Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Antara PTPN I DAN PT. Bagun Sempurna Lestari (BSL)

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA JUAL-BELI

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT ANTARA PTPN

I DAN PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

TESIS

Oleh

MOHAMMAD FAHROZI

097011137/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA JUAL-BELI

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT ANTARA PTPN

I DAN PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOHAMMAD FAHROZI

097011137/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN

KERJASAMA JUAL-BELI TANDAN BUAH

SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT ANTARA PTPN I DAN PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

Nama Mahasiswa : MOHAMMAD FAHROZI

Nomor Pokok : 097011137

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MOHAMMAD FAHROZI

Nim : 097011137

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA JUAL-BELI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT ANTARA PTPN I DAN PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MOHAMMAD FAHROZI Nim :097011137


(6)

i ABSTRAK

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, termasuk dalam perjanjian bernama (nominaat/benoemde) yang diatur dalam BUKU III KUH Perdata, Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Perikatan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak disebut sebagai penjual dan dipihak lain dinamakan sebagai pembeli. Kesepakatan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut dituangkan kedalam suatu akta perjanjian di bawah tangan yang di tandatangani oleh masing-masing pihak dengan nomor akta perjanjian 01.8/X/SJAN/087/2011 yang berisi 9 (sembilan) klausul pasal perjanjian. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi hak dan kewajiban para pihak, faktor-faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian, dan penyelesaian hukum yang ditempuh oleh para pihak apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasam jual beli TBS kelapa sawit tersebut.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana analisa data didasarkan pada teori hukum yang bersifat umum, diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisis permasalahan yang ada untuk kemudian ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder yang selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis data secara kualitatif membahas permasalahan berdasarkan akta perjanjian kerjasama jual beli yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata (BW) dengan metode deduktif. Uraian hasil analisa di diskrisikan secara kualitatif dengan menggunakan gambaran baru atau mengikatkan gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak dalam pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian dan juga didasarkan kepada aturan hukum yang terdapat dalam KUH Perdata (BW) khususnya ketentuan tentang perjanjian jual beli. Disamping itu pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut menimbulkan pula sejumlah masalah/konflik yang dapat mengancam kesinambungan perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak diantaranya adalah objek perjanjian yang diperjual belikan tidak sesuai dengan kriteria yang disepakati, keterlambatan pengiriman objek perjanjian jual beli tanpa alas an yang jelas dan keterlambatan pembayaran dari pihak pembeli. Solusi penyelesaian masalah yang ditempuh oleh para pihak adalah dengan cara musyawarah mufakat dinatara kedua belah pihak dengan lebih mengutamakan kepentingan bersama dari para pihak daripada kepentingan pribadi dan masing-masing pihak. Hal ini dilakukan agar diperoleh solusi yang dapat diterima dan memuaskan para pihak sehingga perselisihan dapat dihindari demi kelancaran kesinambungan perjanjian sampai pada akhir jangka waktunya.


(7)

ii

ABSTRACT

Cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading is included in the agreement called (nominaat/benoemde) regulated in the Book III of Indonesian Civil Codes. The Article 1457 of the Indonesian Civil Codes states that trading is an agreement in which one party bound him/herself to submit a property/item and the other party promises to pay for the price which has been agreed by both parties. This trading engagement shows that one party is called the seller and the other is called the buyer. The deal of oil-palm fresh fruit bunch trading cooperation agreement is stated in an underhanded agreement deed/act No. 01.8/X/SJAN/087/2011containing 9 (nine) clauses of agreement articles and the deed was signed by each party. The problem discussed in this study including the right and responsibility of each party, the factors may create dispute in the agreement implementation, and legal solution taken by the parties involved if dispute occurs in the implementation of cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading.

The data analysis conducted in this descriptive analytical normative juridical study was based on the general legal theory which was applied to describe the other sets of data. The approach employed in this study was to describe and analyze the existing problems. The primary and secondary data obtained were evaluated and qualitatively analyzed and based on the trading cooperation agreement deed found in the Book III of the Indonesian Civil Codes, the research problems were discussed through deductive method. The result of analysis was qualitatively described through new description or the existing one in answering the problems, drawing a conclusion and making useful suggestion.

Cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading between PTPN I and PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL) has created right and responsibility between the parties involved in implementing the agreement in accordance with the deal or agreement stated in the agreement deed based on the rule of law stated in the Indonesian Civil Codes especially the one on trading agreement. In addition, the implementation of the cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading also created a number of disputes that can threaten the sustainability of the cooperation agreement between both parties such as the object of agreement traded did not meet the criteria agreed, the delivery of object delayed without obvious reasons and late payment from the buyer. The dispute solution taken by both parties was the deliberation and consensus prioritizing their mutual rather than personal interest that the solution taken can be accepted by and satisfied both parties, the dispute can be avoided and the agreement will last to its date of expiry.

Keywords: Cooperation Agreement, Trading, Oil-Palm, Fresh Fruit Bunch, PTPN I, PT.BSL


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Antara PTPN I DAN PT. Bagun Sempurna Lestari (BSL).Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar BapakProf. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Pembimbing utama penulis, BapakDr. Mahmul Siregar, SH, MHum, selaku Pembimbing II penulis, Ibu Notaris PPAT Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, kepada komisi penguji yang terhormat dan amat terpelajar BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum,yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Dalam kesempatan ini penulis juga dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan kesempatan dan


(9)

iv

fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulis Tesis ini. 4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada AyahandaH. M. Ali Hasan, SH, M.Hum dan Ibunda Hj. Nur Asmaini, yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis, serta kepada kakanda tercintaDiana Hensyah, AMd. Ak, dan adikku tersayangFitriyah Dewi, ST, yang selalu memberikan motivasi, cinta dan kasih saying kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada para sahabat Agung, Nisa, Bang Jhon, Bang Ade, Kak Mimi, Bang Azam, Kak Sri Pinem, Bang Zulkarnain Lubis, Hendra, Aiz, Winston, Kak Artha, Lexon, Taufiq. Bang Dody Safnul, juga kepada Staf bagian Pendidikan Magister Kenotariatan USU, Sari, Bu Fatimah, Lisa, Winda, Afni, Bang Iken, Bang Aldy dan Bang Rizal, yang selama ini telah memberikan semangat dan doa restu serta kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(10)

v

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, April 2012 Penulis,


(11)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Mohammad Fahroji

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl.Lahir : Medan / 25 Mei 1987

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Matahari Raya Blok VI No. 7 Medan No. Hp : 081362167000 / 087868199045

II. PENDIDIKAN

SD : SD Negeri No.064021 Medan

SMP : SMP Negeri 18 Medan

SMA : SMA Kartika 1 – 2 Medan

S1 : Fakultas Hukum UISU

S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU


(12)

vii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian... 13

F. Kerangka Konsep ... 14

1. Kerangka Teori... 14

2. Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian... 28

BAB II. HAK KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA JUAL BELI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT ANTARA PTPN I DAN PT BANGUN SEMPURNA LESTARI (BSL) ... 32

A. Ketentuan Umum tentang Jual Beli ... 32

B. Struktur dan Anatomi Perjanjian Jual Beli Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit PTPN I dan PT Bangun Sempurna Lestari (BSL)... 39

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Perjanjian Kerjasama Jual Beli TBS Kelapa Sawit Antara PTPN I dan PT BSL ... 51


(13)

viii

BAB III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENIMBULKAN

PERSELISIHAN DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TBS KELAPA SAWIT ANTARA

PTPN I DAN PT. BSL ... 56

A. Bentuk awal Akta Perjanjian Kerjasama Jual Beli TBS Kelapa Sawit Antara PTPN I dan PT. BSL……… 56

B. Prosedur Pelaksanaan Jual Beli TBS Kelapa Sawit antara PTPN I dan PT. BSL………. 60

C. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Perselisihan Dalam Praktak pelaksanaan Perjanjian Jual Beli TBS Kelapa Sawit antara PTPN I dan PT. BSL………... 64

BAB IV. PROSEDUR PENYELESAIAN HUKUM PELAKSANAAN KERJASAMA JUAL BELI TBS KELAPA SAWIT APABILA TERJADI PERSELISIHAN ANTARA PTPN I DAN PT.BSL 70 A. Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian ... 70

B. Kegagalan Pemenuhan Kewajiban Perjanjian Kerjasama Jual Beli TBS Kelapa Sawit Antara PTPN I dan PT. BSL sebagi Sumber Perselisihan ... 78

C. Prosedur Hukum Penyelesaian Perselisihan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Jual Beli TBS Kelapa Sawit Antara PTPN I dan PT. BSL ... 93

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN


(14)

ix

DAFTAR TABEL


(15)

x

DAFTAR SINGKATAN

TBS : Tandan Buah Segar

PTPN I : Perseroan Terbatas Perkebunan Negara 1 BSL : Bangun Sempurna Lestari

BW : Burgerlijk Wetboek / Kitab Undang-Undang Hukum Perdata MARI : Mahkamah Agung Republik Indonesia

NBW : Nieuw Burgerlijk Wetboek SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung

UPICC : Unification Principle Of International Commercial Contracts ADR : Alternative Dispute Resolution

SPH : Surat Pengantar Hasil PKS : Pabrik Kelapa Sawit

ELIPS : Economic Law Institutional and Profesional Strengthening


(16)

i ABSTRAK

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, termasuk dalam perjanjian bernama (nominaat/benoemde) yang diatur dalam BUKU III KUH Perdata, Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Perikatan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak disebut sebagai penjual dan dipihak lain dinamakan sebagai pembeli. Kesepakatan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut dituangkan kedalam suatu akta perjanjian di bawah tangan yang di tandatangani oleh masing-masing pihak dengan nomor akta perjanjian 01.8/X/SJAN/087/2011 yang berisi 9 (sembilan) klausul pasal perjanjian. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi hak dan kewajiban para pihak, faktor-faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian, dan penyelesaian hukum yang ditempuh oleh para pihak apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasam jual beli TBS kelapa sawit tersebut.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana analisa data didasarkan pada teori hukum yang bersifat umum, diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisis permasalahan yang ada untuk kemudian ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder yang selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis data secara kualitatif membahas permasalahan berdasarkan akta perjanjian kerjasama jual beli yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata (BW) dengan metode deduktif. Uraian hasil analisa di diskrisikan secara kualitatif dengan menggunakan gambaran baru atau mengikatkan gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak dalam pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian dan juga didasarkan kepada aturan hukum yang terdapat dalam KUH Perdata (BW) khususnya ketentuan tentang perjanjian jual beli. Disamping itu pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut menimbulkan pula sejumlah masalah/konflik yang dapat mengancam kesinambungan perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak diantaranya adalah objek perjanjian yang diperjual belikan tidak sesuai dengan kriteria yang disepakati, keterlambatan pengiriman objek perjanjian jual beli tanpa alas an yang jelas dan keterlambatan pembayaran dari pihak pembeli. Solusi penyelesaian masalah yang ditempuh oleh para pihak adalah dengan cara musyawarah mufakat dinatara kedua belah pihak dengan lebih mengutamakan kepentingan bersama dari para pihak daripada kepentingan pribadi dan masing-masing pihak. Hal ini dilakukan agar diperoleh solusi yang dapat diterima dan memuaskan para pihak sehingga perselisihan dapat dihindari demi kelancaran kesinambungan perjanjian sampai pada akhir jangka waktunya.


(17)

ii

ABSTRACT

Cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading is included in the agreement called (nominaat/benoemde) regulated in the Book III of Indonesian Civil Codes. The Article 1457 of the Indonesian Civil Codes states that trading is an agreement in which one party bound him/herself to submit a property/item and the other party promises to pay for the price which has been agreed by both parties. This trading engagement shows that one party is called the seller and the other is called the buyer. The deal of oil-palm fresh fruit bunch trading cooperation agreement is stated in an underhanded agreement deed/act No. 01.8/X/SJAN/087/2011containing 9 (nine) clauses of agreement articles and the deed was signed by each party. The problem discussed in this study including the right and responsibility of each party, the factors may create dispute in the agreement implementation, and legal solution taken by the parties involved if dispute occurs in the implementation of cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading.

The data analysis conducted in this descriptive analytical normative juridical study was based on the general legal theory which was applied to describe the other sets of data. The approach employed in this study was to describe and analyze the existing problems. The primary and secondary data obtained were evaluated and qualitatively analyzed and based on the trading cooperation agreement deed found in the Book III of the Indonesian Civil Codes, the research problems were discussed through deductive method. The result of analysis was qualitatively described through new description or the existing one in answering the problems, drawing a conclusion and making useful suggestion.

Cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading between PTPN I and PT. BAGUN SEMPURNA LESTARI (BSL) has created right and responsibility between the parties involved in implementing the agreement in accordance with the deal or agreement stated in the agreement deed based on the rule of law stated in the Indonesian Civil Codes especially the one on trading agreement. In addition, the implementation of the cooperation agreement of oil-palm fresh fruit bunch trading also created a number of disputes that can threaten the sustainability of the cooperation agreement between both parties such as the object of agreement traded did not meet the criteria agreed, the delivery of object delayed without obvious reasons and late payment from the buyer. The dispute solution taken by both parties was the deliberation and consensus prioritizing their mutual rather than personal interest that the solution taken can be accepted by and satisfied both parties, the dispute can be avoided and the agreement will last to its date of expiry.

Keywords: Cooperation Agreement, Trading, Oil-Palm, Fresh Fruit Bunch, PTPN I, PT.BSL


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanaman Kelapa Sawit merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia dengan sistem perkebunan oleh perusahaan-perusahaan besar baik oleh perusahaan Pemerintah yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara maupun Perusahaan Milik Swasta. Bahkan masyarakat pun banyak bertanam kelapa sawit secara kecil-kecilan. Hal ini disebabkan karena tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan merupakan penghasil minyak nabati yang paling banyak digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia. Hasil utama tanaman Kelapa Sawit adalah minyak sawit atau yang sering disebut dengan istilah Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit (palm karnel oil/PKO). Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi, bahkan minyak kelapa sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar1.

Hasil panen dari kebun kelapa sawit merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sawit yang bermutu tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini berlangsung cukup panjang dimulai dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik

1Rahmad Mulyadi,Pembudidayaan Kelapa Sawit dan Pemasarannya,Media Tani, Jakarta,


(19)

pengolahan sampai menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya. Hasil olahan utama TBS pada pabrik pengolahan adalah :2

1. Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan dan daging buah. 2. Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.

TBS yang baru di panen harus segera diangkut ke pabrik untuk dapat segera diolah. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan atau akan menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi sehingga banyak berpengaruh tidak baik terhadap kwalitas minyak yang dihasilkan.3 Salah satu upaya untuk menghindarkan terbentuknya asam lemak bebas adalah pengangkutan dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dengan menggunakan alat angkut yang baik seperti lori, traktor gandengan atau truk. Sebaliknya dipilih alat angkut yang besar, cepat dan tidak terlalu banyak membuat goncangan selama dalam perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah tidak terlalu banyak. TBS yang sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat mungkin masuk pengolahan tahap pertama agar gradasi dapat ditekan sekecil mungkin. Tahap pengolahan pertama kelapa sawit adalah tahap perebusan buah kelapa sawit atau yang lazim disebut dengan tahap sterilisasi tandan buah. Perebusan buah digilir sesuai dengan waktu penerimaan TBS dari kebun. Perebusan TBS dilakukan dengan menginjeksikan uap panas ke tandan-tandan buah segar selama 1 (satu) jam atau

2

Lukas Hariadi,Pedoman Bertanam Kelapa Sawit,Yrama Widya, Jakarta, 2009, hal 16. 3

Sukirno Hardjo Diyono, Pengolahan Hasil Panen dan Pemasaran Kelapa Sawit, Bina Bandung, 2007, hal 29.


(20)

bergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya tujuan perebusan TBS ini antara lain adalah.4

1. Menghancurkan enzim-enzim lipolitik yang dapat menghambat peningkatan kadar ALB (Asam Lemak Bebas) secara konstruksi.

2. Melonggarkan buah dari tandan dan memudahkan pelepasan buah selama proses pemilihan buah.

3. Memudahkan pelumatan agar minyak lebih mudah dibebaskan selama pemerasan.

4. Mengerutkan inti, sehingga mudah dipisahkan dari cangkang.

5. Mengumpulkan perekat protein untuk memudahkan pemisahan minyak.

Di Indonesia perkebunan besar kelapa sawit milik Negara maupun milik Swasta umumnya terdapat di pulau Sumatera antara lain PTPN I yang berkantor pusat di Langsa, PTPN II yang berkantor pusat di Tanjung Morawa, PTPN III dan PTPN IV yang berkantor pusat di Medan, Torganda berkedudukan di Pekan Baru, London Sumatera (Lonsum) berkedudukan di Medan.

Perkebunan-perkebunan kelapa sawit baik milik Negara maupun milik Swasta tersebut, masing-masing memiliki pabrik pengolahannya sendiri, dan apabila perkebunan tersebut tidak memiliki pabrik pengolahan sendiri, maka perkebunan tersebut wajib menjalin kerja sama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit milik pihak lain, agar apabila kelapa sawit tersebut telah memasuki masa panen dapat

4Tjitro Soedirjo Utomo,Pengolahan Buah Kelapa Sawit,Dewa Kucci Press, Jakarta, 2008,


(21)

langsung diangkut ke pabrik pengolahan kelapa sawit terdekat, mengingat buah kelapa sawit tidak boleh terlalu lama disimpan karena akan cepat mengurangi kualitas buahnya atau dapat membusuk. Oleh karena itu setiap perkebunan kelapa sawit baik milik Negara maupun milik Swasta harus terlebih dahulu mempersiapkan pabrik pengolahan kelapa sawit sendiri, maupun menjalin kerja sama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit milik pihak lain, sebelum masa panen tiba. Tidak semua perusahaan kelapa sawit wajib memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sendiri. Bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan sendiri dapat menjalin hubungan kerjasama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit milik pihak lain yang berada dilokasi terdekat dengan areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan tersebut. Hal ini untuk memudahkan pengiriman produksi agar buah kelapa sawit dapat terjaga kwalitasnya.

Dalam penelitian ini perkebunan yang akan dibahas dalam perjanjian kerja sama jual beli kelapa sawit adalah PT. Persero Perkebunan Nusantara (PTPN I) yang berkantor pusat di jalan Kebun Baru Langsa Kebun Aceh Timur. PTPN I merupakan konsolidasi BUMN Perkebunan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 Tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 yang dikukuhkan dengan akta pendirian Nomor 34, Tanggal 11 Maret 1996 oleh Notaris Harun Kamil, di Jakarta dengan modal dasar perseroan sebesar Rp 400 miliar, yang kemudian telah dilakukan perubahan anggaran dasar PTPN I oleh Notaris Syafnil Gani di Medan dan telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU 80120 AH.01.02, Tahun 2008, tanggal 31 Oktober 2008 (sesuai dengan yang tertulis dalam


(22)

compagnie profile PTPN I). PTPN I mengelola 2 (dua) komoditi, kelapa sawit dan karet secara efisien dan ekonomis berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Luas area lahan yang digunakan untuk penanaman kelapa sawit adalah 41.882 hektar yang dikelola sendiri oleh PTPN I. PTPN I merupakan gabungan dari PTPN V dan PTPN IX berdasarkan peraturan pemerintah No. 6 tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 dalam rangka efektivitas dan efisiensi PTPN. Program pengembangan areal perkebunan kelapa sawit bersinergi dengan BUMN perkebunan lainnya dengan pola pengembangan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pola PIR ini akan diarahkan pada Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I di wilayah Aceh Timur Selatan dan pelepasan lahan masyarakat di wilayah Aceh. Strategi perusahaan untuk menghasilkan nilai tambah (add value) PTPN I melakukan kerja sama melalui pendirian anak perusahaan dengan mitra strategi terhadap beberapa bidang usaha5. 1. Pembangunan pabrik pupuk organik dengan PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM),

(Perjanjian kerja sama telah ditandatangani).

2. Pembangunan Refineny Plant (Pabrik minyak goreng) di pabrik kelapa sawit (PKS) Tanjung Seumantoh.

3. Pembangunan Power Plant dengan bahan tandan kosong dan Cangkang kelapa sawit.

4. Pembangunan Pabrik kayu lapis kelapa sawit (Eco Plywood) dengan PT In hutani IV (Persero) dengan memanfaatkan batang kelapa sawitex replanting.


(23)

Sebagai produsen kelapa sawit dalam jumlah yang besar, PTPN I dalam memasarkan produknya menjalin hubungan kerja sama yang berkesinambungan dengan Pabrik Pengolahan Kelapa sawit yang berdekatan dengan areal penanaman kelapa sawit tersebut. Hal ini untuk memudahkan dan mempercepat proses pengangkutan buah kelapa sawit yang telah panen tersebut ke pabrik pengolahan sehingga kualitas buah yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik. Disamping itu pemilihan pabrik pengolahan kelapa sawit yang terdekat dengan areal penanaman juga di maksudkan untuk melakukan efisiensi dari segi biaya pengangkutannya. Pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimaksud adalah PT. Bangun Sempurna Lestari sebuah perusahaan pengolahan kelapa sawit Swasta Murni yang berlokasi di Desa Sikalondang, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulul Salam, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dengan luas pabrik 101 hektar. PT. Bangun Sempurna Lestari didirikan sesuai akta Notaris Nomor 12 Tanggal 5 Juli 2000 oleh Notaris Jhon Langsung di Medan dan Berita Acara Nomor 56 Tanggal 111 Tanggal 17 Juli 2004 dan Berita Acara Nomor 56 Tanggal 9 April 2008 dengan Surat Keputusan (SK) Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-48640.AH.0102 tahun 2008 tentang persetujuan Akta Perusahaan Anggaran Dasar PT. Bangun Sempurna Lestari. Pabrik minyak kelapa sawit PT. Bangun Sempurna Lestari melakukan pengolahan berdasarkan izin pengolahan dari Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Nomor 525/P2TSP/794/2008 dengan kapasitas 20


(24)

ton TBS/Jam dan bahan bakunya diperoleh dari PTPN I dan juga dari kebun-kebun masyarakat daerah Subulussalam sekitarnya.6

Perjanjian kerja sama antara PT.Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Persero dan PT. Bangun Sempurna Lestari dilakukan secara berkesinambungan sehingga menjadi suatu Perjanjian Kerja sama dalam pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS) dimana PTPN I sebagai penjual dan PT.Bangun Sempurna Lestari sebagai pembeli TBS.

Budi Daya Kelapa sawit dari mulai penanaman bibit sampai dengan menghasilkan buah pasir mencapai jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun lamanya. Dari fase buah pasir sampai dapat dipanen mencapai jangka waktu 3 (tiga) bulan. Dan sejak fase panen perdana sampai panen selanjutnya dapat mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun lamanya, dengan jangka waktu panen satu kali dalam dua minggu dan dua kali dalam sebulan. Oleh karena masa panen yang terus berkelanjutan tersebut maka PTPN I dan PT. Bangun Sempurna Lestari juga menjalin kerja sama dalam perjanjian jual beli TBS yang berkesinambungan dalam jangka panjang, selama tanaman kelapa sawit tersebut masih dapat menghasilkan TBS. Perjanjian kerja sama jual beli TBS antara PTPN I sebagai penjual dibuat dalam suatu akta tertulis dibawah tangan yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak klausul-klausulnya. Dasar pertimbangan PTPN I sebagai penjual adalah karena PTPN I tidak memiliki PKS di Subulul Salam Nangroe Aceh Darussalam


(25)

sendiri dan PT. Bangun Sempurna Lestari merupakan PKS yang terdekat dengan areal perkebunan kelapa sawit milik PTPN I.

Pada perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I selaku penjual dengan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli diselenggarakan dalam periode jangka waktu berkesinambungan setiap 1 (satu) tahun untuk satu perjanjian. Sering timbul masalah dalam hal penetapan harga TBS kelapa sawit yang tidak menentu dan dipandang terlalu tinggi oleh PT. Bangun Sempurna Lestari. Oleh karena itu maka jangka waktu perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut ditetapkan jangka waktunya yaitu 1 (satu) tahun dan setelah itu perjanjian tersebut ditinjau kembali. Apabila harga per kilogram TBS kelapa sawit yang ditetapkan oleh PTPN I selaku penjual dipandang terlalu tinggi oleh PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli maka perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut tidak akan dilanjutkan oleh PT. Bangun Sempurna Lestari. Disamping itu PT. Bangun Sermpurna Lestari selaku pembeli menetapkan pula kriteria TBS kelapa sawit yang dipandang berkualitas dan layak beli. Apabila tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan tersebut maka perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit itu tidak dapat dilanjutkan pelaksanaanya oleh PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli.

Permasalahan harga dan kualitas produk TBS kelapa sawit yang diperjual belikan oleh kedua belah pihak merupakan suatu permasalahan yang sangat esensial diperhatikan agar pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit


(26)

tersebut dapat berlangsung secara konsisten, dan tidak terancam batal atau tidak dapat dilanjutkan.

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan tentang Syarat-Syarat sahnya suatu perjanjian antara lain adalah:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas merupakan landasan hukum bagi legalitas dan suatu perjanjian apapun bentuk dan jenis perjanjian tersebut. Yang dimaksud dengan sepakat antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian adalah suatu kesepakatan atas dasar suka sama suka tanpa adanya pelaksanaan ataupun tekanan dari pihak manapun juga: kecakapan para pihak yang membuat perjanjian dalam hal batas umum yang diterapkan undang-undang, kewenangan bertindak untuk membuat perjanjian tersebut. Hal yang diperjanjikan harus jelas dan tertentu dan objek yang diperjanjikan merupakan objek yang halal, legal dan tidak bertentangan dengan undang-undang.7 Tiap orang bebas membuat perjanjian apa saja dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) menyatakan untuk semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

7Salim HS,Hukum Kontrak (teori dan Teknik Penyusunan Kontrak),Sinar Grafika, Jakarta,


(27)

membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata ini menjadi dasar dari kebebasan membuat perjanjian bagi siapa saja yang akan mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian. Konsekuensi hukum dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut adalah bahwa setiap orang/pihak yang telah mengikatkan dirinya ke dalam suatu perjanjian harus mematuhi perjanjian tersebut karena telah berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang telah menandatanganinya.8 Demikian pula halnya dengan perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I (Persero) sebagai penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari sebagai pembeli, harus pula tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata sebagai landasan hukum sahnya suatu perjanjian. Apabila perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I (Persero) dengan PT. Bangun Sempurna Lestari telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka sejak saat kesepakatan dan penandatanganan tersebut, maka perjanjian itu telah berlaku sebagai undang-undang yang harus dipatuhi/ditaati oleh kedua belah pihak tanpa kecuali. Pengingkaran perjanjian tersebut oleh salah satu pihak akan mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum bagi pihak lain yang merasa diinginkan dengan pengikaran tersebut. Klausula dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit tersebut tidak lagi mempunyai dampak hukum apabila perjanjian tersebut telah berakhir, karena jangka waktunya atau karena diakhiri oleh para pihak atas dasar kesepakatan bersama.

8


(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara pihak PTPN I selaku penjual dan pihak PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli ?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan perselisihan dalam praktek pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara pihak PTPN I selaku penjual dan pihak PT.Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli ?

3. Bagaimana penyelesaian hukum yang ditempuh oleh para pihak apabila terjadi perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(29)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis hak dan kewajiban para pihak yakni PTPN I selaku penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang dapat menimbuhkan perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I selaku penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli

3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam penyelesaian perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I selaku penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbang saran dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum perjanjian pada khususnya, terutama mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, disamping itu juga dapat menjadi literatur dalam memperkaya khazanah dan kepustakaan serta perkembangan ilmu hukum bidang keperdataan dan kenotariatan di perguruan tinggi.


(30)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pihak yang melaksanakan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, agar para pihak lebih mengetahui dan memahami secara mendalam hak dan kewajiban para pihak sesuai prosedur hukum perjanjian jual beli yang terdapat dalam KUH Perdata dan juga memahami tata cara praktak pelaksanaan jual beli TBS kelapa sawit tersebut apabila terjadi perbedaan pendapat ataupun perselisihan antara kedua belah pihak dalam upaya mencari penyelesaian sesuai prosedur hukum yang berlaku pula. Kepada masyarakat pada umumnya, agar dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I selaku penjual dan PT.Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di perpustakaan Ilmu Magister hukum maupun pada perpustakaan Magister Kenotariatan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini. Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah kelapa sawit adalah sebagai berikut :

1. Faisal F.Napitupulu (NIM : 097005109); Peran POLRI dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit Ditinjau Dari Kebijakkan Kriminal (Criminal Policy), (studi kasus POLRES Asahan).


(31)

2. Nyak Ratna Sari (NIM: 047011053); Pelaksanaan Peralihan Atas Tanah Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan Inti Rakyat Cot Girek kabupaten Aceh Utara (Periode Tahun 1990-2006).

Substansi permasalahan yang dibahas didalam kedua penelitian tersebut di atas adalah berbeda pembahasannya dengan pembahasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teaori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.9 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati10. Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan(recht gewichtigheid), kemanfaatan dan kepastian hukum (rechtzekerheid).11 Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, untuk mencapai kedamaian hukum, harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan

9M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung 1994, hal 80.

10Lexy J Molloeng,Metodologi Penelitian Kuantitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,

hal 35.

11


(32)

setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai hukum yang berlaku dalam hal mewujudkan keadilan. 12 Menurut W.Friedman, suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.13

Pembahasan tentang hubungan perjanjian para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Perjanjian sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu dan lain pihak menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan yang dipelopori oleh Aristoteles. Keadilan menurut Aristoteles adalah suatu tindakan untuk memperlakukan setiap orang/pihak sebagai subjek hukum secara seimbang (proporsional) sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. 14 Didalam karya ilmiahnya yang berjudul “Nichomachean Ethics”, Aristoteles menjabarkan keadilan tersebut menjadi 3 (tiga) pengertian yaitu :

a. Keadilan distributif (distributive justice), yang mempunyai pengertian dimana semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil.

b. Keadilan retributif (retributive justice), dimana hak-hak dan keuntungan dibagi berdasarkan andil atau jasa-jasanya.

12

R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008. hal 57. 13

W. Friedman,Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus atas teori-teori hukum, diterjemahkan dari buku aslinya legal Theory terjemahan Muhammad.


(33)

c. Keadilan kompensatoris(compensatory justice), dimana hak-hak dan keuntungan dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya.

Dari beberapa pengertian tentang keadilan tersebut di atas, keadilan distributif dipandang sebagai awal mula segala jenis teori keadilan. Dinamika keadilan yang berkembang di masyarakat dalam telaah para ahli hukum pada umumnya berlandaskan pada teori keadilan distributif, meskipun dengan berbagai versi dan pandangan masing-masing, oleh karena itu dalam suatu perjanjian harus dilandasi pemikiran proporsional yang terkandung dalam keadilan distributif. Keadilan dalam melaksanakan perjanjian lebih termanifestasi apabila kepentingan para pihak terdistribusi sesui dengan hak dan kewajibannya secara proporsional.15

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan pasal 1864 KUH Perdata. Secara garis besar, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata adalah perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, kerja, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan istilah perjanjian nominaat. Di luar KUH Perdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti perjanjian Joint Venture, Produce Sharing, Learning, Franchise, perjanjian kerja sewa dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut unnonminaat yaitu perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktak kehidupan

15


(34)

masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun unnonminaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.16

Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka (open sistem) yang mengandung kebebasan untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata secara tegas menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan Pasal tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk :17 2. membuat atau tidak membuat perjanjian

2. mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya 4. menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau lisan.

Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata (Privat). Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (Self Limpoused Obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian murni menjadi tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perjanjian.18

Dalam suatu perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal dalam ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah, asas kebebasan berkontrak, asas

16

R. Subekti,Aneka Perjanjian,Citra Aditya Bakti, Bandung 1995, hal 29. 17

M. Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996, hal 43. 18


(35)

konsialisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian.19 Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa asas kebebasan berkontrak termaktub dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Kebebasan berkontrak juga ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu kesepakatan ini dibuat harus bersifat bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila diberikan berdasarkan kekuatan atau diperbolehnya dengan penipuan atau paksaan.20

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Asas kepastian hukum yang lazim disebut juga dengan asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Azas ini mensyaratkan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas itikad baik (good

19

Qirom A. Meliala, Pokok-pokok Hukum Perikatan beserta perkembangannya, Liberty Yogyakarta, 1985, hal 18.

20Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo


(36)

faith)tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian tersebut. Asas itikad baik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang objektif. Asas kepribadian (Rechtpersonality) merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan diri. Pernyataan kedua belah pihak yang memiliki kesesuaian inilah yang disebut dengan kesepakatan (konsensus)21. Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum. Penilaian terlarang dalam hal ini adalah apabila objek yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang terlarang, atau berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Peristiwa pengikatan diri kedalam satu perjanjian ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu berupa suatu perikatan yang mengandung janji atau

21


(37)

kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh para pihak yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.22

Dari rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua pihak atau lebih, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua berhak untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama.

Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan tentang orang-orang yang dipandang tidak cakap bertindak membuat perjanjian yaitu :

1. Orang yang belum dewasa sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 330 KUH Perdata yaitu mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin.

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan sebagaimana yang dinyatakan oleh Pasal 433 KUH Perdata yaitu mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dirinya sakit otak atau mata gelap atau terlalu boros, sehingga tidak mampu bertanggung jawab atas kepentingan sendiri karena itu dalam melakukan suatu perbuatan hukum mereka diwakili oleh pengampunya (curator).23

3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang pada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Hal ini termaktub dalam Pasal 1467 KUH

22

Munir Fuady,Hukum Kontrak,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 42. 23


(38)

Perdata bahwasannya antara suami isteri tidak diperbolehkan persetujuan jual beli Pasal 1678 KUH Perdata juga menentukan bahwa antara suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan dilarang mengadakan penghibahan. Namun ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah-hadiah atau pemberian benda-benda bergerak yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan penghibah.

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa, jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Perikatan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak disebut sebagai pembeli, sedangkan pihak yang lain dinamakan penjual. Yang dijanjikan oleh penjual adalah penyerahan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan oleh pihak lain adalah pembayaran harga yang telah disetujui, meskipun tidak ada disebut dalam suatu pasal dari KUH Perdata, namun sudah semestinya bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena jika berupa barang maka bukan jual beli yang terjadi tetapi tukar menukar yang diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik atas atas barang. Jadi bukan sekedar kekuasaan atau barang tersebut yang harus dilakukan adalah penyerahan (Levering) secara yuridis24. Penyerahan menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. Penyerahan barang bergerak, 2. Penyerahan barang tidak bergerak, 3. Penyerahan atas piutang atas nama. Barang-barang yang menjadi objek perjanjian harus cukup setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan

24


(39)

diserahkan hak miliknya kepada pembeli. KUH Perdata juga mengenal beberapa bentuk jual beli, misalnya jual beli yang dilakukan dengan percobaan, jual beli dengan contoh, jual beli dengan angsuran dan jual beli dengan hak membeli kembali. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian, perjanjian jual beli itu dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga barang. Pada saat kedua belah pihak setuju dengan barang yang diperjual belikan dan juga harga barang tersebut maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah, Pasal 1457 KUH Perdata dengan tegas menyatakan, jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang harga barang, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

Di dalam perjanjian jual beli dikenal dua subjek yaitu penjual dan pembeli atau produsen dan konsumen. Baik penjual maupun pembeli masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Pasal 1470 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1476 KUH Perdata adalah peraturan istimewa, karena peraturan tersebut tidak melarang jual beli pihak-pihak sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dalam persetujuan jual beli ada beberapa larangan jual beli terhadap beberapa orang, larangan jual beli tersebut antara lain berlaku terhadap :

1. Suami-isteri (pasal 1467 KUH Perdata)

2. Para Hakim, jaksa, Panitera, Jurusita, Notaris dilarang bertindak sebagai pembeli atas barang-barang yang menjadi pokok perkara yang sedang di sidangkan di muka pengadilan.


(40)

3. Pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak diperbolehkan membeli untuk dirinya sendiri atau orang-orang perantara, barang-barang yang dikuasai untuk dipelihara atau diurus oleh mereka (pasal 1469 KUH Perdata). Selain subjek jual beli, maka ada yang disebut juga dengan objek jual beli yaitu barang yang dijual atau dibeli.

Ada beberapa hal yang terpenting dalam objek jual beli yaitu : 1. Benda atau barang yang diperjual belikan

2. Harga barang yang menjadi objek jual beli 3. Memahami barang yang dijual

Pasal 1332 KUH Perdata menyatakan bahwa hanya barang-barang yang bisa diperagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan. Dengan demikian apa saja yang dapat dijadikan objek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan objek jual beli. Dengan ketentuan benda yang menjadi objek jual beli tersebut sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat, “maka jual beli dianggap sah”. Pasal 1513 KUH Perdata menyatakan bahwa pembeli wajib menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan barang, pembeli yang menolak untuk membayar harga barang berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata).

Pasal 1474 KUH Perdata menyatakan tentang kewajiban penjual yang terdiri dari 1. kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, 2. kewajiban memberi jaminan bahwa barang yang dijualnya itu tidaklah mempunyai sangkutan apapun, baik dalam bentuk tuntutan maupun pembebanan, Menurut Pasal


(41)

1476 KUH Perdata, ongkos penyerahan barang ditanggung oleh penjual sedangkan ongkos untuk datang mengambil barang tersebut dipikul oleh pembeli. Tapi tentu saja jika diperjanjikan secara lain oleh kedua belah pihak dapat menyimpang dari Pasal 1476 KUH Perdata tersebut.

Pasal 1491 KUH Perdata menyatakan tentang kewajiban penjual menjamin atau menanggung barang yang dijualnya dalam keadaan tentram dan damai dalam kekuasaan pemilikan pembeli, tanpa kemungkinan diganggu oleh gugatan siapapun juga menjamin bahwa barang tersebut tidak mempunyai cacat yang tersembunyi terhadap cacat yang mudah terlihat oleh mata awam penjual tidak bertanggung jawab. Pembeli bertanggung jawab sendiri atas suatu cacat dari barang yang mudah terlihat atau memang nyata terlihat. Resiko jaminan penjual terhadap cacat tersembunyi pembeli dapat mengajukan gugatan pembatalan jual beli, dengan prosedur menurut ketentuan Pasal 1508 KUH Perdata yaitu.25

1. Jika cacatnya memang dari awal telah diketahui oleh penjual, maka pihak penjual dalam hal ini berkewajiban mengembalikan harga kepada pembeli dengan menambah pembayaran ganti rugi atas ongkos kerugian serta bunga.

2. Jika cacatnya memang benar-benar tidak diketahui oleh pihak penjual, maka pihak penjual hanya berkewajiban untuk mengembalikan harga penjualan serta ongkos yang dikeluarkan pembeli sewaktu membeli dan waktu penyerahan barang.

25


(42)

3. jika barang yang dibeli musnah sebagai akibat cacat yang tersembunyi, maka pihak wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli.

Di dalam perjanjian kerja sama jual beli kelapa sawit antara PTPN I sebagai pihak penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari sebagai pihak pembeli maka ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1457 KUH Perdata tentang saat lahirnya jual beli, Pasal 1470 sampai dengan Pasal 1476 tentang syarat-syarat jual beli dan juga larangan terhadap pihak-pihak tertentu untuk mengadakan jual beli harus dipatuhi oleh para pihak dalam praktak pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Dalam hal terjadi kerja sama berkesinambungan atas pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit tersebut para pihak dapat mengatur praktak pelaksanaannya dalam klausul perjanjian, khususnya mengenai jangka waktu perjanjian kuantitas dan kualitas objek jual beli yang diperjanjikan dalam setiap tahap jual beli dan ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang kesinambungan pelaksanaan perjanjian jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit berkaitan dengan penentuan isi perjanjian jual beli TBS kelapa sawit, hendaknya dibedakan dengan causa (tujuan) perjanjian. Causa perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dihubungkan dengan Pasal 1335 Juncto Pasal 1337 KUH Perdata, diartikan sebagai tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak dalam hubungan perjanjian yang mereka buat, sedangkan isi perjanjian terkait dengan penentuan sifat serta luasnya hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan


(43)

perjanjian para pihak terkait dengan substansi hak dan kewajiban yang Saling dipertukarkan oleh para pihak.26

Pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan sukarela atau dengan itikad baik oleh masing-masing pihak. Namun dalam kenyataannya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak sering kali menimbulkan sengketa/perselisihan. Untuk itu diperlukan suatu pranata hukum untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Pola penyelesaian sengketa/perselisihan dalam bidang perjanjian dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian besar yaitu : 1. Melalui jalur musyawarah mufakat yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak 2. Melalui jalur mediasi dengan menggunakan mediator, atau melalui jalur alternatif

penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) 3. Melalui jalur Litigasi (Pengadilan)

2. Konsepsi

Konsep merupakan yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar, oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep menunjukkan salah satu dari hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum konsep adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran peneliti untuk keperluan analisis.27 Kerangka konsepsional

26

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial),Lambang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal 199.

27


(44)

mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum perjanjian jual beli.28

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari teori. Dalam suatu penelitian, konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan defenisi operasional, pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, oleh karena itu dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

1. Perjanjian kerja sama adalah suatu hubungan hukum antara PTPN I dengan PT. Bangun Sempurna Lestari dalam hal pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit secara berkesinambungan dalam suatu jangka waktu yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

2. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu (PTPN I) selaku penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan kepada pihak yang lain (PT. Bangun Sempurna Lestari) selaku pihak pembeli yakni berupa hak kebendaan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan pihak yang lain (PT. Bangun Sempurna Lestari) tersebut akan membayar harga benda/barang yang telah diserahkan oleh PTPN I sesuai harga yang disepakati bersama dalam perjanjian.

28

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal 7.


(45)

3. Tandan Buah Segar (TBS) adalah suatu istilah yang umum digunakan dalam penyebutan buah kelapa sawit yang telah dipanen dan sekaligus merupakan kualitas buah kelapa sawit yang masih segar/baik.

4. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah suatu bangunan pabrik yang digunakan untuk melakukan pengolahan terhadap buah kelapa sawit yang telah dipanen untuk dijadikan bahan baku pembuatan minyak crude palm oil (CPO), margarine, kosmetik, farmasi, dan juga bahan bakar.

5. Klausula perjanjian adalah butir perjanjian yang dibuat secara tertulis yang memuat syarat-syarat dan ketentuan pelaksanaan jual beli antara PTPN I dan PT. Bangun Sempurna Lestari yang merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak yang dibuat secara profesional, adil dan seimbang.

6. Perselisihan adalah suatu keadaan hukum dimana terjadi perbedaan pendapat (opini) antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit yang membutuhkan suatu penyelesaian secara hukum pula.

7. Wanprestasi adalah suatu keadaan hukum dimana salah satu pihak ingkar janji/cidera janji sehingga menimbulkan akibat hukum suatu kerugian kepada pihak lain yang terlibat didalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit tersebut.

8. Hak dan kewajiban adalah suatu keadaan hukum yang melahirkan prestasi di satu sisi dan kontraprestasi di sisi lain yang wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak yang terlibat didalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit tersebut.


(46)

G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya. Sifat dari penelitian ini adalah deskripsi analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini adalah diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari.

1. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah Kitab Undang-undang Hukm Perdata (KUH Perdata) dan perjanjian kerjasama antara PTPN 1 dengan PT. Bangun Sempurna Lestari.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian jual beli pada khususnya.


(47)

3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder (bahan hukum) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan(Library Research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu dalam penelitian ini juga dilakukan pengumpulan data primer dengan teknik wawancara, menggunakan pedoman wawancara terhadap pimpinan pemasaran PTPN I dan Kepala bagian pemasaran PT. Bangun Sempurna Lestasri yang dalam penelitian ini mempunyai kapasitas sebagai informan dan narasumber.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.29 Di dalam penelitian hukum normatif maka analisis pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut, untuk

29

Bambang Suggono, Metode Penelitian Huluan,raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 106.


(48)

memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.30 Sebelum analisis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder dan tertier) untuk mengetahui validitasnya, setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian itu dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum tertulis yang digunakan adalah klausul perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit , hukum perjanjian jual beli sebagaimana yang termuat dalam KUH Perdata, literatur-literatur dan karya ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini, yang dijadikan pedoman untuk menghasilkan jawaban yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode logika deduktif yaitu penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum (kaidah hukum yang terdapat dalam KUH Perdata) menuju hal-hal yang bersifat khusus (Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL.

30


(49)

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA JUAL BELI TANDAN BUAH SEGAR (TBS)

KELAPA SAWIT ANTARA PTPN I DAN PT BANGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

A. Ketentuan Umum tentang Jual Beli

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dari rumusan pasal 1457 KUH Perdata tersebut di atas, dapat diketahui beberapa hak dan kewajiban yang timbul akibat perjanjian jual beli tersebut bagi masing-masing pihak yakni pihak penjual dan pihak pembeli. Pihak penjual dalam hal ini berkewajiban menyerahkan kebendaan yang dimilikinya kepada pembeli dan pihak pembeli berkewajiban membayar harga kebendaan tersebut berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Pihak penjual berhak menerima sejumlah materi/uang dari pihak pembeli atas kewajiban pihak penjual yang telah menyerahkan kebendaan yang dimilikinya kepada pembeli, sedangkan pihak pembeli berhak menerima kebendaan berikut hak atas kebendaan tersebut dari pihak penjual dengan jaminan sepenuhnya dari penjual, bahwa kebendaan dan hak kebendaan yang diserahkan itu merupakan hak milik sepenuhnya dari penjual tersebut.31

31 Winanto,Asas Keadilan dalam Hukum Perjanjian berdasarkan KUH Perdata, Bina Cipta


(50)

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari sipenjual kepada sipembeli. KUH perdata BW mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tetap, dan barang tak bertubuh (piutang, penagihan, atau claim), maka menurut KUH Perdata BW juga ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing jenis barang tersebut yaitu: 1. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu. Hal

ini sesuai dengan Pasal 612 KUH Perdata yang berbunyi:

“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alas an hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”.

Dari ketentuan di atas dapat dilihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam suatu gudang, hal mana suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan apabila barangnya sudah berada didalam kekuasaan pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama traditio “brevi manu” yang berarti penyerahan dengan tangan pendek.

2. Untuk barang tetap (tidak bergerak) penyerahan dilakukan dengan perbuatan balik nama (overschrijving) di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 dihubungkan dengan pasal 620 KUH Perdata. Pasal 616 menyatakan bahwa:


(51)

“Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620”.

Pasal 620: “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpa hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan barada dan dengan membukukannya dalam register.”

Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat didalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor dari register yang bersangkutan.

3. Penyerahan barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cessie” sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata BW yang berbunyi:

“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tisp-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan menyerahkan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.

Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa sistem yang dianut oleh KUH Perdata mengenai pemindahan hak milik berlainan dengan sistem code civil Perancis karena menurut code civil Perancis hak milik sudah berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual beli. Penyerahan hanya merupakan suatu penyerahan kekuasaan


(52)

belaka, suatu perbuatan fisik yang dalam bahasa belanda disebut dengan feitelijke levering.

Pasal 1458 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Ketentuan pasal 1458 KUH Perdata ini menetapkan bahwa kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli dalam hal benda yang akan diperjual belikan dan juga harganya merupakan suatu pertanda yang sah secara hukum bahwa perjanjian jual beli tersebut dipandang telah terjadi, meskipun benda yang diperjual belikan belum diserahkan pihak penjual kepada pihak pembeli dan harga benda tersebut belum di bayar pihak pembeli kepada pihak penjual. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah suatu kesepakatan yang dinyatakan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang ditentukan baik secara lisan maupun secara tulisan.32

Pernyataan sepakat yang diberikan oleh para pihak secara lisan dalam suatu perjanjian jual beli tentunya harus didukung oleh alat bukti yang sah yakni saksi minimal 2 (dua) orang agar pemberian pernyataan kata sepakat tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pemberian pernyataan kata sepakat tersebut tidak didukung oleh saksi-saksi maka kedudukan hukum pernyataan sepakat yang diberikan secara lisan itu dipandang lemah apabila terjadi perselisihan

32 Herlien Budiono,Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,Citra Aditya


(53)

dikemudian hari. Oleh karena itu perjanjian jual beli sebaiknya dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis berupa akta yang didalamnya memuat kesepakatan dalam pelaksanaan jual beli suatu benda dan memuat segala hak dan kewajiban baik penjual maupun pembeli.

Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam bahasa Prancis disebut denganacte,sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah deed. Akta adalah surat atau tulisan yang berupa suatu dokumen formal.33 Menurut Abdullah Hasan akta adalah suatu pernyataan tertulis yang merupakan kehendak para pihak yang dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam pasal hukum.34

Dari defenisi yang disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa akta merupakan suatu surat/tulisan yang berisi pernyataan kehendak dari para pihak/orang yang berkepentingan dalam pembenaran tulisan/surat tersebut, pernyataan kehendak yang dibuat secara tertulis tersebut memuat klausul-klausul yang diberikan dengan perbuatan hukum dari orang/para pihak yang membuatnya. Dari segi jenisnya akta dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1. Akta dibawah tangan, 2. Akta otentik. Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat oleh orang/para pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum yang tertulis dalam akta tersebut dan orang/para pihak yang membuat akta tersebut bukan merupakan pejabat yang

33 Hadiyan Rusli,Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta,

1998, Hal 15.


(54)

berwenang membuat atau sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai hukum yang berkuasa/berwenang membuat akta tersebut ditempat di mana akta tersebut dibuatnya. Perjanjian jual beli dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan dapat pula di buat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta otentik perjanjian jual beli di buat oleh pejabat publik/umum dalam hal ini adalah seorang Notaris.35Akta autentik yang dibuat oleh notaris merupakan suatu alat bukti yang paling sempurna apabila terjadi perselisihan (perkara) di depan pengadilan.

Di dalam suatu perjanjian jual beli secara umum dikenal istilah resiko. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa musnahnya barang yang diperjual belikan di perjalanan karena alat pengangkut barang tersebut mengalami kecelakaan (karam) di tengah laut. Mengenai resiko dalam jual beli di dalam KUH Perdata (BW) diatur dalam pasal 1460, 1461 dan pasal 1462 KUH Perdata (BW). Pasal 1460 mengatur mengenai barang tertentu. Bahwa barang yang diperjual belikan tersebut, sejak saat pembelian (saat ditutupnya perjanjian jual beli) adalah atas tanggungan sipembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan pihak penjual berhak menuntut harganya.

35Erman Rajagukguk,Kontrak Dagang Internasional Dalam Praktak di Indonesia,UI Press,


(55)

Pasal 1460 KUH Perdata tersebut dinilai oleh para pengamat hukum perdata di Indonesia sebagai peraturan yang tidak memberi keadilan kepada pembeli. Pembeli dalam hal ini belum sempat memiliki lemari tersebut, karena sudah hancur terlebih dahulu dalam perjalanan, namun tetap diwajibkan membayar harga lemari tersebut.36 Karena dipandang tidak member keadilan kepada pembeli dalam suatu peristiwa jual beli, maka oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) dikeluarkanlah Surat Edaran No. 3 Tahun 1963 yang menyatakan pasal 1460 KUH Perdata tersebut tidak berlaku lagi.

Pasal 1461 dan 1462 KUH Perdata menyatakan bahwa resiko barang-barang yang diperjual belikan menuntut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundak sipenjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau diukur, sedangkan resiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukkan diletakkan kepada pundak pembeli. Barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada si pembeli baru dipisahkan dari barang-barang untuk di jual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran. Setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran tersebut, barang-barang tersebut dinyatakan dipisahkan dari barang-barang-barang-barang penjual lainnya dan dinyatakan disediakan untuk diserahkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli.37

36R. Subekti,Op Cit,hal 29. 37


(56)

Barang yang diperjual belikan menurut tumpukkan dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (in a deliverable state).

Mengenai barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu, sebelum dilakukan penimbangan, pengukuran atau penghitungan, resikonya diletakkan dipundak penjual, namun apabila setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran resiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli.

B. Struktur Dan Anatomi Perjanjian Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit PTPN I dan PT Bangun Sempuran Lestari (BSL)

Perjanjian jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I dan PT Bangun Sempurna Lestari (BSL) diberi judul : “Surat Perjanjian Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit Nomor 01.8/SJAN/087/2011, yang dibuat dan ditandatangani di Langsa oleh para pihak yakni oleh pihak PTPN I yang diwakili oleh Erwin Nasution selaku Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara I (Persero) sebagai pihak penjual dan Suluan Chairuddin selaku Direktur PT Bangun Sempurna Lestari sebagai pihak pembeli.

Kedua belah pihak baik pihak penjual dan pihak pembeli telah sepakat mengadakan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit berasal dari kebun Krueng milik PTPN I. Perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut diatas dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis di bawah tangan/akta di bawah tangan dalam 9 (Sembilan) pasal.


(1)

pengiriman kuantitas TBS kelapa sawit tidak sesuai dengan estimasi kuantitas minimal yaitu 30 ton per hari yag disepakati oleh PTPN I dan PT. BSL dalam perjanjian. Waktu pengiriman TBS kelapa sawit ke kantor PT. BSL setiap harinya sering mengalami keteralambatan dari batas waktu maksimal pukul 18.00 WIB. Pembayaran yang dilakukan oleh PT. BSL kepada PTPN I melalui transfer ke rekening PTPN I pada BNI Cabang Langsa mengalami keterlambatan tanpa alasan yang jelas dari pihak PT. BSL.

3. Penyelesaian yang ditempuh para pihak yaitu PTPN 1 dan PT. BSL dalam mengatasi perselisihan yang timbul pada praktek pelaksanaan jual beli TBS kelapa sawit adalah dengan cara musyawarah mufakat. Musyawarah dilaksanakan dalam suasan keterbukaan, keakraban, dan kekeluargaan dengan lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi demi kesinambungan pelaksanaan perjanjian. Solusi yang diambil apabila hasil produksi TBS kelapa sawit yang dikirim PTPN 1 tidak sesuai standar kualitas yang telah ditetapkan dalam perjanjian maka para pihak sepakat untuk berpedoman kembali kepada perjanjian yang telah disepakati. Pihak PTPN 1 dan pihak PT. BSL mengambil solusi jalan tengah (win-win solution) yaitu PT. BSL hanya akan membayar TBS kelapa sawit yang telah dikirim oleh PTPN 1 sesuai standar kualitas yang telah disepakati dalam perjanjian. TBS yang tidak memenuhi standar kualitas akan dikembalikan kepada PTPN 1 atau harganya akan dipotong 50% dari harga pasar. Sebaliknya apabila PT. BSl terlambat dalam melaksanakan pembayaran tagihan kepada pihak PTPN 1 maka untuk setiap satu


(2)

hari keterlambatan tersebut PT. BSL dan PTPN 1 sepakat untuk mengenakan denda sebesar 0,5% dari jumlah tagihan yang harus dibayar oleh PT. BSL pada akhir periode hari Rabu minggu berjalan.

B. Saran

1. Dalam klausula pengaturan hak dan kewajiban para pihak hendaknya diatur tentang sanksi yang dijatuhkan untuk setiap wanprestasi (ingkar janji) yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain. Sanksi tersebut hendaknya dijabarkan secara rinci dan tegas sehingga dapat lebih dipahami dan dipatuhi oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut. Disamping itu rangkaian kata dan istilah yang digunakan dalam perjanjian kerjasama ini hendaknya pula diberikan penjelasan yang lebih terperinci dan tegas sehingga tidak menimbulkan makna ganda (dubius) dalam penafsirannya. Hal ini untuk menyatukan pendapat dan pandangan para pihak dalam memaknai pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut.

2. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dalam pelaksanaan dan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL hendaknya diantisipasi sejak dini oleh kedua belah pihak sehingga tidak sampai membesar atau bahkan menimbulkan konflik yang dapat mengancam kesinambungan perjanjian kerjasama tersebut. Antisipasi dilakukan oleh petugas pelaksana petugas lapangan masing-masing pihak dengan menggunakan asas itikad baik dengan lebih


(3)

mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi. Dengan demikian pelaksanaan perjanjian dapat berkesinambungan sampai berlakunya jangka waktu perjanjian yang telah disepakati.

3. Penyelesaian hukum yang ditempuh dalam penyelesaian perselisihan yang terjadi dinatara para pihak (PTPN I dan PT.BSL) hendaknya dilaksanakan segera mungkin dengan cara musyawarah mufakat, tanpa harus menunggu permasaahan yang timbul menjadi lebih banyak dan berlarut-larut, hal ini untuk menghindarkan perselisihan yang semakin tajam bahkan menimbulkan konflik berkepanjangan yang dapat mengancam kesinambungan perjanjian kerjasama tersebut. Setiap muncul satu permasalahan yang dapat menjadi sumber perselisihan, segera diselesaikan dengan itikad baik oleh para pihak melalui jalur musyawarah mufakat, sebelum muncul permasalahan lainnya, sehingga permasalahan yang muncul tersebut tidak menjadi kompleks dan sulit diatasi oleh kedua belah pihak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Achmad, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian Filosofi dan Sosiologi), Gunung Agung, Jakarta, 2002

Andrea Fockema,Kamus Hukum,Bima Persada, Jakarta, 2001.

Anwar Muhammad, Musyawarah sebagai Solusi Pemecahan Masalah dalam Perselisihan Bisnis,media Kencana, Jakarta, 2007.

Badrulzaman Manan Darus et,al, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Bertens K,Etika Bisnis, Kanisius,Yogyakarta, 2000.

Budiono Hersen, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Dikoro Wirjono Prodjo,Asas Hukum Perdata,Sumur, Bandung, 1992.

Diyono Sukirno Hardjo, Pengolahan Hasil Panen dan Pemasaran Kelapa Sawit, Bina Bandung, 2007.

Friedman W., Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus atas teori-teori hukum, diterjemahkan dari buku aslinya legal Theory terjemahan Muhammad Arifin,Raja Grfindo Persada, Jakarta, 1993.

Fuady Munir,Hukum Perjanjian,Citra Aditya bakti, Bandung, 1999.

Gunawan Widjaja dan Kartini Mulyadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Hamidjojo Soetojo Prawirjo, Pengertian Itikad Baik “goer trouw”, Mitra Keadilan , Jakarta, 2000.

Hadiyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta, 1998.

Harahap M. Yahya,Hukum Acara Perdata,Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Hariadi Lukas,Pedoman Bertanam Kelapa Sawit,Yrama Widya, Jakarta, 2009.


(5)

Harahap M. Yahya,Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996. Hasan Abdullah,Perancangan Perjanjian,Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Hernoko Agus Yudha, Hukum Perjanjian (Asas Proposionalitas dalam Perjanjian Komersial),Lambang Mediatama, Yogyakarta, 2008.

HS Salim, Hukum Perjanjian (teori dan Teknik Penyusunan Perjanjian), Sinar Grafika, Jakarta, 2001.

Khairandy Muhammad Ridwan, Pelaksanaan Itikad Baik Dalam Suatu Kontrak KomersialMitra Kencana Media, Jakarta, 2007.

Lubis M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung 1994.

Mamora Sogar Y Si,Prinsip Hukum Perjanjian Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah (Disertasi), Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2005.

Marzuki Peter Mahmud, Batas-Batas Kebebasan Berperjanjian, citra Aditya Bakti, Bandung.

Molloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

Muhammad Abdul Kadir,Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1994.

Meliala Qirom A. Pokok-pokok Hukum Perikatan beserta perkembangannya, Liberty Yogyakarta, 1985.

Mulyadi Rahmad, Pembudidayaan kelapa sawit dan pemasarannya, Media Tani, Jakarta, 2009.

Mustama Rommy E., Win-win Solution Dalam Penyelesaian Permasalahan Bisnis, Pelita Ilmu, Yogyakarta, 2006.

Patric Purwahit,Dasar-dasar Hukum Perikatan,Mandar Maju, Bandung, 1994. Rajagukguk Erman, Perjanjian Dagang Internasional Dalam Praktak di Indonesia,


(6)

Rahardjo Sajipto,Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti Bandung, 1996. Setiawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan,Bina Cipta, Jakarta.

Shippney Karla C. Menyusun Perjanjian Bisnis Internasional , Ahli Bahasa Hesti Widyanungnum, PPM, Jakarta

Soeroso R.,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Sri Mamudji dan Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, 1995.

Subekti R.,Aneka Perjanjian,Citra Aditya Bakti, Bandung 1995. Suharnoko,Hukum Perjanjian,Citra Aditya Bakti, Bandung 2009. Suryodiningrat, RM.Asas-asas Hukum Perikatn,Resiko, Bandung, 1985.

Suggono Bambang,Metode Penelitian Huluan,raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Soekanto Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986.

Utomo Tjitro Soedirjo,Pengolahan Buah Kelapa Sawit, Dewa Kucci Press, Jakarta, 2008.

Wijaja IG. Ray, Merancang Perjanjian (Teori dan Praktak),Kesaint Blank, Jakarta, 2009.

Winanto,Asas Keadilan dalam Hukum Perjanjian berdasarkan KUH Perdata, Bina Cipta Jakarta, 2005.

Wibowo Basuki Rekso, Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan, Dian Citra, Jakarta, 2007.

Voumar,Pengantar Studi Hukum Perdata,Raja Grafindo Persada, Jakarta 1995. Zainuddin Muhammad, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Mitra Pengetahuan,