D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat akademis Dalam penelitian ini di harapkan dapat menambah dan memperluas
wawasan keilmuan bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang ingin mengulas dan memahami konstruksi pemberitaan pada media cetak
terutama majalah atau Koran. Supaya semua mahasiswa lebih peka
terehadap semua pemberitaan yang ada. 2.
Manfaat penulis Memberikan gambaran mengenai media cetak surat kabar Jawa Pos
ketika menerbitkan masalah penertiban SATPOL PP yang berakhir bentrok oleh warga, khususnya penanggulangan dan penangananan
penertiban yang dilakukan oleh pemerintah setempat. E. Tinjauan Teoritis
E.1. Media
Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Bahwa
media, dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media
massa sebagaimana lembagalembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan Negara bekerja secara ideologis guna
membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa ideological states apparatus.
Bagi Antonio Gramsci, media media merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi the battle for competing ideologies. Gramsci
melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat
legitimasi dan control atas wacana public. Namun di sisi lain media juga bisa menjadi alat resistansi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk
membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk
membangun kultur dan ideologi tandingan.
E.2. Perkembangan Media Massa Cetak koran
Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman Romawi kuno dimana setiap harinya, kejadian seharihari diterbitkan dalam bentuk gulungan yang disebut
dengan “Acra Diurna”, yang terjemahan besarnya adalah “Kegiatan hari”. Kemudian Setelah Gutenberg menemukan mesin cetak di abad kelimabelas, maka
bukubuku pun mulai diterbitkan di Perancis dan Inggris, begitu pula halnya dengan surat kabar. Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan
nama “Public Occurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris.
Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi Cuma garagara dia tidak mempunyai izin terbit.
Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan
para pejabat agama. Mereka takut mesinmesin cetak tersebut akan menyebarkan beritaberita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu
dikontrol ketat.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu, surat kabar itu pun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki
sekarang. Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan.
Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh
sebagai penjahat terbesar oleh korankoran dari lawan partainya.
Apapun situasinya, rakyat hanya menginginkan Amandemen dalam konstitusi yang akan menjamin hak korankoran ini untuk mengungkapkan
kebohongan yang terburuk sekalipun tanpa takut dibrendel oleh pemerintah. Presiden John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Akibatnya partai
Federal pecah dan sebaliknya menguatkan posisi Jefferson. Aksi brendel membrendel ini sampai membuat keheranan seorang menteri bangsa Prusia yang
berkunjung ke kantor Jefferson. Secara kebetulan, ia membaca koran dari partai Federalis yang isinya meyerang Jefferson habishabisan. Kritikkritik keras tidak
hanya menyerang Washington, Jefferson, John Adams ataupun James Medison, pokoknya semua kena. Dan selama koran tetap dikuasai oleh para anggota partai
politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
Kemudian kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan
revolusinisasi terhadap bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar
sendiri. Namanya ”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin
cetak yang sudah tua dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri. ”The Herald” dan Bennet memperlihatkan kepada Amerika dan dunia tentang
bagaimana cara mendapatkan berita. Tidak lama kemudian Bennet pun berhasil meraih kesuksesan dan membangun kantor beritanya sama seperti kantorkantor
perusahaan surat kabar yang banyak kita jumpai sekarang. Dia juga sudah menempatkan korespondenkorespondennya di luar negeri di mana beritanya
dikirim dengan usaha paket milik Bennet sendiri, dari pelabuhan New York ke kantornya di kota. Dia juga yang pertamatama mendirikan biro di Washington,
dan memanfaatkan jasa telegraf yang baru saja ditemukan.
Sejak itulah berita sudah mulai dipilahpilahkan menurut tingkat kepentingannya, tapi tidak berdasarkan kepentingan politik. Bennet menempatkan
politik di halaman editorial. Isi korannya yang meliputi soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan sosial masyarakat New York memang tidak bisa dijamin
keobyektifatnya, tetapi setidaknya sudah jauh berubah lebih baik dibandingkan korankoran sebelumnya. Enam tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai
muncul. Horace Greely mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang
tidak peduli apakah mereka baru sempat membaca korannya setelah berminggu minggu kemudian. Bagi orang awam, koran ini dianggap membawa perbaikan
bagi negara yang saat itu kurang terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.
Koran besar yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas
bantuan mitra usahanya, George Jones. Raymondlah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang non partisan kepada pemerintah maupun
perusahaan bisnis. Beruntung, saat itu Presiden Lincoln tidak pernah melakukan pembrendelan terhadap korankoran yang menyerangnya.
