan konsentrasi pada 0,001 M, 0,002 M, dan 0,003 M
Lampiran 19, diperoleh harga F hitung F tabel Sudjana, 1992. Hal ini menunjukkan bahwa AUC furosemida dalam larutan dapar fosfat dengan variasi
konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa jumlah furosemida yang terabsorpsi melalui membran jejunum terbalik pada konsentrasi 0,001 M 0,003 M 0,002 M.
Pada Tabel 4 ditampilkan data harga AUC pada furosemida baku dengan konsentrasi 0,002 M sebagai perbandingan dengan harga AUC pada tablet
furosemida generik.
Tabel 4. Data Harga AUC Area Under The Curve Furosemida Baku dengan Konsentrasi 0,002 M pada pH 6,0 Jejunum Terbalik Kelinci
dalam mcg.menitml.
n Harga AUC
1 13,2675
2 11,7496
3 10,4411
4 10,4492
5 12,2063
6 10,1119
Rata-rata 11,3709
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa harga AUC furosemida baku lebih besar dari pada tablet furosemida generik pada konsentrasi 0,002 M yaitu sebesar
11,3709 mcg.menitml dan 8,0365 mcg.menitml. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor formulasi dan pengaruh komponen bahan tambahan
sebagai bahan penyusun dari sediaan tablet sehingga jumlah obat yang terabsopsi menjadi rendah.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikatakan sesuai dengan klasifikasi furosemida menurut WHO essential drugs 2002, termasuk dalam
kelas IV dimana furosemida sedikit terabsorpsi dan bervariasi sesuai dengan klasifikasi obat secara biofarmasi berdasarkan kelarutan dan permiabilitas
sehingga menyebabkan ketersediaan hayatinya rendah 60-69 .
Universitas Sumatera Utara
4.6 Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Terhadap Absorpsi Tablet Furosemida Generik pada Kantung Terbalik Jejunum Kelinci
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap absorpsi dari tablet furosemida generik, dilakukan dengan menggunakan persamaan Michaelis
menten menggunakan data Tabel 5 seperti yang terlihat pada Gambar 10. Persamaan Michaelis Mentens:
V = ]
[ ]
[ C
K C
V
m maks
+ + Kd [C]
Dimana; V
= Kecepatan absorpsi awal mcgmlmenit V
maks
K = Kecepatan absorpsi maksimum mcgmlmenit
m
[C] = Konsentrasi M
= Tetapan Michaelis Mentens M
Inui, et al, 1977
Tabel 5. Data Variasi Konsentrasi pada Uptake 15 Menit dari Tablet Furosemida Generik
C 10
-3
Absorpsi V mcgml15 menit
M SD
1C 110
-3
1V M
1mcgml15 menit 1SD
1
0,2934
0,1971 1,0000
3,4083 5,0736
2 0,3670
0,1405 0,5000
2,7248 7,1174
3 0,5862
0,5317 0,3333
1,7059 1,8808
Universitas Sumatera Utara
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
C 10-3 M K
ecep at
an A
b so
rp si
m cg
m l
15 m en
it
Gambar 10. Grafik Michaelis Menten dari Absorpsi Tablet Furosemida
Generik Pada Kantung Terbalik Everted sac Jejunum Kelinci
Gambar 10. memperlihatkan adanya ketergantungan kosentrasi terhadap absorpsi dari tablet furosemida generik Dan untuk mengetahui nilai konstanta
Michaelis Menten K
m
dan kecepatan maksimum V
maks
terhadap laju absorpsi dari tablet furosemida generik dengan konsentrasi 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M
pada suhu ± 37
o
C dan pH 6,0 isotonis, dihitung dengan memakai kurva Lineweaver burk plot menggunakan data pada Tabel 5 dan Gambar 11 sehingga
diperoleh hasil kecepatan maksimum V
maks
adalah 0,8198 mcgml15 menit dan konstanta Michaelis K
m
dalah 1,8690.10
-3
M. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sistem memiliki kapasitas yang kecil dan afinitas besar Tamai, et al,
1987. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada proses absorpsi ini selain difusi pasif juga kemungkinan bekerja sistem transpor yang lain. Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Matondang, 2006.
Universitas Sumatera Utara
y = 2.2798x + 1.2198 R
2
= 0.8524 -6.0
-4.0 -2.0
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0
-1.0 -0.5
0.0 0.5
1.0 1.5
1C 110-3 M 1
V 1
m cg
m l
15 m en
it
Keterangan : Temperatur : ± 37
o
n = 3 C
pH = 6,0 isotonis
Gambar 11. Kurva Lineweaver – Burk Dari Absorpsi Tablet Furosemida Generik Pada Kantung Terbalik Everted sac Jejunum Kelinci
Salah satu kelemahan dari metode everted sac intestine adalah terjadinya ikatan protein dengan obat yang mengakibatkan jumlah zat yang diabsorbsi lebih
besar dari yang sebenarnya. Ikatan protein obat dapat saja terjadi pada mukosa dan pada serosa, maka untuk memperoleh data yang lebih rinci sebaiknya
dilakukan dengan metode intestinal mucosa homogenated dan dengan menggunakan alat penentuan kadar yang lebih sensitif yaitu KCKT.
1Vmaks = 1,2198
1Km = 0,535
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN