Sifat Pemesinan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)
SIFAT PEMESINAN
KAYU KEMIRI (Aleurites moluccana Willd)
Skripsi
Oleh:
HENDRA SITINJAK
031203001/ Teknologi Hasil Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Sifat Pemesinan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd). Nama : Hendra Sitinjak
Nim : 031203001
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Iwan Risnasari S.Hut, M.Si Evalina Herawati, S.Hut, M. Si NIP. 132 259 571 NIP. 132 303 840
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS. NIP. 132 287 853
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan-Sumatera Utara pada tanggal 17 Juli 1983
dari Ayah H. Sitinjak dan Ibu M. Br. Siagian. Penulis merupakan anak bungsu
dari empat bersaudara.
Tahun 1996 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN 066652 Medan,
pada tahun 1999-2002 penulis telah menyelesaikan tugas studi tingkat pertama di
SLTP Negeri 18 Medan dan tingkat menengah di SMU Markus Medan. Pada
tahun yang sama setelah menyelesaikan sekolah menengah penulis sempat kuliah
di STMIK Sisingamangaraja XII jurusan Managemen Informatika Komputer dan
setahun kemudian penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis lulus pada Program Studi
Teknologi Hasil Hutan Departemen kehutanan Fakultas Pertanian.
Selama masa perkuliahan penulis melaksanakan P3H di hutan pegunungan
tinggi Taman Wisata Alam Tongkoh dan hutan mangrove di Bandar Kalipah.
Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp
Lestari Tbk sektor Tele, Tobasa, Sumatera Utara. Penulis melaksanakan penelitian
dengan judul ”Sifat Pemesinan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)”
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang maha Esa yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam skripsi ini ialah “Sifat Pemesinan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)”.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi penulis banyak mendapat bantuan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarnya kepada:
1. Ibu Iwan Risnasari S.Hut, M.Si dan ibu Evalina Herawati S. Hut, M.Si selaku Komisi Pembimbing, serta bapak Rudi Hartono S.Hut, M.Si dan bang Kurniawansyah Effendi, S. Hut yang dulunya menjadi komisi pembimbing penulis, yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengoreksi, memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen. 3. Ayahanda dan Ibundaku, terima kasih untuk segalanya, kasih sayang,
perlindungan dan dukungan yang ayahanda dan ibunda berikan kepada ananda tidak mungkin sanggup tertuliskan dengan kata-kata.
4. Ketiga abangku, abang Benny Sitinjak, abang Praka Felix Sitinjak & abang Raymon S.H, terima kasih untuk support kalian, kalian adalah abang terhebat dan terbaik yang pernah kukenal dan sumber inspirasi yang tidak pernah ada habisnya.
5. Sahabatku Oki, Yuli, terima kasih buat persahabatan kita selama hampir 2 tahun, apapun dan bagaimanapun keadaannya.
6. Senop, terima kasih atas sumbangan semangatnya yang tidak pernah padam membuat penulis mampu melewati semua dengan kata ‘lewat semua’. Ketiga temanku Sundari, Deddi & Budi makasih atas bantuannya
hunting kayu.
7. Rekan-rekan PKL di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk., Yuli, Charis, Sundari, Sumardi, Cut Nataria, sudah menjadi keluargaku yang baik di sana.
(5)
8. Memes terima kasih atas bantuannya keindustri, dan Kiki terima kasih atas pengarahan yang telah diberikan serta semua teman-teman THH, BDH dan MNH 03 yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Oleh sebab itu untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan saran dan kritikannya. Terima kasih.
Medan, Oktober 2007
(6)
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Kayu Kemiri (Aleuritesmoluccana Willd )... 4
Botani Kayu Kemiri ... 4
Sifat Anatomis Kayu Kemiri ... 6
Sifat Kimia dan Keawetan Kayu Kemiri ... 7
Kegunaan Kayu Kemiri ... 7
Syarat Tumbuh Tanaman Kemiri ... 8
Pengerjaan Kayu ... 11
Mesin-mesin Pengerjaan Kayu ... 12
Cacat-cacat Pemesinan Kayu ... 13
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengerjaan Kayu ... 14
Pemesinan Kayu ... 18
Kualitas Pemesinan ... 19
METODOLOGI Waktu dan Tempat ... 22
Alat dan Bahan ... 22
Prosedur Penelitian ... 23
Pembuatan Contoh Uji ... 23
Pengujian ... 24
Analisa Data ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerutan (Planing) ... 27
Pembentukan (Shaving) ... 32
Pengeboran (Boring) ... 35
Pembuatan Alur (Routing) ... 37
(7)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
(8)
DAFTAR TABEL
Hal
1. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan ... 21
2. Spesifikasi Mesin Pengerjaan Kayu ... 22
3. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Penyerutan ... 27
4. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pembentukan ... 32
5. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pengeboran ... 34
6. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas cacat pada Proses
Pembuatan Alur... 36
7. Persentase Rata-rata Permukaan bebas cacat pada Proses
(9)
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Pola Pemotongan Contoh Uji (ASTM D 1666-99) ... 23
2. Hasil Penyerutan Kayu Kemiri ... 28
3. Cacat Serat Terserpih pada Penyerutan Kayu Kemiri ... 28
4. Cacat Tanda Serpih Hasil Proses Penyerutan pada Kayu Kemiri ... 30
5. Cacat Bulu Halus Hasil Proses Penyerutan Kayu Kemiri ... 31
6. Hasil Pembentukan pada Kayu Kemiri ... 33
7. Cacat Serat Tersepih Hasil Proses Pembentukan Kayu Kemiri ... 33
8. Hasil Pengeboran Kayu Kemiri ... 36
9. Cacat Serat Tersobek Hasil Pengeboran pada Kayu Kemiri ... 36
10. Hasil Pembuatan Alur pada Kayu Kemiri ... 39
11. Cacat Bulu Halus Hasil Proses Pembuatan Alur pada Kayu Kemiri .... 39
12. Cacat Serat Terangkat Hasil Pembuatan Alur pada Kayu Kemiri ... 40
13. Hasil Pengampelasan pada Kayu Kemiri... 41
13. Cacat Bulu Halus Hasil Pengampelasan pada Kayu Kemiri ... 41
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Hal 1. Kerapatan dan Kadar Air Contoh Uji Kayu Kemiri... 46
2. Persentase Permukaan Contoh Uji Pada Proses Penyerutan
Kayu Kemiri ... 47
3. Persentase Permukaan Contoh Uji Pada Proses Pembentukan
Kayu Kemiri ... 48
4. Persentase Permukaan Contoh Uji Pada Proses Pengeboran
Kayu Kemiri ... 49
5. Persentase Permukaan Contoh Uji Pada Proses Pembuatan Alur
Kayu Kemiri ... 50
6. Persentase Permukaan Contoh Uji Pada Proses Pengampelasan
Kayu Kemiri ... 51
7. Gambar Hasil Pengujian Sifat Pemesinan Kayu Kemiri serta
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam dan merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan
teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh
bahan-bahan lain. Kayu juga dapat diartikan sesuatu bahan, yang diperoleh dari
hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon
tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat
dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan, baik bentuk kayu pertukangan,
kayu industri maupun kayu bakar (Dumanauw, 1990).
Kebutuhan manusia akan kayu banyak penggunaannya, diantaranya sebagai
komponen struktur rumah, jembatan, peralatan rumah tangga, alat-alat olah raga,
komponen kapal serta komponen peralatan kesenian. Di Indonesia tumbuh lebih
kurang 4.000 jenis pohon. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan sudah
menyimpan contoh kayu kurang lebih 3323 jenis pohon yang mencakup 785
marga dari 106 suku. Pohon yang kayunya dikenal sampai saat ini diperkirakan
400 jenis, tercakup dalam 198 marga dan 68 suku (Mandang dan Pandit, 1997).
Pemanfaatan kayu oleh masyarakat sampai sekarang pada umumnya
terbatas pada kayu dari spesies yang telah dikenal dan berkualitas tinggi.
Kayu-kayu yang memiliki kelas kuat dan kelas awet tinggi atau sifat-sifat pengerjaan
kayu yang sangat baik seperti kayu jati, meranti, pinus, rengas, kempas dan
(12)
dan meubel. Padahal pasokan kayu dan ketersediaannya semakin berkurang dan
sulit untuk didapatkan (Rachman dan Balfas, 1986).
Haygreen dan Bowyer (1996) menambahkan bahwa kebutuhan kayu
olahan sebagai kontruksi selalu meningkat, namun ketersediaan kayu gergajian
bermutu baik dan ukuran yang relatif besar semakin langka ditemui di pasaran
disebabkan menipisnya produksi kayu dari hutan alam. Diperkirakan potensi kayu
dan luas hutan alam di Indonesia semakin menyusut serta diameter kayu semakin
kecil. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya daya dukung hutan tidak dapat
memenuhi kebutuhan kayu karena potensi hutan yang terus berkurang.
Pemanfaatan kayu dari spesies yang kurang dikenal (lesser known spesies)
dan berkualitas rendah merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah
tersebut. Pemanfaatan kayu ini tentu harus didasarkan pada kualitas yang sesuai
dan seimbang dengan kayu yang memiliki kelas kuat dan kelas awet sehingga
pemanfaatannya dapat optimal dan sesuai dengan penggunaannya (Rachman dan
Balfas, 1986).
Kemiri (Aleurites moluccana Willd) merupakan tanaman buah yang
mempunyai potensi yang cukup besar, dimana sampai saat ini ada beberapa
daerah yang dicadangkan untuk penanaman kemiri antara lain di daerah Aceh
(1.000 ha), Sumatera Selatan (16.000 ha), Jambi (5.000 ha), Bengkulu (3.000 ha),
Kalimantan Timur (5.000 ha), Kalimantan Selatan (500 ha), Kalimantan Tengah
(1.000 ha), Nusa Tenggara Timur (3.000 ha), Nusa Tenggara Barat (1.500 ha),
Irian Jaya (1.000 ha), dan Timor Timur (15.000 ha). Sedangkan di Jawa dan Bali,
(13)
Diprioritaskan untuk reboisasi karena lingkungan perakaran yang luas dan dalam
tajuk yang rimbun dapat menekan pertumbuhan alang-alang (Paimin, 1997).
Dengan potensi yang cukup besar tersebut, kayu kemiri tentu saja dapat
dimanfaatkan untuk industri perkayuan. Untuk dapat dimanfaatkan, kayu kemiri
harus memiliki sifat dasar yang memudahkan dalam pengerjaannya. Salah satu
sifat tersebut adalah kemudahan untuk dikerjakan dengan mesin (sifat pemesinan
kayu).
Mesin-mesin pengerjaan yang biasanya dipakai oleh industri perkayuan
adalah mesin pemotong, mesin pengampelas dan mesin penyerutan. Dengan
mesin-mesin tersebut, kayu yang awalnya dalam bentuk log dapat dijadikan
sebagai papan. Papan sebagai bahan setengah jadi dapat dibentuk lagi menjadi
bahan jadi seperti kusen pintu, kusen jendela, meubel dan lain-lain. Untuk
mendapatkan kualitas hasil pengerjaan yang baik, kualitas bahan baku yang
dikerjakan juga harus baik. Atas dasar pemikiran tersebut, maka dilakukanlah
penelitian dengan judul ”Sifat Pemesinan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana
(14)
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat
pemesinan kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd).
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai
sifat-sifat pemesinan kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd) sebagai alternatif bagi
(15)
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)
Botani Kemiri
Berdasarkan penggolongan jenis tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman
kemiri termasuk famili Euphorbiaceae. Secara sistematis klasifikasi tanaman
kemiri adalah divisi Spermatophyta; subdivisi Angiospermae; kelas
Dicotyledonae; ordo Archichlamydae; famili Euphorbiaceae; genus Aleurites;
spesies Aleurites sp (Paimin, 1997). Ketinggiannya dapat mencapai 40 meter dan
diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1,25 meter. Daunnya selalu hijau
sepanjang tahun dan tajuknya sangat rindang (Sunanto, 1994).
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) bukanlah merupakan
tanaman manja karena cukup toleran terhadap berbagai tipe tanah dan iklim.
Bahkan, ditempat yang berpasir dengan unsur hara yang minim, di tanah berbatu,
atau bertebing, tanaman kemiri dapat tumbuh dengan baik, asalkan tidak bercadas.
Hal ini dapat dimaklumi karena perkembangan akar kemiri progresif, dapat
menarik dan menyerap air tanah serta unsur hara dalam lingkungan yang luas
(Sunanto, 1994).
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) termasuk dalam kelompok
tanaman tahunan. Umur produktif tanaman ini 25-40 tahun dan jarang yang dapat
hidup baik sampai umur ratusan tahun karena kayunya mudah rapuh. Akar
tanaman kemiri cukup kompak dengan perkembangan yang progresif dan cepat.
(16)
hingga jauh ke dalam tanah. Selain memiliki akar pokok, terdapat juga cabang
akar yang tumbuh dari akar pokok yang tadi. Dari cabang akar yang nantinya juga
akan tumbuh cabang-cabang lain yang ukurannya menjadi lebih kecil dan yang
terakhir terdapat rambut akar yang lembut dan tipis. Lingkungan perakaran kemiri
cukup luas dan dapat mencapai puluhan meter sehingga mampu menarik dan
menyerap air tanah serta unsur hara yang jauh dari batang tanaman. Hal ini yang
menyebabkan tanaman dapat tumbuh di berbagai jenis dan kondisi tanah, di tanah
yang gersang pada kemiringan lebih dari 300 bertebing dan curam. Oleh karena itu
juga, tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman penghijau untuk mencegah
erosi tanah dan air di lahan kering (Paimin, 1997).
Persarian tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) umumnya
dilakukan oleh serangga tetapi dapat juga dilakukan oleh angin. Bunga betina
yang tidak dibuahi umumnya akan rontok dalam waktu seminggu (Sunanto,
1994).
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) pada saat daun masih muda,
ranting dan karangan bunga diliputi rambut-rambut sangat pendek dan rapat,
berwarna perak mentega. Daun bertangkai panjang dengan helaian berbentuk
lonjong (bulat telur), dan bertulang daun menjari dengan bintik-bintik yang
transparan. Pada ujung tangkai daun terdapat dua buah kelenjar berbentuk oval.
Tanaman kemiri ada yang berumah satu dan ada pula yang berumah dua (Sunanto,
1994). Paimin (1997) menambahkan bahwa bunga berbentuk malai, berwarna
putih dan tumbuh di ujung cabang. Bunga malai ini bercabang lebar, terdiri dari
bunga betina dan jantan. Bunga betina terdiri dari daun mahkota bunga yang
(17)
pendek dengan masin-masing dua stigma yang terbelah dua, dan tiga ruang bakal
buah dengan satu bakal biji untuk setiap ruangnya. Sedangkan bunga jantan
mempunyai 8-12 benang sari dengan pangkal benang sari menempel pada
mahkota bunga dan bersatu menjadi tiang berbentuk kerucut, berambut kasar,
memiliki 2-3 kelopak, lima daun tajuk yang berwarna putih, dan mempunyai lima
benang sari yang kerdil.
Batang kemiri dapat mencapai diameter lebih dari 1 meter, terutama yang
berumur tua. Tinggi pohon mencapai 40 meter dengan panjang batang bebas
cabang 9-14 meter. Pertumbuhan tergolong cepat, pada usia 2 tahun, tanaman
dapat mencapai ketinggian 1,25-3 meter. Pohon mulai bercabang bila telah
mencapai ketinggian 0,25-0,5 meter atau pada umur sekitar 1 tahun.
Cabang-cabang pohon kemiri umumnya berjarak 0,25-1 meter pada umur 1-3 tahun. Tiap
kumpulan cabang terdiri dari 3-6 cabang.
Sifat Anatomis Kayu Kemiri
Kulit batang kemiri berwarna abu-abu agak mengkilap, serta beralur
sedikit dan dangkal. Kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan dengan
tekstur agak kasar. Permukaan kayu agak mengkilap jika diraba agak kasar. Arah
serat kayu lurus dengan pori berbentuk lonjong dan hampir seluruhnya soliter.
Jika berkelompok biasanya bergabung setiap 2-3 pori, kadang-kadang 6-11 pori
dalam arah radial (Paimin, 1997).
Sifat Kimia dan Keawetan Kayu Kemiri
Kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd) mengandung 44,4 % selulosa;
(18)
cukup tinggi maka kayu kemiri berpotensi sebagai bahan baku dalam industri
kertas dan industri kayu lapis. Daya awet kayu kemiri memang kurang baik,
hanya tergolong dalam kelas awet IV dalam dunia perkayuan. Daya tahannya
terhadap rayap kering termasuk kelas V, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu
hanya tergolong kayu kelas IV. Oleh karena itu tidak cocok dijadikan untuk bahan
bangunan. Meski demikian kayu kemiri mudah dikeringkan tanpa cacat (Paimin,
1997).
Kegunaan Kayu Kemiri
Kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd) merupakan salah satu tanaman
industri yang produk sampingan tanaman kemiri yang dapat dimanfaatkan sebagai
barang industri. Kayu yang ringan dapat digunakan untuk bahan pembuat
perabotan (peralatan) rumah tangga atau bahan industri lain seperti batang korek
api dan kotak korek api. Batang kemiri juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
bahan pulp (bahan pembuat kertas) (Sunanto, 1994).
Selain kayunya, kemiri juga dapat dikatakan kayu yang serbaguna, dimana
selain kayunya, tanaman kemiri juga dapat dimanfaatkan batang, daun, kulit, dan
akarnya. Oleh sebab itulah, tanaman kemiri semakin marak dibudidayakan oleh
manusia dan dapat dibisniskan. Contohnya biji buah kemiri banyak digunakan
masyarakat untuk bumbu masak, biji dan kemiri juga dapat diambil minyaknya
untuk bahan cat, permis, sabun, obat-obatan dan kosmetik. Selain itu kulitnya juga
dapat dimanfaatkan untuk bahan obat nyamuk bakar atau arang untuk bahan
bakar. Ampas dari hasil pengolahan minyak dapat digunakan untuk pupuk
(19)
Syarat Tumbuh Tanaman Kemiri
Menurut Paimin (1997), meskipun kemiri tidak banyak menuntut syarat
lingkungan, tetapi pertumbuhannya akan maksimal jika ditanam di lokasi yang
mempunyai lingkungan sebagai berikut :
1. Iklim
Beberapa faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, dan angin
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kemiri. Kriteria faktor iklim yang
diinginkan kemiri sebagai berikut:
a. Suhu
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) akan tumbuh baik pada suhu
udara 21-27 0 C. Pada suhu seperti itu proses pembungaan dan pembuahan
tanaman akan berhasil lebih baik dibanding pada kisaran suhu yang lain.
Dengan demikian akan memungkinkan tanaman berproduksi maksimal dan
diameter akan bertambah besar pula.
b. Curah hujan
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kemiri yaitu 1.100-2.400 mm dengan
hari hujan 80-110 hari per tahun. Hari hujan terutama diperlukan pada saat
tanaman masih berusia muda, tetapi tidak sampai air tergenang.
c. Kelembaban
Kelembaban udara juga mempengaruhi pertubuhan tanaman kemiri (Aleurites
moluccana Willd). Kelembaban rata-rata yang dikehendaki tanaman ini yaitu
(20)
d. Angin
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) memiliki batang dan ranting
yang rapuh sehingga mudah patah bila ada tiupan angin yang kuat. Oleh
karena itu, tanaman ini cocok ditanam di daerah yang tidak termasuk dalam
perlintasan angin kencang atau ditanam di daerah yang agak terlindung dari
hembusan angin kencang.
Melihat kondisi iklim di atas, dapat disimpulkan bahwa kemiri lebih cocok
ditanam di daerah yang memiliki musim kemarau yang jelas. Hal ini berhubungan
erat dengan pembungaan dan pembuahan serta pertambahan diameter kayu.
2. Ketinggian tempat
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) dapat tumbuh pada
ketinggian 0-1.200 mdpl, tetapi idealnya pada ketinggian sampai 800 mdpl. Pada
ketinggian seperti itu kondisi iklim yang dibutuhkan lebih memungkinkan untuk
terpenuhi dari di ketinggian lebih dari 800 mdpl. Sedangkan topografi yang baik
untuk tanaman kemiri yaitu topografi yang datar atau bergelombang, meskipun
dapat juga ditanam di lahan miring.
3. Tanah
Tanah merupakan media pertumbuhan bagi semua tanaman, termasuk
kemiri. Di dalam tanah terdapat air, udara, dan garam-garam mineral yang
dibutuhkan kemiri untuk pertumbuhannya. Selain itu tanah yang merupakan
bahan padat juga berfungsi sebagai tempat bertumpu bagi tanaman kemiri
(21)
Tanah yang cocok untuk tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd)
yaitu tanah yang subur dan bertekstur gembur sehingga mudah ditembus oleh
akar. Pada tanah padat, selain sukar ditembus oleh akar tanaman, juga mudah
digenangi air sehingga tanaman mudah diserang penyakit cendawan. Jenis tanah
yang sesuai untuk ini adalah tanah lempung berpasir atau lempung liat.
Keasaman tanah juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi serapan
unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Keasaman tanah yang cocok untuk kemiri
yaitu sekitar pH 6,0-6,5. Bila pH tanah di bawah 5,5, tanaman akan mederita
keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah cukup banyak.
Sebaliknya pada pH di atas 6,5, beberapa unsur fungsional, seperti Fe, Mg, dan
Zn, akan berkurang. Bahkan, pada pH tanah yang sangat tinggi (lebih dari 8,0) ion
bikarbonat akan terbentuk dalam jumlah yang banyak sehingga mengganggu
serapan unsur lain yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.
Meskipun tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) memiliki syarat
lokasi seperti di atas, tetapi kesesuaian iklim dan tanah di suatu lokasi seringkali
tidak cocok dengan persyaratan tersebut. Artinya, walaupun kondisi iklimnya
telah sesuai, tetapi keadaan tanah yang tersedia ternyata tidak sesuai, atau
sebaliknya.
Pengerjaan Kayu
Menurut Bakar (2003), istilah pengerjaan kayu sering disebut sebagai
wood working. Tujuan dari proses pengerjaan kayu yaitu mengkonversikan kayu
(22)
tinggi lewat serangkaian proses. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil
pengerjaan kayu dilihat dari segi kualitas permukaan kayu yang dikerjakan.
Kualitas permesinan kayu ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu kayu, operator,
dan mesin yang digunakan, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut. Interaksi
antara faktor kayu dengan faktor mesin adalah orientasi pemotongan (cutting
direction). Interaksi antara faktor kayu dengan operator adalah perlakuan awal
(pretreatment) dan interaksi antara faktor operator dengan mesin adalah
penyetelan alat (setting).
Industri pengerjaan kayu, khususnya industri furniture membutuhkan
persyaratan mutu bahan baku lebih tinggi dibandingkan dengan industri
perkayuan lainnya seperti papan partikel, papan serat serta pulp dan kertas. Di
samping itu proses produksi industri pengerjaan kayu lebih rumit dari pada
industri–industri lainnya, karena kayu mengalami berbagai macam perlakuan
secara bertahap, mulai dari proses penggergajian, pengeringan, pemotongan,
penyerutan, pembentukan, pelubangan, pembubutan, pengampelasan hingga
pengecatan akhir (Darmawan, 1997).
Ruang lingkup pengerjaan kayu adalah mulai dari perencanaan (planning),
pendesainan (designing), pemesinan (machining) atau pemotongan (cutting),
perakitan (assembling) dan pengkilapan (finishing). Pengerjaan kayu lebih
ditekankan pada bagaimana proses pemotongan dari proses pengerjaan tersebut
berlangsung (Siswanto, 2002).
Hal terpenting adalah hasil permukaan akhir setelah dikerjakan dengan
mesin. Sebagai pertimbangan perlu diketahuinya jenis-jenis cacat akibat kesalahan
(23)
yang turut berperan sangat penting dalam menentukan hasil permukaan akhir kayu
(Siswanto, 2002).
Mesin-Mesin Pengerjaan Kayu
Mesin yang umum digunakan dalam proses pengerjaan kayu antara lain
Planer (surfacer), berfungsi menyerut dan meratakan permukaan kayu. Shaper
berfungsi membentuk profil tertentu pada sisi kayu. Turning machine berfungsi
membubut kayu menjadi berprofil bulat. Proses pembubutan ini menggunakan
pisau bubut berbentuk pahat, contoh yang akan dibubut dapat berupa balok solid
maupun laminasi. Bor berfungsi melobangi contoh uji untuk titik awal
pemotongan jig saw, penuntun arah sekrup/paku, lobang pasak kayu, tempat
dudukan kepala sekrup/paku. Adanya lobang bor ini, beresiko pecah sewaktu
memaku dapat diatasi. Mortise machine berfungsi membuat lobang sambung
mortise pada contoh uji dengan pisau tersusun dalam rantai caterpilar atau pisau
berbentuk bor. Amplas berfungsi menghaluskan permukaan potong tahap lanjut,
sehingga dihasilkan permukaan contoh uji yang lebih halus (Darmawan, 1997).
Cacat-Cacat Pemesinan Kayu
Jenis–jenis cacat pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997) antara
lain :
a. Serat terangkat (raised grain)
(24)
daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas.
Penyebabnya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata
pisau tumpul.
b. Serat terlepas (loosened grain)
Terpisahkan kayu akhir dari kayu awal tetapi masih ada bagian yang bersatu.
Hal ini disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir menyusut lebih besar
daripada kayu awal.
c. Serat tersepih (chipped grain)
Tersepih/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan,
sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Hal
ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta
serat kayu miring.
d. Serat berbulu (fuzzy grain)
Kekasaran permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang berdiri
(tidak terpotong sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya kayu reaksi,
kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil.
e. Tanda serpih (chip mark)
Lekukan dangkal pada permukaan kayu disebabkan oleh adanya kayu yang
menempel pada ujung pisau. Bisa disebabkan juga karena resin kayu tinggi.
Panshin and de Zeeuw (1970) mengelompokkan cacat pemesinan menjadi
dua golongan yaitu serat terangkat (raised grain) yang meliputi serat terangkat,
(25)
serat patah. Disebutkan pula bahwa kelompok terakhir di atas disebabkan oleh
kesalahan pemasangan dan tumpulnya pisau, laju pengumpanan yang kurang tepat
serta kemiringan dan variasi serat kayu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengerjaan Kayu
Darmawan (1997) mengatakan bahwa secara umum aspek yang
memegang peranan penting dalam industri pengerjaan kayu adalah penampilan
akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai pisau (tool life) dan
konsumsi energi listrik (cutting power consumption). Surface roughness diukur
dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang akan menghasikan
gelombang. Permukaan yang halus akan ditunjukkan dari variasi gelombang yang
dihasilkan tidak jauh beda, sedangkan permukaan kasar ditunjukan dengan
gelombang yang bervariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik jika masa pakainya
lama serta tidak mudah tumpul setelah digunakan. Penggunaan mesin-mesin
pengerjaan kayu akan ekonomis jika energi listrik yang digunakan untuk
memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan meningkatkan efisiensi
pengolahan kayu.
Beberapa sifat makroskopis kayu yang mempengaruhi sifat permesinan
kayu:
1. Kayu awal dan kayu akhir
Kedua kayu ini memiliki sifat fisik yang berbeda yaitu kayu awal memiliki
berat jenis yang rendah, lunak dan berwarna terang sedangkan kayu akhir
(26)
dalam proses pemesinan tetapi pada saat proses pengeringan akan terjadi tegangan
pada daerah garis antara kayu akhir dan kayu awal (Koch, 1964).
2. Kayu teras dan kayu gubal
Siswanto (2002) menambahkan adanya pengaruh kadar air terhadap
kekuatan dan sifat pemesinan kayu. Perbedaan yang sangat signifikan antara kayu
teras dan kayu gubal terletak pada kandungan air, kayu gubal memiliki kadar air
lebih tinggi dibanding kayu teras. Pada kayu konifer kadar air kayu teras dapat
mencapai lebih dari 200 % dari berat keringnya. Haygreen dan Bowyer (1996)
menambahkan pada kayu keras umumnya hanya mempunyai perbedaan yang
kecil dalam kandungan air antara kayu gubal dengan kayu teras. Hal ini
berlawanan sekali dengan kayu lunak, dengan kandungan air kayu gubal biasanya
jauh lebih tinggi daripada kayu teras, sering dengan suatu faktor tiga sampai
empat kalinya.
3. Kayu reaksi
Kayu reaksi cenderung menghasilkan permukaan yang keriting pada
penggergajian atau pengetaman, terutama apabila pengolahannya masih segar
(Haygreen dan Bowyer, 1996). Hal ini menyebabkan gergaji menjadi terlalu panas
dan menyulitkan penyelesaian akhir yang memuaskan. Kayu reaksi sukar untuk
dikerjakan menjadi bentukan lain, susah untuk digergaji, diketam dan hasil
ketaman berbulu atau berbulu halus (Koch, 1964).
4. Arah serat
Arah sejajar sumbu panjang sebagian besar serat-serat kayu yang panjang
(27)
digergaji, maka papan gergajian yang didapat memiliki arah serat yang tidak
sejajar dengan panjang papan. Papan semacam ini mungkin sukar untuk diketam
menjadi papan ketaman berkualitas tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Serat berombak mempunyai kemiripan yang sama dengan serat berpadu.
Kayu yang digergaji dari batang berserat berombak atau berpadu akan
menghasilkan serat yang melintang. Serat ini akan membuat keteguhan kayu
berkurang. Kelainan arah serat dapat memberikan pola gambaran pada bidang–
bidang kayu gergajian, sehingga merupakan sifat yang disukai untuk perkakas
rumah/perabot (Dumanauw, 1990). Faktor lain yang mempengaruhi sifat
pengerjaan kayu seperti adanya serat berpadu (Martawijaya, dkk, 1981).
Untuk keperluan bahan bangunan konstruksi, kayu dengan unsur kekuatan
tinggi dan arah serat lurus lebih diutamakan. Pada pekerjaan menggergaji
potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah serat, tetapi
pada kayu yang panjang umumnya sulit didapat serat yang lurus (Dumanauw,
1990).
5. Mata kayu
Mata kayu adalah cacat yang paling umum dijumpai pada suatu papan,
yang mengurangi kekuatan kayu gergajian. Pengaruh suatu mata kayu dalam
banyak hal mungkin dianggap sama dengan pengaruh suatu lubang yang dibor
karena akan terjadi pemuntiran sehingga mengakibatkan menurunnya kekuatan
(28)
Menurut Standar ASTM D 1666-99, jenis dan bentuk cacat yang timbul
dari pengerjaan kayu tidak selamanya sama tergantung dari cara pemesinan yang
dilakukan, dengan perincian sebagai berikut :
1. Cacat pengetaman, yaitu serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised
grain) dan tanda bekas serpih (chip mark).
2. Cacat pembentukan, yaitu serat bulu halus, serat terangkat dan tanda bekas
serpih.
3. Cacat pembubutan, yaitu serat bulu halus, serat patah dan permukaan kasar
(roughness).
4. Cacat pengeboran, yaitu serat bulu halus, kelicinan (smoothness), bagian yang
tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tearcut).
5. Cacat lubang persegi, yaitu kelicinan, bekas sobekan dan bagian yang tidak
hancur.
6. Cacat pengampelasan, yaitu serat bulu halus dan bekas garukan (scratching).
Untuk keperluan bahan bangunan kontruksi, kayu dengan unsur kekuatan
tinggi dan arah serat lurus diutamakan. Pada pengerjaan menggergaji
potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah pengetaman diantaranya
adalah adanya mata kayu dan serat miring yang tumbuh secara alami (Darmawan,
(29)
Pemesinan kayu
Pemesinan kayu merupakan proses pabrikasi dari produk kayu seperti
kayu gergajian, vinir dan bagian–bagian dari furniture. Tujuan pengerjaan kayu
adalah untuk menghasilkan suatu dimensi dan bentuk yang diinginkan dengan
ketelitian yang akurat dan kualitas permukaan yang baik dengan cara yang paling
hemat (Ruhendi, 1986).
Proses pengetaman (planing) merupakan proses paling penting, karena
pada akhirnya semua komponen dari produk furniture ini harus diketam untuk
menghasilkan penampilan permukaan dengan kualitas yang baik. Banyak faktor
yang memainkan peranan penting dalam menentukan kualitas hasil pengetaman.
Salah satu dari faktor tersebut berasal dari jenis kayu yang sedang diketam,
sedangkan beberapa faktor lainnya dapat berasal dari mesin ketam yang
dipergunakan. Adapun karakteristik kayu yang sering menyulitkan dalam proses
pengetaman diantaranya adalah adanya mata kayu dan serat miring yang tumbuh
secara alami (Darmawan, 1997).
Martawijaya (1981) mengartikan pemesinan kayu (wood machining)
sebagai proses pembentukan atau pemotongan kayu dengan menggunakan mesin,
yang di dalamnya terdapat mata pisau (cutting tool), melalui satu atau kombinasi
operasi yaitu penggergajian (sawing), penyerutan (planing), pembentukan
(shaping atau moulding), pengaluran (routing), pembubutan (turning),
pengampelasan (sanding) dan sebagainya. Karena inti dasar dalam proses
pemesinan kayu adalah pemotongan, maka istilah pemesinan kayu (wood
(30)
Kualitas Pemesinan
Sesuai dengan jenisnya, ada kayu yang bisa dimesinkan dengan mudah
untuk menghasilkan kualitas pemesinan tertentu. Sebaliknya, ada pula kayu yang
susah untuk dimesinkan agar dapat menghasilkan kualitas pemesinan yang sama.
Tingkat kemudahan kayu untuk dimesinkan inilah yang disebut dengan
ketermesinan (machinability) kayu. Kayu yang mudah untuk dimesinkan
dikatakan mempunyai sifat ketermesinan tinggi dan kayu yang susah untuk
dimesinkan dikatakan mempunyai sifat ketermesinan rendah. Jadi ada hubungan
antara ketermesinan kayu dengan kualitas pemesinannya (Bakar, 2003).
Perbedaan kadar air di bawah titik jenuh serat mempengaruhi kualitas hasil
penyerutan, pembentukan dan pengampelasan. Berat jenis kayu juga sangat
mempengaruhi kualitas sifat-sifat permesinan (Koch, 1964). Makin besar berat
jenis kayu semakin baik sifat permesinannya, sebaliknya semakin besar ukuran
pori kayu semakin jelek sifat permesinan kayu tersebut (Rachman dan Balfas,
1986).
Rachman dan Balfas (1986) mengemukakan bahwa kualitas pemesinan
suatu jenis kayu secara umum dapat diduga berdasarkan nilai berat jenis. Semakin
besar nilai berat jenis kayu maka semakin baik sifat-sifat pemesinannya. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa meskipun demikian, ternyata untuk sifat pengampelasan
hubungan antara berat jenis kayu dengan kualitas pengampelasan menunjukan
hubungan yang lemah, sehingga sifat pengampelasan tidak dapat diduga
berdasarkan berat jenisnya. Menurut Bakar (2003), kualitas permukaan hasil
serutan tidak berhubungan langsung dengan kerapatan kayu dan lebih erat
(31)
Selanjutnya dijelaskan oleh Bakar (2003), bahwa spesies yang mempunyai
kerapatan rendah menghasilkan permukaan potong yang lebih kasar dibandingkan
dengan spesies yang berkerapatan lebih tinggi dalam proses pemotongan tegak
lurus (crosscutting). Dijelaskan pula bahwa pada pemotongan tegak lurus serat
(crosscutting), kondisi serat kayu tidak mempengaruhi kualitas permukaan
potong. Sebagai contoh kayu afrika dengan karakteristik serat berpadu
(interlocked grain) yang berpeluang menghasilkan permukaan hasil serutan yang
kasar ternyata dapat menghasilkan permukaan potong yang halus.
Tabel 1. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan Nilai bebas cacat Kelas Mutu pemesinan (Defect free values),% (Class) (Machining quality)
0 - 20 V Sangat buruk (very poor)
21 - 40 IV Buruk (poor)
41 - 60 III Sedang (fair/medium)
61 - 80 II Baik (good)
81 -100 I Sangat baik (very good)
Sumber : Ginoga (1995) dalam Siswanto (2002)
Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi
dan beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan
dengan mesin yang kurang baik. Apabila semua mesin tersebut tidak dipelihara
dengan baik, maka ketepatan kerja semakin lama semakin menurun. Hal ini
menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut semakin lama semakin
tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen semakin rendah (Bakar,
2003). Ruhendi (1986) menambahkan bahwa mengetahui kebutuhan tenaga tiap
(32)
yang sesuai dengan keperluannya sehingga semua mesin dapat berjalan dengan
(33)
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2007 sampai Januari 2007.
Penelitian bertempat di UD. Harapan Jaya beralamat di Jalan Al-Falah No. 7
Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian adalah gergaji bundar (circular
saw), mesin serut (planer), mesin profil (shaper), mesin pembuat alur (router),
mesin bor (borer) dan mesin amplas (sander). Alat bantu yang digunakan adalah
oven, timbangan, meteran, caliper, alat tulis, kaca pembesar (loupe) dengan
perbesaran sepuluh kali. Spesifikasi mesin yang digunakan dalam proses
pengerjaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi Mesin Pengerjaan Kayu
Spesifikasi Mesin
Planer Shaper Borer Router Sander
Merk-Tipe Y132M-4 TCB-26 TBSY- 315 C132S1-2 SB-110 Asal Cina Taiwan Jepang Jepang Jepang Tahun pembuatan 1995 1992 2000 1997 1996
Tepi bilah Persegi Pita Bor R4-R6 -
Tegangan (volt) 380 380 220-240 300 220
Tanaga (HP) 4 2 2 4 1
(34)
Penelitian sifat–sifat pemesinan menggunakan bahan baku berupa papan
contoh kayu kemiri (Aleuritus moluccana Willd) berukuran 120 cm x 12,5 cm x 2
cm sebanyak 20 lembar papan (ASTM D 1666-99). Semua papan contoh dalam
keadaan kering udara dan kondisi bebas cacat.
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya sama dengan
metode ASTM D 1666-99, dengan sedikit perubahan yang disesuaikan dengan
kondisi bahan dan peralatan yang ada. Perubahan tersebut terutama pada
pembuatan contoh uji dan cara pengujiannya (Abdurrahman dan Kartasudirja,
1982 dalam Rachman dan Balfas, 1986). Semua papan contoh bebas cacat terlebih
dahulu dikeringudarakan hingga kadar air 12-18%. Selanjutnya dibuat contoh uji
dan dikerjakan dengan mesin pengerjaan kayu yang terdapat di UD. Harapan Jaya.
Pembuatan Contoh Uji
Menurut metode ASTM D 1666-99, papan contoh uji dibuat berukuran
120 cm x 12,5 cm x 2 cm dan bebas cacat. Papan contoh tersebut dibuat menjadi
contoh-contoh uji untuk pengujian sifat–sifat pemesinan kayu. Kondisi pemesinan
disesuaikan dengan kondisi yang saat ini diterapkan di industri pengerjaan kayu.
(35)
Gambar 1. Pola Pemotongan Contoh Uji (ASTM D 1666-99)
Keterangan :
a = Contoh uji pengeboran (ukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm)
b = Contoh uji pengampelasan (ukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm)
c = Contoh uji penyerutan, pembentukan dan pembuatan alur
(ukuran 90 cm x 10 cm x 2 cm)
Pengujian
1. Pengerjaan Papan Contoh
Pengujian dilakukan dengan menilai sifat pemesinan pada papan contoh.
Sifat–sifat pemesinan yang dinilai dan cara pengerjaan adalah :
a. Penyerutan (planing)
Contoh uji penyerutan dibuat berukuran 90 cm x 10 cm x 2 cm. Sudut potong
pisau diatur sebesar 200 – 300, laju pengumpanan sebesar 12 m/menit,
kecepatan putar pisau sebesar 5.000 rpm, serta tebal sayatan sebesar 2 mm.
Contoh uji diserut dengan mesin double moulder searah dengan arah serat.
Memberi tanda pada setiap contoh uji begitu keluar dari mesin dengan
30 cm 90 cm
c b
a 5 cm
2 cm 2,5 cm
(36)
menunjukkan arah masuk kayu ke dalam mesin. Semua contoh uji yang telah
diserut disimpan dengan teratur dan selanjutnya dinilai sifat penyerutannya.
b. Pembentukan (shaping)
Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan
mesin pembentuk (shaper). Pada salah satu sisi contoh uji tersebut dibentuk
alur berbentuk M6 (moulding model 6). Pembuatan profil ini menggunakan
pisau M6, dengan kecepatan putar pisau sebesar 9.000 rpm. Dilakukan
pengamatan terhadap cacat–cacat pemesinan yang terjadi pada bidang
permukaan hasil pembentukan.
c. Pengeboran (boring)
Contoh uji yang dibor berukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm, dengan kecepatan
putaran mata bor sebesar 3.600 rpm. Pada setiap contoh uji dibuat dua buah
lubang bor dengan laju pengeboran diusahakan cukup lambat agar
menghasilkan lubang bor yang baik. Mata bor yang digunakan berdiameter 16
mm. Pengeboran dilakukan sampai 2 mm melebihi permukaan bawah contoh
uji untuk menghindari terjadinya serpih. Selanjutnya dilakukan pengamatan
cacat–cacat yang timbul.
d. Pembuatan alur (routing)
Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan
mesin router. Pisau router yang digunakan berbentuk R6 yang menghasilkan
bentuk “r” pada sisi kayu, sehingga sisi kayu tidak siku. Kecepatan putar pisau
(37)
uji adalah lebar 0,5 cm, tebal 0,5 cm dan panjang 90 cm. Selanjutnya diamati
cacat–cacat pemesinan yang timbul.
e. Pengampelasan (sanding)
Pada pengujian pengampelasan dipakai contoh uji berukuran 30 cm x 5 cm x 2
cm dengan menggunakan mesin amplas (sander). Kecepatan dorong kayu
(feed rate) diatur sebesar kurang lebih 360 m/menit dengan arah pengumpanan
searah dengan arah pengumpanan pada saat penyerutan. Proses ini
menggunakan kertas amplas grit 80 dan 120 dengan tebal pengampelasan
sebesar 0,5 mm. Selanjutnya dilakukan pengamatan cacat–cacat yang timbul.
2. Pengujian Sifat Pemesinan
Setiap contoh uji yang telah dikerjakan dengan mesin diamati hasilnya
secara visual. Objek yang diamati yaitu cacat yang timbul pada permukaan contoh
uji sebagai akibat dilakukan pemesinan. Loupe dengan derajat pembesaran
sepuluh kali digunakan sebagai alat bantu untuk melihat lebih jelas bentuk cacat.
Bagian–bagian permukaan yang bercacat dijumlahkan luasnya, kemudian dihitung
persentasenya terhadap seluruh luas permukaan contoh uji dan diklasifikasikan
kualitasnya berdasarkan klasifikasi mutu sifat pemesinan pada Tabel 1.
Pengambilan kesimpulan sifat pemesinan kayu dilakukan secara kualitatif
berdasarkan persentase rata-rata permukaan contoh uji yang bebas cacat dan
(38)
Analisis Data
Pengolahan data mengenai sifat pemesinan kayu mengacu pada ASTM D
1666-99. Sifat pemesinan kayu didasarkan pada besar kecilnya persentase
permukaan bebas cacat setelah proses pemesinan. Selanjutnya data mengenai jenis
cacat, luas permukaan bebas cacat serta persentase contoh uji dimasukkan ke
dalam kelas pemesinan yang telah ditentukan. Dianalisa secara deskriptif untuk
(39)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyerutan (Planing)
Berdasarkan proses penyerutan yang telah dilakukan, diperoleh nilai bebas
cacat dan kelas mutu yang disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa kayu kemiri menunjukan kualitas penyerutan mutu baik (kelas II), dengan
persentase permukaan bebas cacat 62%.
Tabel 3. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Penyerutan
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Cacat Pemesinan
Halus Serpih Terserpih
Kemiri 12 4 22 62 Baik
Luas permukaan bebas cacat pada sampel berkaitan dengan cacat-cacat
pemesinan yang muncul pada proses penyerutan, yaitu cacat bulu halus, tanda
serpih, serat terangkat dan serat tersepih. Pada kayu kemiri, cacat yang terbesar
adalah cacat serat terserpih dengan persentase sebesar 22% yang diikuti dengan
cacat bulu halus sebesar 12%, kemudian tanda serpih dengan persen cacatnya 4%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2006) cacat-cacat yang
ditimbulkan kayu pada mesin penyerutan adalah cacat bulu halus, cacat tanda
serpih, serat terserpih. Sedangkan cacat serat terangkat sangat kecil pada mesin
penyerutan.
(40)
Gambar 2. Hasil Penyerutan Kayu Kemiri
Cacat serat terserpih seperti pada gambar 3 terdapat pada kayu kemiri
(contoh uji), meskipun ada sebagian kayu yang tidak terdapat cacat serat terserpih.
Cacat ini ditandai dengan banyaknya serat-serat yang terlepas dan adanya
lekukan-lekukan pada permukaan kayu.
Gambar 3. Cacat Serat Tersepih pada Penyerutan Kayu Kemiri
Serat tersepih adalah cacat berupa tersepih/tercabiknya sekelompok
(41)
lekukan pada permukaan kayu. Cacat ini diduga timbul pada permukaan kayu
yang memiliki serat berpadu. Menurut Darmawan (1997), adanya miring serat dan
serat berpadu ini cenderung merangsang timbulnya cacat pengetaman yang
disebut cacat serat tersepih.
Kekasaran permukaan hasil penyerutan juga dipengaruhi oleh kerapatan
jenis kayu kemiri yaitu sebesar 0,32 yang termasuk ke dalam kerapatan golongan
rendah, diduga hal ini turut memacu timbulnya cacat pada permukaan kayu.
Dijelaskan oleh Bakar (2003), bahwa spesies yang mempunyai kerapatan rendah
menghasilkan permukaan potong yang lebih kasar dibandingkan dengan spesies
yang berkerapatan lebih tinggi.
Gambar 4. Cacat Tanda Serpih Hasil Proses Penyerutan pada Kayu Kemiri
Menurut Darmawan (1997), cacat tanda serpih terbentuk akibat rendahnya
kekerasan kayu, sehingga tatal-tatal kayu yang terbentuk akan sangat mudah
dilekukan pada permukaan papan yang telah diketam oleh pisau-pisau pengetam.
Cacat jenis ini dapat dikurangi dengan cara menyemprotkan permukaan mata
pisau dengan suatu larutan pelicin dan juga disarankan agar pipa penghisap tatal
(42)
Tanda serpih kemungkinan terjadi dikarenakan mata pisau pemotong kayu
tidak tajam (tumpul) sehingga pada saat pemotongan kayu tidak terpotong
sempurna. Dan kemungkinan juga pekerja yang tidak berhati-hati sehingga
pemotongan atau letak kayu yang tidak terletak dengan baik sewaktu pemotongan.
Darmawan (1997) mengatakan tanda serpih dapat disebabkan oleh adanya kayu
yang menempel pada ujung pisau sehingga ujung pisau menjadi tumpul, dan
disebabkan oleh resin kayu terlalu tinggi.
Gambar 5. Cacat Bulu Halus Hasil Proses Penyerutan Kayu Kemiri
Pada beberapa sampel tidak ditemui adanya cacat bulu halus seperti pada
gambar 5, meskipun jumlah persentase yang ditunjukan pada Tabel 3 menyatakan
bahwa cacat bulu halus pada kayu kemiri dari hasil penyerutan sebesar 12%. Bulu
halus merupakan cacat berupa kekasaran permukaan kayu karena adanya
sekelompok serabut yang berdiri (tidak terpotong sempurna) pada contoh uji.
Cacat ini biasanya ditemukan pada perbatasan kayu gubal dan kayu teras serta
pada pinggir kayu. Timbulnya cacat ini diduga adanya perbedaan kadar air pada
kayu gubal (KA tinggi) dan kayu teras (KA rendah), sehingga terjadi pemotongan
(43)
Cacat bulu halus terjadi diduga juga karena mesin ketam yang digunakan
sudah tumpul. Seperti yang dinyatakan oleh Darmawan (1997), banyak faktor
yang memainkan peranan penting dalam menentukan kualitas hasil pengetaman.
Salah satu dari faktor tersebut berasal dari jenis kayu yang sedang diserut dimana
jenis kayu yang bagus menghasilkan serutan yang bagus pula dan jenis kayu yang
kurang bagus menghasilkan serutan yang kurang bagus pula, sedangkan beberapa
faktor lainnya dapat berasal dari mesin ketam yang dipergunakan. Sehingga
dimungkinkan bisa menjadi penyebab serat kayu tidak terpotong sempurna,
sehingga masih terdapat sekelompok serat bulu halus yang masih berdiri.
Cacat bulu halus juga sering ditemukan pada permukaan papan gergajian
yang berasal dari kayu reaksi. Diduga karena kayu reaksi memiliki berat jenis
yang lebih tinggi dari pada kayu biasa. Kayu dengan berat jenis yang tinggi akan
sulit dikerjakan meskipun akan menghasilkan kayu gergajian dengan kualitas
pemesinan yang baik tetapi dalam pengerjaannya membutuhkan tenaga yang
berkali-kali lipat dari pengerjaan kayu biasa. Pengerjaan jenis kayu ini membuat
mata pisau yang digunakan menjadi panas sehingga menyulitkan penyelesaian
akhir yang memuaskan. Menurut Siswanto (2002), Kayu reaksi sukar untuk
dikerjakan menjadi bentukan lain, susah untuk digergaji, diketam dan hasil
ketamannya berbulu atau berbulu halus.
Menurut Maloney et al. (1995) dalam Siswanto (2002), kecepatan
pengumpanan, kadar air kayu dan sudut potong kayu adalah variabel-variabel
penting yang diketahui sebagai penduga kualitas penyerutan. Hasil terbaik pada
proses penyerutan akan dicapai pada pada tebal serutan akhir tidak kurang dari 1
(44)
Pembentukan (shaping)
Secara umum kayu kemiri memiliki kualitas pembentukan mutu baik
(kelas II), dengan rata-rata persentase bebas cacat sebesar 73 %. Cacat permukaan
dan nilai bebas cacat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pembentukan
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Serat Cacat Pemesinan
Halus Serpih Terangkat Terserpih
Kemiri 5 7 8 7 73 Baik
Cacat-cacat yang timbul akibat proses pembentukan antara lain cacat bulu
halus, tanda serpih, serat terangkat dan serat terserpih. Persentase cacat
permukaan pada kayu kemiri untuk cacat terbesar pada cacat serat terangkat
sebesar 8%, yang diikuti cacat serat terserpih sebesar 7%, kemudian tanda serpih
dengan persentase cacat sebesar 7%, lalu bulu halus dengan persentase cacat 5%.
Cacat bulu halus diduga timbul karena serat-serat kayu yang berpadu tidak
terpotong sempurna oleh mata pisau sehingga terjadi kerusakan serat-serat kayu
yang mengakibatkan terbentuknya cacat serat berbulu pada bidang pemotongan.
Adha (2005) mengatakan bahwa proses pembentukan menyebabkan sudut potong
pisau dengan arah serat kayu menjadi tegak lurus, sehingga serat kayu yang tidak
terpotong sempurna akan berdiri dan membentuk bulu-bulu halus. Hal ini
(45)
Gambar 6. Hasil Pembentukan pada Kayu Kemiri
Gambar 7. Cacat Serat Tersepih Hasil Proses Pembentukan Kayu Kemiri
Serat terserpih diduga timbul karena pada saat pemotongan kayu kemiri
tidak searah dengan serat, mata pisau yang tumpul serta sudut potong pisau yang
terlalu besar sehingga pisau yang memotong kayu tersebut mengangkat serat
sehingga serat tersebut menjadi seperti serabut yang terlepas. Menurut Darmawan
(1997) menyatakan bahwa cacat serat terserpih ini disebabkan oleh mata pisau
yang tumpul serta sudut potong pisau yang terlalu besar.
Menurut Koch (1964), proses pembentukan merupakan proses peripheral
milling, yakni suatu proses pemotongan bidang kerja yang dipotong oleh beberapa
(46)
pendek. Darmawan (1997) menambahkan bahwa tatal-tatal yang pendek ini
mudah digeser oleh mata pisau. Hal ini menyebabkan serat-serat kayu tidak
terpotong sempurna dan terbentuk serat berbulu.
Cacat tanda serpih diduga terjadi karena mata pisau tidak tajam (tumpul)
sehingga pada saat pemotongan kayu tidak terpotong sempurna. Dan
kemungkinan juga tidak berhati-hati sehingga pemotongan atau letak kayu yang
tidak terletak dengan baik sewaktu pemotongan. Menurut Darmawan (1997),
tanda serpih dapat disebabkan oleh adanya kayu yang menempel pada ujung pisau
sehingga ujung pisau menjadi tumpul dan disebabkan oleh resin kayu terlalu
tinggi.
Serat terangkat pada kayu kemiri diduga oleh karena selain mata pisau
yang tumpul juga disebabkan karena kekerasan kayu awal dengan kayu akhir
berbeda, dimana kayu akhir lebih keras dibandingkan dengan kayu awal
(Darmawan, 1997).
Pengeboran (Boring)
Secara umum hasil pengeboran yang diperoleh pada kayu kemiri termasuk
ke dalam mutu sangat baik atau kelas I. Tabel 3 menyatakan nilai persentase
rata-rata cacat permukaan kayu dan permukaan bebas cacat pada kayu kemiri dari hasil
pengeboran dengan persentase bebas cacat sebesar 86%.
Tabel 5. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pengeboran
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Serat Serat Cacat Pemesinan
Terhancur Tersobek
(47)
Pada kayu kemiri, cacat yang timbul dari proses pengeboran adalah serat
terhancur dan serat tersobek, dengan persentase cacat permukaan sebesar 14%.
Cacat dari hasil pengeboran ini diduga karena berat jenis kayu kemiri sebesar 0,32
termasuk golongan kerapatan rendah. Menurut Davis (1962) dalam Siswanto
(2002), secara umum kayu yang memiliki berat jenis sedang sampai tinggi
menghasilkan permukaan pengeboran yang bagus yaitu permukaan lebih halus
dibandingkan dengan kayu yang memiliki berat jenis rendah.
Priyatno (2003) dalam Ramawati (2006) menambahkan cacat serat
tersobek terdiri dari serat patah, cacat ini terjadi saat pemesinan permukaan papan
uji tercabut dengan paksa. Hal ini terjadi diduga mata bor yang kurang tajam.
Pengamatan selama proses pengeboran dilakukan, menunjukan adanya
kecenderungan bahwa kestabilan tapak/alas saat membor sangat mempengaruhi
munculnya cacat tersebut.
(48)
Gambar 9. Cacat Serat Tersobek Hasil Pengeboran pada Kayu Kemiri
Berbeda dengan proses pengetaman dan pengampelasan, kondisi awal
kayu sebelum dilakukan pengeboran juga sangat mempengaruhi hasil akhir
pengeboran. Hal ini diduga terjadi karena mekanisme dan arah potong pada proses
pengeboran sedikit berbeda dengan kedua proses tersebut. Priyatno (2003) dalam
Ramawati (2006) menjelaskan bahwa pada mata bor terdapat dua sisi tajam yang
bekerja, dimana sisi yang satu bekerja untuk membuat tapak dan melubangi
workpiece secara tegak lurus/cross cutting (arah potong 90-90), sedang sisi
lainnya berfungsi untuk mendesak dan memotong bagian dalam kayu yang dibor
hingga terbentuk lubang bor sesuai ukuran mata bor yang digunakan.
Pada proses pengeboran terdapat cacat serat terhancur, cacat ini diduga
karena pada saat dilakukan pengeboran posisi bor tidak rata dilakukan sehingga
pada waktu pengeboran dilakukan menjadi miring dan pinggir dari pengeboran
tersebut menjadi pecah atau hancur serta mata bor yang tidak tajam lagi.
Pembuatan Alur (Routing)
Mesin router umumnya digunakan pada pembuatan daun pintu,
(49)
siku. Sifat pembuatan alur kayu kemiri menunjukkan mutu baik atau termasuk ke
dalam kelas II, dengan permukaan bebas cacat sebesar 71% seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pembuatan Alur
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Serat Cacat Pemesinan
Halus Serpih Terangkat Terserpih
Kemiri 9 6 3 11 71 Baik
Gambar 10. Hasil Pembuatan Alur pada Kayu Kemiri
Cacat yang muncul pada hasil uji pembuatan alur yaitu serat terangkat,
serat terserpih, tanda serpih dan bulu halus. Dimana persen cacat yang terbesar
adalah cacat serat terserpih sebesar 11%, diikuti bulu halus sebesar 9%, kemudian
tanda serpih sebesar 6%, serta serat terangkat sebesar 3%.
Bulu halus juga ditemukan pada permukaan papan gergajian yang berasal
dari kayu reaksi. Diduga karena kayu reaksi memiliki berat jenis yang lebih tinggi
dari pada kayu biasa. Cacat bulu halus ditandai dengan adanya bulu-bulu halus
(50)
Gambar 11. Cacat Bulu Halus Hasil Proses PembuatanAlur pada Kayu Kemiri
Tanda serpih diduga terjadi karena mata pisau tumpul yang disebabkan
lengketnya sisa-sisa potongan kayu gergajian yang tidak dibersihkan, sehingga
mata pisau yang seharusnya memotong kayu dengan sempurna menjadi kurang
sempurna yang menyebabkan cacat pada potongan kayu.
Serat terserpih ini diduga timbul karena permukaan kayu yang memiliki
serat berpadu. Cacat terserpih juga diduga karena sudut potong pisau yang terlalu
besar dan mata pisau yang tumpul.
Cacat serat terangkat seperti pada Gambar 11 berupa kekasaran permukaan
papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir sehingga lebih tinggi daripada
kayu awal.
Serat berpadu pada permukaan kayu diduga juga dapat memicu timbulnya
serat terangkat, karena cacat ini lebih banyak ditemukan pada bagian serat
berpadu daripada serat lurus. Menurut Davis (1965) dalam Siswanto (2002),
pembuatan alur dengan menggunakan proses peripheral milling cenderung akan
(51)
arah bidang gerak kerja) maupun down milling (arah putar pisau sejajar dengan
arah gerak bidang kerja).
Gambar 12. Cacat Serat Terangkat Hasil Pembuatan Alur pada Kayu Kemiri
Pengampelasan (Sanding)
Secara umum hasil pengampelasan yang diperoleh untuk kayu kemiri
termasuk ke dalam kelas baik atau kelas II. Dengan cacat yang teramati adalah
bulu halus sebesar 24% seperti pada Tabel 7. Nilai rata-rata persentase bebas cacat
terbesar 76%.
Tabel 7. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pengampelasan
Jenis Cacat Pemesinan (%) Permukaan Bebas Sifat Kayu Bulu Halus Bebas Cacat Pemesinan
(52)
Gambar 13. Hasil Pengampelasan pada Kayu Kemiri
Gambar 14. Cacat Bulu Halus Hasil Pengampelasan pada Kayu Kemiri
Berbeda dengan hasil penyerutan, pada pengampelasan cacat bulu halus
seperti pada Gambar 14 lebih merata pada hampir semua contoh uji, yang ditandai
dengan berdirinya serat-serat kayu. Davis (1965) dalam Siswanto (2002)
menyatakan bahwa cacat bulu halus lebih sering muncul pada proses
pengampelasan dari pada penyerutan, karena serat-serat kayu pada saat diampelas
tersobek ke atas sehingga muncul bulu-bulu halus.
Timbulnya cacat bulu halus kadang dipengaruhi oleh karakeristik kayu,
ukuran grit ampelas yang digunakan serta arah pengumpanan kayu saat
(53)
dengan arah serat kemungkinan terjadinya cacat bulu halus akan semakin besar,
karena pada saat proses pengampelasan serat yang tidak terpotong sempurna akan
bangun oleh gesekan ampelas (Koch, 1964).
Prayitno (2003) dalam Ramawati (2006) menjelaskan bahwa adanya
pengaruh berat jenis terhadap hasil pengampelasan, pada kayu hasil identifikasi
yang telah dilakukannya telah menaikkan berat jenis awal kayu tersebut dan hasil
pengampelasan menunjukan cenderung luasan cacatnya menurun. Hal ini juga
diperkuat oleh Koch (1964) bahwa kayu dengan berat jenis yang lebih tinggi
menghasilkan kualitas permukaan yang lebih baik dibandingkan kayu dengan
(54)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sifat pemesinan kayu kemiri termasuk mutu baik (kelas II), sehingga
diperlukan tahapan finishing yang baik agar kayu kemiri dapat dijadikan
alternatif bahan baku industri meubel yang berkualitas.
2. Cacat yang teramati pada proses pemesinan kayu kemiri antara lain serat
tersepih, bulu halus, tanda serpih, serat terangkat, serat tersobek dan serat
terhancur. Cacat paling banyak ditemukan pada permukaan kayu dari hasil
proses pemesinan adalah bulu halus dan yang paling sedikit adalah serat
terhancur.
3. Sifat pengeboran kayu kemiri lebih baik dibandingkan dengan sifat
pemesinan lainnya.
Saran
1. Perlu diteliti perlakuan yang harus dilakukan pada kayu kemiri untuk
meningkatkan mutu pemesinan kayu kemiri, baik sebelum maupun
sesudah proses pengerjaan.
2. Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh operator dan mesin pada sifat
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Adha, N. I. 2005. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Durian (Durio ziberthinus L). Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
American Society for Testing and Materials. 1999. Standard Method of Conducting Machining Test of Wood and Wood Base Materials. Annual Book of ASTM. Philadelphia.
Bakar, E.S. 2003. Sekelumit tentang Pemesinan Kayu. Forum Komunikasi Teknologi dan Industri Kayu. Vol. 1 (1):10-11.
Darmawan, W. 1997. Pengaruh Laju Pengumpanan dan Tebal Ketaman Terhadap Kualitas Pengetaman Kayu Pinus, Aghatis dan Manii. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fahutan IPB. Bogor. Vol. X. No. 1. Pp 15-2.
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu pengantar. Diterjemahkan oleh S. A. Hadikusuma. dan P. Soenardi, P. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Koch, P. 1964. Wood Machining Process. The Ronald Press Company. New York.
Mandang, Y. I. dan. I. K. N. Pandit 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Bogor.
Martawijaya, A, I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Paimin, F. R. 1997. Kemiri Budidaya dan Prospek Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.
(56)
Panshin, A. J. and de Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. Mc. Graw-Hill Co. New York.
Rachman, O. dan Balfas. 1986. Hubungan antara Berat Jenis Kayu dan Sifat Pemesinannya. Lembaga Penelitian PPHH No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Ramawati, K. 2006. Sifat Pemesinan Batang Kelapa (Cocos nucifera L) dan Kayu Nangka (Arthocarpus heterophyllus L). Fakultas Kehutanan. Sumatera Utara.
Ruhendi, S. 1986. Diktat Penggergajian. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor
Siswanto, N. 2002. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Pilang (Acacia leucophloea
Willd) dibandingkan dengan kayu Gmelina (Gmelina arborea Roxb) dan Mangium (Acacia mangium Willd). Skripsi fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Sunanto, W. 1994. Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.
(57)
Lampiran 1. Kerapatan dan Kadar Air Contoh Uji Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)
No. Kayu Kerapatan (gr/ cm3) Kadar Air (%)
1 0,34 12,83
2 0,41 13,24
3 0,30 14,48 4 0,30 12,94 5 0,27 12,18 6 0,37 13,55 7 0,38 12,87
8 0,28 12,38
9 0,33 12,50
10 0,35 12,91
11 0,27 13,03
12 0,33 13,17
13 0,34 13,42
14 0,25 12,33
15 0,32 14,20
16 0,32 13,53
17 0,39 14,38
18 0,34 12,50
19 0,27 13,17
20 0,32 12,97
Rata-rata 0,32 13,15
Max 0,41 14,86
(58)
Lampiran 2. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Penyerutan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana
Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Bebas Pemesinan
Halus Serpih Terserpih Cacat (%)
1 16 1 18 64 Baik
2 19 7 - 67 Baik 3 4 7 10 79 Baik 4 20 6 15 59 Sedang 5 1 - 13 86 Sangat Baik 6 30 - 28 42 Sedang 7 1 - 49 50 Sedang 8 36 - 21 43 Sedang 9 - 5 49 46 Sedang 10 2 - 15 83 Sangat Baik 11 32 13 3 52 Sedang 12 12 - 46 42 Sedang 13 6 6 15 73 Baik 14 - - 33 67 Baik 15 19 11 17 53 Sedang 16 29 3 7 61 Baik 17 - - 38 62 Baik 18 2 4 8 86 Sangat Baik 19 10 11 15 64 Baik 20 - 1 44 55 Sedang Rata-rata 12 4 22 62 Baik
Max 36 13 7 49 86
(59)
Lampiran 3. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pembentukan Kayu Kemiri (Aleurites
moluccana Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Serat Bebas Pemesinan
Halus Serpih Terangkat Terserpih Cacat (%)
1 2 2 4 16 76 Baik
2 4 6 15 6 69 Baik 3 2 1 2 6 89 Sangat Baik 4 4 10 2 7 77 Baik 5 3 8 1 4 84 Sangat Baik 6 5 10 13 11 61 Baik 7 2 1 2 7 85 Sangat Baik 8 2 2 18 3 75 Baik 9 1 13 - 7 79 Baik 10 6 20 3 9 62 Baik 11 5 2 4 5 84 Sangat Baik 12 3 2 1 5 89 Sangat Baik 13 1 21 - 2 76 Baik 14 10 18 6 5 61 Baik 15 13 - 2 10 75 Baik 16 2 11 9 17 61 Baik 17 2 11 15 3 69 Baik 18 13 2 - 6 79 Baik 19 2 3 47 - 48 Sedang 20 12 4 17 20 47 Sedang Rata-rata 5 7 8 7 72 Baik
Max 13 21 47 20 89
(60)
Lampiran 4. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pengeboran Kayu Kemiri (Aleurites
moluccana Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Serat Serat Cacat Pemesinan
Terhalus Tersobek
1 5 13 82 Sangat Baik
2 1 11 88 Sangat Baik 3 1 18 81 Sangat Baik 4 1 13 86 Sangat Baik 5 2 5 93 Sangat Baik 6 - 8 92 Sangat Baik 7 2 5 93 Sangat Baik 8 2 7 91 Sangat Baik 9 1 18 81 Sangat Baik 10 - 9 91 Sangat Baik 11 7 8 85 Sangat Baik 12 5 4 91 Sangat Baik 13 - 13 87 Sangat Baik 14 2 15 83 Sangat Baik 15 7 11 82 Sangat Baik 16 - 2 98 Sangat Baik 17 3 12 85 Sangat Baik 18 9 20 71 Baik 19 5 15 80 Sangat Baik 20 3 8 89 Sangat Baik
Rata-rata 3 11 86 Sangat Baik
Max 9 20 98
(61)
Lampiran 5. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pembuatan Alur Kemiri (Aleurites moluccana
Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Serat Bebas Pemesinan
Halus Serpih Terangkat Terserpih Cacat (%)
1 4 6 4 3 83 Sangat Baik
2 18 8 1 7 66 Baik 3 8 4 1 17 70 Baik 4 9 4 3 13 71 Baik 5 4 2 2 6 86 Sangat Baik 6 3 7 2 3 85 Sangat Baik 7 1 12 4 15 68 Baik 8 7 10 1 2 80 Baik 9 28 1 - 13 58 Sedang 10 4 10 4 13 69 Baik 11 1 5 7 5 82 Sangat Baik 12 16 4 1 10 69 Baik 13 13 10 1 20 56 Sedang 14 4 9 1 3 83 Sangat Baik 15 4 3 3 9 81 Sangat Baik 16 4 2 4 7 83 Sangat Baik 17 10 3 1 29 57 Sedang 18 6 5 2 13 76 Baik 19 20 6 7 12 55 Sedang 20 8 7 1 12 72 Baik Rata-rata 9 6 3 11 73 Baik
Max 28 12 7 29 86
(62)
Lampiran 6. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Conto Uji pada Proses Pengampelasan Kayu Kemiri (Aleurites
moluccana Wiild)
Jenis Cacat Pemesinan (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Bebas Pemesinan
Halus Cacat (%)
1 57 43 Sedang
2 33 67 Baik 3 7 93 Sangat Baik 4 7 93 Sangat Baik 5 - 100 Sangat Baik 6 26 74 Baik 7 53 47 Sedang 8 7 93 Sangat Baik 9 54 46 Sedang 10 29 71 Baik 11 28 72 Baik 12 9 91 Sangat Baik 13 23 77 Baik 14 12 88 Sangat Baik 15 43 57 Sedang 16 49 51 Sedang 17 17 83 Sangat Baik 18 17 83 Sangat Baik 19 - 100 Sangat Baik 20 - 100 Sangat Baik
Rata-rata 24 76 Baik
Max 57 100
(63)
Lampiran 7. Gambar Hasil Pengujian Sifat Pemesinan Kayu Kemiri serta Mesin yang Digunakan
`
Hasil Pengeboran Hasil Pembentukan
Hasil Pembuatan Alur Hasil Penyerutan
(64)
Cara Pembuatan Alur Serta Mesinnya Cara Pembentukan Serta Mesinnya
Pemotongan Contoh Uji Berdasarkan Ukuran yang dibutuhkan
(65)
o
Mesin Bor Mesin Serut
(1)
Lampiran 4. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pengeboran Kayu Kemiri (Aleurites
moluccana Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Bebas Sifat Kayu Serat Serat Cacat Pemesinan
Terhalus Tersobek
1 5 13 82 Sangat Baik 2 1 11 88 Sangat Baik 3 1 18 81 Sangat Baik 4 1 13 86 Sangat Baik 5 2 5 93 Sangat Baik 6 - 8 92 Sangat Baik 7 2 5 93 Sangat Baik 8 2 7 91 Sangat Baik 9 1 18 81 Sangat Baik 10 - 9 91 Sangat Baik 11 7 8 85 Sangat Baik 12 5 4 91 Sangat Baik 13 - 13 87 Sangat Baik 14 2 15 83 Sangat Baik 15 7 11 82 Sangat Baik 16 - 2 98 Sangat Baik 17 3 12 85 Sangat Baik 18 9 20 71 Baik 19 5 15 80 Sangat Baik 20 3 8 89 Sangat Baik Rata-rata 3 11 86 Sangat Baik Max 9 20 98
(2)
Lampiran 5. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pembuatan Alur Kemiri (Aleurites moluccana
Willd)
Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Tanda Serat Serat Bebas Pemesinan
Halus Serpih Terangkat Terserpih Cacat (%)
1 4 6 4 3 83 Sangat Baik 2 18 8 1 7 66 Baik 3 8 4 1 17 70 Baik 4 9 4 3 13 71 Baik 5 4 2 2 6 86 Sangat Baik 6 3 7 2 3 85 Sangat Baik 7 1 12 4 15 68 Baik 8 7 10 1 2 80 Baik 9 28 1 - 13 58 Sedang 10 4 10 4 13 69 Baik 11 1 5 7 5 82 Sangat Baik 12 16 4 1 10 69 Baik 13 13 10 1 20 56 Sedang 14 4 9 1 3 83 Sangat Baik 15 4 3 3 9 81 Sangat Baik 16 4 2 4 7 83 Sangat Baik 17 10 3 1 29 57 Sedang 18 6 5 2 13 76 Baik 19 20 6 7 12 55 Sedang 20 8 7 1 12 72 Baik Rata-rata 9 6 3 11 73 Baik Max 28 12 7 29 86
(3)
Lampiran 6. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Conto Uji pada Proses Pengampelasan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Wiild)
Jenis Cacat Pemesinan (%) Permukaan Sifat Kayu Bulu Bebas Pemesinan
Halus Cacat (%)
1 57 43 Sedang 2 33 67 Baik 3 7 93 Sangat Baik 4 7 93 Sangat Baik 5 - 100 Sangat Baik 6 26 74 Baik 7 53 47 Sedang 8 7 93 Sangat Baik 9 54 46 Sedang 10 29 71 Baik 11 28 72 Baik 12 9 91 Sangat Baik 13 23 77 Baik 14 12 88 Sangat Baik 15 43 57 Sedang 16 49 51 Sedang 17 17 83 Sangat Baik 18 17 83 Sangat Baik 19 - 100 Sangat Baik 20 - 100 Sangat Baik Rata-rata 24 76 Baik Max 57 100 Min 7 43
(4)
Lampiran 7. Gambar Hasil Pengujian Sifat Pemesinan Kayu Kemiri serta Mesin yang Digunakan
`
Hasil Pengeboran Hasil Pembentukan
(5)
Cara Pembuatan Alur Serta Mesinnya Cara Pembentukan Serta Mesinnya
Pemotongan Contoh Uji Berdasarkan Ukuran yang dibutuhkan
(6)
o
Mesin Bor Mesin Serut