Setelah serentetan perang saudara di Amerika usai, bisnis persurat kabaran pun berkembang luar biasa. Korankoran pun mulai muncul di bagian negara
negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star”
yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah surat koran. Bahkan pemilik Star, Rockhill Nelson bersumpah untuk mengangkat
kota Kansas dari “kubangan lumpur” dan berhasil. Di barat, Jurnalisme Flamboyan diwakili oleh “Denver Post” dan korankoran San Fransisco. Di New
York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang bakal menjanjikan. Charles Dana membeli surat kabar ”Sun” dan menyempurnakannya. Editornya, John Bogart
punya cerita sendiri tentang berita. Menurutnya ”kalau anjing menggigit manusia, itu bukan berita. Tapi kalau manusia menggigit anjing, itu baru namanya berita”.
James Gordon Bennet Junior anak Bennet dan Joseph Pulitzer merupakan rivalrival utama Dana. Bennet Jr. Memperlihatkan cara membuat
berita yang baik. Prestasinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengirimkan Henry Stanley, seorang wartawan London, untuk mencari David Livingstone,
seorang misionaris yang hilang di hutan. Sedangkan Pulitzer mempunyai koran yang bernama ”New York World” dan terkenal sejak jaman perang saudara
sampai akhir abad itu. Pulitzer melakukan taktik yang lebih baik dibanding para pendahulunya. Editorialnya yang bersifat perjuangan ke arah perbaikan dan
liberal, liputan beritanya yang serba menarik, dan taktik diversifikasinya mengundang decak kagum seperti yang pernah dilakukan oleh Herald. Pulitzer
adalah yang pertama kali menerbitkan koran mingguan, di mana isinya ditulis oleh para penulis terbaik yang pernah ada.
Pada tahun 1892 supremasi Pulitzer ditantang oleh William Randolp Hearst lewat koran ”World”. Dalam hal inovasi dan keberanian, ”World”nya
Hearst lebih dari ”World”nya Pulitzer. Bukan itu saja, koran Hearst isi beritanya jauh lebih flamboyan daripada koran Pulitzer. Hearst banyak mempekerjakan
orangorang terbaiknya Pulitzer. Dia mempekerjakan Richard Outcault, kartunis Pulitzer dan mendorongnya untuk menciptakan sebuah featuer bernama ”The
Yellow Kid”, yang menandai lahirnya cergam komik di Amerika. Pada masa perang antara Amerika dan Spanyol, kedua koran ini berteriak paling keras
mendukung Amerika Serikat untuk terjun perang, memimpin suara rakyat dengan paduan suara jurnalisme dalam skala nasional, dan memojokkan ke dalam konflik
yang tidak terhindarkan. Selanjutnya di perang AmerikaKuba, keduanya mengalihkan kompetisinya dalam usaha meliput perang.
Setelah Pulitzer meninggal, ”New York World” malah menjadi yang terbesar di dunia. Orang menyebut Pulitzer sebagai ”wartawannya surat kabar”.
Sebaliknya, Hearst bersama korankoran lainnya terpukul keras ketika depresi besar terjadi. Tetapi usaha majalahnya yang paling terkemuka, yakni ”Good
Housekeeping” dan ”cosmopolitan” tetap terus berkembang pesat. Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu
menjadi perusahaan perorangan yang disertai keterkenalan dan kebesaran nama penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang tidak segemerlap dulu lagi, bahkan
dengan nama penerbit yang semakin tidak dikenal.
Perubahan ini memberikan dampak baru. Ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi penjualan langsung sebagai sumber dana utama bagi
sebuah surat kabar, maka minat para penerbit jadi lebih identik dengan minat para masyarakat bisnis. Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling ideal
tidaklah sebesar ketika peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih terjadi pada tahun 1920an, tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk
mencapai perkembangan penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang semakin banyak ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin
kehilangna pamornya seperti yang dimilikinya pada abad ke19. Namun, surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat kabar yang
mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang saling
menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media berita yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan pihakpihak tertentu saja.
