Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

(1)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

KOTA LUBUK PAKAM ANTARA

TAHUN 2012 DENGAN 2015

SKRIPSI

Oleh: SUGIATNO

111201004

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

20

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

Nama : Sugiatno

NIM : 111201004

Program Studi : Kehutanan

Minat : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Samsuri S.Hut,. MS.i

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

NIP: 19760215 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D


(3)

i

ABSTRAK

SUGIATNO: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara

Tahun 2012 Dengan 2015. Dibimbing oleh: ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat.Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan.Penggunaan lahan seiring pertambahan jumlah penduduk dan aktifitas pembangunan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas lingkungan perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan tutupan lahan Kota Lubuk Pakam dan mengevaluasi luas tutupan lahan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan applikasi

software Arcview GIS 3.3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2012-2015 Kota Lubuk Pakam mengalami penurunan luas tutupan lahan berupa tumbuhan penghijau sebesar 6,67% dengan faktor utama aktifitas pembangunan terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus, luas tutupan lahan berupa lahan penghijau Kota Lubuk Pakam saat ini sebesar 55,47%.


(4)

ii

ABSTRACT

SUGIATNO: Analysis of ChangesIn Land Cover Lubuk Pakam CityBetween 2012

to 2015 Supervised by:ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. Sincepopulation growth and development activities affect the quality and quantity of Urban environment, it’s followedby the change of land cover and evaluate of land cover in Lubuk Pakam from 2012 to 2015 by using of Geographic Information Systems (GIS) with ArcViewGIS 3.3 software application.

The results showedthatduring the period 2012-2015 land cover of Lubuk Pakama reade creased by 6.67% following developmen tactivities. Especially in the Village Lubuk Pakam and Tanjung Garbus.Lubuk Pakam iscurrently cover at 55.47%.


(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam (Sumatera Utara) pada tanggal 27 Desember 1993 dari ayahanda tercinta Sujono dan ibunda Supariyah, anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Madrasah Ibtidahiyah Greahan pada tahun 1999-2005, kemudian dilanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Bangun Purbapada tahun 2005-2008, lalu dilanjutkan di SMU N-1 Bangun Purba pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan Panduan Minat dan Prestasi (PMP).

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2013 di LokasiTaman Hutan Raya (TAHURA) Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani: Devisi Regional Jawa Barat & Banten, KPH Ciamis. Selama satu bulan dimulai 29 Januari– 28 Februari 2015.Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara Penulis mengikuti organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva).


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Lubuk Pakam Guna Mendukung Upaya Perencanaan Wilayah Tata Ruang”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua orangtua Ayahanda Sujono dan Ibunda Supariyah atas do’a dan dukungannya selama ini.Selanjutnya, kepada ketua pembimbing ibuDr. Anita Zaitunah S.Hut, M.Sc. dan anggota bapak Dr. Samsuri S.Hut., M.Si. yang telah membimbing penulisdalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumatera Utara, Dinas Tata Ruang dan Permukiman (TARUKIM) Lubuk Pakam, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Lubuk Pakam seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan.

Kepada saudara-saudaraku, Sujiani, Aisyah Fadhila, Jordan Bramustika, penulis ucapkan banyak terimakasih atas dukungan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada, kak Norra, Bg Hafidz, Kak Nurul Puspita, Kak Sukma, Kak Ribka, Kak Sinta, kak Triarty, kak Mariah ulfa, kak triskin, kak diyanti, kak gabrielaatas ilmu yang telah di berikan kepada kami selama praktikum di kehutanan usu.


(7)

v

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan kehutanan, Tia Novita, Angga-anggi, Andy Syaputra, Nidya Modjo, Adeputri Harahap, Desrina dan rekan-rekan MNH, BDH dan THH2011. yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih juga buat sahabatkuDea Pinem, Putri Andaria, Rizki Harahap, Riri Widariyanto, Anugrah Pustakawan, Dermik Aet, Putri Petalia, Dikky setiawan, Bangun Siketang, Sahroni Lubis, Rizki Munaza, Saiful Abdi, Muhar, Raja Indra, Atiqah Siregar, Yusuf, Rizky Wiansyah, Kurnia Nst, Ifras. yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis selama di lokasi penelitian.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa Kehutanan Universitas Sumatera Utara.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tata Ruang Kota ... 4

Tutupan Lahan ... 5

Penggunaan Lahan ... 6

Lahan ... 7

Sistem Satelit Landsat ... 8

Interpretasi Citra... 10


(9)

vii

Perencanaan Tata Ruang ... 17

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu penelitian ... 19

Alat Dan Bahan ... 21

Prosedur Penelitian... 21

Analisis Data ... 23

Training Area 1. Koreksi Citra ... 23

2. Komposit Citra ... 23

3. Clip Citra dengan Batas Kawasan ... 24

4. Training Area / Titik Sampel ... ………..24

5. Image Classification / Klasifikasi Citra ... 25

6. Ground Check / Pengecekan Lapangan ... 25

7. Analisis Akurasi ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam ... 28

Perubahan Tutupan Lahan... 34

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 34

Evaluasi Tutupan Lahan Hijau Pada Kelurahan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Saluran Citra Landsat TM ... 8

2. Jenis data, Bentuk data dan Sumbernya ... 21

3. Luas Dan Persentase Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam ... 29

4. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 37


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian... 20

2. Diagram Alir Pembuatan Peta Tutupan Lahan ... 22

3. Diagram Alir Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 22

4. Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012-2015 ... 30

5. Peta Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 32

6. Peta Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2015 ... 33

7. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 34

8. Peta Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 38


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Bakaran Batu dan Pagar Jati ... 47

2. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Tanjung Garbus dan Pagar Merbau ... 48

3. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Lubuk Pakam dan Paluh Kemiri ... 49

4. Citra Landsat 8Path Row129/57 Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 50

5. Citra Landsat 8 Path Row 129/57 Kota Lubuk Pakam Tahun 2015 ... 51

6. Perubahan dan Persentase RTH pada tiap Kelurahan ... 52

7. Luas dan Persentase RTH Kecamatan Lubuk Pakam ... 53


(13)

i

ABSTRAK

SUGIATNO: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara

Tahun 2012 Dengan 2015. Dibimbing oleh: ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat.Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan.Penggunaan lahan seiring pertambahan jumlah penduduk dan aktifitas pembangunan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas lingkungan perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan tutupan lahan Kota Lubuk Pakam dan mengevaluasi luas tutupan lahan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan applikasi

software Arcview GIS 3.3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2012-2015 Kota Lubuk Pakam mengalami penurunan luas tutupan lahan berupa tumbuhan penghijau sebesar 6,67% dengan faktor utama aktifitas pembangunan terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus, luas tutupan lahan berupa lahan penghijau Kota Lubuk Pakam saat ini sebesar 55,47%.


(14)

ii

ABSTRACT

SUGIATNO: Analysis of ChangesIn Land Cover Lubuk Pakam CityBetween 2012

to 2015 Supervised by:ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. Sincepopulation growth and development activities affect the quality and quantity of Urban environment, it’s followedby the change of land cover and evaluate of land cover in Lubuk Pakam from 2012 to 2015 by using of Geographic Information Systems (GIS) with ArcViewGIS 3.3 software application.

The results showedthatduring the period 2012-2015 land cover of Lubuk Pakama reade creased by 6.67% following developmen tactivities. Especially in the Village Lubuk Pakam and Tanjung Garbus.Lubuk Pakam iscurrently cover at 55.47%.


(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lubuk Pakam sebagai ibukota Kabupaten Deli Serdang sekaligus sebagai bagian dari kawasan strategis nasional mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo), terus mengalami pertumbuhan pesat. Pertumbuhan Kota Lubuk Pakam diperkirakan akan semakin cepat dengan semakin tumbuhnya Kota Metropolitan Medan, berkembanganya jalan lintas sumatera (Jalinsum) dan dibukanya Bandara Internasional Kualanamo (Bappeda Kabupaten Deli Serdang, 2010). Selain dampak positif secara sosial ekonomi, pertumbuhan Kota Lubuk Pakam tentu saja akan membawa konsekuensi permasalahan lingkungan perkotaan yang cukup kompleks.

