Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Periode 2000- 2011

(1)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

KOTA MEDAN PERIODE 2000 - 2011

 

SKRIPSI

Oleh :

Monnica Lestary Zalukhu

091201074

Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

ABSTRAK

MONNICA LESTARY ZALUKHU : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Periode 2000-2011. Dibimbing oleh : RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Penggunaan lahan yang dinamis berpengaruh terhadap terjadinya perubahan tutupan lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tutupan lahan kota Medan selama periode 2000- 2011menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengetahui faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan di Kota Medan menggunakan Analytical Hierarchy

Process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2000- 2011tutupan lahan di kota Medan mengalami perubahan yaitu pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering, sawah menjadi pemukiman, hutan mangrove sekunder menjadi tambak, semak belukar menjadi tambak, semak belukar menjadi perkebunan. Perubahan tutupan lahan yang terbesar adalah pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering dengan luas perubahan sebesar 552,99 Ha. Hal ini disebabkan oleh pengaruh penegakan kebijakan yang dilihat dari segi ekonomi. Oleh karena itu, kerja sama antara masyarakat dan pemerintah selaku penegak kebijakan dibutuhkan sehingga pemanfaatan lahan sesuai dengan yang diperuntukkan.


(3)

ABSTRACT

MONNICA LESTARY ZALUKHU: Analysis of Land Cover Change in Medan City for 2000- 2011 Period. Supervised by RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Land cover change is affected by land use dynamically. The purpose of the research was to know land cover change in Medan city for period 2000- 2011 with Gheographic Information System (GIS) and to know the dominant factor of

land cover change in Medan city with Analytical Hierarchy Process (AHP).

The research result showed during the period of 2000- 2011 in Medan city, the kind of the land cover change were dryland farming mixed bush into dryland farming, fields into residential, secondary mangrove forest into fishpond, bush into fishpond, bush into plantation.The biggest wide change of land cover change was dryland farming mixed bush into dryland farming and wide value was 552,99Ha. It was caused by the influence of policy inforcement in terms of economic. Because of that, cooperation between people and government was

needed to use land suitably in its function.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 18 Agustus 1991 dari ayah Arozatulo Zalukhu dan ibu Darmalita Sibagariang. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Swasta Kristen Kalam Kudus pada tahun 1997- 2003, kemudian dilanjutkan di SMP Swasta Kristen Kalam Kudus pada tahun 2003- 2006, lalu dilanjutkan di SMA RK Budi Mulia pada tahun 2006- 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011 di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kepulauan Seribu selama satu bulan.

Selama menjadi mahasiswi di Universitas Sumatera Utara, penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa pratikum yaitu Praktikum Sifat Fisis dan Mekanis Kayu pada tahun 2011 dan Sistem Informasi Geografis pada tahun 2013. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa organisasi sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (Himas) USU dan keagamaan kristen UKM KMK USU.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat- Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Periode 2000- 2011”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rahmawaty S.Hut, M.Si, Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf M.P selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk Bapak/Ibu dari beberapa instansi terkait yang sudah membantu memberikan informasi dalam mendukung penelitian ini penulis menyampaikan terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara serta teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tak lepas dari segala kekurangan. Semoga dengan segala kekurangannya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan ...  4 

  B. Penggunaan Lahan Perkotaan ... 6

C. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Aplikasinya untuk Perubahan Tutupan Lahan ... 10

E. Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Aplikasinya untuk Perubahan Tutupan Lahan ... 15

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

C. Bahan dan Alat ... 28

D. Pelaksanaan Penelitian ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tutupan Lahan di Kota Medan ... 39

B. Faktor Dominan Penyebab Perubahan Tutupan Lahan di Kota Medan ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Data primer dan sekunder ... 28 2. Nilai Skala AHP ... 36 3. Luas penutupan lahan tahun 2000, 2006, dan 2011 ... 40 4. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kota Medan

periode tahun 2000- 2006 ... 50 5. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kota Medan periode tahun 2006- 2011 ... 56 6. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kota Medan

periode tahun 2000- 2011 ... 62 7. Rekapitulasi Rataan Geometrik per responden untuk tingkat criteria .... 65 8. Rekapitulasi hasil akhir perhitungan criteria ... 66 9. Rekapitulasi Rataan Geometrik per responden untuk

tingkat alternative ... 67 10.Rekapitulasi hasil akhir perhitungan alternative ... 67


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 26

2. Proses Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 30

3. Struktur Hierarki Faktor Dominan Penyebab Perubahan Lahan... 32

4. Peta Persebaran Titik Ground Check ... 39

5. Penutupan Lahan Kota Medan tahun 2000, 2006 dan 2011 ... 40

6. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2000 ... 44

7. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2006 ... 45

8. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2011 ... 46

9. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000- 2006 ... 47

10. Pembukaan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tambak ... 48

11. Peta Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Periode Tahun 2000- 2006 ... 51

12. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2006- 2011 ... 52

13. Perubahan pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering (a); semak belukar menjadi tambak(b); sawah menjadi pemukiman (c), semak belukar menjadi perkebunan (d) ... 53

14. Peta Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2006- 2011 ... 57

15. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000- 2011 ... 58

16. Hutan mangrove menjadi tambak (a), semak belukar menjadi tambak (b) ... 59

17. Sawah menjadi pemukiman ... 60

18. Semak Belukar menjadi Perkebunan (a); Pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering ... 61


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Titik Koordinat di Lapangan ... 75 2. Pengambilan titik di Lapangan... 78 3 .Kegiatan Wawancara ... 79


(10)

ABSTRAK

MONNICA LESTARY ZALUKHU : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Medan Periode 2000-2011. Dibimbing oleh : RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Penggunaan lahan yang dinamis berpengaruh terhadap terjadinya perubahan tutupan lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tutupan lahan kota Medan selama periode 2000- 2011menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengetahui faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan di Kota Medan menggunakan Analytical Hierarchy

Process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2000- 2011tutupan lahan di kota Medan mengalami perubahan yaitu pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering, sawah menjadi pemukiman, hutan mangrove sekunder menjadi tambak, semak belukar menjadi tambak, semak belukar menjadi perkebunan. Perubahan tutupan lahan yang terbesar adalah pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering dengan luas perubahan sebesar 552,99 Ha. Hal ini disebabkan oleh pengaruh penegakan kebijakan yang dilihat dari segi ekonomi. Oleh karena itu, kerja sama antara masyarakat dan pemerintah selaku penegak kebijakan dibutuhkan sehingga pemanfaatan lahan sesuai dengan yang diperuntukkan.


(11)

ABSTRACT

MONNICA LESTARY ZALUKHU: Analysis of Land Cover Change in Medan City for 2000- 2011 Period. Supervised by RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Land cover change is affected by land use dynamically. The purpose of the research was to know land cover change in Medan city for period 2000- 2011 with Gheographic Information System (GIS) and to know the dominant factor of

land cover change in Medan city with Analytical Hierarchy Process (AHP).

The research result showed during the period of 2000- 2011 in Medan city, the kind of the land cover change were dryland farming mixed bush into dryland farming, fields into residential, secondary mangrove forest into fishpond, bush into fishpond, bush into plantation.The biggest wide change of land cover change was dryland farming mixed bush into dryland farming and wide value was 552,99Ha. It was caused by the influence of policy inforcement in terms of economic. Because of that, cooperation between people and government was

needed to use land suitably in its function.


(12)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penutupan lahan merupakan kondisi lahan secara ekologi dan penampakan secara fisik. Perubahan tutupan lahan sendiri dapat diartikan sebagai kondisi tutupan lahan yang berbeda dengan kondisi tutupan lahan sebelumnya sebagai contoh areal persawahan berubah menjadi pemukiman dan keadaan lain yaitu modifikasi tutupan lahan yang kondisi awal tidak berubah secara signifikan dengan tutupan lahan yang baru, misalnya areal hutan menjadi areal agroforestri.

Tutupan lahan pada sebuah perkotaan menunjukkan tren yang berubah dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan salah satunya adanya pemanfaatan lahan oleh aktivitas manusia. Menurut Parengkuan (1991) bahwa aktivitas perkotaan akan semakin berkembang jika jumlah penduduknya semakin banyak. Karena lahan bersifat permanen, suatu lahan akan diperebutkan oleh aktivitas yang memiliki kriteria berlokasi sesuai dengan lahan tersebut. Akumulasi dari persaingan dalam penggunaan lahan tersebut menyebabkan lahan–lahan yang semula telah dialokasikan untuk suatu kegiatan tertentu dalam rencana kota, pada saat diimplementasikan sering telah digunakan oleh jenis kegiatan lainnya.