Kenaikan korankoran ukuran tabloid di tahun 1920an yang dimulai oleh ”The New York Daily News”, memberikan suatu dimensi baru terhadap
jurnalisme. Akhirnya memang menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan surat kabar, terutama dalam meliput beritaberita keras. Perubahan lain yang layak
mendapat perhatian adalah timbulnya sindikasi. Berkat adanya sindikatsindikat, maka korankoran kecil bisa memanjakan pembacanya dengan materi editorial,
informasi, dan hiburan. Sebab kalau tidak, korankoran kecil itu tentu tidak dapat mengusahakan materimateri tersebut, lantaran biaya untuk itu tidaklah sedikit.
Sindikat adalah perusahaan yang berhubungan dengan pers yang memperjualbelikan bahan berita, tulisan atau bahanbahan lain untuk digunakan
dalam penerbitan pers. Tahun 1950, industri televisi mulai mengancam dominasi media cetak. Namun, sampai sekarang, koran masih bertahan. Kenyataan
menunjukkan bahwa koran telah menjadi bagian dari kehidupan manusia pada umumnya. Dengan karakter khususnya ia mampu membedakan dirinya dari media
lainnya seperti televisi dan radio. E.3. Fungsi utama Pers
Dalam berbagai literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat lima fungsi utama pers yang berlaku universal. Disebut universal, karena kelima
fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap Negara di dunia yang menganut paham demokratis, yakni :
3.a. Informasi to inform
Fungsi pertama dari lima fungsi pers adalah menyampaikan informasi secepatcepatnya kepada masyarakat yang seluasluasnya. Dan harus
memenuhi kriteria dasar : aktual, akurat, faktual, menarik atau penting,
benar, lengkaputuh, jelasjernih. 3.b. Edukasi to educated
Apapun informasi yang disebar luaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi
komersial untuk memperoleh keuntungan financial. Namun orientasi dan misi komersial itu sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi
meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers. Pers harus mau dan
mampu memerankan dirinya sebagai guru bangsa. 3.c. Koreksi to influence
Dalam hal ini kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legilatif, eksekutif, dan yudiaktif agar kekuasaan
mereka tidak terjadi korup dan absolute. 3.d. Rekreasi to entertain
Fungsi keempat pers adalah menghibur. Harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang
menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Pers harus jadi sahabat
setia pembaca yang menyenangkan. 3.e. Mediasi to mediate
Yang dimaksut dengan mediasi adalah penghubung. Setiap hari pers melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia.
E.4. Analisis framing 1. Analisis Teks Media ; Analisis Framing
Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategorikategori standar untuk mengapresiasi
realitas. Konsep ini kemudian di kembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingankepingan perilaku strips
of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu
komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspekaspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam studi komunikasi,
analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas
komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif psikologis.
Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsepkonsep sosiologis, politik dan kultural untuk
menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasikan dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau
kultural yang melingkupinya.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah caracara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih
diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang di gunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itu pada akhirnya
menentukan fakta apa yang di ambil, bagian mana yang di tonjolkan dan di hilangkan, serta hendak di bawa kemana berita tersebut. Karenanya, berita
menjadi manilpulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan
Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan package yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan
diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara berita atau gugusan ideide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsep frame analysis
memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalamanpengalaman hidup kita untuk
dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu melokalisasi, merasakan, mengindentifikasi, dan
member label terhadap peristiwaperistiwa serta informasi. Dengan konsep
yang sama Gitlin 1980 mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat.
Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik. Konsekuensinya, elemenelemen yang
terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan. Dalam perspektif disiplin ilmu lain, konsepsi framing
terkesan tumpang tindih. Fungsi frames kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspekaspek realitas. Kedua faktor ini dapat
lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan
menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua ini, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan
tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita.
2 Macammacam model penelitian analisis framing
Terdapat empat rumusan atau model tentang perangkat framing yang digunakan sebagai metode framing untuk melihat upaya media mengemas
media. Macammacam model tersebut antara lain : 2.1
Formula framing Murray Edelman Mengejajarkan framing dengan katagorisasi. Realitas yang komplek
disederhanakan dengan ketegori tertentu yang membantu orang untuk memahami realitas, sehingga relitas hadir dalam benak
khalayak. Menurut Edelman katagori bukanlah mengabarkan
realitas, melainkan menunjukan pada meraka 2.2
Formula framing Robert N. Dalam konsepsi Entmen framing pada dasarnya merujuk pada
pendefinisian masalah, memperkirakan masalah atau sumber masalah, membuat keputusan moral dan menekankan penyelesaian
dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikar tertentu
terhadap peristiwa yang diwacanakan. 2.3
Formula framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Teknik analisa model mereka mengoperasikan empat dimensi
kultural teks berita sebagai perangkat framing antara lain sintaksis yaitu susunan kata atau frase dalam kalimat. Skrip berhubungan
dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa dalam kalimat bentuk berita. Tematik berhubungan dengan
bagaiman wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa
kedalam preposisi kalimat atau hubungan antar kalimat yang berbentuk teks secara keseluruhan. Retoris adalah bagaiman
wartawan menekankan arti tertentu dalam berita. 2.4
Formula framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Menurut mereka sebuah frase memiliki struktur internal. Pada titik
ini ada sebuah pusat organisasi atau gagasan yang membuat realitas menjadi relevan dan menekankan suati isu. Sebuah frame umumnya
menunjukan dan menggambarkan range posisi bukan hanya satu posisi.
Dalam formulasi yang dibuat Gamson dan Modigliani frame dipandang sebagai cara bercerita story line atau gagasan atau ide
yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan kontruksimakna dan peritiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Gamson melihat
wacana media khususnya berita terdiri atas kemasan package melalui mana konstruksi atau realitas yang di bentuk kemasan itu
merupakan skema atau struktur pemahaman yang dipakai oleh seseorang ketika mengkonstruksi pesan yang ia sampaikan dan
menafsirkan pesan yang ia sampaikan. E.5 Proses Analisis Framing
Framing didefinisikan sebagai prises membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga
khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Wartawan bukan menjadi agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab mungkin ada tiga pihak yang
Saling berhubungan; wartawan, nara sumber dan khalayak. Dalam mengkonstruksi suatu realitas, wartawan tidak hanya menggunakan
konsepsi yang ada dalam pikirannya. Adapun dalam prosesnya membagi tiga tahap yaitu;
Pertama, proses konstruksi itu juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilainilai sosial yang tertanam
mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Hal tersebut umumnya dipahami bagaimana kebenaran di terima secara taken for grandted oleh
wartawan. Sebagai bagian dari lingkungan sosial, wartawan akan menerima nilainilai kepercayaan yang ada dalam masyarakat.
Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi berita wartawan tidak berhadapan dengan publik yang kosong. Ketika peristiwa ditulis dan kata di
susun, khalayak menjadi pertimbangan dari wartawan. Hal itu dikarenakan wartawan tidak menulis untuk dirinya sendiri melainkan untuk dibaca dan
dipahami oleh khalayak. Melalui proses inilah nilainilai sosial yang dominan dalam masyarakat ikut mempengaruhi pemaknaan.
Ketiga, proses konstruksi juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar professional
daru wartawan. E.6 Efek Framing
Berbagai macam efek yang ditimbulkan dari proses framing akan berhubungan dengan pendefinisian realitas. Tentang bagaimana peristiwa
yang dipahami siapa sumber yang diwawancarai merupakan beberapa elemen yang tidak bias di maknai sebagai teknis jurnalistik, melainkan
sebuah proses jurnalistik. Berbagai praktik tersebut bias mengakibatkan pendefinisian tertentu atau suatu realitas.
Pengkonstruksi pada sebuah realitas yang dilakukan oleh media pada dasarnya merupakan proses penyederhanaan dari realita yang ada. Dalam
hal ini khalayak mendapat keuntungan dalam memahami sebuah realitas karena media telah mengemas permasalahan yang rumit menjadi informasi
yang mudah dipahami oleh pembaca. Khalayak tidak ingin menerima informasi yang rumit, melainkan
informasi yang praktis, konstektual, yang berarti bagi dirinya dan dikenang
dalam benak mereka. E.7 Konstruksi Media Terhadap Realitas Sosial
Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media.
Gagasan mengenai framing, mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,
kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategorikategori standart untuk mengapresiasi realitas.
Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh katakata dan tandatanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini
dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan di anggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari sekedar merefleksikan realitas yang ada. Salah seorang pendiri
greenpeace Paul Watson memunculkan pendapat bahwa menurutnya konsep kebenaran yang dianut media massa bukanlah kebenaran sejati, tetapi
sesuatu yang dianggap masyarakat sebagai kebenaran. Ringkasnya, kebenaran ditentukan oleh media massa. Jika sinyalemen ini benar, dapat
kita bayangkan betapa beratnya tugas pembaca dalam menyingkapi sebuah berita. Pembaca harus memiliki kemampuan memadai untuk menyaring
sebuah berita agar menemukan kebenaran, setidaknya mendekati kebenaran. Karena itu, salah satu cara untuk membantu pembaca menyingkapi
pers adalah konteks pemberitaan. Lewat konteks pemberitaan, pembaca bisa memahami masalah yang ada dan pemecahan masalah yang ditampilkan
tidak berlaku untuk konteks yang lain. Lewat konteks pemberitaan ini pembaca dapat menyadari bahwa wartawan kadang menghidangkan “madu”
dalam menu beritanya, kadang pula dalam berita yang lain menuangkan “racun”. Melalui konteks pemberitaan, pembaca mengerti bahwa berita yang
buruk bias dibungkus dengan bahasa yang manis sehingga tampak samar samar dan menyenangkan. Konteks pembaritaan menjadi alat yang sangat
penting. F. Teori Gatekeeper
Dalam bentuk umum pandangan ini sering melahirkan teori gatekeeper. Seperti dijelaskan oleh Fishman bahwa ada kecenderungan
studi tentang bagaimana proses produksi berita dilihat. Pandangan inilah
yang disebut oleh Fishman sebagai selectivity of news, yakni bagaimana suatu berita diproses dan diseleksi. Yang dimaksud dengan seleksi ini
adalah bagaiamana suatu berita yang akan disajikan ke publik, diseleksi terlebih dahulu sesuai dengan tema media yang dikeluarkan oleh pimpinan
redaksi terkait dengan data mana yang biasa diterbitkan atau tidak. Jika dilihat secara alurnya, Eryanto menjelaskan bahwa setelah berita masuk ke
bagian redaktur, maka akan memasuki proses seleksi, kemudian disunting atau editing hingga masuk penerbitan. Penerbitan berita ini tentunya
disesuaikan dengan realitas yang diperoleh wartawan sebagai reporter Oleh karenanya jika mengacu pada gagasan teori Gatekeeper maka
fungsi komunikasi disini sebagai penyaring atau proses penyeleksi pesan yang akan diterima oleh seseorang. Gatekeeper ini sendiri merupakan
seseorang komunikator profesional yang dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang akan disampaikan kepada khalayak dalam
menyampaikan pesan. Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring atau menyeleksi pesan yang di terima seseorang atau dikomunikasikan kepada
khalayak. Beberapa contoh peran sebagai gatekeeper adalah editor dan reporter surat kabar, “penarik jangkar” anchorperson berita televisi,
penerbit, manager dan direktur program di stasiun radio dan televisi, jaringan eksekutif atau operator televisi kabel, gatekeeper mungkin
memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai alasan. Oleh karena itu, Gatekeeper membatasi pesan yang diterima khalayak.
Informasi yang benar menghindarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Oleh karena itu, di dalam
komunikasi massa biasanya komunikator profesional memiliki fungsi yang dikonsepsikan sebagai “penjaga gawang” gatekeeper. Penjaga gawang
adalah orang yang dapat memilih, mengubah, dan menolak pesan sehingga pesan yang dihasilkan dari prosesnya itu nantinya juga dapat mempengaruhi
aliran informasi kepada seseorang atau sekelompok penerima. Seperti diketahui orang bahwa media mempunyai kemampuan untuk membentuk
issu menyampaikan dan mendapatkan informasi kepada publik, maka realitas yang dikonstruksi oleh media juga harus diperhitungkan. Sebab
realitas yang disepakati mungkin benar jika dilihat dari perspektif media itu sendiri akan tetapi realitas yang dikonstruksi media tersebut akankah sama
dengan realitas dari konteks ruang publik. Melalui kemampuannya untuk mempengaruhi kognisi, pemikiran, dan
perilaku pembacanya, media dapat mempengaruhi pola pikir, perilaku sosial dan interaksi sosiologis masyarakat. Kenyataan ini adalah akibat dari
pemberitaan surat kabar yang dibaca oleh pembacanya. Dengan kata lain, agenda seting membentuk isuisu yang menonjol dalam pikiran publik.
Sebagai gatekeeper informasi, harus selektif dalam memilih dan menentukan berita yang harus dilaporkan. Dari adanya gatekeeper ini
diharapkan media massa mampu menempatkan keberadaannya sebagai kontrol sosial bukan sebagai media yang menyudutkan, menghujat, serta
membawa ketegangan atas pemberitaannya itu.
G. Hierarchy of Influence