Munculnya permasalahan lingkungan perkotaan seperti banjir, polusi udara, kebisingan dan lain-lain yang disebabkan oleh aktivitas manusia mendorong beberapa elemen masyarakat untuk membangun ruang terebuka hijau. Ruang terbuka hijau yang dimaksud juga telah dikembangkan di kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan sekitar Kawasan Stadion Lubuk Pakam.Diharapakn dengan dibangunnya ruang terbuka hijau maka fungsi hutan dapat berperan di daerah perkotaan.Ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang sangat besar terhadap lingkungan perkotaan, baik ekologi maupun ekonomi.Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut menyediakan barang dan jasa (Pranoto, 2009).


(16)

2

Kemajuan perekonomian dan peningkatan jumlah penduduk menjadi permasalahan, khususnya dengan lahan terbuka hijau yang semakin berkurang dikarenakan oleh proses pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Dampak dari aktivitas pembangunan akan mempengaruhi kualitas lingkungan, karena itu harus selalu diperhitungkan, baik dampak positif maupun dampak negatif yang harus selalu dikendalikan. Isu yang berkaitan dengan lingkungan antara lain, terkait dengan beberapa tantangan karakteristik perkotaan yaitu menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat mengontrol berjalannya proses pembangunan dan juga bekerjasama langsung dengan masyarakat sebagai pihak yang terkait langsung dan menjadi sasaran atau objek dalam pembangunan agar dapat menciptakan lingkungan yang baik dan berkesinambungan.

Areal lahan penghijauan di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kawasan perkotaan yang memiliki manfaat yang sangat tinggi, tidak saja dapat menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan tapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan akan sebagai identitas kota. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, menyatakan bahwa penataan ruang perkotaan diselenggarakan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan :

1. Terwujudnya Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, dan


(17)

3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang terbuka hijau.

Dengan penurunan luas lahan hijau, maka sudah seharusnya pemerintah Kota Lubuk Pakam memperhatikan dan mengelola keberadaan lahan hijau agar terwujud hubungan yang baik antara alam dan manusia dan meningkatkan kembali kualitas lingkungan perkotaan. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa luas ideal Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan (RTHKP) minimal 30 % dari luas kawasan kota. Evaluasi ini diharapkan membantu pemerintah kota dalam pengembangan, pengelolaan serta pemanfaatan lahan hijau agar kedepannya bertindak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui Perubahan Tutupan Lahan antar tahun 2012 dengan 2015. 2. Memetakan Lahan yang berpotensi sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota

Lubuk Pakam. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keadaan Tutupan Lahan dan perubahannya dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 dan juga sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang Kota Lubuk Pakam bagi pihak-pihak yang terkait.


(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tata Ruang Kota

Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota sebagai suatu lingkungan dengan rangkaian ekosistem yang kompleks, yang terdiri dari komponen-komponen fisik, biologis, sosial, budaya dan ekonomi selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang akan berpengaruh pada tata kota (Nurisjah, 1997).

Tata ruang kota secara fisik dapat dipisahkan menjadi ruang terbangun dan ruang terbuka. Berdasarkan Depdagri (1998), ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah lebih luas, baik dalam area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya bersifat terbuka atau dasarnya tanpa bangunan.

Tata ruang kota penting dalam efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan di cari solusinya juga di kaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.


(19)

Tutupan Lahan

Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan) dan Benua Astrulia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire, Sehingga sangat penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global.Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat hutan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai atau pulau, yaitu minimal 30% (tiga puluh persen), seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun 1999.Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi, lindung atau produksi (Departemen Kehutanan, 2008).

Kenampakan tutupan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan tutupan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu.Perubahan tutupan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan tutupan lahan pada kondisi yang sama. Kecendrungan perubahan ini dapat ditunjukan dengan peta multi waktu.Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan tutupan lahan dapat diketahui.Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap.Perubahan ini pada


(20)

6

umumnya tidak linear karena kenampakanya berubah-ubah, baik penutupan lahan maupun lokasinya (Murcharke, 1990).

Penutupan lahan pada kawasan hutan terutama yang terkait dengan tutupan lahan berubah dengan cepat dan sangat dinamis. Kondisi hutan yang semakin menurun dan berkurang luasnya telah menyebabkan laju pengurangan hutan pada kawasan hutan mencapai angka kurang lebih 2,48 juta ha/tahun pada periode 1997-2000 atau kurang lebih 8,5 juta ha selama 3 tahun. Tingginya tekanan terhadap keberadaan hutan telah mendorong dilakukannya monitoring sumber daya hutan secara periodik dengan interval waktu 3 tahunan (Purnama, 2005).

Penggunaan Lahan

Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2003). Menurut Lillesand dan Kiefer (1987), penggunaan lahan (land use) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan.Pendapat Townshend dan Justice (1981 dalam Hartanto, 2006) mengenai penutupan lahan, yaitu perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut.

Menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual.Penggunaan lahan dibagi kedalam dua kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan non


(21)

pertanian.Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan kedalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya.

Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu, misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan sebagainya (FAO, 1976).

Lahan

Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981).

Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu, misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh kesesuaiann antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman bersangkutan.

Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi lebih sering merupakan gabungan antara karateristik secara berkaitan.


(22)

8

Kombinasi berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan (kualitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar, peredaran udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan. Masin-masing kualitas lahan mempunyai keragaman tertentu yang berepengaruh terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).

Sistem Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai 3. Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MMS dan sensor Thematic Mapper (TM).

Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititik beratkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi, sedangkan Landsat TM mempunyai 7 band. Untuk lebih singkatnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1979). Saluran Kisaran

Gelombang (μm)

Kegunaan Utama

1 0,45 – 0,52 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan

vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0,52 – 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang

terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat


(23)

3 0,63 – 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0,76 – 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk

identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1,55 – 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan

air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan

hidrotermal.

7 10,40 – 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan

kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.

8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

Citra penginderaan jauh ini sangat bermanfaat untuk pemetaan tutupan lahan karena selain mempermudah pengklasifikasian lahan juga mempermudah dalam menganalisis tutupan suatu lahan atau areal tertentu.

Tepatnya tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit

Landsat Data continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open accesssejak tanggal 30 mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS tersebut. Satelit ini kemudian lebih di kenal sebagai landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih di tangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.

Sebenarnya landsat 8 lebih cocok sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang


(24)

10

menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai digital number) dari tiap piksel citra.

Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (Oli) dan Thermel Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada Oli dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada landsat 8 di bandingkan dengan landsat 7. Laju degradasi/deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun-tahun sebelumnya (mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya) untuk keperluan tersebut, citra landsat masih menjadi andalan bagi para analisis bidang kehutanan (Campell, 2013).

Interpretasi Citra

Interpretasi citra adalah tindakan mengkaji foto atau citra dengan maksud untuk mengenali objek dan gejala serta menilai arti pentingnya objek dan gejala tersebut. Dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:

1. Deteksi 2. Identifikasi 3. Analisis

Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup


(25)

dan sebagainya. Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu:

A. Pengenalan objek melalui proses deteksi, yaitu pengamatan atas adanya suatu objek. Berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan gejala di sekitar kita, penginderaan tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil reklamasi dari foto udara atau satelit. Dalam identifikasi ada tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan cirri yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:

1. Spektral, ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.

2. Spatial, ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs dan asosiasi.

3. Temporal, ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman. B. Penilaian atas fungsi objek dan kaitanya antar objek dengan cara

menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju kearah terorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsir citra.

Citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Interpretasi citra berlandaskan 9 metode kunci interpretasi yang dijelaskan


(26)

12

oleh Sutanto; 1986 sebagai berikut ini: a) Rona

Merupakan tingkat kehitaman atau tingkat kegelapan obyek pada citra/ foto, rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya, dengan mata biasa rona dapat dibedakan menjadi 5 tingkatan putih, kelabu-putih, kelabu, kelabu hitam dan hitam.

b) Warna

Merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum

sempit, lebih sempit dari spectrum tampak, contohnya warna atap pabrik adalah putih dan warna taman adalah hijau.

c) Bentuk

Merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk; Bangunan Gedung: berbentuk I, L, U, tajuk pohon palma : berbentuk bintang dan Gunung berapi : berbentuk kerucut.

d) Ukuran

Atribut obyek yang berupa panjang (sungai,jalan), luas (lahan), volume, ukuran ini merupakan fungsi skala. Misalnya ukuran rumah berbeda dengan ukuran perkantoran, biasanya rumah berukuran lebih kecil dibandingkan dengan bangunan perkantoran.

e) Tekstur

Frekuensi perubahan rona pada citra / foto atau pengulangan rona pada kelompok objek (permukiman) tekstur dinyatakan dengan kasar (hutan) sedang (belukar) halus (tanaman padi, permukaan air).


(27)

f) Pola

Merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek bentukan alamiah, contoh : pola teratur (tanaman perkebunan. Permukiman transmigrasi), pola tidak teratur : tanaman di hutan, jalan berpola teratur dan lurus berbeda dengan sungai yang berpola tidak teratur atau perumahan (dibangun oleh pengembang) berpola lebih teratur jika dibandingkan dengan perumahan diperkampungan.

g) Bayangan

Merupakan kunci pengenalan objek yang penting untuk beberapa jenis objek, misalnya, untuk membedakan antara pabrik dan pergudangan, dimana pabrik akan terlihat adanya bayangan cerobong asap sedangkan gudang tidak ada.

h) Situs

Menjelaskan letak objek terhadap objek lain disekitarnya, contoh pohon kopi di tanah miring, pohon nipah di daerah payau, sekolah dekat lapangan olahraga, pemukiman akan memanjang di sekitar jalan utama. i) Assosiasi

Diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Sehingga asosiasi ini dapat dikenali 2 objek atau lebih secara langsung, Contohnya stasiun kereta api (KA).


(28)

14

j) Konvergensi Bukti

Penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit kearah satu kesimpulan tertentu . Contoh : Tumbuhan dengan tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon palem. Bila ditambah unsur interpretasi lain, seperti situsnya di tanah becek dan berair payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah sagu (Andimanwno, 2013).

Bentang alam dan bentang budaya merupakan objek dari penginderaan jauh. Contoh pengenalan unsur bentang alam dan bentang budaya dari citra penginderaan jauh yaitu :

1. Unsur Bentang Alam

a. Sungai, memiliki tekstur permukaan air yang seragam dengan rona yang gelap jika airnya jernih atau cerah jika keruh. Arah aliran sungai ditandai oleh bentuk sungai yang lebar pada bagian muara, pertemuan sungai memiliki sudut lancip sesuai dengan arah aliran, perpindahan meander ke arah samping dan ke arah bawah (muara).

b. Dataran banjir, memiliki permukaan yang rata dengan posisi lebih rendah dari daerah sekitar. Dataran banjir memiliki rona yang seragam atau kadang-kadang tidak seragam, dan terdapat sungai yang posisinya kadang-kadang agak jauh. c. Guguk pasir, berbentuk sempit dan memanjang, lurus atau melengkung,

irigasi rendah dengan permukaan air yang datar, sejajar sama lain dan sejajar pantai. Tak terdapat aliran permukaan dan erosi. Pada kawasan terbukti bentuknya sesuai garis tinggi.


(29)

d. Hutan bakau, memiliki rona sangat hitam karena daya pantul terhadap cahaya rendah, ketinggian pohon seragam dan tumbuh pada pantai yang becek, tepi sungai atau peralihan air payau.

e. Hutan rawa, memiliki rona dan tekstur tidak seragam. Hal ini disebabkan karena ketinggian pohonnya berbeda. Terletak antara hutan bakau dengan hutan rimba di kawasan pedalaman.

2. Unsur bentang budaya

a. Jalan raya dan jalan kereta api

Jalan raya dan jalan kereta api memiliki bentuk memanjang, lebarnya seragam dan relative lurus. Tekstur halus serta rona yang kontras dengan daerah sekitar dan pada umumnya cerah.

b. Terowongan dan jembatan

1. Pada terowongan Nampak seperti jalan atau jalan kereta api yang tiba-tiba hilang pada satu titik dan timbul lagi pada titik lain.

2. Pada jembatan Nampak adanya sungai atau saluran irigasi yang menyilang jalan, terdapat bayangan karena perbedaan tinggi antara jembatan dengan sungai (Sutanto, 1986).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang berorientasi operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvensional. Operasi ini melibatkan (a) perangkat komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data


(30)

16

(penyimpanan dan pemanggilan data) (c) manipulasi dan analisis, (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989).

Salah satu prosedur kerja yang umum dilakukan dalam SIG adalah penumpang tindihan beberapa peta untuk mencari suatu wilayah tertentu. Dalam pekerjaan perencanaan keruangan dimana data-data disajikan dalam bentuk peta, pendekatan ini sangat biasa dilakukan. Tumpang tindih bukan hanya menggabungkan garis yang terdapat pada dua atau tiga peta tersebut menjadi gabungan, karena hal ini hanya bagian kegiatan fisiknya, akan tetapi yang lebih penting menggali makna yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut

(Barus dan Wiradisastra, 2000).

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efesien dan efektif untuk mengetahui karateristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. Sistem Informasi Geografis dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu : 1. Sistem Komputer

Sistem komputer berupa komputer dan sistem operasi yang digunakan untuk mengoperasikan SIG.

2. Perangkat Lunak

Perangkat Lunak SIG berupa program dan antarmuka pengguna untuk menjalankan perangkat keras

3. Perangkat Pikir


(31)

4. Infrastruktur

Infrastruktur menunjuk pada kebutuhan fisik yang berhubungan dengan ketatausahaan organisasi, dan lingkungan penggunaan SIG.

Perencanaan Tata Ruang Kota

Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota sebagai suatu lingkungan dengan rangkaian ekosistem yang kompleks, yang terdiri dari komponen-komponen fisik, biologis, sosial, budaya dan ekonomi selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang akan berpengaruh pada tata kota (Nurisjah, 1997).

Tata ruang kota secara fisik dapat dipisahkan menjadi ruang terbangun dan ruang terbuka. Berdasarkan Depdagri (1998), ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah lebih luas, baik dalam area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya bersifat terbuka atau dasarnya tanpa bangunan.

Perencanaan tata kota (Urban Design) bertujuan untuk mewujudkan proses ruang kota yang berkualitas tinggi dilihat dari kemampuan tata ruang tersebut, di dalam membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat. Untuk itu maka elemen tata ruang kota yang berpengaruh terhadap proses pembentukan ruang yang dimaksud harus diarahkan serta di kendalikan perancanganya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan. Menurut Shurvani (1985), mengklasifikasikan 8 elemen urban design, sebagai berikut : Tata guna lahan, bentuk dan masa bangunan, sirkulasi parkir, ruang terbuka, area peindustrian, pendukung aktivitas dan konservasi. Lebih lanjut di jelaskan bahwa secara umum


(32)

18

ruang terbuka di perkotaan, terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.Ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang di isi tanaman guna mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non hijau dapat berupa ruang yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru yang berupa permukaan sungai, danau maupun areal-areal yang di peruntuhkan sebagai genangan retensi.

Tata ruang kota penting dalam efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem tranportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utamadalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruangkota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.


(33)

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitianini dilaksanakan di Kota Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Pada bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Lubuk Pakam, Propinsi Sumatera Utara, yang secara geografis kota Lubuk Pakam berada diposisi 02"57' - 03"16' Lintang Utara dan 98"33' - 99"27' Bujur Timur, berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Luas kota Lubuk Pakam adalah 7.655,35 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Beringin, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau, sebelah timur Berbatasan dengan Pagar Merbau dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa.Kota Lubuk Pakam terdiri atas 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota Kecamatan terletak di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Topografi Kecamatan Lubuk Pakam merupakan dataran dengan ketinggian 0 s/d 8 meter dari Permukaan laut.

Kota Lubuk Pakam terletak pada ketinggian 400 m dari permukaan laut, beriklim sedang dengan suhu maksimum rata rata 300C dan suhu minimum 210C, curah hujan rata-rata 257 mm, dan kelembaban udara rata-rata 84%, dengan kecepatan angin 0,05 meter/detik dan penguapan 3,18 mm (BPS, 2010).


(34)

20


(35)

25

Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. GPS (Global Positioning System)

2. Perangkat keras (personal computer / netbook)

3. Perangkat lunak Arcgis(ArcMap) 10.0dan Erdas Imagine 8,5 4. Kamera digital

5. Perangkat lunak Microsoft Excel dan Microsoft Word

6. Manual Monogram Sumatera Utara.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian inidapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian

No Nama Data Jenis

Data

Sumber Tahun

1. Data Lapangan (ground check) Primer GPS dan Kamera digital 2015 2. Citra Landsat 8 OLI path/row

129/57

Sekunder www.glovis.usgs.gov 2012 3. Citra Landsat 8 OLI path/row

129/57

Sekunder

2015 4. Peta Administrasi Kecamatan

Lubuk Pakam

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan

2014 5. Peta Administrasi Sumatera

Utara

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan

2014

Prosedur Penelitian

Prosedur kerja untuk klasifikasi citra dengan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan untuk mengklasifikasikan kelas tutupan lahan digunakan submenudari klasifikasi citra/image cassification dengan metode peluang maksimum klasifikasi/Maximum Likelihood Classification (MLC) pada perangkat lunak/software ArcMap 10.Data primer berupa citra landsat8 tahun 2012 pada bulan Februari dan citra landsat 8 tahun 2015 dari USGS bulan Juni.


(36)

26

Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) pengelolaan citra Landsat

bertujuan untuk mengekstrak informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang bersifat informasi spasial maupun informasi deskriptik, dimana semua proses pengelolaan dilakukan secara digital dengan bantuan komputer. Kegiatan dalam menganalisis penutupan lahan masing-masing citra (2012 dan 2015) dapat dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.

Peta Penutupan LahanTahun 2012

Gambar 3.Skema Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Citra Terkoreksi Tahun 2012

Image Classification (Klasifikasi Terbimbing)

Citra Landsat8tahu

Data Ground check/Pengecekan

Lapangan Koreksi citra

Citra Landsat8

Peta Penutupan LahanTahun 2015

Peta Perubahan Lahanantara tahun 2012 dengan 2015

Citra Terkoreksi Tahun 2015


(37)

Analisis data

1. Koreksi citra

Citra Landsat yang diperlukan diperoleh dari situs resmi landsat melalui

http://usgs.glovis.gov. Sebelum diolah lebih lanjut citra landsat yang diperoleh pada tahun rekaman 2012 dan 2015 terlebih dahulu diperbaiki karena citra landsat

pada tahun 2003 hingga sekarang mengalami gangguan akibat rusaknya Scan Line Corrector (SLC-OFF) yang mengakibatkan adanya garis-garis/stripping.

Perbaikan citra dilakukan dengan memanfaatkan softwareFrame and Fill Win 32. Software ini akan membantu memulihkan citra landsat yang memiliki garis-garis/stripping agar memiliki tampilan serupa dengan citra tanpa garis-garis/istripping. Secara sederhana citra diperbaiki dengan cara mengisi citra yang dijadikan master dengan citra pengisi yang bisa saja keduanya memiliki garis-garis/stripping namun pada lokasi yang berbeda, sehingga dapat saling mengisi. Citra pengisi merupakan citra pada tahun yang sama namun berbeda bulan. Sedangkan citra master memiliki persentase awan paling rendah.

2. Komposit Citra

Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band/kanal dikombinasikan sesuai dengan karakteristik spektral masing-masing kanal/band dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian mengenai pemantauan kondisi perubahan tutupan lahan dipilih band/kanal6, 5 dan 4 pada landsat8 dan band 6, 5 dan 4 pada landsat

8. Hal ini disebabkan karena band/kanal tersebut peka dan mempunyai nilai refleksi yang tinggi terhadap vegetasi, tanah terbuka, dan unsur air.


(38)

28

3. Clip Citra dengan Batas Kawasan

Proses ini melakukan clip/pemotongan pada citra yang telah dikompositkan dengan peta batas kawasan tutupan lahan Kec. Lubuk Pakam yang diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Medan. Dalam program ArcGis10.0 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah pengaturan data atau

tools Data management.

4. Training Area (Titik Sampel)

Citra tahun rekaman 2012 dan 2015 diolah secara digital dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode peluang maksimum (Maximum likelihood classifier). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan kedalam kelas atau kategori tertentu.Dalam klasifikasi diperlukan suatu penciri kelas. Penciri kelas ini adalah satu data yang diperoleh dari suatu training area(titik sampel). Jumlah piksel yang harus diambil untuk titik sampel pada masing-masing kelas adalah sebanyak jumlah bandyang digunakan plus satu (N+1) (Jaya 2010).

Sebelum dilakukan proses klasifikasi, terlebih dahulu titik sampelyang sudah dibuat diuji. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan nilai separabilitas atau Matrik kontingensi (akurat)nya. Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang dikelompokan ke dalam lima kelas, setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan menurut Kobayasi (1995) and Jensen (1986) dalam Jaya (2010) tersebut yaitu :


(39)

1. Tidak terpisah : < 1600 2. Kurang terpisah : 1600-<1800 3. Cukup keterpisahannya : 1800-<1900 4. Baik keterpisahannya : 1900-<2000 5. Sangat baik keterpisahannya : 2000

5. Image Clasification(Klasifikasi Citra)

a. Penggabungan Kelas / Merging / Grouping

Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan (similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006). Pada program ArcGis 10.0 dapat menggunakan tools image classification pada kotak dialog

training sample area.

b. Labelling (Pemberian Nama Lahan)

Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Daerah sampel yang telah dikelaskan pada kelas yang sama kemudian diberi kelas nama/label. Pemberiaan label sebaiknya teliti serta dilakukan ketika kita telah mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label setelah melakukan interpretasi visual (Jaya, 2006).

6. Ground Check/Pengecekan lapangan

Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan kecamatan Lubuk Pakam.Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS).Titik pengamatan ditentukan dengan metode purposive sampling. Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan minimal empat


(40)

30

titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta pencatatan informasi penting. Data yang diambil adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.

7. Analisis Akurasi

Uji ketelitian dimaksudkan untuk mempengaruhi besarnya kepercayaan pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006). Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering juga disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”. Matrik kesalahan membandingkan informasi dari area referensi denganinformasi dari citra hasil klasifikasi pada sejumlah area yang terpilih. Matrik kesalahan berbentuk bujur sangkar dengan elemen pada baris matrik mewakili area pada citra hasil klasifikasi, sedangkan elemen pada kolom matrik mewakili area pada data yang dijadikan referensi (Congalton & Green, 1999 dalamHendrawan, 2003).

Dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan data referensi adalah sejumlah piksel pada citra yang telah diidentifikasi sebelumnya melaluikegiatan pengecekan lapangan atau interpretasi foto dan diasumsikan benar. Matrik kesalahan sangat efektif untuk mengetahui tingkat akurasi citra hasilklasifikasi beserta kesalahan yang terjadi dalam tahapan klasifikasi.

Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang dikelaskan secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Secara matematik, akurasi Kappa dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(41)

100% N

X

X

N

X

X

X

i i 2 r i r i i i ii

+ + + + − − r i Keterangan:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel

Perhitungan akurasi dengan menggunakan matrik kontingensi ini juga dapat menghitung besarnya akurasi pembuat (producer’s accuracy) dan akurasi pengguna (user’s accuracy). Secara sistematis skema perhitungan akurasi (pengguna, pembuat dan umum) adalah sajikan pada Tabel 9.

Tabel 4. Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix)

Kelas referensi Dikelaskan ke kelas Jumlah piksel Akurasi pembuat

A B C Total piksel

A X11 X12 X13 X1+ X11/ X1+

B X21 X22 X23 X2+ X22/ X2+

C X31 X32 X33 X3+ X33/ X3+

...

Total piksel X+1 X+2 X+3 N

Akurasi pengguna X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3

Sumber : Jaya (2010)


(42)

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam

Berdasarkan data yang didapat dari hasil klasifikasi dan interpretasi pada citra landsat yang telah di subset menjadi lokasi penelitian, tutupan lahan Kota Lubuk Pakam memiliki 6 kelas tutupan lahan yaitu Perkebunan, Pemukiman, Pertanian Lahan Kering, Persawahan, Tubuh air dan Semak Belukar. Klasifikasi tersebut dilakukan dengan metode digitasi onscreen pada Citra Landsat tahun 2012 dan 2015.Metode menggunakan indra visual dalam menganalisa kenampakan rona, warna, ukuran, tekstur, pola dan resolusi pada citra sehingga dapat diberikan atribut pada tiap polygon hasil klasifikasi.

Dari hasil pengukuran secara digital dengan menggunakan software ArcView 3.3, Kota Lubuk Pakam memiliki luasan 7.655,35 Ha. Dimana pada tahun 2012 dan 2015 memiliki perubahan-perubahan yang berbeda-beda, pada tahun 2012 tutupan lahan yang paling luas ada pada tutupan lahan pemukiman yaitu sebesar 2832,21 Ha atau sekitar 37,00 % dari luas wilayah kota dan yang paling sedikit luasnya yaitu pada tutupan lahan tubuh air yaitu 65,35 Ha atau sekitar 0,85 %. Pada tahun 2015 yang mendominasi tutupan lahan juga pada tutupan lahan pemukiman dimana pada rentang waku tahun 2012 dan 2015 terus mengalami peningkatan luasan dan yang paling sedikit juga tutupan lahan tubuh air dimana luasannya tetap pada tiap tahun atau tidak mengalami perubahan sama sekali. Untuk lebih jelasnya besarnya luas dan persentase tutupan lahan pada tahun 2012 dan 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.


(43)

Tabel 3. Luas dan persentase tutupan lahan Kota Lubuk Pakam

Jenis Tutupan Lahan Luas Tahun 2012 Luas Tahun 2015 Perubahan 2012-2015

Ha % Ha % Ha %

Perkebunan 1452,65 18,98 1453,19 18,98 0,54 0,01

Pemukiman 2832,21 37,00 2878,49 37,60 46,28 0,60

Tubuh Air 65,35 0,85 65,35 0,85 0,00 0,00

Pertanian Lahan Kering 1748,04 22,83 1724,15 22,52 -23,89 -0,31

Semak Belukar 100,30 1,31 99,44 1,30 -0,86 -0,01

Persawahan 1456,80 19,03 1434,73 18,74 -22,07 -0,29


(44)

34

Lalu untuk setiap jenis tutupan lahan tahun 2012 dan 2015 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 dan 2015

Berdasarkan Tabel 4 di atas, Kota Lubuk Pakam memiliki 6 tipe tutupan lahan dengan proporsi luas yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Pada tutupan lahan perkebunan tahun 2012 memiliki luas 1.452,65Ha atau sekitar 18,97 % dari luas total area kota dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 18,98% atau 1.453,19Ha dan pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 1.339,71Ha. Tahun 2015 luas tutupan lahan didominasi oleh pemukiman yaitu sebesar 2.832,21Ha (37,00%) dan kemudian diikuti berturut-turut tutupan lahan Pertanian Lahan Kering sebesar 1.784,04Ha (23,83%), Persawahan 1.452,65Ha (18,97%), Perkebunan 1.456,80Ha (19,03%), semak Belukar 100,30Ha (1,31%) dan Tubuh Air sebesar 65,35Ha atau 0,85% dari total luas wilayah Kota Lubuk Pakam.

Luas tutupan lahan pada tahun 2012 dan 2015 (tiga periode pengamatan) selalu berubah, ada yang menunjukkan peningkatan luas dan penurunan luas lahan, pemukiman pada tiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang

1452,65 2832,21 65,35 1748,04 100,30 1456,80 7655,35 1453,19 2878,49 65,35 1724,15 99,44 1434,73 7655,35 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Lu a s ( H a )


(45)

signifikan, pada tahun 2012 pemukiman seluas 2.832,21Ha dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu menjadi 3.343,71Ha, perubahan seperti ini kerap terjadi seiring penurunan luas tutupan lahan yang lain seperti pertanian lahan kering dan perkebunan serta persawahan. Jika dilihat pada Tabel 3, dari tahun 2012 dan 2015 pemukiman yang mendominasi tutupan lahan.

Hal ini terjadi karena faktor sosial dan fisik masyarakat perkotaan seiring dengan peningkatan kebutuhan ekonomi, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sandy (1982), bahwa manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Demikian pula pertambahan penduduk identik dengan peningkatan kebutuhan. Hal ini terkait dengan pernyataan Komarsa(2001), yang menyatakan bahwa Faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya.


(46)

36


(47)

(48)

38

Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Berdasarkan data perubahan tutupan lahan kota Medan pada tahun 2012 dan tahun 2015 menunjukkan adanya terdapat perubahan tutupan lahan di Kota Lubuk Pakam baik dari bentuk maupun luasannya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar7. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Perubahan tutupan lahan yang terjadi selama selang waktu 3 (tiga) tahun mulai dari tahun 2012 sampai 2015 (Gambar 7 ) yaitu adanya perubahan dari jenis tutupan lahan pertanian lahan kering berubah menjadi pemukiman, semak belukar berubah menjadi pertanian lahan kering dan persawahan juga berubah menjadi pemukiman dan perkebunan. Pada Gambar 7 diketahui bahwa perubahan tutupan lahan yang terbesar terjadi pada jenis tutupan lahan pemukimanbertambah menjadi 46,28Ha, kemudian diikuti perubahan persawahan yang berkurang sebesar 22,07Ha, Pertanian lahan kering juga berkurang sebesar 23,89 Ha, dan semak belukar juga berkurang sebesar 0,54 Ha.

0,54 46,28 0,00 -23,89 -0,86 -22,07 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 Lu a s ( H a ) Perkebunan Pemukiman Tubuh Air

Pertanian Lahan Kering Semak Belukar


(49)

Perubahan kerap terjadi pada setiap tipe penutupan lahan pada tahun 2012 sampai tahun 2015yaitu pada tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar 23,89 Ha, alih fungsi lahan ini berubah pada persawahan, pemukiman dan semak belukar. Dan tutupan lahan yang sedikit mengalami perubahan yaitu pada tutupan lahan perkebunan hanya sebesar 0,54 %. Dari Tabel 3jumlah komponen pengisi Lahan Hijau pada tahun 2012 yaitu sebesar 4.757,79Ha atau 62,14% dari total luas wilayah kota ini menunjukkan bahwa pada tahun 2015Lahan Hijau yang mendominasi Kota Lubuk Pakam. Hal ini menunjukkan adanya penurunan luas Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam. Kebutuhan manusia akan tempat tinggal menjadi salah satu faktor berkurangnya Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam sehingga memicu kepada penurunan luas Lahan Hijau. Berbagai faktor banyak terjadi pada penurunan kawasan Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam, diantaranya semakin meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan semakin butuhnya tempat tinggal, dan selang tahun 2012 sampai tahun 2015 hampir di setiap wilayah perkotaan banyak pembangunan, baik itu perumahan, ruko, dan kawasan perindustrian baik kecil menengah maupun besar.

Berdasarkan pegalaman peneliti yang juga ditinggal di Kota Lubuk Pakam sejak tahun 2012 sudah banyak pembangunan perumahan, yang dulunya kawasan dari Lahan Hijau kini berangsur-angsur hilang dikonversi menjadi perumahan dan perkantoran. Hal ini juga ditegaskan oleh penelitian Siahaan (2010), bahwa pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya densifikasi penduduk dan pemukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian kota yang menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi kepentingannya, dimana Lahan Hijau semakin menurun baik dari segi kualitas


(50)

40

maupun kuantitas. Perubahan ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Mulyani (2010) mengenai konversi lahan pertaniandan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara, menunjukkan bahwaperubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun.

Dari hasil analisa data yang didapat sudah seharusnya pemerintah kota khususnya yang berwenang dalam hal tata guna lahan agar memperhatikan dan memantau penggunaan lahan. Karena semakin tahun kebutuhan aktivitas masyarakat perkotaan semakin meningkat, ini menandakan bahwa semakin terancamnya juga keberadaan Lahan Hijau perkotaan.

Dalam hal ini pemerintah kota harusnya membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada penggunaan lahan yang tepat dan baik yang mendukung keberadaan Lahan Hijau tetap terjaga, merencanakan dan menduga akan keberadaan Lahan Hijau ke tahun-tahun yang akan datang dan bagaimana mempertahankannya dan menjaganya agar lestari, juga aktif dalam sosialisasi kepada masyarakat kota serta mengajak masyarakat ikut andil dalam pengelolaannya. Karena kalau tidak ada pergerakan yang aktif dalam mempertahankan Lahan Hijau maka keberadaan Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam semakin terancam. Pemerintah kota harus segera cepat dalam memberikan kebijkan-kebijakan penggunaan lahan agar keberadaan Lahan Hijau dapat dikontrol dan dikendalikan sebaik mungkin.


(51)

Tabel 4. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Tutupan Lahan tahun 2012

Tutupan Lahan Tahun 2015 Perkebunan Pemukiman

Tubuh Air

Pertanian Lahan Kering

Semak

Belukar Persawahan

Total Area

Tahun 2012 Proporsi %)

Perkebunan 1.417,15 16,53 18,97 1.452,65 18,98

Pemukiman 2.806,62 3,31 14,75 2.832,21 37,00

Tubuh Air 65.35 65,35 0,85

Pertanian Lahan Kering 0,13 71,87 1.649,47 23,79 1.748,04 22,83

Semak Belukar 0.33 22,80 77,17 100,30 1,31

Persawahan 23.49 4,51 1415.15 1.456,80

Total Area Tahun 2015 1.453,19 2.878,49 65,35 1.724,15 99,44 1.434,73 7.655,35 100,00

Proporsi 18,98 37,60 0,85 22,52 1,30 18,74

Perubahan dari 2012-2015(ha) +0,54 +46,28 0,00 -23,89 -0,86 -22,07

Perubahan dari 2012-2015 (%) +0,04 +1,63 0,00 -1,37 -0,86 -1,51

Keterangan : Tanda (+) mengindikasikan adanya pertambahan jumlah Tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah


(52)

42


(53)

Evaluasi Tutupan Lahan Hijau Pada Kecamatan

Kota Lubuk Pakam secara geografi diapit oleh kabupaten simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, dan pertanian. Kota Lubuk Pakam terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota kecamatan terletak di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Keberadaan Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 semakin berkurang pata tiap tahunnya. Berikut gambar luas Lahan Hijau perkecamatan tahun 2012 dan 2015.

Gambar 9. Luas Lahan Hijau Pada Tiap Kecamatan Tahun 2012-2015

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000


(54)

44

Pada Gambar 9 diatas bisa dilihat bahwa perubahan Lahan Hijau kerap terjadi pada setiap kecamatan pada tiap tahun kedepannya. Pada tahun 2012, Kelurahan yang paling banyak memiliki Luas Lahan HijauPaluh Kemiri sebesar 1.742,05 Ha dan didominasi oleh komponen Lahan Hijau Pertanian lahan kering, diikuti berurut oleh Kelurahan Pagar Merbau dengan luas Lahan Hijau 969,23 Ha, Kelurahan Bakaran Batu 260,81 Ha, Kelurahan Pagar Jati 256,85 Ha, Kelurahan Lubuk Pakam 90,82 Ha, dan Kelurahan Tanjung Garbus hanya memiliki luas Lahan Hijau 40,96 Ha. Kelurahan Pagar Merbau merupakan kelurahan yang memiliki semua komponen Lahan Hijau yaitu, perkebunan, persawahan, pertanian lahan kering dan semak belukar. Pada Kelurahan pagar Jati komponen Lahan Hijau yang tidak ada yaitu Semak Belukar, dan pada Kelurahan Lubuk Pakam juga tidak ditemukan Perkebunan dan Semak Belukar, Pada Kelurahan Bakaran Batu juga tidak ditemukan Perkebunan.

Pada Tahun 2015, distribusi luas Lahan Hijau perkelurahan didominasi oleh Kelurahan Pagar Merbau yaitu sebesar 2.340,03 Ha, kemudian diikuti oleh Kelurahan Paluh Kemiri 1.687,22 Ha, Kelurahan Bakaran Batu 264,88 Ha, Kelurahan Pagar Jati 251,89 Ha, Kelurahan Lubuk Pakam 127,63 Ha, dan terakhir yang paling sedikit luasnya yaitu Kelurahan Tanjung Garbus seluas 39,86 Ha. Dari total luas Lahan Hijau pada tahun 2012 dan tahun 2015, Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam terjadi penurunan sebesar 46,28 Ha. Dari hasil analisa Citra Landsat dan Observasi di lapangan penurunan Lahan Hijau karena meningkatnya aktifitas pembangunan perumahan dan pemukiman.

Pada Gambar 9, yaitu dimana kondisi Lahan Hijau pada tahun 2012 mengalami banyak pengurangan luas dari tahun 2012 dan 2015, Kelurahan Pagar Merbau masih tetap mendominasi luas Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam yaitu


(55)

dengan luas 2.257,94 Ha, Kelurahan Paluh Kemiri 1.635,21 Ha, Pagar Jati 139,23 Ha, Bakaran Batu 109,59 Ha, Kelurahan Lubuk Pakam 94,82 Ha dan Kelurahan Tanjung Garbus masih tetap menjadi kelurahan yang paling sedikit memiliki Lahan Hijau yaitu hanya seluas 9,47 Ha.

Dari Gambar 9 di atas terlihat jelas bahwa dari tahun 2012 sampai dengan 2015 keberadaan luas Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam semakin berkurang. Setiap tahunnya keberadaan Lahan Hijau semakin berkurang karena aktivitas ekonomi, tingkat laju penduduk dan tingkat urbanisasi, hal ini juga di jelaskan oleh pihak yang berwenang dalam wawancara yaitu Dinas TARUKIM (Tata Ruang, Perumahan dan Pemukiman) dan Penjelasan dari BLH ( Badan Lingkungan Hidup) Kota Lubuk Pakam, dimana dari hasil wawancara disebutkan bahwa faktor utama berkurangnya keberadaan Lahan Hijau yaitu urbanisasi dan pertambahan jumlah penduduk yang mendesak pembangunan pemukiman semakin meningkat sehingga memicu pada pengurangan luas Lahan Hijau dimana yang dulunya bagian dari Lahan Hijau kini beralih fungsi menjadi pemukiman, dan dalam tugasnya sebagai pihak yang berwenang solusi untuk mencegah pengurangan yaitu meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya Lahan Hijau, menempatkan masyarakat sebagai pelaku dalam rencana tata ruang dimana pemerintah dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dan menegakkan serta mempertegas aturan-aturan yang sudah ada. BLH juga menjelaskan bahwa kualitas lingkungan Kota Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai tahun 2015 semakin berkurang akibat dari pengurangan Lahan Hijau tersebut.

Kalau dilihat dari perubahan luas Lahan Hijau dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015, dimana selalu terjadi pengurangan luas Lahan Hijau sebesar 6,67% maka bisa diprediksi pada 30 tahun mendatang luas Lahan Hijau ada pada


(56)

46

batas minimum yaitu 30%, kalau hal ini terus berlanjut maka bukan tidak mungkin Kota Lubuk Pakam akan hilang identitasnya sebagai kota sejuk, karena keberadaan Lahan Hijau terus berkurang.

Pada Rencana Tata Ruang wilayah Kota Lubuk Pakam 2012-2032 juga disebukan bahwa tujuan penataan ruang Kota Lubuk Pakam adalah mewujudkan Kota Lubuk Pakam sebagai pusat perdagangan dan jasa bagi wilayah tengah Propinsi Sumatera Utara dengan didukung oleh sektor pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dalam ruang kota yang aman, nyaman dan produktif serta berkelanjutan. Dalam hal ini yang menjadi prioritas perdagangan dan pembangunan yaitu terjadi di pusat kota yaitu pada Kelurahan Lubuk Pakam, Pagar Jati, Bakaran Batu, dan Tanjung Garbus, sedangkan pada KelurahanPagar Merbau dan Paluh Kemiri merupakan wilayah pertanian dan perkebunan.

Dari hasil analisa peneliti melalui wawancara pada pihak yang terkait dikatakan bahwa meskipun prioritas utama pada pusat kota, juga akan selalu mensosialisasi masyarakat akan pentingnya Lahan Hijau dan mangajak masyarakat melakukan hal walau dalam skala kecil seperti menanam perdu dan pepohonan di halaman rumah. Dikatakan juga bahwa aktifitas penataan ruang dalam hal ini pembangunan juga mengedepankan keberadaan Lahan Hijau yang ada di Kota Lubuk Pakam.Dari tabel komponen Lahan Hijaudi atas, terlihat jelas bahwa aktifitas pembangunan terjadi pada tiap Kelurahan yang ada di Kota Lubuk Pakam, hal ini terlihat dari semakin berkurangnya bagian Lahan Hijau pada tiap Kelurahan dalam 2(dua) priode pengamatan, baik itu pembangunan dalam skala kecil maupun dalam skala besar.


(57)

Tabel 5. Luas Dan Persentase Perubahan Perkecamatan / Kelurahan

Kelurahan

Tahun 2012 Tahun 2015

PKB PLK SB PSW PKB PLK SB PSW Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Pagar Jati 26.36 1.81

167.1

3 9.56 63.36 4.35 25.28 1.74 159.4

2 9.25 67.19 4.68

Lubuk

Pakam 87.85 5.03 2.97 0.20

119.6

2 6.94 8.01 0.56

Bakaran Batu

213.4 6

12.2

1 47.35 3.25

212.4 9

12.3

2 52.39 3.65

Paluh

Kemiri 22.59 1.29 15.0

1 14.9

7 3.36 0.23 15.92 0.92 15.

54 15.6

3 8.40 0.59

Tanjung Garbus 629.5 2 43.3 4 692.0 0 39.5 9 420.5 3 28.8 7 624.8 8 43.0 0 681.7 8 39.5 4 380.5 6 26.5 2 Pagar Merbau 796.7 7 54.8 5 565.0 1 32.3 2 85.2 9 85.0 3 919.2 3 63.1 0 803.0 3 55.2 6 534.9 2 31.0 3 83. 90 84.3 7 918.1 8 64.0 0 Total 1452. 65 100. 00 1748. 04 100. 00 100. 30 100. 00 1456. 80 100. 00 1453. 19 100. 00 1724. 15 100. 00 99. 44 100. 00 1434. 73 100. 00 Kelurahan Tahun 2012-2015

PKB PLK SB PSW Ha % Ha % Ha % Ha Pagar Jati -1.08 -0.07 -7.71 -0.31 +3.

Lubuk Pakam +31.77 +1.91 +5.

Bakaran Batu -0.97 +0.11 +5.

Paluh Kemiri -6.67 -0.37 +0.53 +0.66 +5.

Tanjung Garbus -4.64 -0.34 -10.22 -10.72 -39.

Pagar Merbau +6.26 +0.41 -30.09 -1.30 -1.39 -0.66 -1.

Total +0.54 0.00 -23.89 -10.68 -0.86 0.00 -22.

Keterangan : PKB=Perkebunan, PLK=Pertanian Lahan Kering, SB=Semak Belukar, PSW=Persawahan

Ha= Hektar, %=Persen, Tanda (+) menunjukkan adanya Pertambahan, Tanda (-) menunjukkan adanya penurunan.


(58)

48

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kota Lubuk Pakam dalam kurun waktu 3 tahun (2012-2015) mengalami penurunan luas tutupan lahan pertanian lahan kering, semak belukar,persawahan dan perkebunan dengan faktor utama aktifitas pembangunan, terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus. 2. Kota Lubuk Pakammengalami penurunan tutupan lahan penghijau sebesar

6,67 %, dan saat ini memiliki luas sebesar 55,47% lahan penghijau. Saran

Penelitian mengenai Evaluasi LuasTutupan Lahan dengan periode tertentu sebaiknya selalu dilakukan agar memberikan informasi terbaru dan memudahkan dilakukannya pemantauanserta pencegahan penyalahgunaan aturan yang ada. Faktor perubahan tutupan lahan juga perlu dilakukan penelitian lanjutan khususnya mengenai kebijakan pemerintah berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah yang terkait dengan tata ruang kota.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung). Disertasi.Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Swadaya Informasi IPB. Bogor.

Carr, Stephen, Mark Francis, Leane G. Rivlin and Andrew M. Store. 1992. Public Space. Australia : Press Syndicate of University of Cambridge.

Departemen Dalam Negeri. 1998. Instruksi Mentri Dalam Negeri No, 14 Tahun 1998. Jakarta.

Dwihatmojo.2010. Ruang Terbuka Hijau Yang Semakin Terpinggirkan. Badan Informasi Geospasial.

Eckbo, Garrett. 1992. Urban Landscape Design. McGraw. Hill Book Company, Newyork, San Fransisco, Toronto.

Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Rome. Grey, G. W & F. J. Denneke, 1978.Urban Forestry.John Wiley and sons. New

York.

Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota.PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta

Justice CO, Townshend RG, Holben BN, Tucker CJ. 1985. Analysis of phenology of global vegetation using meteorological satellite data. International Journalof remote Sensing.

Komarsa, G. 2001. Analisa Penggunaan Lahan sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat, Disertasi, Program Pascasarjana IPB.

Muyani, M.2010. Konversi Lahan Pertaniandan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara. [skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nazaruddin, Ir. 1994. Penghijauan Kota. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Nurdin, Y. 1999. Studi Pola dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Bogor. Skripsi Jurusan Budidaya Pertnian. Fakultas Pertanian. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.


(60)

50

Nurisjah, S. 1997. Manfaat dan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.Makalah Lokakarya Upaya Pengembangan dan Pembinaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Dimasa Datang. Jakarta.

Purnomohadi, S. 2001. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Sandy, I Made. 1982. DAS, Ekosistem, Penggunaan Tanah. Dalam : Proceedings Lokakarya Pengelolaan Terpadu DAS di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Simonds, JO. 1983. The Urban Design Process. Van Nostrand Company, Inc. New York.

Sitorus. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf [3 Januari 2013].

Taufik, Mohammad. 2007. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Hasil Interpretasi Visual CitraSatelit Untuk Penerimaan PBB (Studi Kasus: Kelurahan Babakan, Kota Bandung). Bandung : InstitutTeknologi Bandung.

Wisesa, J. 1988. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen. Departemen Kehutanan, Jakarta.


(61)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Perubahan Lahan diKelurahan Bakaran Batudan pagar jati.

1.Sawah menjadi perumahan 2. Sawah menjadi pertanian lahan kering


(62)

52

Lampiran 2. Perubahan lahan di Kelurahan Tanjung Garbus dan Pagar Merbau

1. Pertanian L. kering jadi pemukiman 2. Lapangan Olah Raga


(63)

Lampiran 3. Perubahan Lahan di Kelurahan Lubuk Pakam dan Paluh Kemiri

1. Sempadan sungai 2. Jalur Hijau Kota


(64)

(65)

(66)

Lampiran 6. Perubahan dan Persentase RTH pada tiap Kelurahan 1. PerubahanDan Persentase RTH kecamatan Lubuk Pakam

Keterangan : PKB=Perkebunan, PMK=Pemukiman, PLK=Pertanian Lahan Kering, SB = Semak Belukar, PSW=Persawahan, Ha= Hektar, %=Persen

TPerubahan

Tahun

2012 - 2015

Ha %

PKB - PMK

PKB - PLK 10.00 0.30

PKB - SB 18.97 0.57

PMK - SB

PMK - PSW 6.42 0.19

PLK - PKB 0.13 0.00

PLK - PMK 29.70 0.89

PLK - SB

PLK - PSW 7.72 0.23

SB - PKB 0.33 0.01

SB - PMK

SB - PLK 6.72 0.20

PSW - PKB 11.41 0.34

PSW - PMK

PSW - PLK 4.51 0.13


(67)

Lampiran 7. Luas dan Persentase RTH Kecamatan Lubuk Pakam

Perubahan

Tahun

2012 - 2015

Ha %

PKB - PMK PKB - PLK PKB - SB PMK - SB PMK - PSW PLK - PKB

PLK - PMK 4.21 0.47

PLK - SB

PLK - PSW 5.61 0.62

SB - PKB SB - PMK SB - PLK PSW - PKB PSW - PMK PSW - PLK

Total 9.82 1.09

Keterangan : PKB=Perkebunan, PMK=Pemukiman, PLK=Pertanian Lahan Kering, SB = Semak Belukar, PSW=Persawahan, Ha= Hektar, %=Persen


(68)

Lampiran 8. Titik Ground Check

Type Ident Latitude Longitude Y_Proj X_Proj

Waypoint Tangsi 3.54273 98.87622 3.54273 98.87622

Waypoint Taman Buah 3.54405 98.86896 3.54405 98.86896

Waypoint Simp pp 3.54623 98.87944 3.54623 98.87944

Waypoint Pemukiman 3.54719 98.86899 3.54719 98.86899

Waypoint Dinas Kehutanan 3.54965 98.8698 3.54965 98.8698

Waypoint Stadiun Lubuk Pakam 3.55042 98.86369 3.55042 98.86369

Waypoint Taman Petapahan 3.55046 98.86268 3.55046 98.86268

Waypoint Taman Dprd 3.55108 98.86945 3.55108 98.86945

Waypoint Taman Tanjung Garbus 3.55118 98.86495 3.55118 98.86495

Waypoint Sungai Petapahan 3.55176 98.86257 3.55176 98.86257

Waypoint Simp Tangsi 3.55251 98.85676 3.55251 98.85676

Waypoint Sempadan Jalan 3.55252 98.85678 3.55252 98.85678

Waypoint Tugu Adipura 3.55406 98.87112 3.55406 98.87112

Waypoint Kuburan 3.55419 98.8569 3.55419 98.8569

Waypoint Sungai 3.5542 98.85668 3.5542 98.85668

Waypoint Tugu Jam 3.55429 98.87972 3.55429 98.87972

Waypoint Semak Belukar 3.55662 98.85699 3.55662 98.85699

Waypoint Pemukiman 3.55825 98.86266 3.55825 98.86266

Waypoint Sungai 3.55826 98.86265 3.55826 98.86265

Waypoint Mkam Pahlawan 3.55892 98.87977 3.55892 98.87977

Waypoint Rel Kereta 3.55912 98.89167 3.55912 98.89167

Waypoint Tman Stasiun 3.56344 98.87865 3.56344 98.87865

Waypoint Stasiun Kreta 3.56354 98.87399 3.56354 98.87399

Waypoint Sei Ular 3.56648 98.93333 3.56648 98.93333

Waypoint Kebun Campuran 3.5403 98.8725 3.5403 98.8725

Waypoint Kebun Campuran 3.5405 98.87357 3.5405 98.87357

Waypoint Kebun Cacoa 3.54297 98.87288 3.54297 98.87288

Waypoint Kebun Campuran 3.54391 98.87218 3.54391 98.87218

Waypoint Perkebunan 3.5443 98.86986 3.5443 98.86986

Waypoint Sawah 3.54515 98.86969 3.54515 98.86969

Waypoint Stadiun 3.54754 98.86558 3.54754 98.86558

Waypoint Bapedda 3.54838 98.8659 3.54838 98.8659

Waypoint Jalan Lintas 3.54878 98.86423 3.54878 98.86423

Waypoint Hutan Kota 3.54966 98.87052 3.54966 98.87052

Waypoint Lapangan 3.55122 98.86363 3.55122 98.86363

Waypoint Lahan Kosong 3.55198 98.85638 3.55198 98.85638

Waypoint Lahan Kosong 3.55205 98.85853 3.55205 98.85853

Waypoint Pemukiman 3.55236 98.85878 3.55236 98.85878

Waypoint Kebun Campuran 3.5525 98.85024 3.5525 98.85024

Waypoint Perkebunan 3.55307 98.85882 3.55307 98.85882

Waypoint Semak Belukar 3.55313 98.85883 3.55313 98.85883

Waypoint Sawah 3.55324 98.85882 3.55324 98.85882

Waypoint Pertanian Lahan Kering 3.55338 98.85838 3.55338 98.85838

Waypoint Sawah 3.5587 98.85855 3.5587 98.85855


(1)

53

Lampiran 3. Perubahan Lahan di Kelurahan Lubuk Pakam dan Paluh Kemiri

1.

Sempadan sungai

2. Jalur Hijau Kota


(2)

(3)

(4)

Lampiran 6. Perubahan dan Persentase RTH pada tiap Kelurahan

1. PerubahanDan Persentase RTH kecamatan Lubuk Pakam

Keterangan : PKB=Perkebunan, PMK=Pemukiman, PLK=Pertanian Lahan

Kering, SB = Semak Belukar, PSW=Persawahan, Ha= Hektar,

%=Persen

TPerubahan

Tahun

2012 - 2015

Ha

%

PKB - PMK

PKB - PLK

10.00

0.30

PKB - SB

18.97

0.57

PMK - SB

PMK - PSW

6.42

0.19

PLK - PKB

0.13

0.00

PLK - PMK

29.70

0.89

PLK - SB

PLK - PSW

7.72

0.23

SB - PKB

0.33

0.01

SB - PMK

SB - PLK

6.72

0.20

PSW - PKB

11.41

0.34

PSW - PMK

PSW - PLK

4.51

0.13


(5)

Lampiran 7. Luas dan Persentase RTH Kecamatan Lubuk Pakam

Perubahan

Tahun

2012 - 2015

Ha

%

PKB - PMK

PKB - PLK

PKB - SB

PMK - SB

PMK - PSW

PLK - PKB

PLK - PMK

4.21

0.47

PLK - SB

PLK - PSW

5.61

0.62

SB - PKB

SB - PMK

SB - PLK

PSW - PKB

PSW - PMK

PSW - PLK

Total

9.82

1.09

Keterangan : PKB=Perkebunan, PMK=Pemukiman, PLK=Pertanian Lahan

Kering, SB = Semak Belukar, PSW=Persawahan, Ha= Hektar,

%=Persen


(6)

Lampiran 8. Titik

Ground Check

Type Ident Latitude Longitude Y_Proj X_Proj

Waypoint Tangsi 3.54273 98.87622 3.54273 98.87622

Waypoint Taman Buah 3.54405 98.86896 3.54405 98.86896

Waypoint Simp pp 3.54623 98.87944 3.54623 98.87944

Waypoint Pemukiman 3.54719 98.86899 3.54719 98.86899

Waypoint Dinas Kehutanan 3.54965 98.8698 3.54965 98.8698

Waypoint Stadiun Lubuk Pakam 3.55042 98.86369 3.55042 98.86369

Waypoint Taman Petapahan 3.55046 98.86268 3.55046 98.86268

Waypoint Taman Dprd 3.55108 98.86945 3.55108 98.86945

Waypoint Taman Tanjung Garbus 3.55118 98.86495 3.55118 98.86495

Waypoint Sungai Petapahan 3.55176 98.86257 3.55176 98.86257

Waypoint Simp Tangsi 3.55251 98.85676 3.55251 98.85676

Waypoint Sempadan Jalan 3.55252 98.85678 3.55252 98.85678

Waypoint Tugu Adipura 3.55406 98.87112 3.55406 98.87112

Waypoint Kuburan 3.55419 98.8569 3.55419 98.8569

Waypoint Sungai 3.5542 98.85668 3.5542 98.85668

Waypoint Tugu Jam 3.55429 98.87972 3.55429 98.87972

Waypoint Semak Belukar 3.55662 98.85699 3.55662 98.85699

Waypoint Pemukiman 3.55825 98.86266 3.55825 98.86266

Waypoint Sungai 3.55826 98.86265 3.55826 98.86265

Waypoint Mkam Pahlawan 3.55892 98.87977 3.55892 98.87977

Waypoint Rel Kereta 3.55912 98.89167 3.55912 98.89167

Waypoint Tman Stasiun 3.56344 98.87865 3.56344 98.87865

Waypoint Stasiun Kreta 3.56354 98.87399 3.56354 98.87399

Waypoint Sei Ular 3.56648 98.93333 3.56648 98.93333

Waypoint Kebun Campuran 3.5403 98.8725 3.5403 98.8725

Waypoint Kebun Campuran 3.5405 98.87357 3.5405 98.87357

Waypoint Kebun Cacoa 3.54297 98.87288 3.54297 98.87288

Waypoint Kebun Campuran 3.54391 98.87218 3.54391 98.87218

Waypoint Perkebunan 3.5443 98.86986 3.5443 98.86986

Waypoint Sawah 3.54515 98.86969 3.54515 98.86969

Waypoint Stadiun 3.54754 98.86558 3.54754 98.86558

Waypoint Bapedda 3.54838 98.8659 3.54838 98.8659

Waypoint Jalan Lintas 3.54878 98.86423 3.54878 98.86423

Waypoint Hutan Kota 3.54966 98.87052 3.54966 98.87052

Waypoint Lapangan 3.55122 98.86363 3.55122 98.86363

Waypoint Lahan Kosong 3.55198 98.85638 3.55198 98.85638

Waypoint Lahan Kosong 3.55205 98.85853 3.55205 98.85853

Waypoint Pemukiman 3.55236 98.85878 3.55236 98.85878

Waypoint Kebun Campuran 3.5525 98.85024 3.5525 98.85024

Waypoint Perkebunan 3.55307 98.85882 3.55307 98.85882

Waypoint Semak Belukar 3.55313 98.85883 3.55313 98.85883

Waypoint Sawah 3.55324 98.85882 3.55324 98.85882

Waypoint Pertanian Lahan Kering 3.55338 98.85838 3.55338 98.85838

Waypoint Sawah 3.5587 98.85855 3.5587 98.85855