Kebutuhan manusia dan kebutuhan barang akan ruang juga akan memberikan dampak terhadap perubahan tutupan lahan. Kondisi interaksi yang terjadi antara masyarakat dan lahan terhadap kebutuhan yang meningkat seiring waktu akan mempengaruhi dampak yang ditimbulkan dari perubahan tutupan lahan. Apabila interaksi antara masyarakat dan lahan atau mengalih fungsikan lahan sesuai dengan yang diperuntukkan akan memberi dampak yang baik, begitu


(13)

Kota Medan merupakan salah satu wilayah ibukota provinsi dimana tingginya pertumbuhan dan aktivitas penduduk terjadi dibandingkan dengan wilayah - wilayah disekitarnya. Hal itu akan mempengaruhi terjadinya perubahan tutupan lahan di kota Medan.. Perubahan tutupan lahan yang diteliti adalah tutupan lahan periode 2000-2011 dimana tutupan lahan pada tahun 2011 diprediksi telah mengalami banyak perubahan dari tutupan lahan tahun 2006 dan tutupan lahan tahun 2006 juga telah mengalami banyak perubahan dari tahun 2000. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat dari tahun ke tahun.

Perubahan tutupan lahan di kota Medan perlu diketahui dan dipantau karena penggunaan lahan di perkotaan yang dinamis. Penggunaan Teknologi Sistem Informasi Geografis dan Analytical Hierarchy Process (AHP) akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan. Sistem Informasi Geografis digunakan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan sedangkan Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mengetahui faktor dominan penyebab perubahan lahan. Oleh karena itu, upaya pemantauan ini perlu dilakukan supaya dampak negatif yang terjadi dikarenakan perubahan tutupan lahan dapat dikelola dan ditanggulangi dan penggunaan fungsi lahan dapat sesuai dengan yang diperuntukkan.


(14)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui Perubahan Tutupan Lahan kota Medan pada selang waktu 2000- 2011.

2. Mengetahui faktor dominan penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan di Kota Medan .

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perubahan tutupan lahan kota Medan pada selang waktu 2000 - 2011 kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan

Lahan didefinisikan sebagai suatu kesatuan lingkungan fisik yang terdiri dari tanah, tata air, iklim, vegetasi dan segala aktivitas manusia yang mempengaruhi pengembangannya. Berdasarkan definisi tersebut lahan di bagi berdasarkan tipologi penggunaannya secara umum seperti lahan pertanian, lahan permukiman, lahan industri dan lain-lain. Hasil klasifikasi dan berdasarkan karaketristik dan kesesuaian lahan dengan menggunakan penamaan dari sistem tertentu disebut satuan lahan. Perubahan penggunaan lahan terjadi sebagai akibat dari kebutuhan lahan yang terus meningkat diikuti perkembangan penduduk yang tak terkendali. Dalam skala nasional, dalam kurun waktu tiga dekade terakhir, setidaknya terdapat dua tren utama proses lahan yang menonjol, yakni proses deforestasi dan urbanisasi- sub urbanisasi (Kitamura dan Rustiadi, 1997).

Penggunaan lahan (land Use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spititual. Penggunaan lahan dapat ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industry, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).


(16)

Pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis penampakan yang ada di permukaan bumi sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Dengan demikian, pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan menjadi hal yang

penting untuk perencanaan lahan dan kegiatan pengelolaan tanah (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Pengertian perubahan guna lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan darisatu penggunaan ke penggunaan lainnya. Namun dalam kajian land economics, pengertiannya difokuskan pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non pertanian atau perkotaan. Perubahan guna lahan ini melibatkan baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar (Pierce, 1981).

Perubahan guna lahan adalah interaksi yang disebabkan oleh tiga komponen pembentuk guna lahan, yaitu sistem pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Didalam sistem aktivitas, konteks perekonomian aktivitas perkotaan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan produksi membutuhkan lahan untuk berlokasi dimana akan mendukung aktivitas produksi diatas. Sedangkan pada kegiatan konsurnsi membutuhkan lahan untuk berlokasi dalam rangka pemenuhan kepuasan (Chapin, 1996).


(17)

B. Penggunaan Lahan Perkotaan

Menurut Jayadinata (1999), kota adalah suatu wilayah yang dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan, pasar, industri dan lain sebagainya, beserta alun-alun yang luas dan jalanan beraspal yang diisi oleh padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu kota banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur buatan manusia (artificial), misalnya pola jalan,

landmark, bangunan-bangunan permanen dan monumental, utilitas, pertamanan

dan lalu lintas (traffic).

Daerah perkotaan merupakan pusat konsentrasi penduduk, dimana akan terjadi proses pergerakan penduduk dari daerah pedesaan. Pergerakan penduduk dari daerah pedesaan menimbulkan peningkatan jumlah penduduk didaerah perkotaan. Proses pertumbuhan penduduk didaerah perkotaan sering disebut sebagai urbanisasi. Pergerakan maupun perpindahan penduduk dari daerah pedesaan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada tutupan lahan alami sebagai tuntutan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Kepadatan kota akan mengakibatkan pergerakan perubahan tutupan lahan alami ke daerah pinggir kota yang masih bersifat pedesaan. Proses urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya. Karena, proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Catanese (1986) mengatakan bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi, dimana hubungan ketiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan


(18)

mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak dipinggiran kota yang mulai berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospekakan menghasilkan keuntungan yang tinggi.

Pertambahan penduduk yang pesat dan pemenuhan kesejahteraan penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman, pertanian, industri dan rekreasi. Keadaan tersebut menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang sering tidak mengikuti kaidah konservasi alam. Perubahan penggunaan lahan, misalnya hutan menjadi pemukiman atau industri akan mengurangi daya serap tanah terhadap air. Rawa dan empang yang diubah menjadi pemukiman akan menyebabkan aliran permukaan tidak tertampung, melainkan akan menggenangi daerah sekitarnya (Savitri, 2007).

Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004).

Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area


(19)

perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu, wilayah, maka perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis pengguna lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponen-komponen pembentuk guna lahan (Chapin dan Kaiser, 1979).

Pola penggunaan lahan di kota-kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:  Bahwa penggunaan lahan ditentukan oleh scale economies dan aglomerasi.

Oleh karena itu cukup jarang ditemui sebuah tipe kota dengan bagian tengahyang kosong, melainkan justru bagian tengah padat dan bagian luar berkurang kepadatannya.

 Bahwa orang lebih menyukai tempat-tempat yang dekat dengan semua lokasi kegiatan (sekolah, kerja, perbelanjaan, hiburan, dan lainnya) karena biaya perangkutan jelas tergantung pada jarak dan berbagai kesenangan.

 Bahwa manusia juga tergantung pada sifat manusia sekitarnya, jika merekaorang baik-baik maka ia akan membayar lebih mahal untuk mendapatkan lingkungan tersebut.

(Reksohadiprodjo dan Karseno, 1981)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan perkotaan antara lain adalah :

1. Jumlah penduduk

Penggunaan lahan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh aktivitas dan jumlahpenduduknya. Apabila jumlah penduduk dalam suatu wilayah besar, makakepadatan rata-rata wilayah tersebut besar pula. Dengan jumlah penduduk yang besar, diperlukan ruang yang cukup luas untuk


(20)

menampung segala aktivitas mereka. Bertambahnya jumlah penduduk suatu wilayah akan bertambah pula ruang yang dibutuhkan. Bertambahnya keperluan akan ruang diperkirakan akan mengurangi luas lahan pertanian. 2. Jumlah APBD

Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. APBD merupakan biaya pembangunan di daerah. Besarnya APBD mendorong perkembangan aktivitas perekonomian masyarakat. 3. Sarana Transportasi

Tingginya kepadatan penduduk dan harga lahan di pusat kota, mendorong penduduk untuk mencari alternatif lain dalam beraktivitas. Ketersediaan transportasi adalah salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi-lokasi aktivitas tersebut.

4. Harga dasar tanah

Penggunaan suatu lahan diperkotaan dan faktor fisik serta pengembangan yang telah dilakukan terhadapnya, akan membentuk harga lahan suatu tanah. Jika unsur-unsur tersebut menunjang dan sesuai dengan kebutuhan aktivitas yang akan berlangsung diatasnya, maka harga tanah tersebut cenderung tinggi. Hal ini akan memicu pada penyesuaian aktivitas yang berlangsung diatasnya, termasuk terjadinya perubahan penggunaan lahan pada aktivitas yang lebih produktif agar sanggup untuk membayar tanah tersebut.

(Soedarto dalam Wijayanti, 1998)

Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan


(21)

dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya sebagai hinterland maka terdapat empat kemungkinan sifat interaksi (Sadyohutomo, 2008).

C. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Aplikasinya untuk Perubahan Tutupan Lahan

Sistem Informasi Geografis atau Georaphic Information System (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini mengcapture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989).

Secara umum pengertian SIG adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Narulita, 2008).

Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment. Munculnya istilah Sistem Informasi Geografis (SIG) seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada tahun 1967.


(22)

Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land

Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah

pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Sejak saat itu SIG berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika, Benua Eropa, Benua Australia, dan Benua Asia (Charter dan Agtrisari, 2002).

Secara umum, bentuk data dalam SIG dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu data raster dan data vektor. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel atau yang sering disebut sebagai pixel (picture element). Masing-masing sel mewakili suatu areal yang berbentuk segiempat dan umumnya bujursangkar. Dalam model ini, setiap obyek baik yang berbentuk titik, garis dan polygon semuanya disajikan dalam bentuk sel (titik). Setiap sel memiliki koordinat dan informasi (atribut keruangan dan waktu). Model ini umumnya dimiliki oleh data citra satelit yang sudah siap dibaca oleh komputer sehingga sering disebut dengan Machine readable data. Sedangkan Data vektor adalah struktur data yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan feature peta. Data vektor biasanya diperoleh dengan alat digitasi (Jaya, 2002).

Penghijauan kota sebagai salah satu dari kegiatan tata guna lahan dan tata ruang kota dapat dilaksanakan dengan berbasiskan SIG dan penginderaan jarak jauh terutama dalam penentuan lokasi penghijauan dengan menggunakan citra


(23)

satelit. Manajemen dan system pengelolaan data harus mampu menyediakan data yang siap dan mudah digunakan sesuai dengan kebutuhan penyusunan rancangan rencana perkotaan (Wikantiyoso, 2000).

GIS sudah banyak digunakan di banyak bidang dan industry seperti pertanian, militer, industri perminyakan, transportasi, lingkungan, dan kehutanan. Aplikasi GIS di pengelolaan sumberdaya alam menjadi popular. GIS adalah sebuah alat pengelolaan yang canggih untuk pengelolaan dan perencanaan sumberdaya. Beberapa standart aplikasi GIS adalah sebagai berikut perubahan penggunaan lahan, perencanaan lokasi lahan, lokasi pertanian, inventori hutan, pengelolaan dan monitoring pemetaan, inventori tanah, dan sebagainya (Rahmawaty, 2011).

Analisis terhadap data citra satelit dengan SIG untuk mendapatkan data penggunaan lahan dan perubahannya menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tipe penggunaan lahan di Provinsi Bali antara tahun 2003 dan 2008. Kota Denpasar merupakan wilayah administrasi yang paling luas mengalami konversi penggunaan lahan, baik berupa penambahan maupun pengurangan tipe penggunaan lahan yaitu seluas 3.385,81 ha. Di Kota Denpasar, penggunaan lahan pemukiman merupakan yang terluas mengalami perubahan penambahan yaitu seluas 907,89 ha sedangkan sawah irigasi adalah yang terluas mengalami pengurangan yaitu seluas 824,16 ha. Akan tetapi, Kabupaten Badung merupakan wilayah administrasi terluas yang mengalami perubahan lahan dari lahan non pemukiman menjadi lahan pemukiman yaitu seluas 1.054,29 ha. Di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung juga terjadi penambahan luas hutan mangrove


(24)

dimana luas Mangrove di Denpasar bertambah seluas 285,69 ha dan di Kabupaten Badung bertambah seluas 127,10 ha ( As- Syakur, Vol 6, No 1: 2011 ).

Berdasarkan hasil penelitian penurunan luas lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi permukiman di Kota Medan dapat dilihat dari berbagai tolak ukur seperti, penurunan luas areal pertanian, berkurangnya luasan panen padi sawah, dan berkurangnya jumlah produksi padi. Disamping itu penurunan luas lahan pertanian ini, dapat diindikasikan terhadap peningkatan jumlah bangunan yang dibangun di Kota Medan. Dari tahun 2002 pemukiman mendominasi tutupan lahan di pesisir Kota Medan dengan peingkatan luasan setiap tahunnya mencapai 30,6 % pada tahun 2009 dari total luas lahan. Belukar rawa yang sebelumnya menutupi 29,57 % tutupan lahan dari luas total mengalami penurunan yang signikan menjadi 20,4 %. Selanjutnya kebun campuran tidak ditemukan lagi pada tahun 2009 yang sebelumnya 16,619 Ha pada tahun 2002. Resolusi citra landsat adalah 30 x 30 m, maka kelas tutupan lahan yang luasnya sangat kecil akan tidak terlihat pada citra Pada kelas kebun campuran yang tidak ditemukan lagi pada tahun 2009 disebabkan oleh keterbatasan citra landsat yang resolusinya rendah (Putra, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Alamsyah (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5% yaitu pada pengolahan data seluruhnya baik dengan data out layer ataupun tidak. Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan luas lahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dari


(25)

pertaniannya.

Purwoko dan Onrizal (2002) (dalam Harahap ,2011) yang menyatakan bahwa gambaran kerusakan mangrove juga bisa dilihat dari kemerosotan sumber daya alam yang signifikan di kawasan hutan mangrove, baik pada ekosistem hutan pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain. Hal ini berakibat langsung pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat (Rabiatun, 2012).

Wilayah pesisir ditinjau dari berbagai macam peruntukannya merupakan wilayah yang sangat produktif (Supriharyono, 2000) Wilayah ini merupakan tempat menumpuknya berbagai bahan baik berasal dari hulu atau setempat akibat berbagai macam aktifitas manusia.

Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang


(26)

terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran

Sektor pertanian mempunyai potensi yang strategis bagi pembangunan di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara, karena tanahnya subur dan cocok untuk komoditas tanaman pangan, hortikultur dan tanaman perkebunan. Hutan mangrove yang membentang dari pantai utara Pantai Timur Sumatera Utara ke daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan bervariasi antara 50-150 m ditumbuhi oleh mangrove sejati dan mangrove semu (Purwoko, 2009).

Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering; (3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

D. Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Aplikasinya untuk Perubahan

Tutupan Lahan

Teori AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty seorang ahli ilmu pasti dari University of Pennsylvania pada tahun 1971-1975. AHP memungkinkan menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor nyata dan tidak


(27)

nyata. Data, gagasan, dan intuisi dapat diatur dengan menggunakan struktur hierarki secara logis. Hierarki adalah susunan dari faktor/elemen permasalahan yang ada yang dapat diatur/ dikendalikan. Selain itu AHP dapat menampung ketidakpastian dan dapat melakukan revisi sedemikian rupa atas masalah-masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria atau multi kriteria, tetapi juga penerapannya telah meluas sebagai metoda alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Pada dasarnya AHP adalah pengukuran yang dilakukan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan tersebut dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan dan prefensi relatif. Metode ini juga meperhatikan secara khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya (Imamuddin dan Kadri, 2006).

Proses Hirarki Analisis adalah model luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan- gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan. Metode AHP memasukkan faktor kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia. Aspek kualitatif mendefinisikan persoalan dan hirarkinya dan aspek kuantitatif mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses ini dengan jelasmenunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yang komplek diperlukan penetapan prioritas dan melakukan perimbangan (Saaty, 1993).


(28)

memilih aktivitas yang bersaing atau banyak alternatif berdasarkan kriteria tertentu atau khusus. Kriteria dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan bahkan kriteria kuantitatif ditangani dengan struktur kesukaan pengambil keputusan daripada berdasarkan angka. Dengan adanya hirarki, masalah kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sub-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki. AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki (Amborowati, 2008).

Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process menurut Saaty, (1993) dalam Tantyonimpuno, (2006 ), meliputi :

1. Problem Decomposition (Penyusunan Heirarki Masalah).

Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur/komponen yang kemudian dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalammodel analisis hierarki.

2. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan).

Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierrki tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya dan memberikan bobot numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison.


(29)

Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hirarki dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

4. Logical Consistensy (Konsistensi Logis).

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Konsistensi data didapat dari rasio konsistensi (CR) yang merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi (Ci) dan indeks random (Ri).

AHP sendiri memiliki kelebihan dan keuntungan dalam penerapannya. Kelebihan AHP tersebut yaitu :

1. struktur yang berhirarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam.

2. memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

3. memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan.

Sedangkan keuntungan dari penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Kesatuan : AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes


(30)

2. Kompleksitas : AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

4. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas.

5. Saling ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 6. Tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas alternatif dari

berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

7. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud suatu metode penetapan prioritas.

8. Pengulangan proses : AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

9. Penilaian dan konsensus : AHP tak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda. 10.Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk

memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat.

(Saaty dalam Tantyonimpuno, 2006).

Selanjutnya, Eri dan Elpira (2008) menjelaskan langkah-langkah atau prosedur dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan metode AHP,


(31)

yaitu :

1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. 2. Membuat hirarki.

Masalah disusun dalam suatu hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Melakukan perbandingan berpasangan.

Perbandingan dilakukan berdasarkan judgmentdari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

Langkah berikutnya dalam proses ini melibatkan perhitungan vektor kolom. Hal ini diperoleh dengan mengalikan matriks tujuan dengan bobot relatif, misalnya bobot tujuan. Dalam bentuk persamaan

Vk =Mk*wik Keterangan:

Vk = vector kolom pengambil keputusan ke-k Mk = matrik obyektif pengambil keputusan ke-k

Wik = bobot relative dari obyek ke-I terhadap pengambil keputusan ke-k Dengan vektor kolom dari bobot, nilai eigen maksimum atau pokok (yang disumbangkan oleh Ymaks) dihitung. Semakin dekat nilai eigen utama adalah ke n, yang lebih konsisten adalah penilaian subjektif itu berasal dengan mengambil

rata-rata dari jumlah rasio dari vektor kolom dan bobot relatif (Saaty, 1980 dalam Rahmawaty, 2011).


(32)

Penyimpangan dari konsistensi dapat diwakili oleh indeks konsistensi (CI). Nilai ini adalah perbedaan antara nilai eigen maksimum atau pokok dan jumlah tujuan (N) dibagi dengan n-1. Bentuk persamaan sebagai berikut:

λmaks – n CI = n- 1 Keterangan:

CI = indeks konsistensi

λmaks = nilai eigen pokok

Untuk mendapatkan ide dari konsistensi penilaian, CI dibandingkan dengan indeks konsistensi acak (RI) dari nilai-nilai seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Sebuah rasio konsistensi sepuluh persen atau kurang dianggap dapat diterima. Persamaan rasio konsistensi (CR) sebagai berikut:

CR = CI/RI

Keterangan:

CI = indeks konsistensi RI = indeks random

Malczewski (1999) dalam Rahmawaty (2011) menyebutkan bahwa ketika CR kurang dari 0,1, ada tingkat wajar konsistensi dalam perbandingan berpasangan. Jika CR lebih dari atau sama 0,1, nilai-nilai dari rasio tersebut tidak konsisten. Dalam kasus terakhir, nilai asli dalam matriks perbandingan pasangan yang bijaksana harus direvisi.

Dalam proses yang terkait dengan derivasi dari prioritas alternatif, sehubungan dengan setiap tujuan pada tingkat 3 hirarki, bobot relatif dari alternatif yang didasarkan pada tujuan masing-masing dihitung dengan cara yang


(33)

sama. Peringkat akhir dari alternatif (menunjukkan dengan ωj) itu dihitung dengan melakukan perkalian matriks bobot relatif dari alternatif per tujuan (dilambangkan dengan ωij) dan bobot relatif dari tujuan (dilambangkan dengan ωi). Ini dihitung dengan menggunakan persamaan:

ωj= Mij * ωi Keterangan:

ωj = bobot akhir dari alternatif j

Mij = matriks bobot relatif alternatif perobyektif

ωi = Pembobotan obyektif

di samping itu, Mij mengambil bentuk: Mij = ω11…..ω1p

ωn1…..ωnp Keterangan:

ω11 = bobot relative dari alternatif 1 (j ke p) terhadap obyektif 1 (I ke n)

Langkah terakhir adalah untuk agregat prioritas vektor dari setiap tingkat yang diperoleh pada langkah kedua, untuk menghasilkan bobot keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara perkalian urutan vektor bobot pada setiap tingkat hirarki. Bobot keseluruhan mewakili rating alternatif sehubungan dengan tujuan keseluruhan. Ri skor keseluruhan alternatif ke-i adalah jumlah total dari peringkat tersebut pada setiap tingkat yang dihitung sebagai berikut :

RI = ∑kωkrik Keterangan:

ωk = vektor prioritas berhubungan dengan elemenke-k dari hirarki


(34)

(Malczewski, 1999 dalam Rahmawaty, 2011).

Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik menjadi bagian-bagiannya secara berjenjang. Setelah itu, tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil dari sistem tersebut (Marimin, 2004).

Pertimbangan kompleksitas masalah pengelolaan dan pemenuhan peraturan, AHP meluas ke berbagai macam tugas managerial dan perencanaan, contohnya: pengelolaan dan perencanaan untuk Daerah Aliran Sungai termasuk berhubungan dengan masalah kualitas dan kuantitas air, pengelolaan hutan, pengelolaan satwa liar, dan rekreasi. Input diperlukan dari ahli subjek masing- masing disiplin yang bertujuan untuk prioritas dan membuat keputusan informasi mengenai distribusi spatial dan temporal sumberdaya. Di samping luasnya aplikasi, AHP relatif mudah untuk diaplikasikan, dimengerti dan ditafsirkan (Furthermore, Schmoldt et al (2001) dalam Rahmawaty, 2011)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan para ahli dan diskusi, terdapat beberapa alasan mereka memilih kriteria dan alternatif. Alasan memilih lingkungan dan konservasi karena pada wilayah tersebut terdapat kawasan- kawasan lindung. Hal tersebut memiliki fungsi yang pokok pada keanekaragaman ekosistem, warisan budaya, dan struktur geologi yang diantaranya untuk pengembangan yang berkelanjutan (Rahmawaty, 2011).


(35)

Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi

sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan.

Berdasarkan penelitian Gani (2004) menyatakan bahwa perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, bentuk dan letak kota serta fungsi kota terhadap daerah pinggiran (hinterland). Kota dapat berkembang dengan baik jika adanya interaksi antara penghuni (penduduk) dengan keselarasan tata ruang kota dan ketaatan di dalam penegakan peraturan tata ruang yang telah ada. Perkembangan penduduk dan peningkatan perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota. Kota Binjai merupakan hinterland efektif Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara dan Kota Binjai merupakan kesatuan dari konsep pengembangan Medan Binjai Deli Serdang (Mebidang)

Berdasarkan penelitian Nababan (2011) menyatakan bahwa dalam mengamati perubahan penggunaan lahan Kelurahan Bagan Deli dapat dilihat telah terjadi perubahan guna lahan yang dulunya pemukiman, saat ini mulai di dominasi guna lahan industri, pelabuhan pergudangan, dan perdagangan/jasa. Untuk masa


(36)

yang akan datang,kecenderungan penggunaan lahan di Kelurahan Bagan Deli telah dapat diketahui arahnya, yaitu ke arah fungsi perdagangan dan jasa. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan fisik dan fungsi lahan yang merupakan konsekwensi dari pertumbuhan penduduk. Di akhir penelitian ini dapat diambil kesimpulan, bahwa perubahan tata guna lahan terutama disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor manusia dimana kurangnya sosialisasi tentang RTRW sehingga masyarakat kurang memahami dan mengetahui arahan dan kebijakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah apabila perumahan dan permukiman yang sudah sempat terbangun telah memiliki IMB maupun tanpa IMB, ternyata tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2011-2030, maka Pemerintah kota harus mengeluarkan kebijakan yang berhubungan hal tersebut, misalnya penggusuran, ganti rugi, ataupun relokasi.

Berdasarkan penelitian Panjaitan (2013) menyimpulkan bahwa pengendalian alih fungsi lahan yang sudah terjadi tidak akan tercapai jika tidak ada partisipasi atau kepedulian masyarakat itu tanpa adanya sosialisasi dan advokasi. Karena dilihat dari semua pandangan,sifat dan tingkah laku setiap orang itu berbeda-beda, walaupun kebijakan dan peraturan pemerintah setempat membuat segala sesuatu peraturan yang akan membuat masyarakat itu akan menghentikan alih fungsi lahan, tentu tidak sendirinya berjalan dengan baik tanpa adanya bujukan yang mengenali setiap manusia dan memberikan hal-hal yang bisa membuat masyarakat itu bisa ikut berpartisipasi, tentunya harus membuat suatu modal dengan mengenali masyarakat dari segi pemahaman terhadap


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan Agustus 2013 dimana pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai bulan April 2013 dan analisis data dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013. Tempat penelitian adalah di wilayah Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan  di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(38)

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C (Pemerintah Kotamadya Medan, 2004).

Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (Pemerintah Kotamadya Medan, 2010).


(39)

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah Komputer (PC atau Work Station) beserta pelengkapnya, SIG (ArcView GIS 3,3), GPS (Global Positioning System), AHP (Expert choice) dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta digital administrasi Kota Medan dan Peta perubahan tutupan lahan( 2000, 2006, 2011) berasal dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), kuisioner.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut;

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung di lokasi penelitian. Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan oleh instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun literatur pendukung lainnya. Data-data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1  Peta Tutupan Lahan Kota Medan sekunder BPKH 2000 2  Peta Tutupan Lahan Kota Medan sekunder BPKH 2006 3  Peta Tutupan Lahan Kota Medan sekunder BPKH 2011 4  Peta Administrasi kota Medan sekunder BPKH 2012

5  Titik sampel Ground check primer GPS 2013


(40)

2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Pengamatan perubahan tutupan lahan dilakukan pada tahun 2001, 2006 dan 2011. Pada selang waktu tersebut, diprediksi telah terjadi pengalihan fungsi lahan sehingga dapat dilihat perubahan- perubahan yang terjadi dengan jelas. Tujuan dilakukannya analisis perubahan tutupan lahan kota Medan ini adalah untuk lebih memudahkan mengetahui perubahan yang terjadi di setiap kecamatan (21 kecamatan) selama dua (2) periode pengamatan yaitu dari tahun 2000-2006 dan tahun 2006-2011.

Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2006, kemudian tahun 2006 dan 2011 serta tahun 2000 dan tahun 2011 dengan cara mengoverlay peta tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan change detection. Menurut Sumantri (2006) change detection adalah suatu analisis deteksi perubahan yang dilakukan untuk menentukan laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dalam menentukan perubahan di obyek studi khusus di antara dua atau lebih periode waktu.

Proses kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan :

1. Peta tutupan lahan tahun 2000 dengan peta tutupan lahan tahun 2006 dilakukan change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2000 dan 2006.

2. Peta tutupan lahan tahun 2006 dengan peta tutupan lahan tahun 2011 dilakukan change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2011.


(41)

3. Peta tutupan lahan tahun 2000 dengan peta tutupan lahan tahun 2011 dilakukan change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2000 dan 2011

4. Analisis perhitungan luasan perubahan dilakukan pada program Excell. 5. Dari setiap perubahan tutupan lahan dibuat peta

Diagram alir analisis perubahan tutupan lahan dapat dilihat seperti Gambar 2.

Gambar 2. Proses Analisis Perubahan Tutupan Lahan Peta Tutupan Lahan

Tahun 2000

Peta Tutupan Lahan Tahun 2006

Peta Tutupan Lahan Tahun 2011

Peta Perubahan Tutupan Lahan Peta Tutupan Lahan

        Peta Tutupan Lahan 2000 Peta Tutupan Lahan 2006         Peta Tutupan Lahan 2006 Peta Tutupan Lahan 2011      

  Peta Tutupan Lahan 2011 Peta Tutupan

Lahan 2000


(42)

3. Survey lapangan

Tujuan dilakukannya survey lapangan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan Kota Medan. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Positioning

System (GPS). Alat ini dapat menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut

melalui ketepatan koordinat lokasi yang di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta tutupan lahan di tahun 2011 untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan hasil change detection. Kemudian ditentukan nilai akurasi hasil groundcheck di lapangan, Menurut Short (1982) dan Estes dalam Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap benar. Rumus untuk menentukan nilai akurasi adalah :

Jumlah titik yang benar di lapangan x 100% Jumlah seluruh titik yang di ambil

4. Analisis faktor penyebab perubahan lahan

Data yang dibutuhkan untuk tujuan kedua dari penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner AHP kepada para responden ahli sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara mencari informasi melalui buku, penelitian ilmiah dan jurnal ilmiah.

a. Pemilihan Responden Ahli

Responden ahli dipilih secara purposive sampling, karena menurut Soekartawi (1995) dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang


(43)

erat dengan ciri atau sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya. Adapun responden yang dipilih meliputi:

1. BAPPEDA ( 1 orang) 2. Dinas Kehutanan ( 1 orang)

3. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan ( 1 orang) 4. Camat ( 3 kecamatan)

5. Akademisi ( 2 orang)

6. Tokoh Masyarakat ( 2 orang)

b. Penyusunan Hierarki Permasalahan

Hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan (goal), kriteria, dan alternatif. Penyusunan hierarki permasalahan dapat dilihat seperti Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Hierarki Faktor Dominan Penyebab Perubahan Lahan Sasaran     Kriteria         Alternatif  

Faktor Dominan Penyebab Perubahan Lahan di Kota Medan

Sosial Ekologi Ekonomi

Pembebasan Lahan untuk RTH Penataan Ruang Penetapan Tata Batas

Penegakan Kebijakan Jumlah APBD Aktivitas Masyarakat


(44)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap para responden diambillah kesimpulan sebagai penyusun hierarki permasalahan dengan goal ataau sasaran dari faktor dominan penyebab perubahan lahan di kota Medan, dengan criteria sebagai berikut :

1. Sosial

Para responden mengganggap bahwa sosial berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan yang terjadi di Kota Medan. Melihat Kota Medan merupakan ibukota dari provinsi, maka daya tarik masyarakat untuk menetap ataupun untuk meningkatkan kesejahteraan juga akan tinggi sehingga kebutuhan akan lahan akan semakin meningkat didukung dengan tingginya akktivitas yang terjadi di wilayah perkotaan tersebut. Dengan adanya perkembangan penduduk maka perubahan lahan juga akan meningkat.

2. Ekologi

Ekologi menjadi salah satu bidang yang berpengaruh terhadap sasaran yang dituju karena para responden menganggap bahwa dengan adanya aktivitas masyarakat yang tinggi akibat pertumbuhan penduduk yang pesat maka akan terjadi peningkatan kebutuhan akan lahan. Keadaan tersebut mengakibatkan perubahaan terhadap lahan yang sering kali tidak mengikuti kaidah konservasi alam. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap keadaan lingkungan suatu wilayah perkotaan.

3. Ekonomi

Ekonomi menjadi salah satu kriteria yang disimpulkan oleh para responden dikarenakan aktivitas perkotaan yang tinggi yang membutuhkan


(45)

pembangunan infrastuktur dengan menggunakan lahan yang ada tentu saja butuh biaya. Begitu juga ketika kemajuan dari segi ekonomi dari suatu perkotaan tinggi akan lebih banyak keinginan untuk membutuhkan pembangunan infrastruktur yang akan membutuhkan lahan dimana akan terjadi pengalihfungsikan suatu lahan ataupun tidak. Apalagi melihat terjadinya urbanisasi dikarenakan wilayah perkotaan yang merupakan pusat konsentrasi penduduk akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola tutupan lahan , dimana pengembangan yang telah dilakukan terhadap tutupan lahan itu akan membentuk harga lahan suatu tanah. Jadi seringkali perubahan tutupan lahan yang terjadi dilakukan untuk investasi atau kegiatan ekonomi lainnya melihat daerah perkotaan yang identik dengan daerah untuk jasa perdagangan.

Sedangkan alternative yang disimpulkan dari hasil wawancara para responden adalah

1. Penataan Ruang

Penataan ruang suatu kawasan ditetapkan oleh undang- undang dan itu adalah hal yang wajib diikuti oleh setiap wilayah perkotaan. Oleh karena itu, perubahan terhadap tutupan lahan terutama wilayah yang menjadi wilayah perkotaan diatur ataupun ditata oleh undang- undang sesuai dengan yang diperuntukkan, seperti UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan diharapkan dapat terwujud melalui penataan ruang tetapi faktanya hingga saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan.


(46)

2. Penetapan Tata Batas

Penetapan Tata Batas lebih kepada peraturan atau kebijakan daerah dalam menentukan batas- batas di kawasan pemerintahannya. Perubahan tutupan lahan bisa saja terjadi apabila lahan tersebut menurut tata batas yang sudah ditetapkan tidak sesuai dengan yang diperuntukkan.

3. Penegakan Kebijakan

Kebijakan daerah yang ditetapkan tentu saja sangat berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan. Apabila kebijakan daerah tidak ditegakkan tentu akan banyak terjadi pembangunan liar yang otomatis akan mengubah tutupan lahan.

4. Pembebasan Lahan untuk RTH

Kebutuhan kota akan ruang terbuka hijau sesuai dengan peraturan daerah maupun undang- undang tentu akan mengubah suatu lahan menjadi ruang terbuka hijau. Apalagi dengan maraknya kegiatan- kegiatan penghijauan akibat global warming akan menimbulkan terjadinya perubahan tutupan suatu lahan.

5. Jumlah APBD

ABPD merupakan anggaran atau biaya pembangunan suatu daerah. Apabila jumlah APBD besar tentu akan mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemerintah juga akan menggunakan APBD untuk memanfaatkan lahan sebagai pendukung kegiatan perekonomian masyarakat dengan melakukan pembangunan infrastruktur.


(47)

Defenisi

1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen yang lain 5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya 2, 4, 6, 8 Nilai- nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan

Jika untuk aktivitas I mendapat satu angkan bila dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Intensitas Pentingnya

6. Aktivitas Masyarakat

Aktivitas masyarakat yang tinggi akibat besarnya jumlah penduduk terutama di wilayah perkotaan akan mempengaruhi penggunaan lahan suatu daerah dimana akan diperlukan ruang yang cukup luas.

c. Pembuatan Kuisioner

Dilakukan pembandingan berpasangan antar kriteria untuk kuisioner. Pembandingan antar kriteria dilakukan dengan cara :

a. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih penting dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan oleh skala nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Skala AHP

sumber : Saaty dan Vargas (2001) dalam Rahmawaty (2011) b. Menyusunnya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan c. Pembandingan dilakukan dari baris terhadap kolom

d. Penentuan vektor prioritas


(48)

Expert Choice 2000 dirancang untuk proses pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif strategi.  Berikut ini proses penggunaan Expert Choice 2000:

1. Buka file baru dengan memilih menu file kemudian new. 2. Membuat File Name untuk menyimpan data yang dianalisis.

3. Isikan goal atau hasil yang anda inginkan yang menunjukkan inputan

Evaluation and Choice model, kemudian klik OK.

4. Untuk memasukkan kriteria yang akan dicari bobotnya, maka pilih Edit, kemudian pilih Insert Child Of Current Node, kemudian akan muncul tampilan node.

5. Berikutnya masukkan kriteria-kriteria yang akan dinilai bobotnya dan akhiri dengan esc.

6. Masukkan alternatif-alternatif dengan cara klik ( + A ) dan klik OK. 7. Untuk melakukan pembobotan arahkan kursor ke goal/ tujuan, klik

Assessment dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion

(lambang 3:1) beri bobot kepentingan dengan membandingkan tiap elemen yang ada di kriteria.

8. Hal yang sama dilakukan dalam pembobotan kepentingan alternatif-alternatif yang ada. Arahakan kursor ke tiap elemen criteria yang ada. Pada tiap elemen lakukan pembobotan alternatif dengan cara klik

Assessment dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion

(lambang 3:1)

9. Hasil dari pembobotan harus dengan inconsistency dibawah 0.1. karena ini berarti penilaian yang dilakukan konsisten. Jika


(49)

inconsistency lebih dari 0.1,maka harus dilakukan penyebaran kuisioner ulang.

10.Setelah hasil dimasukkan dan inconsistency dibawah 0.1 maka klik tanda

11.Untuk mengetahui tampilan lain dari hasil pembobotan maka klik tanda

12.Dari hasil diatas maka akan dapat diketahui bobot akhir dari masing-masing kriteria atau sasaran, sementara itu untuk mengetahui bobot akhir prioritas dari alternatif, maka klik menu Synthesize lalu pilih

With Respect to Goal. Maka akan ditampilkan hasilnya sekaligus

dengan nilai Overall Inconsistency-nya.

Analisis data menggunakan metode AHP dengan batas tingkat inkonsistensi dalam penelitian adalah 10 persen. Selanjutnya, hasil pembobotan per individu apabila konsisten, digabungkan dengan rumus rataan geometrik yang kemudian hasilnya disatukan dalam satu tabel.

RG = n √X1 . X2 ….. Xn Keterangan :

RG = Rataan geomterik N = Jumlah responden

X1, X2 … Xn = Penilaian responden ke-1, ke-2 sampai dengan ke-n. Hasil rataan geometrik tersebut kemudian dicari prioritasnya lewat mekanisme perhitungan nilai setiap elemen pada tabel rataan geometrik dibagi dengan jumlah total rataan geometrik di setiap kolomnya.


(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tutupan Lahan di Kota Medan

Secara umum, penutupan lahan di kota Medan terdiri dari 10 (sepuluh) jenis tutupan lahan yaitu Hutan Mangrove Sekunder, Tambak, Pemukiman, Perkebunan, Sawah, Semak Belukar, Bandara/ Pelabuhan, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan kering campur Semak, Tubuh Air. Berdasarkan hasil ground check, diperoleh nilai akurasi sebesar 96, 25 % yakni dari 80 titik yang ditentukan terdapat 77 titik yang benar dan 3 titik yang salah (Lampiran 1) dan titik koordinat ground check dalam persebarannya dapat dilihat pada Gambar 4 . Hal ini menunjukkan hasil interpretasi terhadap peta sudah akurat. Menurut Short (1982) dan Estes dalam Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap benar.


(51)

1. Penutupan Lahan Tahun 2000, 2006, dan 2011

Berdasarkan data perubahan tutupan lahan kota Medan, klasifikasi tipe dan luas perubahan tutupan lahan tahun 2000, 2006 dan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas penutupan lahan tahun 2000, 2006, dan 2011 

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Perkebunan

2146,96

2146,96

2147,70

0,00

0,00

0,74

0,03

0,74

0,03

Pemukiman

17904,61

17904,61

18344,09

0,00

0,00

439,48

2,45 439,48

2,45

Tubuh

 

Air

514,64

514,64

514,64

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Hutan

 

Mangrove

 

Sekunder

1128,34

1007,31

1007,31

121,03

10,73

0,00

0,00

121,03

10,73

Semak

 

belukar

 

Rawa

2229,59

2229,59

2223,23

0,00

0,00

6,37

0,29

6,37

0,29

Pertanian

 

Lahan

 

Kering

1613,63

1613,63

2166,62

0,00

0,00

552,99

34,27 552,99

34,27

Pertanian

 

Lahan

 

Kering

 

campur

 

semak

552,99

552,99

0,00

0,00

552,99

100,00

552,99

100,00

Sawah

794,04

794,04

354,55

0,00

0,00

439,48

55,35

439,48

55,35

Tambak

2446,70

2567,73

2573,35

121,03

4,

 

95

5,62

0,22 126,65

5,18

Bandara/

 

Pelabuhan

302,94

302,94

302,94

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Total

29.634,43

29.634,43

29.634,43

Perubahan

2000

‐ 

2011

2000

‐ 

2006

Perubahan

Jenis

 

Tutupan

 

Lahan

Luas

 

(Ha)

 

Tahun

 

2000

Luas

 

(Ha)

 

Tahun

 

2006

Luas

 

(Ha)

 

Tahun

 

2011

Perubahan

2006

‐ 

2011

Ket : (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah

Luas setiap jenis tutupan lahan pada tahun 2000, 2006, dan 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.


(52)

Tutupan lahan di kota Medan dari tahun ke tahun ( 3 priode pengamatan ) ada yang mengalami perubahan baik dari penambahan luasan dan ada yang mengalami penurunan luasan (Tabel 3 dan Gambar 5). Luas total keseluruhan lahan di kota Medan adalah 29.634, 43 Ha. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tahun 2000 tutupan lahan di kota Medan didominasi oleh jenis tutupan lahan Pemukiman dengan luas sebesar 17.904, 61 Ha (60,42%), dan kemudian diikuti berturut- turut tutupan lahan tambak sebesar 2446,70 Ha (8,26%), semak belukar rawa 2229,59Ha (7,52%), perkebunan sebesar 2146, 96 Ha (7,24%), pertanian lahan kering sebesar 1613,63 Ha (5,45%), pertanian lahan kering campur semak sebesar 552,99 Ha (1, 87%), hutan mangrove sekunder sebesar 1128,34Ha (3,81%), sawah sebesar 794,04Ha (2,68%), Tubuh air sebesar 514,64Ha (1,74%), bandara/ pelabuhan sebesar 302,94Ha (1,02%).

Berdasarkan data di atas (Tabel 3), diketahui bahwa pada tahun 2006 terjadi penurunan luasan (Gambar 5) sebesar 121, 03Ha (10,73% dari total luas sebelumnya) pada jenis tutupan lahan hutan mangrove sekunder sehingga luas menjadi sebesar 1007, 31 Ha atau sebesar 3,40% dari total luasan lahan kota Medan. Sedangkan pada jenis tutupan lahan tambak pada tahun 2006 mengalami penambahan luasan (Gambar 5) sebesar 121, 03Ha (4, 95% dari total luas sebelumnya) sehingga luas menjadi 2567, 73Ha atau sebesar 8, 66% dari total luasan lahan kota Medan . Jenis tutupan lahan lainnya yaitu pemukiman, perkebunan, tubuh air, semak belukar rawa, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah dan bandara/ pelabuhan tidak mengalami perubahan luasan (Gambar 5) sehingga luas setiap jenis tutupan lahan tersebut tetap mulai dari tahun 2000.


(53)

Tutupan lahan pada tahun 2011 dapat diketahui dari Gambar 5 juga mengalami perubahan selama rentang waktu 11 dan 5 tahun dari tahun pengamatan sebelumnya (tahun 2000 maupun 2006) dengan mengalami penambahanan maupun penurunanan luasan tutupan lahan. Tutupan lahan yang tetap mendominasi yaitu pemukiman mengalami penambahan luasan pada tahun 2011 sebesar 439, 48Ha (2, 45%) sehingga luas menjadi sebesar 18344,09Ha atau 61,90% dari total luasan.

Tipe tutupan lahan pada tahun 2011 yang mengalami penambahan luasan adalah perkebunan dengan luas menjadi sebesar 2147, 70Ha atau 7,25% dari total luas lahan, pemukiman dengan luas menjadi 18344, 09Ha atau 61, 90% dari total luas lahan, pertanian lahan kering dengan luas menjadi sebesar 2166, 62 Ha atau 7,31% dari total luas lahan dan tambak dengan luas menjadi sebesar 2573, 35 atau 8,68% dari total luas lahan kota Medan. Adapun tipe tutupan lahan yang mengalami penurunan adalah semak belukar rawa dengan luas menjadi sebesar 2223,23Ha atau 7, 50% dari total luas lahan dan sawah dengan luas menjadi sebesar 354,55 Ha atau 1,20% dari total luas lahan kota medan, serta untuk tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak mengalami penurunan yang sangat drastis dimana tutupan lahan ini sudah tidak terdapat lagi di tahun 2011. Pada tipe tutupan lahan yang lainnya tidak mengalami perubahan dengan tidak ada penambahan maupun penurunan luasan yaitu tubuh air, hutan mangrove sekunder, dan bandara/ pelabuhan.

Tutupan lahan yang terdapat di kota Medan pada tahun 2000, 2006 dan 2011 dapat dilihat juga pada Gambar 6, 7, dan 8 secara berturut- turut. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat warna yang mendominasi setiap peta pada


(54)

setiap tahun adalah warna hijau dimana keterangan menunjukkan kawasan pemukiman. Pemukiman adalah tutupan lahan yang mendominasi mulai periode tahun 2000- 2011.

Berdasarkan penelitian As- syakur (2011) mengenai Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali bahwa Di Kota Denpasar, penggunaan lahan pemukiman merupakan yang terluas mengalami perubahan penambahan yaitu seluas 907,89 ha sedangkan sawah irigasi adalah yang terluas mengalami pengurangan yaitu seluas 824,16 ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa di kawasan perkotaan tutupan lahan pemukiman lebih mendominasi dibandingkan tutupan lahan lainnya. Demikian halnya di wilayah kota Medan, tutupan lahan yang mendominasi adalah wilayah pemukiman.


(55)

(56)

(57)

(58)

2. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000 – 2006

Berdasarkan data perubahan tutupan lahan kota Medan pada tahun 2000 dan tahun 2006 menunjukkan adanya terdapat perubahan tutupan lahan di kota Medan baik dari bentuk maupun luasannya dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 11.

Gambar 9. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000- 2006

Perubahan tutupan lahan yang terjadi selama selang waktu 6 (enam) tahun mulai dari tahun 2000 sampai 2006 (Gambar 9) yaitu adanya perubahan dari jenis tutupan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tambak. Tipe perubahan tutupan lahan yang lainnya tidak mengalami perubahan sehingga luas tutupan lahan tersebut adalah tetap.

Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa perubahan jenis tutupan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tambak merupakan satu- satunya perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun 2000 sampai tahun 2006 yaitu luas perubahan sebesar 121,03 Ha. Perubahan tutupan lahan tersebut mengakibatkan hutan


(59)

luasnya menjadi sebesar 1.007, 31Ha atau 3,40% dari luas total lahan sedangkan tambak mengalami penambahan luas sehingga pada tahun 2006 luasnya menjadi sebesar 2.567,73 atau 8,66% dari luas total lahan kota Medan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan survey lapangan serta peta perubahan tutupan lahan pada Gambar 11, dapat dilihat bahwa lokasi terjadinya perubahan tutupan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tambak berada di daerah pesisir kota Medan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan dan Medan Labuhan. Potensi yang dimiliki oleh daerah pesisir sangat mendukung terjadinya perubahan tersebut hal ini sesuai dengan pernyataan Supriharyono (2000) dalam Purwoko (2009) yang menyatakan bahwa Wilayah pesisir ditinjau dari berbagai macam peruntukannya merupakan wilayah yang sangat produktif. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan terhadap hutan mangrove.

Gambar 10. Pembukaan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tambak Selain itu, perubahan yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan dan aktivitas manusia. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Onrizal (2010) yang menyatakan bahwa perubahan dari hutan


(60)

oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, permukiman dan areal pertanian lainnya.

Aktivitas manusia di wilayah perkotaan terutama di Kota Medan yang mengalami perkembangan sangat pesat menekan keberadaan ekosistem mangrove dengan tujuan untuk aspek ekonomi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Pada Gambar 10, dapat dilihat bagaimana gambar dari tambak yang sudah mengalami perubahan tutupan lahan dari hutan mangrove sekunder. Gambar 9 juga menunjukkan bagaimana perubahan yang terjadi antara tutupan lahan hutan mangrove sekunder yang mengalami penurunan luas dan tutupan lahan tambak yang mengalami penambahan luas.


(61)

Tabel 4. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kota Medan periode tahun 2000- 2006

Perkebunan

2146, 96

2146, 96

7, 24

Pemukiman

17904, 61

17904,61

60, 42

Tubuh Air

514, 64

514, 64

1,74

Hutan Mangrove Sekunder

1007, 31

121, 03

1128, 34

3, 4

Semak belukar Rawa

2229, 59

2229, 59

7, 5

Pertanian Lahan Kering

1613, 63

1613, 63

5, 45

Pertanian Lahan Kering campur semak

552, 99

552, 99

1, 87

Sawah

794, 04

794, 04

2, 68

Tambak

2446, 70

2446, 70

8, 67

Bandara/ Pelabuhan

302, 94

302, 94

1, 02

Total Area tahun 2006

2146, 96

17904, 61

514, 64

1007, 31 2229, 59

1613,63

552, 99

794, 04

2567, 73

302, 94

29634, 43

Proporsi (%)

7, 24

60, 42

1,74

3, 4

7, 5

5, 45

1, 87

2, 68

8, 67

1, 02

100,00

Perubahan dari 2000- 2006 (ha)

0,00

0,00

0,00

-121,03

0,00

0,00

0,00

0,00

121,03

0,00

Perubahan dari 2000- 2006 (%)

0,00

0,00

0,00

-10,73

0,00

0,00

0,00

0,00

4,95

0,00

Pertanian Lahan

Kering Campur

Semak

Sawah

Tambak

Bandara/

Pelabuhan

Proporsi (%)

Total Area

Tahun 2000

Tutupan Lahan Tahun 2006

Tutupan Lahan Tahun 2000

Perkebunan

Pemukiman Tubuh Air

Hutan

Mangrove

Sekunder

Semak

Belukar

Rawa

Pertanian

Lahan

Kering


(62)

(63)

3. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006- 2011

Tutupan lahan pada tahun 2006 hingga 2011 berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 5 menunjukkan dalam selang waktu enam tahun tutupan lahan di Kota Medan sebagian besar telah mengalami perubahan baik dari penambahan luasan maupun penurunan luasan.

Gambar 13. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2006- 2011

Perubahan tutupan lahan yang terbesar adalah perubahan tutupan lahan dari pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering yaitu sebesar 552,99 Ha sehingga pertanian lahan kering mengalami penambahan luas dan luasannya pada tahun 2011 menjadi 2.166,62 Ha sedangkan pertanian lahan kering campur semak mengalami penurunan luas yang sangat drastis yaitu sebesar 100%. Oleh karena itu, tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak sudah tidak ada pada tahun 2011.

Tutupan lahan yang juga mengalami perubahan adalah sawah yang mengalami perubahan bentuk menjadi tutupan lahan pemukiman dengan luas


(64)

perubahan 439,482 Ha dimana sawah mengalami penurunan luas sehingga luas pemukiman pada tahun 2011 menjadi 18.344,09 Ha. Perubahan ini dapat dilihat pada Gambar 12. Dan Tabel 5. Tutupan lahan lainnya yang mengalami perubahan luas adalah semak belukar yang berubah menjadi perkebunan dan tambak dimana masing- masing luas perubahan adalah 0,74Ha dan 5,62Ha. Semak belukar mengalami penurunan luasan sehingga pada tahun 2011 luas semak belukar menjadi 2.223,23 Ha.

Berdasarkan perubahan yang terjadi (Gambar 13 dan Tabel 5), yang mengalami penambahan luasan dalam selang waktu 6 (enam) tahun adalah tutupan lahan pertanian lahan kering, pemukiman, perkebunan, dan tambak sedangkan untuk tutupan lahan yang tidak mengalami perubahan adalah tubuh air, hutan mangrove sekunder dan bandara/ pelabuhan.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12. Perubahan pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering (a); semak belukar menjadi tambak(b); sawah menjadi pemukiman (c), semak belukar menjadi perkebunan (d)


(1)

Terjemahan dari Decisions Making for Leaders : The Analytical

Hierarchy Process for Decisions in Complex Word. LPPM dan Pustaka

Binaman Pressindo. Jakarta.

Savitri. 2007. Analisis aliran massa sampah pada sistem persampahan kota

Surabaya, Master Tesis Teknik Manajemen Lingkungan, Instititut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung

Sukojo, B. M dan Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan

(Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Jurnal Makara Teknologi vol 7:

No 1

Supriyadi, A. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan

Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Triyana, T dan . M. B. Saleh, M.B. 2003. Cara Singkat Memahami AHP

(Analytical Hierarchy Proses). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor, hlm 9-14.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Wikantiyoso, R. 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada

Perencanaan dan Perancangan Perkotaan. Universitas Merdeka Press.

Malang

Yunus, H.S. 2001. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yusran, A. 2006. Kajian Perubahan Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Cilegon.

Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Zain, A.S., 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan

Rakyat. PT. Rineka Cipta Jakarta.


(2)

Lampiran 1. Titik Koordinat Hasil Ground Check

No Koordinat Perubahan Tutupan Lahan

X Y

1 3.62961970 98.61446953 Perkebunan- Perkebunan

2 3.55748892 98.66821253 Bandara/ pelabuhan- bandara/ pelabuhan 3 3.55881546 98.67473874 Bandara/ pelabuhan- bandara/ pelabuhan 4 3.56636796 98.67289273 Pemukiman- Pemukiman

5 3.56631232 98.68257106 Bandara/ pelabuhan- bandara/ pelabuhan 6 3.71474563 98.68804313 Pertanian Lahan Kering- Pertanian

Lahan Kering

7 3.71131788 98.69620591 Pertanian Lahan Kering- Pertanian Lahan Kering

8 3.72557354 98.69745174 Tambak - Tambak

9 3.72417576 98.62533583 Pertanian Lahan Kering Campur Semak - Pertanian Lahan Kering

10 3.73652231 98.62419012 Pertanian Lahan Kering Campur Semak - Pertanian Lahan Kering

11 3.70635548 98.70871311 Pertanian Lahan Kering- Pertanian Lahan Kering

12 3.55984353 98.60707620 Pertanian Lahan Kering- Pertanian Lahan Kering

13 3.70108455 98.70208109 Pertanian Lahan Kering- Pertanian Lahan Kering

14 3.69654907 98.71220133 Sawah- Sawah

15 3.76324347 98.65973823 Semak belukar- Semak belukar 16 3.75472114 98.65224534 Pemukiman- Pemukiman 17 3.72562238 98.64406127 Tambak - Tambak

18 3.73251039 98.65502340 Semak belukar- Semak belukar 19 3.78535432 98.67820123 Tubuh Air- Tubuh Air

20 3.68965096 98.68268550 Pemukiman- Pemukiman 21 3.78857112 98.67743846 Hutan Mangrove Sekunder- Tambak 22 3.78319035 98.68570175 Pemukiman- Pemukiman 23 3.75631318 98.70223213 Tambak - Tambak

24 3.78535232 98.67820101 Tubuh Air- Tubuh Air

25 3.68965126 98.68268024 Pemukiman- Pemukiman 26 3.78857102 98.67743114 Hutan Mangrove Sekunder- Tambak 27 3.78319025 98.68570213 Pemukiman- Pemukiman 28 3.75631118 98.70223143 Tambak - Tambak

29 3.72635536 98.64223097 Tambak - Tambak

30 3.79636201 98.67223137 Semak belukar- Semak belukar 31 3.78636705 98.67223098 Hutan Mangrove Sekunder- Tambak 32 3.78737162 98.67294112 Hutan Mangrove Sekunder- Tambak


(3)

Lampiran 1. (Lanjutan)

33 3.68651104 98.68962078 Pemukiman- Pemukiman 34 3.68157312 98.68420132 Pemukiman- Pemukiman 35 3.77820204 98.69132443 Semak belukar- Semak belukar 36 3.77696354 98.69333385 Semak belukar- Semak belukar 37 3.78218721 98.69520870 Pemukiman- Pemukiman 38 3.76869432 98.71257215 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan

Mangrove Sekunder

39 3.76637251 98.66222756 Semak belukar- Semak belukar 40 3.76513072 98.66256661 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan

Mangrove Sekunder 41 3.76840103 98.66711297 Tubuh Air- Tubuh Air

42 3.75747219 98.63652135 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan Mangrove Sekunder

43 3.75218327 98.63556825 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan Mangrove Sekunder

44 3.75639614 98.63291081 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan Mangrove Sekunder

45 3.75525627 98.63923119 Tambak - Tambak

46 3.75873421 98.63922234 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan Mangrove Sekunder

47 3.75644518 98.63631315 Hutan Mangrove Sekunder- Hutan Mangrove Sekunder

48 3.74522387 98.63251281 Tambak - Tambak 49 3.74773201 98.63262209 Tambak - Tambak 50 3.73583725 98.63541562 Tambak - Tambak 51 3.73639231 98.63810119 Tambak - Tambak 52 3.73520641 98.63522606 Tambak - Tambak

53 3.74581752 98.64474225 Semak belukar- Semak belukar 54 3.72336113 98.64810207 Semak belukar- Semak belukar 55 3.72136601 98.64720449 Semak belukar- Semak belukar 56 3.61430215 98.61572291 Sawah- Pemukiman 57 3.61252017 98.61750481 Sawah- Pemukiman 58 3.61741011 98.62222056 Perkebunan- Perkebunan 59 3.67476942 98.67413652 Pemukiman- Pemukiman 60 3.67702176 98.67123111 Pemukiman- Pemukiman 61 3.67873252 98.66539723 Pemukiman- Pemukiman 62 3.66600033 98.66970903 Sawah- Pemukiman 63 3.57724311 98.65710086 Pemukiman- Pemukiman 64 3.56973616 98.64750397 Pemukiman- Pemukiman 65 3.56633689 98.65222115 Pemukiman- Pemukiman 66 3.56820441 98.65214140 Pemukiman- Pemukiman 67 3.56843018 98.65957533 Pemukiman- Pemukiman


(4)

Lampiran 1. (lanjutan)

68 3.56712230 98.65871376 Pemukiman- Pemukiman 69 3.55900173 98.70456145 Pemukiman- Pemukiman 70 3.54399607 98.69118103 Pemukiman- Pemukiman 71 3.54714480 98.68921772 Sawah- Pemukiman 72 3.55333926 98.69814677 Sawah- Pemukiman 73 3.55633304 98.68580651 Pemukiman- Pemukiman 74 3.55506027 98.68471127 Pemukiman- Pemukiman 75 3.62544570 98.65260383 Perkebunan- Perkebunan 76 3.62130884 98.65973377 Pemukiman- Pemukiman 77 3.65430722 98.65201126 Perkebunan- Perkebunan 78 3.78535122 98.67820999 -

79 3.77884235 98.71146117 - 80 3.71632209 98.61223216 -


(5)

Lampiran 2. Dokumentasi di Lapangan (a) Pengambilan titik di Kawasan

Mangrove (b) Pengambilan titik di Pemukiman (c) Pengambilan

titik di Tambak (d) Tutupan Lahan Sawah

(a)

(b)


(6)

Lampiran 3. Kegiatan Wawancara, (a) BAPPEDA; (b) Dinas Tata Ruang;

(c) Kecamatan; (d) Dinas Kehutanan

(a)

(b)